• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi dan Publikasi Riset Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Komunikasi dan Publikasi Riset Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Komunikasi dan Publikasi Riset di Indonesia

Versi surat kabar terbit di harian Kedaulatan Rakyat, 24 April 2013

Ida F Priyanto* IdaPriyanto@my.unt.edu

Banyak hasil riset dari perguruan tinggi di Indonesia yang berlalu tanpa ada kelanjutannya. Bahkan banyak yang kemudian tergeletak di rak-rak perpustakaan atau almari Lembaga Penelitian. Hasil riset baik dari mahasiswa S3 maupun pada dosennya seringkali tidak mendapatkan respon.Banyak juga riset yang tidak dilanjutkan menjadi riset yang lebih mendalam atau terrealisasi menjadi produksi massal atapun dipatenkan. Fenomena semacam ini sudah sangat lama terlihat namun masih sangat sedikit tindakan yang nyata untuk menghasilkan produk-produk yang dapat membangun bangsa secara nyata. Kesadaran produksi massal hanya bisa direalisasi kalau sudah dalam bentuk prototype. Namun itupun juga baru terlihat saat ini dengan mobil listrik dan mobil esemka. Boleh dikatakan, kalau konsep masih sulit diterima, kalau prototype bisa membuka mata.

Sementara itu pembangunan negara lebih banyak terjadi dengan melihat apa yang terjadi di negara lain, bukan karena hasil riset yang telah dilakukan oleh bangsa sendiri. Fenomena tersebut seringkali terjadi dalam birokrasi, yaitu dengan banyak melakukan studi banding ke luar negeri dalam berbagai hal misalnya transportasi massal, sistem pemerintahan, dan sebagainya walaupun hasilnya juga tidak selalu dapat dengan mudah diterapkan karena perbedaan budaya.

(2)

Komunikasi riset

Masalah utama riset di Indonesia ada pada komunikasi riset. Seorang periset sering tidak memiliki media yang dapat menumbuhkan gagasan-gagasan baru untuk melakukan riset lanjutan. Dalam sebuah perguruan tinggi, peran Lembaga Penelitian adalah mewadahi para periset agar hasil-hasil riset tersebut dapat memperoleh respons yang besar dari periset lain atau mendapatkan respons dari lembaga industri. Interaksi riset semacam ini belum nampak sebagai suatu gejala peningkatan pertumbuhan yang kemudian dapat membangun kemajuan suatu ilmu, menghasilkan paten, ataupun menghasilkan produksi massal.

Kalau dilihat dari jumlah publikasi Indonesia yang semakin kalah bersaing dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi di Asia Tenggara, maka sudah selayaknya perlu ada jalan keluar yang baik agar publikasi semakin meningkat. Publikasi internasional dari hasil riset dari perguruan tinggi di Indonesia sangat kecil karena beban biaya publikasi jurnal-jurnal luar negeri yang sangat tinggi. Sampai saat ini belum ada solusi besar untuk hal ini.

Namun demikian, komunikasi hasil riset dengan lembaga industri nasional sudah selayaknya dibangun agar hasil riset tidak sekedar menjadi catatan sejarah riset dan tidak ada tindak lanjut. Banyaknya pakar, periset dan orang-orang pintar di Indonesia perlu diwadahi oleh pemerintah Indonesia agar mereka tidak lari dari negeri sendiri untuk dapat mengaktualisasi diri.

Fenomena riset yang terjadi pada mahasiswa S3 di Indonesia juga kurang menunjukkan greget yang tinggi dan terkesan kurang mendapatkan dorongan besar secara internal di perguruan tinggi. Perguruan tinggi perlu membangun komunikasi riset mahasiswa S3 dengan presentasi-presentasi secara umum, bila diperlukan. Media komunikasi riset dan komunikasi risetnya sendiri memang masih lemah.

(3)

bahwa dalam dunia pendidikan kita tidak terjadi revolusi keilmuan. Perkembangan keilmuan justru terjadi dari diskusi dan pembicaraan di luar hasil riset dan kemudian diwujudkan dalam pembukaan program studi atau minat baru.

Komunikasi antara satu periset dengan periset lain masih belum dibudayakan, termasuk di dalamnya komunikasi antara dosen dan mahasiswa pascasarjana. Komunikasi dosen dan mahasiswa pasacasarjana tidaklah selalu berjalan lancar karena kesibukan dosen atau karena kesibukan mahasiswanya. Itulah alasan lain mengapa keilmuan di Indonesia masih belum berkembang dengan baik tetapi jumlah program studi dan minat sangat besar. Menurut Diana Crane (1972) jika tingkat komunikasi interpersonal maupun pengaruhnya masih rendah, maka pertumbuhan publikasi hasil riset secara kumulatif juga tidak menunjukkan perkembangan berarti. Kurangnya komunikasi interpersonal dalam keilmuan benar-benar melemahkan perkembangan intelektual dalam bidang keilmuan.

Media komunikasi dan informasi yang kebanyakan tidak dkelola dengan baik oleh perguruan tinggi adalah publikasi jurnal, perpustakaan dan arsip. Banyak jurnal hidup di dalam fakultas atau jurusan tanpa ada wadah yang jelas di tingkat universitas. Model kelembagaan seperti ini terjadi di banyak perguruan tinggi. Universitas tidak melakukan banyak hal dalam urusan penerbitan jurnal dari tiap fakultas atau jurusan. Hidup matinya jurnal seringkali juga tidak diketahui secara jelas oleh perguruan tinggi, tetapi hanya diketahui oleh jurusan atau fakultas yang bersangkutan.

Contoh menarik adalah yang terjadi di Cologne, Jerman, dimana Perpustakaan tidak hanya berperan sebagai diseminator publikasi, melainkan sekaligus menjadi produser informasi. Publikasi dalam bentuk jurnal dan buku ditangani oleh perpustakaan yang sekaligus berperan sebagai diseminator. Penyatuan penerbitan, arsip, dan perpustakaan menjadi satu atap membuat organisasi informasi lebih tertata rapi.

Fenomena riset dan jurnal ilmiah

(4)

ilmiah didiseminasi ke berbagai perguruan tinggi lain dan masuk ke perpustakaan. Perlu diingat juga bahwa tidak semua jurnal di Indonesia hidup dengan mulus. Ada jurnal-jurnal yang sangat kekurangan naskah untuk dipublikasi sehingga jurnal-jurnal tersebut menjadi setengah hidup.

Meskipun ada Undang-Undang dimana setiap penerbit diwajibkan menyerahkan ke Perpustakaan Nasional, tetapi hal itu tidak berjalan seperti yang diharapkan. Di Yogyakarta, bahkan ada peraturan daerah yang mewajibkan penerbit publikasi menyerahkan dua eksemplar ke Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY, tetapi yang berjalan adalah hanya penerbit-penerbit buku yang sadar akan pentingnya diseminasi, sedangkan penerbit jurnal belum menyerahkan terbitannya ke BPAD. DIKTI juga telah membangun portal Garuda, yang berisi artikel-artikel jurnal dari berbagai perguruan tinggi dan sudah disosialisasikan ke berbagai perguruan tinggi. Namun keterbatasan fasilitas teknologi informasi, menjadikan fasilitas tersebut tidak selalu tersedia di seluruh perguruan tinggi.

Sementara itu penerbitan hasil penelitian dalam jurnal-jurnal internasional belum mendapatkan perhatian yang besar. Di Asia Tenggara, publikasi internasional tahun 2011 saja Indonesia jauh di bawah Thailand, Singapore dan Malaysia, dimana Indonesia menghasilkan 1.562 publikasi internasional, sementara Thailand 8.640, Singapore 13.428 dan Malaysia 13.443. Pemerintah Malaysia dengan jumlah perguruan tinggi yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia saat ini terus berupaya melakukan dorongan besar sehingga sejak tahun 2010 mampu mengungguli Singapore dalam publikasi internasionalnya dan jumlahnya mencapai hampir 9 kali lebih besar dari jumlah publikasi internasional Indonesia. Pertambahan publikasi internasional dari Indonesia sebanyak 100-200 per tahun, sedangkan Malaysia mencapai 1000-3000 artikel per tahun. Perbedaan yang sangat jauh.

Dorongan dan bantuan untuk publikasi internasional sangat diperlukan, terutama di tingkat nasional agar publikasi internasional dari Indonesia meningkat. Periset yang ingin menerbitkan hasil risetnya ke jurnal internasional harus membayar cukup mahal agar dapat dipublikasi. Hal ini sangat kontradiski dengan model penerbitan di Indonesia, dimana para penulis justru dapat memperoleh honorarium apabila naskahnya diterima dan dipublikasikan.

Fenomena diseminasi

(5)

untuk mendapatkan referensi yang dapat mendukung apa yang sedang diteliti. Saat ini ada hal yang sedang menjadi keprihatinan dalam diseminasi riset dalam bentuk ejournal dan kemudahan akses informasi. Dalam waktu dekat, dimungkinkan publikasi-publikasi ilmiah perguruan tinggi akan semakin dikuasai oleh perusahaan database komersial yang menerima jurnal berisi hasil riset dari berbagai perguruan tinggi untuk dipublikasikan dalam bentuk paket database.

Dilema pertama, jurnal perguruan tinggi Indonesia dimasukkan sebagai bagian dari database komersial untuk mendapatkan royalti dan menyerahkan hak cipta kepada perusahaan database komersial tersebut. Untuk dapat memanfaatkan publikasi, perguruan tinggi dimana periset bekerja harus melanggan atau membeli jurnal tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi lagi.

Sebagai contoh kecil di salah satu perguruan tinggi besar di Indonesia, ada satu jurnal bisnis yang telah terpublikasi dalam database komersial yang cukup bergengsi. Dengan adanya kontrak antara penerbit jurnal dan perusahaan database, maka masyarakat ilmiah di perguruan tinggi tersebut tidak memiliki hak lagi atas kekayaan intelektual atas jurnal yang diterbitkan. Untuk dapat membaca jurnal tersebut secara elektronik, masyarakat perguruan tinggi tersebut harus tunduk dan patuh dengan perusahaan asing tersebut, yaitu dengan cara melanggan database yang memuat jurnal tersebut setiap tahun. Praktis, untuk dapat dikenal luas, kita menyerahkan kekayaan intelektual ke penerbit internasional. Kekayaan intelektual bangsa kita tidak lagi ada di dalam negeri, melainkan ada di negara asing dan kita harus membayar untuk mendapatkan akses untuk membaca tulisan produksi dari Indonesia.

Perpustakaan dan ejournals

Ada fenomena menarik lainnya dalam pengembangan koleksi perpustakaan di Indonesia. Saat ini langganan database ejournals menjadi sebuah trend yang sangat luar biasa walaupun dengan mengorbankan pembelian buku teks di sejumlah perguruan tinggi.

(6)

Namun harga sedang atau tinggi dengan jumlah judul yang sangat banyak memberikan daya tarik yang besar karena dalam pikiran administrator perguruan tinggi, penghitungan biaya langganan database ejournal di Indonesia adalah berdasar pemikiran sederhana bahwa semakin banyak judul berarti harganya semakin murah. Meskipun sebagian besar judul tersebut tidak memiliki kualitas atau tidak sesuai dengan kebutuhan sebagian besar sivitas akademika dalam perguruan tinggi tersebut, hal itu tidak menjadi perhatian besar dari administrator perguruan tinggi.

Ida F Priyanto

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian tunjangan hari raya kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil mengikuti ketentuan dalam Peraturan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan alat peraga Keppy yang dilakukan melalui dua siklus terhadap mata pelajaran matematika

NHKLODQJDQ EHUDW GDUL DVSDO WHUPRGLILNDVL NDUHW DODP WHUGHSROLPHULVDVL PDVLK PHPHQXKL SHUV\DUDWDQ DVSDO SROLPHU 3HQHUDSDQ WHNQRORJL LQL GDSDW GLODNXNDQ GLODSDQJDQ VHVXDL GHQJDQ

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Antara

Untuk menghadapi ancaman perang dagang, pemerintah menyatakan lebih memilih pendekatan kolaboratif dan memperkuat lobi sebagai skema yang paling rasional.. Adapun

Para pemimpin yang menggunakan otoritas untuk menerapkan sebuah strategi inovatif untuk mencapai sasaran penting dapat memperoleh lebih banyak kekuasaan keahlian jika strateginya

Selama bulan Januari sampai Juni tahun 2014, didapat 100 pasien yang diterapi menggunakan obat anti tuberkulosis lini pertama dan memiliki hasil uji resistensi kuman

mendapatkan teknik pembenihan langsung yang efektif dan pengaruh gulma terhadap pertumbuhan tanaman jati putih untuk rehabilitasi lahan dan hutan di Indonesia..