• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pestisida

Pestisida sesungguhnya telah digunakan sekitar 500 tahun sebelum masehi. Sulfur, dalam catatan sejarah, merupakan pestisida pertama. Arsen, air raksa, dan timah hitam baru digunakan sekitar abad ke-15 untuk membasmi serangga pengganggu. Sementara itu, DDT ditebar pada tahun 1939. Kini, lebih dari 2,5 ton pestisida digunakan setiap tahun (Arisman,2009).

Mengingat peranannya yang sangat besar, perdagangan pestisida ini semakin ramai. Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida dan 600 berupa disinfektan. Lebih dari 35 ribu formulasi telah dipasarkan di dunia (Sudarmo,2007).

(2)

Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama adalah sangat luas yaitu serangga, tungau, jamur, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Sudarmo,2007).

Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan pestisida digunakan secara efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001. Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah bahan beracun dan berbahaya semua zat kimia dan bahan lain serta jasadrenik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk, memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan, mencegah atau memberantas hama air, memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Sudarmo,2007).

(3)

pertanian, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya (Diana, 2000).

Menurut The United States Federal Environment Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Sudarmo,2007).

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian.

2. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan.

3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak.

5. Memberantas dan mencegah hama-hama air.

(4)

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Djojosumarto,2008).

Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum PD II. Penggunaan pestisida di subsektor tanaman pangan dan holtikultura meningkat sangat pesat sejak dilakukan program bimbingan masal pada akhir dasawarsa 1960-an. (Rahayuningsih, 2009).

2.2 Formulasi Pestisida

Pestisida yang diperdagangkan tidak berada dan digunakan dalam bentuk yang murninya melainkan harus diproses terlebih dulu oleh pabrik sebelum dapat digunakan. Pembuat pestisida senantiasa akan memproses senyawa-senyawa murni dengan cara mencampurkannya dengan bahan-bahan lain seperti bahan pengemulsi, bahan pelarut, atau bahan pembasah tertentu. Proses ini dikenal dengan nama formulasi. (Rini, 1999)

Beberapa jenis formulasi pestisida yang umum digunakan dan diperdagangkan akan dijelaskan secara rinci, diantaranya :

1. Emulsi Pekat

(5)

mengurangi pembentukan emulsi, zat penahan emulsi dicampurkan ke dalam formulasi oleh pabrik.

2. Serbuk Basah

Serbuk basah merupakan formulasi pestisida yang kering dengan kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Apabila formulasi ini dicampur dengan air, akan terbentuk dua lapisan yang terpisah dengan serbuknya terapung di bagian atas. Untuk menghindari hal ini, formulasi dicampur dengan bahan pembasah.

Pestisida dalam bentuk formulasi ini sering digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis jasad pengganggu. Jika dibandingkan dengan formulasi emulsi pekat, serbuk basah harganya relatif lebih murah, mudah disimpan dan diangkut, dan lebih aman bagi para pemakai. Bagaimanapun formulasi ini lebih mudah untuk terhisap oleh pemakai pada saat kerja-kerja penyiapannya. Untuk menghindarinya, para pemakai harus menggunakan penutup hidung dan alat-alat keselamatan lainnya.

3. Serbuk Larut Air

(6)

Kadangkala bahan pembasah atau bahan perata diperlukan jika akan digunakan untuk menyemprot tanaman yang memiliki permukaan batang/daun yang licin atau berbulu.

4. Suspensi

Telah dijelaskan bahwa terdapat jenis – jenis pestisida yang dapat larut dalam air atau pelarut minyak. Di sampng itu ada beberapa jenis pestisida yang hanya larut pada jenis-jenis pelarut organik yang sulit untuk diperoleh sehingga formulasinya sangat mahal dan sulit untuk diperdagangkan.

Untuk mengatasi masalah ini maka bahan murninya harus dicampur dahulu dengan serbuk tertentu dan sedikit air sehingga terbentuk campuran pestisida dengan serbuk halus yang basah. Campuran ini dapat bercampur dengan rata jika dilarutkan dalam air sebelum disemprotkan. Komposisi seperti ini dikenal dengan suspensi.

5. Debu

Debu merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana untuk memudahkan pemakaiannya dan juga merupakan formulasi kering yang mengandung konsentrasi bahan aktif yang sangat rendah yaitu berkisar antara 1-10%.

(7)

Formulasi ini menyerupai debu tetapi dengan ukutan yang lebih besar dan dapat digunakan langsung tanpa dicairkan atau dicampurkan dengan bahan pelarut. Bahan aktif dari formulasi ini pada mulanya berbentuk cair tetapi setelah dicampur dengan bahan butiran akan menyerap atau melekat pada butiran. Jumlah bahan aktif yang terdapat pada formulasi ini biasanya berkisar antara 2-45%.

7. Aerosol

Bahan aktif jenis ini harus larut dan mudah menguap dengan ukuran butiran yang kurang dari 10 mikron sehingga mudah terhisap manusia sewaktu bernafas. Senyawa ini akan menyerap ke dalam jaringan pernafasan di paru-paru. Oleh karena itu, bernafas sewaktu penyemprotan tidak dianjurkan.

8. Umpan

Umpan merupakan makanan atau bahan-bahan tertentu yang telah dicampur racun. Bahan makanan ini menjadi daya penarik jasad pengganggu sasaran. Umpan boleh digunakan di rumah-rumah, kantor, kebun, sawah untuk mengendalikan tikus,lalat,lipas,burung, ataupun siput.

9. Gas

Fumigan merupakan formulasi yang berada dalam bentuk gas atau cairan yang mudah menguap. Gas ini dapat terhisap atau diserap oleh kulit. Fumigan sering digunakan untuk mengendalikan hama-hama gudang, hama-hama, dan jamur patogen yang berada di dalam tanah.

(8)

Pestisida yang lazim digunakan adalah fungisida, herbisida, insektisida dan rodentisida. Secara kimiawi, pestisida digolongkan sebagai organoklorin,organofosfat,piretrin, dan karbamat (Arisman,2009).

Dari banyaknya jenis jasad pengganggu yang bisa mengakibatkan fatalnya hasil pertanian, pestisida ini diklasifikasikan lagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan. (Rini, 1999)

1. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Untuk membunuh serangga, insektisida masuk dalam tubuh serangga melalui lambung, kontak, dan alat pernafasan. Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas peracun fisik, peracun protoplasma, dan peracun pernafasan.

2. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan dapat digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi / cendawan. Fungisida sistemik adalah senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada tanaman akan bertranslokasi ke bagian lain. Aplikasi dapat melalui penetrasi daun, melalui tanah untuk selanjutnya diabsorbsi oleh akar, atau injeksi melalui batang.

(9)

Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang dapat membunuh bakteri. Bakterisida biasanya sistemik karena bakteri melakukan perusakan dalam tubuh inang.

4. Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba. Tungau adalah binatang kecil yang besarnya kurang dari 0,5 mm, berkaki 8, dan berkulit lunak dengan kerangka khitin. Warnanya bermacam-macam, ada yang merah, kuning dan ada pula yang hijau.

5. Herbisida

Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Kehadiran gulma dalam areal pertanaman sangat tidak dikehendaki karena akan menyaingi tanaman yang ditanam dalam memperoleh unsur hara, air, dan matahari.

Ditinjau dari cara kerjanya, herbisida dibedakan atas herbisida kontak dan herbisida sistemik.

(10)

diaplikasikan pada gulma tahunan yang mati hanya bagian atasnya. Jadi hanya seperti dibabat, sedangkan akarnya tetap hidup.

b. Herbisida sistemik diabsorbsi oleh akar atau daun masuk ke dalam jaringan pembuluh kemudian diedarkan ke bagian lain sehingga gulma mengalami kematain total. Maka dari itu, aplikasinya dapat dengan cara penyemprotan daun atau penyemprotan ke akar tanaman. Gulma tahunan misalnya alang-alang, teki, dan sembung dapat sangat efektif dikendalikan dengan herbisida sistemik.

Adapun jenis pestisida yang digunakan dalam proses penyemprotan pestisida di perkebunan kelapa sawit PT. LANGKAT NUSANTARA KEPONG yaitu :

Tabel 2.1 Jenis Pestisida

NO MERK DAGANG JENIS

PESTISIDA

BAHAN AKTIF

1 Amiron Herbisida Metil metsulfuron

20%

2 Metsulindo Herbisida Metil metsulfuron

20%

3 Momento Herbisida Metil metsulfuron

20 %

4 Kenlon Herbisida Triklopir Butoksi

Etil Ester 480g/l

5 Kenfosat Herbisida Isoprapilamina

Glifosat 490-972

6 Prima up Herbisida Isopropilamina

(11)

7 Starlon Herbisida Heristimix Triklopir Butoksi Etil Ester . 665

8 Trister Herbisida Triklopir Butoksi

Etil Ester . 480 – GZ

2.3.1 Amiron

Amiron merupakan Herbisida sistemik pra tumbuh & purna tumbuh yang bersifat selektif untuk mengendalikan gulma : berdaun lebar dan golongan teki - tekian antara lain: (Ludwigia octovalvis, Monochoria vaginalis, Marsilea crenata) pada tanaman monokultur (karet, kelapa sawit, teh,kakao, kopi dan pada budidaya Padi Sawah).

2.3.2 Metsulindo

Metsulindo merupakan bahan kimia yang efektif terhadap gulma pada karet (Ageratum conyzoides, Borreria latifolia, Synedrella nodi flora, Paspalum conjugatum), kelapa sawit (Leguminosa, Borreria latifolia), kacangan penutup

tanah (Calopogonium mucunoides), padi (Limnochoris flava). Metsulindo adalah herbisida berbahan metil metsulfuron yang paling cepat larut, memiliki spektrum penggunaan yang luas untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, gulma berkayu dan pakis-pakisan seperti Nephrolepis bisserata dan Lunathyrium japonicum.

(12)

meninggalkan endapan serta dapat dicampur dengan herbisida lain yang berbahan aktif glifosat dan paraquat untuk meningkatkan spektrum pengendalian pada gulma berdaun sempit.

Metsulindo memiliki rumus kimia C14H15N5O6S. Identifikasi bahaya yang ditimbulkan dari herbisida jenis ini yakni dapat menyebabkan keracunan melalui mulut, kulit, dan pernafasan dan akibatnya terhadap kesehatan dapat menyebabkan muntah dan diare. Bahan jenis ini memiliki bentuk padat, bau agak menyengat dan berwarna putih sampai krim. Toksisitas pada bahan kimia ini yaitu LD50 (oral) : >500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan) : >5.3 mg/L.

2.3.3 Momento

Momento adalah salah satu Herbisida pencampur pengendali gulma daun lebar di semua tanaman. Herbisida jenis ini lebih ampuh mengendalikan semua

gulma yang ada di perkebunan dan merupakan herbisida selektif sehingga aman

bagi tanaman. Herbisida ini juga mampu memaksimalkan pertumbuhan tanaman

karena tanaman terbebas dari gulma sejak awal tanaman sampai panen sekaligus

dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama dan penyakit karena

tanaman sehat dan kuat.

(13)

berwarna putih. Toksisitas pada bahan kimia jenis ini yaitu LD50 (oral) : >500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan) : >5.3 mg/L 2.3.4 Kenlon

Kenlon adalah herbisida purna tumbuh sistemik berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan berwarna coklat terang untuk mengendalikan gulma umum pada pertanaman Kelapa Sawit (TBM). Herbisida ini diserap melalui daun dan akar gulma, dan selanjutnya ditranslokasikan kesemua jaringan gulma. Herbisida Kenlon 480 EC sangat cocok digunakan untuk persiapan maupun pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Herbisida ini juga dapat dicampur dengan herbisida lain seperti glifosat maupun parakuat untuk hasil pengendalian gulma yang maksimal. 2.3.5 Kenfosat

Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna kekuningan, untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, berdaun sempit pada pertanaman Kelapa Sawit (TBM).

2.3.6 Prima Up

Prima Up merupakan salah satu herbisida sistemik purna tumbuh dengan bahan aktif Isopropilamina Glifosat 480gr/lt. Herbisida jenis ini berbentuk larutan dalam air berwarna kuning kecoklatan untuk mengendalikan alang-alang pada lahan tanpa tanaman.

2.3.7 Starlon

(14)

adalah dapat diserap melalui daun dan diangkut keseluruh gulma, dapat dicampur dengan herbisida lain seperti:glifosat, sulfosat atau paraquat untuk mengendalikan seluruh jenis gulma campuran, formulasi lebih stabil dan tercampur merata, formulasi tidak cepat rusak akibat terpapar sinar matahari dibandingkan dengan triklopir merek lain, tidak menyebabkan pengendapan pada penyimpanan lama serta sangat efektif untuk mengendalikan gulma berkayu dan bergetah.

2.3.8 Triester 480 EC

Triester 480 EC adalah herbisida sistemik purna tumbuh berwarna ungu tua berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan gulma pada tanaman sawit (TBM), karet dan kakao. Herbisida ini dapat mengendalikan gulma daun lebar semak-semak dan gulma berkayu yang bandel, Aplikasi mudah, bisa dengan spray (semprot) atau oles pada batang atau tunggul kayu serta dapat dicampur dengan herbisida lainnya seperti : SUPREMO 480 SL, SUPRETOX 278 SL dan ABOLISI 885 SL.

(15)

2.4 Toksisitas Pestisida

Semua senyawa pestisida adalah beracun bagi hewan mamalia meskipun tingkat keracunannya berbeda-beda dari jenis yang satu ke jenis yang lainnya. Terdapat perbedaan yang sangat nyata anatara toksisitas dengan bahaya keracunan. Toksisitas adalah daya racun yang dimiliki oleh senyawa pestisida – dengan perkataan lain seberapa kuat daya racunnya terhadap sejenis hewan pada kondisi percobaan yang dilakukan di laboratorium. Bahaya keracunan adalah bahaya atau risiko keracunan dari seseorang pada waktu sejenis pestisida sedang digunakan (Soetikno,1999).

Bagi para pemakai pestisida, bahaya keracunan lebih penting jika dibandingkan dengan toksisitasnya. Bahaya keracunan tidak saja tergantung pada toksisitas senyawa pestisida tetapi juga kesempatan akan kemungkinan terjadinya kecelakaan terkena sejumlah racun dari pestisida yang digunakan. Kemungkinan resiko keracunan akibat penggunaan pestisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu keracunan yang akut, yang diakibatkan oleh kelalaian dalam menangani dan menggunakan pestisida, jumlah yang sedikit namun berulang kali dan lama atau menghisap/menelannya (Soetikno,1999).

Keracunan yang akut banyak kaitannya dengan orang-orang yang bekerja langsung di bagian pembuatan dan formulasi pestisida di pabrik-pabrik agrokimia dan juga yang langsung menggunakannya. Adapun keracunan kronik lebih erat kaitannya dengan masyarakat luas sebagai konsumen hasil-hasil pertanian baik dengan memakan buah-buahan atau sayur-sayuran (Soetikno,1999).

(16)

Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000-10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver (Djojosumarto,2008).

Di Jepang, terdapat kira-kira 1078 kejadian keracunan pestisida. Dari angka tersebut, kira-kira 30% telah disebabkan oleh senyawa organofosforus, 15% herbisida, dan 10% organosulfur. Di Malaysia, kejadian keracunan pestisida juga banyak dilaporkan terjadi. Hampir lebih dari 54% petani pengguna pestisida pernah mengalami keracunan pestisida meskipun tingkat keracunannya berbeda-beda mulai dari yang ringan hingga yang berat (Soetikno,1992).

Pada umumnya terdapat 4 penyebab utama terjadinya keracunan pestisida pada manusia, yakni:

a. Pestisida secara sengaja diminum atau dimakan untuk tujuan bunuh diri.

b. Kelalaian para pengguna pestisida khususnya di kalangan petani yang bekerja tanpa mengindahkan langkah-langkah keselamatan yang perlu diambil.

(17)

botol-botol yang mudah terjangkau oleh anak-anak, atau dalam botol-botol bekas minuman.

d. Melalui bahan-bahan makanan yang mengandung sisa pestisida dalam jumlah yang cukup tinggi (Soetikno,1992).

Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida itu bersifat racun. Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida dapat menimbulkan dampak negatif. Adapun dampak negatif dari penggunaan pestisida terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis (Djojosumarto,2008).

Keracunan ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan dapat menyebabkan kematian (Djojosumarto,2008).

(18)

iritasi kulit dan mata, kanker, keguguran, cacat pada bayi serta gangguan saraf,

hati, ginjal dan pernafasan (Djojosumarto,2008).

2.6 Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni (Djojosumarto, 2004):

1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Toksisitas dermal (dermal LD50) pestisida yang bersangkutan : makin rendah angka LD50, makin berbahaya.

b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit: makin pekat pestisida, makin berbahaya.

c. Formulasi pestisida: misalnya formulasi EC dan ULV lebih mudah diserap kulit daripada formulasi butiran.

d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar: mata, misalnya, mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida daripada kulit telapak tangan.

(19)

f. Lamanya kulit terpapar: makin lama kulit terpapar, makin besar resikonya.

g. Kondisi fisik seseorang: makin lemah kondisi fisik seseorang, makin tinggi resiko keracunannya.

Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah: a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.

b. Pencampuran pestisida. c. Mencuci alat-alat aplikasi

2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau kerongkongan.

Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

(20)

3. Kondisi fisik seseorang (pengguna)

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah :

a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk.

b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung mempunyai resiko tinggi.

c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan). 3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)

Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :

a. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

b. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

c. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut. d. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.

e. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam berkas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil (dikira bukan pestisida).

(21)

Kejadian-kejadian seperti yang telah disebutkan diatas pada umumnya disebabkan karena kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun. Kadang-kadang para pekerja penyemprot pestisida, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida yaitu:

a. Umur

Semakin lama seseorang hidup maka umur seseorang juga akan semakin bertambah. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka kadar rata-rata kilinestrase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin sangat mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan dalam hal ini. Jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan jenis kelamin wanita. Pada umumnya, wanita lebih banyak enzim kholinesterase. Namun demikian, tidak dianjurkan bagi wanita untuk menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar cholinesterase cenderung menurun.

c. Masa Kerja

(22)

Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai dari seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan (dalam Rusli Asri Djau,2009).

2.8 Pemeriksaan Enzim Cholinesterase

Pemeriksaan cholinesterase digunakan untuk monitoring keracunan pestisida. Aktivitas cholinesterase dapat menurun. Untuk dapat mengevaluasi dengan baik, nilai dasar pasien sebelum paparan seharusnya diperiksa terlebih dahulu. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat hampir sama yaitu menghambat penyaluran impula syaraf dengan cara mengikat cholinesterase.

Hambatan ini dapat terjadi beberapa jam sampai beberapa minggu. Ketika pestisida memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel pada enzim cholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan asetil kholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu reaksi yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot pada system pernafasan tidak berfungsi, terjadilah kematian.

2.9Pemeriksaan Kesehatan Berkala

Menurut PERMENAKERTRANS No.Per.02/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala (rutin) adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.

(23)

pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan yang seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.

Gambar

Tabel 2.1 Jenis Pestisida

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak

Bentuknya berupa syarat yang diajukan oleh salah satu dari dua pihak yang melakukan akad jual beli kepada pihak lainnya untuk mendapatkan suatu manfaat pada hal-hal

Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bungo (juta rupiah), 2010-2012 Percentage Distribution of Gross Domestic Regional Product at Current Market Price by Industrial Origin

(1)Direktorat Jenderal Perencanaan Umum dan Penganggaran adalah unsur pelaksana sebagian tugas pokok dan fungsi Departemen yang menangani masalah pengkajian dan perumusan politik

berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk melakukan optimasi penggunaan lahan berdasarkan ketersedian sumber daya air, maka dalam pengembangan di wilayah

Apabila dilihat posisi Indonesia waktu itu yang telah memiliki kerja sama yang kuat di bidang perdagangan internasional dengan Korea Selatan, Indonesia dengan

Pengolahan data hasil penelitian yang meliputi kadar bahan kering, bahan organik, lemak kasar, serat kasar, protein kasar, kecernaan bahan kering in-vitro

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan persepsi remaja tentang perilaku seks pranikah di MAN II Yogyakarta tahun 2010 yang