• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI DAN ARAH PENDIDIKAN MASA DEPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNOLOGI DAN ARAH PENDIDIKAN MASA DEPAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

RICHARDUS EKO INDRAJIT

2 0 1 6

TEKNOLOGI

DAN ARAH

PENDIDIKAN

MASA DEPAN

SUATU KAJIAN DAN PEMIKIRAN STRATEGIS

(2)

Arah Pendidikan Masa Depan dalam Konteks Perkembangan Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK)

Richardus Eko Indrajit

Universitas Negeri Jakarta

Author Note

Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Teknologi Pendidikan Universitas

Negeri Jakarta. Tulisan ini merupakan tugas penyusunan makalah Mata Kuliah

Orientasi Baru dalam Pedagogik yang diampu oleh Prof. Zulfiati pada semester pendek Agustus 2016. Informasi lengkap mengenai penulis dapat dilihat pada alamat situs

(3)

Ringkasan

Sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk meningkatkan kompetensi manusia, pendidikan telah melalui berbagai tahapan evolusi dalam perkembangannya. Manusia

sebagai subyek sekaligus obyek dalam pendidikan secara dinamis telah mengalami

berbagai kejadian dan peristiwa sejalan dengan kemajuan jaman itu sendiri. Fenomena

globalisasi yang dipicu dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah

berhasil meruntuhkan batas-batas ruang dan waktu yang selama ini menjadi penyekat

sekaligus pembatas berbagai usaha manusia untuk belajar. Adalah merupakan suatu

kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi yang ditandai dengan munculnya berbagai inovasi dan kreasi telah menyebabkan terjadinya perubahan pola pikir dan

perilaku manusia dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Aplikasi semacam e-learning,

e-education, e-library, virtual class, smart campus, digital board, dan lain-lain - tidak

saja memberikan alternatif mengenai bagaimana melakukan proses pembelajaran di

abad ke-21 ini, namun dalam berbagai kasus telah mengubah karakteristik dari proses

belajar mengajar itu sendiri. Konsep seperti pendidikan terbuka (open education),

pendidikan jarak jauh (distance education), open educational resources (sumber daya pendidikan terbuka), dan lain sebagainya telah menjadi sebuah gerakan yang semakin

masif dan mendunia. Tidak berlebihan jika sejumlah praktisi pendidikan melihat

fenomena ini sebagai sebuah transformasi yang bersifat revolusioner dan akan

mengubah ekosistem pendidikan di masa depan. Makalah ini mencoba untuk melihat

arah pendidikan masa depan dipandang dalam konteks perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi. Agar perspektif yang dipergunakan utuh dan holistik, maka

pembahasan dibagi menjadi beberapa topik sesuai dengan aspek dan komponen pada ekosistem pendidikan Indonesia, yang secara lugas dikelompokkan ke dalam delapan

Standar Nasional Pendidikan, yaitu: kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan

tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, penilaian, dan pengelolaan.

Keywords: pendidikan masa depan, teknologi informasi dan komunikasi, standar

(4)

Arah Pendidikan Masa Depan dalam Konteks Perkembangan Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK)

Pendahuluan

UNESCO dalam berbagai literaturnya mencoba memperkenalkan apa yang

diamksud dengan pendidikan abad ke-21 (Voogt & Roblin, 2010). . Spektrum penjelasan yang coba dipaparkan mulai dari perlunya terjadi perubahan paradigma,

prinsip pembelajaran, konsep belajar, hingga pada model penyusunan rancangan

pembelajaran (instructional design) itu sendiri (Brown, 2005). Salah satu pemicu

utama yang menyebabkan terjadinya perubahan adalah perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat cepat. Penerapan TIK dalam kehidupan

manusia telah membawa berbagai perubahan dan segala konsekuensinya. Adanya

transformasi pada ekosistem pendidikan ini mau tidak mau memaksa para praktisi

pendidikan untuk mencoba memahami kembali secara fundamental mengenai

bagaimana manusia moderen melakukan aktivitas belajar untuk meningkatkan kualitas

kehidupannya sehari-hari (Trilling & Fadel, 2009). Oleh karena itulah maka perlu

dipahami secara sungguh-sungguh bagaimana perkembangan TIK memberikan

pengaruh yang nyata dan signifikan terhadap berbagai komponen penting yang ada di

dalam ekosistem pendidikan, khususnnys pada sistem pendidikan nasional di Indonesia.

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran dalam rangka pembentukan manusia muda, pendidikan telah

melalui berbagai tahapan evolusi dalam perkembangannya. Manusia sebagai subyek

sekaligus obyek dalam pendidikan secara dinamis telah mengalami berbagai kejadian

dan peristiwa sejalan dengan kemajuan jaman itu sendiri. Fenomena globalisasi yang dipicu dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil

meruntuhkan batas-batas ruang dan waktu yang selama ini menjadi penyekat sekaligus

pembatas berbagai usaha manusia untuk belajar. Adalah merupakan suatu kenyataan

(5)

pendidikan formal menjadi lebih terbuka, inklusif, dan egaliter. Setiap satuan

pendidikan tanpa kecuali harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut,

agar dapat senantiasa relevan menjawab kebutuhan masyarakat di era global ini.

Perspektif Standar Nasional Pendidikan

Salah satu cara yang dapat dipergunakan dalam melihat ekosistem proses

pembelajaran dalam satuan pendidikan adalah melalui indikator kualitas yang telah

ditetapkan. Dalam konteks Indonesia dapat dipergunakan kacamata Standar Nasional Pendidikan. Undang-undang mendefinisikan standar sebagai kriteria minimal tentang

sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia,

yang meliputi 8 (delapan) aspek utama, yaitu: Standar Kompetensi Lulusan, Standar

Isi, Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana

Prasarana, Standar Biaya, Standar Penilaian, dan Standar Pengelolaan. Seluruh satuan

pendidikan mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi ditargetkan untuk dapat

memenuhi standar ini, bahkan melampauinya. Adalah merupakan tugas dari

pemerintah dibantu oleh masyarakat dan pemilik serta pengelola satuan pendidikan itu

sendiri untuk senantiasa berusaha memenuhi kualitas pendidikan yang menjadi hak

warganegara melalui pemenuhan standar nasional ini. Sebagaimana karakteristik

sebuah standar, keberadaannya senantiasa harus direvisi dan dikembangkan dari waktu

ke waktu, berdasarkan hasil evaluasi dan dinamika perubahan jaman. Paling tidak

dengan adanya perkembangan TIK, sejumlah aspek dalam standar perlu dikembangkan

lebih lanjut. Berikut adalah paparan ringkas mengenai bagaimana konteks

perkembangan TIK berpengaruh terhadap revisi dan pengembangan Standar Nasional

Pendidikan di Indonesia.

Kompetensi Lulusan dan Capaian Pembelajaran

Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Mempersiapkan

individu untuk dapat hidup secara mandiri pada abad ke-21 merupakan tantangan

(6)

dikemukakan berdasarkan hasil penelitian berbagai lembaga riset, mengenai kompetensi

dan keahlian apa saja yang harus dimiliki manusia pada era globalisasi tersebut, seperti:

• P21 (Partnership for 21st century skills): learning and innovation skills; information and media and technology skills; life and career skills; core subjects; dan

interdisciplinary themes.

• EnGauge: inventive thinking; effective communication; digital-age literacy; dan high productivity.

• ATCS (Assessment and Teaching of 21st Century Skills ): ways of thinking; ways of working; tools for working; living in the world; dan core curriculum.

• NETS/ISTE (National Educational Technology Standards): creativity and innovation; critical thinking, problem solving and decision making; communication and

collaboration; technology operations and concepts; research and information fluency; dan

digital citizenship.

• EU (European Union): learning to learn; communication; digital competence; cultural awareness and expression; social and civic competences; dan sense of initiative

and entreprenurship.

• OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development): interacting in heterogeneous groups; using tools interactively; dan acting autonomously.

Dari keenam hasil penelitian tersebut, secara langsung maupun tidak langsung, dapat

dikatakan bahwa manusia abad ke-21 harus membekali dirinya dengan kemampuan

maupun keahlian dalam hal (Banks, 2003):

1. Menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan media digital untuk

pengembangan karir hidupnya;

2. Menerapkan berbagai fitur dan fasilitas TIK dalam berbagai konteks kehidupan

seperti: pengambilan keputusan, menghasilkan inovasi, mengasah kreativitas, berfikir

kritis, dan lain sebagainya; dan

3. Menanamkan budaya “melek informasi digital” atau digital literacy dalam

menghadapi berbagai fenomena kehidupan yang dijumpai sehari-hari.

(7)

dirumuskan mengenai konteks TIK bagi manusia abad ke-21, berdasarkan asumsi

bahwa manusia membutuhkan TIK untuk memfasilitasi mereka dalam hal (Ellis &

Goodyear, 2009):

• Menjalani kehidupannya sebagai manusia pembelajar sepanjang hayat (IT for learning);

• Bekerja secara produktif dan kompetitif, tidak sekedar efektif dan efisien;

• Berinovasi secara kreatif dalam memperbaiki serta meningkatkan situasi

kehidupan;

• Beradaptasi dengan dunia global yang saling terhubung(communication tools);

• Berfikir secara holistik, logis, terstruktur dan sistemik (algorithmic thinking); • Belajar secara terbuka, terus menerus, dan membuday; dan

• Berkarya secara mandiri sebagai sebuah pilihan kehidupan (professional careers).

Hal ini mengandung arti bahwa segenap satuan pendidikan harus berani mendefinisikan

dan mentargetkan terbekalinya para peserta didik dengan kompetensi maupun keahlian sebagaimana disampaikan di atas. Tanpa dibekalinya dengan kemampuan tersebut,

para pemelajar akan mengalami kesulitan dalam menghadapi dunia global pada masa

mendatang yang penuh dengan tantangan dan persaingan (Alan, 2010).

Materi, Konten, dan Pokok Bahasan

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan

dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi

mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Conrad & Donaldson, 2011). Materi, konten,

maupun pokok bahasan yang dipilih dan digunakan tentu saja akan sangat bergantung

pada kompetensi yang ingin dituju pada jenjang pendidikan yang spesifik. Kurikulum

2013 yang diberlakukan di Indonesia saat ini mengedepankan karakteristik materi

pembelajaran yang bersifat tematik-integratif.

(8)

format dari materi atau konten yang dimaksud. Jika dahulu materi dan konten dikemas

dalam entitas seperti kertas, dokumen, artikel, buku, dan bentuk fisik lainnya, maka

pada saat ini kemajuan multimedia telah menawarkan berbagai bentuk lain berformat

elektronik atau digital, antara lain:

• Text file atau berkas elektronik - terutama yang dihasilkan oleh aplikasi word processing atau text editor;

• Gambar atau citra digital - yang diperoleh secara langsung melalui alat

semacam kamera, scanner, handphone, gawai (gadget),dan lain sebagainya;

• Audio atau suara dalam format digital - baik yang merupakan hasil rekaman

asli, olahan, maupun kombinasi dari berbagai sumber;

• Video atau film berformat elektronik - baik yang asli diambil dari piranti

elektronik maupun hasil olahan ataupun manipulasi dengan menggunakan berbagai

aplikasi teknologi; dan

• Multimedia - yang secara integratif merupakan gabungan dari dua atau seluruh

komponen digital di atas, dimana produknya dapat merupakan hasil karya berbentuk

animasi, simulasi, dan lain-lain.

Memahami jenis-jenis format data/informasi berisi konten pembelajaran ini sangatlah

penting mengingat kebanyakan learning object pada era moderen ini dikemas dalam

bentuk multimedia tersebut (Garrison & Anderson, 2003). Dalam tataran selanjutnya,

learning object ini dikemas lebih lanjut dalam berbagai produk untuk membantu proses

belajar, seperti misalnya:

• Paket animasi atau simulasi untuk membantu peserta didik memahami topik

bahasan yang diajarkan;

• CD Multimedia pelengkap materi pembelajaran yang dipergunakan oleh guru

dalam mengajar;

• Computer-Based Training (CBT) yang didesain khusus untuk modus

pembelajaran mandiri;

• Film racikan bebas individu (amatir) yang ditayangkan melalui internet (seperti

(9)

Satuan pendidikan, guru, dosen, instruktur, dan peserta didik harus benar-benar sadar

dan memahami bahwa dewasa ini, sumber belajar dapat berasal dari mana saja - tidak

sebatas pada buku dan guru yang berada di dalam tembok sekolah. Secara bebas,

mudah, dan terbuka, guru dan pemelajar dapat mencari dan mengakses berbagai

bahan/materi ajar yang ada di mana saja, kapan saja, dan dari mana saja.

Proses dan Aktivitas Pembelajaran

Hal yang paling banyak dibahas dalam konteks pedagogik adalah cara

melaksanakan proses pembelajaran yang berbeda antara dahulu dan sekarang

(Beetham & Sharpe, 2009). Salah satu pemicu perubahan tersebut adalah karena transformasi global yang disebabkan karena perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi yang sedemikian pesat (Collins & Halvesron, 2009). Contoh dari perubahan

paradigma pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Dari teacherd-centered bergeser menuju student-centered learning: Jika dahulu

biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan

menulis – maka saat ini guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Hal ini menjadi kenischayaan

karena peserta didik dapat secara bebas dan terbuka mencari informasi mengenai

materi pembelajaran melalui internet misalnya - tanpa harus menunggu diajarkan oleh

gurunya. Fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi

siswa-siswanya.

2. Dari one-way bergeser menuju interactive teaching: Jika dahulu mekanisme

pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus

terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk

komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai

pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola. Pemanfaatan komputer dan

internet dalam proses pembelajaran secara simultan antara guru dan pemelajar

(10)

3. Dari isolated bergeser menuju networked environment: Jika dahulu siswa hanya

dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata,

maka sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari

mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet. Jejaring pengetahuan ini

memberikan keleluasan untuk para pemelajar menimba ilmu seluas-luasnya tanpa dibatasi oleh tembok sekolah atau kampus sebagai satuan pendidikan.

4. Dari passive bergeser menuju active inquiry-based learning: Jika dahulu siswa

diminta untuk pasif saja mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan

gurunya agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan

cara memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Keingintahuan

seorang siswa terhadap suatu materi pembelajaran dapat dijawab melalui keaktifannya

mengeksplorasi berbagai sumber belajar yang dapat dijumpai dan diaksesnya.

5. Dari aritificial bergeser menuju real-world context: Jika dahulu contoh-contoh

yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang

guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan

sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan. Bahkan dengan adanya animasi,

simulasi, dan serious games misalnya, konteks dunia nyata dapat dengan mudah dibawa

ke dalam kelas.

6. Dari personal bergeser menuju team-based learning: Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka

yang harus dikembangkan saat ini adalah model pembelajaran yang mengedepankan

kerjasama antar individu. Aplikasi teknologi semacam collaboration tools, virtual

meeting, maupun team games dapat dipergunakan untuk memfasilitasi terjadinya

model pembelajaran berbasis kelompok atau kerjasama tim.

7. Dari broad bergeser menuju selected provision for optimasing relevance: Jika

dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih benar-benar ilmu atau materi

yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara sungguh-sungguh

(11)

berbagai scenario-based appications yang dapat dipergunakan untuk kebutuhan ini.

8. Dari single-sense stimulation bergeser menuju multisensory stimulation: Jika

dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi

yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini seluruh panca indera dan

komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik). Teknologi semacam virtual reality dan augmented reality

mulai banyak dipergunakan di negara maju untuk memfasilitasi proses pembelajaran

semacam ini.

9. Dari single bergeser menuju multimedia tools: Jika dahulu ilmu guru hanya

mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat

menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia – baik

yang bersifat konvensional maupun moderen. Kehadiran multimedia memberikan suasana dan pengalaman baru dalam belajar yang lebih menarik, interaktif, dan

menyenangkan.

10. Dari adversarial bergeser menuju cooperative relationships: Jika dahulu siswa

harus selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya,

maka saat ini harus ada dialog antar guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan

bersama. Argumentasi yang disampaikan kedua belah pihak merupakan suatu bentuk

diskursus yang saling mengayakan.

11. Dari mass bergeser menuju customised content production: Jika dahulu seluruh

siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang

ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau

keunikan potensi yang dimilikinya. Bahan ini dapat diperoleh dari berbagai sumber

yang tersebar dalam berbagai institusi formal maupun informal.

12. Dari conformity/compliance bergeser menuju diversity initiative: Jika dahulu

siswa harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan saat ini justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari

masing-masing individu. Teknologi informasi memungkinkan peserta didik belajar

(12)

13. Dari single bergeser menuju multi-disciplinary knowledge: Jika dahulu siswa

hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi pandang ilmu, maka

saat ini konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan

pengetahuan multi disiplin. Filosofi tematik-integratif yang dipakai dalam Kurikulum

2013 pada dasarnya merupakan contoh implementasi dari paradigma baru ini. 14. Dari centralised bergeser menuju autonomy and accountability control: Jika

dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang ini siswa

diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya

masing-masing. Aplikasi komunikasi semacamemail, chatting, mailing list, forum, blog,

dan lain-lain merupakan sejumlah cara yang dipergunakan pemelajar dalam

mempertahankan berbagai gagasan atau ide-idenya.

15. Dari factual bergeser menuju critical thinking: Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang ini harus dikembangkan

pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis

untuk menyelesaikannya. Media sosial merupakan salah satu fenomena dimana individu

dapat mengemukakan pendapat kritisnya secara luas, untuk dapat didiskusikan dan

dikomentari oleh sejawat atau publik.

16. Dari knowledge delivery bergeser menuju knowledge exchange: Jika dahulu yang

terjadi di dalam kelas adalah “pemindahan” ilmu dari guru ke siswa, maka dalam abad moderen ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa

maupun antara siswa dengan sesamanya. Sekali lagi teknologi komunikasi dipergunakan

untuk interaksi dimaksud.

Proses belajar mengajar harus berubah di dalam kelas, sesuai dengan dinamika jaman

dan kebutuhan dunia pendidikan itu sendiri. Berbagai konsep pun diperkenalkan untuk

menjawab berbagai kebutuhan, seperti: collaborative learning, problem-based learning,

(13)

Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Guru atau dosen selaku pendidik perlu menyadari pentingya memahami dan

memanfaatkan berbagai teknologi informasi dan komunikasi ini demi peningkatan kinerja proses pembelajaran (Lehman & Conceicao, 2010). Ada sejumlah alasan yang

melatarbelakangi pemikiran ini. Pertama adalah karena fungsi mereka sebagai

fasilitator berjalannya proses pembelajaran di kelas. Dengan memahami bagaimana

teknologi dapat membantu memfasilitasi proses pembelajaran, mereka dapat merancang

proses pembelajaran yang efektif (Rose, Meyer & Strangman, 2002). Alasan kedua

adalah karena sebagai seorang guru atau dosen, mereka juga merupakan individu

pemelajar sepanjang hayat. Keberadaan TIK dapat membantu mereka dalam meningkatkan pengetahuan, kompetensi, dan kualitasnya. Terutama dalam

memutakhirkan bahan ajar yang dipergunakan dalam proses pembelajaran. Ketiga

adalah karena model pembelajaran masa kini seperticollaborative learning, cooperative

learning, problem-based learning, active learning, dan lain sebagainya dapat terwujud

dengan memanfaatkan berbagai fasilitas dan fitur TIK (Iiyoshi, Kumar, & Brown,

2010).. Sementara alasan keempat adalah karena begitu banyaknya konsep pendidikan

baru yang dipicu karena perkembangan TIK, seperti e-learning, open education, MOOC (Massive Open Online Courses), OER (Open Educational Resources), dan lain-lain

(Chadha & Kumail, 2003). Khusus bagi dosen selaku pendidik, kewajiban melakukan

penelitian dan publikasi juga akan sangat terbantukan dengan adanya TIK. Sementara

bagi tenaga kependidikan, TIK memiliki berbagai konteks yang perlu diperhatikan.

Pertama adalah sebagai alat bantu dalam mengadministrasikan dan mengelola satuan

pendidikan. Pemanfaatan komputer di satuan pendidikan membantu segenap

penyelenggara dalam mengelola institusi yang dipimpinnya secara efektif, efisien, dan

terkendali. Artinya adalah bahwa kepala sekolah, rektor, dekan, kaprodi, dan segenap karyawan harus memiliki keterampilan dalam menggunakan komputer. Alasan kedua

terkait dengan sejumlah fasilitas atau sarana prasarana berbasis TIK yang

dipergunakan oleh satuan pendidikan, seperti perpustakaan digital, laboratorium

(14)

asisten laboratorium harus mampu mengoperasikan berbagai aplikasi TIK dimaksud.

Sementara hal ketiga yang harus dikuasai oleh para tenaga kependidikan adalah literasi

TIK yang cukup dalam arti mereka mampu memahami, menguasai, memanfaatkan,

mengolah data maupun informasi digital/elektronik yang dijumpai sehari-hari, seperti

misalnya dalam rupa-rupa angka statistik, berita media sosial, transaksi elektronik, dan lain-lain. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan mereka dalam

menggunakan TIK untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkooperasi - tentu saja

dengan menggunakan piranti seperti telepon genggam, gawai elektronik (gadget), sabak

digital (tablet), dan perangkat teknologi lainnya.

Fasilitas dan Sarana Prasarana

Kebutuhan satuan pendidikan akan perangkat komputer sudah merupakaan

kenischayaan, baik untuk keperluan proses belajar mengajar maupun pengelolaan satuan pendidikan. Fasilitas dan sarana prasarana klasik yang biasa ditemui di sebuah

satuan pendidikan adalah sebagai berikut (Jonassen, 2000):

• Laboratorium komputer, berisi sejumlah perangkat keras tempat

dilaksanakannya berbagai kegiatan seperti: praktek keterampilan, tempat studi, pusat informasi, dan lain sebagainya;

• Perpustakaan digital, merupakan suatu fasilitas dengan koleksi buku elektronik

dan terhubung dengan jejaring komputer yang terhubung dengan berbagai pusat

pengetahuan dan pembelajaran, seperti: lembaga riset, penerbit/publikasi, industri,

kampus, dan lain sebagainya;

• Ruang simulasi/multimedia, dibangun dan dikembangkan sebagai sebuah ruang

serbaguna untuk mensimulasikan berbagai fenomena dengan menggunakan teknologi

multimedia yang menarik dan canggih;

Student Center, disediakan sebagai tempat para siswa atau peserta didik

berkumpul untuk berbagai keperluan, seperti belajar, diskusi, beristirahat, dan

bercengkrama - yang dilengkapi dengan berbagai teknologi informasi dan komunikasi;

(15)

oleh dosen, guru, maupun berkolaborasi dengan peserta didik, dengan menggunakan

berbagai fasilitas TIK yang ada; dan lain sebagainya.

Untuk dapat beroperasi sebagaimana layaknya sebuah institusi atau satuan pendidikan

moderen, seperangkat infrastruktur dan suprastruktur harus tersedia dengan baik,

terutama:

Internet bandwidth, atau koneksi internet yang berpita lebar(broadband) untuk

mendukung seluruh kegiatan dan fasilitas berbasis TIK di dalam satuan pendidikan;

Network infrastructure, atau jejaring infrastruktur sebagai backbone yang

menghubungkan seluruh titik-titik komputasi yang ada di dalam teritori satuan

pendidikan maupun pihak eskternal lainnya;

Academic Information System, atau sistem informasi akademis yang memiliki

fungsi terintegrasi dan terpadu dari seluruh aktivitas pembelajaraan dan pengelolaan

sumber daya yang ada di satuan pendidikan;

Mobile computing system, atau sistem aplikasi berbagai keperluan akademik

yang dapat diakses dari mana saja, kapan saja, dan dengan berbagai alat teknologi apa saja (ubiquitous computing); dan lain sebagainya.

Pada sejumlah negara maju, berkembang beranekaragam teknologi yang dipergunakan dalam proses pembelajaran. Teknologi tingkat tinggi atau canggih yang telah

dikembangkan antara lain berbasis konsep semacam: virtual reality, augmented reality,

serious games, high-tech simulation, hologram, robotic, dan lain-lain. Riset terkait

dengan teknologi tersebut dilaksanakan secara terus menerus untuk mendapatkan

teknologi yang tepat guna dan terjangkau di kemudian hari.

Keuangan dan Sumber Daya Belajar

Banyak pihak yang tidak melihat adanya hubungan atau keterkaitan antara sumber daya serta keuangan dengan TIK. Dalam konteks pengelolaan sumber daya

keuangan misalnya, ada sejumlah aspek yang berkaitan erat dengan TIK, terutama

dalam era global saat ini. Pada prinsipnya, dari segi keuangan, satuan pendidikan

(16)

berkaitan dengan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan pencarian sumber

pemasukan bagi kebutuhan operasional dan pengembangan satuan pendidikan;

sementara pengeluaran terkait erat dengan kebutuhan dana untuk mengelola dan

menyelenggarakan proses belajar mengajar pada satuan pendidikan. Berikut adalah

pemaparan singkat mengenai dimana TIK dapat berperan dalam konteks pembiayaan satuan pendidikan ini.

Dari segi pendapatan, satuan pendidikan biasanya memperoleh pendapatan dari sejumlah sumber. Pertama adalah dari uang pendidikan, yang dibayarkan oleh peserta

didik kepada satuan pendidikan setiap periode (sesuai kalendar akademik). Kedua

adalah dari sumbangan langsung (peserta didik) atau tidak langsung (pihak ketiga

seperti sponsor dan masyarakat). Ketiga adalah dari bantuan pemerintah atau pihak

terkait lainnya (grant). Ketiga jenis pendapatan pada dasarnya merupakan mayoritas

sumber daya satuan pendidikan. Dengan diimplementasikannya TIK, sebenarnya

satuan pendidikan berpotensi memperoleh sumber tambahan dana lain yang cukup

signifikan jumlahnya. Contohnya adalah sebagai berikut:

• Setiap kali satuan pendidikan mengadakan seminar yang menghadirkan

pembicara tokoh terkemuka, dilakukan proses penyiaran (broadcast) secara langsung melalui internet dengan menggunakan aplikasiwebinar agar dapat diikuti oleh

masyarakat di belahan dunia manapun tanpa harus secara fisik hadir di lokasi. Setiap

individu yang tertarik harus membayar sejumlah uang kepada satuan pendidikan. Pada

saat yang sama, rekaman seminar pun dalam bentuk CD-ROM atau DVD dapat dijual

bebas secara retail kepada masyarakat luas, baik secara tradisional atau menggunakan

e-commerce.

• Bahan ajar atau materi pembelajaran yang dikemas sebagai modul dapat

diperjualbelikan melalui berbagai toko bukuonline. Bahkan dalam berbagai inisiatif, masyarakat luas ditawarkan untuk langganan produk-produk intelektual yang

dihasilkan oleh satuan pendidikan, seperti: majalah, artikel, buletin, dan bentuk

publikasi lainnya.

(17)

memungkinkan masyarakat luas untuk mengikuti mata kuliah secara daring (dalam

jaringan). Selain mendapatkan ilmu, online course ini dapat ditransfer untuk diakui

sebagai mata kuliah yang diakui melalui mekanisme transfer kredit (Bonk & Zhang,

2008).

• Masyarakat terbuka untuk berpartisipasi dalam kelas formal yang secara

reguler diselenggarakan satuan pendidikan. Di mana untuk berpartisipasi yang

bersangkutan dikenakan biaya tertentu. TIK dipergunakan sebagai alat marketing

mengenai program yang dibuka untuk umum tersebut.

• Perpustakaan digital yang dimiliki oleh satuan pendidikan terbuka untuk

publik. Mereka yang ingin memiliki akses terhadapnya, harus terlebih dahulu menjadi

anggota(member) dari fasilitas tersebut. Ada biaya tahunan yang dikenakan untuk

memperoleh layanan ini.

• Ruang multimedia serbaguna yang sehari-harinya dipergunakan untuk kegiatan

pembelajaran, khusus untuk hari Sabtu dan Minggu terbuka untuk disewa oleh

masyarakat. Mereka dapat menggunakan seluruh fitur dan kapabilitas teknologi yang

ada selama periode penyewaan ruangan tersebut.

Sementara itu dari segi pembiayaan, satuan pendidikan harus mengalokasikan

pendanaan untuk dua hal utama, yaitu: keperluan investasi dan kebutuhan operasional.

Investasi ataucapital expenditure diperlukan biasanya untuk pengembangan kampus.

Pengembangan meliputi hal-hal semacam pembangunan fasilitas baru, pemutakhiran

sarana prasarana, pembelian aset strategis, dan lain sebagainya. Di sisi lain biaya

operasional adalah dana yang dibutuhkan sehari-hari untuk mengelola dan menjalankan satuan penddiikan, terutama hal-hal yang berkaitan dengan: gaji karyawan, listrik,

komunikasi, transportasi, pemeliharaan gedung, dan lain-lain. Dalam konteks ini, TIK

dapat dimanfaatkan untuk membuat terobosan sebagaimana contoh berikut ini:

• Menawarkan masyarakat luas untuk melakukan investasi secara kolektif dengan

menggunakan konsepcrowdsourcing, dimana dengan menggunakan aplikasi teknologi,

siapa saja baik individu maupun perusahaan dapat menjadi investor secara

(18)

• Memanfaatkan aplikasi keuanganwealth management untuk mengelola aset

satuan pendidikan secara efektif, efisien, dan terkendali. Teknologi ini sangat

membantu pemilik dan pimpinan satuan pendidikan dalam mengoptimumkan aset dan

kewajiban yang dimilikinya.

• Mengintegrasikan sistem pembayaran satuan pendidikan dengan para mitra

pendukung pengelolaan, seperti: perusahaan listrik, perusahaan telekomunikasi, pemilik

gedung dan fasilitas, penyedia jasa-jasa operasional, dan lain sebagainya. Integrasi

sistem ini selain mempermudah dan mempercepat proses, juga meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan.

• Menjalin kerjasama dengan satuan pendidikan lain untuk secara kolektif

bersama-sama menyewa fasilitas atau sumber daya dengan mekanisme saling berbagi

pakai (resource sharing), sehingga mampu mengurangi biaya pengeluaran secara signifikan. Berbagai aset maupun sumber daya berbasis TIK, pada dasarnya dapat

dibiayai investasi dan operasionalnya dengan menggunakan mekanisme saling berbagi

pakai ini.

Evaluasi dan Penilaian Hasil Proses Pembelajaran

Ada banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengukur apakah tujuan

pembelajaran yang telah disusun dan dicanangkan benar-benar telah tercapai atau

tidak. Cara yang paling klasik adalah dengan melakukan asesmen atau ujian

(examination), baik melalui pendekatan tes formatif maupun tes sumatif (Stefani,

Mason & Pegler, 2007). Sementara cara lain yang mulai diadopsi belakangan ini adalah

dengan cara peserta didik diharuskan untuk mengikuti uji kompetensi, dimana bagi

yang lulus akan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bentuk pengakuan atas

penguasaan terhadap kompetensi, keahlian, atau keterampilan yang dimilikinya. Biasanya, evaluasi akan dilaksanakan pada akhir tahap pembelajaran - sesuai dengan

agenda atau tahun akademik yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan aplikasi

TIK, pada dasarnya evaluasi dapat dilakukan kapan saja, darimana saja, dan dengan

(19)

Ujian Nasional (UN). Jika dahulu UN dilakukan secara serentak dan masal di seluruh

wilayah tanah air, di masa mendatang seharusnya UN dapat dilakukan kapan saja oleh

para individu pemelajar tanpa harus terikat waktu dan tempat. Prototip aplikasi

UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) merupakan salah satu contoh bagaimana

aplikasi TIK dapat memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk dapat

melakukan evaluasi mandiri kapan saja yang bersangkutan ingin melakukannya. Dan

jika soal ujian benar-benar dirancang dengan baik, maka analisa terhadap hasil ujian

(evaluasi) dapat dilakukan secara cepat dan didukung oleh data yang akurat (Mason &

Pegler, 2007). Model evaluasi seperti ini cukup efektif dan efisien untuk dilakukan

dalam konteks pengukuran ranah kognitif peserta didik. Sementara untuk mengevaluasi

pencapaian kompetensi yang lebih kompleks karena melibatkan unsur psiko-motorik

misalnya, dapat dikembangkan berbagai model aplikasi TIK yang lain. Misalnya adalah penggunaan teknologi simulasi seperti flight simulator untuk menguji kompetensi

seorang calon pilot, atau teknologi semacam virtual reality untuk menguji kemampuan

berperang prajurit militer. Pemanfaatan teknologi multimedia juga mulai banyak

dipergunakan para praktisi pendidikan dalam proses evaluasi hasil belajar. Misalnya

adalah pemanfaatan sensor gerak dan pengenal citra untuk menilai kesempurnaan gerak

tubuh seorang penari atau atlet olah raga. Bahkan telah dikembangkan berbagai

aplikasi TIK yang berjalan di atas sebuah sistem cerdas (expert system) yang dapat berfungsi seolah-olah sebagai seorang asesor, karen dilengkapi dengan berbagai

teknologi canggih yang dapat memperhatikan, mengkaji, dan menilai gerak gerik

manusia. Pada bidang kedokteran misalnya, telah dipergunakan sistem robotik yang

dikombinasikan dengan konsep tele-medicine yang memungkinkan seorang peserta didik

untuk melakukan operasi bedah pasien dari jarak jauh secara virtual. Bahkan metoda

tersebut telah dipergunakan sebagai cara melakukan penilaian kompetensi secara resmi

(20)

Strategi Pengelolaan Satuan Pendidikan

Proses back office (administrasi dan operasional) pada sebuah satuan pendidikan

kebanyakan bersifat rutin dan mekanistik. Misalnya dalam lingkungan perguruan tinggi

adalah alur proses pengisian FRS (Formulir Rencana Studi) hingga penerbitan KHS

(Kartu Hasil Studi) dalam durasi waktu satu semester; atau proses penyelenggaraan

mata kuliah dari hari pertama perkuliahan hingga pengumuman hasil studi mahasiswa terhadap mata kuliah yang diambilnya; atau proses penyusunan anggaran hingga revisi

dan realisasinya; dan lain sebagainya. Karena sifatnya yang berulang-ulang, banyak

sekali aktivitas yang dapat diautomatisasikan oleh TIK, sehingga tidak saja

meningkatkan efisiensi kerja, juga akan mengurangi biaya penyelenggaraan kegiatan

yang cukup besar melalui: penghematan kertas, pengurangan total jam lembur,

percepatan proses, perbaikan tingkat utilisasi sumber daya, dan lain-lain. Konsep TIK

yang dapat dipergunakan misalnya: workflow management, course management system, workgroup computing, web-based administration system, electronic document

management system, dan lain sebagainya (Kolderie & McDonald, 2009).

Pada dasarnya, hampir semua aset utama dalam satuan pendidikan dipakai secara

bersama-sama dalam konteks shared resources maupun shared services – atau dalam bahasa Indonesianya adalah sistem “berbagi pakai” atau “berbagi guna”. Yang dipakai

secara bergantian dan bersama-sama tidak hanya aset fisik seperti kelas, laboratorium,

auditorium, ruang pelatihan, fasilitas olah raga, ruang komputer, dan uang (sumber

daya finansial) semata, tetapi juga karyawan, guru, dosen, peneliti, bahkan pimpinan

pun merupakah sumber daya manusia yang di-“berbagi pakai”-kan dalam sejumlah

konteks. Dengan dimanfaatkannya beragam aplikasi TIK dengan baik, maka nischaya

manajemen pengelolaan sumber daya ini akan menjadi sangat optimum sehingga

memberikan nilai tambah bagi banyak pihak. Aspek lain yang juga disumbangkan oleh TIK adalah suatu prinsip virtualisasi atau ke-“maya”-an yang memungkinkan satuan

pendidikan untuk dapat menikmati fasilitas kelas dunia tanpa harus menanamkan

investasi yang besar. Sebagai contoh. Sudah tidak jamannya lagi mengalokasikan

(21)

atau bahkan perpustakaan – karena saat ini semuanya dapat didigitalisasi dan disimpan

dalam sebuah sistem database raksasa (data warehouse) yang berkapasitas besar, harga

sangat terjangkau, dan tidak membutuhkan lokasi luas. Demikian pula untuk ruang

kelas; dengan adanya teknologi e-learning, tidak semua mata ajar harus membutuhkan

ruang kelas dan laboratorium secara fisik – investasi yang ada lebih baik dialokasikan untuk meningkatkan lebar bandwidth internet (Zucker, 2008).

Bagi pemilik dan pimpinan satuan pendidikan, bukan hal yang mudah untuk mengelola kepentingan sejumlah stakeholder dalam suatu bingkai pemanfaatan aset

manajemen dan operasional yang sedemikian beragam serta berbeda karakteristiknya.

Oleh karena itulah maka segenap pimpinan dan manajemen harus dibantu dengan

teknologi untuk keperluan pengambilan keputusan. Syarat utama pengambilan

keputusan yang berkualitas adalah tersedianya data serta informasi yang tepat, akurat,

relevan, dan memadai. Dengan jumlah sekian puluh ribu mahasiswa yang berinteraksi

dengan sekian ribu dosen dan karyawan dalam sekian ratus mata kuliah misalnya, akan

mustahil jika teknologi tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam konteks inilah maka TIK berperan untuk membantu menyediakan data dan informasi

yang dibutuhkan para decision maker untuk mempelajari, melihat, menganalisa,

menguji-coba, hingga mengevaluasi berbagai kondisi dan skenario terkait dengan

pengambilan keputusan yang harus dilakukan setiap harinya (atau sewaktu-waktu).

Aplikasi seperti MIS (Management Information System), DSS (Decision Support

System), EIS (Executive Information System), bahkan ES (Expert System) merupakan

contoh sistem yang dapat bermanfaat dan berguna bagi para pengambil keputusan di satuan pendidikan

Media Komunikasi dan Koordinasi TIK tidak saja merupakan teknologi yang

berkaitan erat dengan proses pengolahan data elektronik semata, namun juga merupakan jenis pengaplikasian teknologi telekomunikasi yang handal, terutama

dengan dikembangkannya berbagai model komunikasi berbasis IP atau Internet

Protocol (Rosenberg, 2000). Di satuan pendidikan, dibutuhkan media interaksi dan

(22)

kolaboratif maupun koordinatif. Dengan adanya fitur teknologi semacam email, mailing

list, chatting, newsgroup, blogging, dan lain-lain terbukti telah memberikan nilai

tambah yang luar biasa bagi para “scholar” di perguruan tinggi – yang secara tidak

langsung semakin memperbaiki kualitas penyelenggaraan pendidikan dan penyebaran

ilmu pengetahuan baik yang terjadi secara internal maupun eksternal. Tidak hanya itu saja, peralatan elektronik yang lama, telah mampu diubah menjadi piranti digital yang

mampu saling berkomunikasi dengan mudah, seperti pemanfaatan teknologi: IP phone,

Fax Server, Push Mail,dan lain-lain – yang pada intinya tidak saja membuat

pertukaran informasi menjadi lebih cepat, murah, dan nyaman – namun dapat

disesuaikan atau dikustomisasikan berdasarkan kebutuhan pengguna. Kenyataan

memperlihatkan bahwa pemanfaatan TIK yang tepat untuk berkomunikasi akan dapat

menurunkan biaya komunikasi per kapita dan meningkatkan produktivitas individu yang mempergunakannya.

Satuan pendidikan dalam menjalankan beragam aktivitasnya melibatkan begitu

banyak mitra kerja strategis di berbagai bidang, seperti: bank, koperasi, kantin, telekomunikasi, warnet, toko buku, parkir mobil, vendor, dan lain-lain. Juga termasuk

di dalamnya kerjasama atau MOU dengan institusi lain di dalam dan luar negeri,

pemerintahan, maupun sejumlah perusahaan swasta. Sesuai dengan tugas dan

fungsinya masing-masing, pada dasarnya sistem kerja satuan pendidikan berhubungan

langsung dengan mekanisme kerja para mitra strategis ini. Artinya adalah bahwa TIK

bisa berfungsi untuk menjalin hubungan kolaborasi dengan para mitra strategis ini

(Cisco, 2008).

Kesimpulan dan Rekomendasi Antisipasi Masa Depan

Memperhatikan dan mempertimbangkan paparan di atas, dapat disimpulkan

kurang lebih dimana posisi TIK ditempatkan dalam koneks domain standar nasional

pendidikan pada masa mendatang sebagaimana terlihat pada Gambar 1, dimana secara

ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:

(23)

dalam memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kualitas hidup;

• Standar Isi: pengetahuan tersebar di berbagai sumber yang dapat secara bebas

dan terbuka dapat diakses oleh para peserta didik (pemelajar) maupun

guru/dosen/instruktur;

• Standar Proses: beragam aplikasi dan kapabilitas TIK harus digunakan untuk

memfasilitasi proses pembelajaran demi peningkatan kualitas pendidikan;

• Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan: pendidik maupun tenaga

kependidikan harus mahir menggunakan berbagai piranti Dan aplikasi TIK untuk

mendukung aktivitas pembelajaran sehari-hari;

• Standar Sarana Prasarana: satuan pendidikan harus melengkapi dirinya dengan

berbagai fasilitas dan sarana prasarana TIK (komputasi) sebagai pendukung proses

pembelajaran;

• Standar Biaya: TIK memberikan kesempatan pada satuan pendidikan untuk

lebih mengoptimalkan pendapatan dan pengeluaran yang dibutuhkan dalam konteks

investasi dan operaasional sehari-hari;

• Standar Penilaian: TIK memberikan keleluasan kepada praktisi pendidikan

untuk melakukan proses penilaian secara inovatif karena kemampuannya mengikis

batas-batas ruang dan waktu yang selama ini menghambat berjalannya proses evaluasi;

dan

• Standar Pengelolaan: manajemen dan tata kelola satuan pendidikan moderen

harus memanfaatkan TIK untuk memastikan terjadinya penyelenggaraan proses yang

efektif, efisien, akuntabel, dan terkendali.

Mengenai arah perkembangan TIK bagi dunia pendidikan itu sendiri, arah ke depan

dapat dilihat melalui berbagai riset dan penelitian dunia di bidang terkait. Secara

prinsip, terdapat 8 (delapan) domain TIK dalam memfasilitasi belajar demi

peningkatan kinerja, yaitu:

1. Learning Environment: berkaitan dengan bentuk perimeter atau lingkungan

pembelajaran, mulai dari yang fisik hingga bersifat maya atau virtual;

(24)

yang dikembangkan berbasis teknologi digital atau elektronik;

3. Learning Process: berkaitan dengan kemampuan dan kapabilitas teknologi

dalam memberikan alternatif cara pelaksanaan proses pembelajaran;

4. Learning Pedagogy: berkaitan dengan bagaimana teknologi dapat medukung

berbagai strategi pembelajaran moderen di era global abad ke-21;

5. Learning Tool: berkaitan dengan keberadaan sejumlah piranti alat bantu untuk

menunjang proses belajar mengajar;

6. Learning Space: berkaitan dengan beranekaragam antarmuka (interface) yang

menjadi model kanal akses interaksi proses pembelajaran;

7. Learning Management: berkaitan dengan bagaimana teknologi dapat

membantu tata kelola atau penyelenggaraan proses pembelajaran yang efektif; dan

8. Learning Agent: berkaitan dengan teknologi komputasi tingkat tinggi yang dapat memimikkan perilaku manusia sebagai subyek/obyek pembelajaran.

Dengan kata lain, di kemudian hari, satuan pendidikan di Indonesia harus mampu

memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang disempurnakan dan dikembangkan

berdasarkan kemajuan abad ke-21, yang ditandai dengan dilibatkannya secara intensif

TIK dalam proses pembelajaran. Gagal mengadopsi atau beradaptasi dengan

kebutuhan jaman moderen tersebut akan berakibat semakin tidak relevannya sistem

pendidikan yang dikembangkan untuk menjawab tantangan global yang sangat dinamis.

Penutup

Dalam dunia pendidikan, TIK tidak berada dalam ruang hampa. Sebagaimana

menjadi prinsip dalam dunia teknologi pendidikan, keberadaan TIK adalah untuk

memfasilitasi belajar, dengan tujuan akhir adanya peningkatan kinerja dalam proses

pembelajaran itu sendiri. Adopsi pemanfaatan TIK bukanlah merupakan tujuan, melainkan strategi atau jalan untuk mencapai tujuan belajar itu sendiri. Oleh karena

itulah maka satuan pendidikan di masa mendatang harus benar-benar mampu memilih

teknologi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhannya, dan relevan dengan situasi

(25)

Daftar Pustaka

• Alan C. (2010). Empowering Students With Technology. United States: SAGE

Company.

• Banks, J. A. (Editor). (2003). Diversity and Citizenship Education: Global

Perspectives. San Francisco: Jossey-Bass Publisher.

• Beetham, H. & Sharpe, R. (2009). Rethinking Pedagogy for Digital Age: Designing and

Delivering E-Learning. New York: Routledge.

• Bonk, C. J. & Zhang, K. (2008). Empowering Online Learning: 100+ Activities for

Reading, Reflecting, Displaying, and Doing. Jossey Bass Publisher.

• Brown, S.J. (2005). New Learning Environments for the 21st Century. Forum for the

Future of Higher Education Aspen Symposium.

• Chadha, G. & Kumail, S.M.N. (2003). E-Learning An Expression of the Knowledge

Economy. Tata McGraw Hill.

• Cisco. (2008). Connected School - Equipping Every Learner for the 21st Century: a

White Paper. Cisco Internal Publisher.

• Collins, A., & Halvesron, R. (2009). Rethinking Education in the Age of Technology:

The Digital Revolution and Schooling in America (Technology, Education–Connections (Tec)) (Technology, Education-Connections, the Tec Series). John Seely Brown

Publisher.

• Conrad, RM & Donaldson, J.A. (2011). Engaging the Online Learner: Activities and

Resources for Creative Instruction. John Wiley and Sons Publishing. Cope, Bill, and

Mary Kalantzis. (2009). Ubiquitous Learning. The University of Illinois Publisher.

• Ellis, R. & Goodyear, P. (2009). Students’ Experiences of e-Learning in Higher

Education: the Ecology of Sustainable Innovation. Routledge Publishing Company.

Friedman, Thomas. (2005). The World is Flat: a Brief History of the Twenty-First Century. United States: Farrar, Straus and Giroux Publisher.

• Garrison, D.R., & Anderson, T. (2003). E-Learning in the 21st Century: A Framework

for Research and Practice. New York: Routledge Farmer.

(26)

Publisher.

• Iiyoshi, T, Kumar, M.S.V. & Brown, J.S. (2010). Opening Up Education: The

Collective Advancement of Education through Open Technology, Open Content, and

Open Knowledge. Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching.

• Jonassen, D.H. (2000). Computers as Mindtools for Schools: Engaging Critical

Thinking, 2e. Jukes, Ian, Ted McCain, Lee Crockett and Mark Prensky. (2010).

Understanding the Digital Generation: Teaching and Learning in the New Digital

Landscape. The 21st Century Fluency Company. Klor, Jorge de Alva. (2000).

Remaking the Academy. Educause Review, March/April.

• Kolderie, T. & McDonald, T. (2009). How Information Technology Can Enable 21st

Century Schools. Information Technology and Innovation Foundation. Latchem, Colin,

and Insung Jung. (2010). Distance and Blended Learning in Asia. New York: Routledge Publisher.

• Lehman, R.M. & Conceicao, S.C.O. (2010). Creating a Sense of Presence in Online

Teaching. Jossey-Bass Publisher.

• Mason, R. & Pegler, C. (2007). The Educational Potential of e-Portfolios: Supporting

Personal Development and Reflective Learning (Connecting with E-Learning). New

York City: Routledge Publisher.

• Rose, D., Meyer, A. & Strangman, N. (2002). Teaching Every Student in the Digital

Age: Universal Design for Learning. United States: ASCD Publishing Company.

• Rosenberg, M.J. (2000). E-Learning: Strategies for Delivering Knowledge in the Digital

Age. United States: McGraw Hill.

• Unsal, S. (2010). Paradigm Shift in Educational Management: an Evaluation of

Distributed Learning as Future Approach. TOJET: The Turkish Online Journal of

Educational Technology – April 2010, volume 9 Issue 2.

• Stefani, L., Mason, R. & Pegler, C. (2007). The Educational Potential of e-Portfolios:

Supporting Personal Development and Reflective Learning (Connecting with

E-learning). Routledge Publisher.

(27)

• Voogt J. & Roblin, N.P. (2010). University of Twente. 21st Century Skills. University

of Twente Faculty of Behavioural Sciences, Department of Curriculum Design and

Educational Innovation, Enschede, the Netherlands.

• Zucker. (2008). Transforming Schools with Technology: Smart Use of Digital Tools

(28)
(29)

Gambar

Gambar 1. Peranan Strategis TIK dalam Konteks Standar Nasional Pendidikan
Gambar 2. Domain Pengembangan TIK untuk Menunjang Pendidikan Masa Depan

Referensi

Dokumen terkait

apabila seseorang menderita sakit atau gangguan tubuh dalam jangka waktu yang lama maka orang tersebut lambat laun akan mengalami stres yang disebabkan oleh

Topik dalam skripsi ini sudah ditentukan, sehingga langkah selanjutnya ialah melakukan pengumpulan sumber. Penentuan sumber sejarah, pertama-tama yang perlu dipahami ialah

No Temuan Reff COBIT 5 Analisis Risiko Rekomendasi - Terdapat bug dalam sistem conversion test) 11 Tidak ada rencana pelatihan, hanya terdapat materi pelatihan

Preheating ini dilakukan selama 180 jam pada sagger 1-5 dan ini dilakukan hingga suhu mencapai 800 o C imana akan terjadi pencairan pitch, penguapan pitch hal ini bertujuan

bahwa untuk melaksanakan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.54/Menhut-II/2007 tentang Izin Peralatan untuk Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan

pembuatan materi ujian dan koreksi hasil ujian. Pengelolaan kepegawaian dilaksanakan dengan mengacu pada pola merit dan pola karier. Sistem ini dilakukan untuk mengantisipasi

Perubahan struktur dan keterkaitan desa-kota yang dapat dipetik dari Tabel 2, diantaranya adalah: (a) Terdapat arah perubahan positif struktur ekonomi pedesaan yang direfleksikan

lalu lintas dengan kendaraan jenis sedan taksi yang sedang