• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Penetapan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Penetapan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota Medan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada perkembangan sebuah kota. Perkembangan kota menunjukkan daerah terbangun makin bertambah luas sebagai akibat dari jumlah penduduknya yang bertambah besar. Perkembangan kota yang cukup cepat dibarengi dengan pertumbuhan penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas kepada pertumbuhan kawasan perumahan dan permukiman. Namun disisi lain, ketersediaan ruang kota berbanding terbalik dengan jumlah penduduk dalam suatu wilayah kota, dimana jumlah penduduk terus meningkat dan luas ruang kota yang tersedia relatif tetap. Menurut Saratri (1998)1 pertumbuhan penduduk yang tinggi di perkotaan menyebabkan meningkatnya masalah-masalah sosial, ekonomi dan perkembangan kota, misalnya peningkatan pengangguran, peningkatan kriminalitas, peningkatan pencemaran, menjamurnya pedagang kaki lima, penurunan kualitas permukiman, dan menyebarnya kemacetan lalu lintas.

Kecendrungan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan yang semakin meningkat dan cepat ini merupakan suatu hal yang wajar karena adanya anggapan bahwa daerah perkotaan memiliki daya tarik yang kuat. Misalnya kesempatan kerja yang lebih luas, memberikan pendapatan yang lebih tinggi, memberikan

1

(2)

peluang pengembangan karir dan lain sebagainya. Daya tarik kota mendorong tingginya perpindahan penduduk atau urbanisasi. Urbanisasi yang terus terjadi bahkan meningkat hampir di semua wilayah lingkungan perkotaan akibat daya tarik kegiatan pembangunan yang memikat ditambah pula dengan terjadinya kemiskinan di pedesaan akibat semakin terbatasnya lahan usaha ‘memaksa’ pendatang membangun permukiman seadanya, yaitu mencari ruang atau lahan– lahan, yang menurut mereka tampaknya masih memungkinkan untuk lokasi hunian sementara, bahkan di sekitar lokasi pembuangan sampah.2 Berdasarkan data dari Sensus Ekonomi (SE) 2016 dilihat dari kabupaten/kota, Kota Medan memiliki jumlah usaha terbanyak yaitu 232,8 ribu dengan pertumbuhan 4,8 persen dibandingkan dengan hasil SE 2006. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Medan memiliki tingkat kemajuan dalam bidang perekonomian yang tinggi sehingga menjadi daya tarik tersendiri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, tahun 2016, jumlah migrasi masuk risen ke Sumatera Utara menurut kabupaten/kota, tampak bahwa tingkat migrasi masuk ke Kota Medan sebanyak 142.069 orang atau sebesar 7,08 persen. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik masyarakat luar Kota Medan cukup tinggi. Meningkatnya jumlah penduduk akan menuntut pembangunan perumahanmelibatkan pengembang, pemerintah, dan masyarakat. Keterlibatan pemerintah berupa pemberian ijin pengelolaan kepada investor/pengembang dan pembebasan lahan, pengembang yang melakukan pembangunan fisiknya, dan masyarakat yang tergusur oleh pengembang karena

2

(3)

lahannya dikenai proyek pembangunan menjadi sebuah kombinasi problematika yang muncul dalam hal penataan ruang kota.3

Perubahan penggunaan lahan akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, perkembangan pembangunan akan mengakibatkan pula keberadaan ruang tebuka hijau kota sebagai salah satu komponen ekosistem kota menjadi kurang diperhatikan, walaupun keberadaan ruang terbuka hijau kota diharapkan dapat menanggulangi masalah lingkungan di perkotaan .4

Problematika perkembangan kota ini menyebabkan kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik terutama Ruang Terbuka Hijau (RTH) saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan dan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang berdampak ke berbagai sendi kehidupan perkotaan antara lain sering terjadinya banjir, peningkatan pencemaran udara, dan menurunnya produktivitas masyarakat akibat terbatasnya ruang yang tersedia untuk interaksi sosial.

Sejalan dengan permasalahan tata ruang yang semakin berkembang, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992. Undang – undang tersebut menjadi landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah,dan masyarakat dalam penataan ruang untuk mewujudkan ruang yang

3

Siti Aminah :“Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota Surabaya.”MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 2015. Hal 62

4

(4)

aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Undang-undang ini mengamanatkan setiap pemerintah daerah untuk membentuk peranturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang diperbaharui Undang Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk memberikan peluang seluas-luasnya kepada daerah disertai pemberian hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan dan mengatur rumah tangganya sendiri, sehingga mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berdasarkan keadilan. Pasal 22 Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban melestarikan lingkungan hidup dan menyusun perencanaan tata ruang daerah.

(5)

tumbuhan. Contoh RTH publik diantaranya adalah taman-taman kota, pemakaman umum, sempadan jalan, sempadan sungai, sempadan rel kereta dan sempadan SUTT (tegangan tinggi). Contoh dari RTH privat adalah area hijau di kawasan pemukiman, militer, perkantoran, pendidikan, perdagangan dan industri.RTH memiliki beragam fungsi meliputi fungsi ekologis, fungsi sosial dan budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi estetika. Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.Berikut adalah gambar konsep ruang wilayah kota berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.5

5

(6)

Saat ini kota-kota besar di Indonesia belum memenuhi amanat dari undang-undang nomor 26 Tahun 2007 untuk memiliki Ruang terbuka hijau sebesar 30 %. Berikut adalah data persentase Ruang terbuka hijau di beberapa kota besar di Indonesia :

Tabel 1.1

Data peresentase ruang terbuka hijau di beberapa kota besar di Indonesia

No Nama Kota Persentase RTH

1 Jakarta 9,98 %

2 Bandung 12,15 %.

3 Bekasi 11,86%

4 Palembang 9 %

5 Semarang 7,3%

6 Makassar 7,236%.

7 Medan 5,29 % (Data

Terlampir)

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

(7)

diungkapkan oleh Zoeraini, penyebab dari kurang tersedianya ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut :6

a.Pertambahan penduduk yang sangat cepat;

b. Perencanaan pembangunan yang tidak matang dan selalu ketinggalan;

c. Persepsi para perancang dan pelaksana belum sama dan belum berkembang;

d. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan;

e. Kebutuhan pembangunan yang sangat mendesak, dan;

f. Para perencana yang belum berwawasan lingkungan dengan tidak berpandangan kedepan.

Terkait dengan permasalahan Dalam Penyediaan Ruang Terbuka Hijau, Kota Semarang juga mengalami berbagai kendala dan permasalahan. Adapun kendala dan permasalahan yang dialami adalah sebagai berikut7 :

1. Gap yang terlalu besar antara kewajiban pemenuhan ruang terbuka hijau dengan kondisi eksisting.

2. Lahan yang terbatas di wilayah pusat kota 3. Alokasi pendanaan pemerintah yang terbatas

4. Ruang terbuka hijau belum menjadi prioritas dalam pembangunan kota

6

Zoer’aini D Irwansyah: “Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota” (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) dalam Septi Dewi Kurnia “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kurangnya Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Di Kota Depok” (Jakarta : Universitas Indonesia) hal 7 dan 8

7

(8)

5. Kapasitas sumber daya manusia dan organisasi Pemerintah Kota Semarang tidak memadai

6. Ruang terbuka hijau yang ada belum memiliki fungsi yang sesuai dengan kaidah-kaidah pengembangan ruang terbuka hijau

Untuk memenuhi proporsi Ruang Terbuka Hijau minimal 30 % juga tidak terlepas dari adanya pembangunan tanpa izin ( bangunan liar ) didaerah Ruang Terbuka Hijau. Maka dari itu perlu adanya pengawasan dan penertiban terhadap bangunan – bangunan liar yang berdiri tanpa memperoleh izin dari pihak terkait.Di samping itu peran instansi terkait juga sangat di perlukan dalam pelaksanaan serta pengawasan terhadap Ruang Terbuka Hijau serta penertiban bangunan liar di ruang terbuka hijau.Sebagai contoh seperti yang dikutip melalui jurnal “Implementasi Penertiban Bangunan Liar Di Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Karimun” bangunan liar yang ada di kabupaten karimun. Untuk pengawasan ini Badan Pertamanan dan Kebersihan sebagai pengelola Ruang Terbuka Hijau serta Dinas Pekerjaan Umum kabupaten karimun berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja yang diperbantukan bertugas di lokasi yang telah ditentukan.

(9)

oleh beberapa faktor seperti kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah mengenai peraturan RTRW, Pemberian sanksi yang kurang efektif, dan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menaati peraturan daerah.

Tidak jauh berbeda dengan kota lainnya, Kota Medan juga tidak terlepas dari permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau sebesar 30% dimana saat ini luas Ruang Terbuka Hijau Kota Medan tidak mencapai 10 %. Identitas Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara menjadikan Kota Medan sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat serta perkembangan dalam berbagai aspek termasuk pembangunan. Berdasarkan data BPS pada tahun 1980 jumlah penduduk Kota Medan masih berjumlah 1.378.955 jiwa. Jumlah ini terus meningkat hingga pada Tahun 2015 Jumlah Penduduk Kota Medan berjumlah 2,210,624 dengan persentase laju pertumbuhan penduduknya sepanjang tahun 2000-2010 sebesar 0,97 persen. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat tersebut telah diikuti dengan pertambahan fasilitas perumahan tetapi tidak diikuti dengan penambahan RTH. Berdasarkan data BPS Kota Medan memiliki luas wilayah 26.510 Ha dengan luas terbangun sekitar 16.435 Ha atau 62% dari luas wilayah Kota Medan.

(10)

Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Medan masih dinilai minim. Saat ini tidak mencukupi 30% dari luas wilayah Kota Medan. Pengamat Lingkungan di Kota Medan, Jaya Arjuna, menyayangkan pemerintah kota belum melakukan prioritas agar RTH di Kota Medan segera memenuhi kebutuhan 30% dari luas wilayah kota sesuai dengan amanah UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Medan, Zulkarnain, tantangan dalam penyediaan RTH di kawasan perkotaan Medan adalah pertumbuhan dan perkembangan kota semakin pesat yang berakibat pada alih fungsi lahan. Dia membenarkan RTH Kota Medan belum mencapai 30% dari luas wilayah kota. “Luas terbuka hijau di Kota Medan masih pada upaya memenuhi kebutuhan RTH 30 persen.8

Pemerintah Kota Medan telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031. Peraturan ini dibentuk sebagai respon dari Undang-undang nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Perda ini bertujuan untuk mengarahkan pembangunan di Medan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan memelihara ketahanan nasional.

Dalam Perda nomor 13 tahun 2011, telah ditetapkan zona kawasan lindung yang terbagi kedalam beberapa bagian termasuk ruang terbuka hijau. Tujuan spesifik dari perda nomo 13 tahun 2011 dalam penetapan kawasan RTH yakni

(11)

untuk mewujudkan luas RTH sebesar 30 %. Pemerintah Kota Medan telah menetapkan daerah yang menjadi kawasan Ruang terbuka Hijau Kota seperti seperti yang digambar pada peta. (terlampir).

Perda ini mengatur mengenai Ruang Terbuka Hijau yang menjadi bagian dari kawasan lindung. Kawasan RTH kota meliputi RTH kawasan wisata, RTH hutan kota, RTH Taman Kota, RTH Tempat Pemakaman Umum, RTH Jalur Hijau Jalan, RTH Jalur Pejalan Kaki, RTH Atap Bangunan, dan lapangan olah raga. Namun, tidak semua kawasan ini berfungsi sebagaimana Ruang Terbuka Hijau. Sebagai contoh jalur hijau pejalan kaki atau disebut sebagai trotoar. Trotoar yang semula diperuntukkan untuk pejalan kaki dialihfungsikan menjadi tempat berdirinya papan iklan, tempat parkir liar, tempat berjualan, tempat para pemilik toko untuk meletakkan barang dagangannya, bahkan penggendara sepeda motor juga kerap melintas di trotoar untuk menghindari kemacetan. Contohnya yakni trotoar di sepanjang jalan dr Mansyur yang selalu dipadati oleh pedagang sehingga kerap menimbulkan kemacetan.

(12)

yang berdiri diatas lahan PT. KAI ini masih tetap dapat berdiri dengan megah dan beroperasi sampai sekarang. Dalam hal ini pemerintah memiliki mandat terhadap penindakan bangunan Centre Point Medan tersebut.Namun, sampai saat ini Centre Point masih terus beroperasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian tentang “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Dalam Penetapan Kawasan Ruang

Terbuka Hijau Kota Medan?”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Nomor : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Dalam

Penetapan Kawasan Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan dan menganalisis keterkaitan komunikasi dengan implementasi Peraturan Daerah Nomor : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Dalam Penetapan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan.

(13)

Rencana Tata Ruang Wilayah Dalam Penetapan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan.

3. Untuk menggambarkan dan menganalisis keterkaitan struktur birokrasi dengan implementasi Peraturan Daerah Nomor : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Dalam Penetapan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan.

4. Untuk menggambarkan dan menganalisis keterkaitan disposisi dengan implementasi Peraturan Daerah Nomor : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Dalam Penetapan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Secara subyektif : bermanfaat bagi peneliti untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Praktis : sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam memberikan pelayanan dan pengawasan yan sesuai.

(14)

Gambar

Tabel 1.1 Data peresentase ruang terbuka hijau di beberapa kota besar di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Apabila ada sanggahan, maka dapat disampaikan secara tertulis kepada Pokja Pengadaan Konstruksi Pokja Pengadaan Konstruksi ULP MIN Mila / Ilot Kantor

Jika pada pemikiran Kant dalam Kritik atas rasio murni ditegaskan bahwa kita hanya dapat mengetahui objek sejauh dalam fenomen melalui persepsi inderawi, maka

Respon Kalus Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) pada Kondisi Cekaman Salinitas (NaCl) secara In Vitro. Institut Teknologi

Berdasarkan hasil analisis tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, dilakukan perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan tindakan penelitian

Pembuatan Larutan Hara pada Larutan Ohki (1987) Ditimbang semua bahan yang digunakan sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.. Ditambahkan 1000 mL akuades steril ke

Microsoft Visual Basic Versi 6.0 merupakan bahasa pemrograman yang digunakan dalam pembuatan rancangan program yang hasilnya dapat digunakan bagi pengelola perusahaan

REKAPITULASI DATA KOPERASI BERDASARKAN KELOMPOK USAHA YANG DIKELOLA PROVINSI SUMATERA BARAT. POSISI : 30

Selain memastikan diagnosis dan membina komunikasi dengan para ahli, orangtua anak autis hendaknya juga memperkaya pengetahuan tentang autisme, terutama pengetahuan mengenai terapi