• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPJP kabupaten probolinggo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RPJP kabupaten probolinggo"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Probolinggo

1.4 Hubungan RPJP Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

KONDISI, ANALISIS, DAN PREDIKSI KONDISI UMUM DAERAH 2.1 Kondisi dan Analisis

2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup 2.1.1.1 Geomorfologi

A. Letak Geografis dan Luas Wilayah B. Topografi

2.1.3 Ekonomi dan Sumberdaya Alam 2.1.3.1 Ekonomi

A. Industri B. Pariwisata 2.1.3.2 Sumberdaya Alam

(2)

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Probolinggo 2.1.5.3 Listrik, Air Bersih, dan Drainase 2.1.6 Pemerintahan

VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1 Visi

3.2 Misi

3.3 Arah Pembangunan Daerah

3.3.1 Sasaran Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam

Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, lebih

mengutamakan pelaksanaan desentralisasi yang memberikan

keleluasaan dan sebagian besar kewenangan kepada daerah untuk

penyelenggaraan otonomi daerah, kewenangan untuk menentukan dan

melaksanakan kebijakan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan

evaluasi.

Terselenggaranya kepemerintahan yang baik dan bersih (good and

clean governance) merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah untuk

mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita

bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat,

jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna,

berhasilguna, bersih, dan bertanggungjawab (akuntabel).

Pelaksanaan desentralisasi dilakukan dalam rangka

pengintegrasian Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Sistem

(4)

2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam hal ini

setiap Pemerintah Daerah diwajibkan menyusun dokumen perencanaan

daerah, yang berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah

Kabupaten Probolinggo disusun dalam upaya mengantisipasi arah

pembangunan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun kedepan, yaitu

periode 2005 2025 berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip

kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta

kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan

Nasional. Oleh karena itu, Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Probolinggo harus disusun secara terencana, terarah, terpadu,

sistematis, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan dengan

memperhatikan kondisi, potensi dan proyeksi kemampuan sumber daya

daerah, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, serta menjamin

terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar fungsi pemerintahan

dan antara Daerah serta Pusat.

Dokumen RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo bersifat makro

yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah,

yang proses penyusunannya dilakukan secara partisipasif dengan

(5)

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud disusunnya RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo periode

2005 2025 adalah sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan

daerah guna mewujudkan visi,misi, tujuan, sasaran dan arah

pembangunan jangka panjang sesuai kewenangan daerah. RPJP Daerah

juga digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah dan penyusunan

pembangunan tahunan Kabupaten Probolinggo.

Sedangkan tujuan penyusunan RPJP Daerah Kabupaten

Probolinggo adalah:

1. Meningkatkan koordinasi antar pelaku pembangunan;

2. Menciptakan sinkronisasi dan sinergi antar fungsi dan antar daerah

baik di tingkat Kabupaten, Provinsi maupun Nasional;

3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan;

4. Meningkatkan penggunaan sumber daya yang efektif, efisien,

berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan secara merata;

5. Menjaga keberlanjutan pembangunan yang dilaksanakan per-lima

tahunan.

1.3 Landasan Hukum

Landasan hukum dan operasional penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kabupaten Probolinggo

(6)

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

Negara;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan

Negara;

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pertanggungjawaban Keuangan Negara;

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional;

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan

Daerah;

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025;

9. Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 19 Tahun 2000

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Probolinggo

Tahun 2000 – 2010;

10.Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tahun

2005 Tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan

(7)

1.4 Hubungan RPJP Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

Penggambaran keterkaitan RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo

dengan dokumen perencanaan lainnya mengacu pada Undang - Undang

Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 5, seperti ditunjukkan Gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1.

Keterkaitan RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo dengan dokumen perencanaan lainnya

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo periode 2005 - 2025

mengacu pada RPJP Nasional dan RPJP Provinsi Jawa Timur;

2. RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo disusun dengan

memperhatikan keterkaitan dengan dokumen-dokumen

perencanaan pembangunan lainnya baik dokumen milik pemerintah

(8)

3. RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo merupakan penjabaran dari

visi, misi, dan program Kabupaten Probolinggo yang

penyusunannya berpedoman pada RPJP Propinsi Jawa Timur;

4. RPJM Daerah Kabupaten Probolinggo merupakan penjabaran dari

visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya

berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM

Nasional;

5. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu

pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas

pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik

yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang

ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

1.5 Sistematika Penulisan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah

Kabupaten Probolinggo disusun dengan sistematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan,

landasan hukum, hubungan RPJP Daerah dengan dokumen

(9)

BAB II : KONDISI, ANALISIS, DAN PREDIKSI KONDISI

UMUM DAERAH

Bab ini berisi tentang kondisi dan analisis dari

masing-masing aspek kehidupan seperti geomorfologi, lingkungan

hidup, demografi, ekonomi, sumberdaya alam, sosial

budaya, politik, prasarana dan sarana daerah, pemerintahan,

serta tata ruang dan kewilayahan dengan menyertakan

prediksi kondisi umum daerah.

BAB III : VISI, MISi, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

Bab ini berisi tentang visi, misI, dan arah pembangunan

daerah Kabupaten Probolinggo dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang yang ingin dicapai

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi tentang penegasan kembali pentingnya RPJP

Daerah sebagai pedoman bagi seluruh pemangku

kepentingan dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah

(10)

BAB II

KONDISI, ANALISIS

DAN PREDIKSI KONDISI UMUM DAERAH

2.1 Kondisi dan Analisis

2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup

2.1.1.1 Geomorfologi

A. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu Kabupaten yang

terletak di Provinsi Jawa Timur berada pada posisi 7º40΄ - 8º10΄ Lintang

Selatan (LS) dan 112º50΄ - 113º30΄ Bujur Timur (BT), dengan luas wilayah

mencapai 1.696,17 km2. Batas-batas wilayah Kabupaten Probolinggo,

adalah:

- Sebelah Utara (7º40΄ LS) : Selat Madura.

- Sebelah Timur (113º30΄ BT) : Kabupaten Situbondo.

- Sebelah Barat (80º10΄ LS) : Kabupaten Pasuruan.

- Sebelah Selatan (112º50΄ BT) : Kabupaten Lumajang dan Kabupaten

Jember.

- Sedangkan di sebelah Utara bagian tengah terdapat Daerah Otonom,

yaitu Kota Probolinggo.

Dari luas wilayah yang ada, pemanfaatan paling besar 513,80 Km

untuk tegal, 426,46 Km2 untuk hutan dan 373,13 Km2 untuk persawahan.

(11)

permukiman, perkebunan, tambak/kolam, sempadan sungai dan

pantai. Dalam jangka waktu 20 tahun yang akan datang distribusi

pemanfaatan tata ruang ini bisa berubah dengan adanya peningkatan

kebutuhan permukiman dengan perkembangan jumlah penduduk, untuk

kawasan industri (manufaktur maupun jasa) yang bisa mendesak turunnya

proporsi untuk pertanian. Dengan demikian perlu dipikirkan kualitas dari

rencana tata ruang yang lebih baik serta diterapkannya perundangan

penataan ruang sebagai payung kebijakan pemanfaatan ruang bagi semua

sektor. Oleh karena jika terjadi perubahan tata guna lahan perlu mengikuti

perencanaan tata ruang daerah/wilayah Kabupatan Probolinggo sampai 20

tahun kedepan.

B. Topografi

Secara topografi Kabupaten Probolinggo mempunyai ciri-ciri fisik

yang menggambarkan kondisi geografis terdiri dari dataran rendah pada

bagian Utara, lereng-lereng gunung pada bagian Tengah dan dataran tinggi

pada bagian Selatan dengan tingkat kesuburan dan pola penggunaan tanah

yang berbeda. Kabupaten Probolinggo terletak di lereng gunung-gunung

membujur dari Barat ke Timur, yaitu Gunung Semeru, Gunung Argopuro,

Gunung Tengger dan Gunung Lamongan. Kabupaten Probolinggo terletak

pada ketinggian 0 – 2500 m di atas permukaan laut dengan temperatur

rata-rata 27ºC - 30ºC, sedangkan bagian Selatan yaitu Kecamatan

Sukapura, Sumber, Tiris dan Krucil udaranya relatif bertemperatur rendah.

(12)

dari ledakan gunung berapi yang berupa pasir dan batu, lumpur bercampur

dengan tanah liat yang berwarna kelabu kekuning-kuningan. Sifat tanah

semacam ini mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan sangat cocok untuk

jenis tanaman sayur-sayuran (hortikultura) seperti di sekitar pegunungan

Tengger yang mempunyai ketinggian antara 750 – 2.500 m di atas

permukaan laut. Meskipun demikian perlu diwaspadai kemungkinan terjadi

bencana meletusnya gunung berapi, mengingat gunung Semeru masih aktif

dan kadang kala menyemburkan pasir seperti hujan pasir yang dapat

dirasakan juga oleh masyarakat Kabupaten Probolinggo.

Tanah yang membujur dari Barat ke Timur di bagian Selatan yang

berada di kaki pegunungan Argopuro dan berketinggian antara 150 – 750 m

di atas permukaan laut sangat cocok untuk tanaman kopi, buah-buahan

seperti durian, alpukat dan mangga. Wilayah Kecamatan yang sangat tepat

untuk tanaman buah-buahan ini adalah Kecamatan Krucil dan Tiris.

Kabupaten Probolinggo memang terkenal dengan buah mangga yang

merupakan tanaman musiman, sehingga kalau sedang musim, produksi

buah mangga sangat melimpah. Oleh karena buah ini tidak tahan lama,

maka perlu dipikirkan upaya untuk menggunakan buah mangga sebagai

bahan dasar untuk membuat berbagai makanan dan minuman yang

mempunyai nilai jual lebih tinggi, seperti selai, kripik, jus, dan dodol.

Bentuk permukaan daratan di kabupaten Probolinggo diklasifikasikan

(13)

1. Dataran rendah dan tanah pesisir dengan ketinggian 0 - 100 m diatas

permukaan air laut, daerah ini membentang di sepanjang pantai

Utara mulai dari Barat ke arah Timur. Dengan demikian keberadaan

laut tersebut cukup potensi untuk meningkatkan ekonomi

masyarakat, namun juga perlu mengamankan wilayah pesisir pantai

supaya tidak terjadi abrasi, yaitu dengan cara menanami bakau

sepanjang tepi pantai dan tidak diperkenankan adanya reklamasi

untuk lahan bangunan.

2. Daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 - 1.000 m diatas

permukaan air laut, daerah ini terletak di wilayah bagian Tengah

sepanjang kaki Gunung Semeru dan Pegunungan Tengger serta

pada bagian Utara sisi bagian Timur sekitar Gunung Lamongan.

3. Daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 1.000 m dari

permukaan air laut, daerah ini terletak di sebelah Barat Daya yaitu

sekitar Pegunungan Tengger dan di sebelah Tenggara yaitu disekitar

Pegunungan Argopuro.

Kondisi yang bervariasi tersebut telah memperkaya sumberdaya

alam, baik yang terdapat di darat, laut, dan udara dalam bentuk

keanekaragaman flora, fauna, sumberdaya mineral, dan sumberdaya air

yang diharapkan dapat didayagunakan secara optimal, bertanggung jawab

dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan pola penggunaan tanah menggambarkan mayoritas

untuk lahan pertanian dan sebagian untuk permukiman dan industri. Namun

(14)

prakteknya terjadi perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai

peruntukkannya.

Selain itu di Kabupaten Probolinggo juga terdapat kawasan rawan

bencana berupa tanah longsor, seperti kawasan pantai, tanah gundul di

kawasan hutan lindung dan kawasan berkelerengan lebih dari 40 %. Hal ini

perlu diantisipasi supaya tidak menimbulkan bencana dikemudian hari.

Dengan demikian, sebagian besar daratan digunakan untuk

penyediaan pangan dan kegiatan pertanian lainnya, hal ini menunjukkan

bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor andalan masyarakat

Kabupaten Probolinggo.

C. Hidrologi

Menurut Dinas Pengairan Kabupaten Probolinggo, terdapat 25

sungai yang mengalir di wilayah Kabupaten Probolinggo. Sungai terpanjang

adalah Rondoningo dengan panjang 95,2 km sedangkan sungai terpendek

adalah Afour Bujel dengan panjang hanya 2 km. Sungai yang paling lebar

adalah sungai Pancarlagas dengan lebar 50 m dan panjang 85,70 Km.

Sungai-sungai yang mempunyai debit air terkecil adalah sungai Pekalen

dengan debit 3.300 (ml/dt), panjang 35,10 Km dan lebar 35 m serta baku

lahan paling luas diairi 6.983 Ha. Sementara itu, terdapat areal irigasi yang

cukup luas, yaitu 35.031 Ha, sehingga membuka peluang bagi petani untuk

meningkatkan hasil produksinya. Namun untuk mempertahankan kondisi

(15)

tergantung pada kemampuan tangkapan air di musim hujan dan kondisi

hutan di daerah hulu sungai. Untuk keperluan tersebut pemeliharaan sungai

perlu lebih diperhatikan, jangan sampai sempadan sungai dimanfaatkan

untuk kegiatan yang tidak selayaknya, misalnya adanya bangunan hunian di

kawasan yang seharusnya untuk peruntukan tanaman.

Selain sungai, di Kabupaten Probolinggo juga terdapat Danau/Ranu,

yaitu Danau/Ranu Segaran, Danau/Ranu Agung, dan Danau/Ranu Gedang,

yang sampai saat ini belum didayagunakan sebagaimana mestinya.

Danau/Ranu tersebut dapat meningkatkan aset Kabupaten Probolinggo jika

dikelola dengan baik yaitu dapat digunakan sebagai daerah wisata maupun

untuk budidaya perikanan air tawar.

D. Klimatologi

Lokasi Kabupaten Probolinggo yang berada di sekitar garis

khatulistiwa berarti daerah ini mengalami perubahan iklim dua jenis setiap

tahun, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Untuk musim kemarau

berkisar pada bulan April hingga bulan Oktober dengan rata-rata curah

hujan ± 29,5 mm per hari hujan, sedangkan musim penghujan dari bulan

Oktober hingga April dengan rata-rata curah hujan ± 229 mm per hari hujan.

Curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Desember sampai dengan

Maret dengan rata-rata ± 360 mm per hari hujan. Melihat rentang curah

hujan yang sangat besar perlu diwaspadai timbulnya banjir pada

(16)

terdapat musim pancaroba yang biasanya ditandai dengan tiupan angin

kering yang cukup kencang yang biasa disebut Angin Gending.

2.1.1.2 Lingkungan Hidup

Pembangunan bidang lingkungan hidup diarahkan untuk

meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan. Untuk

mewujudkan arah pembangunan bidang lingkungan hidup tersebut

ditetapkan strategi dan prioritas pembangunan bidang lingkungan hidup,

yaitu pengendalian dan pemulihan pencemaran udara, tanah, air pada

daerah yang memiliki industri bsar dan sedang sampai ke hilir.

Pembangunan yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia termasuk

di Kabupaten Probolinggo masih sering mengutamakan pencapaian tujuan

jangka pendek dan kurang mempertimbangkan keberlanjutannya dan

adanya daya dukung lingkungan. Keinginan untuk memperoleh keuntungan

ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan eksploitasi sumberdaya

alam (SDA) secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas

SDA dan lingkungan hidup termasuk terjadinya konflik pemanfaatan ruang

untuk berbagai peruntukannya. Penyebab terjadinya permasalahan tersebut

adalah (1) pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum

menggunakan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi dan

sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah; (2) pemanfaatan

dan pengendalian tata ruang yang tidak konsisten, dan (3) belum adanya

kesepahaman serta komitmen antar pelaku pembangunan dalam

(17)

Pengelolaan lingkungan hidup di wilayah pedesaan kabupaten

Probolinggo yang diarahkan melalui lima macam pengembangan, yaitu (1)

pengembangan agropolitan terutama bagi kawasan yang berbasis

pertanian; (2) peningkatan kapasitas SDM di pedesaan khususnya dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya; (3) pengembangan jaringan

infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan pedesaan dalam

upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial, dan ekonomi yang

komplementer serta saling menguntungkan; (4) peningkatan akses

informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan

teknologi serta (5) pengembangan social capital dan human capital yang

belum tergali potensinya, sehingga kawasan pedesaan tidak semata-mata

mengandalkan sumberdaya alamnya saja.

Permasalahan yang dihadapi dari sektor lingkungan hidup, antara

lain (1) terbatasnya SDM aparatur yang berkualifikasi lingkungan hidup; (2)

adanya instrumen kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang belum

dapat diterapkan secara menyeluruh; (3) masih rendahnya kesadaran

masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup; (4)

belum optimalnya peran organisasi lingkungan hidup; (5) terjadinya

fenomena pembangunan oleh masyarakat yang tidak serasi dengan

rencana tata ruang, dan (6) masih adanya pelanggaran di bidang

sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sedangkan permasalahan yang

berkaitan dengan lingkungan hidup lainnya dibedakan menjadi pencemaran

dan kerusakan lingkungan hidup. Penyebab terjadinya pencemaran

(18)

Kabupaten Probolinggo telah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL), namun demikian pada beberapa industri (pada saat tertentu) pernah

terjadi kualitas air limbahnya untuk beberapa parameter masih diatas

ambang baku mutu, antara lain pabrik tahu dan pabrik gula; (2) aktivitas

pembuangan air limbah dan sampah domestik ke sungai. Sedangkan

penyebab terjadinya kerusakan lingkungan hidup, antara lain (1)

penebangan mangrove secara liar; (2) perusakan mangrove oleh pada

pencari cacing rofus; (3) aktivitas penambangan Bahan Galian Golongan C

yang tidak berwawasan lingkungan; (4) aktivitas penangkapan ikan dengan

menggunakan jaring pukat harimau yang menyebabkan kerusakan terumbu

karang; (5) aktivitas pengangkutan batu bara PLTU yang menimbulkan

ceceran di pantai secara akumulatif berpotensi mengganggu kehidupan

terumbu karang; (6) aktivitas produksi biomasa tanaman semusim pada

lahan dengan kelerengan > 45 % tanpa diikuti usaha konservasi lahan

(terasering).

Berkaitan dengan upaya pengelolaan lingkungan hidup, Kabupaten

Probolinggo terpisah menjadi beberapa kawasan yaitu kawasan budidaya,

kawasan lindung dan kawasan rawan bencana. Terdapat juga satu

kawasan yang disebut dengan kawasan khusus, yaitu kawasan PLTU

Paiton, kawasan Pulau Gili Ketapang dan kawasan hortikultura (mangga

estate). Luas kawasan khusus ini adalah 1.550,00 Ha atau 0,91 % dari luas

(19)

A. Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi

utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya

alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Klasifikasi kawasan

budidaya meliputi kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan dengan jenis

peruntukan hutan 426,46 Km2, tegalan 513,80 Km2, serta persawahan

373,13 Km2. Sedangkan lahan permukiman yang merupakan kawasan

terbangun hanya meliputi 147,74 Km2 dari seluruh luas lahan. Pengaturan

zoning kawasan budidaya diarahkan untuk mengendalikan perkembangan

pemanfaatan ruang yang cenderung dapat berpengaruh negatif terhadap

lingkungan sekitar. Pengaturan zoning kawasan budidaya ini mencakup

pengembangan lokasi/kawasan industri, kawasan pertanian, kawasan

pariwisata, kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan. Arah

pengembangan perindustrian direncanakan menyebar. Pengendalian untuk

kawasan ini dilakukan secara ketat agar tidak menimbulkan masalah

lingkungan (pencemaran). Pengembangan untuk kawasan ini hanya

diizinkan untuk kegiatan penunjang industri. Antara industri dan kegiatan

penunjang diberi jalur hijau yang berfungsi sebagai pemisah (barrier) dan

KDB maksimum sebesar 40 % dari tanah yang dimiliki.

Pengaturan zoning kawasan pertanian yang terdiri pertanian basah

dan pertanian kering adalah (1) untuk sawah pertanian basah perubahan

tidak boleh melebihi 50 % dari tanah yang ada di setiap kecamatan; (2)

untuk pertanian kering peralihan diijinkan untuk kegiatan yang memberi nilai

(20)

perkebunan peralihan fungsinya diizinkan maksimum 5 % dari luas wilayah

perkebunan yang ada.

Pengaturan zoning kawasan pariwisata pada berbagai wilayah

kecamatan perlu dilakukan peningkatan pelayanan atas kondisi dan

keindahan wisata tanpa perubahan fungsi. Sementara itu pengaturan

zoning kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan dikembangkan

sesuai dengan peran dan fungsinya yaitu konsep fleksibel zoning bagi

kawasan yang rawan perubahan dan mempunyai fungsi yang sangat

penting, sedangkan pada kawasan lainnya menggunakan konsep fixed

zoning.

B. Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup

sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya

bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Salah satu

kawasan lindung yang perlu terus menerus dimantapkan adalah kawasan

suaka alam. Kawasan ini di Kabupaten Probolinggo telah ditetapkan sesuai

dengan arahan RTRW Provinsi Jawa Timur. Pada dasarnya pemantapan

kawasan ini bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan melindungi biota,

ekosistem, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

Perlindungan kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka

margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah

(21)

Kawasan suaka alam selain untuk mempertahankan kelestarian

alam, juga berperan dalam pengembangan dunia ilmu pengetahuan dan

kegiatan wisata. Kegiatan ini tetap harus dipertahankan berdasarkan pada

konsepsi menjaga kawasan suaka alam, termasuk kawasan suaka alam

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Pengaturan zoning kawasan lindung dikendalikan secara ketat

sesuai dengan kondisi dan penambahan fungsi kawasan tersebut antara

lain (1) kawasan suaka alam dan pelestarian tidak ada perubahan fungsi,

sedangkan luas kawasan serta kegiatan tambahan berupa bangunan hanya

diizinkan untuk menunjang pariwisata; (2) kawasan hutan lindung mutlak

tidak diizinkan adanya perubahan fungsi kawasan selain hanya untuk

kawasan lindung; (3) kawasan lindung yang terdapat kawasan terbangun

penunjang pariwisata yang memiliki kelerengan tanah tinggi dibatasi

pengembangannya, kawasan ini dimanfaatkan sebagai kawasan wisata

alam dan (4) kondisi pemanfaatan ruang di sepanjang daerah aliran sungai

pada sebagian kawasan telah dimanfaatkan untuk pertanian, permukiman

atau pemanfaatan bahan galian pasir. Untuk melindungi kawasan ini, maka

kawasan yang belum digunakan sebagai kawasan budidaya harus tetap

dipertahankan dan tidak boleh terjadi perubahan fungsi.

Masalah yang timbul di dalam kawasan hutan lindung yang

terbentang di sepanjang aliran sungai adalah adanya perambahan hutan,

pemanfaatan hutan lindung menjadi tanah pertanian dan atau pemukiman

(22)

Pelestarian lingkungan hidup melalui pengaturan kawasan, terutama

untuk kawasan lindung dilakukan untuk tetap dapat mempertahankan

kelestarian alam, pengendalian dan pencemaran udara, tanah, dan air.

Pengendalian tersebut perlu terus menerus dipantau, agar kualitas

lingkungan hidup di Kabupaten Probolinggo terjaga.

C. Kawasan Rawan Bencana

Penetapan kawasan rawan bencana di Kabupaten Probolinggo

bertujuan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang

disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan

manusia itu sendiri. Bencana yang dimaksudkan berupa tanah longsor,

termasuk didalamnya adalah wilayah rentan yaitu daerah-daerah yang

memiliki tingkat erosi tinggi, kawasan pantai dan tanah gundul di kawasan

hutan lindung, serta kawasan bersudut lereng lebih dari 40 %. Kawasan

rawan bencana lainnya meliputi kawasan rawan gerakan tanah, rawan

letusan gunung berapi, rawan gempa bumi, dan rawan angin topan.

Kawasan rawan bencana erosi pada umumnya terdapat di bagian

wilayah Selatan yang merupakan daerah dataran tinggi. Berdasarkan

sumber yang berasal dari Kantor Pertanahan Kabupaten Probolinggo

bahwa daerah yang memiliki tingkat kemiringan tanah lebih dari 40 % cukup

tinggi, yaitu seluas 35 % dari seluruh luas daerah Kabupaten Probolinggo.

Masalah yang bisa timbul untuk kawasan rawan bencana adalah

adanya ancaman erosi untuk 40 % luas daerah Kabupaten Probolinggo

(23)

2.1.2 Demografi

Penduduk Kabupaten Probolinggo sebagian besar berasal dari suku

Madura karena wilayah Kabupaten Probolinggo adalah daerah pantai yang

sebagian besar hidup sebagai nelayan. Berdasarkan sebaran penduduk

menunjukkan 72,6 % tinggal di pedesaan sedangkan sisanya sebesar 27,4

% tinggal di perkotaan.

Berdasarkan hasil susenas tahun 2000, Kabupaten Probolinggo

memiliki penduduk sebesar 1.004.967 jiwa jiwa dengan pertumbuhan

penduduk sebesar 0,95% dan hasil survey Sosial dan Ekonomi Nasionan

(Susenas) Tahun 2004, jumlah penduduk menjadi sebesar Rp. 1.043.971

Jiwa yang berarti laju penduduk sebesar 0,96%.

Kondisi ini diikuti pula dengan peningkatan tingkat kepadatan

penduduk sebesar 3,8 % pada tahun 2004. Peningkatan laju pertumbuhan

penduduk dan kepadatan penduduk disamping karena penambahan angka

kelahiran juga disebabkan oleh migrasi dari daerah sekitarnya, karena

Probolinggo merupakan pusat Wilayah Pembangunan (WP) Probolinggo –

Lumajang. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,96 % per tahun,

maka diperkirakan dalam jarak waktu 20 tahun ke depan akan bertambah

sebesar 25 %. Dengan bertambahnya jumlah penduduk sebesar 270.000

(angka kelahiran tetap) berarti kebutuhan perumahan bertambah sebanyak

± 70.000 unit, penyediaan air bersih juga ikut bertambah dan demikian pula

perlu adanya penciptaan lapangan pekerjaan baru, karena bertambahnya

proporsi penduduk usia produktif pada periode tersebut. Meningkatnya

(24)

proporsional akan menimbulkan semakin tingginya tingkat pengangguran

dan kemiskinan.

Salah satu cara untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan

adalah melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM didefinisikan

sebagai indeks komposit yang disusun dari tiga indikator, yaitu lama hidup

yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir, pendidikan yang

diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf

penduduk usia 15 tahun ke atas dan standar hidup yang di ukur dengan

pengeluaran per kapita (PPP Rupiah). IPM sebagai nilai komposit dapat

menunjukkan seberapa besar tingkatan pembangunan manusia dapat

dicapai. Selain itu IPM juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan

bagi perencanaan pengembangan peningkatan sumberdaya manusia

(SDM).

IPM Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus

mengalami kenaikan yang cukup berarti. Besar IPM tahun 2004 sebesar

58,53. Peningkatan ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan

pembangunan manusia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda membaik,

yang hal ini tidak terlepas dari kontribusi komponen penentunya, yaitu

Indeks Harapan Hidup sebesar 59,12, Indeks Pendidikan sebesar 60,53,

dan Indeks Daya Beli Masyarakat sebesar 55,93. Namun, IPM Kabupaten

Probolinggo masih lebih kecil dari IPM Jawa Timur yang besarnya 64,49.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya pemberdayaan

(25)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kabupaten Probolinggo

dalam angka, jumlah murid yang menempuh pendidikan (SD, SMA, dan

SMA) semakin meningkat yang diikuti dengan peningkatan rasio guru dan

murid. Sementara itu apabila ditinjau dari kesehatan, ditunjukkan bahwa

terdapatnya penurunan balita dan ibu melahirkan.

Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kependudukan

adalah persebaran penduduk yang tidak merata bahwa sebagian besar

penduduk dengan kepadatan tinggi tinggal di sekitar perkotaan, sedangkan

penduduk dengan kepadatan rendah tinggal di daerah pedesaan. Hal ini

menimbulkan permasalahan bagi pembangunan wilayah yaitu terjadi

ketidakseimbangan pertumbuhan pembangunan antara daerah pusat kota

dengan daerah pedesaan. Tantangan kependudukan untuk tahun 2005

adalah pengendalian laju pertumbuhan penduduk, pemerataan persebaran

penduduk, kualitas penduduk, serta penyediaan sarana dan prasarana

untuk menunjang kehidupan penduduk.

Struktur penduduk berdasarkan jumlah pencari kerja pada tahun

2004 tercatat 1.061 orang yang terdiri dari laki-laki 569 orang dan

perempuan 492 orang. Jumlah pencari kerja ini sebatas yang terekam

lewat kantor tenaga kerja. Diyakini jumlah pencari kerja sebenarnya lebih

besar dari angka tersebut karena banyak yang tidak mendaftar ke kantor

tenaga kerja. Dibandingkan dengan tahun 2003 jumlah pencari kerja ini

mengalami kenaikan yang cukup tajam, yaitu 60 %. Jumlah lowongan

yang tersedia untuk Tahun 2004 hanya 145 orang atau turun sebesar 326%

(26)

hanya mencapai 2,19% dari seluruh pencari kerja dengan kata lain

mengalami penurunan sekitar 5% dibanding Tahun lalu.

Berdasarkan struktur umur dengan pertumbuhan rata-rata usia

produktif 0,21 % pertahun, penduduk usia produktif pada tahun 2025

diproyeksikan akan mencapai 994.232 penduduk atau sekitar 82 % dari

jumlah penduduk pada tahun 2025. Jumlah ini lebih tinggi dari perkiraan

penduduk usia produktif Indonesia sebesar 40 %. Jumlah ini

mengindikasikan terjadinya pertumbuhan penduduk usia produktif, sehingga

penanganan untuk penyediaan kesempatan kerja harus mendapat

perhatian lebih besar karena adanya kecenderungan peningkatan usia

produktif yang masuk pasar kerja.

Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2004 di Kabupaten

Probolinggo terdapat 138.382 Rumah Tangga Miskin (RTM) dengan jumlah

anggota rumah tangga sebanyak 421.795 jiwa. Adapun kecamatan yang

memiliki jumlah rumah tangga miskin terbesar yaitu kecamatan besuk

terdapat 11.087 RTM dengan jumlah anggota sebanyak 32.306 jiwa. Hal ini

menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo masih diperlukannya

penanganan lebih intensif yang dilakukan secara berkala untuk mengatasi

masalah kemiskinan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun

masyarakat, karena hal ini berkaitan dengan masalah mutu sumberdaya

manusia (SDM), hak asasi manusia (HAM) dan pemerataan kesejahteraan.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang

kependudukan antara lain (1) tingginya laju pertumbuhan penduduk; (2)

(27)

kesadaran masyarakat untuk memiliki dokumen penduduk (KTP, KK,

akta-akta Catatan Sipil) masih rendah.

2.1.3 Ekonomi dan Sumberdaya Alam

2.1.3.1 Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan gambaran dari

aktifitas perekonomian masyarakat di Kabupaten Probolinggo yang juga

digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan

pembangunan. Berdasarkan indikator Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000, pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Probolinggo sampai Tahun 2004 mengalami

pertumbuhan sebesar 4,51% dengan PDRB atas dasar harga konstan

mencapai Rp. 4.894.000.000,9. Namun dibandingkan dengan kondisi

sebelum krisis ekonomi pertumbuhan ini masih belum kembali seperti

semula

Sementara itu indikator pertumbuhan ekonomi lainnya dapat di ukur

melalui pendapatan regional perkapita yang menunjukkan peningkatan

dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu dari Rp. 3.846.065,99 pada

tahun 2000 menjadi Rp. 5.925.277,24 pada tahun 2004. Berdasarkan

trend yang ada, PDRB untuk lima tahun ke depan diperkirakan masih akan

mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,23 % per tahun. Sedangkan

untuk pendapatan perkapita ADHB diharapkan tumbuh rata-rata sebesar

(28)

Selanjutnya berdasarkan ADHB, sektor pertanian menyumbang

sekitar 33,81 % dari total nilai PDRB Kabupaten yang diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 24,73 % sedangkan sektor paling

kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,01 %.

Pemerintah Kabupaten Probolinggo selalu berusaha meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memacu penggalian sumber

keuangan baru secara intensif, wajar dan tertib agar dana pembangunan

tidak terlalu tergantung dari Pemerintah Pusat. Secara umum PAD dari

tahun ke tahun mengalami kenaikan jika pada tahun 2003 sebesar Rp.

23.705.403.724,18 menjadi sebesar Rp. 19.561.775.961,05 pada tahun

2004 yang disebabkan adanya perubahan obyek pajak. Apabila

dibandingkan dengan besarnya APBD Tahun 2004 yang sebesar Rp.

347.004.328.154 maka kontribusi PAD sebesar 5,52%. Sehingga keuangan

Kabupaten Probolinggo masih dapat dikatakan masih bergantung pada

Pemerintah Pusat.

Apabila ditinjau dari besarnya angka Daya Beli Masyarakat (DBM)

tercermin masih kurang kuatnya permintaan barang dan jasa yang di

dorong oleh peningkatan pengeluaran oleh para pelaku ekonomi, tetapi

secara umum pengeluaran kebanyakan masih cenderung terserap pada

konsumsi bukan pada investasi. DBM Kabupaten Probolinggo selama lima

tahun terakhir mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan nilai

pendapatan dan pengeluaran per kapita penduduk dan inflasi mata uang

rupiah. Besarnya DBM Kabupaten Probolinggo tahun 2004 adalah Rp

(29)

dibandingkan dengan angka rata-rata DBM di Propinsi Jawa Timur sebesar

Rp. 1.756.200,- per kapita per tahun, menunjukkan bahwa DBM Kabupaten

Probolinggo sudah lebih baik. Hal ini diperkuat dengan besarnya Ideks

Daya Beli (IDB) Kabupaten Probolinggo tahun 2004 yang besarnya 58,56

masih lebih tinggi dari IDB Propinsi Jawa Timur.

Mencermati Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Kabupaten Probolinggo menunjukkan bahwa realisasi anggaran

pendapatan melebihi rencana yang telah ditargetkan di tahun 2004, dengan

besar rencana Rp. 344.821.879.000,- dan realisasi sebesar Rp.

345.887.858.145,05,-. Disamping itu anggaran belanja mengalami surplus,

yang berarti tingkat pendapatan melebihi jumlah yang dibelanjakan.

Walaupun demikian perlu dicatat bahwa surplus ini terjadi karena ada

sebagian kegiatan yang tidak terselesaikan sesuai dengan waktu yang

ditetapkan. Apabila kegiatan tersebut bersifat kegiatan investasi Pemerintah

berarti surplus tersebut justru kurang membantu pertumbuhan ekonomi

daerah.

A. Industri

Berdasarkan hasil survei industri yang dilakukan Badan Pusat

Statistik (BPS), terjadi peningkatan jumlah perusahaan, tercatat 14 Industri

Besar dengan penyerapan tenaga kerja ± 1400 orang, 41 industri sedang

dengan penyerapan tenaga kerja 2.500 orang. Tiga jenis industri utama di

Kabupaten Probolinggo adalah industri kerajinan umum (39 %) diikuti oleh

(30)

Industri kerajinan merupakan jenis industri unggulan dari Kabupaten

Probolinggo, sehingga keberadaannya perlu untuk tetap dipertahankan.

Kerajinan kayu dalam bentuk mebelair memiliki nilai jual yang tinggi

terutama untuk pasar ekspor, karena memiliki kekhasan tersendiri, baik

dilihat bahan bakunya, yaitu umur kayu dan jenis kayu yang dipergunakan

maupun desain hasil produksinya.

Pengelolaan industri kerajinan diarahkan pada peningkatan kualitas

hasil produksi kerajinan, peningkatan usaha kelompok pengrajin dengan

fasilitas kredit lunak, penyebarluasan informasi pemasaran kepada

kelompok usaha. Sedangkan pengelolaan industri pengolahan diarahkan

pada penyiapan kawasan lokalisasi industri berorientasi pengolahan hasil

pertanian, peningkatan dan penggunaan teknologi pengolahan yang bebas

polusi.

Selama periode lima tahun terakhir investasi mengalami peningkatan

rata sebesar 5,3 % per tahun. Sedangkan produksi meningkat

rata-rata sebesar 1,7 % per tahun. Untuk masing-masing sektor peningkatan

yang terjadi adalah (1) Industri mesin, logam dan kimia untuk industri kecil

formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,3 % per tahun; (2)

Industri mesin, logam dan kimia untuk industri kecil non formal mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 3,3 %; (3) Industri Aneka untuk industri kecil

formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,2 %; (4) Industri Aneka

untuk industri kecil non formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,6

%, (5) Industri hasil pertanian dan kehutanan untuk industri kecil formal

(31)

Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa sektor formal

mengalami kenaikan lebih besar daripada sektor non formal. Selain itu,

industri kecil juga mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan

industri menengah dan besar.

Jumlah industri kecil selama kurun waktu lima tahun terakhir

mengalami kenaikan rata-rata 3,8 %. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja yang

terserap pada sektor industri kecil mengalami kenaikan rata-rata 3,3 %

selama lima tahun terakhir. Kondisi Industri yang masuk kriteria baik

mengalami kenaikan rata-rata 1,5 % per tahun. Industri yang masuk kriteria

cukup, mengalami kenaikan rata-rata 17,4 %.

Walaupun perkembangan industri cukup menggembirakan, beberapa

masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah yang berkaitan

dengan pasar yaitu produk yang dihasilkan masih berorientasi pada pasar

lokal, lemahnya inovasi-inovasi dalam networking (jejaring) yang justru

dituntut untuk memasuki pasar global dan masih sedikitnya pemanfaatan

komunikasi pasar melalui internet.

B. Pariwisata

Probolinggo mempunyai banyak obyek wisata, diantaranya Gunung

Bromo, air terjun Madakaripura, Pulau Giliketapang dengan taman lautnya,

Pantai Bentar, Arung Jeram, Danau Ronggojalu, Ranu Segaran, dan

Sumber Air Panas yang terletak di Desa Tiris serta Candi Ketapang dan

Candi Jabung yang mencerminkan kejayaan masa lalu. Selain itu

(32)

diantaranya Kerapan Sapi, Tarian Kuda Kencak, Tari Kiprah Glipang, Tari

Slempang, Tari Pangore, Tari Rondojalu, dan seni budaya masyarakat

Tengger (Hari Raya Kasada).

Jumlah wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Probolinggo

menurun sebesar 16 % tahun 2003-2004 baik untuk wisatawan domestik

maupun wisatawan mancanegara. Tujuan wisatawan sebanyak 64 % ke

Gunung Bromo, 32 % ke Gunung Bentar, 3,5 % ke Ronggojalu, dan 0,3 %

ke Air Terjun Madakaripura.

Penurunan jumlah wisatawan saat ini lebih disebabkan oleh adanya

lumpur Lapindo yang mengakibatkan sektor perekonomian Jawa Timur

mengalami penurunan yang tidak hanya di alami oleh Kabupaten

Probolinggo saja melainkan juga Kota dan Kabupaten lainnya di Jawa

Timur. Selama ini jalur pariwisata (road map) wisatawan nusantara maupun

wisatawan mancanegara mempunyai rute jalur pariwisata

Surabaya-Malang-Probolinggo-Bali. Namun sekarang rute pariwisata tersebut

dialihkan menjadi Surabaya-Malang-Denpasar, dengan memakai jalur

penerbangan.

Beragamnya obyek wisata di Kabupaten Probolinggo belum

ditunjang dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai salah

satunya adalah sarana akomodasi. Beberapa permasalahan yang dihadapi

adalah (1) terbatasnya sarana dan prasarana pariwisata utamanya pada

kawasan-kawasan wisata selain Gunung Bromo; (2) keterbatasan

(33)

kurangnya pemeliharaan, pelestarian dan pengembangan pariwisata

daerah.

2.1.3.2 Sumberdaya Alam

A. Sumberdaya Alam Tidak Terbarukan

Sumberdaya alam tidak terbarukan yang dimiliki oleh Kabupaten

Probolinggo berupa bahan-bahan tambang meliputi sirtu (pasir/tanah dan

batu-batuan). Kawasan pertambangan adalah kawasan yang mempunyai

potensi untuk usaha pertambangan yang meliputi pertambangan

bahan-bahan galian golongan C. Berdasarkan data dari Dispenda Kabupaten

Probolinggo terdapat beberapa hasil tambang di Kabupaten Probolinggo

yaitu batu gunung, pasir, tanah urug, dan pasir/krikil batu. Luas areal

tambang batu gunung pada tahun 2001 adalah 61 Ha dan menurun menjadi

57 Ha pada tahun 2004. Penurunan ini diikuti dengan menurunnya jumlah

produksi sebesar 0,77 %. Tambang pasir yang dimiliki juga mengalami

penurunan hasil produksi sebesar 0,45 % dari tahun 2002 ke tahun 2004.

Kemudian besarnya luas areal tambang pasir/krikil batu dari tahun 2001 ke

tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0,93 %.

Penurunan hasil tambang sirtu terjadi karena adanya pembatasan

lahan yang diperbolehkan untuk di tambang dari Pihak Pemerintah Daerah.

Pengelolaan sektor pertambangan ke depan diarahkan pada pembatasan

eksploitasi bahan tambang golongan C dalam luasan kawasan dan volume

terutama di Kecamatan Maron, Krejengan, Pajarakan, Pakuniran, dan

(34)

penambangan yang tidak berijin. Disamping itu juga dilakukan pembinaan

dan penyuluhan secara berkala dan diawasi secara ketat. Hal ini dilakukan

dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup akibat beban cemaran limbah

pada komponen lingkungan fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya,

dan kesehatan masyarakat. Selain itu untuk jangka 20 tahun ke depan

bahan tambang yang merupakan sumberdaya tidak terbarukan tidak dapat

diandalkan untuk meningkatkan pendapatan daerah, karena itu perlu

dikelola secara efektif dan efisien sehingga penggunaannya lebih hemat,

sekaligus menjaga kelestariannya.

B. Sumberdaya Alam Terbarukan

Sumberdaya alam terbarukan di Kabupaten Probolinggo berasal dari

hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, serta perikanan dan

kelautan.

Hasil Pertanian

Berdasarkan karakteristik daerah ± 60 % mata pencaharian

penduduk bekerja di sektor pertanian. Pertanian tanaman pangan masih

merupakan sub sektor andalan dalam pembangunan di Kabupaten

Probolinggo. Tanaman pangan meliputi padi dan palawija yang terdiri dari

tanaman jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan kedele. Secara

keseluruhan luas areal panen padi dan palawija tahun 2004 mengalami

penurunan sebesar 2,65 % dibandingkan tahun 2000 tapi hasil produksi

(35)

0,6 % dengan produksi padi perhektar yang mengalami kenaikan sebesar

0,03 % Tahun 2004.

Untuk produksi palawija, secara umum areal panen mengalami

penurunan yang diikuti dengan penurunan hasil produksinya untuk tahun

2004 dibandingkan tahun 2003. Untuk ubi kayu dan ubi jalar masing-masing

naik sebesar 56 % yakni mencapai 184.498 Ton. Meningkatnya produksi

palawija yang berupa ubi kayu dan ubi jalar menggambarkan bahwa petani

lebih memfokuskan pada tanaman palawija ini, di samping karena mudah

dalam melakukan budidaya juga dari segi biaya lebih murah, mereka juga

mengkonsumsinya sebagai pengganti beras apabila harga beras mahal

atau pada saat harga palawija tersebut sangat murah karena hasil produksi

melimpah di pasar. Berdasarkan peruntukan lahan di Kabupaten

Probolinggo areal sawah seluas 38.509 Ha (22,7 %) lebih kecil dibanding

areal tegal seluas 52.801,95 Ha (31,1 %). Berarti penduduk lebih banyak

mengusahakan tanaman palawija dibanding padi.

Kabupaten Probolinggo terkenal sebagai sentra tanaman bawang

merah sebagai salah satu dari tanaman hortikultura yang dikembangkan.

Luas panen dan produktifitas tertinggi dicapai oleh Kecamatan Dringu, yaitu

sebesar 4.011 ha dengan produktifitas sebesar 135,68 kw/ha. Jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi penurunan produktifitas

sebesar 5,21 %. Penurunan produktifitas dikarenakan perubahan musim

yang sulit diprediksi, penggunaan pupuk yang kurang berimbang, adanya

lahan produktif yang berubah fungsi, dan kurang optimalnya pengendalian

(36)

Untuk tanaman buah-buahan selain Probolinggo terkenal dengan

julukannya sebagai kota Mangga dan Anggur juga menghasilkan beberapa

buah-buahan lainnya, seperti alpukat, manggis, dan durian. Pada tahun

2004 produktifitas mangga mencapai 48.182 Tonyang berarti mengalami

penurunan sebesar 8,4 % dibanding tahun sebelumnya hal ini lebih

dikarenakan pengaruh iklim yang tidak mendukung. Sedangkan untuk

anggur mengalami kenaikan produksi sebesar 6,3%. Sementara produksi

durian meningkat 18% walaupun alpukat dan manggis mengalami

penurunan produksi sebesar 93% dan 90%. Penurunan ini disebabkan oleh

serangan hama dan sistem budidaya yang kurang optimal.

Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu bagian

pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang berakar di

masyarakat dan merupakan andalan dalam memperkokoh fundamental

ekonomi regional maupun nasional. Sub sektor tanaman pangan sebagai

basis dalam struktur perekonomian daerah masih nampak terjadi fluktuasi

produktifitasnya dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh (1) masih

rendahnya sumberdaya manusia petani serta belum berfungsinya secara

optimal keberadaan kelompok tani; (2) masih rendahnya kepemilikan aset

petani yang rata-rata memiliki lahan di bawah 0,5 Ha dan belum optimalnya

pemanfaatan teknologi pertanian, (3) belum dilaksanakannya anjuran

pemakaian pupuk berimbang, dan (4) masih lemahnya akses pasar dan

permodalan yang membutuhkan banyak persyaratan yang sulit dipenuhi

(37)

Masalah yang terlihat pada saat ini dalam bidang pertanian adalah

menyempitnya lahan pertanian, beberapa tanaman pangan mengalami

penurunan produktifitas, ketersediaan input (benih, pupuk, obat) dalam

waktu, jumlah dan harga yang tepat yang belum terjangkau khususnya

untuk petani lahan sempit.

Hasil Perkebunan

Komoditas perkebunan berupa kelapa, tembakau, kapuk randu,

cengkeh, kopi, tebu, kapas, pinang, dan aren. Total hasil produksi kelapa di

tahun 2004 sebesar 3,977 ton, naik sebesar 4,3 % dibandingkan tahun

2003. Peningkatan produksi kelapa ini disebabkan karena bertambahnya

luas area perkebunan kelapa itu sendiriditambah dengan dilakukannya

peremajaan secara berkal dan pemberantasan hama secara efektif..

Sementara itu total luas areal kapuk randu adalah 4.321 ha untuk tahun

2004, mengalami peningkatan sebesar 0,5 % dibandingkan tahun

sebelumnya. Hasil produksi kapuk dan produktifitasnya juga mengalami

peningkatan masing-masing sebesar 8,1 %, dan 2,6 %. Peningkatan

produksi yang tidak diikuti oleh peningkatan produktifitas secara

proporsional, disebabkan karena belum semua tanaman randu dapat

menghasilkan serat kapuk yang sama jumlah produksinya dan kurang

dilakukan peremajaan.

Hasil komoditas terbesar selain kelapa dan kapuk randu adalah

tembakau, kopi, dan tebu. Tembakau dengan hasil produksi berupa

(38)

Kotaanyar, Paiton, Besuk, Kraksaan, dan Krejengan masing-masing

dengan produktifitas yang sama, yaitu sebesar 1,40 ton/ha/tahun

Kopi dapat diperoleh di tujuh Kecamatan, yaitu Sukapura, Sumber,

Tiris, Krucil, Gading, Pakuniran, dan Lumbang. Pada tahun 2004 total hasil

produksi berupa ose kering mencapai 569,68 ton dengan tingkat

produktifitas 0,32 ton/ha/Th . Hal perlu diwaspadai ketidakstabilan harga

kopi di pasaran yang pada umumnya terkait dengan kondisi panen dan

penanganan pasca panen yang kurang optimal. Hal ini berarti bahwa

ketidakstabilan harga kopi harus dipertimbangkan dalam keputusan untuk

menambah areal tanam. Namun untuk kopi rakyat kelemahannya sering

terjadi pada kualitas produksi tidak melakukan grading sehingga antara kopi

yang masak dengan yang masih muda sering tercampur, dan hal ini dapat

menurunkan harga produk.

Tebu merupakan tanaman yang dapat dijumpai di hampir setiap

Kecamatan, kecuali Kecamatan Kuripan dan Bantaran dengan hasil

produksi berupa kristal gula. Pada tahun 2004 terjadi penurunan luas areal

tanaman tebu sebesar 25 % dari tahun 2003.

Walaupun tebu, tembakau dan kopi menjadi tanaman perkebunan

andalan bagi Kabupaten Probolinggo, namun masalah yang sering timbul,

adalah ketidakpastian harga. Untuk kopi dan tembakau harganya sangat

tergantung kepada harga pasar dunia. Sedangkan tebu harganya bagi

petani tidak pasti karena tidak mendapatkan informasi yang jelas, sangat

tergantung pada besar kecilnya rendemen tebu. Disamping ketidakpastian

(39)

kebebasan petani untuk memilih komoditas yang dibudidayakan

menyulitkan pemerintah untuk menyeimbangkan antara produksi dan

permintaan pasar.

Pengelolaan sektor perkebunan diarahkan pada peningkatan kualitas

bibit unggul tanaman. Selain itu, pembangunan hasil perkebunan diarahkan

untuk membangun manusia dan masyarakat perkebunan melalui usaha

perkebunan. Oleh karena itu, pelaksanaan pembangunan perkebunan

dilakukan dengan mengintegrasikan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan

sosial budaya.

Hasil Kehutanan

Pembangunan hasil kehutanan merupakan salah satu bagian

pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang berakar di

masyarakat dan merupakan andalan dalam memperkokoh fundamental

ekonomi regional maupun nasional. Berkaitan dengan kehutanan, menurut

fungsinya terbagi atas tiga klasifikasi yaitu hutan lindung, hutan produksi,

dan hutan suaka alam. Luas hutan secara total menurut data yang

diperoleh dari Perum Perhutani II Jatim/KKPH Probolinggo tahun 2004

adalah meningkat 0,62 % dengan capaian luas arel 51.502,9 ha dan

terdistribusi menjadi hutan lindung 54% hutan produksi dan sisanya 42 %

merupakan hutan suaka alam 4%.

Berdasarkan perkembangan fakta tersebut, masalah yang timbul

(40)

hutan produksi yang dikhawatirkan menurunkan fungsi hutan lindung

dengan indikator hilangnya beberapa spesies tanaman yang dilindungi.

Hasil Peternakan

Hasil peternakan di Kabupaten Probolinggo dibedakan antara ternak

besar, ternak kecil dan unggas (ayam dan burung). Perkembangan populasi

ternak yang naik turun menghasilkan pendapatan peternak yang juga

mengalami pasang surut. Adanya penyakit ternak besar, seperti kuku dan

mulut dan ternak unggas seperti Avian Flu, mempengaruhi pendapatan

peternak, karena peternak harus mengeluarkan biaya ekstra untuk

melakukan vaksinasi.

Dengan memperhatikan aspek manajemen budidaya yang masih

lemah dan belum berorientasi bisnis, maka nilai tambah atau hasil yang

dicapai belum memberikan kontribusi baik kepada pertumbuhan ekonomi

rakyat maupun pendapatan daerah. Hal ini diakibatkan oleh adanya

beberapa permasalahan yang ada antara lain (1) rekayasa genetika

sapi-sapi bibit Intansejati (IB) berjalan sangat lamban dan kurang memperoleh

perhatian yang serius; (2) belum adanya sentuhan teknologi terhadap

limbah pertanian sebagai pakan ternak yang potensial; (3) belum adanya

penanganan yang serius terhadap akses pasar yang berpihak kepada

peternak, (4) pengembangan budidaya ternak sangat kecil karena

keterbatasan modal, (5) minimnya sarana, prasarana, dan alat mesin (Alsin)

(41)

hewan, dan (4) belum adanya penanganan kesehatan ternak yang

memadai (klinik, laboratorium type C, Poskeswan).

Hasil Perikanan dan Kelautan

Hasil Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Probolinggo diperoleh

dari hasil penangkapan di laut, tambak, kolam, dan keramba serta

ranu/sungai. Produktifitas hasil penangkapan ikan di laut semakin lama

semakin menurun dan berdampak kepada rendahnya pendapatan nelayan.

Kondisi ini dikarenakan rusaknya sebagian habitat ikan di laut yang

mengalami degradasi ekosistem di laut dan pantai. Apabila kerusakan

habitat ikan di laut dan pantai tidak dilakukan rehabilitasi ekosistemnya,

maka pendapatan nelayan akan semakin menurun. Daerah kerusakan yang

terjadi terutama terumbu karang dan kawasan mangrove, serta kurangnya

partisipasi masyarakat dan pihak swasta untuk bersama-sama melindungi

habitat ikan di laut secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi dalam hasil

perikanan yaitu (1) sebagian besar sarana dan prasarana tangkap yang

dipakai nelayan kapasitasnya kecil; (2) terbatasnya fishing ground dan

adanya over fishing; (3) besarnya biaya untuk budidaya air payau

(pengelolaan tambak) secara intensif; (4) banyaknya lahan tambak yang

ditinggalkan pemiliknya; (5) masih rendahnya pemahaman tentang

kelembagaan kelompok, manajemen permodalan sehingga nelayan berada

(42)

tingkat kesadaran masyarakat masih rendah terhadap pelestarian fungsi

laut dan pantai.

2.1.4 Sosial Budaya dan Politik

2.1.4.1 Sosial Budaya

Kehidupan masyarakat Kabupaten Probolinggo relatif rukun, toleran,

dan terbuka merupakan modal dasar untuk melaksanakan pembangunan

dan merealisasikan tujuan reformasi. Sikap menghargai perbedaan

pendapat secara kritis telah membudaya di masyarakat juga merupakan

modal dasar untuk mengembangkan pemerintahan yang baik dan bersih

(good and clean governance). Demikian pula karakateristik masyarakat

Kabupaten Probolinggo yang ulet, tegas, terbuka, dan lugas bila dikelola

dan disalurkan dengan baik merupakan modal dasar yang cukup besar

peranannya dalam pembangunan.

Masyarakat Probolinggo sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur

yang menghargai nilai-nilai adat dan budaya Jawa dan Madura serta

terbuka terhadap nilai-nilai positif yang datang dari luar, merupakan kondisi

yang sangat kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan mewujudkan

cita-cita reformasi. Meskipun masyarakat Probolinggo sebagian besar terdiri

dari Jawa dan Madura, kehidupan mereka relatif rukun dan damai dengan

warga.

Perubahan sosial tidak dapat dielakkan di tengah masyarakat yang

selalu dinamis. Nilai sosial yang yang ideal melekat pada masyarakat

(43)

yaitu rasa kolektifitas menjadi sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari.

Individu tidak bisa dengan leluasa berbuat tanpa ada kesepakatan kolektif

dalam mencapai tujuan hidupnya. Mereka tetap terikat dengan sebuah

kesadaran kolektif baik ditingkat keluarga maupun masyarakat. Disamping

itu terdapat sebagian kecil masyarakat lainnya yang sosial budayanya

masih diwarnai oleh sisa-sisa zaman kerajaan Majapahit, yaitu masyarakat

Tengger yang hidup di lereng gunung Bromo, Kecamatan Sukapura,

Sumber dan sekitarnya dengan sebagian besar penduduknya beragama

Hindu.

Sebagai daerah pesisir/pantai, sosial budaya masyarakat

Probolinggo telah mulai mengalami akulturasi. Keragaman budaya itu

menjadi kekayaan yang harus dilestarikan dan dikembangkan.

Permasalahan budaya yang dihadapi adalah semakin besarnya pengaruh

globalisasi yang berdampak pada perubahan sosial budaya lokal, yang bila

tidak diantisipasi dan dikendalikan tentunya akan berdampak pada nilai-nilai

sosial budaya lokal.

A. Agama

Selama ini pembangunan agama menunjukkan adanya peningkatan

kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

terpeliharanya kerukunan antar umat beragama serta meningkatnya

kesadaran dan peran aktif umat beragama. Hal ini ditandai dengan semakin

(44)

peribadatan, kegiatan keagamaan serta pelayanan dan penyelenggaraan

ibadah haji.

Pada tahun 2004 dari 1.043.967 jiwa penduduk Kabupaten

Probolinggo, tercatat 972.994 jiwa menganut Agama Islam. Sedangkan

agama lain dianut oleh sebagian kecil masyarakat. Agama Kristen

Protestan dipelukoleh 1.084 jiwa, Agama Katolik dipeluk oleh 1.285 jiwa,

Agama Hindu dipeluk oleh 15.456 jiwa dan Agama budha dipeluk oleh 243

orang.

Permasalahan yang masih memerlukan perhatian bersama adalah

pada sebagian masyarakat kehidupan beragama belum menggambarkan

penghayatan dan penerapan niai-nilai ajaran agama yang dianut, walaupun

disisi lain kerukunan antara umat beragama masih tetap terpelihara dengan

baik, sehingga diperlukan penghayatan terhadap norma-norma agama yang

telah dijalani dengan sepenuh hati. Oleh karena itu pembinaan kehidupan

umat beragama diposisikan sejajar dengan aspek-aspek pembangunan

lainnya, karena memiliki makna yang sangat strategis bagi suksesnya

pembangunan secara keseluruhan.

B. Pendidikan

Pembangunan di bidang pendidikan secara umum terus ditingkatkan

guna terciptanya masyarakat Indonesia yang berpendidikan untuk

mendukung pembentukan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas.

(45)

harus diimbangi dengan sarana fisik pendidikan dan tenaga guru yang

memadai.

Pada tahun 2004 rasio murid dan guru untuk TK dan SD meningkat

masing-masing menjadi sebesar 1:15 dari sebelumnya 1:18. Peningkatan

ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah sekolah, jumlah murid dan

jumlah guru. Sementara untuk SLTP dan SMA menurun dari 1:11 menjadi

1:14.

Indeks Pendidikan Kabupaten Probolinggo selama lima tahun

terakhir menunjukkan peningkatan, yang di tahun 2004 sebesar 2,18, dari

tahun 2003. Besarnya indeks pendidikan di tahun 2004 masih jauh lebih

rendah dari rata-rata Indeks Pendidikan Propinsi Jawa Timur yang sebesar

70,92, namun sudah lebih baik dari pada pencapain indeks tahun-tahun

sebelumnya. Angka indeks pendidikan ini dibentuk berdasarkan gabungan

antara Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), yang

proporsinya adalah dua per tiga dari AMH dan satu per tiga dari RLS.

Angka Melek Huruf (AMH) merupakan proporsi penduduk berusia 15

tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau

lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. AMH

Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus mengalami kenaikan

yang cukup signifikan. Besar AMH tahun 2004 sebesar 75,65 % meningkat

1,29 % dibandingkan tahun 2003. Angka ini sebenarnya masih tergolong

tinggi, karena masih ada sekitar 25 % penduduk dewasa yang buta huruf.

Pemerintah Kabupaten Probolinggo harus berpacu dengan keras agar

(46)

yang dimaksud adalah seluruh penduduk 15 tahun ke atas, termasuk usia

dewasa dan lansia. Membebaskan buta huruf dari penduduk usia sekolah

tentu berbeda dengan membebaskan buta huruf dari penduduk usia

dewasa dan lansia. Meningkatnya angka melek huruf menunjukkan bahwa

program-program pembangunan pendidikan yang telah di buat oleh

Pemerintah Kabupaten Probolinggo mulai memberikan hasil yang

signifikan. Program-program pendidikan ini terutama ditujukan pada

pemberian kesempatan yang lebih merata pada semua lapisan masyarakat

untuk menerima pendidikan.

Sementara itu, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dari pendidikan yang

ditempuh penduduk Kabupaten Probolinggo selama lima tahun terakhir

mengalami peningkatan, yang di tahun 2004 sebesar 5,24 meningkat 0,31

dari tahun 2003.

Indikator komposit pendidikan melalui AMH dan RLS merupakan

tingkatan kemajuan yang harus dicapai dalam taraf yang minimal. Asumsi

dasarnya adalah semakin lama orang belajar/ sekolah, semakin tinggi

kemampuan melek hurufnya dan semakin merata tingkat pendidikannya.

Hal ini berarti bahwa salah satu indikator kemajuan pembangunan tercapai

dengan signifikan.

Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu investasi dalam modal

manusia, karena pada hakekatnya investasi tersebut adalah pengorbanan

di masa kini untuk memperoleh keuntungan di masa depan. Proses

pendidikan itu sendiri melibatkan suatu bagian waktu, yang tentu saja

(47)

tidaklah berlebihan bila Kabupaten Probolinggo menempatkan sektor

pendidikan sebagai sektor prioritas selain kesehatan dan ketahanan

pangan.

Permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan, adalah (1)

pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu,

relevansi dan daya saing keluaran pendidikan; (3) tata kelola dan

akuntabilitas serta pencitraan publik ; (4) masih terbatasnya kebutuhan

sarana dan prasarana sekolah; dan (5) kemitraan dengan masyarakat dan

dunia usaha dalam proses belajar mengajar masih perlu ditingkatkan.

Pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan bidang kebudayaan.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang kebudayaan

adalah (1) masih terbatasnya pelaku/pemerhati seni dan budaya dalam

rangka pembinaan seni dan budaya; (2) dalam upaya pelestarian,

peningkatan dan pengembangan kebudayaan, belum mencapai hasil yang

optimal; (3) usaha pelestarian cagar budaya dan nilai budaya belum

optimal, dan (4) masih terbatasnya dukungan masyarakat dalam upaya

penggalian, penyusunan penelitian dan penulisan sejarah.

C. Kesehatan

Peningkatan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan

sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Secara umum banyaknya

fasilitas kesehatan di tahun 2004 tidak mengalami perubahan. Perubahan

hanya terjadi pada penambahan rumah sakit yang terdapat di Kecamatan

(48)

Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Probolinggo tidak

mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 2

buah Rumah Sakit di Kecamatan Kraksaan, Kecamatan Dringu , 33 buah

Puskesmas dan 87 Puskesmas Pembantu yang terdapat di setiap

Kecamatan. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan umumnya mengalami

peningkatan pada tenaga bidan dan perawat. Selain itu di tahun 2004

terjadi peningkatan jumlah apotik sebesar 14%.

Rata-rata lebih dari 90 % bayi di setiap Kecamatan telah diimunisasi.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah menyadari pentingnya

kesehatan khususnya imunisasi untuk bayi agar terjadi kekebalan tubuh

terhadap penyakit tertentu. Selain itu jumlah mengunjung Posyandu

meningkat dari 76,5 % di tahun 2004.

Jumlah pasangan usia subur (PUS) tercatat 229.330 orang, namun

yang menjadi peserta KB aktif sebanyak 165.666 atau sekitar 72,24 %. Jika

dibandingkan dengan tahun lalu, terjadi peningkatan peserta KB aktif

sebesar 2 %. Dari keseluruhan jenis alat kontrasepsi, tiga jenis alat

kontrasepsi yang diminati masyarakat, yang diamati dari tiga tertinggi

persentase pemakaian adalah suntik (31,55 %), pil (26,34 %) dan implant

(23,24 %).

Indeks Harapan Hidup (IHH) Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun

terakhir terus mengalami kenaikan yang cukup berarti. Besar IHH tahun

2004 sebesar 59,12. IHH dihasilkan dari Angka Harapan Hidup (AHH) yang

dibuat indeks dengan standar global dari UNDP dengan besaran AHH

Gambar

Gambar 1.1.

Referensi

Dokumen terkait

Yang menghadiri pembuktian kualifikasi adalah Direktur atau Kuasa Direktur yang namanya tercantum dalam akta pendirian perusahaan;.. Saudara menunjukkan dokumen asli dan

You can really open up to someone and show them the real you and not have to worry about rejection on the internet, after all you are just a faceless ghost, and if things don´t work

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah lulus Evaluasi Administrasi, Teknik, Harga dan Kualifikasi untuk paket pekerjaan tersebut di

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah lulus Evaluasi Administrasi, Teknik, Harga dan Kualifikasi untuk paket pekerjaan tersebut di

Maka dengan ini kami mengundang Bapak/Ibu untuk mengikuti Pembuktian Isian Kualifikasi pada :. 19 April

Letter writing campaigns: letter writing campaigns are a great tool it allows you to tell your leaders how you feel and gives them a good sense of how strong the American people

In early June, southern right whales leave their Antarctic feeding ground to frolic in the warmer waters of the Western Cape coast.. Here they mate, calve and generally hang

POKJA Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pekerjaan Pengadaan Belanja Modal Peralatan dan Mesin - Pengadaan Alat Kedokteran Bedah Instalasi Gas Medis Central pada Rumah Sakit