Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Probolinggo
1.4 Hubungan RPJP Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya
KONDISI, ANALISIS, DAN PREDIKSI KONDISI UMUM DAERAH 2.1 Kondisi dan Analisis
2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup 2.1.1.1 Geomorfologi
A. Letak Geografis dan Luas Wilayah B. Topografi
2.1.3 Ekonomi dan Sumberdaya Alam 2.1.3.1 Ekonomi
A. Industri B. Pariwisata 2.1.3.2 Sumberdaya Alam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Probolinggo 2.1.5.3 Listrik, Air Bersih, dan Drainase 2.1.6 Pemerintahan
VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1 Visi
3.2 Misi
3.3 Arah Pembangunan Daerah
3.3.1 Sasaran Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam
Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, lebih
mengutamakan pelaksanaan desentralisasi yang memberikan
keleluasaan dan sebagian besar kewenangan kepada daerah untuk
penyelenggaraan otonomi daerah, kewenangan untuk menentukan dan
melaksanakan kebijakan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi.
Terselenggaranya kepemerintahan yang baik dan bersih (good and
clean governance) merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita
bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat,
jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna,
berhasilguna, bersih, dan bertanggungjawab (akuntabel).
Pelaksanaan desentralisasi dilakukan dalam rangka
pengintegrasian Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Sistem
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam hal ini
setiap Pemerintah Daerah diwajibkan menyusun dokumen perencanaan
daerah, yang berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah
Kabupaten Probolinggo disusun dalam upaya mengantisipasi arah
pembangunan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun kedepan, yaitu
periode 2005 2025 berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip
kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta
kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
Nasional. Oleh karena itu, Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Probolinggo harus disusun secara terencana, terarah, terpadu,
sistematis, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan dengan
memperhatikan kondisi, potensi dan proyeksi kemampuan sumber daya
daerah, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, serta menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar fungsi pemerintahan
dan antara Daerah serta Pusat.
Dokumen RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo bersifat makro
yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah,
yang proses penyusunannya dilakukan secara partisipasif dengan
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo periode
2005 2025 adalah sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan
daerah guna mewujudkan visi,misi, tujuan, sasaran dan arah
pembangunan jangka panjang sesuai kewenangan daerah. RPJP Daerah
juga digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah dan penyusunan
pembangunan tahunan Kabupaten Probolinggo.
Sedangkan tujuan penyusunan RPJP Daerah Kabupaten
Probolinggo adalah:
1. Meningkatkan koordinasi antar pelaku pembangunan;
2. Menciptakan sinkronisasi dan sinergi antar fungsi dan antar daerah
baik di tingkat Kabupaten, Provinsi maupun Nasional;
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan;
4. Meningkatkan penggunaan sumber daya yang efektif, efisien,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan secara merata;
5. Menjaga keberlanjutan pembangunan yang dilaksanakan per-lima
tahunan.
1.3 Landasan Hukum
Landasan hukum dan operasional penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kabupaten Probolinggo
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara;
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara;
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pertanggungjawaban Keuangan Negara;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan
Daerah;
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 19 Tahun 2000
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Probolinggo
Tahun 2000 – 2010;
10.Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tahun
2005 Tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan
1.4 Hubungan RPJP Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya
Penggambaran keterkaitan RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo
dengan dokumen perencanaan lainnya mengacu pada Undang - Undang
Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 5, seperti ditunjukkan Gambar 1.1 berikut ini:
Gambar 1.1.
Keterkaitan RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo dengan dokumen perencanaan lainnya
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo periode 2005 - 2025
mengacu pada RPJP Nasional dan RPJP Provinsi Jawa Timur;
2. RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo disusun dengan
memperhatikan keterkaitan dengan dokumen-dokumen
perencanaan pembangunan lainnya baik dokumen milik pemerintah
3. RPJP Daerah Kabupaten Probolinggo merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program Kabupaten Probolinggo yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Propinsi Jawa Timur;
4. RPJM Daerah Kabupaten Probolinggo merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya
berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM
Nasional;
5. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu
pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas
pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
1.5 Sistematika Penulisan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah
Kabupaten Probolinggo disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan,
landasan hukum, hubungan RPJP Daerah dengan dokumen
BAB II : KONDISI, ANALISIS, DAN PREDIKSI KONDISI
UMUM DAERAH
Bab ini berisi tentang kondisi dan analisis dari
masing-masing aspek kehidupan seperti geomorfologi, lingkungan
hidup, demografi, ekonomi, sumberdaya alam, sosial
budaya, politik, prasarana dan sarana daerah, pemerintahan,
serta tata ruang dan kewilayahan dengan menyertakan
prediksi kondisi umum daerah.
BAB III : VISI, MISi, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH
Bab ini berisi tentang visi, misI, dan arah pembangunan
daerah Kabupaten Probolinggo dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang yang ingin dicapai
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi tentang penegasan kembali pentingnya RPJP
Daerah sebagai pedoman bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah
BAB II
KONDISI, ANALISIS
DAN PREDIKSI KONDISI UMUM DAERAH
2.1 Kondisi dan Analisis
2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup
2.1.1.1 Geomorfologi
A. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu Kabupaten yang
terletak di Provinsi Jawa Timur berada pada posisi 7º40΄ - 8º10΄ Lintang
Selatan (LS) dan 112º50΄ - 113º30΄ Bujur Timur (BT), dengan luas wilayah
mencapai 1.696,17 km2. Batas-batas wilayah Kabupaten Probolinggo,
adalah:
- Sebelah Utara (7º40΄ LS) : Selat Madura.
- Sebelah Timur (113º30΄ BT) : Kabupaten Situbondo.
- Sebelah Barat (80º10΄ LS) : Kabupaten Pasuruan.
- Sebelah Selatan (112º50΄ BT) : Kabupaten Lumajang dan Kabupaten
Jember.
- Sedangkan di sebelah Utara bagian tengah terdapat Daerah Otonom,
yaitu Kota Probolinggo.
Dari luas wilayah yang ada, pemanfaatan paling besar 513,80 Km
untuk tegal, 426,46 Km2 untuk hutan dan 373,13 Km2 untuk persawahan.
permukiman, perkebunan, tambak/kolam, sempadan sungai dan
pantai. Dalam jangka waktu 20 tahun yang akan datang distribusi
pemanfaatan tata ruang ini bisa berubah dengan adanya peningkatan
kebutuhan permukiman dengan perkembangan jumlah penduduk, untuk
kawasan industri (manufaktur maupun jasa) yang bisa mendesak turunnya
proporsi untuk pertanian. Dengan demikian perlu dipikirkan kualitas dari
rencana tata ruang yang lebih baik serta diterapkannya perundangan
penataan ruang sebagai payung kebijakan pemanfaatan ruang bagi semua
sektor. Oleh karena jika terjadi perubahan tata guna lahan perlu mengikuti
perencanaan tata ruang daerah/wilayah Kabupatan Probolinggo sampai 20
tahun kedepan.
B. Topografi
Secara topografi Kabupaten Probolinggo mempunyai ciri-ciri fisik
yang menggambarkan kondisi geografis terdiri dari dataran rendah pada
bagian Utara, lereng-lereng gunung pada bagian Tengah dan dataran tinggi
pada bagian Selatan dengan tingkat kesuburan dan pola penggunaan tanah
yang berbeda. Kabupaten Probolinggo terletak di lereng gunung-gunung
membujur dari Barat ke Timur, yaitu Gunung Semeru, Gunung Argopuro,
Gunung Tengger dan Gunung Lamongan. Kabupaten Probolinggo terletak
pada ketinggian 0 – 2500 m di atas permukaan laut dengan temperatur
rata-rata 27ºC - 30ºC, sedangkan bagian Selatan yaitu Kecamatan
Sukapura, Sumber, Tiris dan Krucil udaranya relatif bertemperatur rendah.
dari ledakan gunung berapi yang berupa pasir dan batu, lumpur bercampur
dengan tanah liat yang berwarna kelabu kekuning-kuningan. Sifat tanah
semacam ini mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan sangat cocok untuk
jenis tanaman sayur-sayuran (hortikultura) seperti di sekitar pegunungan
Tengger yang mempunyai ketinggian antara 750 – 2.500 m di atas
permukaan laut. Meskipun demikian perlu diwaspadai kemungkinan terjadi
bencana meletusnya gunung berapi, mengingat gunung Semeru masih aktif
dan kadang kala menyemburkan pasir seperti hujan pasir yang dapat
dirasakan juga oleh masyarakat Kabupaten Probolinggo.
Tanah yang membujur dari Barat ke Timur di bagian Selatan yang
berada di kaki pegunungan Argopuro dan berketinggian antara 150 – 750 m
di atas permukaan laut sangat cocok untuk tanaman kopi, buah-buahan
seperti durian, alpukat dan mangga. Wilayah Kecamatan yang sangat tepat
untuk tanaman buah-buahan ini adalah Kecamatan Krucil dan Tiris.
Kabupaten Probolinggo memang terkenal dengan buah mangga yang
merupakan tanaman musiman, sehingga kalau sedang musim, produksi
buah mangga sangat melimpah. Oleh karena buah ini tidak tahan lama,
maka perlu dipikirkan upaya untuk menggunakan buah mangga sebagai
bahan dasar untuk membuat berbagai makanan dan minuman yang
mempunyai nilai jual lebih tinggi, seperti selai, kripik, jus, dan dodol.
Bentuk permukaan daratan di kabupaten Probolinggo diklasifikasikan
1. Dataran rendah dan tanah pesisir dengan ketinggian 0 - 100 m diatas
permukaan air laut, daerah ini membentang di sepanjang pantai
Utara mulai dari Barat ke arah Timur. Dengan demikian keberadaan
laut tersebut cukup potensi untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat, namun juga perlu mengamankan wilayah pesisir pantai
supaya tidak terjadi abrasi, yaitu dengan cara menanami bakau
sepanjang tepi pantai dan tidak diperkenankan adanya reklamasi
untuk lahan bangunan.
2. Daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 - 1.000 m diatas
permukaan air laut, daerah ini terletak di wilayah bagian Tengah
sepanjang kaki Gunung Semeru dan Pegunungan Tengger serta
pada bagian Utara sisi bagian Timur sekitar Gunung Lamongan.
3. Daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 1.000 m dari
permukaan air laut, daerah ini terletak di sebelah Barat Daya yaitu
sekitar Pegunungan Tengger dan di sebelah Tenggara yaitu disekitar
Pegunungan Argopuro.
Kondisi yang bervariasi tersebut telah memperkaya sumberdaya
alam, baik yang terdapat di darat, laut, dan udara dalam bentuk
keanekaragaman flora, fauna, sumberdaya mineral, dan sumberdaya air
yang diharapkan dapat didayagunakan secara optimal, bertanggung jawab
dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan pola penggunaan tanah menggambarkan mayoritas
untuk lahan pertanian dan sebagian untuk permukiman dan industri. Namun
prakteknya terjadi perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai
peruntukkannya.
Selain itu di Kabupaten Probolinggo juga terdapat kawasan rawan
bencana berupa tanah longsor, seperti kawasan pantai, tanah gundul di
kawasan hutan lindung dan kawasan berkelerengan lebih dari 40 %. Hal ini
perlu diantisipasi supaya tidak menimbulkan bencana dikemudian hari.
Dengan demikian, sebagian besar daratan digunakan untuk
penyediaan pangan dan kegiatan pertanian lainnya, hal ini menunjukkan
bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor andalan masyarakat
Kabupaten Probolinggo.
C. Hidrologi
Menurut Dinas Pengairan Kabupaten Probolinggo, terdapat 25
sungai yang mengalir di wilayah Kabupaten Probolinggo. Sungai terpanjang
adalah Rondoningo dengan panjang 95,2 km sedangkan sungai terpendek
adalah Afour Bujel dengan panjang hanya 2 km. Sungai yang paling lebar
adalah sungai Pancarlagas dengan lebar 50 m dan panjang 85,70 Km.
Sungai-sungai yang mempunyai debit air terkecil adalah sungai Pekalen
dengan debit 3.300 (ml/dt), panjang 35,10 Km dan lebar 35 m serta baku
lahan paling luas diairi 6.983 Ha. Sementara itu, terdapat areal irigasi yang
cukup luas, yaitu 35.031 Ha, sehingga membuka peluang bagi petani untuk
meningkatkan hasil produksinya. Namun untuk mempertahankan kondisi
tergantung pada kemampuan tangkapan air di musim hujan dan kondisi
hutan di daerah hulu sungai. Untuk keperluan tersebut pemeliharaan sungai
perlu lebih diperhatikan, jangan sampai sempadan sungai dimanfaatkan
untuk kegiatan yang tidak selayaknya, misalnya adanya bangunan hunian di
kawasan yang seharusnya untuk peruntukan tanaman.
Selain sungai, di Kabupaten Probolinggo juga terdapat Danau/Ranu,
yaitu Danau/Ranu Segaran, Danau/Ranu Agung, dan Danau/Ranu Gedang,
yang sampai saat ini belum didayagunakan sebagaimana mestinya.
Danau/Ranu tersebut dapat meningkatkan aset Kabupaten Probolinggo jika
dikelola dengan baik yaitu dapat digunakan sebagai daerah wisata maupun
untuk budidaya perikanan air tawar.
D. Klimatologi
Lokasi Kabupaten Probolinggo yang berada di sekitar garis
khatulistiwa berarti daerah ini mengalami perubahan iklim dua jenis setiap
tahun, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Untuk musim kemarau
berkisar pada bulan April hingga bulan Oktober dengan rata-rata curah
hujan ± 29,5 mm per hari hujan, sedangkan musim penghujan dari bulan
Oktober hingga April dengan rata-rata curah hujan ± 229 mm per hari hujan.
Curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Desember sampai dengan
Maret dengan rata-rata ± 360 mm per hari hujan. Melihat rentang curah
hujan yang sangat besar perlu diwaspadai timbulnya banjir pada
terdapat musim pancaroba yang biasanya ditandai dengan tiupan angin
kering yang cukup kencang yang biasa disebut Angin Gending.
2.1.1.2 Lingkungan Hidup
Pembangunan bidang lingkungan hidup diarahkan untuk
meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan. Untuk
mewujudkan arah pembangunan bidang lingkungan hidup tersebut
ditetapkan strategi dan prioritas pembangunan bidang lingkungan hidup,
yaitu pengendalian dan pemulihan pencemaran udara, tanah, air pada
daerah yang memiliki industri bsar dan sedang sampai ke hilir.
Pembangunan yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia termasuk
di Kabupaten Probolinggo masih sering mengutamakan pencapaian tujuan
jangka pendek dan kurang mempertimbangkan keberlanjutannya dan
adanya daya dukung lingkungan. Keinginan untuk memperoleh keuntungan
ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan eksploitasi sumberdaya
alam (SDA) secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas
SDA dan lingkungan hidup termasuk terjadinya konflik pemanfaatan ruang
untuk berbagai peruntukannya. Penyebab terjadinya permasalahan tersebut
adalah (1) pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum
menggunakan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi dan
sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah; (2) pemanfaatan
dan pengendalian tata ruang yang tidak konsisten, dan (3) belum adanya
kesepahaman serta komitmen antar pelaku pembangunan dalam
Pengelolaan lingkungan hidup di wilayah pedesaan kabupaten
Probolinggo yang diarahkan melalui lima macam pengembangan, yaitu (1)
pengembangan agropolitan terutama bagi kawasan yang berbasis
pertanian; (2) peningkatan kapasitas SDM di pedesaan khususnya dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya; (3) pengembangan jaringan
infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan pedesaan dalam
upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial, dan ekonomi yang
komplementer serta saling menguntungkan; (4) peningkatan akses
informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan
teknologi serta (5) pengembangan social capital dan human capital yang
belum tergali potensinya, sehingga kawasan pedesaan tidak semata-mata
mengandalkan sumberdaya alamnya saja.
Permasalahan yang dihadapi dari sektor lingkungan hidup, antara
lain (1) terbatasnya SDM aparatur yang berkualifikasi lingkungan hidup; (2)
adanya instrumen kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang belum
dapat diterapkan secara menyeluruh; (3) masih rendahnya kesadaran
masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup; (4)
belum optimalnya peran organisasi lingkungan hidup; (5) terjadinya
fenomena pembangunan oleh masyarakat yang tidak serasi dengan
rencana tata ruang, dan (6) masih adanya pelanggaran di bidang
sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sedangkan permasalahan yang
berkaitan dengan lingkungan hidup lainnya dibedakan menjadi pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup. Penyebab terjadinya pencemaran
Kabupaten Probolinggo telah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), namun demikian pada beberapa industri (pada saat tertentu) pernah
terjadi kualitas air limbahnya untuk beberapa parameter masih diatas
ambang baku mutu, antara lain pabrik tahu dan pabrik gula; (2) aktivitas
pembuangan air limbah dan sampah domestik ke sungai. Sedangkan
penyebab terjadinya kerusakan lingkungan hidup, antara lain (1)
penebangan mangrove secara liar; (2) perusakan mangrove oleh pada
pencari cacing rofus; (3) aktivitas penambangan Bahan Galian Golongan C
yang tidak berwawasan lingkungan; (4) aktivitas penangkapan ikan dengan
menggunakan jaring pukat harimau yang menyebabkan kerusakan terumbu
karang; (5) aktivitas pengangkutan batu bara PLTU yang menimbulkan
ceceran di pantai secara akumulatif berpotensi mengganggu kehidupan
terumbu karang; (6) aktivitas produksi biomasa tanaman semusim pada
lahan dengan kelerengan > 45 % tanpa diikuti usaha konservasi lahan
(terasering).
Berkaitan dengan upaya pengelolaan lingkungan hidup, Kabupaten
Probolinggo terpisah menjadi beberapa kawasan yaitu kawasan budidaya,
kawasan lindung dan kawasan rawan bencana. Terdapat juga satu
kawasan yang disebut dengan kawasan khusus, yaitu kawasan PLTU
Paiton, kawasan Pulau Gili Ketapang dan kawasan hortikultura (mangga
estate). Luas kawasan khusus ini adalah 1.550,00 Ha atau 0,91 % dari luas
A. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya
alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Klasifikasi kawasan
budidaya meliputi kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan dengan jenis
peruntukan hutan 426,46 Km2, tegalan 513,80 Km2, serta persawahan
373,13 Km2. Sedangkan lahan permukiman yang merupakan kawasan
terbangun hanya meliputi 147,74 Km2 dari seluruh luas lahan. Pengaturan
zoning kawasan budidaya diarahkan untuk mengendalikan perkembangan
pemanfaatan ruang yang cenderung dapat berpengaruh negatif terhadap
lingkungan sekitar. Pengaturan zoning kawasan budidaya ini mencakup
pengembangan lokasi/kawasan industri, kawasan pertanian, kawasan
pariwisata, kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan. Arah
pengembangan perindustrian direncanakan menyebar. Pengendalian untuk
kawasan ini dilakukan secara ketat agar tidak menimbulkan masalah
lingkungan (pencemaran). Pengembangan untuk kawasan ini hanya
diizinkan untuk kegiatan penunjang industri. Antara industri dan kegiatan
penunjang diberi jalur hijau yang berfungsi sebagai pemisah (barrier) dan
KDB maksimum sebesar 40 % dari tanah yang dimiliki.
Pengaturan zoning kawasan pertanian yang terdiri pertanian basah
dan pertanian kering adalah (1) untuk sawah pertanian basah perubahan
tidak boleh melebihi 50 % dari tanah yang ada di setiap kecamatan; (2)
untuk pertanian kering peralihan diijinkan untuk kegiatan yang memberi nilai
perkebunan peralihan fungsinya diizinkan maksimum 5 % dari luas wilayah
perkebunan yang ada.
Pengaturan zoning kawasan pariwisata pada berbagai wilayah
kecamatan perlu dilakukan peningkatan pelayanan atas kondisi dan
keindahan wisata tanpa perubahan fungsi. Sementara itu pengaturan
zoning kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan dikembangkan
sesuai dengan peran dan fungsinya yaitu konsep fleksibel zoning bagi
kawasan yang rawan perubahan dan mempunyai fungsi yang sangat
penting, sedangkan pada kawasan lainnya menggunakan konsep fixed
zoning.
B. Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Salah satu
kawasan lindung yang perlu terus menerus dimantapkan adalah kawasan
suaka alam. Kawasan ini di Kabupaten Probolinggo telah ditetapkan sesuai
dengan arahan RTRW Provinsi Jawa Timur. Pada dasarnya pemantapan
kawasan ini bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan melindungi biota,
ekosistem, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Perlindungan kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka
margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah
Kawasan suaka alam selain untuk mempertahankan kelestarian
alam, juga berperan dalam pengembangan dunia ilmu pengetahuan dan
kegiatan wisata. Kegiatan ini tetap harus dipertahankan berdasarkan pada
konsepsi menjaga kawasan suaka alam, termasuk kawasan suaka alam
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Pengaturan zoning kawasan lindung dikendalikan secara ketat
sesuai dengan kondisi dan penambahan fungsi kawasan tersebut antara
lain (1) kawasan suaka alam dan pelestarian tidak ada perubahan fungsi,
sedangkan luas kawasan serta kegiatan tambahan berupa bangunan hanya
diizinkan untuk menunjang pariwisata; (2) kawasan hutan lindung mutlak
tidak diizinkan adanya perubahan fungsi kawasan selain hanya untuk
kawasan lindung; (3) kawasan lindung yang terdapat kawasan terbangun
penunjang pariwisata yang memiliki kelerengan tanah tinggi dibatasi
pengembangannya, kawasan ini dimanfaatkan sebagai kawasan wisata
alam dan (4) kondisi pemanfaatan ruang di sepanjang daerah aliran sungai
pada sebagian kawasan telah dimanfaatkan untuk pertanian, permukiman
atau pemanfaatan bahan galian pasir. Untuk melindungi kawasan ini, maka
kawasan yang belum digunakan sebagai kawasan budidaya harus tetap
dipertahankan dan tidak boleh terjadi perubahan fungsi.
Masalah yang timbul di dalam kawasan hutan lindung yang
terbentang di sepanjang aliran sungai adalah adanya perambahan hutan,
pemanfaatan hutan lindung menjadi tanah pertanian dan atau pemukiman
Pelestarian lingkungan hidup melalui pengaturan kawasan, terutama
untuk kawasan lindung dilakukan untuk tetap dapat mempertahankan
kelestarian alam, pengendalian dan pencemaran udara, tanah, dan air.
Pengendalian tersebut perlu terus menerus dipantau, agar kualitas
lingkungan hidup di Kabupaten Probolinggo terjaga.
C. Kawasan Rawan Bencana
Penetapan kawasan rawan bencana di Kabupaten Probolinggo
bertujuan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan
manusia itu sendiri. Bencana yang dimaksudkan berupa tanah longsor,
termasuk didalamnya adalah wilayah rentan yaitu daerah-daerah yang
memiliki tingkat erosi tinggi, kawasan pantai dan tanah gundul di kawasan
hutan lindung, serta kawasan bersudut lereng lebih dari 40 %. Kawasan
rawan bencana lainnya meliputi kawasan rawan gerakan tanah, rawan
letusan gunung berapi, rawan gempa bumi, dan rawan angin topan.
Kawasan rawan bencana erosi pada umumnya terdapat di bagian
wilayah Selatan yang merupakan daerah dataran tinggi. Berdasarkan
sumber yang berasal dari Kantor Pertanahan Kabupaten Probolinggo
bahwa daerah yang memiliki tingkat kemiringan tanah lebih dari 40 % cukup
tinggi, yaitu seluas 35 % dari seluruh luas daerah Kabupaten Probolinggo.
Masalah yang bisa timbul untuk kawasan rawan bencana adalah
adanya ancaman erosi untuk 40 % luas daerah Kabupaten Probolinggo
2.1.2 Demografi
Penduduk Kabupaten Probolinggo sebagian besar berasal dari suku
Madura karena wilayah Kabupaten Probolinggo adalah daerah pantai yang
sebagian besar hidup sebagai nelayan. Berdasarkan sebaran penduduk
menunjukkan 72,6 % tinggal di pedesaan sedangkan sisanya sebesar 27,4
% tinggal di perkotaan.
Berdasarkan hasil susenas tahun 2000, Kabupaten Probolinggo
memiliki penduduk sebesar 1.004.967 jiwa jiwa dengan pertumbuhan
penduduk sebesar 0,95% dan hasil survey Sosial dan Ekonomi Nasionan
(Susenas) Tahun 2004, jumlah penduduk menjadi sebesar Rp. 1.043.971
Jiwa yang berarti laju penduduk sebesar 0,96%.
Kondisi ini diikuti pula dengan peningkatan tingkat kepadatan
penduduk sebesar 3,8 % pada tahun 2004. Peningkatan laju pertumbuhan
penduduk dan kepadatan penduduk disamping karena penambahan angka
kelahiran juga disebabkan oleh migrasi dari daerah sekitarnya, karena
Probolinggo merupakan pusat Wilayah Pembangunan (WP) Probolinggo –
Lumajang. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,96 % per tahun,
maka diperkirakan dalam jarak waktu 20 tahun ke depan akan bertambah
sebesar 25 %. Dengan bertambahnya jumlah penduduk sebesar 270.000
(angka kelahiran tetap) berarti kebutuhan perumahan bertambah sebanyak
± 70.000 unit, penyediaan air bersih juga ikut bertambah dan demikian pula
perlu adanya penciptaan lapangan pekerjaan baru, karena bertambahnya
proporsi penduduk usia produktif pada periode tersebut. Meningkatnya
proporsional akan menimbulkan semakin tingginya tingkat pengangguran
dan kemiskinan.
Salah satu cara untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan
adalah melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM didefinisikan
sebagai indeks komposit yang disusun dari tiga indikator, yaitu lama hidup
yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir, pendidikan yang
diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf
penduduk usia 15 tahun ke atas dan standar hidup yang di ukur dengan
pengeluaran per kapita (PPP Rupiah). IPM sebagai nilai komposit dapat
menunjukkan seberapa besar tingkatan pembangunan manusia dapat
dicapai. Selain itu IPM juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan
bagi perencanaan pengembangan peningkatan sumberdaya manusia
(SDM).
IPM Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus
mengalami kenaikan yang cukup berarti. Besar IPM tahun 2004 sebesar
58,53. Peningkatan ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan
pembangunan manusia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda membaik,
yang hal ini tidak terlepas dari kontribusi komponen penentunya, yaitu
Indeks Harapan Hidup sebesar 59,12, Indeks Pendidikan sebesar 60,53,
dan Indeks Daya Beli Masyarakat sebesar 55,93. Namun, IPM Kabupaten
Probolinggo masih lebih kecil dari IPM Jawa Timur yang besarnya 64,49.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya pemberdayaan
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kabupaten Probolinggo
dalam angka, jumlah murid yang menempuh pendidikan (SD, SMA, dan
SMA) semakin meningkat yang diikuti dengan peningkatan rasio guru dan
murid. Sementara itu apabila ditinjau dari kesehatan, ditunjukkan bahwa
terdapatnya penurunan balita dan ibu melahirkan.
Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kependudukan
adalah persebaran penduduk yang tidak merata bahwa sebagian besar
penduduk dengan kepadatan tinggi tinggal di sekitar perkotaan, sedangkan
penduduk dengan kepadatan rendah tinggal di daerah pedesaan. Hal ini
menimbulkan permasalahan bagi pembangunan wilayah yaitu terjadi
ketidakseimbangan pertumbuhan pembangunan antara daerah pusat kota
dengan daerah pedesaan. Tantangan kependudukan untuk tahun 2005
adalah pengendalian laju pertumbuhan penduduk, pemerataan persebaran
penduduk, kualitas penduduk, serta penyediaan sarana dan prasarana
untuk menunjang kehidupan penduduk.
Struktur penduduk berdasarkan jumlah pencari kerja pada tahun
2004 tercatat 1.061 orang yang terdiri dari laki-laki 569 orang dan
perempuan 492 orang. Jumlah pencari kerja ini sebatas yang terekam
lewat kantor tenaga kerja. Diyakini jumlah pencari kerja sebenarnya lebih
besar dari angka tersebut karena banyak yang tidak mendaftar ke kantor
tenaga kerja. Dibandingkan dengan tahun 2003 jumlah pencari kerja ini
mengalami kenaikan yang cukup tajam, yaitu 60 %. Jumlah lowongan
yang tersedia untuk Tahun 2004 hanya 145 orang atau turun sebesar 326%
hanya mencapai 2,19% dari seluruh pencari kerja dengan kata lain
mengalami penurunan sekitar 5% dibanding Tahun lalu.
Berdasarkan struktur umur dengan pertumbuhan rata-rata usia
produktif 0,21 % pertahun, penduduk usia produktif pada tahun 2025
diproyeksikan akan mencapai 994.232 penduduk atau sekitar 82 % dari
jumlah penduduk pada tahun 2025. Jumlah ini lebih tinggi dari perkiraan
penduduk usia produktif Indonesia sebesar 40 %. Jumlah ini
mengindikasikan terjadinya pertumbuhan penduduk usia produktif, sehingga
penanganan untuk penyediaan kesempatan kerja harus mendapat
perhatian lebih besar karena adanya kecenderungan peningkatan usia
produktif yang masuk pasar kerja.
Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2004 di Kabupaten
Probolinggo terdapat 138.382 Rumah Tangga Miskin (RTM) dengan jumlah
anggota rumah tangga sebanyak 421.795 jiwa. Adapun kecamatan yang
memiliki jumlah rumah tangga miskin terbesar yaitu kecamatan besuk
terdapat 11.087 RTM dengan jumlah anggota sebanyak 32.306 jiwa. Hal ini
menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo masih diperlukannya
penanganan lebih intensif yang dilakukan secara berkala untuk mengatasi
masalah kemiskinan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat, karena hal ini berkaitan dengan masalah mutu sumberdaya
manusia (SDM), hak asasi manusia (HAM) dan pemerataan kesejahteraan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang
kependudukan antara lain (1) tingginya laju pertumbuhan penduduk; (2)
kesadaran masyarakat untuk memiliki dokumen penduduk (KTP, KK,
akta-akta Catatan Sipil) masih rendah.
2.1.3 Ekonomi dan Sumberdaya Alam
2.1.3.1 Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan gambaran dari
aktifitas perekonomian masyarakat di Kabupaten Probolinggo yang juga
digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan
pembangunan. Berdasarkan indikator Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000, pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Probolinggo sampai Tahun 2004 mengalami
pertumbuhan sebesar 4,51% dengan PDRB atas dasar harga konstan
mencapai Rp. 4.894.000.000,9. Namun dibandingkan dengan kondisi
sebelum krisis ekonomi pertumbuhan ini masih belum kembali seperti
semula
Sementara itu indikator pertumbuhan ekonomi lainnya dapat di ukur
melalui pendapatan regional perkapita yang menunjukkan peningkatan
dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu dari Rp. 3.846.065,99 pada
tahun 2000 menjadi Rp. 5.925.277,24 pada tahun 2004. Berdasarkan
trend yang ada, PDRB untuk lima tahun ke depan diperkirakan masih akan
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,23 % per tahun. Sedangkan
untuk pendapatan perkapita ADHB diharapkan tumbuh rata-rata sebesar
Selanjutnya berdasarkan ADHB, sektor pertanian menyumbang
sekitar 33,81 % dari total nilai PDRB Kabupaten yang diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 24,73 % sedangkan sektor paling
kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,01 %.
Pemerintah Kabupaten Probolinggo selalu berusaha meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memacu penggalian sumber
keuangan baru secara intensif, wajar dan tertib agar dana pembangunan
tidak terlalu tergantung dari Pemerintah Pusat. Secara umum PAD dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan jika pada tahun 2003 sebesar Rp.
23.705.403.724,18 menjadi sebesar Rp. 19.561.775.961,05 pada tahun
2004 yang disebabkan adanya perubahan obyek pajak. Apabila
dibandingkan dengan besarnya APBD Tahun 2004 yang sebesar Rp.
347.004.328.154 maka kontribusi PAD sebesar 5,52%. Sehingga keuangan
Kabupaten Probolinggo masih dapat dikatakan masih bergantung pada
Pemerintah Pusat.
Apabila ditinjau dari besarnya angka Daya Beli Masyarakat (DBM)
tercermin masih kurang kuatnya permintaan barang dan jasa yang di
dorong oleh peningkatan pengeluaran oleh para pelaku ekonomi, tetapi
secara umum pengeluaran kebanyakan masih cenderung terserap pada
konsumsi bukan pada investasi. DBM Kabupaten Probolinggo selama lima
tahun terakhir mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan nilai
pendapatan dan pengeluaran per kapita penduduk dan inflasi mata uang
rupiah. Besarnya DBM Kabupaten Probolinggo tahun 2004 adalah Rp
dibandingkan dengan angka rata-rata DBM di Propinsi Jawa Timur sebesar
Rp. 1.756.200,- per kapita per tahun, menunjukkan bahwa DBM Kabupaten
Probolinggo sudah lebih baik. Hal ini diperkuat dengan besarnya Ideks
Daya Beli (IDB) Kabupaten Probolinggo tahun 2004 yang besarnya 58,56
masih lebih tinggi dari IDB Propinsi Jawa Timur.
Mencermati Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Probolinggo menunjukkan bahwa realisasi anggaran
pendapatan melebihi rencana yang telah ditargetkan di tahun 2004, dengan
besar rencana Rp. 344.821.879.000,- dan realisasi sebesar Rp.
345.887.858.145,05,-. Disamping itu anggaran belanja mengalami surplus,
yang berarti tingkat pendapatan melebihi jumlah yang dibelanjakan.
Walaupun demikian perlu dicatat bahwa surplus ini terjadi karena ada
sebagian kegiatan yang tidak terselesaikan sesuai dengan waktu yang
ditetapkan. Apabila kegiatan tersebut bersifat kegiatan investasi Pemerintah
berarti surplus tersebut justru kurang membantu pertumbuhan ekonomi
daerah.
A. Industri
Berdasarkan hasil survei industri yang dilakukan Badan Pusat
Statistik (BPS), terjadi peningkatan jumlah perusahaan, tercatat 14 Industri
Besar dengan penyerapan tenaga kerja ± 1400 orang, 41 industri sedang
dengan penyerapan tenaga kerja 2.500 orang. Tiga jenis industri utama di
Kabupaten Probolinggo adalah industri kerajinan umum (39 %) diikuti oleh
Industri kerajinan merupakan jenis industri unggulan dari Kabupaten
Probolinggo, sehingga keberadaannya perlu untuk tetap dipertahankan.
Kerajinan kayu dalam bentuk mebelair memiliki nilai jual yang tinggi
terutama untuk pasar ekspor, karena memiliki kekhasan tersendiri, baik
dilihat bahan bakunya, yaitu umur kayu dan jenis kayu yang dipergunakan
maupun desain hasil produksinya.
Pengelolaan industri kerajinan diarahkan pada peningkatan kualitas
hasil produksi kerajinan, peningkatan usaha kelompok pengrajin dengan
fasilitas kredit lunak, penyebarluasan informasi pemasaran kepada
kelompok usaha. Sedangkan pengelolaan industri pengolahan diarahkan
pada penyiapan kawasan lokalisasi industri berorientasi pengolahan hasil
pertanian, peningkatan dan penggunaan teknologi pengolahan yang bebas
polusi.
Selama periode lima tahun terakhir investasi mengalami peningkatan
rata sebesar 5,3 % per tahun. Sedangkan produksi meningkat
rata-rata sebesar 1,7 % per tahun. Untuk masing-masing sektor peningkatan
yang terjadi adalah (1) Industri mesin, logam dan kimia untuk industri kecil
formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,3 % per tahun; (2)
Industri mesin, logam dan kimia untuk industri kecil non formal mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 3,3 %; (3) Industri Aneka untuk industri kecil
formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,2 %; (4) Industri Aneka
untuk industri kecil non formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,6
%, (5) Industri hasil pertanian dan kehutanan untuk industri kecil formal
Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa sektor formal
mengalami kenaikan lebih besar daripada sektor non formal. Selain itu,
industri kecil juga mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan
industri menengah dan besar.
Jumlah industri kecil selama kurun waktu lima tahun terakhir
mengalami kenaikan rata-rata 3,8 %. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja yang
terserap pada sektor industri kecil mengalami kenaikan rata-rata 3,3 %
selama lima tahun terakhir. Kondisi Industri yang masuk kriteria baik
mengalami kenaikan rata-rata 1,5 % per tahun. Industri yang masuk kriteria
cukup, mengalami kenaikan rata-rata 17,4 %.
Walaupun perkembangan industri cukup menggembirakan, beberapa
masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah yang berkaitan
dengan pasar yaitu produk yang dihasilkan masih berorientasi pada pasar
lokal, lemahnya inovasi-inovasi dalam networking (jejaring) yang justru
dituntut untuk memasuki pasar global dan masih sedikitnya pemanfaatan
komunikasi pasar melalui internet.
B. Pariwisata
Probolinggo mempunyai banyak obyek wisata, diantaranya Gunung
Bromo, air terjun Madakaripura, Pulau Giliketapang dengan taman lautnya,
Pantai Bentar, Arung Jeram, Danau Ronggojalu, Ranu Segaran, dan
Sumber Air Panas yang terletak di Desa Tiris serta Candi Ketapang dan
Candi Jabung yang mencerminkan kejayaan masa lalu. Selain itu
diantaranya Kerapan Sapi, Tarian Kuda Kencak, Tari Kiprah Glipang, Tari
Slempang, Tari Pangore, Tari Rondojalu, dan seni budaya masyarakat
Tengger (Hari Raya Kasada).
Jumlah wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Probolinggo
menurun sebesar 16 % tahun 2003-2004 baik untuk wisatawan domestik
maupun wisatawan mancanegara. Tujuan wisatawan sebanyak 64 % ke
Gunung Bromo, 32 % ke Gunung Bentar, 3,5 % ke Ronggojalu, dan 0,3 %
ke Air Terjun Madakaripura.
Penurunan jumlah wisatawan saat ini lebih disebabkan oleh adanya
lumpur Lapindo yang mengakibatkan sektor perekonomian Jawa Timur
mengalami penurunan yang tidak hanya di alami oleh Kabupaten
Probolinggo saja melainkan juga Kota dan Kabupaten lainnya di Jawa
Timur. Selama ini jalur pariwisata (road map) wisatawan nusantara maupun
wisatawan mancanegara mempunyai rute jalur pariwisata
Surabaya-Malang-Probolinggo-Bali. Namun sekarang rute pariwisata tersebut
dialihkan menjadi Surabaya-Malang-Denpasar, dengan memakai jalur
penerbangan.
Beragamnya obyek wisata di Kabupaten Probolinggo belum
ditunjang dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai salah
satunya adalah sarana akomodasi. Beberapa permasalahan yang dihadapi
adalah (1) terbatasnya sarana dan prasarana pariwisata utamanya pada
kawasan-kawasan wisata selain Gunung Bromo; (2) keterbatasan
kurangnya pemeliharaan, pelestarian dan pengembangan pariwisata
daerah.
2.1.3.2 Sumberdaya Alam
A. Sumberdaya Alam Tidak Terbarukan
Sumberdaya alam tidak terbarukan yang dimiliki oleh Kabupaten
Probolinggo berupa bahan-bahan tambang meliputi sirtu (pasir/tanah dan
batu-batuan). Kawasan pertambangan adalah kawasan yang mempunyai
potensi untuk usaha pertambangan yang meliputi pertambangan
bahan-bahan galian golongan C. Berdasarkan data dari Dispenda Kabupaten
Probolinggo terdapat beberapa hasil tambang di Kabupaten Probolinggo
yaitu batu gunung, pasir, tanah urug, dan pasir/krikil batu. Luas areal
tambang batu gunung pada tahun 2001 adalah 61 Ha dan menurun menjadi
57 Ha pada tahun 2004. Penurunan ini diikuti dengan menurunnya jumlah
produksi sebesar 0,77 %. Tambang pasir yang dimiliki juga mengalami
penurunan hasil produksi sebesar 0,45 % dari tahun 2002 ke tahun 2004.
Kemudian besarnya luas areal tambang pasir/krikil batu dari tahun 2001 ke
tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0,93 %.
Penurunan hasil tambang sirtu terjadi karena adanya pembatasan
lahan yang diperbolehkan untuk di tambang dari Pihak Pemerintah Daerah.
Pengelolaan sektor pertambangan ke depan diarahkan pada pembatasan
eksploitasi bahan tambang golongan C dalam luasan kawasan dan volume
terutama di Kecamatan Maron, Krejengan, Pajarakan, Pakuniran, dan
penambangan yang tidak berijin. Disamping itu juga dilakukan pembinaan
dan penyuluhan secara berkala dan diawasi secara ketat. Hal ini dilakukan
dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup akibat beban cemaran limbah
pada komponen lingkungan fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya,
dan kesehatan masyarakat. Selain itu untuk jangka 20 tahun ke depan
bahan tambang yang merupakan sumberdaya tidak terbarukan tidak dapat
diandalkan untuk meningkatkan pendapatan daerah, karena itu perlu
dikelola secara efektif dan efisien sehingga penggunaannya lebih hemat,
sekaligus menjaga kelestariannya.
B. Sumberdaya Alam Terbarukan
Sumberdaya alam terbarukan di Kabupaten Probolinggo berasal dari
hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, serta perikanan dan
kelautan.
Hasil Pertanian
Berdasarkan karakteristik daerah ± 60 % mata pencaharian
penduduk bekerja di sektor pertanian. Pertanian tanaman pangan masih
merupakan sub sektor andalan dalam pembangunan di Kabupaten
Probolinggo. Tanaman pangan meliputi padi dan palawija yang terdiri dari
tanaman jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan kedele. Secara
keseluruhan luas areal panen padi dan palawija tahun 2004 mengalami
penurunan sebesar 2,65 % dibandingkan tahun 2000 tapi hasil produksi
0,6 % dengan produksi padi perhektar yang mengalami kenaikan sebesar
0,03 % Tahun 2004.
Untuk produksi palawija, secara umum areal panen mengalami
penurunan yang diikuti dengan penurunan hasil produksinya untuk tahun
2004 dibandingkan tahun 2003. Untuk ubi kayu dan ubi jalar masing-masing
naik sebesar 56 % yakni mencapai 184.498 Ton. Meningkatnya produksi
palawija yang berupa ubi kayu dan ubi jalar menggambarkan bahwa petani
lebih memfokuskan pada tanaman palawija ini, di samping karena mudah
dalam melakukan budidaya juga dari segi biaya lebih murah, mereka juga
mengkonsumsinya sebagai pengganti beras apabila harga beras mahal
atau pada saat harga palawija tersebut sangat murah karena hasil produksi
melimpah di pasar. Berdasarkan peruntukan lahan di Kabupaten
Probolinggo areal sawah seluas 38.509 Ha (22,7 %) lebih kecil dibanding
areal tegal seluas 52.801,95 Ha (31,1 %). Berarti penduduk lebih banyak
mengusahakan tanaman palawija dibanding padi.
Kabupaten Probolinggo terkenal sebagai sentra tanaman bawang
merah sebagai salah satu dari tanaman hortikultura yang dikembangkan.
Luas panen dan produktifitas tertinggi dicapai oleh Kecamatan Dringu, yaitu
sebesar 4.011 ha dengan produktifitas sebesar 135,68 kw/ha. Jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi penurunan produktifitas
sebesar 5,21 %. Penurunan produktifitas dikarenakan perubahan musim
yang sulit diprediksi, penggunaan pupuk yang kurang berimbang, adanya
lahan produktif yang berubah fungsi, dan kurang optimalnya pengendalian
Untuk tanaman buah-buahan selain Probolinggo terkenal dengan
julukannya sebagai kota Mangga dan Anggur juga menghasilkan beberapa
buah-buahan lainnya, seperti alpukat, manggis, dan durian. Pada tahun
2004 produktifitas mangga mencapai 48.182 Tonyang berarti mengalami
penurunan sebesar 8,4 % dibanding tahun sebelumnya hal ini lebih
dikarenakan pengaruh iklim yang tidak mendukung. Sedangkan untuk
anggur mengalami kenaikan produksi sebesar 6,3%. Sementara produksi
durian meningkat 18% walaupun alpukat dan manggis mengalami
penurunan produksi sebesar 93% dan 90%. Penurunan ini disebabkan oleh
serangan hama dan sistem budidaya yang kurang optimal.
Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu bagian
pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang berakar di
masyarakat dan merupakan andalan dalam memperkokoh fundamental
ekonomi regional maupun nasional. Sub sektor tanaman pangan sebagai
basis dalam struktur perekonomian daerah masih nampak terjadi fluktuasi
produktifitasnya dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh (1) masih
rendahnya sumberdaya manusia petani serta belum berfungsinya secara
optimal keberadaan kelompok tani; (2) masih rendahnya kepemilikan aset
petani yang rata-rata memiliki lahan di bawah 0,5 Ha dan belum optimalnya
pemanfaatan teknologi pertanian, (3) belum dilaksanakannya anjuran
pemakaian pupuk berimbang, dan (4) masih lemahnya akses pasar dan
permodalan yang membutuhkan banyak persyaratan yang sulit dipenuhi
Masalah yang terlihat pada saat ini dalam bidang pertanian adalah
menyempitnya lahan pertanian, beberapa tanaman pangan mengalami
penurunan produktifitas, ketersediaan input (benih, pupuk, obat) dalam
waktu, jumlah dan harga yang tepat yang belum terjangkau khususnya
untuk petani lahan sempit.
Hasil Perkebunan
Komoditas perkebunan berupa kelapa, tembakau, kapuk randu,
cengkeh, kopi, tebu, kapas, pinang, dan aren. Total hasil produksi kelapa di
tahun 2004 sebesar 3,977 ton, naik sebesar 4,3 % dibandingkan tahun
2003. Peningkatan produksi kelapa ini disebabkan karena bertambahnya
luas area perkebunan kelapa itu sendiriditambah dengan dilakukannya
peremajaan secara berkal dan pemberantasan hama secara efektif..
Sementara itu total luas areal kapuk randu adalah 4.321 ha untuk tahun
2004, mengalami peningkatan sebesar 0,5 % dibandingkan tahun
sebelumnya. Hasil produksi kapuk dan produktifitasnya juga mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 8,1 %, dan 2,6 %. Peningkatan
produksi yang tidak diikuti oleh peningkatan produktifitas secara
proporsional, disebabkan karena belum semua tanaman randu dapat
menghasilkan serat kapuk yang sama jumlah produksinya dan kurang
dilakukan peremajaan.
Hasil komoditas terbesar selain kelapa dan kapuk randu adalah
tembakau, kopi, dan tebu. Tembakau dengan hasil produksi berupa
Kotaanyar, Paiton, Besuk, Kraksaan, dan Krejengan masing-masing
dengan produktifitas yang sama, yaitu sebesar 1,40 ton/ha/tahun
Kopi dapat diperoleh di tujuh Kecamatan, yaitu Sukapura, Sumber,
Tiris, Krucil, Gading, Pakuniran, dan Lumbang. Pada tahun 2004 total hasil
produksi berupa ose kering mencapai 569,68 ton dengan tingkat
produktifitas 0,32 ton/ha/Th . Hal perlu diwaspadai ketidakstabilan harga
kopi di pasaran yang pada umumnya terkait dengan kondisi panen dan
penanganan pasca panen yang kurang optimal. Hal ini berarti bahwa
ketidakstabilan harga kopi harus dipertimbangkan dalam keputusan untuk
menambah areal tanam. Namun untuk kopi rakyat kelemahannya sering
terjadi pada kualitas produksi tidak melakukan grading sehingga antara kopi
yang masak dengan yang masih muda sering tercampur, dan hal ini dapat
menurunkan harga produk.
Tebu merupakan tanaman yang dapat dijumpai di hampir setiap
Kecamatan, kecuali Kecamatan Kuripan dan Bantaran dengan hasil
produksi berupa kristal gula. Pada tahun 2004 terjadi penurunan luas areal
tanaman tebu sebesar 25 % dari tahun 2003.
Walaupun tebu, tembakau dan kopi menjadi tanaman perkebunan
andalan bagi Kabupaten Probolinggo, namun masalah yang sering timbul,
adalah ketidakpastian harga. Untuk kopi dan tembakau harganya sangat
tergantung kepada harga pasar dunia. Sedangkan tebu harganya bagi
petani tidak pasti karena tidak mendapatkan informasi yang jelas, sangat
tergantung pada besar kecilnya rendemen tebu. Disamping ketidakpastian
kebebasan petani untuk memilih komoditas yang dibudidayakan
menyulitkan pemerintah untuk menyeimbangkan antara produksi dan
permintaan pasar.
Pengelolaan sektor perkebunan diarahkan pada peningkatan kualitas
bibit unggul tanaman. Selain itu, pembangunan hasil perkebunan diarahkan
untuk membangun manusia dan masyarakat perkebunan melalui usaha
perkebunan. Oleh karena itu, pelaksanaan pembangunan perkebunan
dilakukan dengan mengintegrasikan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan
sosial budaya.
Hasil Kehutanan
Pembangunan hasil kehutanan merupakan salah satu bagian
pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang berakar di
masyarakat dan merupakan andalan dalam memperkokoh fundamental
ekonomi regional maupun nasional. Berkaitan dengan kehutanan, menurut
fungsinya terbagi atas tiga klasifikasi yaitu hutan lindung, hutan produksi,
dan hutan suaka alam. Luas hutan secara total menurut data yang
diperoleh dari Perum Perhutani II Jatim/KKPH Probolinggo tahun 2004
adalah meningkat 0,62 % dengan capaian luas arel 51.502,9 ha dan
terdistribusi menjadi hutan lindung 54% hutan produksi dan sisanya 42 %
merupakan hutan suaka alam 4%.
Berdasarkan perkembangan fakta tersebut, masalah yang timbul
hutan produksi yang dikhawatirkan menurunkan fungsi hutan lindung
dengan indikator hilangnya beberapa spesies tanaman yang dilindungi.
Hasil Peternakan
Hasil peternakan di Kabupaten Probolinggo dibedakan antara ternak
besar, ternak kecil dan unggas (ayam dan burung). Perkembangan populasi
ternak yang naik turun menghasilkan pendapatan peternak yang juga
mengalami pasang surut. Adanya penyakit ternak besar, seperti kuku dan
mulut dan ternak unggas seperti Avian Flu, mempengaruhi pendapatan
peternak, karena peternak harus mengeluarkan biaya ekstra untuk
melakukan vaksinasi.
Dengan memperhatikan aspek manajemen budidaya yang masih
lemah dan belum berorientasi bisnis, maka nilai tambah atau hasil yang
dicapai belum memberikan kontribusi baik kepada pertumbuhan ekonomi
rakyat maupun pendapatan daerah. Hal ini diakibatkan oleh adanya
beberapa permasalahan yang ada antara lain (1) rekayasa genetika
sapi-sapi bibit Intansejati (IB) berjalan sangat lamban dan kurang memperoleh
perhatian yang serius; (2) belum adanya sentuhan teknologi terhadap
limbah pertanian sebagai pakan ternak yang potensial; (3) belum adanya
penanganan yang serius terhadap akses pasar yang berpihak kepada
peternak, (4) pengembangan budidaya ternak sangat kecil karena
keterbatasan modal, (5) minimnya sarana, prasarana, dan alat mesin (Alsin)
hewan, dan (4) belum adanya penanganan kesehatan ternak yang
memadai (klinik, laboratorium type C, Poskeswan).
Hasil Perikanan dan Kelautan
Hasil Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Probolinggo diperoleh
dari hasil penangkapan di laut, tambak, kolam, dan keramba serta
ranu/sungai. Produktifitas hasil penangkapan ikan di laut semakin lama
semakin menurun dan berdampak kepada rendahnya pendapatan nelayan.
Kondisi ini dikarenakan rusaknya sebagian habitat ikan di laut yang
mengalami degradasi ekosistem di laut dan pantai. Apabila kerusakan
habitat ikan di laut dan pantai tidak dilakukan rehabilitasi ekosistemnya,
maka pendapatan nelayan akan semakin menurun. Daerah kerusakan yang
terjadi terutama terumbu karang dan kawasan mangrove, serta kurangnya
partisipasi masyarakat dan pihak swasta untuk bersama-sama melindungi
habitat ikan di laut secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi dalam hasil
perikanan yaitu (1) sebagian besar sarana dan prasarana tangkap yang
dipakai nelayan kapasitasnya kecil; (2) terbatasnya fishing ground dan
adanya over fishing; (3) besarnya biaya untuk budidaya air payau
(pengelolaan tambak) secara intensif; (4) banyaknya lahan tambak yang
ditinggalkan pemiliknya; (5) masih rendahnya pemahaman tentang
kelembagaan kelompok, manajemen permodalan sehingga nelayan berada
tingkat kesadaran masyarakat masih rendah terhadap pelestarian fungsi
laut dan pantai.
2.1.4 Sosial Budaya dan Politik
2.1.4.1 Sosial Budaya
Kehidupan masyarakat Kabupaten Probolinggo relatif rukun, toleran,
dan terbuka merupakan modal dasar untuk melaksanakan pembangunan
dan merealisasikan tujuan reformasi. Sikap menghargai perbedaan
pendapat secara kritis telah membudaya di masyarakat juga merupakan
modal dasar untuk mengembangkan pemerintahan yang baik dan bersih
(good and clean governance). Demikian pula karakateristik masyarakat
Kabupaten Probolinggo yang ulet, tegas, terbuka, dan lugas bila dikelola
dan disalurkan dengan baik merupakan modal dasar yang cukup besar
peranannya dalam pembangunan.
Masyarakat Probolinggo sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur
yang menghargai nilai-nilai adat dan budaya Jawa dan Madura serta
terbuka terhadap nilai-nilai positif yang datang dari luar, merupakan kondisi
yang sangat kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan mewujudkan
cita-cita reformasi. Meskipun masyarakat Probolinggo sebagian besar terdiri
dari Jawa dan Madura, kehidupan mereka relatif rukun dan damai dengan
warga.
Perubahan sosial tidak dapat dielakkan di tengah masyarakat yang
selalu dinamis. Nilai sosial yang yang ideal melekat pada masyarakat
yaitu rasa kolektifitas menjadi sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari.
Individu tidak bisa dengan leluasa berbuat tanpa ada kesepakatan kolektif
dalam mencapai tujuan hidupnya. Mereka tetap terikat dengan sebuah
kesadaran kolektif baik ditingkat keluarga maupun masyarakat. Disamping
itu terdapat sebagian kecil masyarakat lainnya yang sosial budayanya
masih diwarnai oleh sisa-sisa zaman kerajaan Majapahit, yaitu masyarakat
Tengger yang hidup di lereng gunung Bromo, Kecamatan Sukapura,
Sumber dan sekitarnya dengan sebagian besar penduduknya beragama
Hindu.
Sebagai daerah pesisir/pantai, sosial budaya masyarakat
Probolinggo telah mulai mengalami akulturasi. Keragaman budaya itu
menjadi kekayaan yang harus dilestarikan dan dikembangkan.
Permasalahan budaya yang dihadapi adalah semakin besarnya pengaruh
globalisasi yang berdampak pada perubahan sosial budaya lokal, yang bila
tidak diantisipasi dan dikendalikan tentunya akan berdampak pada nilai-nilai
sosial budaya lokal.
A. Agama
Selama ini pembangunan agama menunjukkan adanya peningkatan
kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
terpeliharanya kerukunan antar umat beragama serta meningkatnya
kesadaran dan peran aktif umat beragama. Hal ini ditandai dengan semakin
peribadatan, kegiatan keagamaan serta pelayanan dan penyelenggaraan
ibadah haji.
Pada tahun 2004 dari 1.043.967 jiwa penduduk Kabupaten
Probolinggo, tercatat 972.994 jiwa menganut Agama Islam. Sedangkan
agama lain dianut oleh sebagian kecil masyarakat. Agama Kristen
Protestan dipelukoleh 1.084 jiwa, Agama Katolik dipeluk oleh 1.285 jiwa,
Agama Hindu dipeluk oleh 15.456 jiwa dan Agama budha dipeluk oleh 243
orang.
Permasalahan yang masih memerlukan perhatian bersama adalah
pada sebagian masyarakat kehidupan beragama belum menggambarkan
penghayatan dan penerapan niai-nilai ajaran agama yang dianut, walaupun
disisi lain kerukunan antara umat beragama masih tetap terpelihara dengan
baik, sehingga diperlukan penghayatan terhadap norma-norma agama yang
telah dijalani dengan sepenuh hati. Oleh karena itu pembinaan kehidupan
umat beragama diposisikan sejajar dengan aspek-aspek pembangunan
lainnya, karena memiliki makna yang sangat strategis bagi suksesnya
pembangunan secara keseluruhan.
B. Pendidikan
Pembangunan di bidang pendidikan secara umum terus ditingkatkan
guna terciptanya masyarakat Indonesia yang berpendidikan untuk
mendukung pembentukan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas.
harus diimbangi dengan sarana fisik pendidikan dan tenaga guru yang
memadai.
Pada tahun 2004 rasio murid dan guru untuk TK dan SD meningkat
masing-masing menjadi sebesar 1:15 dari sebelumnya 1:18. Peningkatan
ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah sekolah, jumlah murid dan
jumlah guru. Sementara untuk SLTP dan SMA menurun dari 1:11 menjadi
1:14.
Indeks Pendidikan Kabupaten Probolinggo selama lima tahun
terakhir menunjukkan peningkatan, yang di tahun 2004 sebesar 2,18, dari
tahun 2003. Besarnya indeks pendidikan di tahun 2004 masih jauh lebih
rendah dari rata-rata Indeks Pendidikan Propinsi Jawa Timur yang sebesar
70,92, namun sudah lebih baik dari pada pencapain indeks tahun-tahun
sebelumnya. Angka indeks pendidikan ini dibentuk berdasarkan gabungan
antara Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), yang
proporsinya adalah dua per tiga dari AMH dan satu per tiga dari RLS.
Angka Melek Huruf (AMH) merupakan proporsi penduduk berusia 15
tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau
lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. AMH
Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus mengalami kenaikan
yang cukup signifikan. Besar AMH tahun 2004 sebesar 75,65 % meningkat
1,29 % dibandingkan tahun 2003. Angka ini sebenarnya masih tergolong
tinggi, karena masih ada sekitar 25 % penduduk dewasa yang buta huruf.
Pemerintah Kabupaten Probolinggo harus berpacu dengan keras agar
yang dimaksud adalah seluruh penduduk 15 tahun ke atas, termasuk usia
dewasa dan lansia. Membebaskan buta huruf dari penduduk usia sekolah
tentu berbeda dengan membebaskan buta huruf dari penduduk usia
dewasa dan lansia. Meningkatnya angka melek huruf menunjukkan bahwa
program-program pembangunan pendidikan yang telah di buat oleh
Pemerintah Kabupaten Probolinggo mulai memberikan hasil yang
signifikan. Program-program pendidikan ini terutama ditujukan pada
pemberian kesempatan yang lebih merata pada semua lapisan masyarakat
untuk menerima pendidikan.
Sementara itu, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dari pendidikan yang
ditempuh penduduk Kabupaten Probolinggo selama lima tahun terakhir
mengalami peningkatan, yang di tahun 2004 sebesar 5,24 meningkat 0,31
dari tahun 2003.
Indikator komposit pendidikan melalui AMH dan RLS merupakan
tingkatan kemajuan yang harus dicapai dalam taraf yang minimal. Asumsi
dasarnya adalah semakin lama orang belajar/ sekolah, semakin tinggi
kemampuan melek hurufnya dan semakin merata tingkat pendidikannya.
Hal ini berarti bahwa salah satu indikator kemajuan pembangunan tercapai
dengan signifikan.
Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu investasi dalam modal
manusia, karena pada hakekatnya investasi tersebut adalah pengorbanan
di masa kini untuk memperoleh keuntungan di masa depan. Proses
pendidikan itu sendiri melibatkan suatu bagian waktu, yang tentu saja
tidaklah berlebihan bila Kabupaten Probolinggo menempatkan sektor
pendidikan sebagai sektor prioritas selain kesehatan dan ketahanan
pangan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan, adalah (1)
pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu,
relevansi dan daya saing keluaran pendidikan; (3) tata kelola dan
akuntabilitas serta pencitraan publik ; (4) masih terbatasnya kebutuhan
sarana dan prasarana sekolah; dan (5) kemitraan dengan masyarakat dan
dunia usaha dalam proses belajar mengajar masih perlu ditingkatkan.
Pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan bidang kebudayaan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang kebudayaan
adalah (1) masih terbatasnya pelaku/pemerhati seni dan budaya dalam
rangka pembinaan seni dan budaya; (2) dalam upaya pelestarian,
peningkatan dan pengembangan kebudayaan, belum mencapai hasil yang
optimal; (3) usaha pelestarian cagar budaya dan nilai budaya belum
optimal, dan (4) masih terbatasnya dukungan masyarakat dalam upaya
penggalian, penyusunan penelitian dan penulisan sejarah.
C. Kesehatan
Peningkatan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan
sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Secara umum banyaknya
fasilitas kesehatan di tahun 2004 tidak mengalami perubahan. Perubahan
hanya terjadi pada penambahan rumah sakit yang terdapat di Kecamatan
Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Probolinggo tidak
mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 2
buah Rumah Sakit di Kecamatan Kraksaan, Kecamatan Dringu , 33 buah
Puskesmas dan 87 Puskesmas Pembantu yang terdapat di setiap
Kecamatan. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan umumnya mengalami
peningkatan pada tenaga bidan dan perawat. Selain itu di tahun 2004
terjadi peningkatan jumlah apotik sebesar 14%.
Rata-rata lebih dari 90 % bayi di setiap Kecamatan telah diimunisasi.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah menyadari pentingnya
kesehatan khususnya imunisasi untuk bayi agar terjadi kekebalan tubuh
terhadap penyakit tertentu. Selain itu jumlah mengunjung Posyandu
meningkat dari 76,5 % di tahun 2004.
Jumlah pasangan usia subur (PUS) tercatat 229.330 orang, namun
yang menjadi peserta KB aktif sebanyak 165.666 atau sekitar 72,24 %. Jika
dibandingkan dengan tahun lalu, terjadi peningkatan peserta KB aktif
sebesar 2 %. Dari keseluruhan jenis alat kontrasepsi, tiga jenis alat
kontrasepsi yang diminati masyarakat, yang diamati dari tiga tertinggi
persentase pemakaian adalah suntik (31,55 %), pil (26,34 %) dan implant
(23,24 %).
Indeks Harapan Hidup (IHH) Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun
terakhir terus mengalami kenaikan yang cukup berarti. Besar IHH tahun
2004 sebesar 59,12. IHH dihasilkan dari Angka Harapan Hidup (AHH) yang
dibuat indeks dengan standar global dari UNDP dengan besaran AHH