• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN Kabupaten tana tidung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN Kabupaten tana tidung"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

V-1

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

5.1. ARAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANA TIDUNG

erdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Kabupaten Tana Tidung di Provinsi Kalimantan Timur, wilayah

Ka-bupaten Tana Tidung mencakup wilayah Kecamatan Sesayap, Kecamatan Sesayap

Hilir dan Kecamatan Tana Lia dengan ibukota kabupaten berkedudukan di Tidung

Pale dengan luas wilayah keseluruhan sebesar + 4.828,58 km2 dan pada Tahun 2012 di

mekar-kan lagi dari Tiga Kecamatan menjadi Lima Kecamatan yaitu Kecamatan Betayau dan Muruk

Rian. Kabupaten Tana Tidung sebagai kabupaten pemekaran mengalami perkembangan yang

meningkat karena pergerakan aktifitas pada sektor-sektor tertentu yang berperan terhadap

per-tumbuhan kabupaten tersebut. Perper-tumbuhan dan perkembangan Kabupaten Tana Tidung

di-latarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan penduduk, kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi, perkembangan/perluasan jaringan

komunikasi-transportasi dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan

ter-hadap bentuk keruangan di wilayah Kabupaten Tana Tidung, baik secara fisik maupun non fisik,

sebagai wadah kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan

baik akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas

pemanfaa-tan ruang.

Pada pertengahan tahun 2007, Pemerintah mengeluarkan ketentuan penataan ruang yang baru

yaitu Undang-undang No 26 Tahun 2007, dimana dalam Pasal 26 ayat (4) dinyatakan bahwa

jangka waktu rencana tata ruang wilayah kota adalah 20 (dua puluh) tahun (Pasal ini berlaku

B

BAB

KETERPADUAN

STRATEGI PENGEMBANGAN

Kabupaten tana tidung

Book

Sale

(2)

V-2

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota), maka perlu adanya penyesuaian

jangka waktu perencanaan pada rencana tata ruang wilayah yang. Disebutkan pula pada Pasal

78 ayat (4) huruf c, bahwa semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling Iambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak

undang Nomor 26 Tahun 2007 diberlakukan (26 April 2007). Dengan adanya

Undang-Undang Penataan Ruang yang baru maka RTRW Kabupaten Tana Tidung juga harus disesuaikan.

Penyesuaian ini merupakan aktifitas yang dilakukan karena adanya ketidaksesuaian dokumen

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tana Tidung yang disusun pada tahun anggaran 2009

dengan ketentuan/muatan yang harus dipenuhi oleh RTRW Kabupaten sesuai Undang-undang

No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Keputusan Menteri PU Nomor

16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten.

5.1.1 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Wilayah

Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran dari Rencana tata ruang wilayah

propinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang menjadi

pe-doman untuk perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah adalah kebijaksanaan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang

harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya

dalam jangka waktu perencanaan.

Adapun tujuan dari penataan ruang wilayah Kabupaten Tana Tidung, adalah

1. Peningkatan pembangunan infrastruktur guna menunjang perkembangan ekonomi.

2. Peningkatan perkembangan ekonomi melalui sektor pertanian, investasi, perdagangan,

pariwisata dan industri.

3. Pengelolaan SDA dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

4. Terwujudnya tertib pembangunan berbasis tata ruang.

5. Terwujudnya masyarakat yang agamis, demokratis, dan sejahtera.

Dengan demikian perencanaan tata ruang wilayah kabupaten adalah akan dapat memenuhi

kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi

investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk

tercapainya kesejahteraan masyarakat. Manfaat dari Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah di

(3)

V-3

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Sinkronisasi antar produk tata ruang/antar program pembangunan dan menjaga konsistensi

dan kesinambungan antar kebijaksanaan/program pembangunan;

2. Menyiapkan perwujudan dengan melaksanakan dan mengakomodasi program-program

pembangunan;

3. Mendayagunakan produk tata ruang sebagai alat penataan, penyusunan program

pembangunan dan pengendalian secara optimal;

4. Terciptanya kepastian hukum dalam penataan ruang wilayah untuk meningkatkan minat

investasi di Kabupaten Tana Tidung;

5. Terjaganya fungsi lindung dalam upaya mendukung keseimbangan ekosistem wilayah.

Tersusunnya kembali RTRW Kabupaten Tana Tidung yang baru untuk waktu 20 (dua puluh)

tahun ke depan, sesuai dengan sasaran perencanaan tata ruang wilayah kabupaten, yaitu :

1. Terkendalinya pembangunan di wilayah kabupaten baik yang dilakukan oleh pemerintah

maupun oleh masyarakat;

2. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;

3. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah

kabupaten;

4. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah kabupaten;

5. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan;

Struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten

dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah

kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan

transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem

jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah

aliran sungai. Dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten digambarkan sistem pusat kegiatan

wilayah kabupaten dan perletakan jaringan prasarana wilayah yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan pengembangan dan pengelolaannya merupakan kewenangan

pemerintah daerah kabupaten.

Sesuai dengan kebijakan UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, kebijakan rencana

struktur ruang meliputi :

1. Rencana sistem pusat permukiman yang terdiri dari sistem pusat permukiman perdesaan dan

perkotaan. Dalam sistem wilayah, pusat permukiman adalah kawasan perkotaan yang

(4)

V-4

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

maupun pada kawasan perdesaan. Dalam sistem internal perkotaan, pusat permukiman

adalah pusat pelayanan kegiatan perkotaan.

2. Rencana sistem jaringan prasarana, dimana Sistem jaringan prasarana, antara lain, mencakup

sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan

telekomunikasi, sistem persampahan dan sanitasi, serta sistem jaringan sumber daya air.

Strategi struktur ruang wilayah terdiri atas pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan,

sistem pusat permukiman perkotaan dan arahan sistem prasarana wilayah. Sistem pusat

permukiman perdesaan dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara berhirarki,

dengan membentuk pusat pelayanan desa mulai dari pusat pelayanan antardesa, pusat pelayanan

setiap desa, sampai pada pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman.

Peningkatan skala pelayanan pusat permukiman perdesaan ini dilakukan dengan membentuk

hubungan pada pusat kecamatan dan perkotaan pusat WP.

A. Kebijakan dan Strategi Perwujudan Pusat Kegiatan Perkotaan dan Perdesaan

1. Kebijakan pengembangan pusat kegiatan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan Strategi:

a. Membentuk pusat kegiatan yang terintegrasi dan berhirarki di Kabupaten Tana Tidung

b. Pembentukan pusat pelayanan dan pertumbuhan perkotaan utama sebagai pusat kegiatan Kabupaten Tana Tidung

c. Mendorong pengembangan dan pemantapan Kota Tideng Pale sebagai pusat kegiatan lokal

d. Pengembangan pusat permukiman perdesaan dengan pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), pembentukan pusat desa, dan pembentukan pusat permukiman perdusunan

e. Menciptakan keterkaitan antarkegiatan kawasan yang merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

2. Kebijakan penetapan fungsi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan Strategi:

a. Penetapan Kota Tideng Pale sebagai ibukota Kabupaten Tana Tidung

b. Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan sosial - ekonomi bagi

area yang lebih luas.

c. Pengembangan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan terletak

di kawasan pegunungan untuk hutan lindung, hutan produksi, perkebunan dan

hortikultura; perdesaan di dataran rendah untuk pertanian pangan; dan perdesaan pesisir

pengembangan perikanan

d. Pengembangan produk unggulan pada kawasan potensial disertai pengolahan dan

(5)

V-5

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

e. Peningkatan interaksi kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan ibukota kecamatan

maupun ibukota kabupaten

3. Kebijakan pengembangan fasilitas pelayanan Strategi:

a. Pemenuhan fasilitas perkotaan sesuai skala pelayanan ibukota kecamatan dan kabupaten

b. Penyediaan fasilitas pelayanan lokal untuk mendukung kegiatan pusat perkotaan, meliputi

fasilitas perdagangan dan jasa, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan

c. Pendistribusian pembangunan fasilitas umum secara merata di masing-masing kecamatan

sehingga tidak terjadi kesenjangan pembangunan

d. Peningkatan kualitas tiap-tiap jenis fasilitas yang sudah ada sehingga dapat memberikan

pelayanan yang optimal kepada masyarakat

B.Kebijakan dan Strategi Perwujudan Sistem Prasarana Wilayah

1. Kebijakan pengembangan prasarana transportasi darat dan laut/perairan Strategi:

a. Pengembangan transportasi yang dapat menjadi akses penghubung antarwilayah,

antarkawasan dan antar kegiatan fungsional, serta mampu mengurangi berbagai masalah

yang terjadi akibat perkembangan kegiatan perkotaan dan wilayah

b. Pengembangan sistem transportasi yang baru pada wilayah yang mempunyai tingkat

perkembangan kegiatan fungsional sangat tinggi seperti pengembangan terminal,

pelabuhan, maupun lapangan terbang perintis

c. Pembangunan pola jaringan jalan yang lebih menjangkau daerah-daerah di luar pusat

perkembangan kota dan memiliki pola jaringan yang lebih memungkinkan untuk

menciptakan pergerakan yang lebih efektif dan efisien.

d. Pengelolaan transportasi jalan raya di wilayah Kabupaten Tana Tidung, misalnya dengan

meningkatan kualitas fisik jalan yang berada pada kondisi yang menghambat kelancaran

lalu lintas

e. Penambahan alternatif pilihan moda angkutan umum dan peningkatan frekuensi

pelayanan moda angkutan umum

f. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perangkutan yang memadai

g. Penyiapan kelembagaan operasional pengelola kawasan terminal dan pelabuhan

2. Kebijakan pengembangan prasarana energi/listrik Strategi:

a. Pemeliharaan jaringan-jaringan listrik yang sudah ada, dan penambahan jaringan listrik

(6)

V-6

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

b. Pengembangan pembangkit listrik dengan menggunakan tenaga alternatif yang berpotensi

di masing-masing wilayah

c. Peningkatan kuantitas dan kuallitas pelayanan kelistrikan pada wilayah yang belum

terjangkau jaringan listrik kabupaten pada daerah-daerah dengan kekhususan geografis

melalui pembangkit listrik bertenaga diesel dalam skala pelayanan komunal.

3. Kebijakan pengembangan prasarana sumberdaya air Strategi:

a. Peningkatan pelayanan jaringan air bersih dengan pembuatan jaringan baru, khususnya di

kawasan permukiman serta rehabilitasi jaringan yang telah ada.

b. Pengembangan dan pembangunan jaringan pipa transmisi dan distribusi air bersih di

seluruh kecamatan

c. Peningkatan sistim jaringan sumber daya air dengan peningkatan sarana dan prasarana

pendukung.

d. Melakukan konservasi air di Kabupaten Tanan Tidung agar dapat mempertahankan

ketersediaan sumber air dengan cara meningkatkan pemanfaatan air permukaan,

meningkatkan efisiensi air irigasi dan menjaga kualitas air sesuai dengan peruntukannya.

4. Kebijakan pengembangan prasarana telekomunikasi Strategi:

a. Pembangunan teknologi telematika pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan

b. Membentuk jaringan telekomunikasi dan informasi yang menghubungkan setiap wilayah

pertumbuhan dengan ibukota kabupaten

c. Penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) yang digunakan secara bersama

menjangkau ke pelosok perdesaan. Pembangunan BTS diprioritaskan pada wilayah yang

memiliki jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang tidak termasuk pada kawasan

pengendalian ketat

d. Peningkatan sistem informasi telekomunikasi pembangunan daerah berupa informasi

berbasis teknologi internet

e. Pengembangan prasarana telekomunikasi meliputi telepon rumah tangga, telepon umum,

jaringan telepon seluler.

f. Penerapan teknologi telematika berbasis teknologi modern.

5. Kebijakan pengembangan prasarana lingkungan Strategi:

(7)

V-7

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang

dipergunakan. Semakin banyak menggunakan material, semakin banyak sampah yang

dihasilkan.

 Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai

kembali. Dan menghindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai,

buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi

sampah.

 Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi,

bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak

industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi

barang lain.

 Replace (Mengganti); meneliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang

barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga

meneliti agar kita memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya,

mengganti kantong plastik dengan keranjang bila berbelanja, dan tidak

mempergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

b. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perkotaan dengan peningkatan prasarana

pengolahan sampah, pengadaan TPA regional, dan pengelolaan sampah berkelanjutan

c. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perdesaan dengan pengelolaan sampah

berkelanjutan dan pengolahan sampah mendukung pertanian

Peningkatan sanitasi lingkungan untuk kawasan permukiman, kawasan indutri, kawasan

perdagangan dan jasa, dan kawasan untuk kegiatan sosial ekonomi lainnya.

5.1.2. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Tana Tidung

Rencana stuktur ruang yang akan di kembangkan di Kabupaten Tana Tidung yaitu

mengoptimalkan masing-masing wilayah sehingga tercipta pemenuhan kebutuhan antara wilayah

satu dengan wilayah yang lain. Apabila sistem pemenuhan kebutuhan terjadi dalam jangka

panjang berarti sitem perekonomian wilayah dapat berjalan sesuai dengan harapan dan

perkembangan ekonomi dapat terwujud. Rencana struktur tata ruang yang di tetapkan adalah

struktur tata ruang yang mampu mencapai tujuan sebagai berikut:

1. Mewujudkan visi dan misi pembangunan Kabupaten Tana Tidung.

2. Menyelaraskan antara perkembangan penduduk dan kebutuhan kelengkapan sarana dan

(8)

V-8

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

3. Mengoptimalkan keterbatasan ketersediaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia,

alam, binaan, dan sumberdaya pembiayaan.

4. Pemecahan persoalan pengembangan wilayah & mewujudkan aspirasi masyarakat.

Mengacu pada potensi dan kondisi yang dimiliki oleh wilayah Kabupaten Tana Tidung,

pengembangan struktur tata ruang wilayahnya diarahkan pada pengembangan tiga pusat

pertumbuhan utama. Penentuan ketiga pusat pertumbuhan tersebut didasari atas batas abang

jarak yang dapat dilayani dari pusat pelayan, serta kegiatan sosial ekonomi yang berkembang

pada masing-masing pusat pertumbuhan dari penetapan pusat pertumbuhan utama tersebut

diharapkan dapat menciptakan pemerataan perkembangan menuju setiap bagian wilayah (spread

(9)

V-9

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Peta 5.1

(10)

V-10

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Bidang Cipta Karya

A. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air

Tujuan pengembangan sistem jaringan prasarana sumber daya air di Kabupaten Tana Tidung

adalah:

1. Melayani wilayah perkotaan dan produksi tinggi.

2. Menciptakan tarikan perkembangan.

3. Melayani wilayah-wilayah dengan ketersediaan air yang terbatas (tidak mencukupi

kebutuhan).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat dan aktivitas

sosial ekonomi adalah sebagai berikut:

a. Harus dapat memenuhi persyaratan kualitas sebagai air minum, baik secara fisik, kimia dan

biologis serta cukup secara kuantitas untuk memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan

terutama pada jam puncak. Secara kualitas peyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan

fisik, kimiawi dan biologis, yaitu tidak berbau, berasa, tidak mengandung bakteri yang dapat

membahayakan kesehatan. Secara kuantitatif, kapasitas sumber air harus dapat menjamin

kontinuitas suplai air dan cadangan yang cukup terutama pada jam puncak dan hari maksimu

serta cadangan air bagi kebutuhan pemadaman kebakaran dan keperluan khusus lainya.

b. Pendistribusian air yang dari intalasi dan reservoir ke daerah pelayanan harus dapat terjamin

kontiunitasnya dengan tekanan yang cukup.

c. Dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan jumlah penduduk dan aktivitas yang

ada, maka dalam rencana penyediaan sistem air bersih di Kabupaten Tana Tidung di

kembangkan pada wilayah-wilayah permukiman permukiman perkotaan dan perdesaan.

Peningkatan jumlah kebutuhan air bersih hingga tahun 2030 yang cukup tinggi menuntut untuk

peningkatan prasarana air bersih. Berdasar proyeksi kebutuhan tersebut, maka rencana

penyediaan air bersih untuk Kabupaten Tana Tidung adalah sebagai berikut:

1. Sistem sambugan langsung dengan sumber dari PDAM direncanakan melayani kawasan

perkotaan, pusat kegiatan komersil, industri maupun pusat pemerintahan.

2. Sistem sambungan langsung halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM,

direncanakan melayani daerah diluar kawasan perkotaan. Daerah ini meliputi daerah-daerah

yang tidak termaksud dalam kawasan perkotaan Kabupaten Tana Tidung. Untuk

pengelolaanya dapa dilakukan oleh PDAM sendiri atau di serahkan kepada masyarakat

(11)

V-11

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

3. Sistem penyediaan air dengan swadaya murni dari masyarakat, sistem ini direncanakan untuk

wilayah yang belum mendapat pelayanan air.

Untuk arahan pengembangan prasarana sumberdaya air ditujukan untuk :

1. Mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau

2. Meningkatkan kualitas, kuantitas dan efisiensi pelayanan air bersih melalui penambahan

jaringan dan menurunkan tingkat kebocoran

3. Meningkatkan cakupan pelayanan air bersih untuk kawasan perkotaan sebesar 80% dan

kawasan perdesaan sebesar 60%;

4. Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis

dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah

5. Penetapan zona pengelolaan sumberdaya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai

tersebut pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk

fungsi budidaya

6. Zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi DAS berdasarkan tipologinya

7. Melindungi badan sungai melalui penertiban bangunan-bangunan yang berada pada batas

sempadan sungai dan penghijauan di sepanjang aliran sungai

(12)

V-12

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Peta 5.2

(13)

V-13

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

B. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Tujuan pengembangan prasarana lingkungan di Kabupaten Tana Tidung adalah sebagai berikut :

a. Melayani kawasan perkotaan atau wilayah usaha dan produksi tinggi.

b. Meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan.

c. Menjaga dan menciptakan keyamanan dan keamanan ligkungan.

d. Sedapat mungkin tidak menyebabkan gangguan terhadap lingkungan.

1) Rencana Persampahan

Untuk meningkatkan pelayanan masalah sampah, terlebih dahulu perlu dilakukan studi

kelayakan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA), perkiraan kebutuhan armada dan SDM,

serta target yang akan dilayani sehingga tingkat pelayanannya lebih tinggi dan lebih baik.

Semakin banyaknya volume sampah hingga tahun 2030, perlu memperhatikan kapasitas TPA

yang ada saat ini. Berdasarkan sumber timbulan sampah berasal dari : Kawasan perumahan,

Daerah perdagangan dan jasa, Jalan/transportasi, Daerah perkantoran, Kawasan industri.

Berdasarkan standar/petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota, timbulan sampah

setiap orang sebanyak 2,5 liter/hari untuk domestik dan non domestik diperkirakan sekitar

15% sampah domestik. Dengan demikian volume sampah Kabupaten Tana Tidung sampai

tahun 2030 diperkirakan akan mencapai 162 m3 per hari.

Berdasarkan hasil proyeksi, maka rencana pengelolaan sampah tahun 2030 perlu

penambahan 71 unit gerobak sampah, 47 kontainer sampah, 28 truk sampah, 14 amroll

truck, dan 13 TPS karena sampah domestik dan non-domestik meningkat menjadi 162

m3/hari.

Penanganan persampahan direncankan dikelola perkotaan atau kecamatan. Timbunan

sampah di Kabupaten Tana Tidung sampai pada akhir tahun perencanaan akan mengalami

peningkatan yang cukup pesat. Arahan pengembangan sistem pengelolaan persampahan

disesuaikan dengan sistem perwilayah yang ada.

Menunjuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penentuan lokasi TPA. Hal-hal atau

faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi TPA antara lain:

a. Tercakup dalam perencanaan tata ruang kabupaten dan daerah.

b. Jenis tanah kedap air.

c. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian.

d. Dapat dipakai untuk minimal 5-10 tahun.

(14)

V-14

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

f. Jarak dari pusat pelayanan ± 10 km.

g. Merupakan daerah yang bebas banjir.

Selain pertimbangan SNI, pertimbangan lainya dalam menentukan lokasi dan jenis TPA

adalah:

a. Pencapaian keseimbangan pelayanan dari berbagai sudut lokasi/wilayah.

b. Dapat memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan.

c. Memunculkan “nilai ekonomis sampah” yang secara tidak langsung diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi terjadinya pencemaran

lingkungan akibat sampah.

d. TPA yang dikembangkan adalah TPA dengan kualitas antara lain:

 Tidak menibulkan abu.

 Dapat meminimalkan bahaya terhadap kesehatan, karenan lnset (lalat) dan

rodentidak dapat berkembang biak.

 Terhindar dari bahaya terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran kecil.

 Kebutuhan relatif kecil.

 Setelah kapsitas TPA penuh, dalam jangka waktu tertentu lokasi TPA dapat di

manfaatkan untuk kepentingan lainya, seperti taman, tempat rekreasi, lapangan olah

raga, dan lain-lain.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka rencana pengelolaan persampahan adalah sebagai

berikut:

1. Pembangunan TPA di Desa Gunawan Kecamatan Sesayap seluas 10 Ha untuk melayani

setiap wilayah pembangunan.

2. Pengembangan usaha daur ulang sampah, kertas dan plastic (sampah kering).

3. Sistem pengelolaan TPA yang dikembangkan adalah Controller Landfill.

4. Peningkatan kesadaran (peran serta) masyarakat dalam menjaga kebersihan lingungan.

5. Pengefektifan fungsi pemulung dengan pembangkitan kegiatan daur ulang sampah

menjadi produk-produk yang bedaya guna.

6. Penambahan sarana pengangkutan dan petugas persampahan, terutama di wilayah

perkotaan.

7. Pengomposan sampah-sampah organi dan anorganik dan pembangunan fasilitas tempat

(15)

V-15

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

dari rumah-rumah sampai tempat-tempat umum, dimana pemerintah menyediakan

sarana tomg sampah untuk memilah-milah sampah tersebut.

8. Pemerintah mengeluarkan aturan-aturan yang diperlukan dan lebih tegas mengenai

pembuangan sampah ini, antara lain memberikan denda kapada pihak yang membuang

sampah sembarangan,sistem retribusi sampah, tarif pengelolaan dan lain-lain.

9. Frekwensi pelayan dibagi menjadi beberapa kondisi sebagai berikut:

 Wilayah dengan pelayanan intesif adalah daerah jalan protokol, pusat kabupaten,

kawasan permukiman perkotaan tidak teratur dan derah komersil.

 Wilayah dengan pelayanan menengah adalah kawasan permukiman teratur.

 Wilayah dengan pelayanan rendah adalah daerah pinggiran kabupaten.

2) Kebutuhan Sanitasi

Sebagai daerah pertanian khusunya tanaman pangan, maka keberadaan prasarana irigasi

sangat berpengaruh terhadap produksi yang di hasilkan. Meskipun di kabupaten Tana Tidung

terdapat berbagai sungai besar, namun pemanfaatannya untuk irigasi masih belum maksimal.

Untuk arahan pengembangan kedepanya yaitu:

1. Mengoptimalkan saluran-saluran irigasi yang telah ada sehinga produksi dari tanaman

pangan akan lebih meningkat dan pembuatan saluran irigasi yang masih berupa tanah

menjadi permanen agar tidak terjadinya erosi.

2. Penghijauan /menghutankan kembali wilayah yang merupakan catchman area.

3. Membuat dan meninggikan elevasi tanggul-tanggul sungai di kawasan perkotaan atau

dekat dengan kawasan permukiman penduduk.

4. Melakukan pengerukan pada sungai yang mengalami pendangkalan, pelebaran pada

sungai yang mengalami peyempitan dan pengaman wilayah sepanjang sepadan sungai.

5. Penyuluhan kepada masyarak agar tidak mebuang sampah ke sungai.

3) Pengelolaan Limbah Industri

Berdasarkan hasil skenario pengembangan Kabupaten Tana Tidung, serta adanya rencana

kegiatan industri berbasis agroindustri di Kabupaten Tana Tidung, maka rencana penanganan

limbah untuk Kabupaten Tana Tidung serta konsep struktur ruang Kabupaten Tanah Tidung

(16)

V-16

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Penanganan limbah padat rumah tangga (black water) dilakukan dengan cara yaitu setiap

rumah diwajibkan mempunyai septic tank, sedangkan untuk kawasan permukiman yang

padat mempergunakan sistem septic tank komunal.

2. Penanganan air limbah untuk kawasan ekonomi, sistim yang dipakai adalah gabungan

antara sistem indiviual dan cara kolektif.

3. Instalasi pengolahan air limbah yang harus ada pada kegiatan agroindustri, terutama

untuk kegiatan agroindustri yang terdapat di Kabupaten Tana Tidung yang terdiri dari

pengolahan secara kimia dan biologis (disarankan memakai proses lumpur aktif). Diagram

alir proses tersebut adalah ;

Keterangan :

a. Bar Screen

Untuk memisahkan benda-benda terapung yang mungkin terbawa oleh air limbah

seperti : potongan kayu, kertas, plastik dan lain sebagainya.

b. Grit Chamber

Tempat untuk memisahkan pasir-pasir yang bercampur di dalam air limbah guna

mencegah terjadinya kerusakan terutama pada pompa-pompa yangh digunakan.

c. Bak Pengendap I

Tempat dimana terjadinya proses pemisahan antara air limbah dengan partikel diskrit

yang terkandung secara gravitasi.

d. Tangki Aerasi (Proses Lumpur Aktif)

Proses dimana pertumbuhan biologis yang terflokulkasi dicampurkan dengan air

limbah dan diaerasi.

e. Bak Pengendap II

Berfungsi untuk mengendapkan flok-flok pertumbuhan biologi yang terbentuk pada

pengolahan lumpur aktif.

f. Bak Tampung Air Bersih

Berfungsi untuk penampungan air yang sudah di proses, kemudian untuk di salurkan kembali.

A B C D E F

(17)

V-17

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Peta 5.3

(18)

V-18

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

5.1.3 Rencana Pola Ruang Kabupaten Tana Tidung

5.1.3.1 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi

kelestari-an lingkungkelestari-an hidup ykelestari-ang mencakup sumber alam, sumber daya buatkelestari-an dkelestari-an nilai sejarah serta

budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung meliputi:

1. Kawasan Hutan Lindung

2. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya meliputi :

a. Kawasan bergambut

b. Kawasan resapan air

3. Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi :

a. Sempadan pantai.

b. Sempadan sungai.

c. Kawasan sekitar danau/waduk.

d. Kawasan sekitar mata air

e. Kawasan sempadan irigasi

f. Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya.

4. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya meliputi :

a. Kawasan suakan alam

b. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya.

c. Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut

d. Cagar alam dan cagar alam laut

e. Kawasan pantai berhutan bakau

f. Taman nasional dan taman nasional laut

g. Taman hutan raya

h. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut

i. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

5. Kawasan Rawan bencana Alam.

a. Kawasan rawan tanah longsor

b. Kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir

(19)

V-19

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

a. Kawasan cagar alam geologi

b. Kawasan rawan bencana alam geologi dan kawasan yang memberikan perlindungan

ter-hadap air tanah

7. Kawasan Lindung Lainnya, meliputi :

a. Cagar biosfer

b. Ramsar

c. Taman buru

d. Kawasan perlindungan plasma-nutfah

e. Kawasan pengungsian satwa, terummbu karang dan kawasan koridor bagi jenis satwa

atau biota laut yang dilindungi

Kriteria kawasan lindung dan budidaya adalah sebagai berikut :

1. Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria:

a. Kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang

jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;

b. Kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat puluh

persen); atau

c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit (dua ribu) meter di atas

permukaan laut.

2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi :

a. Kawasan bergambut dengan kriteria ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang

terdapat di hulu sungai atau rawa.

b. Kawasan resapan air dengan kriteria kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk

meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan.

3. Kawasan perlindungan setempat, meliputi :

a. Sempadan pantai dengan kriteria:

 Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik

pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

 Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau

(20)

V-20

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

b. Sempadan sungai dengan kriteria:

 Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter

dari kaki tanggul sebelah luar;

 Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman

dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan

 Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman

dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.

c. Kawasan sekitar danau atau waduk dengan kriteria:

 Daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari

titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau

 Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap

bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.

d. Ruang terbuka hijau kota dengan kriteria:

 Lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) meter persegi;

 Berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan

dan jalur; dan

 Didominasi komunitas tumbuhan.

4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, meliputi :

a. Kawasan suaka alam dengan kriteria:

 Kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan

alam yang khas baik di darat maupun di perairan; dan/atau

 Mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota,

ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalamnya.

b. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dengan kriteria:

 Memiliki ekosistem khas, baik di lautan maupun di perairan lainnya; dan

 Merupakan habitat alami yang memberikan tempat atau perlindungan bagi

perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa.

c. Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut dengan kriteria:

 Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu

(21)

V-21

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;

 Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrant tertentu; atau

 Memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

d. Cagar alam dan cagar alam laut dengan kriteria:

 Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;

 Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;

 Memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli atau belum

diganggu manusia;

 Memiliki luas dan bentuk tertentu; atau

 Memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta

keberadaannya memerlukan konservasi.

e. Kawasan pantai berhutan bakau dengan kriteria koridor di sepanjang pantai dengan

lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata perbedaan air pasang

tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

f. Taman nasional dan taman nasional laut dengan kriteria :

 Berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam;

 Memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami;

 Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun

jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;

 Memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi

atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia; dan

 Memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

g. Taman hutan raya dengan kriteria :

 Berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang

be-ragam;

 Memiliki arsitektur bentang alam yang baik;

 Memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

 Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan

(22)

V-22

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan memiliki luas yang

memung-kinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau

bukan asli.

h. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut dengan kriteria :

 Memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang masih asli

serta formasi geologi yang indah, unik, dan langka;

 Memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

 Memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan

 Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan kegiatan wisata

alam.

i. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan kriteria sebagai hasil budaya

manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan.

5. Kawasan rawan bencana alam, meliputi :

a. Kawasan rawan tanah longsor dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan

terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,

tanah, atau material campuran.

b. Kawasan rawan gelombang pasang dengan kriteria kawasan sekitar pantai yang rawan

terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer

per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.

c. Kawasan rawan banjir dengan kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau

berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir.

6. Kawasan lindung geologi, meliputi :

Kawasan cagar alam geologi, terdiri atas :

a. Kawasan keunikan batuan dan fosil dengan kriteria :

 Memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam;

 Memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil);

 Memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi;

(23)

V-23

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.

b. Kawasan keunikan bentang alam dengan kriteria :

 Memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;

 Memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk

vul-kanik;

 Memiliki bentang alam goa;

 Memiliki bentang alam ngarai/lembah;

 Memiliki bentang alam kubah; atau

 Memiliki bentang alam karst.

c. Kawasan keunikan proses geologi dengan kriteria :

 Kawasan poton atau lumpur vulkanik;

 Kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau

 Kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser.

Kawasan rawan bencana alam geologi, terdiri atas :

a. Kawasan rawan letusan gunung berapi ditetapkan dengan kriteria:

 Wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau

 Wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar lontaran atau

guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.

b. Kawasan rawan gempa bumi dengan kriteria kawasan yang berpotensi dan/atau pernah

mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII Modified Mercally Intensity

(MMI).

c. Kawasan rawan gerakan tanah dengan kriteria memiliki tingkat kerentanan gerakan

tanah tinggi.

d. Kawasan yang terletak di zona patahan aktif dengan kriteria sempadan dengan lebar

paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari tepi jalur patahan aktif.

e. Kawasan rawan tsunami dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan/atau

berpotensi atau pernah mengalami tsunami.

f. Kawasan rawan abrasi dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah

(24)

V-24

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

g. Kawasan rawan bahaya gas beracun dengan kriteria wilayah yang berpotensi dan/atau

pernah mengalami bahaya gas beracun.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah

a. Kawasan imbuhan air tanah dengan kriteria :

 Memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang

berarti;

 Memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;

 Memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau

 Memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air

tanah yang tertekan.

b. Kawasan sempadan mata air dengan kriteria :

 Daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan

fungsi mata air; dan

 Wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air.

7. Kawasan lindung lainnya, meliputi :

a. Cagar biosfer dengan kriteria :

 Memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami

degradasi, mengalami modifikasi, atau kawasan binaan;

 Memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah;

 Merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara

komunitas alam dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; atau

 Berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui penelitian dan

pendidi-kan.

b. Ramsar dengan kriteria :

 Berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati alami yang mewakili

langka atau unit yang sesuai dengan biogeografisnya;

 Mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau ekologi komunitas yang

ter-ancam;

 Mendukung keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di wilayah

(25)

V-25

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat melewati masa kritis

dalam hidupnya.

c. Taman buru dengan kriteria :

 Memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk kegiatan berburu; dan

 Terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan yang memungkinkan perburuan secara

teratur dan berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi, olahraga,

dan kelestarian satwa.

d. Kawasan perlindungan plasma nutfah dengan kriteria :

 Memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses

pertumbuhannya; dan

 Memiliki luas tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhan jenis

plasma nutfah.

e. Kawasan pengungsian satwa dengan kriteria :

 Merupakan tempat kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut;

 Merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan memiliki luas tertentu yang

memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta

berkembangbiaknya satwa.

f. Terumbu karang dengan kriteria :

 Berupa kawasan yang terbentuk dari koloni masif dari hewan kecil yang secara

ber-tahap membentuk terumbu karang;

 Terdapat di sepanjang pantai dengan kedalaman paling dalam 40 (empat puluh)

me-ter; dan

 Dipisahkan oleh laguna dengan kedalaman antara 40 (empat puluh) sampai dengan

75 (tujuh puluh lima) meter.

g. Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi dengan kriteria :

 Berupa kawasan memiliki ekosistem unik, biota endemik, atau proses-proses

penun-jang kehidupan; dan

(26)

V-26

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Berdasarkan kriteria tersebut diatas, bisa ditentukan pembagian kawasan lindung dan

budidaya di Kabupaten Tana Tidung. Adapun penetapan dan pengembangan kawasan

lindung di Kabupaten Tana Tidung dapat dibagi menjadi : kawasan yang memberi

perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam,

kawasan pelestarian alam, kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung lainnya.

A. Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu

mem-berikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun kawasan bawahannya sebagai

pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kriteria

penetapan kawasan lindung adalah :

1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang

melebihi nilai skor 175; atau

2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan atau

3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 1000-2000 meter/dpl.

Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi,

bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin

ketersedi-aan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukketersedi-aan. Luas hutan lindung di Kabupaten Tana

Tidung secara keseluruhan adalah 8.832,594 Ha.

Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk mencegah terjadinya bencana erosi, banjir,

sedimentasi, dan menurunnya fungsi hidrolik tanah untuk menjamin ketersediaan, unsur hara

tanah, air tanah, dan air permukaan. Temasuk didalamnya adalah upaya pelestarian DAS.

Sebagian kawasan ini telah mengalami alih fungsi untuk kawasan budidaya terutama untuk

perkebunan. Adapun pengelolaan kawasan ini diarahkan pada :

1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui

pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap

permukaan tanah dan mampu meresapkan air;

2. Perluasan hutan lindung di wilayah Sesayap, terutama pada area yang mengalami alih

fungsi sehingga pola ini memiliki kemampuan perlindungan seperti hutan terutama di area

kaki Gunung Rian;

3. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond, camping)

(27)

V-27

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

4. Pengembalian berbagai rona awal sehingga kehidupan satwa langka dan dilindungi dapat

lestari;

5. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;

6. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai

ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu,

Pengembangan kawasan hutan lindung ini juga merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan fungsi pelestarian DAS Sungai Sesayap. Hal ini dilakukan mengingat sebagian

besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran sungai yang ada di

Kabupaten Tana Tidung. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga

kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang

DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Penetapan hutan pelestarian dari DAS Sungai

Sesayap sebagai daerah lindung tidak dapat dibudidayakan atau dialihfungsikan.

B. Kawasan yang Memberi Perlindungan Kawasan Bawahannya

Kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya meliputi kawasan bergambut dan

kawasan resapan air.

1) Kawasan Bergambut

Di Kabupaten Tana Tidung memiliki kawasan bergambut yang terdapat di Kecamatan

Sesayap seluas 15.856,74 Ha, di Kecamatan Sesayap Hilir seluas 58.649,81 Ha dan

Kecamatan Tana Lia seluas 9.268, 51 Ha yang memiliki ketebalan gambut 3 (tiga)

me-ter atau lebih.

Dalam konteks penyeimbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh ekosistem

gambut, maka tindakan penghijauan, konservasi dan reboisasi serta rehabilitasi hutan

sangat diperlukan, khususnya pada kawasan hutan rawa gambut atau lahan kosong

yang tidak bervegetasi.

2) Kawasan Resapan Air

Kawasan resapan air adalah daerah yang memiliki kemampuan tinggi meresapkan air

hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuiver) yang berguna sebagai

penyedia sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk

memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk

keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk

(28)

V-28

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Kawasan Resapan Air terletak di Kecamatan Sesayap. Adapun luas kawasan resapan air

di Kabupaten Tana Tidung ini adalah 8.832,594 Ha. Penetapan dan pemantapan

ka-wasan resapan air juga merupakan salah satu upaya dalam pelestarian DAS yang ada di

Kabupaten Tana Tidung. Peningkatan manfaat lindung pada kawasan ini dilakukan

dengan cara :

1. Pengendalian hutan dan tegakan tinggi pada wilayah-wilayah hulu; serta

2. Pengolahan sistem terasering dan vegetasi yang mampu menahan dan meresapkan

air.

Sebagian besar kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air ini merupakan

kawasan hutan lindung, sehingga pelestarian hutan lindung pada dasarnya juga

meningkatkan kemampuan akan resapan air. Adapun pengelolaan kawasan ini adalah :

1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui

pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan perlindungan

terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air ke dalam tanah;

2. Perluasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Sesayap terutama pada area yang

mengalami alih fungsi;

3. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;

4. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan

nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu, dan vegetasi yang

menjadi tempat kehidupan berbagai satwa;

5. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond,

camping) terutama di Kecamatan Sesayap sekaligus menanamkan gerakan cinta

alam; serta

6. Pengolahan tanah secara teknis sehingga kawasan ini memberikan kemampuan

peresapan air yang lebih tinggi.

c. Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan

sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan lindung spiritual

dan kearifan lokal lainnya.

(29)

V-29

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang pantai yang mempunyai

manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Tujuan

perlin-dungan adalah untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu

keles-tarian fungsi pantai. Jarak sempadan pantai ditetapkan sejauh 100 m dari titik pasang

air laut tertinggi ke arah daratan. Sebaran dari kawasan sempadan pantai di Kabupaten

Tana Tidung terdapat di Kecamatan Sesayap Hilir dan Kecamatan Tana Lia. Luasan

kawasan sempadan pantai di Kecamatan Sesayap Hilir seluas 4.002 Ha dan Kecamatan

Tan alia 2.275 Ha, sehingga total kawasan sempadan pantai di Kabupaten Tana

Tidung seluas 6.277 Ha.

2) Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk

sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk

melestarikan fungsi sungai. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 menetapkan perlindungan

terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia

yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar

sungai serta mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah :

 Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan

anak sungai yang berada di luar pemukiman.

 Untuk sungai di kawasan permukaan berupa sempadan sungai yang diperkirakan

cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan

Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, menjelaskan

bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi

ke-hidupan dan pengke-hidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya

dengan mengamankan daerah sekitarnya. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan

sepan-jang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai

manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai.

Penetapan kawasan sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan,

pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai

ter-masuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Adapun penetapan

(30)

V-30

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut :

 Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan

sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;

 Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan

seku-rang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul

2. Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan

diperkotaan didasarkan pada kriteria berikut :

 Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500

(li-ma ratus) Km2 atau lebih dengan garis sempadan sungai ditetapkan

sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, termasuk sungai besar di Kabupaten Tana Tidung ini

yai-tu Sungai Sesayap.

 Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang

dari 500 (lima ratus) Km2 dengan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 50

(lima puluh) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan, termasuk pada

wilayah ini adalah sungai yang ada di wilayah Kabupaten Tana Tidung selain Sungai

Sesayap.

3. Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan

didasarkan pada kriteria :

 Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan

ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada

waktu ditetapkan;

 Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20

(dua puluh)meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas)

meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan

 Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter,

garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi

sungai pada waktu ditetapkan.

Penetapan kawasan sempadan sungai ini juga merupakan salah satu upaya untuk

meningkat-kan fungsi pelestarian DAS Sesayap yang merupameningkat-kan sungai terbesar yang melintas wilayah

Kabupaten Tana Tidung. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung

merupakan area yang termasuk dalam aliran Sungai Sesayap serta sungai lainnya. Pelestarian

(31)

V-31

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan

produktivitas lahan. Luas sempadan sungai di Kabupaten Tana Tidung meliputi Kecamatan

Sesayap sebesar 1.573 Ha, Kecamatan Sesayap Hilir sebesar 6.988 Ha dan Kecamatan Tana Lia

sebesar 1.016 Ha. Total kawasan sepadan sungai di Kabupaten Tana Tidung seluas 9.577 Ha.

Nama sungai di Kabupaten Tana Tidung yang mempunyai sempadan sungai dapat dilihat

pa-da Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Sungai di Kabupaten Tana Tidung

No Kecamatan Nama Sungai

1 Sesayap Sesayap

Sisogo

Belanay

Rian

Sedulun

Sibiday

Simbawang

Betuan

Simadaruk

2 Sesayap Hilir Sesayap

Menjelatung

Linuongkayan

Betayau

Bikis

Balai

Barang

Bintal

Kasal

Terusan Teladan

Pondok

Sinarap

Liagau

Payau

Delung

3 Tanah Lia Mandul

Sesalan

Sumber : RTRW Kab.Tana Tidung, Hasil Rencana 2012

(32)

V-32

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan alih fungsi

lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai;

2. Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau

pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan;

3. Sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dan perkotaan

dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar

depan;

4. Sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata alam-petualangan

seperti arung jeram, out bond, dan kepramukaan;

5. Sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan timbulnya banjir dapat

digunakan untuk pariwisata; serta

6. Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata melalui

penataan kawasan tepian sungai.

7. Dalam rencana jangka panjang perlu resettlement permukiman yang berada di sempadan

Sungai Sesayap untuk kelestarian kawasan perlindungan setempat serta mengantisipasi

banjir air pasang dari sungai.

Gambar 5.1. Konservasi Sungai di luar Kawasan Terbangun

Gambar 5.2 Konservasi Sungai Di Kawasan Terbangun Keterangan :

(33)

V-33

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

D. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan cirri khas tertentu baik di darat maupun di

perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian keragaman jenis

tum-buhan dan satwa beserta ekosistemnya.

Kawasan suaka alam dan cagar budaya di Kabupaten Tana Tidung meliputi kawasan pantai

berhutan bakau (mangrove). Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang

merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan

kepada perikehidupan pantai dan lautan. Ekosistem mangrove mempunyai makna dan

peranan dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan

sumberdaya pantai yang terkait termasuk perikanan, dan melalui produk yang dihasilkan dari

ekosistem tersebut sebagai suatu sumber pendapatan berharga bagi Negara dan masyarakat

setempat yang tinggal di dalam dan sekitar ekosistem mangrove.

Kesesuaian lahan mangrove di Kecamatan Sesayap Hilir seluas 74.400 Ha, Kecamatan Tana Lia

seluas 15.414 Ha. Dari luas lahan yang ada, mangrove yang masih utuh kurang lebih tinggal

40%.

Arahan pengembangan kawasan sempadan pantai antara lain: Keterangan :

A : Kawasan yang diperkenankan untuk bangunan

B : Kawasan konservasi sungai pada kawasan terbangun

- Konservasi sungai diarahkan sekitar 10-15 meter.

(34)

V-34

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Mencegah segala bentuk kawasan kegiatan budidaya disepanjang pantai yang dapat

mengganggu kelestarian fungsi pantai.

2. Mengendalikan dan pembatasan kegiatan terbangun pada kawasan sempadan pantai.

3. Mengembalikan fungsi lindung pantai yang telah mengalami kerusakan (penanaman

kembali tanaman mangrove).

4. Kegiatan budidaya yang diijinkan adalah seperti perikanan, pelabuhan, dan pengembangan pariwisata yang tidak merusak ekosistem pesisir.

E. Kawasan Rawan Bencana Alam

Kawasan bencana alam meliputi kawasan rawan longsor, kawasan rawan banjir, kawasan

ra-wan bencana air/gelombang pasang, dan kawasan rara-wan bencana alam lainnya (kebakaran

hutan).

1) Kawasan Rawan Longsor

Kawasan rawan longsor lebih disebabkan oleh adanya kegiatan eksploitasi berlebih pada

kawasan perbukitan atau pegunungan yang sebagian besar disebabkan adanya aktivitas

penebangan/penggundulan hutan (alih fungsi lahan) akibat kegiatan pembangunan. Daerah

rawan longsor di Kabupaten Tana Tidung yaitu wilayah perbukitan dengan kelerengan >

40%.

Kecamatan di Kabupaten Tana Tidung yang rawan longsor diantaranya adalah Kecamatan

Sesayap dan Kecamatan Sesayap Hilir. Kecamatan Sesayap memiliki tingkat kerentanan

yang tinggi bencana tanah longsor karena wilayah ini berdekatan dengan Kawasan Gunung

Rian serta perbukitan lainnya.

Guna mengantisipasi adanya bahaya-bahaya tanah longsor dan tanah bergerak, maka perlu

adanya penghijauan dengan melakukan pengembangan jenis tanaman tahunan dan

didukung dengan adanya upaya-upaya perlindungan yang melibatkan berbagai elemen

masyarakat di sekitarnya.

Bentuk penanggulangan terhadap terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada gambar

berikut :

(35)

V-35

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Jangan membuka lahan dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat

pem-ukiman (gambar kiri)

 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman

(gambar kanan)

 Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah

melalui retakan (gambar kiri)

 Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal (gambar kanan)

 Jangan menebang pohon di lereng (gambar kiri)

(36)

V-36

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal (gambar kiri)

 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit (gambar kanan)

 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal (gambar kiri)

 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit (gambar kanan)

 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak (gambar kiri)

 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi (gambar kanan)

2. Tahapan mitigasi bencana tanah longsor

 Pemetaan

Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di

sua-tu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten

se-bagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari

bencana.

 Penyelidikan

Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan

da-lam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.

 Pemeriksaan

Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat

(37)

V-37

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

 Pemantauan

Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana agar diketahui secara dini tingkat

bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan rawan

bencana.

 Sosialisasi

Memberikan pemahaman kepada pemerintah kabupaten atau masyarakat umum, tentang

bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan

berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara

langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah.

 Pemeriksaan bencana longsor

Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara

penanggu-langan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.

3. Selama dan sesudah terjadi bencana

 Tanggap darurat

Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan

perto-longan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang

harus diperhatikan, antara lain:

- Kondisi medan

- Kondisi bencana

- Peralatan

- Informasi bencana

 Rehabilitasi

Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan

sa-rana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik

pen-gendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban

tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.

 Rekonstruksi

Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi

pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor,

karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah

(38)

V-38

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Pengelolaan lahan pada kawasan rawan longsor ini diarahkan pada pengembalian fungsi

lin-dung khususnya hutan atau kawasan yang mendukung perlinlin-dungan seperti perkebunan

tanaman keras dan memiliki kerapatan tanaman yang tinggi. Mengingat di Kabupaten Tana

Tidung banyak alih fungsi lahan lindung yang memiliki kemampuan mendukung perlindungan

kawasan maka diperlukan pengelolaan bersama antara pemerintah dengan masyarakat baik

dalam mengelola hutan maupun perkebunan. Selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas

yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari sisi hasil buah seperti durian, sawit dan tanaman karet.

Selanjutnya pada daerah aliran sungai yang umumnya memiliki kontur tajam atau terjal juga

merupakan kawasan yang mudah terkena longsor. Untuk ini diperlukan pengelolaan dengan

membuat terasering dan penanaman tanaman keras produktif bersama masyarakat. Mengingat

kawasan ini sekaligus merupakan kawasan penyangga untuk mencegah pendangkalan sungai

yang disebabkan oleh longsor dan erosi, maka upaya penamanam vegetasi yang berkayu

dengan tegakan tinggi juga harus diikuti oleh pengembangan tutupan tanah atau ground cover

yang juga memiliki fungsi ekonomi seperti rumput gajah yang dapat digunakan untuk pakan

ternak. Untuk pencegahan terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Gambar 5.3.

(39)

V-39

BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP

2) Kawasan Rawan Banjir

Beberapa kawasan di Kabupaten Tana Tidung merupakan kawasan rawan banjir

khu-susnya di Kecamatan Sesayap yang berada di lereng Gunung Rian. Kawasan rawan banjir

di Kabupaten Tana Tidung juga terjadi di sekitar DAS Sesayap (curah hujan tinggi dan air

sungai pasang), diantaranya Desa Sengkong, Pakis Bondan, Bebatu dan Menjelutung.

Be-berapa penyebab terjadinya banjir antara lain disebabkan oleh semakin berkurangnya

ka-wasan resapan air, dan semakin rusaknya hutan dan kaka-wasan konservasi di wilayah hulu.

Berdasarkan kerawanan terhadap banjir diatas, maka guna mengantisipasi bahaya banjir

dan genangan periodik adalah :

1. Pelestarian dan pengelolaan daerah aliran sungai secara lintas wilayah;

2. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air; serta

3. Melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan

wilayah lain.

Upaya pencegahan banjir dilakukan dengan tiga cara yakni : (1) melestarikan kawasan

lin-dung dan kawasan hulu sungai (2) pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan

perkotaan dan perdesaan, kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, dan (3)

membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan primer,

sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk drainase.

5.1.3.2 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya

A. Penetapan dan Pengembangan Kawasan Budidaya

Berdasarkan kondisi eksisting dan hasil analisa yang disesuaikan dengan pedoman kriteria

teknis kawasan budidaya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007), maka

Kawasan Budidaya di Kabupaten Tanah Tidung dibedakan menjdai dua (2) yaitu: Kawasan

Budidaya Kehutanan (KBK) dan kawasan Budidaya Non Kehutanan (KNBK).

1. Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) terdiri atas kawasan hutan produksi (hutan produksi tetap,

terbatas, dan konversi)

2. Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KNBK) terdiri dari:

 kawasan pertanian kawasan perkebunan, kawasan peternakan,  kawasan perikanan, kawasan pertambangan,

 kawasan permukiman,  kawasan peruntukan industri  kawasan pariwisata

Gambar

Tabel 5.1. Sungai di Kabupaten Tana Tidung
Gambar 5.1. Konservasi Sungai di luar Kawasan Terbangun
Gambar 5.3.
Tabel 5.2 Fungsi Kawasan yang Direkomendaiskan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa kualitas produk yang baik maka akan semakin baik pula minat beli konsumen pada produk Lemari es merek Sanyo

Bahan yang dapat menstimulasi Bahan yang dapat menstimulasi y y g g p p respon imun spesifik atau bahan respon imun spesifik atau bahan yang dapat berekasi dengan.. yang

Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan nilai. lemak viseral pada mahasiswa

Parameter utama yang diamati adalah tinggi sel epitelium tubulus kontortus proksimalis, tinggi sel epitelium tubulus kontortus distalis, dan perubahan struktur

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana.. data

Laporan sumber dan penggunaan dana sanagat penting Karena sumber dan penggunaan dana merupakan alat analisa keuanagan yang diperlukan bagi menejer keuangan, untuk mengetahui aliran

By .

Berdasarkan Seminar Hasil Penelitian Disertasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa:. N a m