V-1
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
5.1. ARAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANA TIDUNG
erdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Tana Tidung di Provinsi Kalimantan Timur, wilayah
Ka-bupaten Tana Tidung mencakup wilayah Kecamatan Sesayap, Kecamatan Sesayap
Hilir dan Kecamatan Tana Lia dengan ibukota kabupaten berkedudukan di Tidung
Pale dengan luas wilayah keseluruhan sebesar + 4.828,58 km2 dan pada Tahun 2012 di
mekar-kan lagi dari Tiga Kecamatan menjadi Lima Kecamatan yaitu Kecamatan Betayau dan Muruk
Rian. Kabupaten Tana Tidung sebagai kabupaten pemekaran mengalami perkembangan yang
meningkat karena pergerakan aktifitas pada sektor-sektor tertentu yang berperan terhadap
per-tumbuhan kabupaten tersebut. Perper-tumbuhan dan perkembangan Kabupaten Tana Tidung
di-latarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan penduduk, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi, perkembangan/perluasan jaringan
komunikasi-transportasi dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan
ter-hadap bentuk keruangan di wilayah Kabupaten Tana Tidung, baik secara fisik maupun non fisik,
sebagai wadah kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan
baik akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas
pemanfaa-tan ruang.
Pada pertengahan tahun 2007, Pemerintah mengeluarkan ketentuan penataan ruang yang baru
yaitu Undang-undang No 26 Tahun 2007, dimana dalam Pasal 26 ayat (4) dinyatakan bahwa
jangka waktu rencana tata ruang wilayah kota adalah 20 (dua puluh) tahun (Pasal ini berlaku
B
BAB
KETERPADUAN
STRATEGI PENGEMBANGAN
Kabupaten tana tidung
Book
Sale
V-2
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota), maka perlu adanya penyesuaian
jangka waktu perencanaan pada rencana tata ruang wilayah yang. Disebutkan pula pada Pasal
78 ayat (4) huruf c, bahwa semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling Iambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak
undang Nomor 26 Tahun 2007 diberlakukan (26 April 2007). Dengan adanya
Undang-Undang Penataan Ruang yang baru maka RTRW Kabupaten Tana Tidung juga harus disesuaikan.
Penyesuaian ini merupakan aktifitas yang dilakukan karena adanya ketidaksesuaian dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tana Tidung yang disusun pada tahun anggaran 2009
dengan ketentuan/muatan yang harus dipenuhi oleh RTRW Kabupaten sesuai Undang-undang
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Keputusan Menteri PU Nomor
16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten.
5.1.1 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Wilayah
Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran dari Rencana tata ruang wilayah
propinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang menjadi
pe-doman untuk perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.
Rencana tata ruang wilayah adalah kebijaksanaan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang
harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya
dalam jangka waktu perencanaan.
Adapun tujuan dari penataan ruang wilayah Kabupaten Tana Tidung, adalah
1. Peningkatan pembangunan infrastruktur guna menunjang perkembangan ekonomi.
2. Peningkatan perkembangan ekonomi melalui sektor pertanian, investasi, perdagangan,
pariwisata dan industri.
3. Pengelolaan SDA dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
4. Terwujudnya tertib pembangunan berbasis tata ruang.
5. Terwujudnya masyarakat yang agamis, demokratis, dan sejahtera.
Dengan demikian perencanaan tata ruang wilayah kabupaten adalah akan dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi
investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk
tercapainya kesejahteraan masyarakat. Manfaat dari Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah di
V-3
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Sinkronisasi antar produk tata ruang/antar program pembangunan dan menjaga konsistensi
dan kesinambungan antar kebijaksanaan/program pembangunan;
2. Menyiapkan perwujudan dengan melaksanakan dan mengakomodasi program-program
pembangunan;
3. Mendayagunakan produk tata ruang sebagai alat penataan, penyusunan program
pembangunan dan pengendalian secara optimal;
4. Terciptanya kepastian hukum dalam penataan ruang wilayah untuk meningkatkan minat
investasi di Kabupaten Tana Tidung;
5. Terjaganya fungsi lindung dalam upaya mendukung keseimbangan ekosistem wilayah.
Tersusunnya kembali RTRW Kabupaten Tana Tidung yang baru untuk waktu 20 (dua puluh)
tahun ke depan, sesuai dengan sasaran perencanaan tata ruang wilayah kabupaten, yaitu :
1. Terkendalinya pembangunan di wilayah kabupaten baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat;
2. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;
3. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah
kabupaten;
4. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah kabupaten;
5. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan;
Struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten
dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah
kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan
transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem
jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah
aliran sungai. Dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten digambarkan sistem pusat kegiatan
wilayah kabupaten dan perletakan jaringan prasarana wilayah yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan pengembangan dan pengelolaannya merupakan kewenangan
pemerintah daerah kabupaten.
Sesuai dengan kebijakan UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, kebijakan rencana
struktur ruang meliputi :
1. Rencana sistem pusat permukiman yang terdiri dari sistem pusat permukiman perdesaan dan
perkotaan. Dalam sistem wilayah, pusat permukiman adalah kawasan perkotaan yang
V-4
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
maupun pada kawasan perdesaan. Dalam sistem internal perkotaan, pusat permukiman
adalah pusat pelayanan kegiatan perkotaan.
2. Rencana sistem jaringan prasarana, dimana Sistem jaringan prasarana, antara lain, mencakup
sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
telekomunikasi, sistem persampahan dan sanitasi, serta sistem jaringan sumber daya air.
Strategi struktur ruang wilayah terdiri atas pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan,
sistem pusat permukiman perkotaan dan arahan sistem prasarana wilayah. Sistem pusat
permukiman perdesaan dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara berhirarki,
dengan membentuk pusat pelayanan desa mulai dari pusat pelayanan antardesa, pusat pelayanan
setiap desa, sampai pada pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman.
Peningkatan skala pelayanan pusat permukiman perdesaan ini dilakukan dengan membentuk
hubungan pada pusat kecamatan dan perkotaan pusat WP.
A. Kebijakan dan Strategi Perwujudan Pusat Kegiatan Perkotaan dan Perdesaan
1. Kebijakan pengembangan pusat kegiatan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan Strategi:
a. Membentuk pusat kegiatan yang terintegrasi dan berhirarki di Kabupaten Tana Tidung
b. Pembentukan pusat pelayanan dan pertumbuhan perkotaan utama sebagai pusat kegiatan Kabupaten Tana Tidung
c. Mendorong pengembangan dan pemantapan Kota Tideng Pale sebagai pusat kegiatan lokal
d. Pengembangan pusat permukiman perdesaan dengan pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), pembentukan pusat desa, dan pembentukan pusat permukiman perdusunan
e. Menciptakan keterkaitan antarkegiatan kawasan yang merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
2. Kebijakan penetapan fungsi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan Strategi:
a. Penetapan Kota Tideng Pale sebagai ibukota Kabupaten Tana Tidung
b. Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan sosial - ekonomi bagi
area yang lebih luas.
c. Pengembangan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan terletak
di kawasan pegunungan untuk hutan lindung, hutan produksi, perkebunan dan
hortikultura; perdesaan di dataran rendah untuk pertanian pangan; dan perdesaan pesisir
pengembangan perikanan
d. Pengembangan produk unggulan pada kawasan potensial disertai pengolahan dan
V-5
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
e. Peningkatan interaksi kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan ibukota kecamatan
maupun ibukota kabupaten
3. Kebijakan pengembangan fasilitas pelayanan Strategi:
a. Pemenuhan fasilitas perkotaan sesuai skala pelayanan ibukota kecamatan dan kabupaten
b. Penyediaan fasilitas pelayanan lokal untuk mendukung kegiatan pusat perkotaan, meliputi
fasilitas perdagangan dan jasa, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan
c. Pendistribusian pembangunan fasilitas umum secara merata di masing-masing kecamatan
sehingga tidak terjadi kesenjangan pembangunan
d. Peningkatan kualitas tiap-tiap jenis fasilitas yang sudah ada sehingga dapat memberikan
pelayanan yang optimal kepada masyarakat
B.Kebijakan dan Strategi Perwujudan Sistem Prasarana Wilayah
1. Kebijakan pengembangan prasarana transportasi darat dan laut/perairan Strategi:
a. Pengembangan transportasi yang dapat menjadi akses penghubung antarwilayah,
antarkawasan dan antar kegiatan fungsional, serta mampu mengurangi berbagai masalah
yang terjadi akibat perkembangan kegiatan perkotaan dan wilayah
b. Pengembangan sistem transportasi yang baru pada wilayah yang mempunyai tingkat
perkembangan kegiatan fungsional sangat tinggi seperti pengembangan terminal,
pelabuhan, maupun lapangan terbang perintis
c. Pembangunan pola jaringan jalan yang lebih menjangkau daerah-daerah di luar pusat
perkembangan kota dan memiliki pola jaringan yang lebih memungkinkan untuk
menciptakan pergerakan yang lebih efektif dan efisien.
d. Pengelolaan transportasi jalan raya di wilayah Kabupaten Tana Tidung, misalnya dengan
meningkatan kualitas fisik jalan yang berada pada kondisi yang menghambat kelancaran
lalu lintas
e. Penambahan alternatif pilihan moda angkutan umum dan peningkatan frekuensi
pelayanan moda angkutan umum
f. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana perangkutan yang memadai
g. Penyiapan kelembagaan operasional pengelola kawasan terminal dan pelabuhan
2. Kebijakan pengembangan prasarana energi/listrik Strategi:
a. Pemeliharaan jaringan-jaringan listrik yang sudah ada, dan penambahan jaringan listrik
V-6
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
b. Pengembangan pembangkit listrik dengan menggunakan tenaga alternatif yang berpotensi
di masing-masing wilayah
c. Peningkatan kuantitas dan kuallitas pelayanan kelistrikan pada wilayah yang belum
terjangkau jaringan listrik kabupaten pada daerah-daerah dengan kekhususan geografis
melalui pembangkit listrik bertenaga diesel dalam skala pelayanan komunal.
3. Kebijakan pengembangan prasarana sumberdaya air Strategi:
a. Peningkatan pelayanan jaringan air bersih dengan pembuatan jaringan baru, khususnya di
kawasan permukiman serta rehabilitasi jaringan yang telah ada.
b. Pengembangan dan pembangunan jaringan pipa transmisi dan distribusi air bersih di
seluruh kecamatan
c. Peningkatan sistim jaringan sumber daya air dengan peningkatan sarana dan prasarana
pendukung.
d. Melakukan konservasi air di Kabupaten Tanan Tidung agar dapat mempertahankan
ketersediaan sumber air dengan cara meningkatkan pemanfaatan air permukaan,
meningkatkan efisiensi air irigasi dan menjaga kualitas air sesuai dengan peruntukannya.
4. Kebijakan pengembangan prasarana telekomunikasi Strategi:
a. Pembangunan teknologi telematika pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan
b. Membentuk jaringan telekomunikasi dan informasi yang menghubungkan setiap wilayah
pertumbuhan dengan ibukota kabupaten
c. Penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) yang digunakan secara bersama
menjangkau ke pelosok perdesaan. Pembangunan BTS diprioritaskan pada wilayah yang
memiliki jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang tidak termasuk pada kawasan
pengendalian ketat
d. Peningkatan sistem informasi telekomunikasi pembangunan daerah berupa informasi
berbasis teknologi internet
e. Pengembangan prasarana telekomunikasi meliputi telepon rumah tangga, telepon umum,
jaringan telepon seluler.
f. Penerapan teknologi telematika berbasis teknologi modern.
5. Kebijakan pengembangan prasarana lingkungan Strategi:
V-7
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang
dipergunakan. Semakin banyak menggunakan material, semakin banyak sampah yang
dihasilkan.
Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai
kembali. Dan menghindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai,
buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi
sampah.
Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi,
bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak
industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi
barang lain.
Replace (Mengganti); meneliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang
barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga
meneliti agar kita memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya,
mengganti kantong plastik dengan keranjang bila berbelanja, dan tidak
mempergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
b. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perkotaan dengan peningkatan prasarana
pengolahan sampah, pengadaan TPA regional, dan pengelolaan sampah berkelanjutan
c. Optimalisasi tingkat penanganan sampah perdesaan dengan pengelolaan sampah
berkelanjutan dan pengolahan sampah mendukung pertanian
Peningkatan sanitasi lingkungan untuk kawasan permukiman, kawasan indutri, kawasan
perdagangan dan jasa, dan kawasan untuk kegiatan sosial ekonomi lainnya.
5.1.2. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Tana Tidung
Rencana stuktur ruang yang akan di kembangkan di Kabupaten Tana Tidung yaitu
mengoptimalkan masing-masing wilayah sehingga tercipta pemenuhan kebutuhan antara wilayah
satu dengan wilayah yang lain. Apabila sistem pemenuhan kebutuhan terjadi dalam jangka
panjang berarti sitem perekonomian wilayah dapat berjalan sesuai dengan harapan dan
perkembangan ekonomi dapat terwujud. Rencana struktur tata ruang yang di tetapkan adalah
struktur tata ruang yang mampu mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Mewujudkan visi dan misi pembangunan Kabupaten Tana Tidung.
2. Menyelaraskan antara perkembangan penduduk dan kebutuhan kelengkapan sarana dan
V-8
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
3. Mengoptimalkan keterbatasan ketersediaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia,
alam, binaan, dan sumberdaya pembiayaan.
4. Pemecahan persoalan pengembangan wilayah & mewujudkan aspirasi masyarakat.
Mengacu pada potensi dan kondisi yang dimiliki oleh wilayah Kabupaten Tana Tidung,
pengembangan struktur tata ruang wilayahnya diarahkan pada pengembangan tiga pusat
pertumbuhan utama. Penentuan ketiga pusat pertumbuhan tersebut didasari atas batas abang
jarak yang dapat dilayani dari pusat pelayan, serta kegiatan sosial ekonomi yang berkembang
pada masing-masing pusat pertumbuhan dari penetapan pusat pertumbuhan utama tersebut
diharapkan dapat menciptakan pemerataan perkembangan menuju setiap bagian wilayah (spread
V-9
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Peta 5.1
V-10
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Bidang Cipta Karya
A. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air
Tujuan pengembangan sistem jaringan prasarana sumber daya air di Kabupaten Tana Tidung
adalah:
1. Melayani wilayah perkotaan dan produksi tinggi.
2. Menciptakan tarikan perkembangan.
3. Melayani wilayah-wilayah dengan ketersediaan air yang terbatas (tidak mencukupi
kebutuhan).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat dan aktivitas
sosial ekonomi adalah sebagai berikut:
a. Harus dapat memenuhi persyaratan kualitas sebagai air minum, baik secara fisik, kimia dan
biologis serta cukup secara kuantitas untuk memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan
terutama pada jam puncak. Secara kualitas peyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan
fisik, kimiawi dan biologis, yaitu tidak berbau, berasa, tidak mengandung bakteri yang dapat
membahayakan kesehatan. Secara kuantitatif, kapasitas sumber air harus dapat menjamin
kontinuitas suplai air dan cadangan yang cukup terutama pada jam puncak dan hari maksimu
serta cadangan air bagi kebutuhan pemadaman kebakaran dan keperluan khusus lainya.
b. Pendistribusian air yang dari intalasi dan reservoir ke daerah pelayanan harus dapat terjamin
kontiunitasnya dengan tekanan yang cukup.
c. Dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan jumlah penduduk dan aktivitas yang
ada, maka dalam rencana penyediaan sistem air bersih di Kabupaten Tana Tidung di
kembangkan pada wilayah-wilayah permukiman permukiman perkotaan dan perdesaan.
Peningkatan jumlah kebutuhan air bersih hingga tahun 2030 yang cukup tinggi menuntut untuk
peningkatan prasarana air bersih. Berdasar proyeksi kebutuhan tersebut, maka rencana
penyediaan air bersih untuk Kabupaten Tana Tidung adalah sebagai berikut:
1. Sistem sambugan langsung dengan sumber dari PDAM direncanakan melayani kawasan
perkotaan, pusat kegiatan komersil, industri maupun pusat pemerintahan.
2. Sistem sambungan langsung halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM,
direncanakan melayani daerah diluar kawasan perkotaan. Daerah ini meliputi daerah-daerah
yang tidak termaksud dalam kawasan perkotaan Kabupaten Tana Tidung. Untuk
pengelolaanya dapa dilakukan oleh PDAM sendiri atau di serahkan kepada masyarakat
V-11
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
3. Sistem penyediaan air dengan swadaya murni dari masyarakat, sistem ini direncanakan untuk
wilayah yang belum mendapat pelayanan air.
Untuk arahan pengembangan prasarana sumberdaya air ditujukan untuk :
1. Mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau
2. Meningkatkan kualitas, kuantitas dan efisiensi pelayanan air bersih melalui penambahan
jaringan dan menurunkan tingkat kebocoran
3. Meningkatkan cakupan pelayanan air bersih untuk kawasan perkotaan sebesar 80% dan
kawasan perdesaan sebesar 60%;
4. Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis
dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah
5. Penetapan zona pengelolaan sumberdaya air sesuai dengan keberadaan wilayah sungai
tersebut pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya air untuk
fungsi budidaya
6. Zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi DAS berdasarkan tipologinya
7. Melindungi badan sungai melalui penertiban bangunan-bangunan yang berada pada batas
sempadan sungai dan penghijauan di sepanjang aliran sungai
V-12
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Peta 5.2
V-13
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
B. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan
Tujuan pengembangan prasarana lingkungan di Kabupaten Tana Tidung adalah sebagai berikut :
a. Melayani kawasan perkotaan atau wilayah usaha dan produksi tinggi.
b. Meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan.
c. Menjaga dan menciptakan keyamanan dan keamanan ligkungan.
d. Sedapat mungkin tidak menyebabkan gangguan terhadap lingkungan.
1) Rencana Persampahan
Untuk meningkatkan pelayanan masalah sampah, terlebih dahulu perlu dilakukan studi
kelayakan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA), perkiraan kebutuhan armada dan SDM,
serta target yang akan dilayani sehingga tingkat pelayanannya lebih tinggi dan lebih baik.
Semakin banyaknya volume sampah hingga tahun 2030, perlu memperhatikan kapasitas TPA
yang ada saat ini. Berdasarkan sumber timbulan sampah berasal dari : Kawasan perumahan,
Daerah perdagangan dan jasa, Jalan/transportasi, Daerah perkantoran, Kawasan industri.
Berdasarkan standar/petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota, timbulan sampah
setiap orang sebanyak 2,5 liter/hari untuk domestik dan non domestik diperkirakan sekitar
15% sampah domestik. Dengan demikian volume sampah Kabupaten Tana Tidung sampai
tahun 2030 diperkirakan akan mencapai 162 m3 per hari.
Berdasarkan hasil proyeksi, maka rencana pengelolaan sampah tahun 2030 perlu
penambahan 71 unit gerobak sampah, 47 kontainer sampah, 28 truk sampah, 14 amroll
truck, dan 13 TPS karena sampah domestik dan non-domestik meningkat menjadi 162
m3/hari.
Penanganan persampahan direncankan dikelola perkotaan atau kecamatan. Timbunan
sampah di Kabupaten Tana Tidung sampai pada akhir tahun perencanaan akan mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Arahan pengembangan sistem pengelolaan persampahan
disesuaikan dengan sistem perwilayah yang ada.
Menunjuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penentuan lokasi TPA. Hal-hal atau
faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi TPA antara lain:
a. Tercakup dalam perencanaan tata ruang kabupaten dan daerah.
b. Jenis tanah kedap air.
c. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian.
d. Dapat dipakai untuk minimal 5-10 tahun.
V-14
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
f. Jarak dari pusat pelayanan ± 10 km.
g. Merupakan daerah yang bebas banjir.
Selain pertimbangan SNI, pertimbangan lainya dalam menentukan lokasi dan jenis TPA
adalah:
a. Pencapaian keseimbangan pelayanan dari berbagai sudut lokasi/wilayah.
b. Dapat memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan.
c. Memunculkan “nilai ekonomis sampah” yang secara tidak langsung diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi terjadinya pencemaran
lingkungan akibat sampah.
d. TPA yang dikembangkan adalah TPA dengan kualitas antara lain:
Tidak menibulkan abu.
Dapat meminimalkan bahaya terhadap kesehatan, karenan lnset (lalat) dan
rodentidak dapat berkembang biak.
Terhindar dari bahaya terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran kecil.
Kebutuhan relatif kecil.
Setelah kapsitas TPA penuh, dalam jangka waktu tertentu lokasi TPA dapat di
manfaatkan untuk kepentingan lainya, seperti taman, tempat rekreasi, lapangan olah
raga, dan lain-lain.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka rencana pengelolaan persampahan adalah sebagai
berikut:
1. Pembangunan TPA di Desa Gunawan Kecamatan Sesayap seluas 10 Ha untuk melayani
setiap wilayah pembangunan.
2. Pengembangan usaha daur ulang sampah, kertas dan plastic (sampah kering).
3. Sistem pengelolaan TPA yang dikembangkan adalah Controller Landfill.
4. Peningkatan kesadaran (peran serta) masyarakat dalam menjaga kebersihan lingungan.
5. Pengefektifan fungsi pemulung dengan pembangkitan kegiatan daur ulang sampah
menjadi produk-produk yang bedaya guna.
6. Penambahan sarana pengangkutan dan petugas persampahan, terutama di wilayah
perkotaan.
7. Pengomposan sampah-sampah organi dan anorganik dan pembangunan fasilitas tempat
V-15
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
dari rumah-rumah sampai tempat-tempat umum, dimana pemerintah menyediakan
sarana tomg sampah untuk memilah-milah sampah tersebut.
8. Pemerintah mengeluarkan aturan-aturan yang diperlukan dan lebih tegas mengenai
pembuangan sampah ini, antara lain memberikan denda kapada pihak yang membuang
sampah sembarangan,sistem retribusi sampah, tarif pengelolaan dan lain-lain.
9. Frekwensi pelayan dibagi menjadi beberapa kondisi sebagai berikut:
Wilayah dengan pelayanan intesif adalah daerah jalan protokol, pusat kabupaten,
kawasan permukiman perkotaan tidak teratur dan derah komersil.
Wilayah dengan pelayanan menengah adalah kawasan permukiman teratur.
Wilayah dengan pelayanan rendah adalah daerah pinggiran kabupaten.
2) Kebutuhan Sanitasi
Sebagai daerah pertanian khusunya tanaman pangan, maka keberadaan prasarana irigasi
sangat berpengaruh terhadap produksi yang di hasilkan. Meskipun di kabupaten Tana Tidung
terdapat berbagai sungai besar, namun pemanfaatannya untuk irigasi masih belum maksimal.
Untuk arahan pengembangan kedepanya yaitu:
1. Mengoptimalkan saluran-saluran irigasi yang telah ada sehinga produksi dari tanaman
pangan akan lebih meningkat dan pembuatan saluran irigasi yang masih berupa tanah
menjadi permanen agar tidak terjadinya erosi.
2. Penghijauan /menghutankan kembali wilayah yang merupakan catchman area.
3. Membuat dan meninggikan elevasi tanggul-tanggul sungai di kawasan perkotaan atau
dekat dengan kawasan permukiman penduduk.
4. Melakukan pengerukan pada sungai yang mengalami pendangkalan, pelebaran pada
sungai yang mengalami peyempitan dan pengaman wilayah sepanjang sepadan sungai.
5. Penyuluhan kepada masyarak agar tidak mebuang sampah ke sungai.
3) Pengelolaan Limbah Industri
Berdasarkan hasil skenario pengembangan Kabupaten Tana Tidung, serta adanya rencana
kegiatan industri berbasis agroindustri di Kabupaten Tana Tidung, maka rencana penanganan
limbah untuk Kabupaten Tana Tidung serta konsep struktur ruang Kabupaten Tanah Tidung
V-16
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Penanganan limbah padat rumah tangga (black water) dilakukan dengan cara yaitu setiap
rumah diwajibkan mempunyai septic tank, sedangkan untuk kawasan permukiman yang
padat mempergunakan sistem septic tank komunal.
2. Penanganan air limbah untuk kawasan ekonomi, sistim yang dipakai adalah gabungan
antara sistem indiviual dan cara kolektif.
3. Instalasi pengolahan air limbah yang harus ada pada kegiatan agroindustri, terutama
untuk kegiatan agroindustri yang terdapat di Kabupaten Tana Tidung yang terdiri dari
pengolahan secara kimia dan biologis (disarankan memakai proses lumpur aktif). Diagram
alir proses tersebut adalah ;
Keterangan :
a. Bar Screen
Untuk memisahkan benda-benda terapung yang mungkin terbawa oleh air limbah
seperti : potongan kayu, kertas, plastik dan lain sebagainya.
b. Grit Chamber
Tempat untuk memisahkan pasir-pasir yang bercampur di dalam air limbah guna
mencegah terjadinya kerusakan terutama pada pompa-pompa yangh digunakan.
c. Bak Pengendap I
Tempat dimana terjadinya proses pemisahan antara air limbah dengan partikel diskrit
yang terkandung secara gravitasi.
d. Tangki Aerasi (Proses Lumpur Aktif)
Proses dimana pertumbuhan biologis yang terflokulkasi dicampurkan dengan air
limbah dan diaerasi.
e. Bak Pengendap II
Berfungsi untuk mengendapkan flok-flok pertumbuhan biologi yang terbentuk pada
pengolahan lumpur aktif.
f. Bak Tampung Air Bersih
Berfungsi untuk penampungan air yang sudah di proses, kemudian untuk di salurkan kembali.
A B C D E F
V-17
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Peta 5.3
V-18
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
5.1.3 Rencana Pola Ruang Kabupaten Tana Tidung
5.1.3.1 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestari-an lingkungkelestari-an hidup ykelestari-ang mencakup sumber alam, sumber daya buatkelestari-an dkelestari-an nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung meliputi:
1. Kawasan Hutan Lindung
2. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya meliputi :
a. Kawasan bergambut
b. Kawasan resapan air
3. Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi :
a. Sempadan pantai.
b. Sempadan sungai.
c. Kawasan sekitar danau/waduk.
d. Kawasan sekitar mata air
e. Kawasan sempadan irigasi
f. Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya.
4. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya meliputi :
a. Kawasan suakan alam
b. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya.
c. Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut
d. Cagar alam dan cagar alam laut
e. Kawasan pantai berhutan bakau
f. Taman nasional dan taman nasional laut
g. Taman hutan raya
h. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut
i. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
5. Kawasan Rawan bencana Alam.
a. Kawasan rawan tanah longsor
b. Kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir
V-19
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
a. Kawasan cagar alam geologi
b. Kawasan rawan bencana alam geologi dan kawasan yang memberikan perlindungan
ter-hadap air tanah
7. Kawasan Lindung Lainnya, meliputi :
a. Cagar biosfer
b. Ramsar
c. Taman buru
d. Kawasan perlindungan plasma-nutfah
e. Kawasan pengungsian satwa, terummbu karang dan kawasan koridor bagi jenis satwa
atau biota laut yang dilindungi
Kriteria kawasan lindung dan budidaya adalah sebagai berikut :
1. Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria:
a. Kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang
jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;
b. Kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat puluh
persen); atau
c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit (dua ribu) meter di atas
permukaan laut.
2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi :
a. Kawasan bergambut dengan kriteria ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang
terdapat di hulu sungai atau rawa.
b. Kawasan resapan air dengan kriteria kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan.
3. Kawasan perlindungan setempat, meliputi :
a. Sempadan pantai dengan kriteria:
Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik
pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau
V-20
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
b. Sempadan sungai dengan kriteria:
Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter
dari kaki tanggul sebelah luar;
Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman
dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan
Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman
dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
c. Kawasan sekitar danau atau waduk dengan kriteria:
Daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari
titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau
Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.
d. Ruang terbuka hijau kota dengan kriteria:
Lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) meter persegi;
Berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan
dan jalur; dan
Didominasi komunitas tumbuhan.
4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, meliputi :
a. Kawasan suaka alam dengan kriteria:
Kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan
alam yang khas baik di darat maupun di perairan; dan/atau
Mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota,
ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalamnya.
b. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dengan kriteria:
Memiliki ekosistem khas, baik di lautan maupun di perairan lainnya; dan
Merupakan habitat alami yang memberikan tempat atau perlindungan bagi
perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa.
c. Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut dengan kriteria:
Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu
V-21
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;
Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrant tertentu; atau
Memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
d. Cagar alam dan cagar alam laut dengan kriteria:
Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;
Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;
Memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli atau belum
diganggu manusia;
Memiliki luas dan bentuk tertentu; atau
Memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta
keberadaannya memerlukan konservasi.
e. Kawasan pantai berhutan bakau dengan kriteria koridor di sepanjang pantai dengan
lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata perbedaan air pasang
tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
f. Taman nasional dan taman nasional laut dengan kriteria :
Berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam;
Memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami;
Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun
jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;
Memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi
atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia; dan
Memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.
g. Taman hutan raya dengan kriteria :
Berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang
be-ragam;
Memiliki arsitektur bentang alam yang baik;
Memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan
V-22
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan memiliki luas yang
memung-kinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau
bukan asli.
h. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut dengan kriteria :
Memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang masih asli
serta formasi geologi yang indah, unik, dan langka;
Memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
Memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan
Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan kegiatan wisata
alam.
i. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan kriteria sebagai hasil budaya
manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
5. Kawasan rawan bencana alam, meliputi :
a. Kawasan rawan tanah longsor dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan
terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran.
b. Kawasan rawan gelombang pasang dengan kriteria kawasan sekitar pantai yang rawan
terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer
per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.
c. Kawasan rawan banjir dengan kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir.
6. Kawasan lindung geologi, meliputi :
Kawasan cagar alam geologi, terdiri atas :
a. Kawasan keunikan batuan dan fosil dengan kriteria :
Memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam;
Memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil);
Memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi;
V-23
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.
b. Kawasan keunikan bentang alam dengan kriteria :
Memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;
Memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk
vul-kanik;
Memiliki bentang alam goa;
Memiliki bentang alam ngarai/lembah;
Memiliki bentang alam kubah; atau
Memiliki bentang alam karst.
c. Kawasan keunikan proses geologi dengan kriteria :
Kawasan poton atau lumpur vulkanik;
Kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau
Kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser.
Kawasan rawan bencana alam geologi, terdiri atas :
a. Kawasan rawan letusan gunung berapi ditetapkan dengan kriteria:
Wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau
Wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar lontaran atau
guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.
b. Kawasan rawan gempa bumi dengan kriteria kawasan yang berpotensi dan/atau pernah
mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII Modified Mercally Intensity
(MMI).
c. Kawasan rawan gerakan tanah dengan kriteria memiliki tingkat kerentanan gerakan
tanah tinggi.
d. Kawasan yang terletak di zona patahan aktif dengan kriteria sempadan dengan lebar
paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari tepi jalur patahan aktif.
e. Kawasan rawan tsunami dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan/atau
berpotensi atau pernah mengalami tsunami.
f. Kawasan rawan abrasi dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah
V-24
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
g. Kawasan rawan bahaya gas beracun dengan kriteria wilayah yang berpotensi dan/atau
pernah mengalami bahaya gas beracun.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
a. Kawasan imbuhan air tanah dengan kriteria :
Memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang
berarti;
Memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;
Memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau
Memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air
tanah yang tertekan.
b. Kawasan sempadan mata air dengan kriteria :
Daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan
fungsi mata air; dan
Wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air.
7. Kawasan lindung lainnya, meliputi :
a. Cagar biosfer dengan kriteria :
Memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami
degradasi, mengalami modifikasi, atau kawasan binaan;
Memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah;
Merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara
komunitas alam dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; atau
Berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui penelitian dan
pendidi-kan.
b. Ramsar dengan kriteria :
Berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati alami yang mewakili
langka atau unit yang sesuai dengan biogeografisnya;
Mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau ekologi komunitas yang
ter-ancam;
Mendukung keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di wilayah
V-25
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat melewati masa kritis
dalam hidupnya.
c. Taman buru dengan kriteria :
Memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk kegiatan berburu; dan
Terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan yang memungkinkan perburuan secara
teratur dan berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi, olahraga,
dan kelestarian satwa.
d. Kawasan perlindungan plasma nutfah dengan kriteria :
Memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses
pertumbuhannya; dan
Memiliki luas tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhan jenis
plasma nutfah.
e. Kawasan pengungsian satwa dengan kriteria :
Merupakan tempat kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut;
Merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan memiliki luas tertentu yang
memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta
berkembangbiaknya satwa.
f. Terumbu karang dengan kriteria :
Berupa kawasan yang terbentuk dari koloni masif dari hewan kecil yang secara
ber-tahap membentuk terumbu karang;
Terdapat di sepanjang pantai dengan kedalaman paling dalam 40 (empat puluh)
me-ter; dan
Dipisahkan oleh laguna dengan kedalaman antara 40 (empat puluh) sampai dengan
75 (tujuh puluh lima) meter.
g. Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi dengan kriteria :
Berupa kawasan memiliki ekosistem unik, biota endemik, atau proses-proses
penun-jang kehidupan; dan
V-26
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Berdasarkan kriteria tersebut diatas, bisa ditentukan pembagian kawasan lindung dan
budidaya di Kabupaten Tana Tidung. Adapun penetapan dan pengembangan kawasan
lindung di Kabupaten Tana Tidung dapat dibagi menjadi : kawasan yang memberi
perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam,
kawasan pelestarian alam, kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung lainnya.
A. Kawasan Hutan Lindung
Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu
mem-berikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun kawasan bawahannya sebagai
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kriteria
penetapan kawasan lindung adalah :
1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang
melebihi nilai skor 175; atau
2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan atau
3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 1000-2000 meter/dpl.
Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi,
bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin
ketersedi-aan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukketersedi-aan. Luas hutan lindung di Kabupaten Tana
Tidung secara keseluruhan adalah 8.832,594 Ha.
Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk mencegah terjadinya bencana erosi, banjir,
sedimentasi, dan menurunnya fungsi hidrolik tanah untuk menjamin ketersediaan, unsur hara
tanah, air tanah, dan air permukaan. Temasuk didalamnya adalah upaya pelestarian DAS.
Sebagian kawasan ini telah mengalami alih fungsi untuk kawasan budidaya terutama untuk
perkebunan. Adapun pengelolaan kawasan ini diarahkan pada :
1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui
pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap
permukaan tanah dan mampu meresapkan air;
2. Perluasan hutan lindung di wilayah Sesayap, terutama pada area yang mengalami alih
fungsi sehingga pola ini memiliki kemampuan perlindungan seperti hutan terutama di area
kaki Gunung Rian;
3. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond, camping)
V-27
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
4. Pengembalian berbagai rona awal sehingga kehidupan satwa langka dan dilindungi dapat
lestari;
5. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;
6. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai
ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu,
Pengembangan kawasan hutan lindung ini juga merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan fungsi pelestarian DAS Sungai Sesayap. Hal ini dilakukan mengingat sebagian
besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran sungai yang ada di
Kabupaten Tana Tidung. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga
kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang
DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Penetapan hutan pelestarian dari DAS Sungai
Sesayap sebagai daerah lindung tidak dapat dibudidayakan atau dialihfungsikan.
B. Kawasan yang Memberi Perlindungan Kawasan Bawahannya
Kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya meliputi kawasan bergambut dan
kawasan resapan air.
1) Kawasan Bergambut
Di Kabupaten Tana Tidung memiliki kawasan bergambut yang terdapat di Kecamatan
Sesayap seluas 15.856,74 Ha, di Kecamatan Sesayap Hilir seluas 58.649,81 Ha dan
Kecamatan Tana Lia seluas 9.268, 51 Ha yang memiliki ketebalan gambut 3 (tiga)
me-ter atau lebih.
Dalam konteks penyeimbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh ekosistem
gambut, maka tindakan penghijauan, konservasi dan reboisasi serta rehabilitasi hutan
sangat diperlukan, khususnya pada kawasan hutan rawa gambut atau lahan kosong
yang tidak bervegetasi.
2) Kawasan Resapan Air
Kawasan resapan air adalah daerah yang memiliki kemampuan tinggi meresapkan air
hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuiver) yang berguna sebagai
penyedia sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk
memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk
keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk
V-28
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Kawasan Resapan Air terletak di Kecamatan Sesayap. Adapun luas kawasan resapan air
di Kabupaten Tana Tidung ini adalah 8.832,594 Ha. Penetapan dan pemantapan
ka-wasan resapan air juga merupakan salah satu upaya dalam pelestarian DAS yang ada di
Kabupaten Tana Tidung. Peningkatan manfaat lindung pada kawasan ini dilakukan
dengan cara :
1. Pengendalian hutan dan tegakan tinggi pada wilayah-wilayah hulu; serta
2. Pengolahan sistem terasering dan vegetasi yang mampu menahan dan meresapkan
air.
Sebagian besar kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air ini merupakan
kawasan hutan lindung, sehingga pelestarian hutan lindung pada dasarnya juga
meningkatkan kemampuan akan resapan air. Adapun pengelolaan kawasan ini adalah :
1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui
pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan perlindungan
terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air ke dalam tanah;
2. Perluasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Sesayap terutama pada area yang
mengalami alih fungsi;
3. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;
4. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan
nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu, dan vegetasi yang
menjadi tempat kehidupan berbagai satwa;
5. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond,
camping) terutama di Kecamatan Sesayap sekaligus menanamkan gerakan cinta
alam; serta
6. Pengolahan tanah secara teknis sehingga kawasan ini memberikan kemampuan
peresapan air yang lebih tinggi.
c. Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan
sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan lindung spiritual
dan kearifan lokal lainnya.
V-29
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Tujuan
perlin-dungan adalah untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu
keles-tarian fungsi pantai. Jarak sempadan pantai ditetapkan sejauh 100 m dari titik pasang
air laut tertinggi ke arah daratan. Sebaran dari kawasan sempadan pantai di Kabupaten
Tana Tidung terdapat di Kecamatan Sesayap Hilir dan Kecamatan Tana Lia. Luasan
kawasan sempadan pantai di Kecamatan Sesayap Hilir seluas 4.002 Ha dan Kecamatan
Tan alia 2.275 Ha, sehingga total kawasan sempadan pantai di Kabupaten Tana
Tidung seluas 6.277 Ha.
2) Kawasan Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk
melestarikan fungsi sungai. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 menetapkan perlindungan
terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia
yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar
sungai serta mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah :
Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan
anak sungai yang berada di luar pemukiman.
Untuk sungai di kawasan permukaan berupa sempadan sungai yang diperkirakan
cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, menjelaskan
bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
ke-hidupan dan pengke-hidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya
dengan mengamankan daerah sekitarnya. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan
sepan-jang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai
manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai.
Penetapan kawasan sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan,
pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai
ter-masuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Adapun penetapan
V-30
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut :
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan
sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan
seku-rang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul
2. Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan
diperkotaan didasarkan pada kriteria berikut :
Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500
(li-ma ratus) Km2 atau lebih dengan garis sempadan sungai ditetapkan
sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, termasuk sungai besar di Kabupaten Tana Tidung ini
yai-tu Sungai Sesayap.
Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang
dari 500 (lima ratus) Km2 dengan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan, termasuk pada
wilayah ini adalah sungai yang ada di wilayah Kabupaten Tana Tidung selain Sungai
Sesayap.
3. Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
didasarkan pada kriteria :
Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada
waktu ditetapkan;
Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
(dua puluh)meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas)
meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan
Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter,
garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.
Penetapan kawasan sempadan sungai ini juga merupakan salah satu upaya untuk
meningkat-kan fungsi pelestarian DAS Sesayap yang merupameningkat-kan sungai terbesar yang melintas wilayah
Kabupaten Tana Tidung. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung
merupakan area yang termasuk dalam aliran Sungai Sesayap serta sungai lainnya. Pelestarian
V-31
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan
produktivitas lahan. Luas sempadan sungai di Kabupaten Tana Tidung meliputi Kecamatan
Sesayap sebesar 1.573 Ha, Kecamatan Sesayap Hilir sebesar 6.988 Ha dan Kecamatan Tana Lia
sebesar 1.016 Ha. Total kawasan sepadan sungai di Kabupaten Tana Tidung seluas 9.577 Ha.
Nama sungai di Kabupaten Tana Tidung yang mempunyai sempadan sungai dapat dilihat
pa-da Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Sungai di Kabupaten Tana Tidung
No Kecamatan Nama Sungai
1 Sesayap Sesayap
Sisogo
Belanay
Rian
Sedulun
Sibiday
Simbawang
Betuan
Simadaruk
2 Sesayap Hilir Sesayap
Menjelatung
Linuongkayan
Betayau
Bikis
Balai
Barang
Bintal
Kasal
Terusan Teladan
Pondok
Sinarap
Liagau
Payau
Delung
3 Tanah Lia Mandul
Sesalan
Sumber : RTRW Kab.Tana Tidung, Hasil Rencana 2012
V-32
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan alih fungsi
lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai;
2. Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau
pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan;
3. Sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dan perkotaan
dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar
depan;
4. Sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata alam-petualangan
seperti arung jeram, out bond, dan kepramukaan;
5. Sungai yang arusnya lemah dan bukan sungai yang menyebabkan timbulnya banjir dapat
digunakan untuk pariwisata; serta
6. Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata melalui
penataan kawasan tepian sungai.
7. Dalam rencana jangka panjang perlu resettlement permukiman yang berada di sempadan
Sungai Sesayap untuk kelestarian kawasan perlindungan setempat serta mengantisipasi
banjir air pasang dari sungai.
Gambar 5.1. Konservasi Sungai di luar Kawasan Terbangun
Gambar 5.2 Konservasi Sungai Di Kawasan Terbangun Keterangan :
V-33
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
D. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan cirri khas tertentu baik di darat maupun di
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian keragaman jenis
tum-buhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Kawasan suaka alam dan cagar budaya di Kabupaten Tana Tidung meliputi kawasan pantai
berhutan bakau (mangrove). Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan
kepada perikehidupan pantai dan lautan. Ekosistem mangrove mempunyai makna dan
peranan dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan
sumberdaya pantai yang terkait termasuk perikanan, dan melalui produk yang dihasilkan dari
ekosistem tersebut sebagai suatu sumber pendapatan berharga bagi Negara dan masyarakat
setempat yang tinggal di dalam dan sekitar ekosistem mangrove.
Kesesuaian lahan mangrove di Kecamatan Sesayap Hilir seluas 74.400 Ha, Kecamatan Tana Lia
seluas 15.414 Ha. Dari luas lahan yang ada, mangrove yang masih utuh kurang lebih tinggal
40%.
Arahan pengembangan kawasan sempadan pantai antara lain: Keterangan :
A : Kawasan yang diperkenankan untuk bangunan
B : Kawasan konservasi sungai pada kawasan terbangun
- Konservasi sungai diarahkan sekitar 10-15 meter.
V-34
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Mencegah segala bentuk kawasan kegiatan budidaya disepanjang pantai yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi pantai.
2. Mengendalikan dan pembatasan kegiatan terbangun pada kawasan sempadan pantai.
3. Mengembalikan fungsi lindung pantai yang telah mengalami kerusakan (penanaman
kembali tanaman mangrove).
4. Kegiatan budidaya yang diijinkan adalah seperti perikanan, pelabuhan, dan pengembangan pariwisata yang tidak merusak ekosistem pesisir.
E. Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan bencana alam meliputi kawasan rawan longsor, kawasan rawan banjir, kawasan
ra-wan bencana air/gelombang pasang, dan kawasan rara-wan bencana alam lainnya (kebakaran
hutan).
1) Kawasan Rawan Longsor
Kawasan rawan longsor lebih disebabkan oleh adanya kegiatan eksploitasi berlebih pada
kawasan perbukitan atau pegunungan yang sebagian besar disebabkan adanya aktivitas
penebangan/penggundulan hutan (alih fungsi lahan) akibat kegiatan pembangunan. Daerah
rawan longsor di Kabupaten Tana Tidung yaitu wilayah perbukitan dengan kelerengan >
40%.
Kecamatan di Kabupaten Tana Tidung yang rawan longsor diantaranya adalah Kecamatan
Sesayap dan Kecamatan Sesayap Hilir. Kecamatan Sesayap memiliki tingkat kerentanan
yang tinggi bencana tanah longsor karena wilayah ini berdekatan dengan Kawasan Gunung
Rian serta perbukitan lainnya.
Guna mengantisipasi adanya bahaya-bahaya tanah longsor dan tanah bergerak, maka perlu
adanya penghijauan dengan melakukan pengembangan jenis tanaman tahunan dan
didukung dengan adanya upaya-upaya perlindungan yang melibatkan berbagai elemen
masyarakat di sekitarnya.
Bentuk penanggulangan terhadap terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada gambar
berikut :
V-35
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Jangan membuka lahan dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
pem-ukiman (gambar kiri)
Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman
(gambar kanan)
Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
melalui retakan (gambar kiri)
Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal (gambar kanan)
Jangan menebang pohon di lereng (gambar kiri)
V-36
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal (gambar kiri)
Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit (gambar kanan)
Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal (gambar kiri)
Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit (gambar kanan)
Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak (gambar kiri)
Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi (gambar kanan)
2. Tahapan mitigasi bencana tanah longsor
Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di
sua-tu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten
se-bagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari
bencana.
Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan
da-lam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.
Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat
V-37
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana agar diketahui secara dini tingkat
bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan rawan
bencana.
Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada pemerintah kabupaten atau masyarakat umum, tentang
bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan
berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara
langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah.
Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara
penanggu-langan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
3. Selama dan sesudah terjadi bencana
Tanggap darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan
perto-longan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain:
- Kondisi medan
- Kondisi bencana
- Peralatan
- Informasi bencana
Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan
sa-rana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik
pen-gendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban
tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi
pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor,
karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah
V-38
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pengelolaan lahan pada kawasan rawan longsor ini diarahkan pada pengembalian fungsi
lin-dung khususnya hutan atau kawasan yang mendukung perlinlin-dungan seperti perkebunan
tanaman keras dan memiliki kerapatan tanaman yang tinggi. Mengingat di Kabupaten Tana
Tidung banyak alih fungsi lahan lindung yang memiliki kemampuan mendukung perlindungan
kawasan maka diperlukan pengelolaan bersama antara pemerintah dengan masyarakat baik
dalam mengelola hutan maupun perkebunan. Selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas
yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari sisi hasil buah seperti durian, sawit dan tanaman karet.
Selanjutnya pada daerah aliran sungai yang umumnya memiliki kontur tajam atau terjal juga
merupakan kawasan yang mudah terkena longsor. Untuk ini diperlukan pengelolaan dengan
membuat terasering dan penanaman tanaman keras produktif bersama masyarakat. Mengingat
kawasan ini sekaligus merupakan kawasan penyangga untuk mencegah pendangkalan sungai
yang disebabkan oleh longsor dan erosi, maka upaya penamanam vegetasi yang berkayu
dengan tegakan tinggi juga harus diikuti oleh pengembangan tutupan tanah atau ground cover
yang juga memiliki fungsi ekonomi seperti rumput gajah yang dapat digunakan untuk pakan
ternak. Untuk pencegahan terjadinya bencana longsor dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Gambar 5.3.
V-39
BAPPEDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
2) Kawasan Rawan Banjir
Beberapa kawasan di Kabupaten Tana Tidung merupakan kawasan rawan banjir
khu-susnya di Kecamatan Sesayap yang berada di lereng Gunung Rian. Kawasan rawan banjir
di Kabupaten Tana Tidung juga terjadi di sekitar DAS Sesayap (curah hujan tinggi dan air
sungai pasang), diantaranya Desa Sengkong, Pakis Bondan, Bebatu dan Menjelutung.
Be-berapa penyebab terjadinya banjir antara lain disebabkan oleh semakin berkurangnya
ka-wasan resapan air, dan semakin rusaknya hutan dan kaka-wasan konservasi di wilayah hulu.
Berdasarkan kerawanan terhadap banjir diatas, maka guna mengantisipasi bahaya banjir
dan genangan periodik adalah :
1. Pelestarian dan pengelolaan daerah aliran sungai secara lintas wilayah;
2. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air; serta
3. Melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan
wilayah lain.
Upaya pencegahan banjir dilakukan dengan tiga cara yakni : (1) melestarikan kawasan
lin-dung dan kawasan hulu sungai (2) pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan
perkotaan dan perdesaan, kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, dan (3)
membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan primer,
sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk drainase.
5.1.3.2 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya
A. Penetapan dan Pengembangan Kawasan Budidaya
Berdasarkan kondisi eksisting dan hasil analisa yang disesuaikan dengan pedoman kriteria
teknis kawasan budidaya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007), maka
Kawasan Budidaya di Kabupaten Tanah Tidung dibedakan menjdai dua (2) yaitu: Kawasan
Budidaya Kehutanan (KBK) dan kawasan Budidaya Non Kehutanan (KNBK).
1. Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) terdiri atas kawasan hutan produksi (hutan produksi tetap,
terbatas, dan konversi)
2. Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KNBK) terdiri dari:
kawasan pertanian kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan perikanan, kawasan pertambangan,
kawasan permukiman, kawasan peruntukan industri kawasan pariwisata