• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Vol. 5 No. 1.pdf (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Vol. 5 No. 1.pdf (1)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

Diterbitkan oleh:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Stiteknas Jambi

Pelindung:

Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jambi

Penasehat: Pembantu Ketua I Pembantu Ketua II Ketua Jurusan Teknik Mesin Ketua Jurusan Teknik Industri

Penanggung Jawab: Ir. Generousdi, M.T

(Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat)

Pimpinan Redaksi Zainal Abadi, S.Pd., M.Eng

Sekretaris Redaksi: Adriyan, S.T.,M.T

Anggota Redaksi: Marfizal, M.T Novrianti,M.Si Qory Handayani, M.Si

Sufiyanto,M.T Heriyanto, S.E

Mitra Bestari (sebagai penelaah ahli substansi artikel): Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D (Universitas Jambi)

Ir. Generoudi, M.T (STITEKNAS Jambi)

Ristanto, S.Pd., M.Hum (Kantor Pusat Bahasa dan Kementerian Pendidikan Nasional Jambi)

Alamat Redakasi/Penerbit:

Lembaga Penelitian dan Pengembangan pada Masyarakat Sekolah Tinggi Teknologi Jambi. jl. Pattimura No. 100 kel. Rawasari Kec. Kota Baru Kota Jambi

Telp. 0741-62626 fax. 0741-62626 Website : http://www.stiteknas-jambi.ac.id

(2)

JURNAL ILMIAH

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL JAMBI

Volume 5 No. 1, Maret 2015

DAFTAR ISI

Penulis Utama Judul Halaman

Marfizal, Randy Dwi Putra, dan

Johanes

Membandingkan Nilai Konduktivitas Termal Bahan Tembaga Dengan Kuningan Menggunakan Alat Uji Konduktivitas Termal

1-11

Analisa Kualitas Terhadap Penerapan Kartu Observasi Keselamatan Kerja Di Jabung Field –

Perancangan Mesin Pencacah Pelepah Kelapa Sawit Untuk Dijadikan Pakan Ternak Sapi

43-50

Generousdi, Afrizal dan Eri

Kuswanto

Pengaruh Kecepatan Putaran Pully Mesin Cacah Pelepah Sawit, Terhadap Hasil Pencacahan Sebagai Pakan Ternak Sapi

51-63

Marfizal dan Welly Yordan

Membandingkan Konduktivitas Termal

Bahan Baja AISI C1080 dan Tembaga menggunakan Alat Uji Konduktivitas Termal

64-74

Zainal Abadi, Afrizal dan M.

Ridwan

Perancangan Alat Pengerol Pipa 75-89

Zainal Abadi, Afrizal dan Umar Saputra

Analisa Perbandingan Kecepatan Putaran Sprocket Dengan Jumlah Mata Gear 13 Z, 14 Z, Dan 15 Z, Terhadap Mesin Pengerol Pipa

(3)

1

MEMBANDINGKAN NILAI KONDUKTIVITAS TERMAL

BAHAN TEMBAGA DENGAN KUNINGAN MENGGUNAKAN

ALAT UJI KONDUKTIVITAS TERMAL

Marfizal, Johanes dan Randy Dwi Putra

Jurusan Teknik Mesin STITEKNAS Jambi

Jln.Kapten BakarudinNo.45 Sipin Ujung jambi Telp.(0741)669501 Email:randydwiputra27@yahoo.com

Abstrak

Salah satu karakteristik material adalah konduktivitas termal, yaitu sifat bahan yang menunjukan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas jika gradien temperaturnya satu. Konduktivitas termal juga dapat menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Nilai konduktivitas termal bahan tembaga temperatur 800C didapatkan nilai 393,02 W/m.0C, temperatur 900C didapatkan nilai 405,18 W/m.0C, temperatur 1000C didapatkan nilai 408,87 W/m.0C, temperatur 1100C didapatkan nilai 411,31 W/m.0C, dan temperatur 1200C didapatkan nilai 416,62 W/m.0C. Berbeda dengan bahan kuningan dari temperatur 80°C didapatkan nilai 104,52 W/m.0C, temperatur 90°C didapatkan nilai 113,58 W/m.0C, temperatur 100°C didapatkan nilai 119,32 W/m.0C, temperatur 110°C didapatkan nilai 124,26 W/m.0C, temperatur 120°C didapatkan nilai 130,08 W/m.0C. Tujuan dari rancang bangun alat uji konduktivitas termal pada penelitian ini adalah untuk mengukur konduktivitas panas logam Tembaga dengan kuningan. Alat ini baik digunakan untuk mengetahui nilai konduktivitas suatu material.

Kata Kunci : Konduktivitas , Kuningan ,Tembaga

PENDAHULUAN

Perpindahan panas sangat penting di bidang rekayasa teknik dan aspek-aspek kehidupan. Sebagai contoh, tubuh selalu mengeluarkan panas ke lingkungan dan kenyamanan tubuh kita terkait dengan proses pembuangan panas didalam tubuh.

Mengingat pentingnya perpindahan panas ini didalam rekayasa teknik maka dilakukan penelitian Perbandingan Konduktivitas Logam untuk mengetahui studi perpindahan panas konduksi [2].

Pengetahuan akan suatu sifat bahan/material sangat diperlukan sekali karena merupakan suatu titik awal kemampuan bahan/material tersebut untuk menentukan karakteristik bahan/material yang akan digunakan. Hal ini erat hubungannya untuk mendapatkan keakuratan data yang lebih tinggi dalam mengetahui karakteristik bahan/material dengan menggunakan berbagai peralatan baru.

(4)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

2 thermodinamika yaitu dengan memberikan berapa kaidah percobaaan berdasarkan percobaan yang dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi [6].

DASAR TEORI

Definisi Kuningan

Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga dan seng. Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan kuningan biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga. Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng. Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Kuningan lebih kuat dan lebih keras daripada tembaga, tetapi tidak sekuat atau sekeras seperti baja. Kuningan sangat mudah untuk di bentuk ke dalam berbagai bentuk, sebuah konduktor panas yang baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari air garam. Karena sifat-sifat tersebut, kuningan kebanyakan digunakan untuk membuat pipa, tabung, sekrup, radiator, alat musik, aplikasi kapal laut, dan casing cartridge untuk senjata api.[8]

Definisi Tembaga

Warna coklat kemerah-merahan sifat dapat di tempa, liat baik untuk penghantar listrik dan kokoh. Tembaga digunakan untuk membuat suku cadang bagian listrik, radio penerangan dan alat dekorasi [4].

Diperoleh dari biji besi yang mengandung besi, timah hitam, seng dan sedikit mengandung perak dan emas. Sifat-sifat tembaga antara lain sifat mekanik baik, tahan korosi, daya hantar listrik dan panas lebih baik, mampu dikerjakan mesin, mudah disambung dengan solder maupun dilas, BD 8,9 dan titik cair 1,083° C, serta dapat digosok dan temperature tempa lebih rendah dibanding bahan-bahan dari logam ferro. Pada pengerjaan panas suhu yang diperlukan antara 800°C-900°C, seperti untuk rolling extension dan forging/tempa.[10]

Pengertian Konduktivitas Termal

Konduktifitas termal adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukan kemampuannya untuk menghantarkan panas maupun itu terhadap zat cair maupun zat padat,Panas yang di transfer dari satu titik ke titik lain melalui salah satu dari tiga metoda yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.Untuk meramalkan konduktivitas termal zat cair dan padat, ada teori-teori yang dapat digunakan dalam beberapa situasi tertentu tetapi pada umumnya, dalam hal zat cair dan zat padat terdapat banyak masalah yang masih memerlukan penjelasan

(5)

3 Gambar 1. Pengujian perpindahan panas

Konduktivitas termal adalah alat untuk mengukur nilai perpindahan panas suatu bahan.Pada dasarnya pengukuran konduktivitas dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu

∆𝑇0= Perbedaan temperatur bahan standar (oC)

q2= Laju perpindahan kalor bahan spesimen (qx)

Dari persamaan di atas didapat:

(6)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

4 ∆TX

∆LX K = k0 ∆𝑇𝑋

∆𝐿𝑋 . ∆𝐿𝑋 ∆𝑇𝑋 Untuk mencari temperatur rata-rata bahan standar: ∆TR = ∆T1.2+∆T2.3+∆T4 7.8+∆T8.9

∆TR = (T1−T2)+(T2−T3)+(T74 −T8)+(T8−T9)

Untuk mencari temperatur alat uji (∆TX) bahan spesimen: ∆TX = ∆𝑇4.5+∆𝑇2 5.6

∆TX =(𝑇4− 𝑇5) + (𝑇2 5− 𝑇6) Untuk menentukan nilai konduktivitas termal (Kx) bahan :

Kx= ∆TR .LX ∆TR. LR . KX

Gambar alat uji konduktivitas termal bahan terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Pengukuran Konduktivitas Termal Bahan

Bagian-bagian gambar alat uji konduktivitas termal bahan, berdasarkan gambar diatas adalah sebagai berikut :

1) Termometer 2) Selang

3) Teflon 4) Rangka

5) Pompa aquarium 6) Bak penampung 7) Spesimen kuningan 8) Tembaga

9) Alas Teflon 10)Solder 100w 11)kabel termometer 12)Saklar

13)Terminal listrik 14)Lampu

Prosedur penelitian meliputi hal-hal sebagai berikut :

(7)

5  Masukan spesimen uji diantara kedua tembaga dan disatukan menggunakan baut lalu

dikencangkan.

 Masukan kabel thermometer digital kedalam lubang yang sudah dibuat pada tembaga dan spesimen uji.

 Sambungkan salah satu kabel thermometer digital pada ujung solder.  Hidupkan pompa dan biarkan bersirkulasi secara terus-menerus.  Hidupkan elemen pemanas (solder).

 Jika suhu yang sudah ditentukan/dicapai matikan solder.

 Masukan data yang telah didapat dari tiap-tiap thermometer digital kedalam tabel formulir pengujian.

 Sebelum melekukan pengujian pada spesimen berikutnya biarkan alat tersebut dingin secara perlahan.

 Lakukan pengujian berikutnya dari no 2 sampai 8. Untuk spesimen uji (spesimen 2 sampai 5).

 Kemudian data yang sudah didapat pada tabel formulir pengujian dianalisa untuk mengetahui nilai konduktivitas termal yang didapat.

Pada pengujian konduktivitas termal mengunakan alat konduktivitas termal bahan ada beberapa hal yang perlu diperhitungkandiantaranya :

a) Temperatur rata-rata∆TR bahan standar: ∆TR = ∆T1.2+∆T2.3+∆T7.8+∆T8.9

4

∆TR = (T1−T2)+(T2−T3)+(T7−T8)+(T8−T9)4 b) Temperatur alat uji (∆TX) bahan

Spesimen: ∆TX = ∆𝑇4.5+∆𝑇5.6

2

∆TX= (𝑇4− 𝑇5) + (𝑇2 5 − 𝑇6) c) Nilai konduktivitas termal (Kx) bahan :

Kx= ∆TR .LX ∆TR. LR . KX

PEMBAHASAN

(8)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

6 Tabel 1. Hasil Pengamatan Pada Spesimen Kuningan

Tabel 2. Hasil Pengamatan Tembaga

Tabel 3. Hasil perhitungan Kuningan

Tabel 4. Hasil perhitungan Tembaga

Setelah di dapat data rata-rata spesimen tembaga pada tiap-tiap suhu maka data tersebut di olah untuk mengetahui nilai konduktivitas specimen Kuningan menggunakan alat uji konduktivitas termal bahan , berikut hasil pengujian konduktivitas termal pada suhu yang berbeda :

Hasil data perhitungan Kuningan  Temperatur 800C

(9)

7  Temperatur 900C

Temperatur Rata-rata (ΔTR) bahan standar = 1.605 °C Temperatur alat uji (∆TX) bahan specimen = 2.72 °C konduktivitas Termal (Kx ) bahan = 113.58 w/m. °C

 Temperatur 1000C

Temperatur Rata-rata (ΔTR) bahan standar = 1.655 °C Temperatur alat uji (∆TX) bahan specimen = 2.67 °C konduktivitas Termal (Kx ) bahan = 119.32 w/m. °C

 Temperatur 1100C

Temperatur Rata-rata (ΔTR) bahan standar = 1.885 °C Temperatur alat uji (∆TX) bahan specimen = 2.92 °C konduktivitas Termal (Kx ) bahan = 124.26 w/m. °C

 Temperatur 1200C

Temperatur Rata-rata (ΔTR) bahan standar = 2.23 °C Temperatur alat uji (∆TX) bahan specimen = 3.3 °C konduktivitas Termal (Kx ) bahan = 130.08 w/m. °C

Hasil data perhitungan Tembaga  Temperatur 800C

Temperatur rata-rata (ΔTR) bahan standar = 2,540C Temperatur Alat Uji (∆TX) Bahan Spesimen = 1,20C Nilai Konduktivitas Thermal (Kx) Bahan = 393,02 W/m.0C

 Temperatur 900C

Temperatur rata-rata (ΔTR) bahan standar = 2,610C

Temperatur Alat Uji (∆TX) Bahan Spesimen = 1,240C Nilai Konduktivitas Thermal (Kx) Bahan = 405,18 W/m.0C

 Temperatur 1000C

Temperatur rata-rata (ΔTR) bahan standar = 2,740C

Temperatur Alat Uji (∆TX) Bahan Spesimen = 1,290C Nilai Konduktivitas Thermal (Kx) Bahan = 408,87 W/m.0C

 Temperatur 1100C

Temperatur rata-rata (ΔTR) bahan standar = 2,970C

Temperatur Alat Uji (∆TX) Bahan Spesimen = 1,390C Nilai Konduktivitas Thermal (Kx) Bahan = 411,31 W/m.0C

 Temperatur 1200C

Temperatur rata-rata (ΔTR) bahan standar = 3,380C Temperatur Alat Uji (∆TX) Bahan Spesimen = 1,40C Nilai Konduktivitas Thermal (Kx) Bahan = 416,62 W/m.0C

(10)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

8  Grafik Konduktivitas Termal Kuningan

Pada analisa pengukuran alat uji konduktivitas termal dengan spesimen kuningan. Adapun pembahasan analisa grafik kuningan yang meliputi temperatur pengujian, temperatur rata-rata bahan standar (∆Tr), temperatur bahan uji (∆Tx), dan nilai konduktivitas termal bahan kuningan (Kx) dapat dilihat digrafik dibahwa ini :

Gambar 3. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperatur ∆Tr dan nilai konduktivitas ∆Tx

Gambar 4. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperatur ∆Tr dan nilai konduktivitas Kx

Gambar 5. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperatur ∆Tx dan temperatur Kx Dari hasil pengujian bahan kuningan didapatkan perhitungan dan kemudian perhitungan dimasukan kedalam grafik sehingga hasil data-data perhitungan nampak dengan jelas dan mudah untuk dibaca.

Grafik Konduktivitas Termal Tembaga

(11)

9 Gambar 6. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperature ∆Tr dan nilai

konduktivitas ∆Tx

Gambar 7. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperature ∆Tr dan temperatur Kx

Gambar 8. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperature ∆Tx dan nilai konduktivitas Kx

Dari hasil pengujian baja Tembaga didapatkan perhitungan dan kemudian perhitungan dimasukan kedalam grafik sehingga hasil data-data perhitungan nampak dengan jelas dan mudah untuk membacanya.

Grafik Hasil Konduktivitas Kuningan Dengan Tembaga

(12)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

10 Gambar 9. Hasil Konduktivitas Termal Kuningan dengan Tembaga

Perbedaan yang ditunjukkan pada hasil nilai konduktivitas termal dari spesimen baja dan tembaga dapat disimpulkan bahwa tembaga mempunyai nilai konduktivitas termal yang tinggi sesuai dengan penambahan temperatur sedangkan Kuningan nilai konduktivitas termal mengalami sedikit kenaikan seiring penambaan temperatur.

KESIMPULAN

Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari pengujian alat konduktivitas termal menggunakan bahan Kuningan dan tembaga yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :

 Dari grafik konduktivitas termal dapat dilihat bahwa nilai konduktivitas termal kuningan naik seiring kenaikan temperatur dan begitu pula dengan tembaga nilai konduktivitas termalnya naik seiring kenaikan temperatur.

 Pada temperatur 100˚C nilai konduktivitas kuningan 119,32 W/m.°c. Nilai rata-rata ini berada sedikit diluar kisaran nilai konduktivitas termal referensi kuningan yaitu 128 W/m.°c, kemungkinan komposisi yang tidak sama dengan referensi.

 Nilai konduktivitas Tembaga pada temperatur 100˚C yaitu 408,87 W/m.°c, lebih tinggi dibandingkan nilai konduktivitas kuningan pada temperatur 100˚C yaitu 119,32 W/m.°c.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arif Mulianto. “Perbandingan Konduktifitas Tembaga,Baja Dan Alumunium”: Teknik Mesin, Universitas Mataram.

[2] Afdhal Kurniawan Mainil.2012. ”Kaji Eksperimental Alat Uji Konduktivitas Termal Bahan”: Teknik Mesin, Universitas Bengkulu.

[3] Bamabang Yunianto.2008. “Pengujian Konduktivitas Termal Material Padat Silinder Untuk Kondisi Steady Satu Dimensi Menggunakan Akuisisi Data”: Teknik Mesin, Universitas Diponegoro.

[4] Dedi Yanto. “Analisis Pengaruh Perlakuan Panas Quenching Terhadap Konduktivitas Termal Baja Aisi 315”., Angkatan 2005., Teknik Mesin. Stiteknas Jambi.

[5] J.P.Holman. 1997. Perpindahan Kalor.,6nd Jilid 2., Jakarta: Erlangga.

[6] Mark W.Zemansky Dan Richard H.Dittman.1986. Kalor Dan Termodinamika., 6nd Bandung : Institut Teknologi Bandung.

[7] Penuntun Laboratorium Fenomena Dasar Mesin. 2003. Padang : Universitas Bung Hatta.

(13)

11 [9] www/http://bukankopipaste.blogspot.com

(14)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

12

PENGARUH JARAK MATA PISAU MESIN CACAH

TERHADAP HASIL PENCACAH PELEPAH SAWIT UNTUK

PAKAN TERNAK SAPI

M.Ficky Afrianto, Afrizal, Hendri Hermawan

Jurusan Teknik Mesin STITEKNAS Jambi

Jln.Kapten BakarudinNo.45 Sipin Ujung jambi Telp.(0741)669501 Email:hendri.hermawan55@yahoo.co.id

Abstrak

Melalui proses pencacahan/pemotongan, dan untuk menghasilkan cacahan yang baik, untuk itu di rancang suatu pisau pencacah. Pisau yang di buat merupakan alat yang di gunakan untuk mencacah pelepah sawit yang biasanya para petani tidak memanfaatkan pelepah tersebut.Mesin ini di rancang agar para petani tahu atau mengerti bahwa pelepah sawit dapat di manfaatkan sebagai makanan ternak terutama sapi dan mempermudah para peternak sapi bahkan pelepah yang di olah atau di cacah juga bisa di buat pupuk kembali untuk tanaman sawit dan di permentasikan untuk di jadikan biogas.Pisau ini di buat dengan menggunakan tiga variasi dengan jarak 3cm,5cm, dan 6cm. Dimana dari tiga variasi tersebut hasil cacahan pisau dengan jarak 3cm lebih baik di bandingkan dengan jarak mata pisau yang 5cm dan 6cm namun dari hasil jarak mata pisau yang 3cm tidak bisa untuk di jadikan pakan ternak karena terlalu halus ternak tersebut kurang lahap memakan hasil cacahan yang 3cm dan ternak lebih lahap dengan hasil cacahan yang 5cm karna tidak terlalu kasar atau pun halus.Dari percobaan 1 menit, pelepah sawit yang di hasilkan mata pisau dengan jarak 3cm adalah 4,8 kg/menit, 8 % sedangkan jarak mata pisau yang 5cm yaitu 5,2 kg/menit 8,66 % dan mata pisau yang 6cm yaitu 5,6 kg/menit 9,33 % sehingga dapat di simpulkan bahwa mata pisau dengan jarak 3cm dan dengan mesin diesel 7,5Hp dengan daya putaran motor 2600rpm lebih efesien di bandingkan mata pisau dengan jarak 5cm dan 6cm karena lebih halus dan efesien.

Kata Kunci: Pisau,Kapasitas,Efesiensi

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Pelepah yang harus dipangkas setiap tahunnya mencapai 8,6 ton per hektar kebun, dan saat ini sebagian besar belum dimanfaatkan. Salah satu pemanfaatan yang potensial adalah menjadikannya sebagai sumber pakan ternak sapi pedaging [9].

(15)

13 Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa [7].

DASAR TEORI

Definisi Baja

Baja adalah bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka, gedung, dan jembatan menggunakan baja.

Logam yang biasa dipergunakan untuk berbagai keperluan pada umunya adalah logam paduan, Baja merupakan logam paduan antara logam atau unsur besi dengan unsure karbun.

Berdasarkan kandungan karbonnya, paduan tersebut dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu, baja dan besi cor. Fasa-fasa yang stabil yang terbentuk pada kondisi kesetimbangan dapat ditunjukkan dengan diagram kesetimbangan fasa besi-besi karbida atau besi-karbon [4].

1. Baja karbon rendah

Baja karbon rendah (low carbon steel)mengandung karbon antara 0,025% – 0,25% C. setiap satu ton baja karbon rendah mengandung 10 – 30 kg karbon.

Baja karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja,maka baja karbon rendah dapat digunakan atau dijadikan baja-baja sebagai berikut:

a) Baja karbon rendah ( low carbon steel ) yang mengandung 0,04 % - 0,10% C untuk dijadikan baja – baja plat atau strip.

b) Baja karbon rendah yang mengandung 0,05% C digunakan untuk keperluan badan-badan kendaraan.

c) Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,20% C digunakan untuk konstruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau dijadikan baja konstruksi.

d)

2. Baja Karbon Menengah

Baja karbon menengah (medium carbon steel) mengandung karbon antara 0,25% - 0,55% C dan setiap satu ton baja karbon mengandung karbon antara 30 – 60 kg. baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin.

Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri.

3. Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)

Baja karbon tinggi (high carbon steel) mengandung kadar karbon antara 0,56% -1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70–130kg.

Baja ini mempunyai kekuatan paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja.

(16)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

14 METODOLOGI

Gambar Alat Pengujian

Komponen Mata Pisau

Proses pencacahan pelepah sawit ini terlebih dahulu di lakukan persiapan bahan. Pada rumah pencacah terdapat tiga mata pisau. Poros berfungsi sebagai tempat melekatnya mata pisau untuk mencacah bahan.

Mata pisau ini searah dengan putaran motor listrik. Pada penelitian ini jarak 3cm,5cmdan 6cm Perlakuan berbagai sudut kemiringan mata pisau pada mesin pencacah pelepah sawit mekanis memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kapasitas olah,kapasitas hasil,serta persentase kerusakan bahan.

Rumus perhitungan mata pisau yaitu:

1. Efisiensi Mata Pisau (%) Ƹ=Hasil Pencacahan (kg)

waktu (second) x100%...[3] Rumus 3.1 Efesiensi

2. Kapasitas Q (Kg/menit)

Q= 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ𝑎𝑛 ( 𝑘𝑔/𝑗𝑎𝑚)

60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 ...[3] Rumus 3.2 Kapasitas

3. Kecepatan potong 𝑉 = 𝜋.𝑑.𝑛 1000

Dimana: V = kecepatan potong (m/menit) π = konstanta seharga (3,14)...[3] d = diameter

n = kecepatan putar poros utama (rpm) Rumus 3.3 Kecepatan Potong

Keterangan 1. Cover/ Tabung 2. Poros

3. Pulley 4. V- Belt

(17)

15 4. Perhitungan Torsi (N.mm)

Rumus : T = 9,74.105 𝑃𝑑 𝑛1

Dimana:T = momenpuntir(N.mm)...[3] Pd = daya rencana (HP)

n1 = putaran motor penggerak (rpm) Rumus 3.4 Perhitungan Torsi

Gambar Desain Mata Pisau

Mata pisau berfungsi untuk mencacah bahan organik menjadi potongan-potongan kecil. Pencacahan yang baik harus menggunakan mata pisau yang tajam. Hal ini dapat mempercepat pemotongan bahan dan membutuhkan tenaga yang lebih kecil. Disain rangkaian pisau yang spiral memungkinkan mesin pencacah pelepah basah dan kering sekaligus.

Untuk pemilihan mata pisau kita tentukan sendiri, mata pisau yang dipakai mengunakan mata pisau baja yang biasanya dipakai mesin sugu kayu. Utuk pemasangan mata pisau dipasang secara zig- zak, dengan satu lingkaran empat pisau.

Pemilihan material dan bentuk mata pisau pada mesin pencacah pelepah sawit harus benar- benar diperhatikan, karena pisau pencacah tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencacahan pelepah sawit.

Mata pisau direncanakan dibuat dari plat baja yang memiliki ketebalan 0,4cm dengan panjang 21cm dan lebar 2,5 cm. untuk mata pisau kita membuat sendiri sesuai dengan kebutuhan dan keguanaan, disamping itu kita bias memilih bahan yang sesuai, jadi tidak harus mata pisau yang sudah ada. Setelah itu plat baja dibentuk menjadi mata pisau sesuai yang diinginkan [5]

Pembuatan Mata Pisau

Di dalam pengerjaan mata pisau ini terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus di laksanakan yaitu:

1) Pemilihan bahan untuk mata pisau harus memiliki tingkat kekerasan yang baik.[5]

2) Lakukan perlakuan panas pada mata pisau dengan Quenching (system pendinginan produk baja secara cepat dengan cara penyemprotan air pada penclupan serta peredam produk yang masih panas kedalam air atau oli)

3) Potong mata pisau sesuai dengan ukuran dengan panjang 21cm, lebar 2,5cm, tebal 0,4cm. 4) Kemudian sambungkan mata pisau dengan poros pisau menggunakan media las listrik. 5) Gerinda sisa-sisa dari pengelasan.

(18)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

16 PEMBAHASAN

Tabel 1 Pengaruh Jarak Mata Pisau Terhadap Kapasitas (Kg/Menit)

Tabel 2 Pengaruh Jarak Mata Pisau Terhadap Kapasitas (Kg/Jam)

Tabel 4.3 Efesiensi Berdasarkan Jarak Mata Pisau (%)

Efisiensi MataPisau (%)

Jarak mata pisau 3cm Ƹ=Hasil Pencacahan (kg)

waktu (second) x100%...[3] Ƹ= 4,8(kg)

60(second)x100% Ƹ= 8 %

Jarak mata pisau 5cm Ƹ=Hasil Pencacahan(kg)

waktu (second) x100%...[3] Ƹ= 5,2(kg)

60(second)x100% Ƹ=8,66 %

Jarak mata pisau 6cm Ƹ=Hasil Pencacahan (kg)

waktu (second) x100%...[3] Ƹ= 5,6(kg)

60(second)x100% Ƹ= 9,33 %

Kapasitas (Q)

Pisau dengan Jarak 3 cm Q=Hasil cacahan(kg/jam) 1𝑗𝑎𝑚

60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡...[3] Q = 288 ( kg/jam). 1𝑗𝑎𝑚

60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 Q = 4,8 kg/menit

Pisau dengan jarak 5 cm Q=Hasil cacahan(kg/jam) 1𝑗𝑎𝑚

(19)

17 Q = 312 ( kg/jam). 1𝑗𝑎𝑚

60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 Q = 5,2 kg/menit

Pisau dengan jarak 6 cm Q=Hasil cacahan(kg/jam) 1𝑗𝑎𝑚

60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡...[3] Q = 336 ( kg/jam). 1𝑗𝑎𝑚

60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 Q = 5,6 kg/menit

Kecepatan potong (V) 𝑉 = π.d.n 1000

Dimana:

V = kecepatan potong (m/menit)

π= konstanta seharga (3,14)...[3] d = diameter poros (cm)

n = kecepatan putar poros utama (rpm) penyelesaian : 𝑉 = 3,14x.3,8x2600

1000 V = 31,0232 m/menit

Perhitungan Torsi (N.mm) Rumus : T = 9,74.105 𝑃𝑑

𝑛1 Dimana :

T= momen puntir(N.mm)...[3] Pd = daya rencana (HP)

n1 = putaran motor penggerak (rpm)

penyelesaian : T = 9,74.105 7,5 𝐻𝑝 2600 𝑟𝑝𝑚 T =2809,62 N.mm

Grafik Perbandingan Hasil Pencacahan

(20)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

18

Grafik Perbandingan Efesiensi Mata Pisau

Dari grafik di atas dapat di simpulkan bahwa mata pisau dengan jarak 3cm mendapatkan hasil efesiensi sebesar 8 % ,dan mata pisau dengan jarak 5cm mendapatkan hasil efesiensi sebesar 8,66 % ,dan mata pisau dengan jarak 6 cm mendapatkan hasil efesiensi sebesar 9,33 %.

Jadi kesimpulan dari grafik di atas adalah semakin besar hasil efesiensi mata pisau tersebut semakin keras pula mata pisau tersebut bekerja. karena jarak mata pisau sangat mempengaruai proses pencacahan.dan semakin jauh jarak mata pisau semakin ringan pula proses pencacahan.

Grafik Hasil Rata-rata Kapasitas Produksi (Kg/Jam)

Dari grafik di atas dapat di simpulkan bahwa menggunakan mata pisau yang berjarak 3cm mendapatkan hasil sebanyak 280 kg/ jam dan mata pisau dengan jarak 5cm mendapatkan hasil sebanyak 300 kg/ jam dan mata pisau dengan jarak 6cm mendapatkan hasil sebesar 324 kg/ jam jadi dari grafik di atas dapat di simpuklakan bahwa semakin kecil jarak mata pisau semakin sedikit hasil produksinya dan sebaliknya semakin besar jarak mata pisau semakin pula besar produksinya.

Hasil Perhitungan Data Analisa

Pada analisa jarak mata pisau mesin pencacah pelepah sawit untuk di jadikan pakan ternak ada beberapa hal utama yang harus di perhatikan terlebih dahulu beberapa hasil perhitungan yang sesuai dengan perencanaan seperti perihtungan pisau,dimana dalam analisa pisau yang di gunakan di uji serta di bandingkan dengan jarak mata pisau yang lain guna mendapatkan hasil pencacahan pelepah sawit yang optimal dan hasil yang diinginkan. Penjelasan mata pisau dapat dilihat pada hasil peritungan di bawah ini :

Hasil perhitungan pertama dengan ukuran jarak mata pisau 3cm a. Panjang mata pisau = 21 cm

b. Lebar mata pisau = 2,5 cm

c. Tebal mata pisau = 0,4 cm d. Jarak mata pisau = 3cm

(21)

19

Hasil perhitungan kedua dengan ukuran jarak mata pisau 5cm a. Panjang mata pisau = 21 cm g. Panjang hasil cacahan = 0,6cm

Hasil perhitungan ketiga dengan ukuran jarak mata pisau 6cm a. Panjang mata pisau = 21 cm

kecepatan mata pisau, efesiensi dan hasil pencacahan

1. Kecepatan mata pisau sangat berpengaruh terhadap hasil potong karena hasil potong tersebut dimanfaatkan kembali untuk di jadikan pakan ternak jika kecepatan mengalami penurunan maka hasil yang di dapat tidak sempurna. susunan mata pisau yang di gunakan berbantuk segitiga karena lebih efesien dan mendapatkan hasil yang memuaskan dan proses pencacahannya lebih kuat dan kencang di bandingkan dengan persegi dan persegi panjang, jika menggunakan persegi maka hasil cacahannya kurang bagus karena akan mengalami pelilitan pada poros, susunan mata pisau ini lebih bagus di gunakan pada proses pencacahan rumput gajah,dan jika menggunakan persegi panjang maka hasil pencacahannya kurang teratur atau rapi.

2. Efesiensi mata pisau hasil pencacahan sangat berpengaruh pada saat proses pemotongan karena dapat mengetahui hasil potong, efesien mata pisau ini menjelaskan, bekerjanya mata pisau saat proses pemotongan, bahwa proses pemotongan mata pisau yang berjarak 3cm mendapatkan hasil 8 % hasil ini menujukan bahwa mata pisau jarak 3cm bekerja extra keras.Dapat simpulkan bahwa semakin kecil persenya semakin sulit pemotonganya karena jarak sangat berpengaruh terhadap hasil potong. Jadi kesimpulan adalah semakin besar hasil efesiensi mata pisau tersebut semakin keras pula mata pisau tersebut bekerja.karena jarak mata pisau sangat mempengaruai proses pencacahan.dan semakin jauh jarak mata pisau semnkin ringan pula proses pencacahan,seperti mata pisau 5cm dan 6cm.

(22)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

20 dan mata pisau dengan jarak 6cm mendapatkan hasil sebesar 324 kg/ jam jadi dari grafik di atas dapat di simpuklakan bahwa semakin kecil jarak mata pisau semakin sedikit hasil produksinya dan sebaliknya semakin besar jarak mata pisau semakin pula besar produksinya.

Komponen

1. Pemilihan jarak mata pisau yang bagus pemotongannya yaitu 3cm tetapi ternak lebih lahap makan dengan hasil jarak mata pisau yang 5cm, karena jarak mata pisau yang berjarak 3cm hasilnya lebih halus sehingga ternak kurang lahap memakannya dan yang mata pisau berjarak 5cm hasilnya tidak terlalu halus dan agak kasar sehingga ternak lebih suka dan lahap memakannya. Sehingga dapat di simpulkan semakin kasar hasilnya ternak semakin lahap.

2. Material mata pisau yang di gunakan adalah material baja karbon tinggi karena mengandung kadar karbon antara 0,56% - 1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70-130 kg, karena baja lebih teruji kekuatannya di bandingkan material yang lainnya, Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat perkakas seperti Palu, gergaji atau alat potong. selain itu baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industry lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lain sebagainya dibandingkan dengan almunium pasti akan bengkok karena pelepah sawit sangat keras dan ulet,dan jika memaki besi pasti akan mudah tumpul dan tidak tahan lama meskipun besi juga bisa di gunakan.

3. Diameter poros yang di dapat adalah 3,8cm sehingga poros yang di rencanakan aman karena dari perhitungan yang di dapat tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser yang di izinkan dengan menggunakan selongsong agar dapat di bongkar dan di pasang mata pisau yang berbeda-beda yaitu 5cm dan 6cm

KESIMPULAN

Dari hasil analisa jarak mata pisau mesin pencacah pelepah sawit untuk di jadikan pakan ternak hasilnya sebagai berikut :

1. Jarak mata pisau yang efektif adalah mata pisau yang berjarak 5cm karena mendapatkan hasil cacahan yang sesuai.sehingga ternak lebih lahap memakannya dari pada mata pisau yang berjarak 3cm dan 6 cm.

2. Material mata pisau yang di yang di gunakan adalah baja karbon tinggi (high carbon steel) karena mengandung kadar karbon antara 0,56% -1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70 – 130 kg sehingga baja teruji kekuatan dan keuletannya.

3. Susunan matapisau yang tepat adalah susunan yang berbantuk segitiga karena lebih efesien dan mendapatkan hasil yang memuaskan dan proses pencacahannya lebih kuat dan kencang di bandingkan dengan persegi dan persegi panjang.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Daryanto,2013. Teknik Las, Alvabeta.Bandung

[2]. Shigley.J.E,1994. Perancangan Teknik Mesin.Erlangga.Bandung

(23)

21 [5]. Sularso dan Suga.K,2002.Dasar Perencanaan Dan Pemeliharaan Elemen

Mesin.Pradnya Paramita.Jakrta

[6]. Utomo.M, 2011.Pelepah Sawit Sebagai Makanan Ternakan. Jawa Barat [7]. Surya,2000.Pelepah Daun Sawit Untuk Pakan Ternak Sapi. Indonesia

[8]. Stiteknas Jambi,2014. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.Sekolah Tinggi Teknologi Nasional.Jambi

[9]. Sinaga. F.A, Dkk.2014. Rancang Bangun Mesin Pencacah Pelepah Kelapa Sawit Untuk Pakan Ternak Sapi Kapasitas 500kg/Jam. Politeknik Negeri Medan.

[10]. Afriyanto.M. 2012. Perancangan Mesin Pencacah Rumput Pakan Ternak. Universitas Negeri Yogyakarta.

[11]. Purwono.H. Dkk. 2013. Modifikasi Mesin Pencacah Jerami. Universitas Diponegoro. Semarang.

[12]. Hidayat.M, Dkk. Mesin Pencacah Hijauan Ternak. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.

[13]. Armanto. E, Dkk. Rancang Bangun Mesin Pencacah Jerami Dengan Kapasitas 25 Kg/ Jam.Poli Teknik Negeri Semarang.

[14]. Yamin.M, Dkk. 2008. Perancangan mesin pencacah sampah type crusher. Universitas Gunadarma.

[15]. Napitupulu.R, dkk. Rancang bangun mesin pencacah sampah plastik. Politeknik negeri bangka Belitung

[16]. Arif.S.2014. Rancang Bangun Mesin Pencacah Rumput Gajah. Universitas Hasanuddin. [17]. Sa’diyah.H, Dkk. 2015. Aplikasi Mesin Pencacah Dan Fermentasi Jerami Dalam

Produksi Kompos Di Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Universitas Jember.

[18]. Lutfi.M, Dkk. 2010. Rancang Bangun Perajang Ubi Kayu Pisau Horizontal. Universitas Brawijaya

[19]. Bulan.R, Dkk. Perancangan Mesin Pencacah Dan Pengempa Pelepah Kelapa Sawit. [20]. Andasuryani. 2009. Membangun Mesin Pencacah Rumput GajahUntuk Peningkatan

Efektivitas Konsumsi Pakan Ternak Sapi.Universitas Andalas.

[21]. Gunawan.I. 2009. Perencanaan Mesin Dan Analisa Statik Rangka Mesin Pencacah Rumput Gajah. Universitas Gunadarma. Jakarta

[22]. Febriani.R. Evaluasi Teknis dan Ekonomis Mesin Pencacah Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Kompos. Rancangan BBP MEKTAN

(24)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

22

ANALISA KUALITAS TERHADAP PENERAPAN

KARTU OBSERVASI KESELAMATAN KERJA DI

JABUNG FIELD

PCJL

Diana Chandra Dewi dan Putra Najuantah

Staf Dosen tetap Prodi Teknik Industri Stiteknas Jambi

ABSTRAK

Jabung Safety Observation and Communication (JSO and C) card adalah program observasi keselamatan kerja di lapangan Jabung (Jabung Field) - PCJL. Program ini menuntut peran aktif seluruh karyawan untuk salingmengobservasi guna menghilangkan tindakan-tindakan tidak aman (unsafe action)antar pekerja, sejalan dengan statistik yang menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 85% disebabkan oleh tindakan yang tidak aman (unsafe action) yang dilakukan oleh manusia (Heinrich, 1950) dan penelitian Dupont Group menyatakan bahwa kontribusi tindakan tidak aman manusia terhadap kecelakaan kerja adalah 96%. Intinya, bila unsur manusianya berperilaku baik maka semua fungsi-fungsi keselamatan akan berjalan sesuai koridornya, tetapi sebaliknya bila berperilaku buruk walaupun perusahaan menggunakan standard teknis yang tinggi tidak akan berguna menciptakan lingkungan kerja yang aman dari resiko kecelakaan kerja. Ternyata dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya penyimpangan dimana fokus observasi tidak terhadap tindakan-tindakan atau perilaku yang tidak aman yang mana tentunya berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai berupa penghilangan

unsafe action yang merupakan dasar penyebab kecelakaan kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kualitas/mutu terhadap pelaksanaan program kartu JSO and C menggunakan metoda statistical process control yang direpresentasikan lewat grafik peta kendali – P dan untuk mengetahui besaran penyimpangan yang terjadi. Tahapan penelitian terdiri atas: pengambilan sampel, pemeriksaan sampel, penghitungan sampel cacat, uji kecukupan data, perhitungan statistical process control, peta kendali – P, analisa peta kendali-P dan hasil penelitian.

Kata kunci: JSO and C, observasi, tindakan tidak aman, mutu, statistical process control

PENDAHULUAN

(25)

23

dua orang meninggal dunia per hari karena kecelakaan kerja.Sementara menurut data International Labor Organization (ILO), di Indonesia rata-rata per tahun terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total jumlah itu, sekitar 70 persen berakibat fatal yaitu kematian dan cacat seumur hidup. (Pos Kota News, 2014).

Keselamatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena dampak kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang tidak hanyamerugikan karyawan, tetapi juga memiliki dampak terhadap perusahaan baik itu secara langsung maupun tidak langsung serta kerugian ekonomis lainnya.

Jabung Safety Observation and Communication (JSO and C) card adalah program observasi keselamatan kerja yang digagas oleh manajemen PCJL dimana teknis penerapan serta rancangannya disesuaikan dengan karakteristik dan metode kerja operasi perusahaan khusus untuk lapangan Jabung (Jabung Field). Perusahaan menyadari besarnya potensi bahaya yang dapat timbul dari segala aktifitas yang dilakukan mulai dari hulu ke hilir, yang bilamana tidak mendapat perhatian khusus akan menyebabkan kecelakaan kerja yang bisa merenggut korban jiwa (fatality).

Tentunya yang menjadi target program ini adalah unsur manusia yang merupakan operator atau pelaksana semua aktifitas perusahaan. Sejalan dengan statistik yang menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 85% disebabkan oleh tindakan yang tidak aman (unsafe action) yang dilakukan oleh manusia (Heinrich, 1950), bahkan dalam penelitian Dupont Group di peroleh data bahwa kontribusi tindakan tidak aman manusia terhadap kecelakaan kerja adalah 96%. Bila unsur manusianya berperilaku baik maka semua fungsi-fungsi keselamatan akan berjalan sesuai koridornya, tetapi sebaliknya bila berperilaku buruk walaupun perusahaan menggunakan standard teknis yang tinggi tidak akan berguna menciptakan lingkungan kerja yang aman dari resiko kecelakaan kerja.

Secara tidak langsung melalui program JSO and C mengedukasi pekerja untuk selalu menjiwai nilai-nilai K3 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkup pekerjaan yang dilakukan serta membiasakan pekerja untuk melakukan identifikasi bahaya pekerjaan sebagai salah satu langkah pencegahan kecelakaan kerja. Program observasi JSO and C ini berdasarkan perilaku individu guna mencapai tingkatan tertinggi keselamatan kerja dimana para pekerja mampu untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna merubah perilaku individu lainnya berkaitan dengan keselamatan kerja, selain itu juga mengembangkan keahlian dalam mengamati dan berkomunikasi sehingga bisa mengambil langkah positif untuk memastikan tempat kerja yang lebih aman guna meningkatkan kinerja keselamatan dan komunikasi yang lebih baik di tempat kerja.

Secara sederhana, mekanisme pelaksanaan program ini dengan mewajibkan setiap pekerja untuk mengamati tindakan-tindakan pekerja lainnya dalam beraktifitas dan mencatat temuan yang didapati ke dalam kartu observasi JSO and C

(26)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

24

dalam kondisi yang tidak aman (unsafe condition). Program ini bukan untuk mencari kesalahan orang lain karena dalam penulisannya tidak diperkenankan untuk mencantumkan nama orang yang melakukan tindakan yang tidak aman.Kesalahan pengisian seperti ini merupakan penyimpangan yang tidak diharapkan dalam pelaksanaan program JSO and C.

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Dewi, 2006).

Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan financial, dan lainnya. Program keselamatan dan kesehatan kerja harus dirancang spesifik untuk masing-masing perusahaan sehingga tidak bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain (Ramli, 2010).

Menurut Soehatman Ramli(2010), pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Induksi K3

Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerjaatau memasuki tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja.

2. Pelatihan Khusus K3

Pelatihan ini berkaitan dengan tugas dan pekerjaan masing-masing pekerja. Misalnya pekerja di lingkungan pabrik kimia harus diberi pelatihan mengenai bahan-bahan kimia dan pengendaliannya.

3. Pelatihan K3 Umum

Pelatihan K3 umum merupakan program pelatihan yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manejemenpuncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk menanamkan budaya atau kultur K3 di kalangan pekerja. Misalnya pelatihan mengenai dasar K3 dan petunjuk keselamatan seperti keadaan darurat dan pemadam kebakaran

Program Kartu Keselamatan Jabung Safety Observation & Communication (JSO and C)

Program JSO and C adalah salah satu program perusahaan PCJL diantara beragam program K3 lainnya yang didesain manajemen PCJL sebagai salah satu sarana untuk melatih para pekerjanya melakukan observasi berdasarkan perilaku individu lainnya guna mencapai tingkatan tertinggi keselamatan kerja. Pijakan program ini berlandaskan:

1. Teori domino Heinrich dalam bukunya The accident Prevention

mengungkapkan bahwa: “ 88% of all accidents are caused by unsafe acts of

(27)

25

2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dupont Group selama sepuluh tahun terkait kecelakaan kerja, mengungkapkan 96% kecelakaan dikarenakan tindakan tidak aman para pekerja.

Tabel Tindakan tidak aman menurut penelitian Dupont Company

No. Perbuatan Tidak Aman Persentase

1. Alat pelindung diri 12 %

2. Posisi orang dalam bekerja 30 %

3. Reaksi orang 14 %

4. Perkakas dan peralatan kerja 28 %

5. Prosedur dan kerapihan kerja 12 %

Jumlah kecelakaan yang disebabkan tindakan tidak aman 96 %

Jumlah kecelakaan disebabkan hal – hal lain 4 %

Melalui program ini pekerja dilatih untuk mengambil tindakan yang diperlukan sehingga mampu merubah perilaku individu berkaitan dengan keselamatan kerja, mengembangkan keahlian dalam mengamati dan berkomunikasi sehingga bisa mengambil langkah positif untuk memastikan tempat kerja yang lebih aman dan meningkatkan kinerja keselamatan dan komunikasi yang lebih baik di tempat kerja.

Gambar Kartu observasi keselamatan JSO and C

Filosofi dan Manfaat Program JSO and C

(28)

Jurnal Volume 5 No 1, No ISSN 2089-1873 (PDII-LIPI)

26

Adapun manfaat yang diharapkan untuk dicapai dari pelaksanaan program

JSO and C ini adalah:

1. Membantu mengurangi cidera dan merubah perilaku individu 2. Mengurangi biaya yang timbul akibat insiden dan cidera 3. Mengebangkan keahlian berinteraksi

4. Membantu meningkatkan kesadaran keselamatan kerja secara menyeluruh 5. Mengembangkan keahlian dalam mengamati

6. Membangun rasa peduli keselamatan kerja ke semua lini

7. Membangun komitmen pencapaian tujuan keselamatan secara umum Indikator – indikator Pada Kartu Observasi JSO and C

Indikator – indikator pengamatan pada kartu observasi JSO and C terbagi atas 4 (empat) bagian:

1. People (orang

2. Personal Protective Equipment (alat pelindung diri), mengamati tindakan-tindakan pekerja terhadap penggunaan alat pelindung diri

3. Tool and Equipment (alat dan perlengkapan) 4. Procedure and Orderliness(prosedur dan aturan)

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam jenis penelitian kuantitatif

(quantitative research) dimana data-data yang diperoleh merupakan data numerik yang akan dianalisis menggunakan teknik statistik khususnya teknik statistical process control.Peneliti memilih jenis penelitian ini dengan tujuan untuk menguji data numerik yang diperoleh dan melakukan interprestasi terhadap hasil analisa statistik guna mendapat gambaran tingkat kualitas yang sesungguhnya.

Alur Penelitian

(29)

27

(30)

28 Data dan Pengumpulan Data

Data yang diambil sebagai subjek penelitian merupakan data primer dimana peneliti mengumpulkan secara langsung data melalui catatan kartu observasi keselamatan yang telah dikumpulkan guna memperoleh informasi yang dibutuhkan terkait dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil sample secara acak (random sampling) dari keseluruhan kumpulan kartu observasi yang telah dipisahkan berdasarkan bulandan tahun pengisiannya. Pengambilan sample dilakukan 2 kali untuk masing-masing bulan dan dilakukan pengukuran banyaknya penyimpangan yang terjadi untuk setiap kali pengambilan.

Populasi, Sampel dan Sampling

Pada penelitian ini populasi adalah seluruh kumpulan kartu observasikeselamatan yang telah diisi dan dikelompokkan berdasarkan bulan dan tahunnya, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan sebagai data yang memiliki kesamaan sifat dengan data lainnya. Adapun sampling

dilakukan secara acak, tidak memilih agar diperoleh sampel data yang merata sehingga seluruh anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Teknik Analisis Data

Statistical Process Control (SPC) / Pengendalian Proses Statistik

Statistical process control adalah ilmu yang mempelajari tentang teknik/metode pengendalian kualitas berdasarkan prinsip/konsep statistik. Dalam suatu proses produksi pengendalian kualitas ini dilakukan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang sesuai.

Terdapat 7 (tujuh) alat statistik utama yang dapat digunakan dalam

Statistical Process Control sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas yang biasa dikenal sebagai seven old tools, adalah Kaoro Ishikawa yang pertama kali mengembangkan tujuh alat dasar kualitas ini yang digunakan untuk melakukan perbaikan dan pengendalian kualitas.Ketujuh alat tersebut antara lain ; diagram alir,

check Sheet, diagram pareto, diagramsebab akibat, histogram, scatter diagram dan

(31)

29 Gambar Tujuh Alat Bantu SPC (Seven old tools)

Control Chart (Diagram/Peta Kendali)

Diagram/peta kendali adalah peta yang menjelaskan proses yang terjadi di dalam hasil observasi data yang di teliti.

Gambar Peta Kendali

Peta ini untuk mengetahui apakah sampel hasil observasi berada di daerah yang di terima (accepted area) atau daerah yang di tolak (rejected area). Peta kendali memiliki garis pusat, batas atas, batas bawah dan grafik hasil plot data observasi. Garis pusat/tengah merupakan nilai rata- rata karakteristik kualitas yang berkaitan dengan keadaan terkontrol, batas bawah dan atas dipilih sedemikian hingga apabila proses terkendali, hampir semua titik-titik sampel akan jatuh diantara kedua batas tersebut.

Berdasarkan jenis datanya, Peta kendali dibagi menjadi dua, yaitu Peta variabel dan Peta atribut. Kedua jenis Peta tersebut dibagi lagi menjadi dua jenis sebagaimana skema berikut:

Check Sheet

Diagram Pareto Control Chart

Diagram scatter/pencar Diagram Sebab - Akibat

Histogram Start

Choice

Action

Action

Action

Action

Choice

(32)

30 Gambar Skema Peta Kendali

Dengan Peta kendali:

1. Dapat diketahui batas -batas dimana suatu yang dihasilkan menyimpang dari ketentuan atau harapan.

2. Memudahkan pengawasan dengan mudah apakah suatu proses dalam kondisi stabil atau tidak.

3. Bila banyak terjadi variasi atau penyimpangan suatu proses dapat segera ditentukan keputusan apa yang harus diambil untuk memperbaiki proses. Kegunaan Peta kendali:

1. Menentukan apakah proses berada dalam pengendalian statistik.

2. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistik dan hanya mengandung variasi penyebab umum.

3. Untuk identifikasi variasi penyebab khusus (special cause/assignable cause).

4. Untuk memberikan sistim peringatan dini (sinyal) pada proses produksi sehingga tidak sampai terjadi cacat/penyimpangan.

5. Menentukan kemampuan proses (process capability).

Teknis Penelitian

Untuk penelitian ini tahap pertama dilakukan pengumpulan data, yaitu dari kumpulan data perbulannya diambil sebanyak 100 kartu secara acak yang dibagi kedalam dua kali pengumpulan. Tahap kedua, dari setiap kumpulan dilakukan penghitungan banyaknya kartu yang salah/menyimpang (cacat), tahap selanjutnya melakukan perhitungan-perhitungan dengan menggunakan statistical process control peta kendali – P (P Chart) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Uji Validitas dan Reliabilitas.

Uji validitas dan reliabilitas tidak dilakukan dalam penghitungan data yang diobservasi.Uji validitas dan ralibilitas hanya berlaku apabila data yang diobservasi didapat melalui angket, wawancara atau kuisioner.Penggunaan angket adalah yang paling sering dilakukan dalam penelitian yang tentunya harus memenuhi kriteria tertentu sehingga dapat memberikan informasi yang terpercaya. Kriteria tersebut adalah angket harus mempunyai validitas dan ralibilitas yang baik, suatu instrument ukur yang tidak valid atau tidak

reliableakan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek/individu yang dikenai pengukuran tersebut. (Nisfiannoor : 211)

2. Menguji kecukupan data atribut.

Bertujuan guna memastikan bahwa data yang telah dikumpulkantelah cukup

(33)

31 secara obyektif dengan berpedoman pada konsep statistik, yaitu derajat ketelitian dan tingkat keyakinan/ kepercayaan. Derajat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah mencerminkan tingkat kepastian yang diinginkan oleh peneliti setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran dalam jumlah yang banyak (populasi).

𝑁

= [

𝑘𝑠√𝑁 ∑ 𝑋2−(∑ 𝑋)2

∑ 𝑋

]

2

... [1]

dimana,

𝑠 = Derajat ketelitian dalam pengamatan 𝑘 = Tingkat kepercayaan dalam pengamatan.

𝑁′= Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan.

N = Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan.

X = data pengamatan bila,

𝑠 = 95 % 𝑘 = 2 𝑠 = 99 % 𝑘 = 3 Data dianggap cukup apabila 𝑁′< 𝑁

3. Menghitung persentase kartu yang menyimpang/cacat.

𝑝 =

𝑛𝑝𝑥 ... [2] dimana,

np = jumlah unit cacat dalam sub grup

x = ukuran sampel 4. Menghitung garis tengah (central line)

Garis tengah merupakan rata-rata ( 𝑝̅ ) kartu yang cacat.

𝐶𝐿 = 𝑝̅ =

 𝑛𝑝 𝑥 ... [3] dimana,

 𝑛𝑝 = jumlah total kartu cacat

𝑥 = jumlah total kartu yang diobservasi 5. Menghitung garis batas untukp;

Untuk menghitung batas kendali atas (Upper Control Limit/UCL) dilakukan dengan rumus :

UCL = 𝑝̅ + 3 Sp ... [4] Sedangkan batas kendali bawah (Lower Control Limit/LCL) dilakukan dengan rumus :

LCL = 𝑝̅ - 3 Sp ... [5] Untuk mendapatkan nilai Sp menggunakan rumus berikut :

𝑆𝑝 = √𝑝̅ (1−𝑝̅)𝑛 (p dalam fraksi) ... [6]

𝑆𝑝 = √𝑝̅ (100 −𝑝̅)𝑛 (p dalam persen)... [7] dimana,

𝑝̅ = rata – rata kartu yang cacat

Sp = kesalahan standar proporsi sampel

n = jumlah sampel

(34)

32 berada diluar UCL dan LCL maka sampel berada pada out of control. Dalam arti kata bahwa kualitas penerapan program kartu observasi keselamatan ini perlu dilakukan perbaikan.

6. Melakukan analisa terhadap peta kendali – P dan menganalisis faktor - faktor apa saja yang menjadi penyebab kesalahan/penyimpangan dalam pencatatan kartu observasi keselamatan tersebut.

7. Menyusun rekomendasi atau usulan tindakan untuk melakukan perbaikan kualitas penerapan kartu observasi keselamatan agar tercapai tujuan utama dari program tersebut.

Analisis Pola Peta Kendali Analisa Penyimpangan 1. Proses terkendali

Terjadi variasi karena penyebab acak yang normal. Tidak diperlukan tindakan apa – apa.

2. Proses tak terkendali

Terjadi variasi karena penyebab yang tidak normal. Diperlukan tindakan penyelidikan. Beberapa pola grafik memberikan gambaran tentang indikasi terjadinya penyimpangan tak terkendali dalam prosesnya, antara lain:

• Terdapat titik di luar garis batas atas UCL atau bawah LCL

• Terdapat dua titik di dekat garis batas kendali.

• Terdapat larinya (run) lima titik di atas atau di bawah garis tengah (CL).

• Kecenderungan (trend) lima titik terus naik atau turun

• Perubahan tidak menentu

• Perubahan tiba-tiba

Gambar Beberapa Pola Penyimpangan Peta Kendali Penafsiran Peta

1. Jika data befluktuasi dalam batas atas dan bawah, menunjukkan bahwa fluktuasi tersebut diakibatkan oleh kondisi-kondisi umum atau kekurangan yang ada dalam proses dan hanya dapat terpengaruh jika sistem diperbaiki atau diubah. 2. Jika data jatuh di luar batas atas dan bawah, menunjukkan adanya penyebab

(35)

33 3. Penyebab – penyebab khusus harus dihilangkan bilamana peta akan dijadikan

sebagai alat monitoring. Hasil Penelitian

Menurut ANSI/ASQC Standard A3-1987 dan buku pedoman ISO 9000 yang dikeluarkan oleh International Organization for Standardization, kualitas

didefiniskan sebagai “keseluruhan ciri dan karakteristik dari produk atau jasa yang

berhubungan dengan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar”.Pada program kartu JSO and C ini kebutuhan dapat diartikan sebagai tingkat penyerapan dan pelaksanaan program tersebut oleh semua karyawan sesuai kaidah-kaidah penerapan yang benar sebagaimana yang telah digariskan oleh perusahaan.

(36)

34

34

Pada penelitian ini, acuan yang menjadi kriteria untuk mengkategorikan kartuJSO and C yang telah diisi merupakan produk yang menyimpang/cacat atau kualitas yang tak sesuai apabila fokus pengamatannya adalah terhadap mesin, perlengkapan, peralatan, fasilitas ataupun akomodasi(unsafe condition) dan bukan

terhadap tindakan-tindakan tidak aman (unsafe action) para karyawan.

(37)

35 Gambar Contoh kartu observasi JSO and C yang salah dalam pengisiannya

(38)

36 Tabel Hasil Pengumpulan Kartu Observasi JSO and C

Nomor

Sampel Populasi

Ukuran Banyaknya Kartu yang

Menyimpang

2. Penghitungan kecukupan data, menggunakan rumus [1]:

𝑁′= [

Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa jumlah data pengamatan yang diambil lebihbesar dari jumlah data minimal yang seharusnya dilakukan (𝑁′< 𝑁 ), sehingga dapat di simpulkan bahwa jumlahdata pengamatan yang diambil telah cukup.

(39)

37 [2].

𝑝 = 𝑛𝑝𝑥

(40)

38 Tabel Persentase Penyimpangan Data Pengamatan

Nomor Sampel

Ukuran Sampel (𝑥)

Kartu Cacat

(np)

Persentase Cacat

(p)

1. 50 4 0,08

2. 50 6 0,12

3. 50 5 0,1

4. 50 4 0,08

5. 50 8 0,16

6. 50 10 0,2

7. 50 4 0,08

8. 50 8 0,16

9. 50 15 0,3

10. 50 22 0,44

11. 50 5 0,1

12. 50 6 0,12

13. 50 10 0,2

14. 50 14 0,28

15. 50 7 0,14

16. 50 5 0,1

17. 50 3 0,06

18. 50 9 0,18

19. 50 5 0,1

20. 50 4 0,08

21. 50 3 0,06

22. 50 1 0,02

23. 50 4 0,08

24. 50 3 0,06

Jumlah 1200 165

4. Garis tengah (central line)yang merupakan rata-rata ( 𝑝̅ ) kartu yang cacat, menggunakan rumus [3].

𝐶𝐿 = 𝑝̅ =  𝑛𝑝 𝑥 𝐶𝐿 = 1200165 𝐶𝐿 = 0,138 5. Garis batas untuk p;

a. Kesalahan standar proporsi sample guna menggambarkan variasi sampel, menggunakan rumus [6].

𝑆𝑝 = √𝑝̅ (1 − 𝑝̅)𝑛

(41)

39 𝑆𝑝 = √ 0,138 𝑥 0,86224

𝑆𝑝 = 0,07

b. Batas kendali atas (Upper Control Limit/UCL), menggunakan rumus [4]:

UCL = 𝑝̅ + 3 Sp

UCL = 0,138 + (3 x 0,07)

UCL = 0,348

c. Batas kendali bawah (Lower Control Limit/LCL), menggunakan rumus [5]:

LCL = 𝑝̅- 3 Sp

LCL = 0,138- (3 x 0,07)

LCL =- 0,072

Melalui perhitungan diatas didapat batas kendali atas adalah 0,348 dan batas kendali bawah adalah 0.Dikarenakan bahwa tidaklah mungkin secara real terdapat proporsi cacat yang negatif, sehingga nilai terkecilnya adalah 0.Dari perhitungan ini, ditetapkan batas pengendaliannya sebesar 0 dan 0,365. Sampel apapun diluar batas tersebut menunjukkan tingkat kualitas proses yang berubah atau tidak sesuai harapan.

Informasi data–data proporsi ini, selanjutnya diplot ke dalam bentuk peta kendali (control chart), dalam hal ini menggunakan peta kendali-P.

Gambar Hasil pengolahan data berupa Peta kendali-P

Pembahasan

Peta kendali merupakan grafik yang peranannya sebagai alat dalam mengendalikan proses guna menyatakan gejala suatu data dengan batasan yang jelas sebagai panduan petunjuk untuk tindakan selanjutnya. Peta kendali menunjukkan kepada semua orang baik itu para karyawan dan manajemen

perusahaan apakah program tersebut “terkendali” atau “diluar kendali”. Jika prosesnya “tidak terkendali”, peta kendali tidak akan memperbaiki keadaan. Mereka

(42)

40 yang terlibat langsung dengan program ini terutama manajemen bertanggung jawab guna melakukan perbaikan sehingga proses kembali dalam kondisi “terkendali”. Berdasarkan peta kendali P yang telah dihasilkan dari perhitungan data terdapat satu

titik yang “diluar kendali” dan beberapa titik yang memiliki kecenderungan keluar

dari batas kendali atau berada jauh dari titik normal yang diharapkan (center line).

Gambar Pola penyimpangan pada peta kendali P

Kondisi ini telah memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut menurut Prof. Dr. Ir. T. Yuri M.Z. MEngSc dan Dr. Ir. Rahmat Nurcahyo, MEngSc (2013):

- Terdapat titik di luar garis batas (atas UCL atau bawah LCL) - Terdapat dua titik di dekat garis batas kendali.

- Perubahan tak menentu - Perubahan tiba – tiba

Sehingga bisa dikatakanbahwa proses pengawasan kualitas penerapan program kartu observasi keselamatanJSO and Cadalah “tidak terkendali”.Karena adanya beberapa titik yang berfluktuasi dan tidakberaturan sebagaimana terlihat pada peta kendali, hal ini menunjukkan bahwa pengendalian kualitas untuk program kartu observasi keselamatan JSO and C masih mengalami penyimpangan. Karenanya masih diperlukan analisislebih lanjut mengapa penyimpangan ini terjadi dengan metoda – metoda seven old toolslainnya baik itu menggunakan diagram alir,

check sheet, diagram pareto, diagram sebab akibat, histogram, atau scatter diagramhinggadidapat data yanglebih rinci guna menjelaskan penyebab daripenyimpangan-penyimpangan pada pelaksanaanpenerapan program kartu observasi keselamatan JSO and C ini.

Selanjutnya berdasarkan grafik tampilan peta kendali P tersebut pun dapat diketahui bagaimana kecenderungan penyimpangan (trend) yang terjadi atas penerapan program kartu observasi JSO and C ini melalui penambahan garis tren

(trendline) pada grafik peta kendali P.

Out of control

(43)

41 Gambar Garis kecenderungan (trendline) penyimpangan kartu JSO and C

Garis kecenderungan (trendline) memberikan atau mengungkapkan keadaan data yang ditampilkan kepada pembacanya guna mengetahui kecenderungan-kecenderungan yang terjadi selama masa penerapan program JSO and C sesuai data yang diamati dan juga secara tidak langsung menjadi tanda arah pergerakan penyimpangan yang terjadi kedepannya.Dari trendline peta kendali P ini jelas memperlihatkan bahwa ada kecenderungan untuk terjadinya penyimpangan-penyimpangan diluar batasan waktu data yang diamati. Bahkan bila tidak dilakukan langkah-langkah koreksi dari awal akan menimbulkan penyimpangan lain yang tak terkendali dan pada akhirnya tujuan awal pelaksanaan program kartu observasi keselamatan JSO and C guna mencegah kecelaakaan kerja melalui pengurangan tindakan-tindakan tidak aman (unsafe action) para karyawan tidak tercapai dan puncaknya adalah akan muncul satu kecelakaan kerja yang mampu mengakibatkan cedera ataupun kehilangan nyawa karyawan yang tertimpa kecelakaan tersebut. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil peta kendali P (Control chart P) menunjukkan bahwa ternyata kualitas penerapan program observasi keselamatan kerja JSO and C

berada diluar kendali yang seharusnya. Ini dapat dilihat pada grafik peta kendali yang menunjukkan adanya titik yang berada diluar batas kendali serta beberapa titik menunjukkan adanya penyebaran yang tidak teratur serta menjauhi garis tengah (central line)mendekati batas kendali atas atau bawah. Indikasi ini menunjukkan bahwa proses penerapan program tersebut berada dalam keadaan tidak terkendali atau mengalami penyimpangan.

2. Adanya penyebaran titik-titik disekitar garis tengah (central line)

menunjukkan bahwa penyimpangan tersebut normal terjadi(normal behavior)dikarenakan faktor-faktor umum yang secara natural memang ada dalam suatu proses dan memang tidak bisa dihindarkan seperti halnya faktor tingkat pengetahuan para karyawan, latar belakang pendidikan, dsb.

(44)

42

Dengan tidak adanya perbaikan awal ini menyebabkan penyimpangan yang sama terulang kembali dan pada saatnya menunjukkan tingkat penyimpangan yang tinggi.

4. Adanya kecenderungan bahwa penyimpangan akan terus terjadi sebagaimana yang ditunjukkan oleh garis tren (trendline) terhadap grafik peta kendali P yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alind D. and William G. and Marchel Samuel, Teknik-teknik Statistika Dalam Bisnis dan Ekonomi Buku 2, Edisi 15, Jakarta, Salemba Empat, 2014.

Anizar, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, edisi 1, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2012.

Hagan P.E and J.F. Montgomery and J.T. O’Reilly, Accident Prevention Manual for Business & Industry Administration & Programs, 12th Edition, Itasca – Illinois, National Safety Council, 2001.

Ismed, Somad, Teknik Efektif dalam Membudayakan Keselamatan & Kesehatan Kerja,

Jakarta, Dian Rakyat, 2013.

Nisfiannoor, Muhammad, Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial,cetakan pertama, Jakarta, Salemba Empat, 2009.

Ridley, John, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Ikhtisar,edisi ketiga, Jakarta, Erlangga, 2008.

Rudi, Suardi, Sistim Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, cetakan kedua, Jakarta, PPM, 2007.

Soehatman, Ramli, Smart Safety; Panduan Penerapan SMK3 yang Efektif, Jakarta, Dian Rakyat, 2013.

Susihono, W. dan F. A. Rini, Penerapan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Identifikasi Potensi Bahaya Kerja (Studi Kasus di PT. LTX Kota Cirebon Banten), Jurnal, 117-242, 2013.

STITEKNAS Jambi, Modul Kuliah Ergonomi & APK, 2013.

STITEKNAS Jambi, Modul Kuliah Desain Sistim Kerja, 2013.

(45)

43

PERANCANGAN MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA

SAWIT UNTUK DIJADIKAN PAKAN TERNAK SAPI

M.Ficky Afrianto, Afrizal, Ngadiyo

Jurusan Teknik Mesin STITEKNAS Jambi

Jln.Kapten Bakarudin No.45 Sipin Ujung Jambi Telp.(0741)669501 Email:dhiyo65@gmail.com

Abstrak

Tujuan dari perancangan mesin pencacah pelepah sawit ini adalah: (1) membuat gambar kerja dan bagian- bagianya. (2) untuk meningkatkan efesiensi pelepah sawit untuk dijadikan pakan sapi dengan cara di lembutkan menggunakan mesin pencacah pelepah sawit ini. Analisis teknik meliputi daya dan torsi yang terjadi pada poros. Tenaga penggerak mesin pencacah pelepah sawit direncanakan menggunakan diesel engine yang disesuaikan dengan kemampuan dayanya. Hasil perancangan menghasilkan mesin pencacah pelepah sawit dengan spesifikasi ukuran panjang 130 cm, Lebar 78 cm, dantinggi 120 cm. Kapasitas produksi mesin pencaca hpelepah sawit 380 kg/ jam. Sumber mesin penggerak mesin adalah diesel 7.5 hp dengan putaran 2600 rpm. Sistem transmisi menggunakan v-belt dengan poros penggerak berdiameter 38 mm. Konstruksi rangka terbuat dari profil siku 40x40 mm dengan bahan st 42 dan casing mengunakan plat eyser dengan tebal 0.6 mm.

Kata kunci: mesin pencacah pakan sapi

PENDAHULUAN

Manusia selaku makhluk hidup harus mampu beradaptasi terhadap lingkungannya dimanapun dia berada serta senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam upaya mempertahankan hidup manusia selalu menjaga ketersediaan kebutuhannya baik primer maupun sekunder. Upaya pemenuhan kebutuhan akan daging sapi dapat dilakukan salah satunya dengan pengembangan usaha budidaya ternak sapi skala rumah tangga. Pada umumnya peternak untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak sapi dengan memanfaatkan tumbuhan rumput liar didaratan ataupun yang hidup di perairan.

Gambar

Gambar 3. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperat ur ∆Tr dan nilai konduktivitas ∆Tx
Gambar 6. Perbandingan temperatur pengujian dengan temperatu re ∆Tr dan nilai konduktivitas ∆Tx
Gambar 9. Hasil Konduktivitas Termal Kuningan dengan Tembaga
Gambar Alat Pengujian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mampu menghasilkan sebuah prototype alat pencacah eceng gondok menggunakan silinder berpaku serta metode pencacahan searah serat eceng gondok

Rancang bangun mesin pemotong jerami yang kami kembangkan adalah sistem pemotongan pisau vertikal dengan arah gerak memotong batang jerami, oleh karena itulah hasil dari

Sementara itu mesin pencacah yang ada, dari hasil pengujian di lapangan mempunyai kapasitas pencacahan masih rendah yakni 142,9 kg/jam, dan hasil cacahan relative besar

Sementara itu mesin pencacah yang ada, dari hasil pengujian di lapangan mempunyai kapasitas pencacahan masih rendah yakni 142,9 kg/jam, dan hasil cacahan relative besar

Untuk merealisasikan mesin pencacah, dilakukan perancangan mata pisau dan poros yang sesuai dengan kebutuhan pencacahan plastik, dan juga dapat diganti dengan mata

IBNUH SYAHNI R: Rancang Bangun Alat Pencacah Jagung, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR dan SAIPUL BAHRI DAULAY.. Pencacahan dilakukan untuk mengecilkan ukuran biji jagung menjadi

Penelitian ini mampu menghasilkan sebuah prototype alat pencacah eceng gondok menggunakan silinder berpaku serta metode pencacahan searah serat eceng gondok yang

1.4 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini adalah menghasilkan perancangan desain dan konstruksi mata pisau pada alat pencacah batang tembakau yang aman