• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS METODE DISCOVERY LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN MENULIS TEKS CERPEN SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 BUKITTINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS METODE DISCOVERY LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN MENULIS TEKS CERPEN SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 BUKITTINGGI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS METODE

DISCOVERY

LEARNING

UNTUK PEMBELAJARAN MENULIS TEKS CERPEN

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 BUKITTINGGI

Silvia Permata Sari, S. Pd., M. Pd. Program Studi Pendidikan TIK Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

Email: Silvia_permata.sari@yahoo.co.id

Abstract

This research base on problem in writing short stories text in school. That problem is the students lack the resources to learn about the short story text material for use only textbooks that students are not varied references to increase students understanding of the text write short stories. In addition, teaching materials such as textbooks have not been able to meet the learning needs of students so that learning activities are carried out less than optimal. Therefore it is necesssary to develop a module as one of the teaching materials to solve these problems. This study was conducted to describe the process of developing a module based discovery learning method in teaching writing short stories text class XI SMA/MA. The Subjects were students of class XI MIA 5 SMAN 3 Bukittinggi. Type of the research is the development (Research and Development) of the model development 4-D. The results showed that learning to write short stories by using a model based discovery learning method for students in grade XI MIA 5 SMAN 3 Bukittinggi is valid, practical and effective. It can be seen on the validity module 91,31% with very valid criterion. Value of the practicalities of the modul by a teacher for 91,18% with very practical category, while the practicalities of the modules by students by 92,04% with very practical categories. Effectiveness assessment module comprises the overall attitude to the value of 90 is predicated excelent, overal knowledge assessment with the value 3,41 with predicate B+. Short story writing skills ssessment text as a whole with the value of 3,34 with the predicate B+.

Key Words: learning module, discovery learning, short story learning.

Volume 2 Issue 3, March 2018

ISSN PRINT : 2598-814X

(2)

A. PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 memperkuat kedudukan bahasa Indonesia sebagai sarana mengekspresikan perasaan dan pemikiran secara estetis dan logis. Nuh (dalam Kemendikbud, 2014:vi) mengatakan bahwa Kurikulum 2013 menetapkan kebijakan menguatkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pendidikan sekolah sebagai penghela dan pembawa ilmu pengetahuan. Salah satu materi bahasa Indonesia kelas XI Kurikulum 2013 adalah materi memproduksi cerita pendek. Materi ini terdapat pada

kompetensi dasar (4.2) adalah “memproduksi teks cerita pendek, pantun, cerita ulang,

eksplanasi kompleks, dan ulasan/reviu film/drama yang koheren sesuai dengan karakteristik yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan.

Berdasarkan data nilai menulis teks cerpen siswa yang diperoleh dari guru kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi dapat diketahui bahwa kemampuan siswa dalam menulis teks cerpen masih rendah. Hal tersebut terlihat pada nilai menulis teks cerpen siswa yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu berada di bawah predikat B. Siswa mengalami kesulitan mengembangkan unsur-unsur dalam membuat teks cerpen baik dari segi isi, struktur dan kebahasaan.

Rendahnya kemampuan menulis teks cerpen siswa juga disebabkan oleh siswa kurang menyenangi pembelajaran menulis teks cerpen. Hal ini terlihat dari sikap siswa yang kurang proaktif dalam pembelajaran menulis teks cerpen. Siswa Siswa beranggapan bahwa kegiatan menulis teks cerpen merupakan materi pembelajaran yang kurang menarik. Selain itu, siswa juga kurang responsif dalam pembelajaran menulis teks cerpen. Hal ini disebabkan beberapa siswa mengalami kesulitan untuk memulai menulis teks cerpen. Selain itu, siswa kekurangan kosa kata untuk menyampaikan ide dan gagasannya. Penyebab tersebut adalah faktor teknis yang timbul karena siswa merasa tidak mempunyai kecakapan teknis dalam menulis teks cerpen. Krismarsanti (2009:5) menyatakan bahwa cerpen adalah salah satu bentuk prosa naratif fiktif yang cenderung padat dan langsung pada tujuannya, biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, dan mencakup waktu yang singkat untuk membacanya.

Permasalahan dalam dalam menulis cerpen juga dibuktikan oleh Kasupardi (2012:1-16) dalam penelitian pengembangan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa model pembelajaran berbasis lingkungan pada materi menulis cerpen untuk siswa kelas IX SMP. Kesimpulan penelitian adalah permasalahan dalam menulis cerpen yaitu kemampuan guru sebagai pembimbing siswa dalam pembelajaran menulis tidak merata, termasuk cara pengembangan metode pembelajaran. Oleh karena itu, dikembangkan model pembelajaran berbasis lingkungan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan dalam menulis teks cerpen.

Selanjutnya, penelitian mengenai cerpen juga pernah dilakukan oleh Jamian (2011:56) seorang dosen Universiti Putra Malaysia dengan judul “Keberkesanan Cerpen dalam Mempertingkat Prestasi Penulisan Karangan Bahasa Melayu dalam Kalangan

Murid.” Penelitian ini menyatakan bahwa guru perlu memilih bahan pengajaran dalam

(3)

yang tinggi dalam diri siswa secara tidak langsung akan menanamkan bakat untuk berkarya yaitu menulis cerpen.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salah seorang guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI SMA Negeri 3 Bukitinggi bernama Putra Alfajri Wanto, M. Pd. diperoleh informasi sebagai berikut. Pertama, guru masih menjadi pusat dalam pembelajaran dan menjadi sumber belajar untuk siswa. Kedua, siswa kekurangan sumber belajar tentang materi tersebut karena yang digunakan hanya buku teks sehingga referensi siswa tidak bervariasi untuk menambah pemahaman siswa dalam menulis teks cerpen. Ketiga, siswa kurang tertarik dan mengalami kesulitan dalam memahami buku teks khususnya materi mengenai teks cerpen. Keempat, buku teks yang digunakan siswa adalah buku teks yang diberikan pemerintah dan buku tersebut penyajiannya kurang menarik serta materi yang terbatas di dalam buku tersebut.

Kelima, bahan ajar berupa buku teks belum dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa

sehingga kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan kurang optimal. Keenam, siswa mengalami kebingungan saat belajar mandiri di rumah karena buku teks yang ada terlalu singkat dan belum lengkap.

Buku teks seharusnya dapat membantu siswa untuk memahami materi dan dapat membantu siswa belajar secara mandiri. Modul berfungsi sebagai pelengkap buku teks siswa. Mularsih (2007) menyatakan bahwa pembelajaran dengan modul merupakan usaha penyelenggaraan pembelajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih ke unit lainnya. Ketika siswa mengalami kesulitan dalam memahami penjelasan guru, siswa dapat memanfaatkan buku teks. Oleh karena itu, sangatlah penting dikembangkan sumber belajar seperti modul menggunakan metode tertentu. Melalui modul diharapkan timbul keinginan siswa untuk belajar dan terlibat aktif dalam pembelajaran menulis teks cerpen sehingga proses pembelajaran berjalan secara optimal dan tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah keterbatasan sumber referensi siswa pada materi memproduksi teks cerpen, diupayakan pengembangan modul pembelajaran yang diharapkan mampu membantu siswa untuk belajar aktif secara mandiri. Modul merupakan bahan ajar yang berbentuk cetak yang disusun sedemikian rupa untuk membantu siswa belajar individual tanpa bimbingan langsung oleh guru. Modul berbasis

discovery learning dirancang agar guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan sendiri konsep mengenai materi yang diajarkan. Effendi (2012) menyatakan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Melalui metode discovery learning guru tidak lagi menjadi pusat dalam pembelajaran tetapi siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran Selain itu, kegiatan pembelajaran disajikan dengan langkah-langkah

discovery learning yang sederhana dan mudah dipahami. Modul berbasis discovery

learning baik digunakan untuk merangsang aktivitas dan kreativitas siswa dalam belajar.

(4)

Berdasarkan realitas tersebut, penting untuk mengembangkan bahan ajar berupa modul berbasis discovery learning untuk pembelajaran menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi. Pengembangan modul berbasis metode discovery

learning untuk mengembangkan sumber pembelajaran menulis teks cerpen yang valid,

praktis, dan efektif. Pengembangan modul dilakukan dengan menggunakan model pengembangan perangkat 4-D (define, design, develop, disseminate). Modul ini diharapkan dapat memberikan solusi bagi siswa yang mengalami kesulitan mengungkapkan ide pada teks cerpen sehingga mampu menulis teks cerpen dengan baik.

B. METODE PENGEMBANGAN

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development) untuk menghasilkan suatu produk baru, yaitu perangkat pembelajaran berbasis discovery

learning. Setyosari (2010:102) menyatakan bahwa penelitian pengembangan adalah

suatu proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk penelitian. Selanjutnya Sugiyono (2012:407) menyatakan bahwa metode penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model 4-D. Thiagarajan, dkk. (dalam Trianto, 2012:93) menyatakan bahwa model 4-D terdiri atas empat tahap pengembangan, yaitu define (pendefinisian),

design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebaran). Pada

penelitian ini peneliti hanya melakukan sampai pada tahap pengembangan saja.

Prosedur pengembangan modul berbasis discovery learning mengikuti model pengembangan 4-D (four D models) yang terdiri atas empat tahap, yaitu pendefinisian

(define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate).

Penelitian ini hanya akan dilakukan sampai pada tahap pengembangan (develop).

Pelaksanan penelitian dimulai dengan tahap pendefinisian. Pada tahap pendefinisian ini dilakukan penetapan syarat-syarat pembelajaran dengan menganalisis Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), dan batasan materi pembelajaran yang akan diajarkan oleh guru berdasarkan isi kurikulum. Tahap pendefinisian ini dilakukan dengan tiga langkah pokok,, yaitu analisis awal akhir, analisis siswa, dan analisis tugas.

Tahap perancangan bertujuan membuat modul pembelajaran berbasis metode

discovery learning. Modul disusun sesuai dengan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi

Dasar (KD), indikator, dan tujuan pembelajaran. Selanjutnya, tahap pengembangan dilakukan pengembangan modul yang telah dirancang melalui tiga tahap, yaitu validasi, uji praktikalitas, dan uji efektivitas modul berbasis discovery learning.

(5)

C. PEMBAHASAN

Penelitian ini menghasilkan sebuah produk pembelajaran berupa modul yang berbasis metode discovery learning. Modul ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar menulis teks cerpen siswa. Modul ini dapat digunakan oleh siswa untuk belajar mandiri, berdasarkan analisis kurikulum, analisis konsep, dan analisis siswa. Dari analisis itu diperoleh modul berbasis metode discovery learning. Metode discovery

learning dipilih dalam mengembangkan modul karena pada dasarnya seorang anak yang

berada pada stadium operasional formal lebih suka menemukan konsep sendiri. Anak pada tahap ini mampu membangun konsep dari suatu masalah, berpikir teoretis dan menarik kesimpulan. Metode discovery learning cocok untuk anak pada usia ini. Metode

discovery learning merupakan pembelajaran penemuan. Discovery learning lebih

menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Tujuan penggunaan discovery learning yaitu merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Oleh karena itu, penyusunan konsep tersebut dapat dilakukan dengan metode discovery learning.

Modul ini telah diterapkan pada siswa kelas XI MIA 5 SMA Negeri 3 Bukittinggi. Berdasarkan hasil analisis data, modul yang dirancang telah berkategori valid, praktis, dan efektif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa modul telah dapat digunakan di dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada materi menulis teks cerpen. Modul dijadikan sebagai bahan pengajaran dapat dijadikan sebagai referensi tambahan oleh guru. Guru tidak lagi terfokus pada buku teks pemerintah dan LKS. Dengan menggunakan modul, siswa lebih semangat belajar karena dirancang sesuai dengan kriteria siswa. Selain itu, modul yang dikembangkan dapat dijadikan contoh bagi guru untuk membuat modul pada materi lainnya. Untuk mendapatkan model modul yang berkualitas, diperlukan uji validitas, praktikalitas, dan efektivitas dari modul tersebut.

1. Validitas Modul

Sebelum modul diujicobakan kepada siswa, modul terlebih dahulu divalidasi oleh pakar. Menurut Emzir (2010:273), validasi merupakan proses penilaian rancangan produk yang dilakukan dengan memberikan penilaian berdasarkan pemikiran yang rasional. Pada penelitian ini, modul divalidasi oleh 3 validasi ahli. Aspek yang divalidasi meliputi 4 aspek, yaitu aspek kelayakan penyajian modul, aspek kelayakan isi modul, aspek kebahasaan, aspek kegrafikaan. Depdiknas (2008:28) menyatakan bahwa validasi modul menyangkut empat aspek, yaitu kelayakan penyajian modul, kelayakan isi modul, kebahasaan, dan kegrafikaan. Keempat aspek itu akan dijelaskan di bawah ini.

Pertama, aspek kelayakan penyajian diperoleh nilai validasi sebesar 98,61%

dengan kategori sangat valid. Berdasarkan 20 indikator yang dibuat, terdapat 18 indikator pada validator pertama diperoleh hasil validasi semua indikator berkategori sangat valid dengan nilai 4, sedangkan pada validator kedua terdapat 16 indikator bernilai 4 dengan kategori sangat valid dan 2 indikator yang bernilai 3 dengan kategori valid.

Kedua, aspek kelayakan isi modul diperoleh nilai validasi sebesar 93, 75% dengan

(6)

dengan kategori sangat valid dan 5 indikator bernilai 3 dengan kategori valid pada hasil penilaian validasi validator pertama, sedangkan pada validator kedua terdapat 14 indikator bernilai 4 dengan kategori sangat valid dan 4 indikator yang bernilai 3 dengan kategori valid.

Ketiga, aspek kebahasaan diperoleh nilai validasi sebesar 90, 61% dengan

kategori sangat valid. Berdasarkan 8 indikator yang dibuat, hasil penilaian validator pertama sama dengan validator kedua yaitu terdapat 5 yang bernilai 4 dengan kategori sangat valid dan 3 indikator bernilai 3 dengan kategori valid. Pada aspek ini yang divalidasi adalah kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa yang digunakan komunikatif. Dengan demikian, dapat simpulkan bahwa dari segi kebahasaan, modul telah dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran menulis teks cerpen.

Keempat, aspek kegrafikan berkategori valid. Nilai validasi yang diperoleh sebesar

80% dengan kategori valid. Berdasarkan 15 indikator yang dibuat, hasil penilaian validator terdapat 3 indikator yang bernilai 4 dengan kategori sangat valid dan 12 indikator bernilai 3 dengan kategori valid. Pada aspek ini, yang divalidasi adalah desain tampilan modul, penggunaan huruf, penggunaan gambar, dan penggunaan warna.

Berdasarkan uraian keempat aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi yang dirancang secara keseluruhan mendapat nilai validitas 91,31% berkategori sangat valid. Hal ini sesuai dengan pendapat Riduwan (2012:15) yang menyatakan bahwa interval nilai 80-100 berkategori sangat valid. Jadi, modul yang berjudul Menulis Teks Cerpen untuk kelas XI SMA/MA dapat diujicobakan kepada siswa untuk melihat kepraktisan dan keefektifan modul yang telah dikembangkan. Berikut merupakan tampilan sampul depan dan belakang pada modul.

Gambar 1 Sampul Bagian

Depan Modul

(7)

2. Praktikalitas Modul

Praktikalitas modul dilakukan untuk melihat seberapa praktis modul itu untuk digunakan oleh siswa dan guru. Kepraktisan terlebih dahulu divalidasi oleh para ahli. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo dan Jasmadi (dalam Asyhar, 2011:160) bahwa setelah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai saran dan masukan tim ahli, modul dianggap baik untuk dilakukan uji coba lapangan.

Data praktikalitas diperoleh dari angket praktikalitas dari guru dan siswa. Arikunto dan Cepi (2008:92) menyatakan bahwa praktikalitas merupakan aspek yang dapat menentukan suatu instrumen mudah digunakan, praktis, dan tidak rumit. Uraian tentang praktikalitas oleh guru dan siswa akan dijelaskan di bawah ini.

a. Praktikalitas Modul bagi Guru

Hasil analisis terhadap praktikalitas modul diperoleh dari angket respon yang telah disebarkan kepada guru. Dalam lembar angket respon guru itu ada tiga aspek yang dinilai, aspek tersebut adalah aspek kemudahan dalam penggunaan, aspek waktu, dan aspek daya tarik modul. Ketiga aspek itu akan dijelaskan sebagai berikut.

Aspek kemudahan dalam penggunaan, setelah dilakukan analisis terhadap lembar angket respon guru. Aspek kemudahan dalam penggunaan modul diperoleh sebesar 92,50% berkategori sangat praktis. Berdasarkan hasil penilaian pada aspek kemudahan dalam penggunaan modul, dapat disimpulkan modul mudah digunakan oleh guru. Guru tidak perlu lagi mencari referensi lain pada materi itu, karena materi disajikan lengkap dan jelas. Dengan demikian, dari aspek kemudahan dalam penggunaan modul ini telah dapat digunakan oleh guru.

Pada aspek kesesuaian waktu, berkategori praktis dengan nilai praktikalitas 75%. Indikator yang dibuat berkategori praktis dengan nilai 3. Hal itu, diperoleh dari nilai yang diberikan oleh dua guru dalam lembar angket respon kepraktisan oleh guru. Melalui angkat dapat diketahui bahwa dengan menggunakan modul membuat pembelajaran lebih efektif karena semua aspek telah tersedia di dalam modul. Pada aspek daya tarik, berdasarkan hasil respon guru diperoleh nilai praktikalitas sebesar 91,67% dengan kategori sangat praktis. Berdasarkan penilaian ketiga aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi yang dirancang berkategori sangat praktis dari segi kemudahan dalam penggunaan, kesesuaian waktu, dan daya tarik berkategori sangat praktis dengan nilai praktikalitas 91,18%. Hal itu, berarti modul dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran menulis teks cerpen. b. Praktikalitas Modul bagi Siswa

Hasil analisis angket respon siswa praktikalitas terhadap modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi yang dirancang berkategori sangat praktis. Aspek yang dinilai ada tiga yaitu aspek kemudahan dalam penggunaan, kesesuaian waktu, dan aspek daya tarik. Ketiga aspek tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

(8)

memperoleh nilai 4 berkategori sangat praktis, dan yang lainnya memperoleh nilai 3 berkategori praktis. Hal ini, dapat dilihat dari nilai yang diberikan oleh siswa pada angket respon praktikalitas siswa. Pada apek daya tarik diperoleh nilai sebesar 95,48% dengan kategori sangat praktis. Kelima indikator yang dibuat berkategori sangat praktis, hal ini dapat dilihat dari nilai yang diberikan oleh siswa pada lembar angket respon praktikalitas siswa. Dari pembahasan ketiga aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi yang dikembangkan dapat digunakan oleh siswa di dalam pembelajaran dengan nilai 92,04% dengan kategori sangat praktis. Hal ini berarti modul yang dikembangkan mudah digunakan, waktu yang digunakan tepat serta tampilan yang menarik.

Berdasarkan kedua pembahasan kepraktisan guru dan siswa tersebut, dapat disimpulkan modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi yang dikembangkan dapat digunakan oleh guru dan siswa dari aspek kemudahan dalam penggunaan, kesesuaian waktu, dan daya tarik.

3. Efektivitas Modul

Efektivitas modul pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dilakukan oleh siswa dengan menggunakan modul yang telah dirancang. Berdasarkan peraturan pemerintah No.104 tahun 2014, penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. Kemp (1994:320) menyatakan keefektifan mencakup tingkat siswa dapat mencapai sasaran belajar yang ditentukan oleh tiap-tiap individu. Berarti, hasil belajar siswa menentukan keefektifan bahan ajar yang digunakan. Hasil belajar diperoleh dari nilai sikap, pengetahuan, dan keteramplan yaitu tes unjuk kerja menulis teks cerpen. Pembahasan tentang ketiga aspek hasil belajar tersebut, dijelaskan sebagai berikut. a. Penilaian Afektif

Penilaian afektif atau sikap siswa dinilai berdasarkan delapan indikator penilaian sikap yaitu bersyukur, tanggung jawab, peduli, responsif, santun, jujur, disiplin, dan proaktif. Kedelapan sikap tersebut merupakan gabungan antara sikap spiritual dan sosial. Hal itu sesuai dengan permen No. 59 Tahunn 2014 bahwa Kompetensi Inti (KI) ke-1 yaitu menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dan Kompetensi Inti (KI) ke-2 yaitu menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

(9)

sedangkan siswa yang mendapatkan nilai SB (Sangat Baik) berjumlah 28 orang. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai afektif/sikap dari siswa kelas XI MIA 5 SMA 3 Bukittinggi sudah mencapai KKM afektif yaitu B (Baik).

b. Penilaian Kognitif

Penilaian aspek kognitif yaitu pengetahuan siswa dilihat dari jawaban soal yang telah diberikan kepada siswa. Soal kognitif menyediakan dua teks cerpen. Kemudian, diberikan empat pertanyaan, sebagai berikut. Pertama, siswa diminta menentukan struktur dari teks 1 cerpen. Kedua, siswa diminta menentukan struktur teks 2 cerpen.

Ketiga, siswa diminta menentukan peristiwa yang menarik dari kedua teks tersebut

dengan memberikan alasan yang logis. Keempat, siswa diminta menentukan kaidah kebahasaan yang menonjol dari kedua teks tersebut. Penilaian kognitif tersebut diberikan berdasarkan Permen No. 59 Tahun 2014 yang menjelaskan Kompetensi Dasar (KD) ke-3.2 yaitu membandingkan teks cerpen baik melalui lisan maupun tulisan.

Lembar tes kognitif siswa sebelum diberikan kepada siswa telah melalui proses validasi oleh validator. Dari hasil analisis validator tersebut diperoleh nilai 92,05% berkategori sangat valid. Bentuk soal yang diberikan sesuai dengan materi yang diajarkan, teks-teks cerpen yang diberikan dalam soal esai sesuai dengan konteks siswa dan mudah dipahami, petunjuk soal yang diberikan menggunakan pilihan kata, dan kalimat yang mudah dipahami. Jadi, tes unjuk kerja telah dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa pada materi menulis teks cerpen.

Berdasarkan analisis penilaian kognitif siswa secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa siswa yang mendapatkan nilai predikat A- berjumlah 13 orang, siswa yang mendapatkan nilai predikat B+ berjumlah 14 orang, dan siswa yang mendapatkan nilai predikat B berjumlah 4 orang. Jika dilihat dari KKM kognitif yang telah ditetapkan yaitu predikat B, semua siswa kelas XI MIA 5 sudah mencapai ketuntasan minimal.

c. Penilaian Psikomotor

Aspek psikomotor atau keterampilan dapat dilihat dari hasil tes kinerja siswa dalam menulis teks cerpen. Tes psikomotor yang diberikan sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) ke-4 yang terdapat dalam Permen No. 59 Tahun 2014 yaitu memproduksi teks cerpen yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan. Lembar tes unjuk kerja yang diberikan kepada siswa terlebih dahulu divalidasi oleh validator. Dari hasil analisis validator tersebut, tes unjuk kerja yang dirancang memperoleh nilai 93,75% berkategori sangat valid.

(10)

keaktifan dalam pembelajaran dan kurang memahami semua unsur-unsur menulis teks cerpen.

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan ketuntasan belajar siswa sudah mencapai KKM, walaupun ada 1 orang siswa yang belum tuntas. Nilai rata-rata siswa mencapai 3,35 dengan predikat B+. Siswa yang belum tuntas dapat mempelajari kembali materi-materi yang belum dikuasai pada modul Menulis Teks Cerpen.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi yang dirancang berkategori sangat valid. Kevalidan ini dapat dilihat dari hasil lembar validitas oleh ahli. Berdasarkan hasil lembar validitas ahli, dapat disimpulkan bahwa validitas modul berkategori sangat valid, baik dari aspek kelayakan penyajian modul, kelayakan isi modul, bahasa, dan kegrafikaan. Kedua, berdasarkan hasil analisis terhadap lembar praktikalitas dari guru dan siswa, modul dapat dikatakan modul berkategori sangat praktis. Kepraktisan modul itu dapat dilihat dari tiga aspek yaitu kemudahan dalam penggunaan, kesesuaian waktu, dan daya tarik modul. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi berkategori sangat praktis. Ketiga, modul pembelajaran berbasis metode discovery learning untuk materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 3 Bukittinggi yang dirancang berkategori sangat efektif meningkatkan hasil belajar siswa, baik dari dari aspek afektif, kognitf, maupun psikomotor. Dengan demikian, modul yang dikembangkan telah dapat dikatakan valid, praktis, dan efektif dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, khusunya pada materi menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA/MA.

Dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.

Pertama, guru, modul ini diharapkan menjadi salah satu referensi atau sumber materi

untuk mengajarkan materi menulis teks cerpen dalam satu tingkat pendidikan yang sama. Guru juga diharapkan mampu menciptakan bahan ajar yang lebih menarik lagi dan tidak hanya mengandalkan buku paket saja. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar siswa.

Kedua, siswa, hendaknya siswa menggunakan modul ini untuk materi menulis teks

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimin dan Cepi Safruddin Jabar. 2008. Evaluasi Program Pendidikan:

Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktis Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Asyhar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Aksara.

Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Effendi, Leo Adhar. 2012. “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa SMP”. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 13. No. 2.

Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Jamian, Abdul Rasid, dkk. 2011. Keberkesanan Cerpen dalam Mempertingkat Prestasi Penulisan Karangan Bahasa Melayu dalam Kalangan Murid. Jurnal

Pendidikan Bahasa Melayu, Vol , Bil 2, (online), (http://www.ukm.my/jpbm

/pdf45-58_Artikel_4_Rasid_et_al.pdf. diakses tanggal 2 Oktober 2014).

Kasupardi. 2012. “Model Pembelajaran Menulis Cerpen Berbasis Lingkungan”. Jurnal

Semantik Volume 1 Nomor 1.

Kemendikbud. 2014. Buku Guru Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Kemendikbud.

Kemp, Jerrold E. 1985. Proses Perancangan Pengajaran. Terjemahan oleh Asri Marjohan. 1994. Bandung: ITB

Krismarsanti, Ermina. 2009. Karangan Fiksi dan Nonfiksi. Surabaya: Jepe Press Media Utama

Mularsih, Heni. 2007. “Pembelajaran Individual dengan Menggunakan Modul”.

Akademikia Jurnal Pendidikan Universitas Tarumanegara. Vol. 9. No. 1.

Jakarta: UPT-Pusat Sumberdaya Belajar Universitas Tarumanegara.

Riduwan. 2012. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Asdi Mahastya

Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Gambar

  Gambar 1  Sampul Bagian

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh kemampuan menulis teks cerpen dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) oleh siswa kelas XI SMA

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan gambaran pembelajaran menulis cerpen di SMP serta mendiskripsikan penilaian siswa dan guru terhadap materi

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh rekapitulasi desain akhir bahan ajar menulis cerpen berbasis pengalaman siswa Kelas XI adalah kevalidan (produk

Kedua, keterampilan menulis teks cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 5 Bukittinggi secara keseluruhan berada pada kualifikasi baik Ketiga, terdapat kontribusi yang signifikan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh rekapitulasi desain akhir bahan ajar menulis cerpen berbasis pengalaman siswa Kelas XI adalah kevalidan (produk

Penelitian ini berkaitan dengan pengembangan LKPD menulis teks eksposisi berbasis model discovery learning. Tujuan penelitian yakni menghasilkan produk bahan ajar,

Penelitian ini berkaitan dengan pengembangan LKPD menulis teks eksposisi berbasis model discovery learning. Tujuan penelitian yakni menghasilkan produk bahan ajar,

Penilaian E-Modul berbasis discovery learning Pada Komponen Penyajian Materi No Komponen Penilaian Rerata Kategori Komponen Penyajian Materi 1 Kelengkapan informasi yang disajikan