• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Makian Dalam Bahasa Batak Toba: Kajian Metabahasa Semantik Alami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Makian Dalam Bahasa Batak Toba: Kajian Metabahasa Semantik Alami"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu makian,

kategorisasi, makna asali, dan struktur semantis. Konsep-konsep tersebut perlu

dibatasi untuk menghindari salah tafsir bagi pembaca.

2.1.1 Makian

Makian merupakan ungkapan verbal yang dilontarkan secara spontan

dengan cara yang berlebihan dan dirasakan memiliki makna lain (Indrawati, 2006:

145).

2.1.2 Kategorisasi

Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan kesamaan

komponen semantisnya (Mulyadi, 2010: 169). Misalnya, ’komponen X

mengatakan Y seperti Z’ memuat makian babi ‘babi’ dan asu ‘anjing’ berada

dalam satu ranah semantis yang sama.

2.1.3 Makna Asali

Makna asali adalah perangkat makna yang tidak dapat berubah dan telah

diwarisi oleh manusia sejak lahir (innate), sehingga merupakan refleksi pikiran dasar manusia (Goddard, 1992: 2).

2.1.4 Struktur Semantis

Struktur semantis adalah jaringan relasi semantis di antara kata-kata dalam

(2)

jika maknanya dibandingkan dengan makna kata-kata lain yang dirasakan

berhubungan. Jika perbandingannya tepat, ada dua kemungkinan yang ditemukan:

struktur semantisnya memiliki kesamaan atau sebaliknya (Mulyadi, 2000: 43).

2.2 Landasan Teori

Kajian semantik makian bahasa Batak Toba ini menggunakan teori MSA

yang dianggap relevan dan dapat mendukung temuan di lapangan sehingga dapat

memperkuat teori dan keakuratan data.

Teori MSA yang dikembangkan oleh Wierzbicka (1996) dirancang untuk

mengeksplikasikan semua makna, baik makna leksikal, makna gramatikal,

maupun makna ilokusi. Asumsi dasar teori MSA menyatakan bahwa analisis

makna akan menjadi lebih sederhana dan tuntas. Akan tetapi, agar analisis makna

sederhana dan tuntas, digunakan perangkat makna asali (semantic primitives) sebagai elemen akhir dalam analisis makna.

Teori MSA menggunakan konsep teoretis yang relevan dalam

menganalisis makna, yaitu makna asali, polisemi takkomposisi, dan sintaksis

universal.

Wierzbicka (1996: 3-11) mengatakan bahwa ada 55 elemen makna asali

yang dapat digunakan untuk memparafrase makna sebuah butir leksikon, antara

lain SESUATU, SESEORANG, MENGETAHUI, INGIN, TERJADI, BAIK,

BESAR, MUNGKIN, SEBAB, dan SETELAH (dalam Mulyadi, 2000: 43).

Jumlah ini telah berkembang lagi, dan Goddard mencatat terdapat 65 makna asali,

(3)

Tabel 1. Perangkat Makna Asali

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif I AKU, YOU KAMU, SOME ONE SESEORANG

PEOPLE/PERSON, ORANG, SOMETHING/THING

SESUATU/HAL, BODY TUBUH/BADAN

Substantif Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN

Pewatas THIS INI, THE SAME SAMA, OTHER/ELSE LAIN

Penjumlah ONE SATU, TWO DUA, MUCH/MANY BANYAK,

SOME BEBERAPA, ALL SEMUA

Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK

Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL

Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT INGIN, FEEL

RASA, SEE LIHAT,HEAR DENGAR

Ujaran SAY UJAR, WORDS KATA, TRUE BENAR

Tindakan,peristiwa,

gerakan, perkenaan

DO BERBUAT/LAKU, HAPPEN TERJADI, MOVE

GERAK, TOUCH SENTUH

Tempat, keberadaan, milik,

dan spesifikasi

BE (SOME WHERE) SESUATU TEMPAT, THERE

IS/EXIST ADA, HAVE PUNYA, BE

(SOMEONE/SOMETHING) MENJADI

(4)

Hidup dan Mati LIVE HIDUP, DEAD MATI

Waktu WHEN/TIME BILA atau KAPAN /WAKTU, NOW

SEKARANG, BEFORE SEBELUM, AFTER

SETELAH, A LONG TIME LAMA, A SHORT TIME

SINGKAT/SEKEJAP, FOR SOME TIME

SEBENTAR/BEBERAPA SAAT, MOMENT SAAT

Ruang WHERE/PLACE (DI) MANA/TEMPAT, HERE (DI)

SINI, ABOVE (DI) ATAS, BELOW (DI) BAWAH,

FAR JAUH, NEAR DEKAT, SIDE SEBELAH,

INSIDE (DI) DALAM

Konsep logis NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN, CAN DAPAT,

BECAUSE KARENA, IF JIKA

Augmentor intensifier VERY SANGAT, MORE LEBIH/LAGI

Kesamaan LIKE/AS SEPERTI

Sumber : Subiyanto (2008: 270-271)

Gagasan makna asali bukanlah sebuah konsep baru dalam literatur

semantik. Pada abad ke-17 keberadaan makna ini sudah diakui oleh para ahli

seperti Descartes, Pascal, Arnauld, dan Leibniz (periksa Wierzbicka: 1996: 12).

Arnauld (dalam Goddard: 1994: 2), misalnya, mengatakan sebagai berikut.

(5)

words would be neededand so on to infinity. Hence, it is necessary to stop at some primitive words which are not defined”.

Semua kata tidak mungkin dapat didefinisikan. Dalam mendefinisikan

kata kita menggunakan sebuah arti untuk mengekspresikan ide yang ingin kita

gabung ke dalam kata yang didefinisikan; selanjutnya, jika kita ingin

mendefinisikan ‘makna’, kata-kata yang lain tetap akan diperlukan, dan

seterusnya hingga tak terbatas. Oleh karena itu, ini diperlukan untuk berhenti pada

beberapa kata-kata primitif yang tidak didefinisikan.

Aristoteles juga mengungkapkan hal yang sama (dalam Wierzbicka:

1996). Menurut Aristoteles, sebuah definisi haruslah dibuat dengan menggunakan

istilah yang dapat dimengerti; bukan dengan istilah yang acak. Jika tidak

digunakan istilah yang lebih dapat dimengerti, definisi tersebut akan sukar

dipahami.

Konsep dasar lain dalam MSA adalah polisemi. Polisemi adalah leksikon

tunggal yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda. Ini terjadi

karena adanya hubungan komposisi antara satu eksponen dengan eksponen yang

lainnya karena memiliki kerangka gramatikal yang berbeda (Subiyanto, 2008:

272). Ada dua hubungan nonkomposisi, yaitu hubungan yang ‘menyerupai

pengartian’ dan ‘hubungan implikasi’ (Indrawati, 2006: 148). Hubungan yang

menyerupai pengartian tampak pada melakukan/terjadi dan melakukan pada/terjadi.

(6)

Sesuatu terjadi pada X

Perbedaan sintaksis yang penting antara melakukan dan terjadi adalah

bahwa melakukan membutuhkan dua argumen referensial, sedangkan terjadi

hanya membutuhan satu argumen. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen

terjadi dan merasakan, misalnya jika X merasakan sesuatu, maka sesuatu terjadi

pada X.

Konsep dasar selanjutnya adalah sintaksis universal. Sintaksis universal

dikembangkan oleh Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an. Sintaksis universal

terdiri atas kombinasi leksikon butir makna asali yang membentuk proposisi

sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksis bahasa yang bersangkutan.

Misalnya, INGIN memiliki kaidah universal tertentu dalam konteks: saya ingin

melakukan sesuatu. Selanjutnya, unit dasar sintaksis universal ini dapat

disamakan dengan klausa yang dibentuk oleh substantif, predikat, dan

elemen-elemen lain. Kombinasi elemen-elemen tersebut akan membentuk kalimat kanonis

(Indrawati, 2006: 148). Kalimat kanonis adalah kalimat sederhana berbentuk

parafrase yang dibentuk oleh kombinasi elemen-elemen makna asali.

Unit dasar sintaksis universal dapat disamakan dengan “klausa”, dibentuk

oleh substantif dan predikat, serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri

predikatnya (Mulyadi, 2006: 71). Contoh pola sintaksis universal antara lain

adalah:

a. Aku melihat sesuatu di tempat ini.

(7)

c. Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang buruk

tentang aku.

d. Aku tahu bahwa kau orang yang baik.

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis universal mengimplikasikan

gagasan pilihan valensi. Contohnya, elemen MENGATAKAN, di samping

memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib (seperti ‘seseorang mengatakan

sesuatu’), juga “pesapa” (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang’),

atau “topik” (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu tentang sesuatu’) atau

“pesapa dan topik” (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang

tentang sesuatu’) (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71). Hubungan ketiga konsep dasar

tersebut dapat diringkas dalam skema di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan Makna Asali, Polisemi, dan Sintaksis Universal

makna asali

polisemi Sintaksis Universal

makna asali makna

(8)

Sebuah butir leksikon memiliki minimal dua makna asali. Kemudian

makna asali tersebut membentuk polisemi, yang dapat mengekspresikan dua

makna asali yang berbeda. Selanjutnya, makna asali yang berpolisemi tersebut

membentuk sintaksis universal, yaitu kalimat sederhana yang berbentuk parafrase.

Berdasarkan kalimat parafrase tersebut, dapat diketahui makna sebuah butir

leksikon tersebut.

2.3 Tinjauan Pustaka

Sampai saat ini belum banyak linguis yang mengkaji bidang semantik,

khususnya yang mengkaji struktur semantis ungkapan verbal emosi penutur, yaitu

makian. Namun, sudah ada beberapa ahli yang membahas struktur semantis dalam

verba, baik dalam bahasa Indonesia maupun lintas bahasa.

Mulyadi, dalam Linguistika (2000), meneliti tentang Struktur Semantis

Verba Bahasa Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori “Makna alamiah Metabahasa”. Aspek yang dikaji adalah klasifikasi dan struktur. Hasilnya

menunjukkan bahwa VBI digolongkan atas verba keadaan, proses, dan tindakan.

Verba keadaan mempunyai kelas kognisi, pengetahuan, emosi, dan persepsi;

verba proses mempunyai kelas kejadian, proses badaniah, dan gerakan bukan

agentif; verba tindakan memiliki kelas gerakan agentif, ujaran, dan perpindahan.

Struktur semantis VBI diformulasikan dari sejumlah polisemi. Beberapa struktur

semantis VBI memperlihatkan persamaan dan perbedaan. Struktural semantis

(9)

dan perpindahan terbentuk dalam pola yang sama, sementara struktur semantis

verba persepsi terbentuk dalam pola yang berbeda.

Idrawati, dalam Linguistik Indonesia (2006: 145-154), meneliti tentang

Makian dalam Bahasa Madura: Kajian Metabahasa Semantik Alami. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa makian dalam bahasa Madura memiliki

referensi, seperti bagian tubuh manusia, istilah kekerabatan, binatang, makhluk

halus, profesi, sesuatu yang buruk, keadaan mental, keadaan fisik seseorang, dan

aktivitas sosial yang memiliki makna asal antara lain seseorang, sesuatu, badan,

bagian, buruk, terjadi, memikirkan, merasakan, mengetahui, dan melakukan. Mulyadi, dalam Linguistika (2010: 169), meneliti tentang Verba Emosi Statif dalam Bahasa Melayu Asahan, mengungkapkan bahwa verba emosi statif

Melayu Asahan dicirikan komponen ‘X merasakan sesuatu bukan karena X

menginginkannya’. Sesuai dengan tipe peristiwanya, verba emosi statif dibagi atas

empat subkategori: (1) ‘sesuatu yang buruk telah terjadi’ (“mirip sodih”), (2)

‘sesuatu yang buruk dapat/akan terjadi’ (“mirip takut”), (3) ‘orang-orang dapat

memikirkan sesuatu yang buruk tentang aku’ (“mirip malu”), dan (4) ‘aku tidak

berpikir bahwa hal seperti ini dapat/akan terjadi’ (“mirip heran”).

Budiasa, dalam JurnalIlmiah Indonesia (2011: 227-238), meneliti tentang Struktur Semantis Verba yang Bermakna Memotong dalam Bahasa Bali. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa verba yang bermakna ‘memotong’ dalam

bahasa Bali terdiri atas dua kelompok, yaitu (1) kelompok verba bahasa Bali yang

bermakna ‘memotong’ dengan menggunakan alat dan (2) kelompok verba bahasa

(10)

tindakan. Hasil kajiannya juga menunjukkan bahwa verba bahasa Bali yang

bermakna ‘memotong’ hanya memiliki satu tipe makna asali, yaitu melakukan: terpotong.

Subiyanto, dalam Linguistika (2011: 165-176), meneliti tentang Struktur

Semantis Verba Proses Tipe Kejadian Bahasa Jawa: Kajian Metabahasa Semantik Alami. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa verba kejadian memiliki

beberapa komponen semantik, yakni: [+dinamis], [-kesengajaan],

[+/-kepungtualan], [+/-telik], [-kinesis], dan [+gerakan]. Struktur semantis verba

kejadian bahasa Jawa dijelaskan berdasarkan makna asali yang membangunnya.

Verba ini dibentuk dengan makna asali TERJADI dan MELAKUKAN.

Hasil penelitian terdahulu menjadi sumber acuan penulis dalam melakukan

penelitiaannya menganalisis makian dalam BBT. Hasil penelitian yang akan

diteliti penulis berbeda dengan hasil penelitian terdahulu, yaitu tentang

Gambar

Tabel 1. Perangkat Makna Asali

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, ketrampilan dan sumber ekonomi mereka tidak memungkin mereka untuk beralih kerja lainnya apalagi pekerjaan yang sifatnya formal, terlebih karena mereka memiliki beban

Beberapa simpulan tersebut, yaitu: sistem informasi akuntansi yang diterapkan perusahaan sudah berjalan dengan cukup baik; perusahaan menggunakan sistem yang terhubung dengan

[r]

At the end, investors purchase stock to receive a share of a firm’s earnings, which is normally distributed through dividends; however, investors may have different perspective

[r]

Berdasarkan observasi dan data-data sekunder dari perusahaan, inovasi yang dilakukan oleh Perusahaan Arromanis Bakery ada 3 kategori, yaitu inovasi structure,

Misalnya antara hutang dan modal, antara kas dan total asset, antara harga pokok produksi dengan total penjualan dan sebagainya (Harahap, 2008). Dari paparan diatas sudah jelas

Pada sistem ini digunakan Easy VR 3.0 yang memiliki fitur user- defined speaker dependent yang dapat menyimpan suara sebagai referensi untuk dibandingkan dengan perintah