BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
2.1.1 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologisuatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari ke
atmosfer (udara) ke darat dan kembali ke laut lagi. Untuk lebih jelas nya dapat di
lihat pada gambar 2.1 berikut ini :
Air merupakan suatu sumber yang sangat penting karena diperlukan bagi
kehidupan. Air mengaliri bumi melalui suatu silus hidrologi. Sesuai dengan
namanya, siklus yang artinya suatu proses yang berulang, tidak mempunyai awal
dan akhir.
Siklus hidrologi mempunyai tahapan yakni : Evaporasi, Transpirasi,
Evaporasi adalah proses perubahan air dari bentuk cairan menjadi uap
(penguapan) yang terjadi pada permukaan bumi dan laut.
Transpirasi adalah proses penguapan air ke atmosfer oleh tumbuh –
tumbuhan dan tanaman hidup.
Kondensasi adalah proses pembekuan taua pelembapan uap air diawan yang
mendingin menjadi butir – butir air.
Presipitasi adalah proses jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi
sebagai hujan, embun, es, atau salju.
Run off adalah proses mengalirnya air di permukaan tanah.
Perkolasi adalah proses perembesan air kedalam lapisan tanah yang berjalan
sangat perlahan secara alamiah (disebut juga infiltrasi).
Air tanah adalah air yang terkumpul dan mengalir dalam lapisan tanah jenuh
air secara alamiah.
Air permukaan adalah air yang mengalir dan terkumpul diatas permukaan
tanah sebagai sungai atau danau.
Dari siklus hidrologi inilah kebutuhan kita akan air bersih secara terus -
menerus dapat dipenuhi. Akan tetapi karena pendistribusiannya yang tidak teratur
dan pemintaan air yang terus meningkat beberapa tempat di dunia mengalami
kekurangan air. Untuk menjamin suplai yang cukup, kita perlu mengelola secara
efisien pengambilan sumber air baku air minum yang tersedia di alam. Secara
umum untuk memenuhi kebutuhan air minum, air baku biasanya diambil dari dua
sumber utama yaitu air tanah dan air permukaan.
Sumber – sumber air berasal dari :
1. Air Laut
Air laut adalah air yang berada di permukaan laut. Air ini tidak dapat
langsung digunakan sebagai air minum karena kandungan garamnya. Air laut
mempunyai sifat asin, karena mengandung garam (NaCl). Kadar garam dalam air
laut sekitaran 3%. Salah satu teknologi yang memungkinkan untuk dapat
mengolah air laut untuk menjadi air minum adalah Desalinisation Plant. Proses
yang terjadi pada desalinisation plant adalah penurunan tingkat salinity (keasinan)
yang dikandung pada air laut dengan menggunakan proses osmosis.
2. Air Hujan
Air hujan juga merupakan sumber air baku untuk keperluan rumah tangga,
pertanian, dan lain – lain. Air hujan dapat diperoleh dengan cara penampungan,
air hujan dari atap rumah dialirkan ke tempat penampungan yang kemudian dapat
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Air hujan tidak selalu dapat
digunakan secara langsung, diakibatkan kandungan elektrik yang dikandung awab
serta tidak terjaminnya sterilisasi wadah penampungan yang terbuka.
3. Air Permukaan
Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pencemaran selama
pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang – batang kayu, daun – daun, limbah,
industri kota dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini untuk masing – masing
permukaan berbeda – beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini.
Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia, dan bakteriologi.
Air permukaan ada beberapa macam yaitu :
Kebanyakan dari air rawa ini bewarna, hal ini disebabkan oleh adanya zat
– zat organis yang telah membusuk, misalnya : asam humus yang dalam air
menyebabkan warna kuning kecoklatan. Dengan adanya pembusukan kadar zat
organik tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Dalam keadaan
kelarutan oksigen kurang sekali, maka unsur – unsur Fe dan Mn akan larut. Pada
permukaan ini akan tumbuh alga (lumut) karena adanya sinar matahari dn
oksigen. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu agar
endapan –endapan Fe dan Mn tidak terbawa, demikian juga dengan lumut yang ada
pada permukaan rawa.
b. Air Sungai
Air sungai adalah alternatif utama yang sampai saat ini masih digunakan
sebagai sumber air yang dapat dikelola untuk masuk kedalam proses pengolahan.
Ini disebabkan kondisi morfologis sungai yang memungkinkan untuk membuat
bendung dan mengarahkan air. Namun dalam penggunaanya sebagai air minum
harus mengalami suatu
c. Air Tanah (Sumur)
Air tanah (sumur) dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu:
1. Air Tanah Dalam / Sumur Artesis.
Tanah dibor sedalam-dalamnya dengan kedalaman antara 10-300
meterdari permukaan tanah sampai ditemui sumber air sehingga air tersembulke
permukaan dengan menggunakan pompa. Air ini biasanyamengandung garam
mineral, sehingga rasanya agak asin, bebas daribakteri dan kuman-kuman
penyakit dan airnya agak kurang enak diminum.
Air dangkal diperoleh dengan menggali atau pompa hingga kedalaman±
10 meter dari permukaan tanah. Kualitas air yang didapat dari airtanah dangkal
ini, lebih sering dikenal dengan sumur, juga dipengaruhidengan kondisi tanah di
sekitarnya.
2.1.3 Manfaat Air Bagi Kehidupan
Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Di dalam sel hidup, baik
pada tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia terkandung air.Jika kandungan air
tersebut berkurang maka akan mengakibatkan dehidrasi pada manusia dan untuk
tumbuh-tumbuhan akan mati kekeringan. Selain itu, air juga adalah factor utama
dalam penyebaran penyakit, terutama apabila air tersebut tidak diolah terlebih
dahulu. Pemanfaataan air bagimanusiadanmahlukhiduplainnya:
1.Penyediaan Air UntukMinum.
Air di sadap untuk pemakaian rumah tangga, perdagangan, industry dan
lain-lain. Air minum yang dimaksud disini adalah air yang telah melaui proses
pengolahan dan telah memenuhi persyaratan air minum. Namun untuk di
Indonesia, standar kesehatan dari menteri kesehatan lebih rendah dari pada yang
ditetapkan oleh WHO, namun masih dalam batas toleransi yang di mungkin kan.
2. Rekreasi Air Air di danau, waduk, sungai, muara laut dipergunakan untuk olah
raga atau rekreasi.
3. Pembiakan Ikan dan Satwa Liar
Dalam hal ini air digunakan sebagai tempat perkermbang biakan ikan atau
sebagai habitat untuk kehidupan satwa liar.
Air digunakan untuk kegiatan industri termasuk untuk produk dan air
pendingin.
5. Penyediaan Air Untuk Pertanian / Irigasi.
Air digunakan untuk mengairi tanaman (irigasi) dan binatang ternak.
6. Pembiakan Kerang
Air sungai, muara dan perairan pantai dipergunakan untuk pembiakan dan
peternakan kerang.
7. Pelayaran
Air di jalur-jalur air dipergunakan untuk pelayaran, dan lain-lain.
2.2 Air Bersih / Air Minum
2.2.1 Hubungan Air Dengan Kesehatan
Air sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, yang berarti besar
sekali peranannya dengan kehidupan manusia. Air murni adalah air yang tidak
mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen (H2O),
karena air merupakan larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat
yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut
didalamnya. Disamping itu, akibat daur hidrologi maka air juga mengandung
zat-zat lainnya termasuk gas. Zat tersebut sering disebut pencemar yang ada dalam
air. Oleh karena air yang berasal dari sungai tersebut tercemar oleh zat-zat yang
berbahaya bagi kesehatan maka air tersebut diolah terlebih dahulu sebelum
dipergunakan oleh masyarakat.
Beberapa hal yang menunjukkan hubungan air dengan kesehatan adalah
1. Sebagai media dan tempat berkembang biakan serangga penular penyakit.
2. Adanya mikro organisme Phatogenik di dalam air
3. Adanya mikroorganisme Non-Phatogenik di dalam air.
2.2.2. STANDART KUALITAS AIR BERSIH/MINUM
Air merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan
sehari-hari, seperti minum, mandi, cuci dan lain-lain. Namun apabila air tersebut
bau dan kotor maka air tersebut tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai
air minum. Air dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap pemakai air
tersebut, hal ini disebabkan karena:
1. Air mampu melarutkan bahan-bahan padat, mengobsorbsikan gas-gas dan
bahan cair lainnya, sehingga semua air yang mengandung mineral dan zat-zat lain
dalam larutan yang diperoleh dari udara, tanah dan bukit-bukit yang dilaluinya.
Kandungan bahan dan zat ini dalam yang konsentrasi tertentu dapat menimbulkan
efek gangguan kesehatan pemakai.
2. Air merupakan faktor utama dalam penularan penyakit infeksi bakteri-bakteri
usus terntentu seperti: typus, paratypus, dysentri, dan juga kolera. Dalam
hubungannya dengan kebutuhan manusia akan air dan dengan memperhatikan
adanya efek gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan karena pemakaian
tersebut, maka ditetapkan standar kualitas air minum. Menurut peraturan menteri
kesehatan R.I no.907/MEN/KES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan
a) Bahwa air yang memenuhi standar kesehatan mempunyai peranan yang penting
dalam rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi kesehatan
masyarakat.
b) Bahwa perlu adanya penyediaan atau pembagian air minum untuk umum yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa adanya kaitan yang erat
antarausaha dan penempatan standar kualitas air minum dengan pencegahan
resiko terhadap kesehatan manusia yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian air
tersebut. Di Indonesia terdapat didalam peraturan pemerintah Menteri Kesehatan
R.I No.907/MEN/KES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air.
2.2.3. STANDART KUALITAS FISIK AIR BERSIH/MINUM
Satuan yang paling umum digunakan untuk menetapkan konsentrasi
pencemar yang terdapat dalam air adalah miligram per liter (mg/l), yang sama
dengan gram permeter kubik (gr/m3). Konsentrasi dapat juga dinyatakan dalam
bagian per sejuta (ppm-parts per million) berdasarkan berat.
Berdasarkan syarat fisik, ada lima unsur yang mempengaruhi kualitas air
minum yaitu : suhu, warna, rasa, bau dan kekeruhan. Dalam hal ini kelima unsur
tersebut besarsekali pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat yang
memakainya.
1. Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air
terutama apabila padan temperatur tersebut sangat tinggi. Iklim setempat, ke
dalam pipa-pipa saluran air dan jenis dari sumber air akan mempengaruhi secara
langsung pertumbuhan migroorganisme dan virus. Pengaruh temperatur dalam
kelarutan terutama tergantung pada efek panas secara keseluruhan pada larutan
tersebut. Tidak semua standar air minum mencantumkan suhu sebagai suatu
parameter standar kualitas air minum. Meskipun demikian suhu dapat dimasukkan
sebagai salah satu persyaratan standar kualitas air. Karena itu dapat disimpulkan
suhu dipergunakan untuk:
- Menjaga penerimaan masyarakat terhadap air minum yang dibutuhkan
masyarakat.
- Menjaga derajat toksisitas dan kelarutan bahan-bahan palutan yang mungkin
terdapat dalam air yang rendah mungkin.
- Menjaga adanya temperatur air yang sedapat mungkin tidak menguntungkan
bagi pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air.
2. Warna
Air permukaan yang berasal dari sungai seringkali berwarna kuning
kecoklat - coklatan, bahkan sangat kotor dan tidak layak digunakan sebagai air
minum, maupun untuk keperluan rumah tangga lainnya, tanpa dilakukan untuk
pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Intensitas warna dalam air
diukur dengan satuan unit warna standar, yang dihasilkan oleh 1 mg/liter platina.
Intensitas warna yang ditetapkan oleh standar internasional dari WHO maupun
standar nasional dari Indonesia besarnya 5-15.
3. Bau dan Rasa
mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Bau dan rasa terjadi
secara bersama-sama yang disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang
membusuk, dan persenyawaan kimia seperti phenol, yang berasal dari berbagai
sumber.
3. Kekeruhan (Turbidity)
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak pertikel
bahaya yang teruspensi sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor.
Kekeruhan bukan merupakan sifat dari air yang membahayakan secara langsung,
namunkurang memuaskan untuk penggunaan rumah tangga, indusri, tempat
ibadah, dan lain - lain. Standar yang ditetapkan untuk kekeruhan ini adalah < 5
ppm, ini dapat ilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
2.2.4. Standart Kualitas Kimia Air Bersih/ Minum
Dari daftar standar kualitas air bersih dapat dilihat bahwa adanya
unsur-unsur yang tercantum dalam standar kualitas kimia dari air bersih. Dalam
peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.907/MENKES/SK/VII/2002, tercantum
dalam bermacam-macam unsur standar kualitas kimia air bersih. Beberapa
diantara unsur-unsur tersebut tidak dikehendaki kehadirannya dalam air minum.
Oleh karena itu zat kimia yang bersifat racun dapat merusak pemipaan dan dapat
menimbulkan bau dan rasa yang mengganggu estetika. Bahan-bahan tersebut
seperti : nitrit, sulfide, ammonia, dan juga Co2 agresif. Meskipun ada beberapa
unsur yang bersifat racun, hal ini masih dapat ditolerir kehadirannya didalam air
minum asalkan tidak melebihi konsentrasi yang ditetapkan.
Unsur-unsut tersebut adalah : Phenolik, Arsen, Selenium, Chromium,
Adapun tinjauan secara rinci terdapat setiap unsur yang tercantum
persyaratan kualitas kimia air minum dibawah ini akan memberikan gambaran
yang sedikit lebih jelas tentang sifat pengaruh unsur-unsur tersebut didalam air,
sumber dari unsur dan akibat yang dapat ditimbulkan apabila konsentrasi adanya
unsur-unsur tersebut dalam air melebihi standar yang telah ditetapkan.
1. Derajat Keasaman (pH)
pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas
keadaan basa atau asam suatu larutan dan juga merupakan satu cara untuk
menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan suatu
faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air
akan sangat mempengaruhi aktifitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya
dalam melakukan koagulasi kimiawi dan disinfeksi.
Sebagai salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
kehidupan mikroorganisme dalam air, secara empiris pH optimum untuk setiap
spesies harus ditentukan. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh terbaik pada pH
6,0 - 8,0. meskipun beberapa bentuk mempunyai pH optimum rendah 2,0
(Thiobacillius thiooxidan), dan lainnya yang mempunyai pH optimum 8,5
(allcaligenes Faecalis). Untuk pH yang kurang dari 7, maka air akan bersifat asam,
sedangkan pH yang lebih dari 7 bersifat basa. Pengaruh yang menyangkut aspek
kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH ini yaitu
apabila pH lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 8,5 akan dapat menyebabkan
korosi pada pipa air, menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi
racun yang mengganggu kesehatan.
Bahan padat (solid) adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada
penguapan dan pengeringan pada suhu 103oC – 105oC. Dalam portable water
reservoir, kebanyakan bahan padat terdapat dalam bentuk terlarut (dissolved) yang
terdiri dari garaman-organik, selain gas - gas yang terlarut. Kandungan total solid
pada portable water biasanya dalam kisaran antara 20 – 1000 mg/l, dan sebagai
satu pedoman, kekerasan air akan meningkat dengan meningkatnya total solid.
Di samping itu, pada semua bahan cair, jumlah koloid yang tidak terlarut
dan bahan yang teruspensi akan meningkat sesuai derajat dari pencemaran.
Mengingat bahwa dalam beberapa hal pengolahan untuk menurunkan kandungan
bahan padat ini akan dilakukan, maka U.S. Public Health Service menetapkan
batas standar maksimum total solid sebesar 1000 mg/l untuk air minum.
Persyaratan dari Dep.Kes.R.I untuk ini adalah 1000 mg/l. Jumlah koloid
yang berlebihan memberikan pengaruh rasa yang tidak enak pada lidah, rasa mual
yang disebabkan oleh natrium sulfat dan magnesium sulfat.
3.Zat Organik.
Adanya bahan-bahan organik dalam air erat kaitannya dengan terjadinya
perubahan sifat fisik dari air, terutama dengan timbulnya warna, bau, rasa, dan
kekeruhan yang tidak diinginkan. Adanya zat organik dalam air dapat diketahui
dengan menentukan angka permanganatnya. Walaupun KMnO4 sebagai oksidator
yang dipakai tidak dapat mengoksidasi semua zat organik yang ada, namun cara
ini sangat praktis dan cepat cara kerjanya.
Standar kandungan bahan organik dalam air minum menurut Dep.Kes.R.I
maksimum diperoleh adalah sebesar 10 mg/l. baik. WHO maupun U.S.
yang ditetapkan. Pengaruh terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh
penyimpangan terhadap standar ini yaitu timbulnya bau yang tidak sedap pada air
minum.
4. CO2 Agresi
CO2 yang terkandung dalam air berasal dari udara dan dari hasil
dekomposisi zat organik. Permukaan air biasanya mengandung CO2 bebas kurang
dari 10 mg/l, sedangkan pada dasar air konsentrsinya dapat lebih dari 10 mg/l
CO2 agresif dapat ditentukan dengan cara grafis dan analisis. Penyimpangan
terhadap standar konsentrasi maksimal CO2 agresif dalam air akan menyebabkan
korosifitas pada pipa-pipa logam.
5. Kesadahan Total (total hardness)
Kation-kation penyebab utama dari kesadahan Ca++, Mg++, Sr++, Fe++,
dan Mn++, sedangkan anion-anion yang biasa terdapat dalam air adalah HCO3-,
SO4, Cl- , NO3-. Kesadahan dalam air sebagian besar adalah berasal dari
kontaknya dengan tanah dan pembentukan batuan kapur. Yang dimaksud dengan
kesadahan dalam air alam adalah disebabkan oleh dua kation tersebut. Ketentuan
standar dari DEP.KES.R.I untuk kesadahan pada air minum adalah 500 mg/l.
Pengaruh langsung terhadap kesahatan akibat penyimpangan standar ini
tidak ada, tetapi kesadahan dapat menyebabkan sabun pembersih menjadi tidak
efektif kerjanya.
6. Calcium (Ca)
Calcium adalah merupakan bagian dari komponen yang menyebabkan
terjadinya kesadahan. Efek ekonomis terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh
pipa-pipa dan menurunnya efektifitas dari kerja sabun. Selain itu Ca dalam air sangant
diperlukan untuk kebutuhan akan unsur tersebut, yang khusus diperlukan untuk
pertumbuhan tulang dan gigi. Oleh karena itu, untuk menghindari efek yang tidak
diinginkan akibat dari rendah atau terlalu tingginya kadar Ca dalam air, maka
Dep.Kes.R.I. menetapkan standar konsentrasi Ca sebesar 75-200 mg/l.
Standar yang ditetapkan WHO Internasional adalah 75-150 mg/l.
Konsentrasi Ca dalam air yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan
penyakit tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l
dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air.
2.2.5. Standart Kualitas Bakteriologis Air Bersih/ Minum
Parameter bakteriologi yang terpenting dalam air adalah kandungan
koliform. Air yang memenuhi syarat untuk diminum adalah jika tidak
mengandung coliform tersebut. Jika nilai BOD tinggi, keadaan seperti ini
merupakan indikasi tingginya zat organik yang dapat diuraikan oleh bakteri dalam
air. Biological Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh mikro organisme untuk menguraikan bahan-bahan organikyang
ada dalam diperairan secara biologis. COD (chemical oxygen demand) juga
merupakan harga yang menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan mikro
organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik. Semakin tercemarnya air
harga COD dan BOD semakin tinggi.
Sebaliknya, bila nilai COD dan BOD rendah maka indekasi kandungan zat
organik dalam air rendah. Jadi jika pada pemeriksaan air minum tersebut tidak
KepMenKes adalah tidak terdapatnya jumlah koliform tinja dan total koliform
dalam 100 ml air. Dari aspek kualitas, air baku yang bersumber dari air
permukaan, seperti air sungai atau danau mempunyai kecenderungan untuk
berubah secara cepat. Oleh karena adanya berbagai pencemar di dalam air sungai,
maka pengolahan air sungai memerlukan proses pengolahan yang lebih kompleks
dibandingkan air tanah.
Untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mengamankan penyediaan air
minum yang memenuhi syarat kesehatan bagi masyarakat, Organisasi Kesehatan
Dunia WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberlakukan serangkaian
standar kualitas air minum yang direkomendasikan dan wajib ditaati, yakni
Peraturan WHO tahun 1988 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun
1990. Secara umum ada 4 aspek yang digunakan dalam standar kualitas air
minum, yakni :
1. Aspek fisika
2. Aspek Kimia
3. Aspek Mikrobiologi
4. Aspek Radio Aktif
Untuk lebih jelasnya standar kualitas air bersih dan air minum yang dapat
dikonsumsi oleh masyarakat sesuai dengan Peraturan WHO tahun 1988 dan
Permenkes RI No. 416 tahun 1990 dapat dilihat pada table 1.1 berikut :
2.3. Sistem Pengolahan Air Bersih
Air baku yang berasal dari sumbernya yaitu air hujan, air dalam tanah atau
zat-zat kimia dan organisme penyebab penyakit.oleh karena itudiperlukan suatu
pengolahan untuk menghilangkan kekeruhan, zat-zat kimia dan organisme
tersebut sehingga memenuhi persyaratan air minum.
Berikut adalah dua contoh skema pengolahan air:
1. CARA PERTAMA
Cara pertama digunakan untuk sumber air minum yang kadar kekeruhannya
rendah (turbidity ≤50 mg/l) dan digunakan saringan pasir lambat agar penyaringan
lebih terjamin.
AIR BAKU BAK
PENGENDAPAN
Lancar
Tranmisi
Pengendap
DESINFECTAN T
AIR MINUM
AIR BAKU
AIR MINUM DESINFEKSI
PENYARINGA N
Lancar
transmisi
pengendap BAK
Cara kedua digunakan untuk sumber air minum yang kadar kekeruhannya
tinggi (turbidity ≥50 mg/l) dan memerlukan penambahan zat kimia untuk
mendapatkan proses pengendapan yang lebih cepat dan lebih sempurna, sehingga
umumnya digunakan saringan pasir cepat.
Sistem pengolahan kedua ini dikenal dengan sistem pengolahan air minum
lengkap. Unit instalasi pengolahan air baku dengan sistem ini terdiri dari:
a. bak pengendapan
b. penjernihan
c. saringan
d. desinfeksi
2.4. Unit Instalasi Pengolahan Air Minum
1. Bangunan Penangkap Air (Intake)
Intake merupakan bangunan penangkap atau pengumpul air baku dari suatu
sumber sehingga air baku tersebut dapat dikumpulkan dalam suatu wadah
untuk selanjutnya diolah. Unit ini berfungsi untuk:
• Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kunatitas debit air yang
dibutuhkan oleh instalasi pengolahan.
• Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.
• Mengambil air baku sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi
pengolahan yang direncanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan
dan pengambilan air dari sumber.
• Bangunan intake dilengkapi dengan screen, pintu air, dan saluran
Rumus–rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan
intake:
• Kecepatan aliran pada saringan kasar (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus
v = Q
A ………. (2.1)
Dimana:
v : kecepatan (m/s)
Q: debit aliran (m3/s)
A: luas bukaan (m2)
• Kecepatan aliran pada saringan halus (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus
v = Q
A.eff
……… (2.2)
Dimana:
v : kecepatan aliran (m/s)
Q : debit (m3/s)
A : luas saringan (m2)
eff: efisiensi (0,5 – 0,6)
• Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus
v = Q
A ………. (2.3)
Dimana:
Q: debit aliran (m3/s)
A: luas bukaan (m2)
• Kriteria desain (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Kecepatan aliran pada saringan kasar < 0,08 m/s
Kecepatan aliran pada pintu intake < 0,08 m/s
Kecepatan aliran pada saringan halus < 0,2 m/s
Lebar bukaan saringan kasar 5–8 cm
Lebar bukaan saringan halus ± 5 cm
2. Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan
partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Pengadukan
cepat (flash mixing) merupakan bagian terintegrasi dari proses ini. Destabilisasi
partikel dapat diperoleh melalui mekanisme:
1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik
2. Adsorpsi dan netralisasi muatan
3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat
4. Adsorpsi dan pengikatan antar partikel
Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk:
1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun
organik di dalam air.
2. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air.
3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan
organisme plankton lain.
Pemilihan koagulan sangat penting untuk menetapkan kriteria desain dari
sistem pengadukan, serta sistem flokulasi dan klarifikasi yang efektif. Koagulan
sebagai bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air tentunya memiliki beberapa
sifat atau kriteria tertentu, yaitu :
1. Kation trivalen (+3)
Koloid bermuatan negatif, oleh sebab itu dibutuhkan suatu kation untuk
menetralisir muatan ini. Kation trivalen merupakan kation yang paling
efektif.
2. Non toksik
3. Tidak terlarut pada batasan pH netral
Koagulan yang ditambahkan harus berpresipitasi di luar larutan sehingga
ion tidak tertinggal dalam air. Presipitasi seperti ini sangat membantu dalam
proses penyisihan koloid.
Koagulan yang paling umum digunakan adalah koagulan yang berupa
garam logam, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer
sintetik juga sering digunakan sebagai koagulan. Perbedaan antara koagulan yang
berupa garam logam dan polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air.
Garam logam mengalami hidrolisis ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan
polimer tidak mengalami hal tersebut. Pembentukan produk hidrolisis tersebut
terjadi pada periode yang sangat singkat, yaitu kurang dari 1 detik dan produk
tersebut langsung teradsorb ke dalam partikel koloid serta menyebabkan
destabilisasi muatan listrik pada koloid tersebut, setelah itu produk hidrolisis
pembubuhan koagulan yang berupa garam logam,proses pengadukan cepat (flash
mixing/rapid mixing) sangat penting, karena:
1. Hidrolisis dan polimerisasi adalah reaksi yang sangat cepat
2. Suplai koagulan dan kondisi pH yang merata sangat penting untuk
pembentukan produk hidrolitik
3. Adsorpsi spesies ini ke dalam partikel koloid berlangsung cepat.
Sedangkan pada penggunaan koagulan polimer hal tersebut tidak terlalu
kritis karena reaksi hidrolitik tidak terjadi dan adsorpsi koloid terjadi lebih lambat
karena ukuran fisik polimer yang lebih besar, yaitu sekitar 2-5 detik. Pada
penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki
alkalinitas yang memadai untuk bereaksi dengan alumunium sulfat menghasilkan
flok hidroksida. Umumnya, pada rentang pH dimana proses koagulasi terjadi
alkalinitas yang terdapat dalam bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana
pada pembentukan flok adalah sebagai berikut :
Al2(SO4)3 • 14 H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O + 6 CO2
Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus
dilakukan penambahan alkalinitas. Umumnya alkalinitas dalam bentuk ion
hidroksida diperoleh dengan cara menambahkan kalsium hikdrosida, sehingga
persamaan reaksi koagulasinya menjadi sebagai berikut :
Al2(SO4)3 • 14 H2O + 3 Ca(OH)2 → 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O
Sebagian besar air baku memiliki alkalinitas yang memadai sehingga tidak
diperlukan penambahan bahan kimia lain selain alumunium sulfat. Rentang Ph
optimum untuk alum adalah 4.5 sampai dengan 8.0, karena alumunium hidroksida
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain :
1. Intensitas pengadukan
2. Gradien kecepatan
3. Karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi
4. Karakteristik air baku, kekeruhan, alkalinitas, pH, dan suhu
Pendekatan rasional untuk mengevaluasi pengadukan dan mendesain bak
tempat pengadukan dilakukan telah dikembangkan oleh T.R. Camp (1955).
Derajat pengadukan didasarkan pada daya (power) yang diberikan ke dalam
air,dalam hal ini diukur oleh gradien kecepatan. Laju tabrakan partikel
proporsional terhadap gradien kecepatan ini, sehingga gradien tersebut harus
mencukupi untuk menghasilkan laju tabrakan partikel yang diinginkan.
Dikarenakan proses koagulasi dipengaruhi oleh faktor nomor 3 dan 4 di atas,
maka dosis koagulan yang akan digunakan pada proses koagulasi ditentukan
melalui prosedur jar tes di laboratorium. Pada dasarnya prosedur jar tes tersebut
merupakan simulasi dari proses koagulasi dimana sampel air baku dituangkan
pada satu seri gelas reaksi dan dibubuhkan koagulan dalam berbagai dosis,
kemudian diberi putaran dengan kecepatan tinggi dan rendah untuk meniru proses
koagulasi dan flokulasi. Aspek terpenting yang harus diperhatikan pada proses ini
adalah waktu terbentuk flok, ukuran flok, karakteristik sedimentasi, persentase
turbiditas dan warna yang dihilangkan, dan pH akhir air yang telah terkoagulasi
dan terendapkan.
Pengadukan Cepat (Rapid Mixing)
Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh intensitas
berikut :
1. Pengaduk Mekanis
Pengadukan secara mekanis adalah metode yang paling umum digunakan
karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada
pengoperasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller,
paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 1982).
Pengadukan tipe ini pun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki
headloss yang sangat kecil.
Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi
secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen
ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogen, koagulan harus
dimasukkan ke tengah-tengah impeller atau pipa inlet.
2. Pengaduk Pneumatis
Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi yang kira
kira mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang
waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sama dengan pengadukan
secara mekanis. Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasiakan
debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit
memiliki headloss yang relatif kecil.
3. Pengaduk Hidrolis
Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara
lain dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini
dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang
banyak dipergunakan di negara berkembang terutama di daerah yang jauh dari
kota besar, sebab pengadukan jenis ini memanfaatkan energi dalam aliran yang
menghasilkan nilai gradient kecepatan (G) yang tinggi, serta tidak perlu
mengimpor peralatan, mudah dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal
(Schulz/Okun, 1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak
bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang
spesifik.
Persamaan-persamaan yang DigunakanPersamaan waktu detensi dan gradien
kecepatan yang digunakan untuk unit koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut
(Qasim, Motley, & Zhu, 2000) :
td = V/Q………..(2.4)
G = √ 𝑔.ℎ𝐿
𝑣.𝑡𝑑 ………. (2.5)
Dimana :
G : Gradien kecepatan (dtk-1)
V : Volume bak (m3)
g : Percepatan gravitasi (m/dtk2)
hL : Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m)
v : Viskositas kinematik (m2/dtk)
td = Waktu detensi (dtk)
Kriteria Desain Unit Koagulasi (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
• Gradien Kecepatan, G = 100 – 1000 (detik-1)
• Waktu Detensi, td = 10 detik– 5 menit
4. Flokulasi
Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit pengaduk
cepat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempercepat laju tumbukan partikel,
hal ini menyebabkan aglomerasi dari partikel koloid terdestabilisasi secara
elektrolitik kepada ukuran yang terendapkan dan tersaring.
Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat untuk
memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus
diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta
pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 sampai dengan 40 menit.
Hal tersebut dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu
tidak bisa menahan gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah
kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Hal
lain yang harus diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi ini harus
bisa menghindari aliran mati pada bak.
Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan flokulasi
ini, yaitu :
1. Pengaduk Mekanis
2. Pengadukan menggunakan baffle channel basins
Pada instalasi pengolahan air minum umumnya flokulasi dilakukan dengan
menggunakan horizontal baffle channel (around-the-end baffles channel).
Pemilihan unit ini didasarkan pada kemudahan pemeliharaan peralatan,
ketersediaan headloss, dan fluktuasi debit yang kecil. Kriteria Desain Flokulasi
flokulasi pada dasarnya sama dengan koagulasi. Perbedaan yang mendasar
terletak pada intensitas pengadukan dari kedua unit tersebut yang berbeda.
Perhitungan turbulensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan dalam
bak horizontal baffled channel didasarkan pada persamaan :
1. Perhitungan Gradien Kecepatan (G)
Persamaan matematis yang dipergunakan untuk menghitung gradient
kecepatan ini sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit
koagulasi (Qasim, Motley, & Zhu, 2000), yaitu:
G = �𝑔.ℎ𝑙
𝑣.𝑡𝑑 ………(2.6)
Dimana :
G : Gradien kecepatan (dtk-1)
g : Percepatan gravitasi (m/dtk2)
hl : Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m)
v : Viskositas kinematik (m2/dtk)
td : Waktu detensi (dtk)
2. Perhitungan Kehilangan Tekanan Total (Htot)
Kehilangan tekanan total sepanjang saluran horizontal baffle channel ini
diperoleh dengan menjumlah kehilangan tekanan pada saat saluran lurus dan pada
belokan.
Htot = H𝑙 + Hb………..(2.7)
a. Hb adalah kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan
sebesar 180º. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekan ini adalah
sebagai berikut:
Hb = k 𝑉𝑏
2.𝑔 ………..(2.8)
Dimana : Hb : Kehilangan tekan di belokan (m)
k : Koefisien gesek, diperoleh secara empiris
Vb : Kecepatan aliran pada belokan (m/s)
g : Percepatan gravitasi (m/s)
b. HL adalah kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini
terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan
Manning :
5. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang
terdapat dalam cairan tersebut (Reynols,1982). Proses ini sangat umum digunakan
pada instalasi pengolahan air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada
instalasi pengolahan air minum adalah :
1. Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh unit
saringan pasir cepat.
2. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi
3. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi pada
instalasi yang menggunakan sistem pelunakan air oleh kapur-soda.
4. Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan.
Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian dikembangkan oleh
Camp (1946) dan Fitch (1956) dan dikutip dari Reynolds (1982), pengendapan
yang terjadi pada bak sedimentasi bisa dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini
didasarkan pada konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari partikel tersebut
untuk berinteraksi. Penjelasan mengenai ke empat jenis pengendapan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Pengendapan Tipe I, Free Settling
Pengendapan Tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan
merupakan flok pada suatu suspensi. Partikel terendapkan sebagai unit
terpisah dan tidak terlihat flokulasi atau interaksi antara partikel-partikel
tersebut. Contoh pengendapan tipe I adalah prasedimentasi dan
pengendapan pasir pada grit chamber.
2. Pengendapan Tipe II, Flocculent Settling
Pengendapan Tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yang
berupa flok pada suatu suspensi. Partikel-partkel tersebut akan membentuk
flok selama pengendapan terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan
mengendap dengan laju yang lebih cepat. Contoh pengendapan tipe ini
adalah pengendapan primer pada air buangan dan pengendapan pada air
yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi.
Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi
sedang, dimana partikel-partikel tersebut sangat berdekatan sehingga gaya
antar partikel mencegah pengendapan dari partikel di sekelilingnya.
Partikel-partikel tersebut berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan
semua mengendap dengan kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa
partikel mengendap dalam satu zona. Pada bagian atas dari massa yang
mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara padatan dan cairan.
4. Pengendapan Tipe IV, Compression Settling
Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel yang memiliki
konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain dan
pengendapan bisa terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap
massa tersebut.
Bak sedimentasi yang ideal dibagi menjadi 4 zona yaitu zona inlet, zona
outlet, zona lumpur, dan zona pengendapan. Ada 3 bentuk dasar dari bak
pengendapan yaitu rectangular, circular, dan square. Ada beberapa cara untuk
meningkatkan performa dari proses sedimentasi, antara lain:
• Peralatan aliran laminar yang meningkatkan performa dengan membuat
kondisi aliran mendekati kondisi ideal. Alat yang digunakan antara lain
berupa tube settler ataupun plate settler yang dipasang pada outlet bak.
Alat tersebut menigkatkan penghilangan padatan karena jarak
pengendapan ke zona lumpur berkurang, sehingga surface loading rat
berkurang dan padatan mengendap lebih cepat (Qasim, Motley, & Zhu,
• Peralatan solid-contact yang didesain untuk meningkatkan efisiensi
flokulasi dan kesempatan yang lebih besar untuk partikel berkontak
dengan sludge blanket sehingga memungkinkan pembentukan flok yang
lebih besar.
Rumus–rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan
sedimentasi, yaitu:
• Rasio panjang-lebar bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus rasio =
p
l
………..
(2.11)Dimana:
p : panjang bak
l : lebar bak
• Surface loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus
Vt = 𝑄
𝐴
………
(2.12)Dimana:
vt : surface loading rate
Q : debit bak
A : luas permukaan bak
• Kecepatan aliran di tube settler (Montgomery, 1985)
Rumus
Vo = 𝑄
Dimana:
vo : kecepatan aliran pada settler (m/s)
Q : debit bak (m3/s)
A : luas permukaan bak (m2)
α : kemiringan settler = 600
• Weir loading rate (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus
W = 𝑄
𝐿
………
(2.14)Dimana:
w : weir loading rate (m3/m.hari)
Q : debit bak (m3/hari)
L : panjang total weir (m)
• Bilangan Reynold dan bilangan Freud (Montgomery, 1985)
Rumus
R = 𝐴
𝑃
……….
(2.15)R = 𝑉𝑜.𝑅
𝑣 ……….(2.16)
𝐹𝑟 = 𝑔𝑉𝑜.𝑅………..(2.17)
Dimana:
R : jari – jari hidraulis (m)
A : luas permukaan settler (𝑚2)
P : keliling settler (m)
v : viskositas kinematik (m2/s)
Re : Reynolds number
Fr : Froude number
• Waktu detensi bak (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus
T = 𝑉𝑏
𝑄………...(2.18)
Dimana:
T : waktu detensi (s)
Vb : volume bak (m3)
Q : debit bak (m3/s)
• Waktu detensi settler (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)
Rumus
T = 𝑉𝑠
𝑄 ……….(2.19)
Dimana:
T : waktu detensi (s)
Vs : volume settler (m3)
Q : debit bak (m3/s)
• Kriteria desain (Montgomery, 1985)
Surface loading rate = (60 - 150) m³/m².day
Weir loading rate = (90 – 360) m³/m.day
Waktu detensi settler = 6 – 25 menit
Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 – 5:1
Kecepatan pada settler = (0,05 – 0,13) m/menit
Reynold number < 2.000
Froude number > 10-5
6. Filtrasi
Filtrasi adalah proses pemisahan padatan dan larutan, dimana larutan
tersebut dilewatkan melalui suatu media berpori atau materi berpori lainnya untuk
menyisihkan partikel tersuspensi yang sangat halus sebanyak mungkin. Proses ini
digunakan pada instalasi pengolahan air minum untuk menyaring air yang telah
dikoagulasi dan diendapkan untuk menghasilkan air minum dengan kualitas yang
baik.
Filtrasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis filter, antara
lain: saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, bahkan dengan menggunakan
teknologi membran. Pada pengolahan air minum umumnya dipergunakan saringan
pasir cepat, karena filter jenis ini memiliki debit pengolahan yang cukup besar,
penggunaan lahan yang tidak terlalu besar, biaya operasi dan pemeliharaan yang
cukup rendah, dan tentunya kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan.
Media Penyaring
Berdasarkan jenis media penyaring yang digunakan, Saringan pasir cepat
ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
Filter jenis ini mempergunakan satu jenis media saja, biasanya pasir atau
batu bara antrasit yang dihancurkan.
2. Filter Media Ganda
Filter jenis ini mempergunakan dua jenis media, biasanya merupakan
gabungan dari pasir dan batu bara antrasit yang dihancurkan.
3. Filter Multimedia
Filter jenis ini mempergunakan tiga jenis media, biasanya sebagai
tambahan dari kedua media yang telah disebutkan di atas diaplikasikan
jenis media ketiga, yaitu batu akik.
Mekanisme utama penyisihan flok tersuspensi yang memiliki ukuran lebih
kecil daripada ukuran pori-pori media terdiri dari adhesi, flokulasi, sedimentasi,
dan penyaringan.
Selama proses filtrasi berjalan flok yang terakumulasi menyebabkan
ruangan antar partikel mengecil, kecepatan meningkat, dan sebagian dari flok
yang tertahan akan terbawa semakin dalam diantara media filter. Flok yang
terakumulasi tersebut akan menyebabkan peningkatan headloss hidrolik.
Saringan pasir dikarakterisasi oleh ukuran efektif (effective size) dan
koefisien keseragaman (uniformity coefficient) dari pasir yang digunakan sebagai
media filtrasi. Sebagian besar saringan pasir cepat memiliki pasir dengan ukuran
efektif antara 0,35 sampai 0,50 mm dan memiliki nilai koefisien keseragaman
antara 1,3 sampai 1,7.
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum umumnya, saringan
pasir cepat yang digunakan adalah saringan pasir cepat dengan media ganda. Hal
filter dengan media tunggal, yaitu : waktu filtrasi yang lebih panjang, laju filtrasi
yang lebih besar, kemampuan untuk memfilter air dengan turbiditas dan partikel
tersuspensi yang tinggi.
Karakteristik media filtrasi yang secara umum digunakan dapat dilihat
pada
Tabel 2.3.
Material Bentuk Spherita Berat Porosita Ukuran Material Bentuk Spherita Relatif (%) mm
Pasir Silika Rounded 0.82 2.65 42 0.4-1.0 Pasir Silika Angular 0.73 2.65 53 0.4-1.0 Pasir Ottawa Spherical 0.95 2.65 40 0.4-1.0
Kerikil Silika Rounded 2.65 40 1.0-50
Garnet 3.1-4.3 0.2-0.4
Anthrasit Angular 0.72 1.50-1.75 55 0.4-1.4 Plastik Bisa dipilih sesuai kebutuhan
Tabel 2.3. Karakteristik Media Filter (Droste, 1997)
Media Penyangga
Media penyangga ini berfungsi sebagai penyangga media penyaring yang
diletakkan pada bagian bawah media penyaring tersebut. Sebagai media
penyangga ini biasanya digunakan kerikil yang diletakkan secara berlapis-lapis,
umumnya digunakan lima lapisan dengan ukuran kerikil yang digunakan
berdegradasi mulai dari 1/18 inchi pada bagian atas sampai dengan 1-2 inchi pada
bagian bawah. Ukuran kerikil ini sangat bergantung pada ukuran pasir pada media
penyaring dan tipe sistem underdrain yang digunakan.
Sistem underdrain berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah difiltrasi
oleh media penyaring pada saat saringan pasir cepat beroperasi, sedangkan ketika
backwash sistem ini berfungsi untuk mendistribusikan air pencucian. Laju
backwash menentukan desain hirolik dari filter karena laju backwash beberapa
kali lebih besar daripada laju filtrasi.
Pada dasarnya terdapat dua jenis sistem underdrain, yaitu :
1. Sistem manifold dengan pipa lateral
2. Sistem false bottom.
Kriteria Desain Saringan Pasir Cepat
Tabel 2.4 adalah kriteria desain untuk saringan pasir cepat menurut
Reynolds (1982) :
Tabel 2.4. Kriteria Desain Unit Saringan Pasir Cepat
Karakteristik Satuan Nilai
Rentang Tipikal
• Kedalaman media penyangga : 15.24 – 60.96 cm
• Ukuran efektif media penyangga : 0.16 – 5.08 cm
• Kecepatan aliran saat backwash : 880 – 1173.4 m3/hari-m2
• Ekspansi media filter : 20 – 50 %
• Waktu untuk backwash : 3 – 10 menit
• Jumlah bak minimum : 2 buah
• Jumlah air untuk backwash : 1 – 5 % air terfiltrasi
7. Desinfeksi
Desinfeksi air bersih dilakukan untuk menonaktifkan dan menghilangkan
bakteri pathogen untuk memenuhi baku mutu air minum. Desinfeksi sering
menggunakan khlor sehingga desinfeksi dikenal juga dengan khlorinasi.
Keefektifan desinfektan dalam membunuh dan menonaktifkan mikroorganisme
berdasar pada tipe disinfektan yang digunakan, tipe mikroorganisme yang
dihilangkan, waktu kontak air dengan disinfektan, temperatur air, dan karakter
kimia air (Qasim, Motley, & Zhu, 2000).
Khlorin biasanya disuplai dalam bentuk cairan. Ukuran dari wadah khlorin
biasanya bergantung pada kuantitas khlorin yang digunakan, teknologi yang
dipakai, ketersediaan tempat, dan biaya transportasi dan penanganan. Salah satu
khlorin yang umum digunakan adalah sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit hanya
bisa berada dalam fase liquid, biasanya mengandung konsentrasi klorin sebesar
12,5–17 % saat dibuat (Tchobanoglous, 2003). Sodium hipoklorit bersifat tidak
stabil, mudah terbakar, dan korosif. Sehingga perlu perhatian ekstra dalam
pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaannya. Selain itu larutan sodium
hipoklorit dapat dengan mudah terdekomposisi karena cahaya ataupun panas,
sehingga harus disimpan di tempat yang dingin dan gelap, dan juga tidak disimpan
adalah metode mekanis, dengan penggunaan baffle, hydraulic jump, pompa
booster pada saluran.
8. Reservoir
Reservoir adalah tanki penyimpanan air yang berlokasi pada instalasi
(Qasim, Motley, & Zhu, 2000). Air yang sudah diolah disimpan pada tanki ini
untuk kemudian ditransfer ke sistem distribusi. Desain dari reservoir meliputi
pemilihan dari ukuran dan bentuknya, pertimbangan lain meliputi proteksi
terhadap air yang disimpan, proteksi struktur reservoir, dan proteksi pekerja
pemeliharaan reservoir.
Reservoir terdiri dari dua jenis yaitu ground storage reservoir dan elevated
storage reservoir. Ground storage reservoir biasa digunakan untuk menampung air
dengan kapasitas besar dan membutuhkan pompa dalam pengoperasiannya,
sedangkan elevated storage reservoir menampung air dengan kapasitas relative
lebih kecil dibandingkan ground storage reservoir dan dalam pengoperasian
distribusinya dilakukan dengan gravitasi. Kapasitas reservoir untuk kebutuhan air
bersih dihitung berdasarkan pemakaian dalam 24 jam (mass diagram). Selain
untuk kebutuhan air bersih, kapasitas reservoir juga meliputi kebutuhan air untuk
operasi instalasi dan kebutuhan air pekerja instalasi.
Kriteria Desain
• Jumlah unit atau kompartemen > 2
• Kedalaman (H) = (3 – 6) m
• Tinggi jagaan (Hj) > 30 cm
• Tinggi air minimum (Hmin) = 15 cm