• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELESTARIAN BUDAYA SUKU BATAK SIMALUNGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELESTARIAN BUDAYA SUKU BATAK SIMALUNGUN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PELESTARIAN BUDAYA SUKU BATAK SIMALUNGUN SEBAGAI BAGIAN DARI IDENTITAS NASIONAL

Oleh Aditya Raybol Saragih

Indonesia adalah negeri yang terkenal dengan keanekaragamannya. Terdapat ratusan bahkan lebih suku bangsa yang ada di bumi tercinta ini. Suku-suku bangsa yang ada di Indonesia ini merupakan salah satu contoh identitas nasional dari negeri ini. Untuk menjaga identitas nasional kita tetap ada, maka kita juga harus ikut serta dalam melestarikannya. Tindakan nyata dalam pelestariannya adalah dengan melestarikan suku dan budaya kita masing-masing.

Tindakan tersebut harus kita lakukan karena banyak sekali faktor yang membuat goyah budaya bangsa yang merupakan salah satu identitas nasional kita tersebut karena kita sekarang berada pada era globalisasi. Contohnya adalah di era globalisasi ini, budaya-budaya barat sangat mudah masuk ke Indonesia. Budaya ini tumbuh dan berkembang dengan pesat di Indonesia. Kita, selaku generasi muda dan juga sebagai aktor penggerak yang akan melanjutkan roda perputaran budaya nenek moyang kita, lebih menyukai akan budaya barat tersebut ketimbang budaya asli, salah satunya budaya pada Suku Batak Simalungun yang mulai punah akibat era yang berkembang saat ini, sehingga tokoh-tokoh budaya, orang tua, dan pemerintah diharapkan mampu ikut serta dalam kelestarian budaya dengan mengajarkan ilmu-ilmu budaya Simalungun kepada generasi selanjutnya. Ilmu-ilmu tersebut dapat berupa Bahasa Tradisional Simalungun, Alat-alat Musik Tradisional Batak Simalungun, pakaian adat dan tarian adat, dan juga beberapa pesta-pesta adat yang ada di suku Batak Simalungun tersebut.

Zaman semakin menunjukkan perputarannya yang terbawa oleh waktu yang selalu berjalan. Jika kita melihat kebelakang, dimana budaya sangat mendominasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam dunia Batak Simalungun, kita dapat melihat contoh pada seorang sosok pengrajin pembuatan ukir-ukiran Budaya Tradisional Simalungun yang sudah menggeluti pekerjaannya sejak tahun 1958, sosok tersebut yaitu Bapak L.Saragih. Beliau menyatakan bahwa selama dia bekerja dan sampai saat ini belum ada generasi penerus yang ingin melanjutkan tindakan pelestarikan budaya tradisional tersebut. Adapun ukiran-ukiran cinderamata tradisional

(3)

gotong terbuat dari besi kuningan), Pisau Marsombah (pisau terbuat dari besi kuningan dengan ukiran khas Simalungun), dan Ponding (kepala ikat pinggang yang terbuat dari kuningan). Cindramata tersebut merupakan peninggalan nenek moyang yang sekarang sudah sangat jarang digunakan oleh generasi penerus. Kebanyakan cinderamata tersebut hanya dikenakan atau digunakan oleh orang tua dan para lanjut usia. Jarang sekali pemuda pemudi Simalungun mau menggunakan atau mengenakan cinderamata tersebut. Semakin hilangnya hal tersebut membuat tanda-tanda kepunahan salah satu identitas nasional ini menjadi lebih kelihatan.

Contoh tersebut membuktikan bahwa suku Batak Simalungun mengalami krisis penerus

roda perputaran budaya nenek moyang. Selain itu, pada saat ini ada banyak pemuda dan pemudi Batak Simalugun tidak begitu fasih dalam berbahasa Simalungun dan ada juga pemuda dan pemudi yang tidak tau sama sekali Bahasa Simalungun. Padahal, bahasa merupakan hal yang sangat ideal untuk menunjukkan suatu identitas sebagai bagian dari Suku Batak Simalungun. Apa yang sebenarnya menyebabkan hal tersebut bias terjadi? Pertanyaan tersebut mungkin banyak sekali ditanyakan oleh para pengamat Budaya Simalungun. Hal yang seharusnya wajib diketahui oleh para penerus Suku Batak Simalungun, malah tidak diketahui. Hal tersebut memang merupakan cambukan bagi Budaya Batak Simalungun. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa kebertahanan bahasa daerah yang terendah di Sumatera Utara adalah Suku Batak Simalungun. Pemuda pemudi Simalungun yang fasih dalam berbahasa Simalungun adalah pemuda pemudi yang tinggal di kampung yang penduduk kampung adalah orang Simalungun semuanya dan budayanya masih sangat kental. Sedangkan pemuda pemudi yang tidak begitu fasih dalam berbahasa Simalungun dan juga yang tidak tau sama sekali Bahasa Simalungun adalah pemuda pemudi yang tinggal diperkotaan dan tidak berada di daerah Kabupaten Simalungun. Dalam hal ini, dapat terlihat sangat jelas bahwa peran orang tua sangat berpengaruh pada kelangsungan roda perputaran budaya tradisional ini karena lingkungan sekitar tidak mendukung dalam hal pelestarian Bahasa Daerah Simalungun untuk genrasi penerus.

Masih banyak hal yang berpengaruh dalam hal kelangsungan kebudayaan Simalungun ini. Contoh lain adalah alat-alat musik tradisional yang sering digunakan dalam acara pesta adat

(4)

seharusnya menjadi generasi penerus budaya tersebut. Padahal, musik-musik adat sangat diperlukan saat ada pesta-pesta adat seperti acara pernikahan, acara kematian, dan acara-acara lainnya. Tetapi, jika lebih diperhatikan lagi, banyak juga alat-alat musik pada saat acara pesta tersebut sudah dikontaminasi oleh alat-alat musik modern, seperti keyboard. Ini juga menunjukkan bahwa orang-orang tua disana juga mengalami kemunduran dalam budaya dan kita juga dapat menyimpulkan bahwa orang-orang tua dan para ahli budaya tidak memiliki ketertarikan dalam menurunkan ilmunya kepada generasi muda dan tidak terlalu mengkhawatirkan kelanjutan roda perputaran Budaya Simalungu tersebut. Mana mungkin

budaya terus dapat berjalan jika orang-orang terdahulu tidak terlalu tertarik dalam menurunkan ilmu-ilmunya kepada generasi selanjutnya. Memang disini diperlukan kesepakatan dan keinginan dari dua pihaknya, agar terjalin suatu kombinasi yang bagus.

Pada adat Simalungun juga terdapat pesta-pesta adat yang sangat kental akan kebudayaannya. Pesta adat yang sering diadakan biasanya adalah pernikahan dan acara kematian. Jika dilihat dari antusiasme peserta dalam acara adat tersebut kebanyakan adalah para orang tua dan anak-anak kecil. Sangat jarang terlihat para pemuda pemudi didalam acara pesta adat tersebut.Padahal pada acara adat tersebut sangat banyak ilmu kebudayaan yang dapat diserap. Contohnya adalah musik tradisional, pakaian adat, tarian tradisional, dan juga makanan-makanan tradisionalnya. Pada pesta adat juga sangat banyak sekali ahli-ahli adat yang hadir disana. Para ahli tersebut biasanya menjadi moderator dalam acara adat tersebut. Moderator tersebut mengarahkan para pihak keluarga sesuai dengan partuturan yang ada, dimana partuturan disini adalah sebutan kekeluargaan atau kekerabatan dalam adat Simalungun.

(5)

Jika kita berbicara fakta, ada banyak pemuda pemudi Suku Simalungun tidak mengetahui apa itu partuturan. Padahal dalam kekeluargaan Suku Simalungun dan batak-batak lainnya, partuturan sangat diperlukan. Karena banyak sekali saudara-saudara kita diluar sana yang memiliki hubungan kekeluargaan. Hubungan kekeluargaan tersebut dapat berupa keluarga yang memiliki marga yang sama dengan bapak atau pun mamak kita. Jika kita tidak mengetahui partuturan, bagaimana bias kita menjalin hubugan kekeluargaan yang harmonis dengan yang lainnya. Bagaimana bias kita mengetahui seseorang itu ternyata memiliki hubungan darah dengan bapak dan mamak kita jika partuturan tidak diketahui. Oleh karena itu, hal ini sebenarnya

sangat krusial.

Partuturan yang sudah dijelaskan tadi juga perlu memiliki tahap pengajaran ilmu kebudayaan simalungun agar dapat dimengerti dengan baik. Ahli adat pada pesta yang selaku moderator tersebut biasanya memang seorang yang sudah usia lanjut. Tapi tidak ditutup kemungkinan pemuda pemudi juga ikut masuk dalam mengambil alih posisi tersebut. Sehingga sangat diperlukan perhatian dari orang tua agar mau mengajak anak-anaknya yang sudah beranjak remaja atau dewasa untuk ikut mengikuti pesta adat tersebut, karena banyak sekali ilmu yang dapat diserap tentang adat istiadat Simalungun ini. Selain itu, para ahli adat juga harus memiliki keinginan dan perhatian untuk para generasi muda Simalungun. Perhatian tersebut dapat dicontohkan dengan membuat sebuah sanggar kebudayaan bagi kaum muda sebagai media mentransfer ilmu kepada para pemuda pemudi Suku Simalungun sehingga para pemuda pemudi dapat belajar dari para ahlinya langsung dan dapat mengerti partuturan yang ada di Suku Batak Simalungun ini.

Sangat banyak memang yang perlu diperhatikan untuk menjaga kelangsungan adat istiadat yang berada di Suku Simalungun ini. Tapi, jauh dari itu semua, hal pelestarian ini memiliki dampak nasionalis bagi Negara kita ini. Salah satunya adalah kelangsungan salah satu Identitas Nasional Indonesia ini dapat terus berlanjut. Dengan adanya Suku Batak Simalungun ini, negara-negara tetangga dan juga orang Indonesia sendiri dapat melihat sebuah kekayaan

budaya dari negeri ini. Jika dilihat dari beberapa kasus kebudayaan di Indonesia ini, banyak sekali contoh yang telah mengharumkan nama bangsa kita ini, contohnya adalah

(6)

salah satu kekayaan dari Negara kita ini. Dalam kalangan Suku Batak juga memiliki tindakan seperti itu. Para pemerhati Budaya Batak juga pernah melakukan hal demikian, seperti melakukan pentas seni dan budaya batak dan juga konser musik batak. Harapannya adalah acara seperti ini harus lebih sering diselenggarakan karena dapat berdampak positif bagi negeri ini dan juga bagi kelangsungan budaya batak itu sendiri.

Tapi dengan berkurangnya minat dari para pemuda pemudi, kegiatan tersebut mungkin tidak akan ada lagi dimasa yang akan datang. Tradisi tersebut akan bertahan jika para penerusnya ada. Jadi kemungkinan buruknya memang ada tapi kemungkinan buruk tersebut dapat kita tepis

dengan diadakan suatu pelestarian sehingga budaya tersebut tidak punah dan salah satu Identitas Nasional tersebut tetap ada dan tetap menjadi salah satu kekayaan negeri ini. Sekarang kembali kita dapat mempertanyakan bagaimana caranya untuk dapat membuat budaya Simalungun ini tetap ada untuk masa yang akan datang. Tentu banyak sekali cara yang dapat kita gunakan untuk mencegah kepunahan budaya tersebut. Kerja sama dan tekad yang kuat menjadi modal penting disini. Pihak-pihak terpenting juga harus di ikutsertakan dalam kelangsungan budaya Simalungun ini. Pihak-pihak tersebut dapat berupa pemerintahan, ahli-ahli adat dan juga orang tua dari pemuda pemudi tersebut. Pihak-pihak ini harus memiliki program kerja yang sama untuk pelestarian budaya Simalungun ini. Misalnya pemerintah menyediakan suatu anggaran untuk pembuatan suatu sanggar-sanggar budaya Simalungun dan juga menyusun suatu kurikulum pengajaran di sekolah-sekolah tentang budaya Simalungun sehingga ilmu-ilmu dapat tersalurkan. Setelah adanya program dari pemerintah tersebut, pihak lain dapat ikut campur tangan dalam program tersebut, misalnya para ahli-ahli budaya masuk kedalam bagian dari sanggar budaya yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut. Di sanggar budaya tersebut para ahli-ahli budaya juga harus memiliki pembagian bidang-bidang ilmu masing-masing sehingga disanggar budaya tersebut memiliki ilmu-ilmu yang banyak untuk dibagikan kepada para pemuda pemudi Batak Simalungun. Contoh bidang ilmu-ilmu tersebut dapat berupa ilmu partuturan, ilmu Bahasa Simalungun, ilmu kesenian berupa tari-tarian dan musik, dan juga dalam bidang ilmu pembuatan

cinderamata adat yang berupa pakaian adat seperti Ulos, juga dapat berupa pembuatan alat-alat musik Suku Batak Simalungun seperti Gondrang, dan lain sebagainya. Jadi pada sanggar budaya

(7)

Setelah adanya media tersebut, muncul lagi pertanyaan apakah para pemuda pemudi mau datang dan belajar di sanggar tersebut?. Tentu setiap orang memiliki minat tersendiri-sendiri. Tidak semua orang berminat masuk ke dunia budaya yang cenderung kuno ini, apalagi bagi kalangan pemuda pemudi yang sudah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang berada di era globalisasi ini. Jadi, untuk menumbuhkan minat tersebut di kalangan pemuda pemudi Suku Simalungun, peran orang tua sangat penting disini karena yang paling dekat dengan pemuda pemudi itu sendiri sudah jelas adalah orang tuanya. Jika saja orang tua selalu aktif kepada anaknya dalam menanamkan nilai-nilai pentingnya suatu kebudayaan dalam dirinya kelak,

kemungkinan timbul minat dan kepedulian dalam diri anaknya tersebut tentang pentingnya kebudayaan Simalungun tersebut. Jadi, dalam memberikan kesadaran dan kepedulian akan kebudayaan terhadap pemuda pemudi Suku Simalungun, peran orang tua sangat dibutuhkan.

Selain itu, untuk mengatasi hal yang sangat krusial seperti tidak mengetahui Bahasa Simalungun, orang tua juga memiliki peran yang sangat besar akan hal ini, khususnya untuk pemuda pemudi yang tidak tinggal di daerah lingkungan Suku Simalungun. Karena kita ketahui bahwa proses pembelajaran suatu bahasa itu adalah pada saat anak masih dibawah umur. Jika saja orang tua aktif berbahasa Simalungun dirumah dan saling berkomunikasi dengan Bahasa Simalungun tersebut, maka otomatis anak akan terlatih menggunakan bahasa tersebut karena dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang berkomunikasi dengan Bahasa Simalungun tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada anak-anak yang tinggal di kampung yang menggunakan Bahasa Simalungun sebagai alat komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk anak-anak yang tidak tinggal di daerah Suku Simalungun, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam melanjutkan kelestarian bahasa daerah Simalungun tersebut.

Selain dalam berbahasa, orang tua juga dapat berperan sebagai pelestarian budaya terhadap kaum muda yaitu dengan cara mengajak para pemuda untuk ikut serta dalam pesta-pesta adat yang ada di Suku Simalungun itu. Karena banyak sekali undangan-undangan yang diberikan kepada orang tua yang berkaitan dengan pesta-pesta adat. Dalam pesta adat tersebut,

para pemuda pemudi Suku Simalungun dapat melihat bagaimana budaya tersebut berjalan. Contohnya adalah musik dan partuturan yang ada di pesta adat tersebut. Selain itu terdapat juga

(8)

yang hadir dan memberikan beberapa tutorial yang menyangkut kebudayaan di pesta adat tersebut. Dengan demikian, proses penurunan ilmu dapat berjalan dengan baik dan para pemuda pemudi juga dapat menyerap ilmu budaya yang ada di pesta adat tersebut dengan cepat.

Dengan adanya suatu kesadaran dan kerjasama yang baik dari pihak pemerintahan, ahli-ahli budaya, orang tua dan juga para pemuda pemudi Suku Simalungun itu sendiri, salah satu Identitas Nasional ini dapat terus berlanjut dari generasi ke generasi. Dengan keberlanjutan tersebut, kemungkinan untuk menunjukkan kepada dunia akan kekayaan budaya dinegeri ini sangat terbuka lebar. Akan ada lagi para pemuda pemudi generasi selanjutnya yang akan

melakukan pentas seni budaya atau pentas musik tradisional yang diadakan diluar maupun didalam negeri ini. Kegiatan tersebut juga sebagai salah satu media perkenalan akan Negara ini melalui salah satu Identitas Nasional Indonesia. Tidak lepas dari masalah di Suku Batak Simalungun ini, masalah seperti ini juga mungkin ada pada suku-suku bangsa yang ada di Indonesia ini. Kuncinya adalah sebuah kesadaran dan rasa memiliki pada diri kita sendiri tentang pentingnya kelestarian budaya-budaya yang ada di Indonesia ini.

Setelah adanya kesadaran akan hal tersebut, kita juga semestinya berusaha menerapkan hal itu dengan menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Melestarikannya dapat kita lakukan dengan cara:

1) Memiliki antusias yang tinggi terhadap budaya Indonesia dengan bergabung di salah satu sanggar khusus kebudayaan Indonesia;

2) Menampilkan seperti apa kebudayaan kita dengan menarikan tarian-tarian tradisional Indonesia;

3) Memperkenalkan kepada dunia tentang asyik nya mempelajari kebudayaan Indonesia, salah satunya melalui jejaring sosial, dll;

4) Menunjukkan rasa ketertarikan yang tinggi terhadap kebudayaan Indonesia di depan negara lain.

Serta masih banyak cara kita untuk melestarikan kebudayaan Indonesia agar negara lain tahu,

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Takari, Muhammad. (2009). Ulos dan Sejenisnya dalam Budaya Batak di Sumatera Utara: makna, fungsi, dan teknologi. Universiti Malaya,Malaysia.

Rosmawaty. (2013). Kebertahanan Bahasa Daerah dalam Konteks Kebijakan Bahasa Nasional Indonesia : Kasus Bahasa Batak. Fakultas bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.

Ritonga, Sakti. (2012). Orientasi Nilai Budaya dan Potensi Konflik Sosial Batak Toba Muslim dan Kristen di Sumatera Utara (Studi Kasus Gajah Sakti Kabupaten Asahan)*. IAIN, Sumatera Utara.

Damanik,Jon Rismantuah, Thoha,Miftah, Suharyanto,H. (2005). Kultur Batak dalam Birokrasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Simalungun. Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada.

Adimurti,Juanita Theresia. (2005). Inkulturasi Musik Gereja di Batak Toba dan Simalungun. Program Studi Seni Musik, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Silalahi, Wesly. (2015). Budaya Simalungun Punah Di Negeri Sendiri, (http://weslysilalahi.com/berita/baca/73/budaya-simalungun-punah-di-negeri-sendiri.html,

Referensi

Dokumen terkait