• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL BATAK SIMALUNGUN DAN RUMAH TRADISIONAL BATAK TOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL BATAK SIMALUNGUN DAN RUMAH TRADISIONAL BATAK TOBA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL BATAK SIMALUNGUN DAN

RUMAH TRADISIONAL BATAK TOBA

( Rumah Bolon Simalungun, Pematang Purba dan Rumah Bolon Toba, Huta Bolon Simanindo Samosir )

SKRIPSI

DISUSUN OLEH:

RINO HADIWINATA 130406042

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL BATAK SIMALUNGUN DAN

RUMAH TRADISIONAL BATAK TOBA

( Rumah Bolon Simalungun, Pematang Purba dan Rumah Bolon Toba, Huta Bolon Simanindo Samosir )

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

RINO HADIWINATA 130406042

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRACT

North Sumatra is known by its Batak tribe as the majority. The Batak tribe even has more sub-tribes, including the Toba Batak and the Simalungun Batak. Each Batak tribe has its own distinctive culture and identity. The Batak tribe has a traditional building which is a traditional Batak architectural identity. The diversity of Batak tribes causes the phenomenon of similarities and differences in the construction of traditional houses in each tribe due to separation and cultural merging. The purpose of this research is to describe the comparison of the structure and construction of traditional buildings of Batak Simalungun and Toba Batak traditional houses. This research uses descriptive qualitative method, and is comparative in nature which is a comparative study. This research is located in two places, firstly the Simalungun Traditional House located in Pematang Purba village, Simalungun Regency, North Sumatra. The second is the Toba Traditional House located in Huta Bolon Simanindo Samosir. The benefits of this research as material and reference to strengthen the character or cultural identity in order to have cultural strength from within and outside, especially for the Simalungun and Batak Toba Batak communities in North Sumatra to be able to refer to and maintain the principle of building traditional houses as their respective cultures .

Keywords : Traditional House Simalungun, Traditional House Toba, , Structure and Construction.

(8)

ABSTRAK

Sumatera Utara dikenal dengan Suku Bataknya sebagai mayoritas. Suku Batak bahkan memiliki sub suku lagi yakni diantaranya Batak Toba, dan Batak Simalungun. Setiap suku Batak memiliki budaya ciri khas dan identitas tersendiri.

Suku Batak memiliki Bangunan tradisional yang merupakan identitas arsitektur tradisional Batak. Keberagaman suku Batak menyebabkan adanya fenomena persamaan dan perbedaan pada bangunan rumah adat dimasing-masing suku akibat pemisahan diri maupun penggabungan budaya. Penelitian ini bertujuan untnuk mendeskripsikan perbandingan struktur dan konstruksi bangunan tradisional rumah adat batak simalungun dan batak toba. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dan bersifat komparatif yang merupakan penelitian yang bersifat membandingkan. penelitian ini terdapat di dua tempat, pertama Rumah Adat Simalungun yang berada di desa Pematang Purba kabupaten Simalungun Sumatra Utara. Yang kedua Rumah Adat Toba yang berada di Huta Bolon Simanindo Samosir. Manfaat penelitian ini sebagai bahan dan referensi untuk memperkuat karakter atau identitas kebudayaan agar memiliki kekuatan kultural dari dalam dan luar, terkhusus bagi masyarakat Batak Simalungun dan Batak Toba yang ada di Sumatera Utara untuk dapat merujuk dan mempertahankan prinsip bangunan rumah adat sebagai kebudayaan mereka masing-masing.

Kata kunci : Rumah Tradisional Batak Simalungun, Rumah Tradisional Batak Toba, , Struktur dan Konstruksi.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi wa Sallam beserta keluarga beliau.

Adapun penelitian ini dengan judul “STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN TRADISIONAL RUMAH ADAT BATAK SIMALUNGUN DAN BATAK TOBA” sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Sarjan (S1) pada Program Studi Arsitektur Fakultas Tenknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skirpsi ini terutama kepada :

1. Kedua Orangtua penulis yang tersayang, Ibu dan Bapak,Kakak, dan Adik serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan doa, kesabaran, dan segala pengorbanan yang tiada habisnya..

2. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc. IPM selaku Ketua Jurusan Arsitektur

3. Bapak Ir. N Vinky Rahman, MT Selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan masukan dalam pembuatan skripsi ini

4. Bapak Ir. Novrial, M. Eng. selaku Dosen Penguji atas bimbingan dan masukan dalam pembuatan skripsi ini

5. Ibu Amy Marisa,ST., M.Sc., PhD. selaku Dosen Penguji atas bimbingan dan masukan dalam pembuatan skripsi ini

6. Ibu Hilma Tamiami Fachrudin, ST., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik selama masa perkuliahan penulis.

7. Ibu Dr. Ir. Dwira N.Aulia, MSC. IPM., selaku Ketua Jurusan Arsitektur USU.

8. Ibu Beny.O.Y Marpaung, ST, MT, PhD., selaku Sekretaris Jurusan Arsitektur USU.

9. Ibu dan Bapak dosen serta staff Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(10)

10. Bapak dan Ibu dosen, serta staf Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

11. Teman-teman sepermainan yang telah menjadi sahabat yang penulis butuhkan, serta memberikan motivasi dalam melewati masa-masa sulit yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu.

12. Teman-teman angkatan 2013 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang yang telah berjuang bersama dari awal hingga akhir perkuliahan.

13.

Keluarga besar ATC USU dan ATC JUNIOR, yang telah menjadi keluarga, sahabat yang sudah memberikan motivasi, semangat, dan pelajaran dan pengalaman baru.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Medan, 18 Agustus 2020 Hormat saya,

Rino Hadiwinata NIM : 130406042

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Arsitektur tradisional ... 4

2.2. Rumah Tradisional ... 6

2.3. Sruktur ... 7

2.4. Konstruksi ... 9

BAB III METODOLOGI ... 10

3.1. Metodologi Penelitian ... 10

3.2. Tahapan Penelitian ... 11

3.2.1. Pengumpulan Data ... 11

3.2.2. Observasi Lapangan ... 11

3.2.3. Pengolahan Data ... 12

3.2.4. Variabel Penelitian ... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

4.1. Rumah Bolon Simalungun ... 14

4.1.1. Lokasi Rumah Bolon Simalungun ... 15

4.1.2. Bentuk Fisik Rumah Bolon Simalungun ... 15

4.1.3. Struktur dan Konstruksi Rumah Bolon Simalungun ... 18

4.2. Rumah Bolon Toba ... 24

4.2.1. Lokasi Rumah Bolon Toba ... 24

4.2.2 Bentuk Fisik Rumah Bolon Toba ... 25

(12)

4.2.3. Struktur dan Konstruksi Rumah Bolon Toba ... 27

4.3 Perbandingan Struktur dan Konstruksi ... 40

BAB V KESIMPULAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 44

Daftar Pustaka ... 45

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian...13

Gambar 4.1. Rumah Bolon Simalungun...14

Gambar 4.2. Lokasi Rumah Bolon Simalungun...15

Gambar 4.3 Denah Skematik Rumah Bolon Simalungun...15

Gambar 4.4. Bentuk Fisik Rumah Bolon Simalungun...17

Gambar 4.5. Bentuk pondasi Rumah Bolon Simalungun...18

Gambar 4.6. Tiang Rumah Bolon Simalungun... ...18

Gambar 4.7. Galang atau Balok Lantai Rumah Bolon Simalungun... ...19

Gambar 4.8. Dinding Rumah Bolon Simalungun... ...20

Gambar 4.9. Struktur dan Konstruksi Dinding Rumah Bolon Simalungun...20

Gambar 4.10. Lantai Rumah Bolon Simalungun...21

Gambar 4.11. Struktur Lantai kayu Rumah Bolon Simalungun...21

Gambar 4.12. Sistem Sambungan pengikat balok galang kecil penyangga Lantai...22

Gambar 4.13. Tangga Rumah Bolon Simalungun...22

Gambar 4.14. Bentuk dan Struktur Atap Rumah Bolon Simalungun...23

Gambar 4.15. Konstruksi Atap Rumah Bolon Simalungun...23

Gambar 4.16. Rumah Bolon Toba Huta Bolon Simanindo...24

Gambar 4.16. Lokasi Rumah Bolon Toba...24

Gambar 4.17. Bentuk fisik Rumah Bolon Toba...25

Gambar 4.18. Denah skematik Rumah Bolon Toba...25

Gambar 4.19. Potongan Struktur Rumah Bolon Toba...26

Gambar 4.20. Pondasi Rumah Bolon Toba...27

Gambar 4.21. Tiang Rumah Bolon Toba... ...27

Gambar 4.22. Struktur tiang Rumah Bolon Toba...28

Gambar 4.23. Galang/ Balok Lantai Rumah Bolon Toba...28

(14)

Gambar 4.24. Dinding Rumah Bolon Toba...29

Gambar 4.25. Struktur dan konstruksi Dinding Rumah Bolon Toba...29

Gambar 4.26. Tangga Rumah Bolon Toba...30

Gambar 4.27. Lantai Rumah Bolon Toba...30

Gambar 4.28. Atap Rumah Bolon Toba...31

Gambar 4.29. Struktur atap rumah adat Toba...31

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Variabel Penelitian...12 Tabel 4.1. Tabel Pebandingan Struktur dan Konstruksi Rumah Adat Simalungun dan Rumah Adat Toba...32

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman ras dan budaya. Dari Sabang sampai Merauke, terdapat banyak suku-suku bangsa yang memiliki keunikan budayanya masing-masing. Indonesia memiliki kurang lebih 500 suku bangsa (Melalatoa, 1997). Memiliki ragam kebudayaan yang berbeda mulai dari bahasa, perilaku, adat istiadat, bahkan rumah tinggal yang biasa dikenal rumah adat atau rumah tradisional. Setiap rumah adat memiliki gaya arsitektur yang khas dan unik yang menjadi ciri dari suatu daerah tertentu. Arsitektur tradisional merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang lahir dari kehidupan masyarakat tradisional itu sendiri yang berlangsung secara turun temurun yang mengalami perkembangan sesuai dengan dinamika kebudayaan. Perbedaan arsitektur tradisional disetiap daerah banyak sekali kita temukan, mulai dari aturan atau syarat, bentuk, tata ruang, material, struktur dan konstruksinya.

Budaya berarsitektur lokal penting untuk diteruskan dan dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh karena tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan dan tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng (Artininggrum, dalam (Hasbi, 2017).

Dalam arsitektur tradisional, tercermin kepribadian masyarakat tradisional, artinya bahwa arsitektur tradisonal tersebut tergabung dalam wujud ideal, sosial, material, dan kebudayaan. Di Sumatera Utara terdapat beberapa bentuk arsitektur tradisonal yaitu : Batak Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Mandailing, Melayu, Nias Utara dan Nias Selatan. Masing-masing memiliki perbedaan, ini disebabkan pengaruh lingkungan kebudayaan dan pola kehidupan masyarakat tiap daerah. Sesuai dengan pelestarian adat istiadat dan kebudayaan suatu daerah, maka bersamaan dengan kegiatan tersebut, pelestarian dan perawatan juga dilakukan pada bangunan-bangunan tradisionalnya terutama pada rumah adatnya. (Wahid, 2013)

(17)

Keragaman arsitektur tradisional yang ada di Indonesia menjadi kekayaan budaya yang menarik untuk diteliti. Salah satu diantaranya adalah arsitektur tradisional Batak Simalungun dan Batak Toba yang memiliki desain struktur dan konstruksi yang berbeda.

Keberagaman rancangan struktur dan konstruksi sangat dominan pada arsitektur tradisional, dalam hal ini perbandingan rumah adat Batak Simalungun dan Batak toba. Rancangan struktur dan konstruksi yang mencakup bentuk, ukuran, fungsi dan pembuatan ornamen erat kaitannya dengan sistem religi yang diyakini etnik tertentu. Demikian halnya yang diterapkan pada rumah adat Batak Simalungun dan Batak toba.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah studi perbandingan struktur dan konstruksi pada rumah adat batak simalungun dan batak toba.

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini antara lain :

 Bagaimana struktur dan konstruksi pada bangunan tradisional rumah adat batak simalungun dan batak toba ?

 Bagaimana perbandingan struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak simalungun dan batak toba ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini antara lain :

 Mendeskripsikan struktur dan konstruksi bangunan tradisional rumah adat batak simalungun dan batak toba

 Mendeskripsikan perbandingan yang ada pada struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak simalungun dan batak toba

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi atas dua yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis. Kedua manfaat ini diuraikan lebih jauh lagi seperti berikut ini :

(18)

1. Manfaat Akademis

a) Hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang perbandingan struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba baik bagi peneliti, sekolah, dan masyarakat.

b) Hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman bagaimana perbandingan struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba.

c) Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya yang akan meneliti struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba.

2. Manfaat Praktis

a) Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Batak Simalungun dan Batak Toba untuk lebih memahami bagaimana perbandingan bangunan rumah adat mereka yang dilihat dari struktur dan konstruksi bangunannya.

b) Penelitian ini digunakan sebagai bahan untuk memperkuat karakter atau identitas kebudayaan agar memiliki kekuatan kultural dari dalam dan luar, terkhusus bagi masyarakat Batak Simalungun dan Batak Toba yang ada di Sumatera Utara untuk dapat merujuk dan mempertahankan prinsip kebudayaan mereka masing-masing.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Menghindari masalah yang terlalu luas agar penelitian ini tetap terfokus dan tidak mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada perbandingan struktur, dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba di dua lokasi yang berbeda, yaitu Rumah Bolon Simalungun yang terletak di pematang purba dan Rumah Bolon Toba yang terletak di Huta Bolon Simanindo Samosir. Pada perbandingan bangunan rumah adat Simalungun dan Toba, Penulis memfokuskan penelitian pada ruang lingkup perbandingan sebagai berikut :

a) Struktur b) Konstruksi

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arsitektur tradisional

Menurut Amos Rapoport (Amos, 1969) Arsitektur tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Mempelajari bangunan tradisional berarti mempelajari tradisi masyarakat yang lebih dari sekadar tradisi membangun secara fisik. Masyarakat tradisional terikat dengan adat yang menjadi konsesi dalam hidup bersama.

Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap sebagai bentuk konstruksi yang dengan sengaja mengubah lingkungan fisik menurut suatu bagan pengaturan (Snyder, 1991).

Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk, ragam hias dan cara pelaksanaannya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Arsitektur tradisional adalah cermin tata nilai dan budaya yang ditradisikan oleh masyarakatnya (Budihardjo, 1997)

Michael Foster mengatakan bahwa arsitektur suatu komunitas masyarakat lebih merupakan cerminan kehidupan bersamanya berkaitan pada tempat dan waktu tertentu, jika dibandingkan dengan hasil yang berupa bentuknya. Setiap desain adalah usaha keras untuk menghasilkan bentuk bangunan yang merespon konteks lingkungan.

Arsitektur tradisional ialah suatu bangunan yang bentuk, struktur, fungsi, ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Kebudayaan dilihat dari segi bahasa, berasal dari kata “budaya” yang berarti suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Arsitektur Tradisional merupakan bagian kehidupan dari masyarakat yang memiliki tinggi nilai-nilai keluhuran, tak lepas dari cara ataupun kebiasaan yang sudah ada terdahulu. Tradisi adalah sebuah kebiasaan, atau cerita yang dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi, awalnya tidak memerlukan sebuah sistem tulisan. Tradisi sering dianggap menjadi kuno, dianggap sangat penting untuk dijaga.

(20)

Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk, ragam hias dan cara pelaksanaannya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Arsitektur tradisional adalah cermin tata nilai dan budaya yang ditradisikan oleh masyarakatnya (Budihardjo, 1997 dalam (Rahmansah & Rauf, 2015)

Arsitektur tradisional merupakan identitas budaya suatu suku bangsa, karena didalamnya terkandung segenap peri kehidupan masyarakatnya (Myrtha Soeroto, 2002 dalam (Andriani & Pane, 2016).

Arsitektur tradisional, perannya tidak saja meliputi lingkungan fisik saja, tetapi metafisik keseimbangan makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (bangunan), artinya arsitektur tradisional menjaga hubungan yang harmoni antara bangunan dan alam semesta. Oleh karena itu para arsitektur tradisional sangat menghormati dan menghargai alam dengan menciptakan karya-karya arsitektur yang berwawasan lingkungan.

Arsitektur Tradisional merupakan bagian kehidupan dari masyarakat yang memiliki tinggi nilai-nilai keluhuran, tak lepas dari cara ataupun kebiasaan yang sudah ada terdahulu. Tradisi adalah sebuah kebiasaan, atau cerita yang dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi, awalnya tidak memerlukan sebuah sistem tulisan. Tradisi sering dianggap menjadi kuno, dianggap sangat penting untuk dijaga. (Gambiro, 2018)

Arsitektur tradisional pada dasarnya tidak mengenal ukuran yang formal seperti meter atau feet. Ukuran yang digunakan adalah selalu bersifat kongkrit yakni merujuk pada ukuran atau besaran benda, misalnya: ukuran bagian tubuh manusia, seperti depa, hasta, tinggi pundak, rentang-rentang tegak dan lebar langkah.

Besaran-besaran ini selalu dikaitkan dengan nilai-nilai kosmologis yang memandang segala sesuatu dalam kaitan dengan posisi terhadap alam semesta atau jagad raya yang merupakan bagian dari proses penciptaan alam raya, ( Saliya , 2003 dalam (Rahmansah & Rauf, 2015).

Bangunan tradisional memiliki karakteristik yang spesifik, sesuai pada ketersediaan bahan bangunan, penguasaan teknologi struktur, dan dikerjakan secara gotong-royong (Prijotomo, 2010 dalam (Putu & Primadewi, 2014).

Arsitektur tradisonal merupakan Proses pewarisan yang telah mengalami stagnasi generasi penerus. Yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat akan makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam karya tradisional itu.

Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat, yang lahir dari masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik.

Arsitektur tradisonal merupakan Proses pewarisan yang telah mengalami stagnasi

„generasi penerus. Yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat akan makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam karya tradisional itu. (Alfiah, 2016)

(21)

2.2. Rumah Tradisional

Rumah merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, sehingga perencanaan pembangunan rumah harus cermat dan mempertimbangkan banyak hal. Beberapa diantaranya, yaitu potensi fisik dan potensi sosial budaya. Potensi fisik adalah pertimbangan akan bahan bangunan, kondisi geologis dan iklim setempat.

Sedangkan, potensi sosial budaya terdiri atas arsitektur lokal dan cara hidup (Dinas Kimpraswil, 2002 dalam (Sari & Mutiari, 2015)

Rumah tradisional merupakan suatu bangunan dengan struktur, cara pembuatan, bentuk dan fungsi serta ragam hias yang memiliki ciri khas tersendiri, diwariskan secara turun – temurun dan dapat digunakan untuk melakukan kegiatan kehidupan oleh penduduk sekitarnya (Said, 2004 dalam (Harpioza, 2016).

Rumah tradisional dibangun dengan cara yang sama oleh beberapa penduduk yang dahulu tanpa atau sedikit sekali mengalami perubahan-perubahan sehingga rumah tradisional terbentuk berdasarkan tradisi yang ada pada masyarakat. Rumah tradisional juga disebut rumah adat atau rumah asli atau rumah rakyat (Said, 2004 dalam (Rifai, 2010)

Rumah adat tradisional merupakan bangunan rumah yang mencirikan atau khas bangunan suatu daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan dan ciri khas masyarakat setempat. Hingga saat ini masih banyak suku atau daerah-daerah di Indonesia yang masih memperhatikan rumah adat sebagai usaha untuk memelihara nilai-nilai budaya (Maas Faisal, 2014)

Rumah adalah salah satu contoh peninggalan budaya, yang merupakan hasil cipta, karya dan karsa masing-masing suku bangsa. Rumah merupakan suatu kebutuhan pokok manusia setelah makan dan pakaian. Setiap suku bangsa mempunyai rumah dengan ciri khas tersendiri, sehingga rumah tersebut turut memberi ciri dari adat istiadat serta kebudayaan dari suku bangsa tersebut. Sering juga rumah dijadikan sebagai lambang identitas suku bangsa (Dongoran, MS, & M, 2016)

Rumah disangga oleh tiang-tiang yang kokoh. Tiang-tiang pada umumnya berbentuk bulat. Batu ojahan (batu fondasi) digunakan untuk menyangga tiap-tiap tiang. Pada sopo siualu terdapat delapan tiang besar, empat tiang di sebelah kanan

(22)

dan empatnya lagi di sebelah kiri. Tiang-tiang utama itu masih dibantu dengan tiga belas tiang di sebelah kiri dan tiga belas tiang di sebelah kanan. Pada bagian depan dan belakang 16 rumah dibantu oleh masing-masing enam tiang. Jadi secara keseluruhan terdapat 8 (delapan) tiang utama dan 38 (tiga puluh delapan) tiang pembantu. Dengan tiang penyangga sebanyak itu maka kekokohan rumah tradisional tidak diragukan. Tiangtiang penyangga secara tidak langsung menjadi pembatas kolong rumah. Dalam hidup harian, kolong itu berfungsi sebagai kandang ternak (Antono, 2019)

Bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan bangunan terutama terdiri dari kayu (balok besar) sebagai kerangka atau tiang bangunan, dinding dan ijuk untuk atap. Bisa dipastikan bahwa konon bahan-bahan semacam itu tidak sulit untuk ditemukan dibandingkan pada masa sekarang (Antono, 2019).

2.3. Sruktur

Struktur adalah bagian-bagian yang membentuk bangunan seperti pondasi, dinding, kolom, ring, kuda-kuda, dan atap. Pada prinsipnya, elemen struktur berfungsi untuk mendukung keberadaan elemen nonstruktur yang meliputi elemen tampak, interior, dan detail arsitektur sehingga membentuk satu kesatuan.

Dari sisi struktur dan konstruksi, dapat kita lihat contoh arsitektur tradisional yang telah mempertimbangkan sistem struktur yang berkelanjutan. Secara konstruksi, sistem struktur ini tidak melukai bumi sebagaimana sistem struktur tiang pancang pada bangunan modern.Struktur bangunan diletakkan di atas pondasi umpak dan mengurangi dampak yang ditimbulkan pada struktur tanah.Sistem struktur yang merespon gempa, kondisi tanah, dan faktor alam lainnya, menunjukkan pendekatan yang kontekstual dan responsif. Demikian halnya dalam upaya menciptakan kenyamanan di dalam bangunan, desain yang mengoptimalkan masuknya cahaya alami dan penghawaan alami menunjukkan pendekatan desain hemat energi dan penggunaan energi terbarukan. (Manurung, 2014)

Struktur bangunan adalah susunan atau pengaturan bagian–bagian bangunan yang menerima beban atau konstruksi utama, tanpa mempermasalahkan tampilan

(23)

umum struktur bangunan terdiri atas pondasi, dinding, kolom, lantai dan kuda–

kuda atap (Heinz Frick ,1997 dalam (Rifai, 2010).

Struktur berkaitan erat dengan pemahaman anatomi bangunan, yang dikategorikan dalam dua kategori, yaitu: substructure (struktur bawah) dan upperstructure (struktur atas). Konstruksi berhubungan dengan metode, teknik atau cara, misalnya: mengikat, mengangkat, menyambung dan lain-lain (Sudarwanto &

Murtomo, 2013).

Pada dasarnya struktur bangunan terdiri dari 3 bagian sarana struktur yaitu struktur landasan bangunan dan struktur badan bangunan serta struktur atap bangunan (Sulistijowati, 2017).

Pembagian struktur rumah adat terbagi 3 yang meliputi : struktur bagian bawah, struktur bagian tengah dan struktur bagian atas yang merupakan satu kesatuan konstruksi yang mempunyai keterikatan satu sama lain. Dalam hal pembebanan baik beban material itu sendiri, beban atap dan beban hidup serta faktor gempa akan berdampak pada ketiga komponen struktur tersebut. Struktur bawah atau sub-structure merupakan bagian yang sangat penting dalam menjaga stabilitas sebuah bangunan, baik bangunan pada masa modern sekarang maupun pada bangunan tradisional. Struktur bawah merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan struktur tanah atau disebut sebagai pondasi bangunan (KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN, 2015)

Menurut tingkatannya arsitektur tradisional Batak Toba dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian bawah atau Tombara yang terdiri dari batu pondasi atau ojahan tiang-tiang pendek, pasak atau rancang yang menusuk belatuk atau tiang tangga, bagian tengah atau Tonga yang terdiri dari dinding depan, dinding samping, dan belakang, dan bagian atas atau Ginjang yang terdiri dari atap atau tarup di bawah atap urur di atas urur membentang lais, ruma yang nama atapnya adalah ijuk ( Napitupulu, 1986 : 35 dalam (Sinaga, 2018).

(24)

2.4. Konstruksi

Konstruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur. Misal, Konstruksi Struktur Bangunan adalah bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur bangunan. Konstruksi berhubungan dengan metode, teknik atau cara, misalnya: mengikat, mengangkat, menyambung dan lain-lain. Sistem konstruksi Rumah Tradisional terdiri dari 3 komponen pokok yangmembuat bangunan tersebut mampu berdiri kokoh. Bagian pondasi (kaki) yang terdiri dari umpak penyangga dan kolom utama penyangga beban. Bagiantengah (dinding) yang terdiri dari dinding-dinding kayu terikat satu sama lain yang berfungsi sebagai pengikat bagian pondasi kaki dengan bagian atap. Bagian Atap, merupakan bagian dari komponen bangunan tradisional yang berfungsi sebagai pelindung bagian tengah dan bagian kaki dari kondisi cuaca alam hujan, panas dan sebagainya.

Berdasarkan teori Domenig pada arsitektur tradisional Jepang (dalam Waterson, 1990) menghasilkan sebuah hipotesa tentang perkembangan rumah panggung dengan atap pelana. Hipotesa Domenig menyebutkan bahwa perkembangan rumah panggung dengan atap pelana merupakan bentukan daristruktur tenda yang disusun dari beberapa tiang yang didirikan di atas tanah dan bertumpuk pada bagian atas ujung-ujungnya.

(25)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang otentik mengenai pengalaman orang-orang, sebagaimana dirasakan orang-orang bersangkutan. ( Mulyana, 2001) Berdasarkan perilaku orang yang diamati oleh Bodgan dan Taylor (Sutopo, 2001), bahwa metode ini dilakukan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seseorang.

Teknik wawancara terbuka yang mendalam dilakukan terhadap responden, penelitian ini juga akan melihat relevansi informasi yang diberikan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya, keberadaan rumah-rumah tradisional dan sejarah rumah (Satori dan Komariah, 2009)

Metode dalam penelitian ini bersifat komparatif, penelitian komparatif merupakan penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat- sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda. Jadi, penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.

Penelitian komparatif merupakan studi yang dilakukan untuk menemukan suatu gejala baik itu persamaan maupun perbedaan dengan cara membandingkan data yang ada (Tanudirjo, 1989).

Menurut Silalahi Ulber ( 2005 ) Penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan dua gejala atau lebih. Penelitian komparatif dapat berupa

(26)

komparatif deskriptif ( descriptive comparative ) maupun komparatif korelasional ( correlation comperative ).

Kompartif deskriptif membandingkan variabel yang sama untuk sampel yang berbeda. Analisis menggunakan metode deskriptif komparatif menggambarkan kondisi faktual dengan mengemukakan fakta-fakta yang ada di lapangan serta membandingkannya antara satu kondisi dengan kondisi lainnya.

Untuk mendapatkan gambaran yang cukup jelas tentang perbandingan struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba, salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan melakukan pendekatan studi kasus terhadap dua bentuk karya arsitektur tradisional tersebut, yaitu bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba.

3.2. Tahapan Penelitian

Untuk dijadikan acuan di dalam penelitian yang dilakukan, maka penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian antara lain sebagai berikut:

3.2.1. Pengumpulan Data

Tahap paling awal yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data yang dimaksud meliputi pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan data dari lokasi atau wilayah penelitian. Adapun tahap pengumpulan data yang dilakukan meliputi:

Studi literatur ini dilakukan dengan maksud agar mendapatkan data yang relevan dari buku-buku, jurnal ilmiah, artikel, atau laporan penelitian sebelumnya yang dapat menunjang pemecahan masalah. Studi literatur yang diutamakan adalah tulisan yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai arsitektur tradisonal, Rumah Bolon Simalungun, Rumah Bolon Toba , struktur dan konstruksi Rumah Bolon Simalungun dan Rumah Bolon Toba.

3.2.2. Observasi Lapangan

Pengamatan secara langsung dilakukan di wilayah penelitian yaitu Rumah Bolon Simalungun dan Rumah Bolon Toba. Wilayah observasi penelitian ini

(27)

Pematang Purba kabupaten Simalungun Sumatra Utara. Yang kedua Rumah Adat Toba yang berada di Huta Bolon Simanindo Samosir.

3.2.3. Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data memaparkan bagaimana struktur dan konstruksi yang terdapat pada masing-masing rumah adat batak Simalungun dan batak Toba. Pemaparan yang dilakukan meliputi bentuk fisik, pondasi, kolom atau tiang, dinding, tangga, lantai serta konstruksi atap yang disertakan dengan keterangan mengenai fungsinya masing-masing menggunakan data survey dan studi pustaka yang dituangkan dalam bentuk tabel dan deskripsi.

3.2.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian disini adalah sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian, dan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan ditelili, adapun Variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Variabel Penelitian No Variabel Sub-Variabel 1. Struktur Pondasi

Tiang / kolom

Galang/Balok Lantai

Dinding Tangga Lantai Atap 2. Konstruksi Pondasi

Tiang / kolom Dinding Tangga Lantai Atap

(28)

3.3. Kerangka Penelitian

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian PENDAHULUAN

TUJUAN PENELITIAN

1. Mendeskripsikan struktur dan konstruksi bangunan tradisional rumah adat batak simalungun dan batak toba

2. Mendeskripsikan perbandingan yang ada pada struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak simalungun dan batak toba.

STUDI LITERATUR STUDI

DOKUMETASI

Bentuk Fisik

Struktur

Konstruksi

Literatur

Observasi langsung Pemilihan

sample

PENGOLAHAN DATA

Identifikasi pengumpulan Data

Wawancara

Dokumentasi Foto

Pengukuran Identifikasi

terhadap Variabel

DATA PENELITIAN

ANALISA DATA

Deskripsi

Tabulasi Data

Perbandingan Struktur dan Konstruksi Rumah Bolon Simalungun dan Toba

KESIMPULAN DAN SARAN

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rumah Bolon Simalungun

Rumah Adat bagi orang Batak didirikan bukan hanya sekedar tempat benaung dan berteduh dari hujan dan panas terik matahari semata tetapi sebenarnya sarat dengan nilai filosofi yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman hidup. Beragam pengertian dan nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam rumah adat tradisional yang mestinya dapat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup dalam tatanan kehidupan sehari-hari, dalam rangka pergaulan antar individu.

Gambar 4.1. Rumah Bolon Simalungun

Rumah Bolon Simalungun merupakan tempat tinggal raja dengan isteri dan selir serta berfungsi sebagai istana. Dibangun pada tahun 1864 oleh raja purba XII Tuan Rahalim, seorang raja yang pernah berjaya di Simalungun pada pertengahan abad ke-19.

Rumah Bolon Simalungun dikelilingi oleh beberapa bangunandisekitarnya seperti rumah pengawal, rumah pembantu, dan rumah-rumah pengikut atau prajurit Raja, pada tahun 1961 Rumah Bolon Purba di tetapkan sebagai objek wisata oleh bupati simalungun yang dikelola Yayasan Museum Simalungun dan disahkan oleh notaris pada 7 juni 1966.

(30)

4.1.1. Lokasi Rumah Bolon Simalungun

Rumah Bolon Simalungun berada di desa Pematang Purba kabupaten Simalungun Sumatra Utara. Lokasinya sekitar 200 meter dari jalan umum, dan berjarak sekitar 70 kilometer dari Kota Pematangsiantar, 170 kilometer dari Medan

Gambar 4.2. Lokasi Rumah Bolon Simalungun

4.1.2. Bentuk Fisik Rumah Bolon Simalungun

Rumah Bolon Simalungun memiliki bentuk persegi panjang, mempunyai model seperti Rumah Panggung, tinggi dari tanah 2 meter. Memiliki luasan

± 9,6 x 31,6 m² bangunan ini berdiri di atas kolom dan balok kayu gelondongan yang oleh masyarakat simalungun disebut dengan galang dengan dimensi kolom utama kisaran 1,5 – 2 m, dan diameter balokutama ± 0,35-0,4 cm. Berikut adalah denah skematik dan susunan ruang pada Rumah Bolon Simalungun.

Gambar 4.3. Denah Skematik Rumah Bolon Simalungun SUMATERA

UTARA

KABUPATEN SIMALUNGUN

KECAMATAN PEMATANG PURBA

(31)

Keterangan skema gambar :

1) Puang Pardahan adalah tempat peralatan dapur, seperti periuk/hudon, tempat istri raja memasak makanan untuk tamu.

2) Puang Pardahan atau puang poso adalah tempat peralatan dapur, seperti periuk/hudon, peralatan makan lainnya dan sebagai tempat istri raja memasak untuk makanan raja.

3) Puang Parorot adalah bagian tempat istri raja yang menjaga anak.

4) Puang Paninggiran adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara kesurupan.

5) Puang Pamokkot adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara memasuki rumah baru.

6) Puang Siappar Apei adalah bagian tempat istri raja mengatur ruangan dan memasang tikar.

7) Puang Siombah Bajut adalah bagian tempat istri yang memimpin pembawa

peralatan makan sirih.

8) Puang Bona

9) Puang Bolon adalah sebagai ruang tinggal permaisuri.

10) Puang Panakkut adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara spiritual.

11) Puang Mata adalah bangian ruang istri raja yang bertugas umum di rumah bolon.

12) Puang Juma Bolag adalah bangian tempat istri raja yang memimpin perladangan.

13) Serambi adalah sebagai tempat peristrirahatan prajurid pengawal raja dan sebagai tempat senjata-senjata para prajurid.

14) Bilik Raja adalah tempat tidur raja

(32)

Adapun bentuk fisik dari pada bangunan Rumah Bolon Simalungun adalah sebagai berikut:

Gambar 4.4. Bentuk Fisik Rumah Bolon Simalungun

Bangunan dengan luasan yang cukup besar tersebut terdiri dari 2 teras kecil di depan, bangunan induk depan dan bangunan induk dibelakang.

Seperti halnya pada bangunan tradisional lain di sumatra, sistem sambungan konstruksi pada bagian-bagian struktur rumah Bolon ini juga tidak menggunakan paku, namun menggunakan sistem sambungan pasak kayu dan juga sistem ikatan dengantali rotan.

(33)

4.1.3. Struktur dan Konstruksi Rumah Bolon Simalungun

1. Pondasi

Pondasi Rumah Bolon Simalungun disebut palas terbuat dari batu gunung, kayu keras, pakis besar (batang tanggiang). Terdapat tiga bentuk pondasi pada bangunan ini, dua pondasi untuk bahan batu dipahat berbentuk trapesium berukuran 45 x 45 cm dengan tinggi 55 – 60 cm dan berbentuk tabung berdiameter 45 cm dengan tinggi 50 cm, sedangkan bahan batang kayu berbentuk silinder yang dikunci dengan batu semen disekelilingnya.

Antara Pondasi dengan galang bangunan dibuat pemisah yang terbuat dari ijuk agar tidak mudah busuk dan rusak.

Gambar 4.5.Bentuk pondasi Rumah Bolon Simalungun 2. Tiang Rumah

Tiang Rumah Bolon Simalungun yang disebut Hulissir terbuat dari batang kayu yang kuat dan keras. Tiang ini dibentuk bersisi supaya lebih rapi dan pada pangkal atau ujung dibuat pasi atau biasa disebut pen untuk mengikat galang dan pondasi pada tiang.

Gambar 4.6. Tiang Rumah Bolon Simalungun

(34)

Pada bagian depan bangunan Rumah Bolon Simalungun, tiang-tiang penopang rumah disusun memanjang dan melebar. Tiang-tiang penyangga rumah Bolon ini berukuran besar, diameter antara 60cm sampai 70 cm, dengan tinggi sekitar 1,75 meter. Tiang-tiang penyanggah ini diukir dan diberi warna dasar merah, putih dan hitam.

Konstruksi bangunan Rumah Bolon Simalungun mengandalkan konstruksi tiang, yaitu terdiri dari tiang-tiang utama dan tiang-tiang pembantu.

Keseluruhan tiang pada bagian rumah Bolon ini berjumlah 20 buah. Tiang kolom ini merupakan elemen struktur yang menjadi media penyalur beban sampai pada lapisan tanah dasar.

3. Galang / Balok Lantai

Galang atau balok lantai menggunakan kayu bulat kuat dan keras yang bediameter 40 – 50 cm. Jumlah sisi galang kayu tidak sama disesuaikan dengan besar kayu pada umumnya. Galang pertama atau galang paling bawah bangunan dipasang di atas pondasi batu dan tiang penyangga, dengan dibuat coakan pada bagian atas tiang penyannga sebagai tempat dudukan galang.

Kemudian galang kedua ditempatkan di atas galang pertama. Pada saat menempatkan galang ini diperhatikan pangkal dari kayu harus menghadap ketimur dan ujungnya menghadap kebarat. Di atas galang kedua juga terdapat galang kecil dan balok sebagai penyangga susunan latai bangunan. Galang kecil ini disusun dengan sistem ikat dan dikunci dengan purus dan lubang.

Gambar 4.7. Galang atau Balok Lantai Rumah Bolon Simalungun

(35)

4. Dinding

Dinding pada Rumah Bolon Simalungun dibuat dengan pemasangan posisi miring dan tidak langsung terikat pada bagian struktur tiang pada bagian bangunan depan. Pada sisi depan bangunan dinding berbahan kayu papan dengan ketebalan 4 - 5 cm yang disusun sejajar, dan pada bagian bangunan utama dinding berbahan bambu tebal 0,5 cm yang disusun sejajar secara vertikal dengan sistem terikat pada bagian struktur tiang lapisan dinding.

Gambar 4.8. Dinding Rumah Bolon Simalungun

Material dinding rumah Bolon berupa papan kayu lembaran, dan anyaman bambu seperti pada bangunan trdisional jawa yang dikenal dengan sebutan

“gedeg” yang diikat pada setiap tiang atau kolom menggunakan tali ijuk, dan dihiasi dengan motif, sedang sisi depan dinding menggunakan material papan. Struktur bagian tengah pada bangunan ini secara keseluruhan merupakan struktur bangunan tertutup, semua sisi dilindungi dan tertutup oleh dinding dari anyaan bambu tersebut hal ini sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan yangdigunakan sebagai ruang.

Gambar 4.9. Struktur dan Konstruksi Dinding Rumah Bolon Simalungun

Struktur dinding pada Rumah Bolon Simalungun dibuat dengan sistem ikatan yang menggukan sistem pasak. Dinding tersambung dengan balok memanjang yang dikunci menggunakan sistem sambungan pasak.

(36)

5. Lantai Rumah

Lantai Rumah Adat Batak Simalungun terbuat dari bilahan-bilahan papan yang cukup tebal dan kuat. Dipasang di atas galang sejajar dengan lebar bangunan. Disusun dengan rapih tanpa menggunakan paku atau perekat lainnya. Lantai pada bangunan Rumah Bolon Simalungun ini terbuat dari bahan kayu dengan tebal sekitar 3 - 4 cm.

Gambar 4.10. Lantai Rumah Bolon Simalungun

Gambar 4.11. Struktur Lantai kayu Rumah Bolon Simalungun

Terbuat dari bilahan-bilahan papan yang cukup tebal dan kuat dengan ketebalan 4 x 25 cm. Disusun dengan rapi tanpa menggunakan paku atau perekat lainnya. dipisah dengan lorong pada ruang utama dengan elevasi lorong lebih rendah 50 – 60 cm, lantai lorong mengunakan material sejenis kayu palem ( pinang/ kelapa ). Pada bagian rangka lantai yang berfungsi sebagai penahan beban papan lantai yang berupa balok galang kecil yang mempunyai profil bulat seperti Balok galang utama namun dengan dimensi yang kecil. Balok galang kecil ini ditata sejajar dengan sistem ikatan dan sambungan purus dan lubang.

(37)

Gambar 4.12. Sistem Sambungan pengikat balok galang kecil penyangga Lantai 6. Tangga

Tangga pada Rumah Bolon Simalungun terbuat dari kayu yang jaman dahulu dikatakan andar rassang untuk raja. Tangga berada pada pintu depan bangunan dan sebagai tangga satu-satunya untuk masuk kedalam rumah Bolon. Memiliki lebar Tangga 1,3 m dengan ketebalan balok penyangga tangga 4 cm dan anak tangga berukuran 4 x 25 cm.

Gambar 4.13. Tangga Rumah Bolon Simalungun

Tangga rumah Bolon Siamalungun memiliki pegangan tangan yang terbuat dari rotan, yang digantungkan di tengah-tengah tangga. Pembuatan pegangan tangga ini memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Simalungun, dimana pada saat memasuki rumah ataupun keluar dari rumah. Tangan kananlah yang memegang rotan, baik itu saat menaiki anak tangga maupun menuruni anak tangga.

(38)

7. Atap Rumah

Atap Rumah Bolon Simalungun biasa disebut Tayub berbentuk dasar pelana pada bagian depan bentuk atap ini mirip seperti atap rumah adat karo, dan berbentuk perisai pada bagian belakang. pada ujung atap bagian belakang seperti tutup keong, sedangkan bagian depannya terdapat hiasan kepala kerbau.

Gambar 4.14. Bentuk dan Struktur Atap Rumah Bolon Simalungun Struktur atap terdiri dari rangka atap, dengan sistem konstruksi kuda-kuda dan lapisan ijuk. Sistem sambungan dan konek antara komponen tersebut menggunakan beberapa sistem ikatan, sistem sambungan lubang dan purus digunakan sebagai sistem koneksi pada bagian konstruksi kuda-kuda. Ikatan tersebut diperkuat dengan sistem ikatan tali, hal tersebut juga di gunakan dalam sistem ikatan pada bagian rangka atap antara kuda-kuda dengan balok melintang yang berfungsi sebagai gording. pada bagian usuk yang menopang lapisan ijuk juga menggunakan ikatan dengan tali. Penutup atap terbuat dari ijuk dan rumbia yang disusun dengan teknik tradisional agar terlihat rapi.

(39)

4.2. Rumah Bolon Toba

Rumah Bolon Toba sering disebut juga sebagai ruma atau Jabu Bolon. Ruma atau jabu, kaya dengan simbolisasi dan berfungsi sebagai pusat mistis dari sebuah klan atau keluarga dan merupakan simbol utama dari identitas suku (Fitri, 2004).

Gambar 4.16. Rumah Bolon Toba Huta Bolon Simanindo

Museum Huta Bolon Simanido sebagai salah satu cagar budaya peninggalan arsitektur, struktur, budaya, bahkan bentuk tatanan susunan bagunan huta atau perkampungan ini sudah berumur lebih dari 50 tahun. Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran mengenai kearifan lokal yang dimiliki konstruksi Rumah Bolon Toba juga terlihat dari kejadian yang terbakarnya Rumah Bolon Toba sebelumnya.

4.2.1. Lokasi Rumah Bolon Toba

Museum Huta Bolon Simanido terletak di kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Lokasinya sekitar 200 meter dari

pelabuhan Simanindo.

Gambar 4.17. Lokasi Rumah Bolon Toba SUMATERA

UTARA

KABUPATEN SAMOSIR KECAMATAN SIMANINDO

(40)

4.2.2 Bentuk Fisik Rumah Bolon Toba

Rumah Bolon Toba yang disebut Jabu Bolon, berbentuk persegi dan kadang- kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Ketinggian lantai rumah kurang lebih 1,75 meter di atas tanah. Elemen pembentuk Ruma Bolon Toba dibagi atas tiga bagian secara vertical. Tarup/tayub, yakni bagian atapsebagai pelindung bangunan, dibagian atas juga terdapat ruang sebagai gudang serta tempat parmusik bermain musik untuk mengiringi tor-tor di halaman depan.

Bagian tengah sebagai tempat tinggal, dimana aktivitas utama rumah sebagai tempat beristirahat terjadi disini. Dan terakhir Bara, bagian bawah yang difungsikan sebagai gudang, biasanya digunakan untuk menyimpan kayu bakar sertasebagai kandang untuk hewan ternak.

Gambar 4.18. Bentuk fisik Rumah Bolon Toba

Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah bagian depan rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi.

Adapun bentuk denah dan pembagian ruang dari pada bangunan Rumah Bolon Toba adalah sebagai berikut:

Gambar 4.19. Denah skematik Rumah Bolon Toba

(41)

Gambar 4.20. Potongan Struktur Rumah Bolon Toba Keterangan skema gambar :

1) Jambur (tempat menyimpan barang)

2) Jabu Sohal (tempat tinggal laki-laki tertua yang telah menikah) 3) Jabu ni tonga-tonga jabu soding (Ruang Tengah)

4) Jabu Soding (Ruang tidur perempuan yang telah menikah) 5) Jabu tampar piring (ruang tidur tamu)

6) Jabu Bona (ruang keluarga raja, istri dan anak-anak belum menikah) 7) Tangga

8) Kamar mandi

9) Telaga (daerah netral) 10) Jendela

11) Dapur

(42)

4.2.3. Struktur dan Konstruksi Rumah Bolon Toba

1. Pondasi

Pondasi rumah Batak Toba menggunakan pondasi umpak, menggunakan batu kali atau batu cadas yang difungsikan sebagai tumpuan tiang kayu yang berdiri di atasnya sebagai penyangga bangunan. Peran umpak dan kolom/tiang utama ini merupakan salah satu komponen yang berada di bagian kaki yang sangat penting menjaga kestabilan sebuah rumah itu berdiri.

Gambar 4.21. Pondasi Rumah Bolon Toba 2. Tiang Rumah

Tiang atau kolom Rumah Bolon Toba dibuat dari gelondongan kayu keras, kayu yang digunakan adalah kayu poki, dibuat dengan sistem kunci antar kayu dengan pasak. Jarak antar tiang yaitu 90-100 cm. berdiri di atas batu pondasi dengan struktur yang fleksibel sehingga tahan terhadap gempa..

Gambar 4.22. Tiang Rumah Bolon Toba

(43)

Gambar 4.23. Struktur tiang Rumah Bolon Toba

Bentuknya bulat dengan ukuran diameter sekitar 30 – 50 cm. Tiang-tiang hanya pada sisi-sisinya saja sehingga membuat ruang kosong di tengah.

Ruang kosong tersebut digunakan sebagai tempat hewan ternak.

3. Galang / Balok Lantai

Galang atau balok lantai Rumah Bolon Toba terbuat dari kayu balok berbentuk persegi yang kuat dan keras. Galang dipasang di atas tiang pondasi kayu, pada tiang pondasi dibuat coakan sebagai dudukan galang yang menipang lantai bangunan. Ukuran galang atau balok lantai pada bangunan Rumah Bolon Toba berkisar 10 x 20 cm dengan panjang mengikuti panjang bangunan.

Gambar 4.24. Galang/ Balok Lantai Rumah Bolon Toba

(44)

4. Dinding

Dinding pada rumah batak toba dibuat sedikit miring, agar angin mudah masuk. Dinding memiliki ketebalan 4 – 5 cm pada setiap sisi bangunan Rumah Bolon Toba tidak tegak lurus mengikuti bentuk tiang atau kolom, posisinya miring dan disambungkan antar dinding dengan pasak dan pen dengan sistem bersilang diikat dengan tali yang berbahan ijuk yang disebut tali ret ret.Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang mempunyai 2 kepala saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2 kepala saling bertolak belakang melambangkan semua penghuni.

Gambar 4.25. Dinding Rumah Bolon Tobaa

Gambar 4.26. Struktur dan konstruksi Dinding Rumah Bolon Toba

(45)

5. Tangga

Tangga pada Rumah Bolon memiliki anak tangga yang berjumlah ganjil, biasanya berjumlah 5-7anak tangga. Hal ini berdasarkan pada kepercayaan suku Batak toba bahwa angka ganjil adalah angka keberuntungan. Tangga terbuat dari kayu sibagure. Berada di tengah-tengah bagian depan badan rumah, untuk akses masuk atau keluar rumah melaui pintu yang berada di balik dinding harus menunduk.

Gambar 4.27. Tangga Rumah Bolon Toba

6. Lantai

Lantai menggunakan bilahan papan kayu keras yang berukuran 6 x 45 cm, serta panjang menyesuaikan lebar bangunan Rumah Bolon Toba yang disusun sejajar dengan rapi. Penggunaan lantai kayu ini dapat memberikan rasa hangat pada saat malam hari ketika suhu terasa dingin atau disaat musim hujan.

Gambar 4.28. Lantai Rumah Bolon Toba

(46)

7. Atap Rumah

Atap Rumah Bolon Toba berbentuk perisai, ide dasar bentuk atap ini adalah dari punggung kerbau, bagian atas bentuknya yang melengkung menambah nilai ke-aerodinamisannya dalam melawan angin danau yang kencang.

Konstruksi atap terdiri dari kuda-kuda, rangka atap, dan penutup atap.

Penutup atap menggunakan material ijuk, yang bahannya mudah didapat didaerah setempat.

Gambar 4.29. Atap Rumah Bolon Toba

Gambar 4.30. Struktur atap rumah adat Toba

Dalam pembuatan rangka atap menggunakan sistem ikat menggunakan tali berbahan ijuk. dari ijuk, pertama-tama melakukan pemisahan antara ijuk-ijuk kecil dan ijuk besar. Ijuk kemudian dibelah menjadi dua. Setelah di potong kemudian digulung. Gulungan ijuk ini lah di pasang pada bagian bagian bangunan atap lainya.

(47)

Tabel 4.1. Tabel Pebandingan Struktur dan Konstruksi Rumah Adat Simalungun dan Rumah Adat Toba No Variabel Sub-

Variabel Rumah Adat Simalungun Rumah Adat Toba Perbandingan

1 Struktur

Pondasi

Pondasi yang digunakan adalah jenis umpak yang terbuat dari batu gunung, kayu keras, pakis besar (batang tanggiang), pada bagian depan bangunan pondasi yang digunakan jenis umpak batu gunung berbentuk trapesium 45 x 45 cm dan tabung diameter 45 cm, pondasi menopang Galang utama yang menopang tiang dan kolom.

Menggunakan pondasi umpak batu yang diambil dari sungai yang kuat dan keras disebut ”batu peo‟, menopang tiang kolom, pondasi berbentuk tabung berukuran diameter 35 - 40 cm.

Menggunakan jenis pondasi yang sama, yaitu pondasi umpak batu.

bentuk dan ukuran berbeda. Rumah Bolon Simalungun pondasi yang digunakan gunung berbentuk trapesium 45 x 45 cm dan tabung diameter 45 cm. pondasi Rumah Bolon Toba berbentuk tabung berukuran diameter 35 - 40 cm.

(48)

Tiang / kolom

Terdapat 2 tiang yakni tiang pendukung, dan tiang penyanggah.

Tiang pendukung di topang dengan galang/ balok lantai dengan ukuran 15 – 20 cm dan tiang penyanggah sebagai penopang galang yang berdiameter 60 – 70 cm dengan ketinggian 2 m.

Bentuk tiang bulat dengan diameter sekitar 30 – 40 cm. Tiang-tiang diikat dengan sistem pasak dan pen yang panjangnya sama dengan sisi bangunan.

Tiang/kolom memiliki bentuk yang sama berbentuk bulat. Namun ukuran berbeda berbeda, tiang pada Rumah Bolon Toba berdiameter 35 – 40 cm, sedangkan tiang pada Rumah Bolon Simalungun berdiameter 60 - 70 cm. tiang pada Rumah Bolon Toba ditopang oleh pondasi, tiang pada Rumah Bolon Simalungun tiang ditopang oleh galang atau balok lantai.

(49)

Galang / Balok Lantai

Menggunakan kayu bulat kuat dan keras yang ukuran diameter 40 - 45 cm.

Memiliki kuran balok lantai 10 x 20 cm dengan panjang mengikuti panjang bangunan.

Memiliki bentuk yang berbeda, Rumah Bolon Simalungun

menggunakan galang berbentuk bulat dengan ukuran besar, sedangkan Rumah Bolon Toba menggunakan

galang/balok lantai berbentuk persegi berukuran lebih kecil.

Dinding

Pada sisi depan bangunan dinding berbahan kayu papan dengan ketebalan 3 - 4 cm yang disusun sejajar secara vertikal dengan ketinggian 2 m, dan pada bagian bangunan utama dinding berbahan bambu tebal 0,5 cm dengan ketinggian 2 m.

Dinding memiliki ketebalan 4 – 5 cm pada setiap sisi bangunan Rumah Bolon Toba tidak tegak lurus mengikuti bentuk tiang atau kolom, posisinya miring dan disambungkan antar dinding dengan pasak dan pen dengan sistem bersilang diikat dengan tali yang berbahan rotan atau ijuk yang disebut tali ret ret.

Struktur dinding berbeda,

Rumah Bolon

Simalungun disusun secara vertikal sejajar dengan tiang kolom dengan sistem ikat menggunakan tali ijuk, sedangkan dinding Rumah Bolon Toba disusun dengan posisi miring menggunakan sistem persambungan pasak dan pen.

(50)

Tangga

Tangga pada Rumah Bolon Simalungun terbuat dari kayu jaman dahulu disebut andar rassang. Terdapat pegangan tangan yang terbuat dari rotan, yang digantungkan di tengah- tengah tangga. Ketinggian tangga 175 – 200 cm. Lebar tangga 1,3 m dengan ketebalan balok penyangga tangga 4 cm dan anak tangga berukuran 4 x 25 cm.

Tangga pada Rumah Bolon Toba memiliki ketinggian 150 – 175 cm anak tangga yang berjumlah ganjil, biasanya berjumlah 5 - 7 anak tangga, material yang digunakan ialah kayu sibagure. Lebar tangga 1 m dengan ketebalan balok penyangga tangga 8 cm dan anak tangga berukuran 4 x 20 cm.

Sistem struktur dan konstruksinya sama yakni sistem pasak /pen namun ukuran dan ketinggiannya berbeda, Rumah Bolon Toba memiliki ketinggian 150 – 175 cm, sedangkan

Rumah Bolon

Simalungun

ketinggiannya 175 – 200 cm jumlah anak tangga yang digunakan sama sama berjumlah ganjil.

Lantai

Terbuat dari bilahan-bilahan papan yang cukup tebal dan kuat dengan ketebalan 4 x 25 cm. Disususn dengan rapi tanpa menggunakan paku atau perekat lainnya. dipisah dengan lorong pada ruang utama dengan elevasi lorong lebih rendah 50 – 60 cm, lantai lorong utama mengunakan material

Lantai menggunakan bilahan papan kayu keras yang berukuran tebal 5 x 30 cm, serta panjang menyesuaikan lebar bangunan Rumah Bolon Toba yang disusun sejajar dengan rapi.

Peletakan lantainya sama dengan sistem tersusun dan sejajar di atas galang/balok lantai tanpa paku. Sistem struktur penyangga lantai pada

Rumah Bolon

Simalungun terdapat banyak lapisan, sedang Rumah Bolon Toba hanya ditopang oleh balok lantai

(51)

Atap rumah

Berbentuk dasar pelana pada atap bagian depan bentuk atap ini mirip seperti atap rumah adat karo, dan berbentuk perisai pada bagian belakang. Memiliki ketinggian atap 6 - 7 m.

Atap Rumah Bolon Toba berbentuk perisai, dasar bentuk atap ini adalah dari punggung kerbau, ketinggian atap 4 - 5 m.

Menggunakan konsep bentuk atap yang sama yakni dengan bentuk perisai dengan filosopi tantuk kerbau, struktur rangka atap sama, berbeda pada struktur kuda-kuda. Atap Rumah Bolon Simalungun Lebih Tinggi dibandingkan dengan atap Rumah Bolon Toba.

3 Konstruksi

Pondasi

Pondasi menopang Galang utama yang menopang tiang dan kolom, galang diletakkan pada coakan pondasi sebagai dudukan dan kuncian. Pondasi menggunakan material batu gunung.

Pondasi menopang tiang dan kolom, diletakkan pada coakan pondasi sebagai dudukan dan kuncian.

Material pondasi ini menggunakan batu sungai.

konstruksinya berbeda, pada Rumah Bolon Simalungun pondasi menyanggah galang dan galang menopang tiang, sedangkan Rumah Bolon Toba pondasinya langsung menopang tiang/kolom. Penggunaan material yang digunakan sama.

(52)

Tiang / kolom

Konstruksi tiang terdiri dari tiang- tiang penyanggah dan tiang-tiang pendukung, tiang pendukung diletakkan pada pangkal atau ujung galang yang diberi lubang, pada bagian bawah tiang pendukung dibuat pasi atau biasa disebut pen sebagai pengunci galang yang dibentuk bersisi supaya lebih rapi. tiang penyanggah ditanam dengan kedalaman 60 cm dan dilapisi dengan ijuk dengan ketebalan 30 cm. Pada sisi tiang penyangga terdapat pelindung tiang

Tiang-tiang bangunan dipasang di atas setiap Pondasi umpak. Tiang- tiang satu dan lainnya saling dihubungkan dengan balok balok kayu/pen dengan membuat lubang pasak disetiap tiang/kolom yang dipasang dibagian bawah tiang yang juga untuk menumpu balok lantainya

Konstruksi tiangnya berbeda, tiang pada

Rumah Bolon

Simalungun diletak dan ditopang oleh galang, sedangkan pada Rumah Bolon Toba tiang langsung ditopang oleh pondasi. Ukuran tiang berbeda.

(53)

Dinding

Pada bagian belakang rumah dinding menggunakan material bambu yang dianyam dan diikat pada setiap tiang atau kolom menggunakan tali ijuk, dan dihiasi dengan motif, sedang sisi depan dinding menggunakan material papan yang disusun sejajar secara vertikal.

Dinding dibuat miring, agar angin

mudah masuk. Dinding

disambungkan antar dinding dengan pasak dan pen dengan sistem bersilang untuk saling mengunci.

Kemudian ditahan dengan tali-tali pengikat dinding yang miring disebut tali ret-ret.

Konstruksi dinding bebeda, dinding rumah bolon dibuat tegak lurus mengikuti tiang kolom, sedangkan dinding rumah bolon dibuat miring dengan sistem kait pasak papan dinding antar sisi

Tangga

Dibuat dengan menyesuaikan ketinggian lantai bangunan, memiliki jumlah anak tangga ganjil, balok/papan pijakan tangga disusun di atas tiga balok penyangga dengan sudut 45 – 60 derejat. Menggunakan material kayu dengan sitem kuncian pasak pada setiap anak tangga.

Dibuat dengan sitem kuncian pasak pada setiap anak tangga. berada di bawah pintu masuk bangunan yang dibuat sejajar dengan lantai, ketinggian tangga dibuat dengan menyesuaikan lantai bangunan, memiliki jumlah anak tangga ganjil, kemiringan tangga 45 – 50 derejat.

Keduanya sama sama menggunakan Tangga berbahan kayu keras dan kokoh. Jumlah anak tangganya berbeda,

Rumah Bolon

Simalungun terdapat 9 anak tangga, Rumah Bolon Toba memiliki 5 anak tangga.

(54)

Lantai

Lantai terbagi dua dipisah dengan koridor dengan elevasi yang lebih rendah dari lantai, lantai disusun sejajar di atas galang atau balok lantai, menggunakan material kayu keras dan tebal, pada koridor menggunakan material kayu paleman ( pinang/

kelapa).

Lantai disusun sejajar di atas balok lantai, Lantai menggunakan material kayu keras dan tebal berukuran 6 x 45 cm .

Memiliki kesamaan dalam penggunaan material yaitu dari papan kayu persegi yang keras dan tebal. Pola peletakan sama dibuat dengan sistem tersusun dan diletakan sejajar di atas

galang tanpa

menggunakan paku.

Atap rumah

Konstruksi atap terdiri dari kuda- kuda, rangka atap, dan penutup atap Material penutup atap terbuat dari ijuk yang disusun dengan teknik tradisional. Pemasangan ijuk dipilah- pilah terlebih dahulu.

Menggunakan bahan ijuk sebagai penutup atap. Konstruksi atap terdiri dari kuda-kuda, rangka atap, dan penutup atap

Atap sama - sama menggunakan ijuk, peletakan dan pola pengerjaannya juga sama, terdapat atap pelana pada bagian depan

rumah bolon

simalunggun, sedang pada Rumah Bolon Toba tidak ada.

(55)

4.3 Perbandingan Struktur dan Konstruksi

Rumah Bolon Simalungun memiliki perbedaan dan persamaan dengan Rumah Bolon Toba. Pembangunan rumah adat tradisional berdasarkan prinsip hidup masing-masing daerah. Kedua bangunan tersebut merupakan Rumah tradisional peningggalan Raja Batak Simalungun dan Raja Batak Toba .

Struktur dan Konstruksi pada bangunan Rumah Bolon Simalungun, memiliki persamaan dan perbedaan dengan Rumah Bolon Toba, antara lain :

Denah

Denah Rumah Bolon Simalungun memiliki bentuk denah lebih luas yang berukuran ± 9,6 x 31,6 m² , dibanding Rumah Bolon Toba yang berukuran ± 10 x 6,5 m². Dilihat dari jumlah penghuni dan pembagian ruangnya, rumah bolon simalungun memiliki 14 pembagian ruang, sedang Rumah Bolon Toba hanya memiliki 11 pembagian ruang.

Pondasi

Menggunakan jenis pondasi yang sama, yaitu pondasi umpak batu. Namun bentuk dan ukuran berbeda. konstruksinya berbeda, pada Rumah Bolon Simalungun pondasi menyanggah galang dan galang menopang tiang, sedangkan Rumah Bolon Toba pondasinya langsung menopang tiang/kolom.

Penggunaan material yang digunakan sama.

Tiang Rumah

Tiang/kolom memiliki bentuk yang sama berbentuk bulat. Namun ukuran berbeda, tiang pada Rumah Bolon Toba berdiameter 35 – 40 cm, sedangkan tiang pada Rumah Bolon Simalungun berdiameter 60 - 70 cm. tiang pada Rumah Bolon Toba ditopang oleh pondasi, tiang pada Rumah Bolon Simalungun tiang ditopang oleh galang atau balok lantai. Konstruksi tiangnya berbeda, tiang pada Rumah Bolon Simalungun diletak dan ditopang oleh galang, sedangkan pada Rumah Bolon Toba tiang langsung ditopang oleh pondasi.

(56)

Galang/ Balok Lantai

Memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda, Rumah Bolon Simalungun menggunakan galang berbentuk bulat dengan ukuran besar dengan diameter 40 - 45 cm, sedangkan Rumah Bolon Toba menggunakan galang/balok lantai berbentuk persegi berukuran lebih kecil.

Tangga

Keduanya sama-sama menggunakan material kayu dengan sitem kuncian pasak pada setiap anak tangga. Posisi tangga sama berada pada sisi tengah bagian depan bangunan, Peletakan berbeda, tangga Rumah Bolon Simalungun berada pada depan pintu masuk, sedangkan tangga Rumah Bolon Toba berada tepat di bawah pintu masuk yang sejajar dengan lantai bangunan.

Ukuran dan jumlah anak tangga berbeda, Tangga pada Rumah Bolon Simalungun memiliki 9 anak tangga dengan lebar tangga 1,3 m, ketebalan balok penyangga tangga 4 cm dan anak tangga berukuran 4 x 25 cm. Rumah Bolon Toba terdapat 5 anak tangga dengan lebar tangga 1 m, ketebalan balok penyangga tangga 8 cm dan anak tangga berukuran 4 x 20 cm

Lantai

Memiliki kesamaan dalam penggunaan material yaitu dari papan kayu persegi yang keras dan tebal. Pola peletakan sama dibuat dengan sistem tersusun dan diletakan sejajar di atas galang tanpa menggunakan paku.

Dinding

Struktur dinding berbeda, Rumah Bolon Simalungun disusun secara vertikal sejajar dengan tiang kolom dengan sistem ikat menggunakan tali ijuk, sedangkan dinding Rumah Bolon Toba disusun dengan posisi miring menggunakan sistem persambungan pasak dan pen.

Gambar

Tabel 3.1. Variabel Penelitian  No  Variabel  Sub-Variabel  1.  Struktur  Pondasi  Tiang / kolom     Galang/Balok Lantai  Dinding  Tangga  Lantai  Atap   2
Gambar 3.1. Kerangka Penelitian PENDAHULUAN
Gambar 4.1. Rumah Bolon Simalungun
Gambar 4.2. Lokasi Rumah Bolon Simalungun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kertas karya ini, penulis mencoba mengemukakan beberapa bagian dari adat yaitu pakaian adat dan rumah adat Batak Toba yang menjadi ciri khas suku Batak Toba yaitu Ulos

Sejauh mana nilai-nilai pedagogis dan nilai estetis yang terkandung pada makna simbol ornamen rumah adat Batak Toba tersebut mampu memberikan konstribusi

Laporan Penelitian Nilai Estetis Dan Makna Simbolis Yang Terkandung Dalam Motif Ornamen Tradisional Bangunan Rumah Adat Batak Toba, Medan, IKIP. Setiadi, Nugroho J.2003,

(Bentuk budaya Suku Batak Toba dan Batak Simalungun yakni memberikan Ulos kepada pengantin yang disebut dengan Titim Marangkup ).. (Peta Kabupaten Simalungun

PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA.. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat

Bagaimana Penekanan terhadap citra penampilan Convention hall dengan penekanan konsep rumah adat simalungun yaitu rumah adat Simalungun Pinar mussuh. Bagaimana konsep filosofi

Jadi, Makna Simbolik Ornamen Gorga Budaya Batak Toba merupakan arti mengenai lambang pada bentuk visual ornamen Gorga Batak Toba yang diaplikasikan pada rumah adat Batak Toba

Penelitian ini mengetengahkan analisis hasil Lokakarya Musik Liturgi sebagai proses Inkulturasi Musik Gereja di Batak Toba dan Simalungun dalam suatu kajian pustaka pada tahun 1986