• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah Adat Batak Toba Dalam Merespon Iklim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rumah Adat Batak Toba Dalam Merespon Iklim"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

RUMAH ADAT BATAK TOBA DALAM MERESPON

IKLIM TROPIS LEMBAB

ULLYA ERSYA,TARMI ANISA,ADE CHANDRA Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Abstrak

Iklim merupakan salah satu aspek penting dalam perancangan arsitektur,termasuk didalamnya rumah tinggal. Iklim akan berpengaruh langsung pada kenyamanan bertempat tinggal bagi penghuninya. Seperti iklim yang akan berpengaruh adalah panas akibat sinar matahari,kelembaban udara, pergerakan udara, serta hujan. Dengan demikian rancangan bangunan pada daerah tropis lembab akan mengacu pada upaya bagaimana mengurangi panas dalam ruangan,mengatur penerangan ruangan , mengatur ventilasi agar pergerakan udara optimal tercapai serta mengatur aliran air hujan.

Rumah tradisional Batak Toba merupakan rumah adat khas masyarakat batak. Bentuk rumah hampir sama dengan rumah jawa ,jika di jawa rumah gaya panggung sengaja di buat untuk menghindari serangan binatang buas , rumah adat batak justru di buat panggung agar memiliki kolong rumah,yang kemudian di gunakan sebagai kandang bagi hewan peliharaan mereka. Konstruksi bangunan terutama adalah kayu dan kaya akan ornamen.

Sebagai rumah adat, bentuk dan tata ruang Batak Toba di pengaruhi oleh budaya masyarakat setempat. Pengetahuan arsitektur masyarakat ini telah teruji dan mentradisi dari generasi ke generasi . Tulisan ini mencoba mambahas bagaimana respon rumah adat tradisional batak toba yaitu rumah bolon terhadap ikllim disekitarnya, yang dimana rumah ini terletak di daerah-daerah beriklim tropis lembab. Dengan menganalisis struktur, kontruksi , juga konsep konsep yang diterapkan pada bangunan juga penjelasan apa itu iklim tropis yang akan menjadi titik tolak dalam pembahasan kali ini.

Kata kunci : kearifan local, iklim tropis lembab, rumah batak toba, rumah bolon, arsiterktur tropis,

1. PENDAHULUAN

Sejalan dengan kemajuan jaman, rumah-rumah tradisional mengalami desakan modernisasi yang sangat kuat sehingga keberadaannya menjadi semakin langka, padahal referensi tentang keaneka ragaman budaya bangunan ini belum banyak tersedia. Kalau tidak dipelajari, dapat diperkirakan bahwa suatu saat kelak anak cucu kita tidak dapat mengenali dan berbangga hati atas budaya yang pernah dimilikinya. Ironisnya lagi, referensi tentang rumah-rumah tradisional Nusantara malah dibuat oleh bangsa asing. Buku yang berjudul “The Tradisional Architecture of Indonesia”, buah karya Barry Dawson dan John Gillow, terbit tahun 1994 merupakan bukti tentang hal ini, walaupun kurang lengkap karena masih merupakan garis besar dan tidak mencakup semua bangunan tradisional yang kita miliki.

Sebagai bangunan pribadi rumah harus dilengkapi dengan studi tentang keinginan penghuninya agar selaras dengan keinginan tersebut dan dapat melindungi penghuninya dari pengaruh cuaca dan bahaya lain yang ada (Kureja, 1978). Hal ini sesuai dengan pendapat Amos Rapoport (1969), yang mengatakan bahwa sebagai tempat berlindung, rumah sangat diperlukan manusia karena merupakan faktor utama dalam usahanya untuk tetap bertahan melawan musuh, iklim, hewan buas dsb. Cara-cara untuk beradaptasi dengan kondisi iklim maupun lingkungan merupakan buah hasil kearifan lokal daripada masyarakat itu sendiri. Iklim adalah faktor fisik penting yang menunjang kenyamanan dan kondisinya memperngaruhi kenyamanan penghuni berada di dalam bangunan tersebut

▸ Baca selengkapnya: pembagian jambar adat batak

(2)

Kondisi geografis kawasan juga memiliki pengaruh terhadap bentuk rumah tradisional yang meliputi aspek arsitektur, konstruksi, bahan bangunan dan filosofi. Sumatera Utara yang sebagian besar merupakan wilayah lahan basah (wetland) di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Walaupun beberapa tipe rumah tradisional Batak Toba memiliki bentuk rumah panggung, tetapi masing-masing tipe rumah panggung memiliki perbedaan sistem struktur yang adaptif terhadap lingkungan di sekitarnya. Demikian juga dengan Rumah Batak Toba yaitu rumah bolon yang bertempat di wilayah di daerah pinggiran danau dan dibatasi oleh pegunungan juga perbukitan.

2. DESKRIPSI OBJECK KAJIAN A. KONSEP RUMAH BATAK TOBA Arsitektur Tradisional Batak Toba

Ruma tradisional Batak Toba Sumber: http://www.hlc.unimelb.edu.au_dalli_Indonesian_stories Suku bangsa Batak terbagi atas 6 anak suku, yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Setiap suku memiliki seni arsitektur yang menarik.

Rumah Adat Batak Toba yaitu Rumah Bolon (Rumah Gorga atau Jabu Si Baganding Tua). Biasanya Rumah terdiri atas Rumah dan juga sopo (lumbung padi) yang berada di depan rumah. Rumah dan sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta.Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga), disebut Rumah Gorga Sarimunggu atau Jabu Batara Guru. Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang. Rumah berukuran besar, disebut Rumah Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut Jabu Parbale-balean. Pada rumah Adat Batak juga terdapat banyak ukiran yang disebut gorga. Warna- warna yang dipilih adalah merah, hitam dan putih, yang maksudnya adalah warna dari alam yang mengacu pada flora dan fauna.

(3)

B. FILOSOFI RUMAH BATAK TOBA

Rumah adat Batak Toba Sumber: http://artasia.www2.50megs.com Rumah adat bagi orang Batak didirikan bukan hanya sekedar tempat bemaung dan berteduh dari hujan dan panas terik matahari semata tetapi sebenanya sarat dengan nilai filosofi yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman hidup.

Beragam pengertian dan nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam rumah adat tradisionil yang mestinya dapat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup dalam tatanan kehidupan sehari-hari, dalam rangka pergaulan antar individu.

Makna dan Simbolisme

Pola penataan desa atau lumban/ huta terdiri dari beberapa ruma dan sopo. Perletakan ruma dan sopo tersebut saling berhadapan dan mengacu pada poros utara selatan. Sopo merupakan lumbung, sebagi tempat penyimpanan makanan. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa masyarakat Batak selalu menghargai kehidupan, karena padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka. Penafsiran Pola penataan lumban yang terlindungi dengan pagar yang kokoh, dengan dua gerbang yang mengarah utara-selatan, menunjukkan bahwa masyarakat Batak, memiliki persaingan dalam kehidupan kesehariannya.

Sebelum mendirikan bangunan diadakan upacara mangunsong bunti, yaitu upacara memohon kepada Tri-tunggal Dewa (Mula Jadi Nabolon, Silaon Nabolon, dan Mengalabulan). Peserta upacara melipud Datu Ari (dukum), Raja Perhata (ahli hukum adat), Raja Huta (kepala desa) dan Dalihan Natolu (raja ni hula-hula, dongan tubu danboru). Waktu mendirikan bangunan diadakan upacara paraik tiang dan paraik urur (memasang tiang dan urur). Setelah bangunan selesai diadakan 2 upacara, yakni: mangompoi jabu (memasuki rumah baru) dan pamestahon jabu (pesta perhelatan rumah baru).

Ragam hias pada beranda Roma Bolon Raja Simanindo Sumber: Soeroto (2003: 106)

Beranda Ruma Bolon Raja Simanindo merupakan tempat raja menyampaikan perintah atau menyaksikan pagelaran seni dan upacara adat Ragam hias (gorga) pada bangunan Batak Toba hanya mengenal 3 warna, yaitu merah, putih dan hitam yang dibuat dari bahan alam. Setiap hiasan dan

(4)

ukiran mengandung makna yang melambangkan kepercayaan bersifat magis religius. Pemasangan ragam hias juga harus mengikuti aturan adat yang berlaku. Bentuk dan corak ragam hiasnya banyak mengambil bentuk dari alam semesta, flora, dan fauna. Hiasan dari alam, di antaranya at matani ari (matahari) dan desa ni ualu (8 mata angin). Hiasan berasal dari flora, antara lain simeol-eol, sitompi, sitangan, iran-iran, hariara sudung ni langit. Sedang hiasan berasal dari fauna, yaitu hoda-hoda (kuda), boraspati (cecak besar), sijonggi, dan gajah dompak. Ada juga hiasan geometris, seperti silintong (garis-garis) dan ipon-ipon.

Detail ukiran pada balok utama, papan lis atap dan papan beranda Sumber: TMII (Ucu Siti Nurmala : 2012)

Makna dan Simbolisme Pada hiasan runmah tradisional Batak Toba, merupakan desain bentuk dari binatang dan tumbuhan. Pewarnaan yang digunakanpun hanya menggunakan tiga warna, yaitu hitam, merah dan putih. Hal ini merupakan warna dsar yang dapat ditemukan dari alam. Selain bentuk tumbuhan dan binatang, terdapat juga hiasan geometris, baik garus lurus maupun lengkung. Adapun bentukan garis lengkung merupakan hiasan yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi, karena hal tersebut dapat ditemukan pula pada arsitektur kalimantan dan sulawesi. Selain bentuk ruma secara individu, keberadaan tempat upacara juga merupakan salah satu pelengkap bagi keberadaan lumban. Hal ini merupakan salah satu bangunan yang memiliki nilai yang tidak kalah pentingnya dengan keberadaan ruma dan sopo sebagai inti dari keberadaan lumban.

C. TYPE & BENTUK RUMAH BATAK

Rumah Adat Batak dari semua sub suku secara umum ,antara lain : 1. Rumah Adat Toba

Rumah Adat Batak Toba Sumber: http://fotorumahmewah.ga/gambar-makna-rumah-adat-batak-toba

(5)

a. Rumah Bolon

Rumah yang cukup besar (biasanya dimiliki oleh orang yang mampu saja) berbentuk persegi panjang dan sanggup untuk ditempati 5 sampai 6 keluarga. Biasanya memiliki jumlah anak tangga yang ganjil dan pintu masuk yang pendek sehingga untuk dapat masuk kita harus menundukkan kepala. Di bagian luar dindingnya biasanya terdapat hiasan-hiasan berupa ukiran atau pahatan yang diberi warna-warna, yang disebut dengan Gorga (akan dibahas dalam postingan selanjutnya). Sedangkan dibagian sudut rumah biasanya terdapat pula hiasan yang disebut Gajah Dompak (bermotif wajah binatang) yang dimaksudkan sebagai penolak bala.

b. Ruma / Jabu

Rumah sederhana yang hanya mampu menampung 1 keluarga, tidak terdapat hiasan-hiasan maupun ukiran-ukiran dengan ukuran yang jauh lebih kecil dari Rumah Bolon, namun dengan ciri-ciri arsitektur yang sama. Rumah tipe ini lah yang paling banyak bisa ditemui saat ini.

2. Rumah Adat Simalungun

Rumah Adat Simalungun memiliki kemiripan dan kesamaan dengan Rumah Adat Toba baik dari segi bentuk, arsitektur, nama, dan juga ornamen-ornamen hiasannya.

Rumah Adat Batak Simalungun Sumber: http://godlipsartikapasaribu.weebly.com/tujuan-wisata.html

a. Rumah Bolon

Merupakan kediaman para raja dan keluarganya, ciri khas utama adalah dibagian bawah atau kaki bangunan selalu berupa susunan kayu yang masih bulat-bulat atau gelondongan, dengan cara silang menyilang dari sudut ke sudut. Ciri khas lainnya adalah bentuk atap di mana pada anjungan diberi limasan berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya.

TATA RUANG RUMAH BATAK TOBA

Pada bagian dalam rumah (interior) dibangun lantai yang dalam pangertian Batak disebut “papan”. Agar lantai tersebut kokoh dan tidak goyang maka dibuat galang lantai (halang papan) yang disebut dengan “gulang-gulang”. Dapat juga berfungsi untuk memperkokoh bangunan rumah sehingga ada ungkapan yang mengatakan “Hot do jabu i hot margulang-gulang, boru ni ise pe dialap bere i hot do i boru ni tulang.”

Untuk menjaga kebersihan rumah, di bagian tengah agak ke belakang dekat tungku tempat bertanak ada dibuat lobang yang disebut dengan “talaga”. Semua yang kotor seperti debu, pasir karena lantai disapu keluar melalui lobang tersebut. Karena itu ada falsafah yang mengatakan “Talaga panduduran, lubang-lubang panompasan” yang dapat mengartikan bahwa segala perbuatan kawan yang tercela atau perbuatan yang dapat membuat orang tersinggung harus dapat dilupakan.

(6)

Di sebelah depan dibangun ruangan kecil berbentuk panggung (mirip balkon) dan ruangan tersebut dinamai sebagai “songkor”. Di kala ada pesta bagi yang empunya rumah ruangan tersebut digunakan sebagai tempat “pargonsi” (penabuh gendang Batak) dan ada juga kalanya dapat digunakan sebagai tempat alat-alat pertanian seperti bajak dan cangkul setelah selesai bertanam padi.

Setara dengan songkor di sebelah belakang rumah dibangun juga ruangan berbentuk panggung yang disebut “pangabang”, dipergunakan untuk tempat menyimpan padi, biasanya dimasukkan dalam “bahul-bahul”. Bila ukuran tempat padi itu lebih besar disebut dengan “ompon”. Hal itu penyebab maka penghuni rumah yang tingkat kehidupannya sejahtera dijuluki sebagai “Parbahul-bahul na bolon”. Dan ada juga falsafah yang mengatakan “Pir ma pongki bahul-bahul pansalongan. Pir ma tondi luju-luju ma pangomoan”, sebagai permohonan dan keinginan agar murah rejeki dan mata pencaharian menjadi lancar.

Melintang di bagian tengah dibangun “para-para” sebagai tempat ijuk yang kegunaannya untuk menyisip atap rumah jika bocor. Dibawah para para dibuat “parlabian” digunakan tempat rotan dan alat-alat pertukangan seperti hortuk, baliung dan baji-baji dan lain sebagainya. Karena itu ada fatsafah yang mengatakan “Ijuk di para-para, hotang di parlabian, na bisuk bangkit gabe raja ndang adong be na oto tu pargadisan” yang artinya kira-kira jika manusia yang bijak bestari diangkat menjadi raja maka orang bodoh dan kaum lemah dapat terlindungi karena sudah mendapat perlakuan yang adil dan selalu diayomi.

Untuk masuk ke dalam rumah dilengkapi dengan “tangga” yang berada di sebelah depan rumah dan menempel pada parhongkom. Untuk rumah sopo dan tangga untuk “Ruma” dulu kala berada di “tampunak”. Karena itu ada falsafah yang berbunyi bahwa “Tampunak ni sibaganding, di dolok ni pangiringan. Horas ma na marhaha-maranggi jala tangkas ma sipairing-iringan”.

Biarpun Rumah Batak itu tidak memiliki kamar/dinding pembatas tetapi ada wilayah yang di atur oleh hukum hukum. Ruangan Rumah Batak itu biasanya di bagi atas 4 wilayah(bahagian) yaitu: a. Jabu Bona ialah daerah sudut kanan di sebelah belakang dari pintu masuk rumah, daerah ini biasa di tempati oleh keluarga tuan rumah.

b. Jabu Soding ialah daerah sudut kiri di belakang pintu rumah. Bahagian ini di tempati oleh anak anak yang belum akil balik (gadis)

c. Jabu Suhat, ialah daerah sudut kiri dibahagian depan dekat pintu masuk. Daerah ini di tempati oleh anak tertua yang sudah berkeluarga, karena zaman dahulu belum ada rumah yang di ongkos (kontrak) makanya anak tertua yang belum memiliki rumah menempati Jabu Suhat.

d. Jabu Tampar Piring, ialah daerah sudut kanan di bahagian depan dekat dengan pintu masuk. Daerah ini biasa disiapkan untuk para tamu, juga daerah ini sering di sebut jabu tampar piring atau jabu soding jolo-jolo.

KONSTRUKSI Kajian Perangkaan

Ahli bangunan adat (arsitek tradisional) suku Batak disebut pande. Seperti rumah tradisional lain, rumah adat Batak merupakan mikro kosmos perlambang makro kosmos yang terbagi alas 3 bagian atau tritunggal banua, yakni banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah, banua tonga (dunia) untuk badan rumah, banua ginjang (singa dilangit) untuk atap rumah

Arsitektur Batak Toba terdiri atas ruma dan sopo (lumbung) yang saling berhadapan.Rumah dan sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta. Ada

(7)

beberapa sebutan untuk rumah Batak, sesuai dengan kondisi rumahnya. Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga), disebut Ruma Gorga Sarimunggu atau Jabu Batara Guru.Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang.Rumah berukuran besar, disebut Ruma Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut Jabu Parbale-balean. Selain itu, terdapat Ruma Parsantian, yaitu rumah adat yang menjadi hak anak bungsu. Rumah Batak berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 2 kali lebarnya. Tinggi bangunan mulai dari batu fondasi sampai ke puncak atapnya (ulu paung) sekitar 13,00 m. Rumah panggung dengan konstruksi kayu ini berdiri di atas tiang-tiang yang diletakkan di atas batu ojahan (fondasi). Pondasi rumah batak toba menggunakan jenis pondasi cincin, dimana batu sebagai tumpuan dari kolom kayu yang berdiri diatasnya. Tiang-tiang rumah terdiri atas tiang panjang (basiharea) dan tiang pendek (basi pandak). Bentuknya bulat berdiameter 50 - 70 cm,sehingga terkesan sangat kokoh dan tahan terhadap gempa

Rumah adat Batak Toba ”Bolon” Sumberhttp://i.f.alexander.users.btopenworld.com

Tiang-tiang muka dan belakang dihubungkan oleh 4 baris papan tebal, disebut tustus parbarat Atau pangaruhut ni banua (pengikat benua). Tiang-tiang kanan dan kiri diikat oleh 4 baris papan tebal, disebut tustus ganjang atau pangaruhut ni portibi (pengikat dunia tengah). Bagian atas tiang-tiangnya dihubungkan oleh balok ransang yang diikat dengan solang-solang. Atap yang tinggi besar merupakan unsur paling dominan dari keseluruhan bangunan.

Konstruksi atapnya dari kayu dan bambu dengan penutup atap dari ijuk.Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Lantai rumah kadang-kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi. Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil.

(8)

Denah dan potongan melintang Ruma Bolon Sumber: Soeroto (2003: 104-105)

Axonometri konstruksi atap Ruma Bolon Sumber: Indonesian Heritage (1998: 10)

Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah. Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar,walaupun berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Ruang dalamnya terbagi menurut struktur adat Dalihan Natolu, yakni sistem kekerabatan suku Batak Toba.

Karena itu ruma terbagi atas jabu soding, jabu bona, jabo tonga-tonga, jabu sukat, jabu tampar piring, dan jamhur. Jabu bona dan jabu tampar piring di sisi kanan, sedang jabu soding dan jabu sukat di sisi kiri. Dekat pintu terletak jamhur, sedang dapur di antara jabu tonga-tonga, jabu bona, dan jabu soding. Setiap jabu mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Jabu bona berfungsi sebagai tempat tinggal pemilik rumah dan tempat menerima upacara adat Jabu tampar piring tempat saudara pria pihak istri (hula-hula) serta tempat duduk anggi ni partibi (semarga yang bungsu). Jabu soding adalah tempat anak gadis pemilik rumah dan tempat upacara adat. Jabu sukat untuk tempat tinggal anak laki-laki pemilik rumah serta tempat duduk para boru. Sedangkan jabu tonga-tonga untuk tempat berkumpul seisi rumah.

Sopo (lumbung)Sumber: Soeroto (2003: 102)

Dalam ukuran yang lebih kecil, bentuk arsitektur sopo sama persis dengan ruma bolon, hal ini sebagai bukti penghargaan yang diberikan pada lumbung sebagai sumber pangan dan kehidupan.

(9)

Denah Sopo Sumber: Soeroto (2003: 104)

Bangunan lumbung (sopo) dibangun berhadapan dengan ruma. Sopo dibedakan menurut jumlah tiangnya, yaitu antara 4 sampai 12 tiang. Sopo siopat bertiang 14, Sopo sionam bertiang 6, sopo si ualu bertiang 8 dan sopo bolon bertiang 12. Sopo bolon masih dapat dilihat di desa Lumban Nabolon, Tapanuli Utara. Sopo juga merupakam bangunan panggung yang melambangkan tri-tunggal banua. Bagian kolongnya tempat ternak, bagian tengah tempat menenun dan bersantai, sedang bagian atasnya tempat menyimpan padi.

Tiang- tiang sopo berdiri di atas batu ojahan, berbentuk bulat dengan diameter 20 cm di bawah dan 40 cm di atas. Selain tiang utama terdapat tiang-dang pembantu berbentuk bulat berdiameter 20cm. Seluruh tiang diikat oleh 4 balok ransang pada tiap sisinya. Bagian atas tiang dihubungkan oleh balok galapang. Di atas balok galapang terletak sumban dan di atas sumban terdapat gulang- gulang. Pada bangunan rumah, terbagi dalam tiga bagian atau tritunggal banua, yakni banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah, banua tonga (dunia) untuk badan rumah, banua ginjang (singa dilangit) untuk atap rumah. Hal ini menunjukkan kepatuhan masyarakat tradisional Batak, dalam menghargai keberadaan dirinya sebagai mikro kosmos di tengah lingkungan alam (makro kosmos) yang sudah ada. Bentuk dan posisi perletakan bolon dalam rumah Batak Toba yang menyerupai ruma, menunjukkan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh masyarakat Batak Toba terhadap hasil alam, sebagai sumber kehidupan. Dalam Ruma, terdapat beberapa keluarga yang tinggal di dalamnya, akan tetapi tidak terdapat sekat yang jelas di dalamnya, karena lebih menyerupai ruang yang terbuka.

. Penafsiran Rumah tradisional Batak Toba senantiasa dirancang untuk pola kehidupan kolektif, yang mampu menampung 4 – 8 keluarga.Perkembangan peradaban dan kehidupan masyarakat, telah mempengaruhi berbagai perubahan yang terdapat di dalamnya, termasuk pemanfaatan ruang pada rumah tradisional. Pergeseran nilai-nilai social tersebut juga akan mempengaruhi bentuk dan pola arsitekturnya. Suku Batak memiliki sistem kekerabatan yang sangat baik.

Bentuk Lumban (desa) yang terdiri dari beberapa ruma dan bolon yang tertata secara rapi dan berjajar, dapat menjadi sebagai salah satu upaya keberlangsungan budaya. Tatanan kehidupan kolektif di daerah pedesaan merupakan suatu benteng bagi keberlangsungan desa-desa tradisional beserta arsitekturnya. Konservasi arsitektur bukan hanya melestarikan seni budaya peninggalan nenek moyang, akan tetapui bagaimana kita dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalmnya. Sudah banyak nilai-nilai luhur yang telah kita tinggalkan dengan alasan modernisasi, yang pada akhirnya hanya akan membawa kita pada suatu krisis dan kehancuran.

(10)

3. PEMBAHASAN / DISKUSI

IKLIM TROPIS LEMBAB DAN PENGARUHNYA PADA BANGUNAN

Indonesia termasuk dalam daerah hutan hujan tropis atu tropika basah, yang meliputi daerah khatulistiwa sampai sekitar 15 derajat utara dan selatan. Karakter iklim tropis lembab ditandai dengan hujan dan kelembaban tinggi dengan temperatur yang hampir selalu tinggi (suhu tahunan berkisar antara 23 derjat celcius pada musim hujan sampai dengan 38 derjat celcius pada musim panas), angin sedikit, radiasi matahari sedang sampai kuat, pertukaran panas kecil karena tingginya kelembaban, curah hujan tinggi. Terdapat 2 musim yaitu kemarau dan musim penghujan. Kondisi iklim ini akan mempengaruhi rasa nyaman penghuni dalam ruangan. Dalam hal radiasi matahari semakin jauh letak daerah dari ekuator intensitas radiasi semakin rendah, intensitas sinar matahari dipengaruhi energi radiasi, sudut jatuh dan penyebaran radiasinya. Radiasi panas akan langsung atau tidak langsung berpengaruh pada temperatur udara, baik di dalam maupun di luar ruangan.

Kelembaban yang cocok berkisar antara 40% sampai 70%. Pada kelembaban yang tinggi, dinding akan cenderung basah serta mengurangi isolasi kalor. Kelembaban yang dibiarkan akan menyebabkan ketidaknyamanan dalam ruang dan dapat menyebabkan kerusakan lainnya pada bahan bangunan. Pergerakan udara terjadi apabila ada perbedaan suhu , angin mengalir dari daerah bersuhu tinggi ke bersuhu rendah.pada daerah tropis lembab angin diperlukan untuk mengurangi suhu dan kelembaban. Dalam konteks respon terhadap iklim tropis, bangunan dianggap baik apabila dapat merubah kondisi iklim luar yang reletif tidak nyaman menjadi kondisi yang nyaman bagi penghuninya. Maka arsitektur tropis akan mengacu pada kualitas fisik ruang dalamnya.penilaian terhadap baik buruknya arsitekrur tropis diukur dari suhu ruang, kelembaban, intensitas cahaya, aliran udara, adakah air hujan yang masuk ke bangunan, serta adanya terik matahari menganggu penghuni dalam bangunan.

Beberapa kriteria rancangan bangunan tropis : bentuk dan denah bangunan sebaiknya segi panjang dimana sisi panjang menghadap utara selatan dengan bukaan secukupnya pada daerah itu. Bangunan tipis untuk menjamin sirkulasi udara silang, lobang ventilasi terletak berhadapan dengan lebar 20%n luasan dinding. Atap mempunyai kemiringan yang mencukupi untuk mengurangi intensitas radiasi matahari serta pengaliran air hujan.

Material atap dipilih yang memungkinkan aliran udara panas, isolasi panas serta meredam bunyi ketika hujan, overstek atau pelindung penting untuk pembayangan, air hujan dan penahan silau. Penggunaan material serta warna yang dapat memantulkan sinar. Pematah sinar matahari dapat menciptakan bayangan pada fasade bangunan.terciptanya bayangan berarti berkurangnya jumlah rasdiasi sinar matahari yang diterima bangunan maka akan berkurang jumlah panas yang diterima yang akan menyebabkan temperaturnya rendah. Gerakan udara menimbulkan pelepasan panas dari permukaan kulit oleh penguapan. Semakin cepat semakin banyak panas hilang.

(11)

RESPON RUMAH BATAK TOBA (BOLON) TERHADAP IKLIM

Iklim adalah faktor fisik penting yang menunjang kenyamanan dan kondisinya memperngaruhi kenyamanan penghuni berada di dalam bangunan tersebut .wilayah Batak Toba dapat disebut juga sebagai Batak pusat, hal ini karena lokasinya yang berada di tengah-tengah sub-etnis suku Batak yang lainnya.Kondisi topografi wilayah sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir sebagian merupakan dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 300-1500 meter diatas permukaan air laut. Kondisi iklim merupakan iklim tropis lembab dengan curah hujan yang tinggi. Suku Batak Toba bertempat tinggal di sekitar pulau Samosir dan pinggiran Danau Toba dari Prapat sampai Balige. Di sebelah timur danau dibatasi perbukitan dan guriung-gunung berdiam suku Batak Simalungun. Provinsi Sumatera Utara beribukota Medan, Terletak antara 10 - 40 LU, 980 - 1000 B.T.

Batas wilayahnya sebelah utara provinsi Aceh dan Selat Sumatera, sebelah barat berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat dan Riau, sedangkan sebelah Timur di batasi oleh Selat Sumatera. Daerah ini beriklim tropis. Pada Bulan Mei hingga September , curah hujan ringan. Sedangkan Oktober hingga April , curah hujan relative lebat akibat intensitas udara yang lembab. Pada masa masa ini, kenyamanan termal sulit untuk didapat, dan dirasakan dalam bangunan. Rumah adat Tradisional Batak Toba contohnya, salah satu bangunan Tradisional yang terdapat di daerah yang beriklim tropis lembab ini.

Dalam hal ini rumah adat tradisional Batak Toba juga harus melihat kenyaman termal yang terjadi dalam bangunan, yang akan dirasakan oleh penghuni yang berkunjung ke rumah tersebut mengingat dimana rumah adat ini juga terletak di daerah yang memiliki intensitas kelembaban yang cukup tinggi karena dikelilingi oleh pegunungan, perbukitan, dan terletak di daerah pinggiran danau (toba).

mereka membentuk suatu daerah perkampungan yang cukup unik, dimana mereka memiliki 2 rumah, yaitu rumah jantan dan rumah betina. Rumah jantan terletak disebelah selatan, fungsinya sebagai rumah tinggal, sedangkan rumah betina terletak di sebelah utara, fungsinya sebagai tempat menyimpan padi. Pada penataan bangunan yang terdiri dari beberapa ruma dan sopo sangat menghargai keberadaan sopo, yaitu selalu berhadapan dengan rumah dan mengacu pada poros

(12)

utara selatan. Rumah adat ini berbentuk empat segi panjang dengan denah dalamnya merupakan ruangan terbuka tanpa kamar ataupun sekat pemisah.

sumber : http://www.becaksiantar.com/2013/08/rumah-adat-batak-makna-dan-filosofi.html

Dilihat akan responnya terhadap radiasi matahari, rumah memiliki orientasi , atau berporos utara-selatan, dengan bagian depan terdapat bukaan, seperti pintu masuk dan celah celah kecil yang terbuat dari kayu kayu sebagai dinding. Bisa juga dimanfaatkan untuk pencahayaan alami untuk ruangan. Arah hadap ke utara selatan ini bisa menguntungkan atau lebih baik, karena dapat menanggulangi radiasi matahari .karena posisi datangnya sinar matahari tidak pernah frontal dari depan dibandingkan sisi samping matahari yang lebih tertutup. Di lorong lorong sekitar rumah hanya akan tersinar jika posisi matahari tepat di khatulistiwa sepanjang hari. Selebihnya akan terbentuk bayangan di sisi kiri dan kanan lorong. Bahan atap yang merupakan ijuk merupakan bahan yang buruk atau kualitasnya dalam hal menyerap panas rendah. Jadi ini bisa menguntungkan terhadap radiasi matahari.

Bentuk atap bangunan dengan sudut tinggi juga memberikan keuntungan dalam penanggulangan matahari karena sudut jatuh sinar menjadi kecil sehingga intensitas radiasi berkurang. Warna yang diterapkan pada dinding atau lebih ke ukiran bangunan yaitu hitam, merah merupakan warna dengan penyerapan panas yang baik, sedangkan putih buruk. Dinding dapat menyimpan panas dan menyalurkannya ke dalam ruang dan terjadi pertukaran udara panas dengan lembab yang ada di dalam. Tapi hal ini tidak terlalu mendominasi karena hanya beberapa bagian yang dapat panas secara langsung.

(13)

https://www.flickr.com/photos/drriss/6756589135 Pola bangunan dengan bangunan lain yang berjejer dan berderet memberikan keuntungan dari segi pergerakan udara , karena aliran udara mendapat saluran sehingga dapat mengalir lebih cepat. Di tambah lagi dengan rumah memiliki kolong, atau biasa disebut dengan rumah panggung, sehingga pergerakan udara lebih leluasa. Sedangkan pada ruang dalam, pergerakan udara tidak terlalu leluasa, karena hanya melalui celah celah, apalagi bagian dalam adalah ruang terbuka tanpa penyekat atau batasan antar ruang, maka jangkauan udara lebih luas. . tapi aliran udara lebih leluasa dan banyak terjadi pada bangunan sopo, Karena merupakan bangunan terbuka. Namun dinding pada rumah ini dibuat miring agar angina lebih mudah masuk, jadi dapat menjadi hal yang menguntungkan agar terjadi pertukaran udara.

Penggunaan atap ijuk dengan bagian depan dan belakang yang meruncing ke atas, dengan sisi sisi

yang melandai sampai bagian bawahnya(penanggap) sehingga sosoran membuat aliran air lancar dan tidak terlalu deras ketika jatuh dari tritisan . hal ini cukup menguntungkan menghindari genangan air hujan serata percikan air dari cucuran atap. Juga dapat menambah nilai keaerodinamisannya dalam melawan angin danau yang kencang.

Secara umum pengaliran udara dalam ruangan selain akan mengurangi suhu udara juga akan mengurangi kelembaban, sehingga peran bukaan menjadi sangat penting. pada dalam ruangan, peran ventilasi kurang, ,pertukaran udara tidak leluasa, dan mengingat ruang dalam adalah ruang terbuka, lebih luas, hanya ada pintu dengan ukuran yang lebih kecil dan sedikit masuk ke dalam juga celah celah yang difungsikan sebagai ventilasi dan dengan dinding yang dirancang miring agar angin mudah masuk dapat membantu sedikit kelembaban untuk dapat keluar,atau pertukaran udara terjadi. namun dengan adanya panggung, atau letak rumah yang diangkat lebih tinggi diatas tanah sekitar 2m, maka ini menjadi hal yang menguntungkan dimana aka nada ruang bawah yang akan banyak mengurangi lembab dari tanah. Sehingga kelembaban didalam ruang tidak mendominasi. Dan lebih cepat mengalami pertukaran karena perletakan bukaan (pintu) lebih tinggi dari tanah.

(14)

4. KESIMPULAN

Sebagaimana di katakan rapoport (1969) bahwa iklim merupakan salah satu pertimbangan penting dalam pembentukan rumah. Namun pada bagian lain dikatakan bahwa iklim bukan faktor yang dominan dalam menentukan bentuk melainkan budaya.

Secara keseluruhan rumah adat batak toba suah baik dalam merespon iklim di sekitarnya yaitu iklim tropis lembab.Adanya kolong atau kontruksi panggung akan mendukung rumah menjadi sangat menguntungkan karena dapat mengurangi kelembaban ataupun kualitas fisik lainnya pada bangunan dengan tidak langsung berada di tanah . sehingga kenyamanan termal lebih terasa. Juga penambahan ventilasi dalam ruang dapat membuat pertukaran udara dalam ruang yang terbuka lebih leluasa dan teratur.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Soeroto, Myrtha. 2003, Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia .Ghalia Indonesia: Jakarta

Soebadio Haryati. 1998 Indonesian Heritage. Buku Antar Bangsa: Jakarta http://artasia.www2.50megs.com

http://www.hlc.unimelb.edu.au_dalli_Indonesian_stories http://students.ukdw.ac.id

http://i.f.alexander.users.btopenworld.com

Fitri, I. (2004). A Study on Spatial Arrangement of Toba Batak Dwelling and Its Changes. Medan: USU e-Repository (c) 2008

http://repository.petra.ac.id/15677/ http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jas/article/view/51 http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/1447 http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/viewArticle/15743 http://dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/article/view/15755 http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187704281203220X http://www.docs-engine.com/pdf/1/rumah-adat-tradisional-indonesia.html

Referensi

Dokumen terkait

Daha da anlaşılmaz olanı, Eski Ahit’e göre 430 yıl boyunca Mısır’da yaşayan, 210 yıl köle olarak tutulan on binlerce Yahudi’den Mısır tarihi nasıl olur da hiç

Anggota panitia harus memnuhi beberapa persyaratan termasuk penguasaan tentang prosedur pengadaan, substsansi pengadaan, jenis pekerjaan yang akan dilakukan, serta

pembelajaran masih bersifat satu arah; 2) kurangnya interaksi antara guru dengan siswa sehingga siswa cendurung pasif ketika pembelajaran berlangsung; 3) kurangnya

Pendapatan rata-rata responden dari hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh responden yang diambil dari TNLL pada kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada

1) Adanya sarana untuk mensosialisasikan kebijakan atau program dari sekolah. Sarana itu berupa rapat kerja guru, rapat manajemen, pertemuan orangtua, dan masih banyak

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% daun eceng gondok ( E. minor ), atau kombinasi 5% keduanya dalam ransum nyata dapat meningkatkan

The mechanism of protein re-methylation inhibition is supported by results of studies that have indicated that successful treatment regimen could lower its concentration

Mikrotik merupakan perangkat router sekaligus sistem operasi yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai fungsi routing serta mengatur lalu lintas data internet serta melakukan