• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Menghindari masalah yang terlalu luas agar penelitian ini tetap terfokus dan tidak mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada perbandingan struktur, dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba di dua lokasi yang berbeda, yaitu Rumah Bolon Simalungun yang terletak di pematang purba dan Rumah Bolon Toba yang terletak di Huta Bolon Simanindo Samosir. Pada perbandingan bangunan rumah adat Simalungun dan Toba, Penulis memfokuskan penelitian pada ruang lingkup perbandingan sebagai berikut :

a) Struktur b) Konstruksi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arsitektur tradisional

Menurut Amos Rapoport (Amos, 1969) Arsitektur tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Mempelajari bangunan tradisional berarti mempelajari tradisi masyarakat yang lebih dari sekadar tradisi membangun secara fisik. Masyarakat tradisional terikat dengan adat yang menjadi konsesi dalam hidup bersama.

Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap sebagai bentuk konstruksi yang dengan sengaja mengubah lingkungan fisik menurut suatu bagan pengaturan (Snyder, 1991).

Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk, ragam hias dan cara pelaksanaannya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Arsitektur tradisional adalah cermin tata nilai dan budaya yang ditradisikan oleh masyarakatnya (Budihardjo, 1997)

Michael Foster mengatakan bahwa arsitektur suatu komunitas masyarakat lebih merupakan cerminan kehidupan bersamanya berkaitan pada tempat dan waktu tertentu, jika dibandingkan dengan hasil yang berupa bentuknya. Setiap desain adalah usaha keras untuk menghasilkan bentuk bangunan yang merespon konteks lingkungan.

Arsitektur tradisional ialah suatu bangunan yang bentuk, struktur, fungsi, ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Kebudayaan dilihat dari segi bahasa, berasal dari kata “budaya” yang berarti suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Arsitektur Tradisional merupakan bagian kehidupan dari masyarakat yang memiliki tinggi nilai-nilai keluhuran, tak lepas dari cara ataupun kebiasaan yang sudah ada terdahulu. Tradisi adalah sebuah kebiasaan, atau cerita yang dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi, awalnya tidak memerlukan sebuah sistem tulisan. Tradisi sering dianggap menjadi kuno, dianggap sangat penting untuk dijaga.

Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk, ragam hias dan cara pelaksanaannya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Arsitektur tradisional adalah cermin tata nilai dan budaya yang ditradisikan oleh masyarakatnya (Budihardjo, 1997 dalam (Rahmansah & Rauf, 2015)

Arsitektur tradisional merupakan identitas budaya suatu suku bangsa, karena didalamnya terkandung segenap peri kehidupan masyarakatnya (Myrtha Soeroto, 2002 dalam (Andriani & Pane, 2016).

Arsitektur tradisional, perannya tidak saja meliputi lingkungan fisik saja, tetapi metafisik keseimbangan makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (bangunan), artinya arsitektur tradisional menjaga hubungan yang harmoni antara bangunan dan alam semesta. Oleh karena itu para arsitektur tradisional sangat menghormati dan menghargai alam dengan menciptakan karya-karya arsitektur yang berwawasan lingkungan.

Arsitektur Tradisional merupakan bagian kehidupan dari masyarakat yang memiliki tinggi nilai-nilai keluhuran, tak lepas dari cara ataupun kebiasaan yang sudah ada terdahulu. Tradisi adalah sebuah kebiasaan, atau cerita yang dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi, awalnya tidak memerlukan sebuah sistem tulisan. Tradisi sering dianggap menjadi kuno, dianggap sangat penting untuk dijaga. (Gambiro, 2018)

Arsitektur tradisional pada dasarnya tidak mengenal ukuran yang formal seperti meter atau feet. Ukuran yang digunakan adalah selalu bersifat kongkrit yakni merujuk pada ukuran atau besaran benda, misalnya: ukuran bagian tubuh manusia, seperti depa, hasta, tinggi pundak, rentang-rentang tegak dan lebar langkah.

Besaran-besaran ini selalu dikaitkan dengan nilai-nilai kosmologis yang memandang segala sesuatu dalam kaitan dengan posisi terhadap alam semesta atau jagad raya yang merupakan bagian dari proses penciptaan alam raya, ( Saliya , 2003 dalam (Rahmansah & Rauf, 2015).

Bangunan tradisional memiliki karakteristik yang spesifik, sesuai pada ketersediaan bahan bangunan, penguasaan teknologi struktur, dan dikerjakan secara gotong-royong (Prijotomo, 2010 dalam (Putu & Primadewi, 2014).

Arsitektur tradisonal merupakan Proses pewarisan yang telah mengalami stagnasi generasi penerus. Yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat akan makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam karya tradisional itu.

Arsitektur tradisional adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat, yang lahir dari masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik.

Arsitektur tradisonal merupakan Proses pewarisan yang telah mengalami stagnasi

„generasi penerus. Yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat akan makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam karya tradisional itu. (Alfiah, 2016)

2.2. Rumah Tradisional

Rumah merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, sehingga perencanaan pembangunan rumah harus cermat dan mempertimbangkan banyak hal. Beberapa diantaranya, yaitu potensi fisik dan potensi sosial budaya. Potensi fisik adalah pertimbangan akan bahan bangunan, kondisi geologis dan iklim setempat.

Sedangkan, potensi sosial budaya terdiri atas arsitektur lokal dan cara hidup (Dinas Kimpraswil, 2002 dalam (Sari & Mutiari, 2015)

Rumah tradisional merupakan suatu bangunan dengan struktur, cara pembuatan, bentuk dan fungsi serta ragam hias yang memiliki ciri khas tersendiri, diwariskan secara turun – temurun dan dapat digunakan untuk melakukan kegiatan kehidupan oleh penduduk sekitarnya (Said, 2004 dalam (Harpioza, 2016).

Rumah tradisional dibangun dengan cara yang sama oleh beberapa penduduk yang dahulu tanpa atau sedikit sekali mengalami perubahan-perubahan sehingga rumah tradisional terbentuk berdasarkan tradisi yang ada pada masyarakat. Rumah tradisional juga disebut rumah adat atau rumah asli atau rumah rakyat (Said, 2004 dalam (Rifai, 2010)

Rumah adat tradisional merupakan bangunan rumah yang mencirikan atau khas bangunan suatu daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan dan ciri khas masyarakat setempat. Hingga saat ini masih banyak suku atau daerah-daerah di Indonesia yang masih memperhatikan rumah adat sebagai usaha untuk memelihara nilai-nilai budaya (Maas Faisal, 2014)

Rumah adalah salah satu contoh peninggalan budaya, yang merupakan hasil cipta, karya dan karsa masing-masing suku bangsa. Rumah merupakan suatu kebutuhan pokok manusia setelah makan dan pakaian. Setiap suku bangsa mempunyai rumah dengan ciri khas tersendiri, sehingga rumah tersebut turut memberi ciri dari adat istiadat serta kebudayaan dari suku bangsa tersebut. Sering juga rumah dijadikan sebagai lambang identitas suku bangsa (Dongoran, MS, & M, 2016)

Rumah disangga oleh tiang-tiang yang kokoh. Tiang-tiang pada umumnya berbentuk bulat. Batu ojahan (batu fondasi) digunakan untuk menyangga tiap-tiap tiang. Pada sopo siualu terdapat delapan tiang besar, empat tiang di sebelah kanan

dan empatnya lagi di sebelah kiri. Tiang-tiang utama itu masih dibantu dengan tiga belas tiang di sebelah kiri dan tiga belas tiang di sebelah kanan. Pada bagian depan dan belakang 16 rumah dibantu oleh masing-masing enam tiang. Jadi secara keseluruhan terdapat 8 (delapan) tiang utama dan 38 (tiga puluh delapan) tiang pembantu. Dengan tiang penyangga sebanyak itu maka kekokohan rumah tradisional tidak diragukan. Tiangtiang penyangga secara tidak langsung menjadi pembatas kolong rumah. Dalam hidup harian, kolong itu berfungsi sebagai kandang ternak (Antono, 2019)

Bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan bangunan terutama terdiri dari kayu (balok besar) sebagai kerangka atau tiang bangunan, dinding dan ijuk untuk atap. Bisa dipastikan bahwa konon bahan-bahan semacam itu tidak sulit untuk ditemukan dibandingkan pada masa sekarang (Antono, 2019).

2.3. Sruktur

Struktur adalah bagian-bagian yang membentuk bangunan seperti pondasi, dinding, kolom, ring, kuda-kuda, dan atap. Pada prinsipnya, elemen struktur berfungsi untuk mendukung keberadaan elemen nonstruktur yang meliputi elemen tampak, interior, dan detail arsitektur sehingga membentuk satu kesatuan.

Dari sisi struktur dan konstruksi, dapat kita lihat contoh arsitektur tradisional yang telah mempertimbangkan sistem struktur yang berkelanjutan. Secara konstruksi, sistem struktur ini tidak melukai bumi sebagaimana sistem struktur tiang pancang pada bangunan modern.Struktur bangunan diletakkan di atas pondasi umpak dan mengurangi dampak yang ditimbulkan pada struktur tanah.Sistem struktur yang merespon gempa, kondisi tanah, dan faktor alam lainnya, menunjukkan pendekatan yang kontekstual dan responsif. Demikian halnya dalam upaya menciptakan kenyamanan di dalam bangunan, desain yang mengoptimalkan masuknya cahaya alami dan penghawaan alami menunjukkan pendekatan desain hemat energi dan penggunaan energi terbarukan. (Manurung, 2014)

Struktur bangunan adalah susunan atau pengaturan bagian–bagian bangunan yang menerima beban atau konstruksi utama, tanpa mempermasalahkan tampilan

umum struktur bangunan terdiri atas pondasi, dinding, kolom, lantai dan kuda–

kuda atap (Heinz Frick ,1997 dalam (Rifai, 2010).

Struktur berkaitan erat dengan pemahaman anatomi bangunan, yang dikategorikan dalam dua kategori, yaitu: substructure (struktur bawah) dan upperstructure (struktur atas). Konstruksi berhubungan dengan metode, teknik atau cara, misalnya: mengikat, mengangkat, menyambung dan lain-lain (Sudarwanto &

Murtomo, 2013).

Pada dasarnya struktur bangunan terdiri dari 3 bagian sarana struktur yaitu struktur landasan bangunan dan struktur badan bangunan serta struktur atap bangunan (Sulistijowati, 2017).

Pembagian struktur rumah adat terbagi 3 yang meliputi : struktur bagian bawah, struktur bagian tengah dan struktur bagian atas yang merupakan satu kesatuan konstruksi yang mempunyai keterikatan satu sama lain. Dalam hal pembebanan baik beban material itu sendiri, beban atap dan beban hidup serta faktor gempa akan berdampak pada ketiga komponen struktur tersebut. Struktur bawah atau sub-structure merupakan bagian yang sangat penting dalam menjaga stabilitas sebuah bangunan, baik bangunan pada masa modern sekarang maupun pada bangunan tradisional. Struktur bawah merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan struktur tanah atau disebut sebagai pondasi bangunan (KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN, 2015)

Menurut tingkatannya arsitektur tradisional Batak Toba dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian bawah atau Tombara yang terdiri dari batu pondasi atau ojahan tiang-tiang pendek, pasak atau rancang yang menusuk belatuk atau tiang tangga, bagian tengah atau Tonga yang terdiri dari dinding depan, dinding samping, dan belakang, dan bagian atas atau Ginjang yang terdiri dari atap atau tarup di bawah atap urur di atas urur membentang lais, ruma yang nama atapnya adalah ijuk ( Napitupulu, 1986 : 35 dalam (Sinaga, 2018).

2.4. Konstruksi

Konstruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur. Misal, Konstruksi Struktur Bangunan adalah bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur bangunan. Konstruksi berhubungan dengan metode, teknik atau cara, misalnya: mengikat, mengangkat, menyambung dan lain-lain. Sistem konstruksi Rumah Tradisional terdiri dari 3 komponen pokok yangmembuat bangunan tersebut mampu berdiri kokoh. Bagian pondasi (kaki) yang terdiri dari umpak penyangga dan kolom utama penyangga beban. Bagiantengah (dinding) yang terdiri dari dinding-dinding kayu terikat satu sama lain yang berfungsi sebagai pengikat bagian pondasi kaki dengan bagian atap. Bagian Atap, merupakan bagian dari komponen bangunan tradisional yang berfungsi sebagai pelindung bagian tengah dan bagian kaki dari kondisi cuaca alam hujan, panas dan sebagainya.

Berdasarkan teori Domenig pada arsitektur tradisional Jepang (dalam Waterson, 1990) menghasilkan sebuah hipotesa tentang perkembangan rumah panggung dengan atap pelana. Hipotesa Domenig menyebutkan bahwa perkembangan rumah panggung dengan atap pelana merupakan bentukan daristruktur tenda yang disusun dari beberapa tiang yang didirikan di atas tanah dan bertumpuk pada bagian atas ujung-ujungnya.

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang otentik mengenai pengalaman orang-orang, sebagaimana dirasakan orang-orang bersangkutan. ( Mulyana, 2001) Berdasarkan perilaku orang yang diamati oleh Bodgan dan Taylor (Sutopo, 2001), bahwa metode ini dilakukan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seseorang.

Teknik wawancara terbuka yang mendalam dilakukan terhadap responden, penelitian ini juga akan melihat relevansi informasi yang diberikan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya, keberadaan rumah-rumah tradisional dan sejarah rumah (Satori dan Komariah, 2009)

Metode dalam penelitian ini bersifat komparatif, penelitian komparatif merupakan penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda. Jadi, penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari suatu variabel tertentu.

Penelitian komparatif merupakan studi yang dilakukan untuk menemukan suatu gejala baik itu persamaan maupun perbedaan dengan cara membandingkan data yang ada (Tanudirjo, 1989).

Menurut Silalahi Ulber ( 2005 ) Penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan dua gejala atau lebih. Penelitian komparatif dapat berupa

komparatif deskriptif ( descriptive comparative ) maupun komparatif korelasional ( correlation comperative ).

Kompartif deskriptif membandingkan variabel yang sama untuk sampel yang berbeda. Analisis menggunakan metode deskriptif komparatif menggambarkan kondisi faktual dengan mengemukakan fakta-fakta yang ada di lapangan serta membandingkannya antara satu kondisi dengan kondisi lainnya.

Untuk mendapatkan gambaran yang cukup jelas tentang perbandingan struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba, salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan melakukan pendekatan studi kasus terhadap dua bentuk karya arsitektur tradisional tersebut, yaitu bangunan rumah adat batak Simalungun dan batak Toba.

3.2. Tahapan Penelitian

Untuk dijadikan acuan di dalam penelitian yang dilakukan, maka penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian antara lain sebagai berikut:

3.2.1. Pengumpulan Data

Tahap paling awal yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data yang dimaksud meliputi pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan data dari lokasi atau wilayah penelitian. Adapun tahap pengumpulan data yang dilakukan meliputi:

Studi literatur ini dilakukan dengan maksud agar mendapatkan data yang relevan dari buku-buku, jurnal ilmiah, artikel, atau laporan penelitian sebelumnya yang dapat menunjang pemecahan masalah. Studi literatur yang diutamakan adalah tulisan yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai arsitektur tradisonal, Rumah Bolon Simalungun, Rumah Bolon Toba , struktur dan konstruksi Rumah Bolon Simalungun dan Rumah Bolon Toba.

3.2.2. Observasi Lapangan

Pengamatan secara langsung dilakukan di wilayah penelitian yaitu Rumah Bolon Simalungun dan Rumah Bolon Toba. Wilayah observasi penelitian ini

Pematang Purba kabupaten Simalungun Sumatra Utara. Yang kedua Rumah Adat Toba yang berada di Huta Bolon Simanindo Samosir.

3.2.3. Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data memaparkan bagaimana struktur dan konstruksi yang terdapat pada masing-masing rumah adat batak Simalungun dan batak Toba. Pemaparan yang dilakukan meliputi bentuk fisik, pondasi, kolom atau tiang, dinding, tangga, lantai serta konstruksi atap yang disertakan dengan keterangan mengenai fungsinya masing-masing menggunakan data survey dan studi pustaka yang dituangkan dalam bentuk tabel dan deskripsi.

3.2.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian disini adalah sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian, dan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan ditelili, adapun Variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Variabel Penelitian No Variabel Sub-Variabel 1. Struktur Pondasi

Tiang / kolom

Galang/Balok Lantai

Dinding Tangga Lantai Atap 2. Konstruksi Pondasi

Tiang / kolom Dinding Tangga Lantai Atap

3.3. Kerangka Penelitian

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian PENDAHULUAN

TUJUAN PENELITIAN

1. Mendeskripsikan struktur dan konstruksi bangunan tradisional rumah adat batak simalungun dan batak toba

2. Mendeskripsikan perbandingan yang ada pada struktur dan konstruksi pada bangunan rumah adat batak simalungun dan batak toba.

STUDI Rumah Bolon Simalungun dan Toba

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rumah Bolon Simalungun

Rumah Adat bagi orang Batak didirikan bukan hanya sekedar tempat benaung dan berteduh dari hujan dan panas terik matahari semata tetapi sebenarnya sarat dengan nilai filosofi yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman hidup. Beragam pengertian dan nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam rumah adat tradisional yang mestinya dapat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup dalam tatanan kehidupan sehari-hari, dalam rangka pergaulan antar individu.

Gambar 4.1. Rumah Bolon Simalungun

Rumah Bolon Simalungun merupakan tempat tinggal raja dengan isteri dan selir serta berfungsi sebagai istana. Dibangun pada tahun 1864 oleh raja purba XII Tuan Rahalim, seorang raja yang pernah berjaya di Simalungun pada pertengahan abad ke-19.

Rumah Bolon Simalungun dikelilingi oleh beberapa bangunandisekitarnya seperti rumah pengawal, rumah pembantu, dan rumah-rumah pengikut atau prajurit Raja, pada tahun 1961 Rumah Bolon Purba di tetapkan sebagai objek wisata oleh bupati simalungun yang dikelola Yayasan Museum Simalungun dan disahkan oleh notaris pada 7 juni 1966.

4.1.1. Lokasi Rumah Bolon Simalungun

Rumah Bolon Simalungun berada di desa Pematang Purba kabupaten Simalungun Sumatra Utara. Lokasinya sekitar 200 meter dari jalan umum, dan berjarak sekitar 70 kilometer dari Kota Pematangsiantar, 170 kilometer dari Medan

Gambar 4.2. Lokasi Rumah Bolon Simalungun

4.1.2. Bentuk Fisik Rumah Bolon Simalungun

Rumah Bolon Simalungun memiliki bentuk persegi panjang, mempunyai model seperti Rumah Panggung, tinggi dari tanah 2 meter. Memiliki luasan

± 9,6 x 31,6 m² bangunan ini berdiri di atas kolom dan balok kayu gelondongan yang oleh masyarakat simalungun disebut dengan galang dengan dimensi kolom utama kisaran 1,5 – 2 m, dan diameter balokutama ± 0,35-0,4 cm. Berikut adalah denah skematik dan susunan ruang pada Rumah Bolon Simalungun.

Gambar 4.3. Denah Skematik Rumah Bolon Simalungun SUMATERA

UTARA

KABUPATEN SIMALUNGUN

KECAMATAN PEMATANG PURBA

Keterangan skema gambar :

1) Puang Pardahan adalah tempat peralatan dapur, seperti periuk/hudon, tempat istri raja memasak makanan untuk tamu.

2) Puang Pardahan atau puang poso adalah tempat peralatan dapur, seperti periuk/hudon, peralatan makan lainnya dan sebagai tempat istri raja memasak untuk makanan raja.

3) Puang Parorot adalah bagian tempat istri raja yang menjaga anak.

4) Puang Paninggiran adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara kesurupan.

5) Puang Pamokkot adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara memasuki rumah baru.

6) Puang Siappar Apei adalah bagian tempat istri raja mengatur ruangan dan memasang tikar.

7) Puang Siombah Bajut adalah bagian tempat istri yang memimpin pembawa

peralatan makan sirih.

8) Puang Bona

9) Puang Bolon adalah sebagai ruang tinggal permaisuri.

10) Puang Panakkut adalah bagian tempat istri raja yang memimpin upacara spiritual.

11) Puang Mata adalah bangian ruang istri raja yang bertugas umum di rumah bolon.

12) Puang Juma Bolag adalah bangian tempat istri raja yang memimpin perladangan.

13) Serambi adalah sebagai tempat peristrirahatan prajurid pengawal raja dan sebagai tempat senjata-senjata para prajurid.

14) Bilik Raja adalah tempat tidur raja

Adapun bentuk fisik dari pada bangunan Rumah Bolon Simalungun adalah sebagai berikut:

Gambar 4.4. Bentuk Fisik Rumah Bolon Simalungun

Bangunan dengan luasan yang cukup besar tersebut terdiri dari 2 teras kecil di depan, bangunan induk depan dan bangunan induk dibelakang.

Seperti halnya pada bangunan tradisional lain di sumatra, sistem sambungan konstruksi pada bagian-bagian struktur rumah Bolon ini juga tidak menggunakan paku, namun menggunakan sistem sambungan pasak kayu dan juga sistem ikatan dengantali rotan.

4.1.3. Struktur dan Konstruksi Rumah Bolon Simalungun

1. Pondasi

Pondasi Rumah Bolon Simalungun disebut palas terbuat dari batu gunung, kayu keras, pakis besar (batang tanggiang). Terdapat tiga bentuk pondasi pada bangunan ini, dua pondasi untuk bahan batu dipahat berbentuk trapesium berukuran 45 x 45 cm dengan tinggi 55 – 60 cm dan berbentuk tabung berdiameter 45 cm dengan tinggi 50 cm, sedangkan bahan batang kayu berbentuk silinder yang dikunci dengan batu semen disekelilingnya.

Antara Pondasi dengan galang bangunan dibuat pemisah yang terbuat dari ijuk agar tidak mudah busuk dan rusak.

Gambar 4.5.Bentuk pondasi Rumah Bolon Simalungun 2. Tiang Rumah

Tiang Rumah Bolon Simalungun yang disebut Hulissir terbuat dari batang kayu yang kuat dan keras. Tiang ini dibentuk bersisi supaya lebih rapi dan pada pangkal atau ujung dibuat pasi atau biasa disebut pen untuk mengikat galang dan pondasi pada tiang.

Gambar 4.6. Tiang Rumah Bolon Simalungun

Pada bagian depan bangunan Rumah Bolon Simalungun, tiang-tiang penopang rumah disusun memanjang dan melebar. Tiang-tiang penyangga rumah Bolon ini berukuran besar, diameter antara 60cm sampai 70 cm, dengan tinggi sekitar 1,75 meter. Tiang-tiang penyanggah ini diukir dan diberi warna dasar merah, putih dan hitam.

Konstruksi bangunan Rumah Bolon Simalungun mengandalkan konstruksi tiang, yaitu terdiri dari tiang-tiang utama dan tiang-tiang pembantu.

Keseluruhan tiang pada bagian rumah Bolon ini berjumlah 20 buah. Tiang kolom ini merupakan elemen struktur yang menjadi media penyalur beban sampai pada lapisan tanah dasar.

3. Galang / Balok Lantai

Galang atau balok lantai menggunakan kayu bulat kuat dan keras yang bediameter 40 – 50 cm. Jumlah sisi galang kayu tidak sama disesuaikan dengan besar kayu pada umumnya. Galang pertama atau galang paling bawah bangunan dipasang di atas pondasi batu dan tiang penyangga, dengan dibuat coakan pada bagian atas tiang penyannga sebagai tempat dudukan galang.

Kemudian galang kedua ditempatkan di atas galang pertama. Pada saat menempatkan galang ini diperhatikan pangkal dari kayu harus menghadap

Kemudian galang kedua ditempatkan di atas galang pertama. Pada saat menempatkan galang ini diperhatikan pangkal dari kayu harus menghadap

Dokumen terkait