• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bukti Elektonik Dalam Pembuktian Perkara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bukti Elektonik Dalam Pembuktian Perkara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

GUNTORO EKA SEKTI Halaman 1 BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERKARA PIDANA

Pendahuluan

Beberapa waktu yang lalu, dalam sebuah persidangan di Mahkamah

Konstitusi sempat diperdengarkan sebuah rekaman suara (audio) percakapan

telepon yang disebut sebagai ‘mafia hukum’. Pada saat itu seolah dunia peradilan

tersentak oleh ‘isi’ dari rekaman percakapan tersebut, seolah menunjukkan betapa

uang dan kekuasaan seolah mengangkangi hukum. Rekaman pembicaraan

telepon kemudian juga makin sering muncul dalam persidangan, terutama

persidangan perkara korupsi dan menjadi pembuat terang sebuah peristiwa pidana

sehingga memudahkan penyidik, penuntut umum dan hakim dalam menentukan

sebuah perbuatan merupakan tindak pidana dan menentukan siapa yang harus

bertanggungjawab secara pidana.

Kemajuan dan perkembangan teknologi terutama pemanfaatan teknologi

informasi, media, dan komunikasi yang telah mengubah baik perilaku masyarakat

maupun peradaban manusia secara global. Dalam dunia hukum, selain telah

lahirnya suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum

telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk

istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan

komunikasi. Terkait dengan tindak pidana yang berasal dan bersumber dari

penyalahgunaan teknologi informasi, dalam pembuktiannya tentu juga tidak dapat

dilepaskan dari bukti elektronik, lalu bagaimana hukum mengantisipasi pembuktian

perkara dengan pemanfaatan teknologi informasi, tidak saja tindak pidana terkait

dengan teknologi informasi akan tetapi juga terhadap pembuktian tindak pidana

lainnya?

Perkembangan Pembuktian dengan Bukti Elektronik

Pembuktian adalah titik sentral dalam rangkaian pemeriksaan perkara

(pidana) di pengadilan. Melalui ‘ruang’ yang disebut pembuktian itulah batas-batas

persidangan terbentuk dalam rangka mencari dan mempertahankan kebenaran.

Pembuktian dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman dan

penggarisan tentang cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pasal 184 KUHAP

menegaskan yang termasuk sebagai alat bukti yang sah adalah keterangan saksi,

keterangan ahli, surat dan keterangan terdakwa. Hukum acara telah pula

(2)

GUNTORO EKA SEKTI HALAMAN 2 menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat-alat bukti, yang

tentunya dalam batas yang dibenarkan undang-undang dalam mewujudkan

kebenaran materiil. Negatief wettelijk stelsel atau sistem pembuktian berdasarkan

undang-undang secara negative, sehingga hakim tidak boleh menjatuhkan pidana,

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah

(sebagaimana telah disebutkan diatas), hakim memperoleh keyakinan bahwa

tindak pidana terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Beberapa peraturan perundangan telah mengatur secara khusus mengenai

pembuktian dengan bukti elektronik selain alat-alat bukti yang disebutkan dalam

KUHAP. Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik salah satunya, telah memasukkan informasi elektronik dan dokumen

elektronik dan atau hasil cetakkannya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data

interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah

diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya. Sedangkan yang dimaksud dengan Dokumen Elektronik adalah

setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau

disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,

yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem

Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,

rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau

perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang

mampu memahaminya.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Infromasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa informasi elektronik dan

atau dokumen elektronik dan atau hasil cetakkannya merupakan alat bukti hukum

yang sah. Dalam ayat (2) nya menyebutkan bahwa informasi elektronik dan

dokumen elektronik tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang sah. Lebih

lanjut dalam dalam Pasal 44 nya, menyebutkan bahwa informasi elektronik dan

dokumen elektronik yang menempatkannya sebagai alat bukti tersendiri disamping

alat bukti yang dikenal selama ini, sehingga yang dimaksud perluasan dari alat

bukti yang sah adalah menambah jenis alat-alat bukti menurut Undang-Undang

(3)

GUNTORO EKA SEKTI HALAMAN 3 Penggunaan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat

bukti juga dikenal dalam Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Dalam undang-undang ini, kedudukan informasi dan atau dokumen

elektronik meskipun diterima sebagai alat bukti yang sah akan tetapi tidak sebagai

alat bukti yang berdiri sendiri melainkan perluasan dari pengertian alat bukti

petunjuk sebagai salah satu jenis alat bukti. Ketentuan mengenai hal tersebut

dapat dilihat pada Pasal 26 A yang menyebutkan alat bukti yang sah dalam bentuk

petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi

juga dapat diperoleh dari : 1. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan,

dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu; dan 2. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi

yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau

tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun

selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara,

gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki

makna. Lebih lanjut dalam penjelasan disebutkan yang dimaksud dengan

"disimpan secara elektronik" misalnya data yang disimpan dalam mikro film,

Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once Read Many

(WORM). Sedangkan yang dimaksud dengan "alat optik atau yang serupa dengan

itu" dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung elektronik (electronic data

interchange), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, dan faksimili.

Informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti juga dikenal

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Pasal

96 nya menyebutkan bahwa : Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana

lingkungan hidup terdiri atas: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk;

keterangan terdakwa; dan/atau alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut dalam penjelasan yang

dimaksud dengan alat bukti lain adalah meliputi, informasi yang diucapkan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau

yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang

dapat dibaca, dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa

bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain

kertas, atau yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara

(4)

GUNTORO EKA SEKTI HALAMAN 4 atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau dibaca. Dari

ketentuan tersebut terlihat bahwa kedudukan infomasi elektronik dan atau

dokumen elektronik adalah sebagai salat satu alat bukti yang berdiri sendiri selain

alat bukti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

KUHAP.

Ketiga undang-undang diatas, meskipun ketiganya telah mengakui

informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah

dalam pembuktian perkara pidana akan tetapi mempunyai kedudukan dan

kekuatan pembuktian yang berbeda. Perbedaan kedudukan dan kekuatan

pembuktian yang berbeda-beda tersebut ternyata ditangkan dalam penyusunan

rancangan hukum acara pidana sehingga alam rancangan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana, Pasal 175 ayat (1) menyebutkan bahwa salah satu alat bukti

yang sah untuk pembuktian perkara pidana adalah bukti elektronik. Dalam Pasal

178 nya menyebutkan bahwa yang dimaksud bukti elektronik adalah sekalian bukti

dilakukannya tindak pidana berupa sarana yang memakai elektronik. Dari

pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi elektronik dan atau

dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam UU Informasi dan Transaksi

Elektronik adalah termasuk dalam pengertian bukti elektronik sebagai salah satu

alat bukti selain alat-alat bukti yang dikenal selama ini.

Digital Forensik Bukti Elektronik

Bukti elektronik, sebagai alat bukti yang sah dalam pembuktian perkara

pidana, tentu berbeda dengan alat-alat bukti lainnya, semisal surat ataupun saksi,

yang dapat dengan mudah dilihat, dibaca dan dinilai kekuatannya pembuktian

secara langsung. Bukti elektronik, sebagaimana perkembangan teknologi informasi

dengan berbagai karakteristiknya, tidak saja dari segi formalitasnya (cara

memperoleh) maupun dari segi materiilnya (melihat nilai pembuktiannya) agar

mempunyai kekuatan pembuktian di persidangan reability (dapat

dipertanggungjawabkan keabsahannya), necessity (diperlukan untuk pembuktian)

dan relevance (relevan dengan pembuktian).

Sebagai salah satu alat bukti yang sah, karakteristik dari bukti elektronik

memerlukan penanganan yang khusus pula. Digital forensik, sebagai ilmu yang

ditujukan untuk menangani bukti elektronik dan digital secara patut dan sah secara

hukum sehingga dapat dijadikan alat bukti di persidangan. Dalam menangani bukti

elektronik sehingga dapat diterima di persidangan adalah terpenuhinya

(5)

GUNTORO EKA SEKTI HALAMAN 5 yaitu : Pertama, Chain of Custody bahwa dilarang mengubah data digital yang

akan dijadikan alat bukti dipersidangan, hal ini terkait dengan sifat data votatile

sehingga mudah sekali hilang atau rusak. Kedua, Kompetensi dalam arti petugas

yang akan menangani bukti elektronik haruslah berkompeten dan dapat

menjelasakan kembali alasan serta tindakan dalam melakukan pemeriksaan bukti

elektronik. Ketiga, bahwa analisa yang dihasilkan harus dapat disajikan dan dapat

diuji langkah dan tahapan yang dilaluinya. Keempat, bahwa keseluruhan hasilnya

setelah melalui tiga prinsip di atas harus dapat dipertanggungjawabkan secara

hukum dan dapat diaplikasikan dengan baik.

Prinsip-prinsip dasar di atas, dalam implementasinya diterapkan melalui

tahapan digital forensik yang harus dilakukan dalam menyajikan bukti elektronik.

Tahapan ini pula yang dapat ditanyakan kepada ahli di persidangan dalam menilai

kekuatan bukti elektronik dalam pembuktian perkara. Pertama adalah Connection,

adalah proses memastikan keutuhan bukti elektronik, atau bisa disebut status quo

bukti elektronik agar tidak terjadi proses penulisan atau perubahan, salah satunya

adalah dengan aplikasi write protect, sehingga bukti elektronik hanya dapat dibaca

(read-only). Proses berikutnya setelah dapat dipastikan bukti elektronik (yang

terdapat pada sumbernya) dalam keadaan status quo (dalam dunia nyata seperti

lokasi tempat kejadian yang terpasang police line) maka selanjutnya adalah

Acquisition, adalah mengcopy isi dari sumber bukti elektronik (semisal memori

penyimpanan dalam komputer, handphone atau lainnya) pada media penyimpanan

untuk dilakukan analisa. Salah satu aplikasi yang digunakan adalah Forensic

Imaging. Dalam proses ini, selain dihasilkan ‘duplikasi’ bukti elektronik yang akan

dianalisa, untuk menentukan keutuhannya dapat dilihat nilai hash, dengan

membandingkan nilai hash bukti elektronik dari sumber dengan nilai hash hasil

‘duplikasi’ berupa copy image yang identik maka dapat dipastikan keutuhan dari

bukti elektronik. Tahapan selanjutnya adalah Examination, dalam tahapan ini

setelah copy image dipastikan identik, maka selanjutnya adalah menganalisa bukti

elektronik yang terkait dan berhubungan dengan tindak pidana yang dilakukan.

Aplikasi Autopsy Forensik adalah salah satu yang dapat digunakan untuk proses

ini, dengan aplikasi ini maka bukti elektronik dapat dicari, dipilah berdasar

klasifikasi tertentu semisal, waktu, kata yang terkait atau hal-hal lainnya untuk

memudahkan menemukan bukti elektronik yang memang terkait dengan

pembuktian perkara. Tahap berikutnya setelah ditemukan bukti elektronik yang

(6)

GUNTORO EKA SEKTI HALAMAN 6 maka hanya digital evidence yang benar-benar terkait dan mempunyai kekuatan

pembuktian terhadap perkara yang akan disajikan untuk pembuktian perkara.

Melalui prinsip-prinsip dan tahapan dalam digital forensik, maka bukti

elektronik akan sangat berperan dalam proses pembuktian dalam perkara pidana,

dimana yang hendak dicari adalah kebenaran materiil. Beberapa hal yang dapat

diungkap dan dibuktikan dengan bukti elektronik, adalah dapat mengidentifikasikan

obyek (bukti elektronik), menentukan keterkaitan bukti elektronik dengan pelaku

yang diduga melakukan tindak pidana, merekonstruksi ‘masa lalu’, melindungi

yang tidak salah dan untuk menyiapkan ahli di persidangan. Hal ni tidak lepas dari

pengertian digital forensik sebagai salah satu cabang ilmu forensik yang berkaitan

dengan bukti legal yang ditemui pada komputer dan media penyimpanan digital.

Menjabarkan keadaan kini dari suatu artefak digital yang dapat mencakup sebuah

sistem komputer, media penyimpanan (seperti flash disk, hard disk, atau

CD-ROM), sebuah dokumen elektronik (misalnya sebuah pesan email atau gambar

JPEG), atau bahkan sederetan paket yang berpindah dalam jaringan komputer.

Sehingga isi dari bukti elektronik yang diperoleh dari proses bukti elektronik tidak

sekedar ada informasi apa dalam bukti elektronik akan tetapi dapat pula merinci

urutan peristiwa yang menyebabkan terjadinya situasi terkini.

Prinsip-prinsip dan tahapan melalui digital forensik dalam menggali alat

bukti berupa bukti elektronik sehingga dapat digunakan dalam pembuktian perkara

pidana, ternyata tidak mudah karena karakteristik yang melekat padanya. Setelah

prinsip dan tahapan terpenuhi (dapat dikatakan sebagai syarat formal) maka

selanjutnya adalah syarat materiil, yaitu keterkaitan antara isi bukti elektronik

dengan pembuktian perkara. Sebagaimana alat-alat bukti lainnya dalam

pembuktian perkara pidana yang bersifat bebas, dalam arti akan kembali kepada

hakim dalam menilai persesuaian dengan alat-alat bukti lainnya di persidangan

dalam rangka untuk memenuhi minimum pembuktian untuk dapat menimbulkan

keyakinan pada hakim.

Penutup

Dengan melihat keniscayaan perkembangan teknologi informasi dan

beberapa peraturan perundangan yang ada, maka bukti elektronik akan semakin

berperan dalam pembuktian perkara pidana. Masuknya bukti elektronik dalam

Rancangan KUHAP sebagai alat bukti yang berdiri sendiri telah menempatkan

informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam

(7)

GUNTORO EKA SEKTI HALAMAN 7 yang sejajar dengan alat-alat bukti yang lainnya, dengan karakteristik dan

kekhususannya, maka penanganan dan penyajian bukti elektronik sehingga dapat

digunakan dan mempunyai kekuatan pembuktian di persidangan juga harus

diperhatikan. Beberapa prinsip-prinsip dasar dan tahapan digital forensik diatas

dapat menjadi rujukan sederhana dalam menerima, menilai dan menggunakan

bukti elektronik yang diajukan dipersidangan dalam pembuktian perkara pidana.

Semoga.

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran status gizi berdasarkan indeks tinggi badan per umur pada anak talasemia β mayor di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.. Djamil Padang memperlihatkan

Serta didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Micheli & Marzoni,(2010) Keputusan strategis yang diberikan oleh sistem pengukuran kinerja akan memberikan

dengan jumlah berbeda memberi pengaruh nyata terhadap mutu nugget ikan jambal siam dilihat dari nilai organoleptik (rupa, aroma dan tekstur), kadar air, kadar

Lompat ke konten Jumat, Maret 17, 2017 About Me Contact me Privacy Policy Disclaimer TOS Sitemap Safara Jogja Safara Jogja Sharing And News Menu About Me Contact me

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa aksi kolektif yang dilakukan oleh petani dalam bentuk asosiasi belum mampu meningkatkan kinerja produksi,

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan penyelesaiannya, dan menurut penulis, Bagian Prodi Kampus STMIK Bina Sarana Global perlu mengembangkan suatu

Salah satu kebenaran lain yang terungkap dalam Al Qur’an adalah pengembangan jagat raya yang ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan Hubble tentang pergeseran merah

Kedua, Kepada institusi sekolah di- sarankan untuk: (1) menyebarluaskan metode pembelajaran kooperatif model make a match kepada guru-guru mata pelajaran lainnya,