• Tidak ada hasil yang ditemukan

Negara Indonesia Merdeka in 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Negara Indonesia Merdeka in 2014"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

NEGARA INDONESIA MERDEKA

Percikan Pemikiran

Pendiri Bangsa

“Cukup Sudah Jadi bangsa Kuli, Bangkit Jadi Bangsa Mandiri” Kita mau menjadi satu Bangsa yang bebas Merdeka, berdaulat penuh, bermasyarakat adil makmur, satu Bangsa Besar yang Hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kertaraharja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo. (Pidato Presiden RI Sukarno tanggal 17 Agustus 1963)

Kado Hari Menuju Republik Indonesia

19 Februari Ulang Tahun Tan Malaka

Pengantar

Di awal millennium yang ditandai oleh kesepakatan dunia akan cita-cita memuliakan martabat kemanusiaan yakni mengikis problem kemanusiaan yang sudah setua peradaban yang berupa kemiskinan, kemelaratan dan kesengsaraan dengan hiasan ketidak adilan berdasarkan kelas, gender, demografi dan ketimpangan antar wilayah dengan bangsa-bangsa di dalamnya. Suatu dunia yang memprihatinkan dimana kematian sia-sia masih banyak terjadi baik karena terabaikannya kesehatan, tiadanya fasilitas air, lingkungan dan pemukiman yang sehat. Pendek kata hidup yang membuat manusia tiada bermartabat ditengah peradaban manusia yang telah mencapai teknologi digital dan perdagangan financial serta kreativitas yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kesepakatan itu dikenal sebagai Millenium Development Goal.

(2)

1960-an di jagat balantika politik nasional hinggal binggar dengan isu yang lebih serius lagi yakni NEKOLIM.

Dalam pemilihan presiden secara langsung yang berlangsung pada 8 juli 2009 isu NEOLIB begitu popular dan menjadi wacana yang paling dihujat oleh hampir seluruh peserta. Terlepas dari perdebatan yang sangat artificial itu, bagi kami, yang paling esensial dan fundamental adalah bagaimana pemerintah yang menjadi pemenang pemilu (Presiden dan Legislatif) dapat merealisasikan cita-cita bernegara-bangsa Republik Indonesia. Oleh karenanya, sebagai orang yang pernah bersentuhan dengan lembaga-lembaga terhormat yang mendesain blue print pembangunan, kami menganggap penting untuk mengingatkan agar jangan asal membingkai secara teknokratik rencana pembangunan apalagi asal jiplak (termasuk petuah NEKOLIM) tanpa mempertimbangkan tujuan bernegara-bangsa.

Hampir 69 tahun kita telah merdeka, telah banyak kaum terdidik mendedikasikan kehidupannya bagi keberlangsungan Negara-bangsa baik di legislative, eksekutif maupun yudikatif dan taman pendidikan. Namun kita sadar bahwa fakta yang tak dapat diingkari adalah belum terealisasinya apa yang dicitakan dan diwajibkan oleh konstitusi, malahan kita terjebak dalam iklim otoritarian birokratik rente yang militeristik, dan kini kita saling tuding sebagai neolib. Sedikit atau banyak ia hadir di dapur pembangunan kita. Sosoknya begitu nyata, dimana dominasi asing dalam perekonomian kita, bahkan untuk penanggulangan kemiskinan saja harus memakai uang asing, sudah sedemikian tiada bermartabatkah moralitas kita sebagai suatu Negara-bangsa? Rasanya tak perlu lagi kita berdebat.

Pada kesempatan ini, kami akan menyampaikan gagasan tokoh pendiri republic dan partai yang dahulu pernah menguasai negeri tercinta ini. Sekalipun disusun oleh kaum terdidik yang tidak sebanyak yang ada di depkeu-Bappenas dan DPR atau Parpol namun hemat kami kualitas dedikasinya bagi rakyat jelas tak tertandingi oleh GBHN, Propenas dan Bahkan RPJM yang sekarang ataupun platform partai politik yang sedang berjaya.

Kelugasan menuliskan persoalan dan program yang diungkapkan menunjukkan dekatnya jiwa mereka, tanpa bungkus intelektualisme dan teknokratisme yang membuat terasing dan rakyat menjadi tak lagi dapat mengontrolnya. Sofistikasi tentu bukanlah penipuan agar rakyat lengah terhadap setiap rupiah yang dikeluarkan Negara untuk kesejahteraan yang berubah menjadi kekayaan elite, kegenitan intelektualisme dan kemakmuran asing. Inilah yang dimaksudkan dengan kualitas dedikasinya.

(3)

Rusdi tagaroa

Pelataran Pemikiran

Negara Kesejahteraan (NK) merupakan suatu bentuk negara yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya menitik beratkan pada upaya pemenuhan dan perlindungan kesejahteraan warga Negara, jadi praksis ekonomi-politik dan social pemerintahan secara sistemik menjamin seluruh warga negara memperoleh kesejahteraan. Bentuk NK ini adalah pilihan ekstrim yang menolak antara individualisme lawan sosialisme-komunisme, pasar lawan perencanaan terpusat negara serta antara adanya pemilikan individu lawan tanpa pemilikan. NK tidak mau terejebak dalam perdebatan filosofis dua kutub pemikiran, melainkan berupaya menggabungkan aspek positif keduanya seraya merancang policy yang berbasis dua nilai falsafati tersebut.

Dalam NK kedua nilai dan instrumen hidup bersamaan dengan pengelolaan negara, jadi pasar dan peran negara sama dominannya, pemilikan individu dan pemupukan kapital dibenarkan tumbuh subur, namun pajak progresif atas penumpukan nilai lebih itu dilangsungkan secara intensif, sehingga kehidupan individu dan kolektif berkembang bersama dan saling menunjang. Kemajuan seseorang berimplikasi terhadap kesejahteraan warga lainnya. Tidaklah mengherankan dalam NK, struktur masyarakatnya, barang dan jasa publik

diorganisasikan secara berbeda dengan negara-negara penganut kapitalisme atau komunisme semata. Esping-Andersen mengungkapkan bahwa:

“…negara kesejahteraan bukan hanya suatu mekanisme untuk melakukan intervensi terhadap, atau mengoreksi struktur ketidak-setaraan yang ada; namun, merupakan suatu system stratifikasi social khas. Negara kesejahteraan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam penataan ulang relasi social…”1

Sederhananya, Negara kesejahteraan memiliki aspek menonjol dalam tiga hal seperti yang dilihat oleh S Kuhnle dan SEO Hort yaitu:

a. Dekomodifikasi,

b. Stratifikasi Sosial khas dan c. Penciptaan lapangan Kerja.

Ketiga hal ini penting karena saling dukung, dimana untuk menerapkan kebijakan social dibutuhkan modal nasional yang kuat, dalam hal ini akan dapat dicapai dengan kerja keras warganya sehingga melahirkan pertumbuhan ekonomi yang kemudian akibat kebijakan sosialnya justru menciptakan formasi social khas dimana terdapat jaminan bagi seluruh warganya untuk menikmati hak social dan terlindungi dari hidup tanpa martabat akibat kemelaratan. Pandangan ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi berbasis lapangan kerja ini subordinat dari kebijakan social yang mencerminkan skema kesejahteraan.

Jadi negara kesejahteraan bukan merupan konstruksi atau desain ekonmi (makro) atau pembangunanisme –sekalipun masih dominan penganut keynisian- melainkan suatu suatu

(4)

utopia social-politik yang diperjuangkan dengan impian yang bertumpu pada pengakuan universal hak social (ecosoc-right), mengatasi kemiskinan dan kesenjangan kelas atau social, dimana peran afirmatif negara memperoleh basis dukungan politik yang luas melalui pembangunan karakter dan kebangsaannya serta berbagai kebijakan dan kelembagaan social.2

Pandangan tersebut membutuhkan suatu basis legitimasi yang kuat, sekalipun mungkin peran di luar pemerintah, namun dalam proses inisiatif jelas membutuhkan peran pemerintah dan untuk itu adalah sangat penting adanya dukungan basis politik. Tanpa basis politik yang kuat akan terjadi seperti halnya di negara komunis atau negara berkembang yang mana menjadikan negara dan elitenya menjadi predator atau pemburu rente3 untuk kepentingan relatifnya.

Dukungan basis politik yang memadai hanya mungkin diperoleh bila ada kesadaran nasional untuk membentuk karakter tertentu dalam bernegara bangsa, terutama yang dicitakan bersama. Pengertian ini menunjukkan hubungan timbal balik antara rezim pemerintahan dan konstituennya yang direpresentasikan oleh partai politik dan kelompok masyarakat sipil (kepentingan lainnya). Cita-cita bersama yang dimaksud

2 Lihat Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara

kesejahteraan (2006) hal 94-95.

3 Baca Arief Budiman, Negara Otoriter Birokrat Rente kasus Indonesia dan

Korea, juga riset LIPI Menyingkap Akar Persoalan Ketimpangan Ekonomi di Daerah Sebuah Kajian Ekonomi Politik (Pamator 2001)

adalah kesejahteraan. Tidaklah mengherankan bila Mashall memformulasikan:

“…istilah tersebut (negara kesejahteraan) merujuk pada suatu komitmen politik yang baru, penulisan ulang kontrak social antara negara dan warganya… yang melibatkan pengakuan atas hak social seluruh warga dan merefleksikan suatu tekad untuk menjembatani kesenjangan kelas social yang ada…”4

Dalam upaya mencapai kondisi kesejahteraan seperti yang diuraikan di atas, dibutuhkan kondisi obyektif untuk mendukung tercapainya cita-cita, adapun kondisi obyektif yang diperlukan setidaknya ada dua aspek yakni: a. Aspek fundamental dan b. aspek instrumental. Aspek Fundamental merupakan aspek dasar yang menentukan tingkat keberhasilan aspek instrumental yang merupakan serangkaian kebijakan publik dari pemerintahan dan secara langsung menyentuh kesejahteraan seluruh warganya. Esping-Andersen (1990) mensyaratkan empat pilar utama terbentuknya NK yaitu:

a. Social Citizenship b. Fulldemocracy

c. Modern Industrial Relation system d. Right to Education

Pemenuhan hak social warganya melalui mekanisme bukan pasar (dekomodifikasi) menggambarkan hak social warga yang wajib dipenuhi oleh negara, yang mana dalam prosesnya menggunakan demokrasi yang berkeadilan, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi melalui strategi system hubungan

(5)

industrial dan pendidikan yang memungkin kebijakan social dilakukan tanpa hambatan social-politik.

Sedangkan aspek instrumental yang sangat penting dan dianggap secara langsung berhubungan dengan tingkat kesejahteraan adalah:

a. Ketenagakerjaan b. Pendidikan c. Kesehatan d. Jaminan Sosial e. Perumahan f. Kelompok Rentan

Dalam konteks Republik Indonesia, masyarakat tanpa kemiskinan, sejahtera adil dan makmur merupakan cita-cita atau tujuan berdirinya negara bangsa ini. Dalam konstitusi jelas tujuan ini termaktub dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Hal ini merupakan basis dukungan politik terhadap gagasan negara kesejahteraan di Indonesia, dukungan ini akan semakin kuat legitimasinya apabila statement dalam konstitusi tersebut memang merupakan suatu kristalisasi perjuangan dan wacana yang dicitakan oleh para pendiri negara, karena merupakan keberlanjutan dari gagasan yang direpresentasikan dari kepentingan rakyat sebelum kemerdekaan.

Cita-cita negara bangsa yang termaktub dalam konstitusi dalam hal ini UUD 1945 akan sulit direalisasikan bila tidak memperoleh dukungan basis politik terutama partai politik yang merepresentasikan kekuatan social yang ada, untuk itulah diperlukan suatu penulusuran terhadap partai politik yang di

zamannya cukup signifikan dalam memberi pengaruh bagi jalannya pemerintahan atau bahkan memimpin pemerintahan dalam periode tertentu.

Hingga saat ini, pengkajian mengenai hal ini masih sangat terbatas, dan untuk mengisi kekosongan itulah dilakukan studi ini dengan melihat dukungan legitimasi dari para pendiri republik bagi gagasan negara kesejahteraan yang dalam hal ini akan diwakili oleh Soekarno, Hatta dan Tan Malaka5 yang

disaamping alasan ketokohannya juga untuk sekedar menujukkan konfigurasi politik yang ada saat itu. Basis dukungan berikutnya adalah dengan melihat partai politik yang akan diwakili oleh partai Nasional Indonesia, Partai Sosialis Indonesia dan Partai Masyumi untuk periode 1945 – 1965. Berikutnya bagaimana pergulatan setiap era merealisasikannya di masa itu

Sketsa Pemikiran

Kolonialisme-Imperialisme yang sosoknya hadir di Indonesia dalam bentuk pemerintahan Hindia-Belanda, dimana rakyat hidup dalam suasana yang penuh dengan kesengsaraan, kemelaratan, tidak dapat menikmati pendidikan, kelaparan dan keskitan bahkan kematian yang absurd. Di lain sisi kekayaan bumi Indonesia baik yang berupa tetumbuhan maupun kekayaan yang terdapat dalam perut ibu pertiwi, terus diekslorasi dan diekspoitasi dan dinikmati kaum penjajah dengan seluruh antek-anteknya terutama bangsa eropah, cina dan asial lainnya, termasuk kaum feudal dan priyayi. Situasi

5 Sebenarnya juga Sutan syahrir, karena sudah ada studi yang dilakukan

(6)

ini merupakan suatu kondisi utama yang melingkupi corak pemikiran para pendiri republik ini, tidaklah mengherankan bila seluruh komponen pejuang itu pekat dengan cita-cita rakyat sejahtera, adil dan makmur, anti imperialisme yang merupakan wujud kapitalisme yang membawa kekejaman dan penderitaan bagi rakyat, mereka kritis terhadap kelas dan elitisme.

Para pejuang ini saling kenal, bersahabat, dan garis merah pemikirannya-pun saling berpengaruh satu-sama lain sekalipun ada perbedaan-perbedaan yang tak terhindarkan dan tak mungkin tersembunyikan. Sebelum Indonesia merdeka ketiganya sama yakinnya bahwa kemerdekaan itu akan datang dan hanya tinggal menunggu waktu momentum itu datang, tahun 1925 Tan Malaka Menulis buku Nar de Republiek Indonesia (NRI), tahun 1932 Hatta menulis brosur Ke Arah Indonesia Merdeka (KIM) dan 1933 Soekarno juga kemudian menulis Menuju Indonesia Merdeka (MIM). Bila kita lacak dari ketiga karya monumental itu kemudian dirujuk dengan karya lainnya baik sebelum kemerdekaan maupun setelahnya akan menampakkan suatu panorama pemikiran tentang utopia Indonesia Merdeka, dimana rakyatnya hidup sejahtera tanpa kesenjangan social yang berarti karena demokrasi politik dan ekonomi dijalankan dengan baik. Sama-rata Sama-rasa di bidang politik, ekonomi dan social.

Hampir di seluruh karya mereka menunjukkan keberpihakan dan pembelaannya terhadap rakyat yang menghadapi kemiskinan, ketimpangan social dan kelas, pengangguran, penderitaan kaum buruh dan tani yang dieksploitasi, ketidakberdayaan dilapangan politik, pendek kata adanya

struktur social yang tidak adil akibat kapitalisme-imperialisme, feodalisme, elitisme karenanya mereka mencitakan kemerdekaan dari penjajahan, berdaulat, adil-makmur dan sejahtera.

Soekarno mengekspresikan cita-cita kemerdekaan dan masyarakat yang dimpikannya seperti yang termaktub dalam risalah MIM6 sebagai berikut:

“Diseberang jembatan itu jalan pecah jadi dua: satu ke dunia keselamatan Marhaen, satu ke dunia kesengsaraan Marhaen; satu ke dunia sama-rata-sama-rasa, satu ke dunia sama-ratap-sama-tangis. Celakalah Marhaen, bilamana kereta itu masuk ke jalan yang kedua, menuju kealamannya kemodalan Indonesia dan keburjuisan Indonesia. Oleh karena itu Marhaen awas-lah awas! Jagaawas-lah yang kereta-kemenangan nanti tetap dalam kendalianmu, jagalah politieke macht nanti jatuh didalam tanganmu, didalam tangan besi kami, didalam tangan baja kamu!”

“Lemparlah jauh-jauh nasionalisme keburjuisan dan nasionalisme keningratan itu, bantingkanlah menjadi debu nasionalisme keburjuisan dan nasionalisme keningratan itu diatas itu buntalan ke-Rakyatan massa!...Mereka punya nasionalisme bukanlah nasionalisme kemanusiaan, bukan nasionalisme yang ingin keselamatan massa, mereka punya nasionalisme adalah nasionalisme burjuis, yang paling jauh hanya

6 Dikutip dari Di Bawah Bendera Revolusi hal, 315-316 dan 321-322 dan

(7)

ingin Indonesia Merdeka saja, dan tidak mau merubah susunan masyarakat sesudah Indonesia Merdeka.

Mereka bisa juga revolusioner, tetapi borjuis revolusioner, tidak Marhaenistis revolusioner, tidak sosio revolusioner!”

“Dengungkan sampai melintasi tanah datar dan gunung dan samudra, bahwa Marhaen diseberangkan jembatan emas akan mendirikan suatu masyarakat yang tiada keningratan dan tiada keburjuisan, tiada kelas- kelas dan tiada kapitalisme!”

Betapa gelora Soekarno yang menyala itu menggambarkan idenya tentang suatu tatanan masyarakat di masa Indonesia Merdeka, dimana rakyat terpenuhi hak-hak sosialnya dan tiada kesenjangan yang nyata. Semangat ini tidak hanya dimiliki oleh Soekarno, dengan gayanya yang khas dan tajam. Hatta juga menginginkan suatu transformasi social dalam Indonesia merdeka sehingga rakyat tidak hanya dijadikan perkakas.

“Kebangsaan cap ningrat membayangkan suatu Indonesia yang terlepas dari tangan Belanda, akan tetapi takluk ke bawah kekuasaan mereka….. dalam kebangsaan yang seperti itu, rakyat yang banyak tidak terhitung. Hanya kaum ningrat atau kaum bangsawan yang menjadi ukuran bangsa! … Bagaimana pula rupa kebangsaan yang bercap kaum intelek? Menurut paham intelek, kaum terpelajar atau kaum cerdik pandai, Indonesia Merdeka haruslah berada di bawah kekuasaan mereka sendiri. Negeri tidak maju dan makmur kalau tidak dikemudikan oleh orang yang

berpengetahuan tinggi … Sebab itu nasib rakyat dan urusan negeri ada di tangan kaum intelek. ..Akan tetapi bukan kebangsaan ningrat dan bukan pula kebangsaan intelek yang dikehendaki oleh Pendidikan Nasional Indonesia, melainkan kebangsaan rakyat. “Karena rakyat itu badan dan jiwa bangsa”. Dan rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi rendah derajad kita. Dengan rakyat kita akan naik dan dengan rakyat kita akan turun. Hidup dan matinya Indonesia merdeka semuanya itu tergantung kepada semangat rakyat….. Kalau Indonesia sampai merdeka, mestilah ia menjadi Kerajaan Rakyat, berdasar kemauan rakyat”.7.

Sedangkan yang dicitakan oleh Tan Malaka, tak pelak lagi sebagaimana layaknya Komunis (setelah merdeka menjadi Murbais) yakni masyarakat Proletaris, namun demikian Tan Malaka adalah seorang rasional dan juga tak dapat begitu saja menggadaikan sepenuh hatinya menggantung Indonesia pada Internasionalisme. Corak nasional tetap nampak cita rasanya, adapun ungkapan mengenai cita-cita Masyarakat Indonesia merdeka terekam sebagai berikut:

“Juga sesudah kemerdekaan nasional tercapai kerjasama yang erat antara proletar dan bukan proletar adalah suatu syarat yang mutlak. Jika kerjasama itu terputus, terlebih-lebih jika orang-orang bukan proletar menjadi lawan buruh industri, maka kemerdekaan nasional hanya memberikan satu jalan bagi perbudakan nasional baru. Tak jauh daripada Indonesia terdapat

7 Hatta, Ke Arah Indonesia Merdeka 1932 dalam Karya lengkap Bung

(8)

pencuri-pencuri internasional seperti imperialis-imperialis : Inggris, Amerika, Jepang, yang nanti akan melancarkan serangan imperialisme pada tiap-tiap kesempatan yang baik. Selama Indonesia ke dalam tetap bersatu dan solider, selama itu mereka akan menangguhkan usahanya merampas Indonesia. Akan tetapi begitu lekas perpecahan di dalam, mereka akan segera mendapatkan jalan melaksanakan untuk sekian kalinya politik devide et imperanya (memecah belah rakyat dalam golongan-golongan untuk dikuasai) Indonesia terdiri dari pelbagai pulau yang berada pada pelbagai tingkatan kebudayaan, memberikan lapangan memperhatikan kepentingannya. Pandangan-pandangan tersebut, cukuplah memadai untuk menggambarkan suasana pikiran para pendiri Republik Indonesia tentang Kemerdekaan yang diharapkannya dan tatanan masyarakat yang dicitakan. Dengan demikian, tampaklah bahwa mereka sepakat pentingnya (bahkan menentukan) peran negara dalam menentukan kesejahteraan rakyat, sekalipun bila ditelisik,

8 Tan Malaka, Naar De Republiek Indonesia , hal 29

Hatta akan wasa-was Indonesia jatuh kedalam otoriterianisme dan kediktatoran9 sebagai argument rezim untuk mencapainya.

Bila kita coba sandingkan istilah-istilah konseptual negara kesejahteraan dengan pendapat Soekarno-Hatta dan Tan Malaka terasa ada padanan, sekalipun tidak sedetail dalam konsep negara kesejahteraan, hal ini dapat disadari mengingat pendapat itu bersifat umum dan dalam kerangka gerakan politik untuk merebut kemerdekaan dan juga mempertahankannya. Berikut ini matrik yang coba disanding padankan:

Right To Education Pendidikan Pendidikan Massa

9 Hal ini dapat dipahami mengingat Tan Malaka dan kaum komunis percaya

(9)

Kesadaran Massa Aksi

Nasional Aksi,

Pendidikan Kerja

Untuk melihat lebih mendalam mengenai konsepsi kesejahteraan rakyat yang dicitakan para pendiri republik itu, tiada salahnya bila kita coba bedah lebih jauh lagi mengenai pemikiran mereka termasuk program-program yang diusulkan pada partai ataupun pemerintahan saat mereka telah menggenggam kekuasaan pemerintahan Indonesia Merdeka. Marilah kita meninjau satu persatu.

Soekarno: Romantika Marhaenisme Tanpa

Kelembagaan-Pelembagaan

Soekarno yang merupakan Presiden pertama Republik Indonesia dikenal sebagai pencetus Marhenisme ini, hampir diseluruh karyanya, memperlihatkan ambisinya untuk menciptakan suatu tatanan Marhanisme yaitu masyarakat gotong-royong, dimana suasana cultural yang penuh dengan jiwa dan gairah kerja sama antar individu untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh individu dan terutama berhubungan dengan aspek social. Ketertarikannya terhadap politik sejak ia muda, ketika bersekolah lanjutan dan tinggal bersama tokoh politik HOS Tjokro Aminoto di Surabaya tidak hanya berkenalan dengan tokoh SI melainkan juga memiliki guru penganut paham Sosial Demokrat yang kerap meminjami buku-buku sosialis.

Karena bakat dan lingkungannya itu pula ia telah tumbuh menjadi propagandis Islam dan sosialisme melalui tulisan-tulisannya, pengetahuan dan keterampilannya dalam berpolitik semakin matang ketika ia melanjutkan kuliahnya di ITB. Sebagai aktivis politik, ia mulai banyak berkenalan dengan ide-ide sosialisme dan kebangsaan selama di Bandung baik karena persentuhan dengan para aktivis pergerakan lainnya maupun dengan sosialis lainnya. Soekarno terhitung terlambat memasuki aktivitas politik riel, sebelum di PNI ia tidak menjadi anggota partai apapun, kecuali kelompok studi untuk mengasah pemikirannya.

Ide-ide kerakyatan mewarnai pikirannya, namun ia gamang dengan proletar yang baginya belum nampak kekuatannya di Indonesia, ia juga kritis terhadap ide-ide sosialisme elitis yang seakan menjaga jarak dengan massa, ia juga tidak yakin dengan Islamisme sebagai dasar gerakan. Nasionalisme itulah yang menjadi rumah bagi kristalisasi dasar perjuangannya, dan karena kegandrungannya pada analisa Karl Marx, namun tidak sepakat dengan proletar sebagai sosko guru satu-satunya revolusi, maka Marhaenisme adalah pengejawantahan ideology revolusionir pilihannya. Nasionalisme radikal menjadi garis politiknya sekalipun ia lebih suka menyebut Socio-nasionalisme, socio-demokrasi.

(10)

Gagasan Hak Kesejahteraan

Gagasan Soekarno di alam kemerdekaan berpengharapan seluruh warga yang Marhaenis, terutama rakyat hidup dalam kemakmuran, dimana hak-hak dasarnya untuk hidup bermartabat terpenuhi, memiliki harga diri, karena rakyat melalui perwakilannya mengatur dan mengelola pemerintahan sesuai dengan kehendak rakyat.

“Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, walaupun golongan saya. Tetapi mendirikan negara untuk semua, satu buat semua semua buat satu”.10

Dalam proses perjuangan rakyat akan kemerdekaan bukan sekedar karena ingin merdeka saja tetapi kemerdekaan itu adalah gerbang untuk kesejahteraan mereka, Soekarno memformulasikan dalam MIM:

“Rakyat Indonesia bergerak tidak karena ideal tetapi bergerak karena ingin cukup makan, ingin cukup tanah, ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup minum, seni dan kultur”.11

10 Tujuh bahan pokok indoktrinasi, departemen Penerangan R.I, kutip dari

bung karno I Juni 1945, cetakan khusus departemen penerangan R.I. hal. 23

11 Dikutip Tujuh bahan pokok indoktrinasi, departemen Penerangan R.I,

kutip dari bung karno I Juni 1945, cetakan khusus departemen penerangan R.I. tentang Mafesto Politik hal 28

Lebih jelas lagi mengenai kesejahteraan ini Soekarno mengusulkan menjadi landasan dasar bernegara-bangsa, dalam pidato usulan mengenai dasar negara Indonesia Merdeka – yang kemudian dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, Soekarno mengungkapkan:

“Prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan didalam Indonesia merdeka…. apakah kita mau Indonesia Merdeka , yang kaum kapitalisnya merajalela , ataukah semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh ibu pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya ? mana yang kita pilih saudara-saudara ? Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan , kurang pakaian menciptakan dunia baru yang didalamnya ada keadilan dibawah pimpinan ratu adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, menyinta rakyat Indonesia, mari kita terima prinsip hal sociale rechtvardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politik, saudara-saudarapun diatas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan. Artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.12

Gagasan Demokrasi Keadilan

Soekarno sedari muda gandrung akan jalan politik untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka, ia tidak menyetujui

12 Manifesto politik republik Indonesia 17 Agustus 1959, Departemen

(11)

kekerasan termasuk militer, scenario demokrasilah yang menjadi pilihan politiknya. Oleh karena itulah, demokrasi menjadi salah satu impiannya, namun bukanlah demokrasi yang melahirkan individualisme-kapitalisme, melainkan demokrasi politik, ekonomi dan social. Demokrasi berkeadilan!

Dalam Pidato 1 Mei, Soekarno menyatakan: Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan.13 Kemudian dipertegas lagi

dalam manifesto Politik yang berbunyi:

“Kesatu, Pembentukan satu negara Republik Indonesia yang berbentuk negara kesatuan dan Negara Kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampe Merauke. Kedua pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spirituil dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia itu. 14

Demikianlah gagasan demokrasi yang diimpikan oleh Soekarno. Dapatlah dipahami bila kemudian setelah secara politik teramputasi sejak dilaksanakannya kabinet parlemeter dimasa UUD 1945 awal dan UUD RIS serta UUDS 1950, Ia membuat Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 agar ia mampu merealisasikan impiannya.

13 ibid

14 Manifesto politik republik Indonesia 17 Agustus 1959, Departemen

penerangan R.I, h.12

“Jadi jelaslah bahwa kewajiban-kewajiban revolusi Indonesia bukan untuk mendirikan negara federal, kekuasaan dictator atau republik kapitalis. Kewajiban-kewajiban revolusi Indonesia ialah untuk membentuk satu Republik Kesatuan , kesatuan yang demokratis dimana Irian barat juga termasuk didalamnya, dimana kedaulatan ada ditangan rakyat , yang dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat (Sesuai) UUD 1945 pasal 1 ayat 2 , dimana hak-hak azasi dan hak-hak warga negara dijunjung tinggi dan membentuk masyarakat adil dan makmur, cinta damai dan persahabatan dengan semua negara didunia guna membentuk satu dunia baru15

Gagasan System Hubungan Indusrial atau Masyarakat Gotong Royong

Sesungguhnya dalam konteks hubungan industrial, sebagai penggandrung Marxis dan jiwanya bersemai paham sosialisme, Soekarno gamang. Terkadang ia anti pemilikan, namun juga menerima pemilikan yang tidak menguasai hidup orang banyak, memiliki dalam jumlah terbatas seperti formulasinya mengenai Marhaenisme. Dalam Marhaenisme yang diidentikkan dengan massa rakyat, tidak secara jelas mempertentangkan kelas social yang ada di Indonesia sedikit sekali disinggung kaum kaya dan kaum paria diperhadapkan secara diametral, semuanya direduksi oleh Soekarno, yang mungkin karena jumlahnya jauh sangat kecil. Bahkan Soekarno sering juga memunculkan istilah Gotong royong,

(12)

yang dianggap lebih dinamis dari kekeluargaan, dan ini mencerminkan spirit asli Indonesia yang suka kerja keras dan tolong-menolong. Jadi dinamika ekonomi hendaknya dikelola dalam konteks ini, dimana yang menguasai hajad hidup orang banyak dikelola oleh negara sedangkan yang menjadi usaha rakyat namun mendukung tujuan revolusi terus diperkenankan berjalan.

Selain gagasan dalam agitasi dan propaganda, Soekarno ketika mulai efektif menjadi Presiden dalam kabinet presidensiel, mulai memikirkan bentuk ekonomi yang dicitakan dahulu, yang dicitakan UUD 1945, dalam program yang dikenal MANIPOL-USDEK, adapun secara garis besarnya sebagai berikut:

Bidang Ekonomi

1. Retooling alat-alat produksi dan alat distribusi, semua direorganisasi dibelokkan setirnya kearah pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 dengan mempergunakan relnya demokrasi terpimpin

2. Semua alat vital dalam produksi dan semua alat vital dalam distribusi harus dikuasi atau sedikitnya diawasi Pemerintah

3. Segala modal dan tenaga yang terbukti progresif dapat diikut-sertakan dalam pembangunan Indonesia

4. Tenaga modal “funds and forces” bukan asli yang sudah menetap di Indonesia yang menyetujui, lagi pula sanggup membantu terlaksananya program kabinet Kerja akan mendapat tempat dan kesempatan yang wajar dalam usaha-usaha kita, dan

dapat disalurkan kearah pembangunan perindustrian misalnya dalam sector industri menengah yang masih terbuka bagi inisiatif partikelir.

5. Mencoret sama sekali ‘hak eigendom” tanah dan hokum pertanahan Indonesia, dan hanya kenal hak milik tanah bagi orang Indonesia, sesuai dengan pasal 33 UUD 1945

Gagasan Pendidikan

Gagasan pendidikan yang penting bagi Soekarno adalah gagasan pendidikan massa aksi, atau semangat revolusioner karena untuk mencapai kemerdekaan dan melanjutkan jalannya revolusi. Kesadaran nasional menjadi hal yang fundamental bagi soekarno, tidaklah mengherankan paska derkrit,. Ia merumuskan kesadaran social sebagai berikut:

Pengejawantahan kesadaran social itu ialah: 1. Semangat Persatuan

2. semangat Gotong royong yang dinamis 3. semangat Ho Lopis Kuntul Baris

Ordening politik ekonomi social pada hakekatnya adalah inti atau jiwa dari revolusi kita, dan konsepsi hidup yang menjiwai revolusi itu adalah kekuasaan yang pokok dari kehidupan nasional kita.

Soekarno dan Gagasan Negara Penentu Kesejahteraan

(13)

tajam, akar cultural yang dimilikinya (ia tak pernah mengenyam pendidikan atau pergaulan politik semasa muda di negeri asing) menjadikan gagasan-gagasannya sering berbeda dengan teori-teori dasarnya yang berasal dari barat. Tak jarang, ia sering dikritik sering mengutip pendapat ahli secara keliru, dan ia tak menggubris bahkan mengulanginya karena baginya kutipan atau pendapat ahli hanya penting untuk keperluan politiknya bukan dalam konteks teori.

Suasana perjuangan kemerdekaan dan perang dingin menjadikannya lebih mementingkan hal-hal yang umum agar tidak terjadi perpecahan yang merugikan negara-bangsa yang susah payah dibangun bersama perjuangan rakyat, oleh karenanya gagasan kesejahteraannya secara teoritis penuh dengan kegamangan disamping detailnya tak pernah dipikirkannya secara serius mengingat persoalan besar lainnya seperti kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, persatuan nasional lebih menyita perhatiannya. Tentulah bisa dipahami bila kerangka gagasan negara kesejahteraan luput dari perhatiannya, sekalipun usaha-usaha dan ikhtiar untuk menuju kesejahteraan seluruh warga dominan dalam setiap pidato dan tindakan politiknya.

Hatta : Kader Daulat Rakyat Di Menara

Mercusuar

Seperti halnya Soekarno, Hatta juga merupakan sosok intelektual dan aktivis politik yang dipengaruhi oleh pikiran kritis dan progresif terhadap system yang dominan di zamannya, tidaklah mengherankan bila ia begitu memahami pikiran-pikiran Marx dan sosialis lainnya, tak hanya itu ia aktif dalam kelompok sosialis eropah. Namun demikian, orisinalitas pikiran keindonesiaan pekat mewarnai gagasan-gasan dalam upaya kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat. Ia dikenal sebagai bapak Koperasi Indonesia, dan karena penguasaannya sebagai sarjana ekonomi, tak mengherankan bila dialah yang paling gigih untuk merealisasikan demokrasi ekonomi-ekonomi kerakyatan, bahkan anti pemilikan terhadap barang dan jasa yang menguasai hajad hidup orang banyak (rakyat).

Hatta, pemuda yang dilahirkan dari negeri Minangkabau dengan corak masyarakat desa relatif lebih demokratis tinimbang Jawa, sekalipun baginya tetap menganggap aparatur ditingkat desa masih bercorak feodalistis atau duli tuanku. Hatta terjun ke dunia politik seralit di usia muda, bahkan ketika kuliah di Belanda ia menjadi aktivis partai sosialis Belanda dan sering terlibat dalam rapat-rapat sosialis di Eropah.

(14)

karena gerakan akan sangat bergantung pada seseorang bukan pada banyak orang dan kelembagaan.

Gagasan Kemerdekaan yang diperjuangkan Hatta juga dalam missi kesejahteraan rakyat, kemerdekaan adalah awal untuk menata masyarakat adil-makmur, dimana kesejahteraan rakyat mampu diberikan oleh pemerintahan yang berkuasa atas dasar daulat rakyat. Daulat rakyat, dimana rakyat memerintah rezim yang ada untuk memenuhi keperluan dan keinginannya.

Gagasan Daulat Rakyat bukan Daulat Tuanku: Demokrasi Kerakyatan

Hatta berpandangan bahwa kesejahteraan haruslah dinikmati oleh seluruh rakyat, rakyat memiliki hak untuk hidup layak. Konsepsi ekonomi politik Hatta jelas mengkhawatirkan akan adanya eksploitasi baik oleh borjuasi maupun intelektual/teknokrat. Bagi Hatta kedaulatan rakyat adalah final, hak rakyat adalah mengatur pemerintahan untuk kesejahteraan dirinya, dan oleh karena itulah demokrasi kerakyatan penting adanya.

Hatta percaya jalan demokrasi adalah yang paling tepat dalam merealisasikan cita-cita negara-bangsa seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, adapun yang dimaksudkan dengan demokrasi ini bukan sekedar demokrasi persamaan hak sehingga menimbulkan ketimpangan dan bahkan meningkat eksploitasi oleh pemilik kapital, oleh karenanya dibutuhkan demokrasi ekonomi yang lebih berdimensi keadilan, rakyat harus mengatur pengelolaan sumberdaya ekonomi sehingga

demokrasi bukannya untuk menjadikannya rakyat sebagai alat saja.

“Pendeknya, cara mengatur pemerintahan negeri, cara menyusun perekonomian negeri, semuanya harus diputuskan oleh rakyat dengan mufakat. Pendek kata, rakyat itu daulat alias raja atas dirinya. Tidak lagi orang seorang atau sekumpul orang pandai atau satu golongan kecil saja yang memutuskan nasib rakyat dan bangsa, melainkan rakyat sendiri. Inilah arti kedaulatan Rakyat! Inilah suatu dasar demokrasi atau kerakyatan yang seluas-luasnya. Tidak saja dalam hal politik, melainkan juga dalam hal ekonomi dan social ada demokrasi, keputusan dengan mufakat rakyat yang banyak”.16

Dalam proses pembuatan UUD 1945 terdapat satu pasal yang sangat fundamental bagi terbentuknya negara demokrasi, apalagi dalam usulan-usulan para peserta sidang BPUPKI nyata-nyata terdapat paham yang anti demokrasi, misalnya Soepomo dengan bentuk negara integralistiknya yang diasosiasikan senada dengan fasisme Hitler dan sesuai dengan jiwa dan kultur keindonesiaan, satunya rakyat dan pemerintahan, negara kekeluargaaan. Negara yang mereduksi hak warga. Hatta mengusulkan pentingnya hak bersuara atau berpendapat, hak berorganisasi, berkumpul atau berserikat yang kemudian diformulasikan menjadi pasal 2817.

16 Ibid, hal 217

17 Pengantar Dewan Redaksi pada Karya lengkap Bung Hatta: 2.

(15)

Gagasan Usaha Bersama dan Koperasi : Bangunan hubungan Industrial Ideal

Implementasi gagasan Hatta sesungguhnya dapat dilacak saat ia memimpin kabinet parlementer, ataupun saat kabinet Syahrir dan Natsir, dimana kedua orang ini cukup dekat baik politik maupun cultural disamping memiliki posisi strategis saat kedua sahabatnya memegang pemerintahan dirinya sebagai Wapres. Yang jelas dan pasti, Hatta sangat berperan penting dan merintis kelembagaan ekonomi Indonesia merdeka mulai dari pembentukan perbankan nasional, koperasi dan perencanaan pembangunan ekonomi nasional guna merealisasikan cita-citanya dan juga apa yang diformulasikan di dalam pasal 33 UUD 1945.18 Adapun substansinya memuat demokrasi

ekonomi yang diidealkannya;

“…bahwa produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota–anggota masyarakat, bangun perusahaan yang sesuai dengan prinsip ini koperasi”.19

Kemudian dilain kesempatan Hatta menjelaskan tentang perekonomian indonesia merdeka dalam konteks hubungan yang lebih luas sebagi berikut:

18 Pengantar Dewan Redaksi dalam Karya lengkap Bung Hatta: 2.

Kemerdekaan dan Demokrasi, hal xxi , LP3ES, 1998.

19 Pengantar Dewan Redaksi pada Karya lengkap Bung Hatta: 2.

Kemerdekaan dan Demokrasi, hal xix , LP3ES, 1998

“Perekonomian Indonesia Merdeka di atur dengan usaha bersama. Dengan ini tidak dimaksud akan mematikan perusahaan yang kecil-kecil yang hanya dapat dikerjakan oleh orang seorang saja dan tiada menyinggung keperluan umum. Usaha bersama dilakukan terhadap kepada penghasilan yang besar-besar yang mengenai keperluan umum dan kemakmuran rakyat semuanya. Desentralisasi ekonomi dilakukan dengan memakai koperasi sebagai perekonomian. Jadinya Indonesia ibarat satu taman berisi pohon-pohon koperasi, yang buahnya dipungut oleh rakyat yang banyak”20

Hatta dan Gagasan Negara Memastikan Kesejahteraan

Seperti diuaraikan di atas, gagasan negara Indonesia merdeka dalam bayangan Hatta dilukiskan oleh Taufik Abdullah dalam “Demokrasi dan tanggung Jawab” dengan tepat yakni:

“ …Hatta mengajukan konsep ‘negara pengurus’ dan menentang negara kekuasaan atau mchstaat. Dalam bentuk negara inilah, menurut Hatta, system demokrasi, yang bertolak dari pengakuan akan kedaulatan rakyat yang bercorak gotong royong dapat diwujudkan. Dalam konteks ini pula ia berhasil mengajukan konsep perekonomian yang bercorak kooperatif. …meskipun UUD 1945 cenderung lebih berat kepada eksekutif,

20 Hatta Ke Arah Indonesia Merdeka 1932 dalam Karya lengkap Bung

(16)

sebagaimana juga diakui Hatta ketika ia mengajukan perlunya pasal yang memberi tempat bagi hak bersuara dan berserikat.”21

Hatta memandang penting peran rezim dalam meraih cita-cita mensejahterakan rakyat, ia menentang Individualime yang melahirkan kapitalisme-imperialisme, namun memberi ruang setiap individu memiliki hak politik dan ekonomi. Tidaklah mengherankan bila gagasannya dipenuhi oleh isu demokrasi daulat rakyat atau demokrasi kerakyatan serta corak perekonomian bersama atau koperasi sebagai pengejawantahan demokrasi ekonomi. Seperti ungkapannya:

“Demokrasi kita bukan demokrasi politik saja, demokrasi kita bercorak social. Tujuannya yang terakhir ialah kemerdekaan manusia dari segala tindasan.” Atau “.. Dalam UUD kita memberikan ketentuan, bahwa di dalam demokrasi individu, orang seorang dan kolektivitet sama-sama terpelihara. Orang-seorang untuk semuanya dan semuanya untuk orang seorang, agar supaya terwujud cita-cita terutama di dalam Mukaddimah UUD, yaitu kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hokum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna.22

Dalam hal pembangunan, semasa Hatta sebagai perdana mentri yang menghadapi tekanan dari Belanda dan pembentukan RIS, mau tidak mau harus meninjau ulang programnya dan itu

21 Taufik Abdullah, Demokrasi dan tanggung Jawab, Ibid hal xxix 22 Hatta Demokrasi dan Otonomi, Ibid hal 415

berarti rasionalisasi. Dalam beberapa isu misalnya menyangkut PHK, Krisis pangan akibat daerah surplus pangan dikuasai Belanda kembali, dan penghasilan buruh yang kecil Hatta meresponnya:

“Segala tindakan menuju rasionalisasi itu tidak boleh berakibat dengan menimbulkan pengangguran, yang pada dasarnya merugikan masyarakat. Bagi tiap-tiap tenaga yang dikeluarkan dari jabatan karena berlebih harus dibangunkan sumber usaha baru, yang memberi penghidupan yang layak kepadanya.” Sedangkan dalam isu makanan Hatta menganjurkan pentingnya upaya makanan bagi rakyat tetap berkecukupan baik melalui impor maupun merancang Sumatra menjadi ladang pangan mengingat tanahnya yang luas, sedangkan dalam pengupahan perburuhan ia merespon tuntutan SOBSI dalam kongresnya di Malang “Keuntungan yang pantas bagi kapital dan upah buruh yang berdasar perikemanusiaan” sedangkan di bidang pendidikan Hatta menganjurkan “ Pendidikan rakyat didahulukan, Pengajaran adalah alat untuk menyempurnakan pendidikan itu, supaya dengan menyempurnakan pendidikan itu tercapai ketinggian kebudayaan bangsa.”23

Sedangkan di bidang pertanahan yang merupakan gantungan hidup sebagian besar rakyat politik agraria Hatta sangat lugas, selain menghapus hak konversi di Yogya dan Soerakarta melalui UU 13, 1948, sejak UU tersebut hilanglah hak tanah

23 Program Kabinet Presiden dan Titik Berat Perjuangan Politik Kita, Ibid

(17)

yang bersifat feodal. Bahkan dalam Konferensi BTI 26 Januari 1946 Hatta menyatakan:

“Pada dasarnya, menurut Hukum adat lama di Indonesia, tanah adalah kepunyaan masyarakat. Orang seorang boleh memakainya sebanyak yang perlu baginya dan keluarganya dan selama ia sanggup mengerjakannya. Karena itu timbullah hak memakai turun-temurun yang sudah sama rupanya dengan hak milik sendiri.

Berdasar kepada semangat UUD kita, boleh ditetapkan bahwa tiap-tiap orang boleh mempunyai tanah sebanyak yang dapat dikerjakannya sendiri dengan keluarganya dengan memperhatikan dasar tolong-menolong yang dilakukan di desa-desa.

Milik tanah besar hasrus dihapuskan. Harus dipelajari dengan teliti berapa besarnya maksimum milik tanah yang dibolehkan. Sebaliknya harus pula diusahakan supaya tanah yang dimiliki itu cukup hasilnya untuk menjamin hidup yang bercahaya bagi pak tani, cukup untuk dimakannya sekeluarga serta dengan lebihnya untuk membeli pakaian serta keperluan lainnya, pembayar pajak, iuran perkumpulan serta sekolah anaknya. Milik tanah yang terlalu kecil mengembangkan pauperisme, kemelaratyan hidupdan harus dikoreksi dengan jalan transmigrasi.

Pemindahan hak milik tanah ke tangan orang lain boleh dengan seizing pemerintah desa (lurah dengan badan

perwakilan desa). Milik tanah berarti dalam Republik Indonesia menerima suatu kewajiban terhadap produksi dengan pedoman menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat.

Tanah milik yang terlantar, tidak dikerjakan, berarti suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu harus diambil oleh negara”.24

Paparan di atas menunjukkan betapa Hatta lebih detail dalam menata kelembagaan dan program negara-bangsa dari pada Soekarno yang bersifat lebih umum dan menarik minat rakyat.

Tan Malaka : Guru Revolusioner Tanpa Panggung

“Bahwa kamu (orang Indonesia) sanggup dan mesti belajar dari Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru Barat, melainkan seorang murid dari Timur yang cerdas … juga jangan dilupakan, bahwa kamu belum seorang murid, bahkan belum seorang manusia, bila kamu tak ingin merdeka dan belajar bekerja sendiri … seseorang yang ingin menjadi murid Barat atau manusia, hendaknya ingin merdeka dengan memakai senjata barat yang rasional”.25

Sebagai seorang revolusioner yang kesepian, Tan malaka yang tumbuh dari alam cultural Minangkabau dan dibesarkan

24 Keterangan Pemerintah tentang Politiknya kepada Badan Pekerja KNIP,

Ibid hal 204

(18)

lingkungan Islami kemudian menjelajahi pemikiran Karl Mark, telah membuat sosoknya yang controversial dalam revolusi, pemikirannya yang bertebaran dengan gagasan brilian untuk Indonesia merdeka. Penderitaan rakyat, menjadi bagian dari jalan hidupnya pula, oleh karenanyalah gagasan tentang masyarakat Indonesia yang dicitakannya sungguh romantik, masyarakat sama rata di berbagai lapangan kehidupan.

Analisa dan hasrat revolusionrernya yang menggema dalam jiwanya, ia hempaskan dalam karya-karya klasiknya, dalam diskusi-diskusinya, pamflet-pamfletnya bahkan dengan tindakannya. Sebagai bangsa pengembara, layaknya orang minang, ia melintas berbagai mancanegara dan terus melakukan agitasi dan propaganda di berbagai tempat tersebut. Jadilah ia legenda misterius, namanya dikenal namun sosoknya samar-samar. Karyanya mengenai Massa-Aksi dan Naar De Republiek Indonesia di akui Soekarno turut memberikan pengaruh pikiran dan tindakan politiknya, hal ini diakui sewaktu bertemu muka dengan Tan malaka pertama kali setelah kemerdekaan.

Kecakapannya telah membuatnya menjadi komintern, namun juga sekaligus tak begitu disukai koleganya karena kemerdekaannya dalam berpikir, baginya Pan Islamisme dan Nasionalisme adalah strategis. Dan selama Komunisme belum tercapai, apalagi dengan kondisi obyektif Indonesia, ia menganggap penting persekutuan antara proletar dan non proletar. Dengan kesadaran dan pimpinan proletarlah susunan masyarakat komunis dapat dicapai. Kaitan dengan kemerdekaan berpikir adalah keyakinannya atas kekuatan Ide, Mrazek melukiskannya: “Kekuatan Ide (the power of idea)

sebagai perangsang perubahan social, bukan kekuatan dinamis dari pertentangan kelas”26 Selain itu, Alfian melihat Tan

Malaka lebih mencitrakan seorang nasionalis dari pada komunis-internasionalis, hal ini terutama ketika mendirikan PARI dan berbagai pikiran dan tindakan politik untuk kemerdekaan bangsa serta perselisihannya dengan PKI dan Komintern.

Karena Komunismenya ia tersekat ruang, berjarak dengan para revolusioner kebangsaan atau bapak RI, sekalipun ia sempat menjadi salah seorang penerima testament politik Soekarno-Hatta. Dalam Naar Republiek Indonesia dia menyampaikan suatu program untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka yang diimpikannya, dan bila itu terlaksana ia menggambarnya sebagai berikut:

“Jika kita dapat melaksanakan program ini di Indonesia Merdeka, maka kemerdekaan semacam itu akan lebih nyata daripada yang dinamakan merdeka di banyak negara-negera modern di dunia. Buruh Indonesia akan memiliki industri-industri besar dan melakukan kekuasaan yang nyata baik dalam ekonomi maupun dalam politik negara. Penindasan dan pemerasan yang pada masa sekarang ini diderita oleh buruh-buruh Jepang, Amerika, Inggris, dll. tak akan ada lagi. Hubungan sosial antar budak dan majikan akan memberikan tempat pada persamaan dan kemerdekaan. Laba yang berjuta-juta jumlahnya yang sekarang

26 Rudolf Mrazek, Tan Malaka: A Political Personality’s Structure of

(19)

mengalir ke dalam saku-saku lintah darat, yang bertempat tinggal Zorgvliet (Den Haag) akan dapat digunakan untuk memajukan industri Indoenesia (tekstil dan pabrik-pabrik mesin, galangan-galangan kapal dan pekerjaan-pekerjaan tenaga air). Kecuali itu laba itu akan dapat digunakan untuk bantuan keuangan pada petani-petani, pedagang-pedagang kecil, industri-industri kecil dsb. Pendek kata program kita bukan hanya meliputi perburuhan dalam arti kata yang sangat sempit, akan tetapi dalam seluruh rakyat Indonesia.”27

Dan bagi kaum non proletar, ia berpengharapan dengan pimpinan proletar akan diperoleh suatu kesadaran untuk hidup sama-rata sama-rasa, melalui proses demokrasi dan pembangunan karakter nasional akan diperoleh kesukarelaan.

“Bilamana mereka menginsyafi ini, maka mereka akan dengan sukarela menyerahkan diri kepada perusahaan-perusahaan negara dan akan meninggalkan perusahaan-perusahaan kecilnya.”28

Titik inilah terjadi perbedaan mendasar antara Tan Malaka dengan Soekarno dan Hatta, sekalipun keduanya sama-sama mempelajari dan memahami histories ilmiah dari Karl Marx. Persoalan demokrasi inilah yang membuatnya berbeda dengan para bapak Republik lainnya, sebagai seorang komunis ia percaya pentingnya peran diktatur proletar dalam masa peralihan masyarakat kapitalis-feodalistis di Indonesia menuju komunis. Sekalipun, sesungguhnya, Tan Malaka memberi

27 Hal 26 28 Hal 27

ruang bagi non proletar dan pentingnya hak azasi manusia29,

bayangan Tan Malaka tentang hal ini dipaparkan sebagai berikut:

“Diktator Proletariat yang tulen akan dapat membahayakan prikehidupan ekonomi di Indonesia, terlebih jika revolusi dunia tak kunjung datang. Akibatnya daripada itu bagian yang terbesar daripada penduduk, yaitu orang-orang yang bukan proletar, sangat mudah dihasut melawan buruh Indonesia yang kecil jumlahnya.

Untuk menjamin pripenghidupan ekonomi di Indonesia dalam kemerdekaan nasional yang mungkin datang, kepada penduduk yang bukan proletar harus diberikan kesempatan (dalam jatah yang terbatas) mengusahakan hak milik perseorangan dan perusahaan-perusahaan kapitalisme. Lebih daripada itu, negeri harus memberikan kepadanya bantuan baik materiil maupun moril, untuk mempertinggi produksinya. Sudah barang tentu, perusahaan-perusahaan besar harus segera dinasionalisi. Dengan demikian kegiatan ekonomi rakyat dapat diperkembangkan tanpa kekuatiran akan datangnya kasta-kasta atau golongan lainnya. Dengan demikian pertimbangan ekonomi antara proletar dan bukan proletar dapat dicapai dan dipertahankan.30

29 Program Sosial point 6 dan lihat hak Azasi Manusia dalam “dari Penjara

ke Penjara”

(20)

Karenanya dalam “Indonesia Merdeka” cara bagaimanapun kepada orang-orang bukan proletar harus diberikan kesempatan mengeluarkan suaranya. Akan tepat adanya, jika buruh dalam perang kemerdekaan nasional yang mungkin datang, mewujudkan barisan pelopor daripada seluruh rakyat, maka perusahaan-perusahaan besar akan jatuh ditangannya dan selaras dengan itu kekuasaan politik. Perimbangan politik dengan orang-orang bukan proletar akan mudah dapat diciptakan, yang mana akan sangat penting adanya bagi Indonesia Merdeka.31

Sedangkan pandangannya mengenai kemerdekaan sebagai hak rakyat untuk hidup merdeka, sejahtera dan tanpa tekanan atau penindasan, kesadaran rakyat telah samapai pada pertaruhan jiwanya untuk merebut hak itu.

“Bukan karena sumpah, jimat, suara gaib atau segala kegelapan-kegelapan feodal yang selama ini menjadi sandaran hidup rakyat “Priangan” akan tetapi karena hak-hak yang nyata dan wajar sebagai manusia yang mendorong mereka mengorbankan jiwanya untuk mendapatkan hak-hak itu.” .32

jadi Tan Malaka yakin bahwa warga negara memiliki hak untuk hidup sejahtera, adil dan makmur, yang diungkapkannya sebagai hidup nyata, wajar sebagai manusia seperti bangsa eropah yang mengalaminya.

31 Hal 21 32TM Hal 14

“Masyarakat Indonesia baru yang diinginkan Tan Malaka dan sekaligus menjadi tujuan revolusinya ialah masyarakat Indonesia yang merdeka dan sosialis. Masyarakat semacam itu hanya bisa lahir kalau dilandasi oleh dasar kerakyatan, kerakyatan itulah dalam terminiologi politiknya ‘Murbaisme’

yang menjadi tujuan revolusi Tan Malaka.33

Gagasan Indonesia Merdeka

Sesungguhnya hampir tidak mungkin menyebutkan tawaran program Tan Malaka bagi kaum komunis ini sebagai gagasan bagi negara-kesejahteraan, hal ini karena negara dictator proletariatlah yang dicitakannya sekalipun ada catatan seperti diaungkapkan di atas. Namun tidak ada salahnya melihat tawaran program Tan Malaka sebagai pembanding, program yang ditawarkannya sesungguhnya cukup komprehensif menyangkut berbagai hal mendasar baik ekonomi, politik dan social juga nmenyangkut peranan militer dan kepolisian. Program ini menunjukkan konsistensi antara pemikiran dan tindakannya sebagai revolusioner yang nasionalis, mencapai Indonesia merdeka. Saat kemerdekaanpun, dimasa revolusi fisik, program senada di gelar oleh Tan Malaka yang kemudian kelak dikenal dengan Gerpolek dalam rangka mewujudkan gagasan revolusi total, kemerdekaan 100%.34 Dan kemudian

33 Alfian, opcit, hal 152-153

34 Alfian , Idem, hal 163. Strategi itu antara lain menyangkut keperluan

(21)

juga disempurnakan lagi menjadi Program Minimum dari Persatuan perjuangan yang terdiri atas 7 pasal yakni

1. Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%

2. Pemerintahan Rakyat (dalam arti kemauan pemerintah sesuai kemauan rakyat)

3. Tentara rakyat (Kemauan Tentara sesuai kemauan rakyat)

4. Menyelenggarakan tawanan Eropah

5. Melucuti Senjata jepang

6. Menyita hak dan milik musuh

7. Menyita perusahaan (pabrik, bengkel dan lain-lain) dan pertanian (perkebunan, pertambangan dan lain-lain) musuh35

Gagasan Tan Malaka jelas visi kesejahteraan yang diangankannya, satu sama lainnya saling terkait dan berpengaruh, ia berada dalam suatu kerangka sitem yang diyakininya sebagai komunis.

A. EKONOMI.

1. Menasionalisi pabrik-pabrik dan

tambang-tambang seperti

35 M.Yamin, Sapta Darma dikutip dari Alfian, ibid, hal 165

tambang arang batu, timah, minyak dan tambang emas. 2. Menasionalisi hutan-hutan dan

perusahaan-perusahaan modern seperti perusahaan gula, karet, teh kopi, kina, kelapa, nila dan tapioka.

3. Menasionalisi

perusahaan-perusahaan lalulintas dan angkutan.

4. Menasionalisi bank-bank,

perusahaan-perusahaan

perseorangan dan maskapai-maskapai perniagaan besar lainnya.

5. Me-elektrifisir Indonesia dengan membangun indsutri-industri baru dengan bantuan negara seperti pabrik-pabrik mesin dan tekstil dan galangan pembikinan kapal.

6. Mendirikan koperasi-koperasi rakyat dengan bantuan kredit yang murah dari negara.

(22)

8. Pemindahan penduduk besar-besaran biaya negara dari Jawa ke daerah-daerah luar Jawa. 9. Pembagian tanah-tanah yang

tidak ditanami antara petani-petani melarat dan yang tidak mempunyai tanah dengan bantuan uang mengusahakan tanah-tanah itu.

10. Menghapuskan sisa-sisa feodal dan tanah-tanah partikelir dan membagikan yang tersebut belakangan ini kepada petani melarat dan proletar.

B. POLITIK.

1. Kemerdekaan Indonesia dengan segera dan tak terbatas.

2. Membentuk republik federasi dari pebagai pulau-pulau Indonesia.

3. Segera memanggil rapat nasional dan yang mewakili semua rakyat dan agama di Indonesia.

4. Segera memberi hak politik sepenuhnya kepada penduduk Indonesia baik laki-laki maupun wanita.

C. SOSIAL.

1. Gaji minimum, kerja 7 jam dan perbaikan jam kerja dan penghidupan buruh.

2. Perlindungan kerja

dengan pengakuan hak mogok di antara buruh. 3. Pembagian keuntungan

bagi buruh di industri-industri besar.

4. Membentuk majelis-majelis buruh di Industri-industri besar.

5. Pemisahan gereja dan negara dan mengakui kemerdekaan agama. 6. Memberikan hak-hak

sosial, ekonomi, dan politik kepada semua warga negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita.

7. Menasionalisasi rumah-rumah besar dan

membangun

rumah-rumah baru dan distribusi

rumah-rumah antara

buruh negara.

(23)

1. Wajib belajar bagi anak-anak semua warga negara Indonesia dengan Cuma-Cuma sampai umur 17 tahun dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang terutama.

2. Menghapuskan sistem pelajaran sekarang dan menyusun sistem yang langsung berdasarkan atas kepentingan-kepentingan

Indonesia yang sudah ada dan yang akan dibangun.

3. Memperbaiki dan

memperbanyak jumlah sekolah-sekolah kejuruan, pertanian, dan perdagangan dan memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah-sekolah bagi pegawai-pegawai tinggi di lapangan teknik dan administrasi.

E. MILITER.

1. Menghapuskan tentara imperialis dan mengadakan milisi rakyat untuk mempertahankan Republik Indonesia.

2. Menghapuskan kehidupan di kamp-kamp (tangsi-tangsi) dan

semua UU yang merendahkan militer rendahan mengijinkan bertempat di kampung-kampung dan di rumah-rumah baru yang dibangun untuk mereka, perlakuan lebih baik dan mempertinggi gaji mereka. 3. Memberikan hak sepenuhnya

untuk mengadakan organisasi dan rapat kepada militer Indonesia.

F. POLISI.

1. Pemisahan pangreh praja, polisi, dan justisi.

2. Memberikan hak-hak

sepenuhnya kepada tiap-tiap terdakwa unutk melindungi diri menentang hakim di muka pengadilan, dan membebaskan terdakwa dalam waktu 24 jam jika bukti dan saksi-saksi bagi mereka ternyata cukup.Tiap-tiap perkara yang mempunyai dasar hukum, harus diselesaikan dalam waktu lima hari yang sesuai tertib dan di muka umum.

(24)

1. Menuntut 7 jam kerja, gaji minimum dan syarat-syarat kerja dan penghidupan yang lebih baik bagi buruh.

2. Mengakui Sarekat Sekerja dan hak mogok.

3. Organisasi dan petani untuk hak-hak ekonomi dan politik.

4. Penghapusan peenalo sanctie.

5. Menghapuskan hukum-hukum dan undang-undang untuk menindas pergerakan politik, seperti hak-hak pemerintah untuk :

1. Mengasingkan tiap-tiap orang yang dipandang

berbahaya bagi

pemerintah.

2. Melarang pemogokan.

3. Melarang dan

membubarkan rapat-rapat.

4. Melarang penyiaran pers. 5. Melarang memberikan

pelajaran-pelajaran dan pengakuan sepenuhnya

atas kemerdekaan

bergerak.

6. Menuntut hak berdemonstrasi, demonstrasi massa di seluruh Indonesia melawan penindasan ekonomi dan politik seperti : pajak pembebasan dengan segala

tawanan politik dan

pengembalian orang buangan politik, massa aksi yang mana harus diperkuat dengan pemogokan umum dan melawan pemerintah.

7. Menuntut hapusnya Volksraad, Raad van Indie dan Algemeene Secretaris dan pembentukan Majelis Nasional (National Assembly) dari mana nanti akan dipilih Badan Pelaksana yang bertanggung jawab kepara Majelis Nasional.36

UUD 1945 : KRISTALISASI TUJUAN INDONESIA BERNEGARA-BANGSA

Sesungguhnya posisi kesejahteraan dalam konstitusi Repulik Indonesia baik UUD 1945 dan amandemennya, maupun UUDS

(25)

1950 yang digunakan antara 1950 – 1957 tidaklah berbeda, menjadi tujuan bernegara-bangsa. Setiap pemerintahan yang berkuasa atau memperoleh mandate dari rakyat, harus mencapai tujuan Negara-bangsa salah satunya yakni kesejahteraan. Dari pembukaan hingga batang tubuh konstitusi, UUD 1945, jelas menggambarkan posisi NKRI berikut visi dan misinya sebagai Negara-bangsa dalam pergaulan internasional maupun kewajiban terhadap warga Negaranya, menghormati, melindungi dan memenuhi hak azasinya dan menciptakan kondisi yang adil dan demokratis.

Dengan Jelas dokumen ini menunjukkan betapa perkembangan nasionalisme Indonesia telah sampai pada tahap yang paling matang. Indonesia yang tampil dalam dokumen ini adalah sebuah Indonesia yang sadar sepenuhnya dengan tempatnya dalam dinamika perjalanan sejarah –sadar akar-akar sejarahnya serta mempunya visi yang jelas pada masa depan. Indonesia yang tampil adalah sebuah bangsa yang ingin mendirikan negara nasional yang modern dengan landasan yang religius, humanis, bersatu, demokratis, dan berkeadilan. Dengan dasar itulah Negara Nasional yang didirikan itu sesungguhnya sebuah wahana untuk mempertahankan bangsa dan tanah air , meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjamin perdamaian dunia yang abadi dan adil37

Marilah kita lihat beberapa statement yang berkaitan dengan doktrin Negara kesejahteraan, artinya gambaran sistemik yang

37Taufik Abdullah, Demokrasi dan tanggung Jawab, op.cit hal xxix

terdapat dalam UUD 1945 dan amandemennya dalam kerangka pencapaian kesejahteraan warganya seperti, Esping-Andersen (1990) mensyaratkan empat pilar utama terbentuknya NK yaitu:

a. Social Citizenship

b. Fulldemocracy

c. Modern Industrial Relation

system

d. Right to Education

Pemenuhan hak social warganya melalui mekanisme bukan pasar (dekomodifikasi) menggambarkan hak social warga yang wajib dipenuhi oleh negara, yang mana dalam prosesnya menggunakan demokrasi yang berkeadilan, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi melalui strategi system hubungan industrial dan pendidikan yang memungkin kebijakan social dilakukan tanpa hambatan social-politik.

Sedangkan aspek instrumental yang sangat penting dan dianggap secara langsung berhubungan dengan tingkat kesejahteraan adalah:

a. Ketenagakerjaan b. Pendidikan c. Kesehatan d. Jaminan Sosial e. Perumahan f. Kelompok Rentan

(26)

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Selanjutnya, pasal-pasal dalam UUD 1945 dan amandemennya menyuratkan dan menyiratkan jaminan akan pelaksanaan hal itu.

Basis Dukungan Partai Politik Mewujudkan Konstitusi : Negara Menjamin Kesejahteraan

PNI

Partai Nasionalis Indonesia berideologi Marhaenisme, mengingat partai ini merupakan kelanjutan dari PNI yang didirikan Soekarno, maka yang dominan dalam kerja partai adalah merealisasikan cita-cita politik Soekarno seperti yang terumuskan dalam marhaenisme dan Mencapai Indonesia Merdeka (brosur partai jelmaan PNI yakni Partindo). Sekalipun demikian, pengaruh pikiran Hatta dan Syahrirpun tak bisa terhapuskan begitu saja mengingat keduanya juga bahu-membahu membangun PNI sekalipun kemudian bersimpangan jalan saat meneruskan PNI yang ditinggalkan Soekarno karena di tahan Belanda dengan nama baru yakni Pendidikan Nasional Indonesia.

Ketika masa revolusi fisik, PNI memang berdiri diseberang jalan denagn pemerintah yang berkuasa karena lebih memilih Persatuan Perjuangan sebagai koalisi strategis tinimbang dengan PSI yang mendominasi kabinet syahrir waktu itu. Soekarno setelah kemerdekaan memang tidak lagi aktif dalam

satu partai termasuk di PNI sekalipun menggunakan nama dan ideology gagasannya38. Program kerja PNI menunjukkan

watak sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, bahkan secara langsung berhubungan dengan hak social rakyat seperti pertanahan, perburuhan dan usaha nasional. Di bidang pendidikan dan social tak kalah detailnya, dan tentu saja keinginan utamanya untuk menata struktur masyarakat ke arah Marhaenis.

Untuk mewujudkan itu, menghadapi pemilu 1955, PNI menyusun program yang komprehensif sesuai aspirasi anggotanya dan ideology yang dianutnya.

I. Politik

A. Gerakan Massa a. Umum

1. Menayadarkan rakyat akan hak-haknya sebagai warga negara dan cara memperjuangkannya selaku gerakan massa yang teratur (perserikatan, rapat umum, demonstrasi dan sebagainya) 2. Menganjurkan dan membantu rakyat

berorganisasi untuk mengusahakan kepentingannya dalam masyarakat

3. Menjalankan pendidikan

kemasyarakatan dikampung-kampung dengan mengusahakan gotong-royong untuk keperluan hidup rakyat dikampung (keamanan, kematian,

38 Namun banyak partai kebangsaan yang menggunakan marhaenisme

(27)

pinjaman barang-barang, kredit, kesenian, keagamaan dan sebagainya).

b. Kalangan tani c. kalangan buruh d. Kalangan Pemuda e. Kalangan Wanita

B. Ketatanegaraan dan Pemerintahan C. Hubungan Luar Negeri

II. Perekonomian dan Keuangan A. Umum

1. Mengakui dan menghargai tenaga kerja (arbeid) sebagai factor penting dalam menyusun ekonomi nasional yang terpimpin, menuju ekonomi marhaenis

2. Mengusahakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dan memperjuangkan pembagian kemakmuran menurut prestasi serta berdasarkan kebutuhan masing-masing

3. Mengusahakan susunan ekonomi nasional berdasarkan hak dan kewajiban-kewajiban yang sama antara warga negara dengan mengutamakan dasar koperatif. Menggiatkan usaha-usaha nasional di lapangan, pertanian, perindustrian, perdagangan, perikanan, pertambangan, pengangkutan dan sebagainya.

4. Memperjuangkan adanya undang-undang yang melindungi usaha-usaha nasional terhadap usaha-usaha asing

5. Membuka daerah-daerah

perekonomian baru.

6. Mengusahakan supaya perhubungan perdagangan dengan luar negeri adalah

ditangan pengusaha-pengusaha

nasional dan atau pemerintah

7. Mengusahakan baik di puasat maupun di daerah berdirinya majelis-majelis ekonomi yang terdiri dari wakil-wakil buruh, wakil-wakil pengusaha dan wakil-wakil pemerintah.

B. Chusus

a. Produksi

1. Menasionalisir

perusahaaan-perusahaan vital yang melayani kebutuhan hidup orang banyak dengan rencana yang tertentu

2. Memperluas daerah penanaman bahan makanan dan bahan eksport

3. Memperhebat transmigrasi dengan rencana yang tertentu (planning) dengan pimpinan pemerintah atau sukarela

b. Distribusi

(28)

2. Menyempurnakan perhubungan antara antara Indonesia (Inter-Insulair) di darat, di laut dan di udara

c. Modal

1. Mengusahakan pembentukan modal nasional yang dipelopori negara

2. Pemasukan modal asing tidak boleh mengganggu kepentingan nasional 3. Menghapuskan tanah-tanah partikelir

dan pemilikan tanah yang luas (groot grondbezit), menuju pembagian tanah secara adil yang menjamin penghidupan yang layak bagi petani 4. Meninjau kembali pemakaian

tanah-tanah erprfpacht dan konsesi dari perusahaan-perusahaan asing menuju penghapusannya

5. Mengadakan undang-Undang Agraria yang mengatur dan menjamin hak-hak tanah bagi warga negara

6. Menghapuskan dan menolak hak bangsa asing memiliki tanah (eigendom), kecuali untuk usaha-usaha social, kebudayaan dan keduataan atas dasar resiprositet

7. Membatasi hak milik dan hak waris d. Keuangan

1. Mendorong berdirinya bank-bank kredit oleh pemerintah dan partikelir, untuk keperluan perusahaan-perusahaan nasional umumnya dan

perusahaan-perusahaan pertanian

khususnya

2. Memberantas system ijon dan lintah darat

3. Menyehatkan keuangan negara

4. Mengatur pemakaian alat-alat pembayaran luar negeri (devisa) berdasar atas kepentingan nasional 5. Mengusahakan system pajak ke arah

pembagian pendapatan nasional (national income) seadil-adilnya

6. Mengusahakan berdirinya bank-bank buruh dan tani untuk jaminan sosial III. Pendidikan, Pengajaran dan klebudayaan

1. Memperjuangkan supaya selekas mungkin diadakannya UU pendidikan dan pengajaran atas dasar nasional 2. Mempersiapkan UU Wajib belajar (Leerplicht).

3. Memperjuangkan tambahnya sekolah-sekolah rendah, menengah dan tinggi (umum dan vak) dengan berangsur dalam waktu 10 tahun, sehingga tiap-tiap anak yang memerlukan sekolah mendapat tempat. 4. Memperhebat pemberantasan buta huruf dengan

rencana 10 tahaun

5. Memperjuangkan pengluasan pendidikan orang dewasa dalam pengetahuan vak

6. Memperjuangkan diadakannya daftar pelajaran yang praktis

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menjadi indikator tentang adanya salah satu yang tidak berfungsi dalam rumah tangga orang Minang, yakni tidak terbentuknya lagi sistem ekonomi produktif

Pada Gambar 2 hakikatnya prinsip kerja dari mesin pengayak getar ini adalah menjadikan sampah organik yang telah di cacah menjadi bentuk sampah serpihan atau hasil

Yaitu dengan cara selalu berlandaskan kepada tauhid dan terus belajar tentang agama islam, memperbanyak doa, dan jangan meninggalkan ibadah wajib atau menjalankan amal maruf

Program PR masa kini bertolak dari strategi komunikasi yang dijalankan dengan perencanaan media berdasarkan konsep on/off-line, yaitu dengan berfokus pada sistem

Tak bisa disangkal bahwa berbagai inisiatif dalam kemitraan tiga sektor untuk pembangunan berkelanjutan telah menarik minat banyak pihak yang selama ini bekerja secara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Jati Rumah Gadang Padang, penurunan kadar kolinesterase terjadi pada 18 responden yang telah menggunakan

 Rencananya, dana dari penerbitan surat utang tersebut akan digunakan untuk refinancing utang obligasi lama, di antaranya, senior notes sebesar US$247,42 juta yang