TUGAS HUKUM ANEKA PERJANJIAN DAN JAMINAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
Nama : Brenda Budiono
A. Actio Pauliana Definisi
Secara umum di KUHPerdata disebutkan di Pasal 1341 antara lain:
“…..tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama apapun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asal dibuktikan….”.
Secara khusus UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK”) Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) mengatur mengenai Actio Pauliana:
“Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan”.
Dari kedua pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa Actio Pauliana merupakan suatu upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitor untuk kepentingan debitor yang dapat merugikan pihak kreditor.
Dan, upaya ini dilakukan dalam jangka 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Dasar hukum
Pasal 1341 KUHPerdata dan Pasal 41-42 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Syarat-syarat
Dapat diambil garis besar persyaratan gugatan actio pauliana berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1) Adanya perbuatan hukum tertentu dari debitor
- Perbuatan hukum ini haruslah dilakukan oleh debitor sebelum pernyataan pailit
ditetapkan oleh pengadilan
- Yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah setiap tindakan dari Debitor yang
mempunyai akibat hukum.
Dalam hal ini akibat hukum yang dimaksud adalah segala suatu kejadian yang akan timbul akibat dilakukannya suatu perbuatan hukum.
- Bukan termasuk perbuatan hukum yang diwajibkan, yaitu tidak diwajibkan oleh
perjanjian atau Undang-Undang, seperti misalnya: pembayaran pajak.
2) Adanya unsur yang merugikan kreditor dari perbuatan hukum debitor
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, Pasal 41 ayat (2) menyebutkan: “… pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan merugikan Kreditor.
Contoh Putusan
01/Actio Pauliana/2008/PN. Niaga Jkt.Pst
a) Para Pihak:
Penggugat:
DENNY AZANI B. LATIEF, SH.
Tergugat:
1. DR. WANDI SOFIAN, SE, DKK 2. Dr. NANI RAHMANIA
b) Kasus Posisi
Bahwa PENGGUGAT selaku Kurator PT. IBIST CONSULT berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 55/PAILIT/2006/ PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 24 Januari 2007 yang menyatakan PT. IBIST CONSULT Pailit dengan segala akibat hukumnya, mengajukan Gugatan Actio Pauliana ini sebagai upaya Kurator untuk membatalkan segala perbuatan hukum yang dilakukan oieh TERGUGAT I
dan TERGUGAT II, berupa usaha pengalihan atas harta/asset-asset PT. IBIST CONSULT (Dalam Pailit) yang telah terdaftar didalam Budel Pailit PT. IBIST CONSULT (Dalam Pailit), yang dilakukan sebelum Putusan Pernyataan Pailit diucapkan, yang mengakibatkan berkurangnya harta Budel Pailit sehingga merugikan Para Kreditor.
c) Keputusan Hakim
- Mengabulkan Gugatan Actio Pauliana Penggugat untuk sebagian
- Membatalkan seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I kepada
Tergugat II, yang berkaitan dengan Pengalihan atau Jual Beli atas Obyek Sengketa
- Menyatakan seluruh Akta-Akta Autentik yang berkaitan dengan Pengalihan Hak atau
Jual Beli atas obyek sengketa adalah batal serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
d) Analisis
- Hakim sudah tepat dengan mengabulkan untuk sebagian gugatan Kurator sebagai
Penggugat.
- Kurator dengan kewenangannya sudah sesuai dengan UU Kepailitan untuk
mengajukan gugatan Actio Pauliana ke Pengadilan Niaga.
- Dari sebagian objek sengketa yang diajukan Penggugat yang telah dialihkan Tergugat
I ke Tergugat II melalui jual beli pun sudah tepat di batalkan oleh pengadilan, karena terbukti dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan penetapan pailit tertanggal 24 Januari 2007. Dan objek sengketa tersebut terbukti merupakan bagian dari boedel pailit PT. IBIST CONSULT (Dalam Pailit).
- Obyek sengketa berasal dari obyek jaminan atas pinjaman dana dari PT. IBIST
CONSULT yang berasal dari dana investasi yang disetor oleh para nasabah, maka sudah sangat tepat mengkategorikan obyek sengketa adalah bagian dari harta/asset PT. IBIST CONSULT (Dalam Pailit), sehingga sudah tepat jika harta/asset perusahaan yang mendapat keputusan pailit merupakan bagian dari boedel pailit. Dan boedel pailit ini merupakan tanggung jawab (harus diajukan oleh atau terhadap) Kurator sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004.
- Dengan membaca fakta-fakta hukum yang diuraikan dalam putusan, telah
dilakukan Tergugat I atas dasar itikad tidak baik, sebab dilakukan saat perusahaan PT.IBIST CONSULT telah dinyatakan pailit sehingga Tergugat I seharusnya mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi harta pailit dan Kreditor-kreditor, padahal disadarinya Debitor melakukan perbuatan itu, walaupun tidak ada kewajiban bagi Debitor untuk melakukannya.
B. Penyalahgunaan Keadaan
Penyalahgunaan keadaan timbul sebagai salah satu alasan pembatalan suatu perjanjian.
Secara definitif, KUHPerdata tidak menyebutkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan “penyalahgunaan keadaan” sebagai salah satu aspek “cacat hukum” yang dapat menyebabkan pelanggaran terhadap Pasal 1320 KUHPerdata.
KUHPerdata mengatur mengenai 4 syarat sah nya suatu Perjanjian di Pasal 1320.
Tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut dapat mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Syarat subjektif dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan apabila yang dilanggar adalah syarat objektif maka perjanjian akan dilanggar batal demi hukum.
Alasan pembatalan menurut Pasal 1321 KUHPerdata adalah adanya cacat kehendak yang disebabkan:
1) Kekhilafan (dwaling) Pasal 1322 KUHPerdata: bisa mengenai orang ataupun juga barang. 2) Paksaan (dwang) Pasal 1323 KUHPerdata: fisik dan psikis
3) Penipuan (bedrog) Pasal 1328 KUHPerdata:
Untuk mencapai sepakat pihak-pihak harus memiliki kebebasan kehendak, tidak boleh ada tekanan yang mengakibatkan cacat kehendak (willsgebrek). Kebebasan kehendak linier dengan kedudukan yang seimbang. Bila tidak seimbang maka pihak yang kuat cenderung menyalahgunakan kekuatannya.
Contoh:
Dalam kasus-kasus riba prestasi dan kontra prestasi sangat tidak seimbang.
Kontrak standard syarat-syarat sudah ditentukan (misal: Persetujuan kredit – polis)
Ciri-ciri kedudukan yang tidak seimbang:
1. Penentuan syarat perjanjian oleh satu pihak;
2. Syarat perjanjian menyampingkan tanggung jawab; 3. Nilai prestasi dan kontra prestasi sangat tidak seimbang; 4. Debitur tidak punya pilihan lain (relatif);
5. Salah satu pihak dalam posisi psikologis yang lebih kuat.
Kedudukan tidak seimbang ini memicu suatu hal yang disebut “penyalahgunaan keadaan”.
Penyalahgunaan kehendak berkembang menjadi “cacat kehendak” (wilsgebrek) (bertentangan dengan syarat sah perjanjian ke-1).
Walaupun tergolong syarat ke 1, akan tetapi pembatalannya adalah batal demi hukum karena dianggap mengganggu ketertiban umum.
Secara garis besar penyalahgunaan kedaan dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1) Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan ekonomi (economische overwicht) dari satu pihak terhadap pihak lain;
Termasuk di dalamnya adalah kedaan darurat (noodtoestand)
2) Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan psikologis (geestelijke overwicht) dari satu pihak terhadap pihak lain.
Penyalahgunaan yang paling banyak sering terjadi adalah penyalahgunaan karena keunggulan ekonomi, dan banyak menghasilkan putusan hakim.
Prasyarat sehingga penyalahgunaan karena keunggulan ekonomi harus memenuhi beberapa unsur diantaranya:
1. Satu pihak dalam perjanjian lebih unggul dalam bidang ekonomi dari pada pihak lainnya. 2. Pihak lain terdesak melakukan perjanjian yang bersangkutan.
Sementara penyalahgunaan karena keunggulan psikologis, syaratnya antara lain:
1. Adanya ketergantungan dari pihak lemah yang disalahgunakan oleh pihak yang mempunyai keunggulan psikologis.
2. Adanya keunggulan psikologis luar biasa antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Contoh penyalahgunaan keadaan:
Dokter spesialis yang mesti atau minta dibayar tinggi/ mahal oleh Pasien oleh karena si Pasien dalam keadaan berbahaya bagi kelanjutan hidupnya jika tidak sesegera mungkin dioperasi oleh dokter spesialis tersebut.
Contoh Putusan
Putusan PN Jakarta Selatan: No.442/Pdt.G/1999/PNJkt.Sel. a) Pihaknya:
Penggugat : Made Oka Masagung Tergugat :
1. PT Bank Artha Graha 4. Notaris
2. PT Gunung Agung 5. Sugianto Kusuma
3. PT Gunung Agung Investment 6. PT Bina Jaya Pandukreasi
b) Pokok Gugatan:
Penggugat berada dalam tahanan karena kejahatan korupsi, perbankan dan pemalsuan namun dibebaskan. Ketika Penggugat berada dalam tahanan datang Notaris Tergugat V menyodorkan dua akta perjanjian dan satu pernyataan masih mempunyai hutang. Akta perjanjian pertama menyatakan Penggugat masih punya hutang kepada Tergugat sebesar Rp.200 M lebih, tetapi yang harus dibayar hanyalah Rp. 100 M saja dengan mengangsur. Akta perjanjian kedua memuat perubahan terhadap Akta No. 31, yang semula jaminan orang menjadi jaminan berupa tanah kavling di Permata Hijau dan Apartement Fourseason di Singapura.
terpaksa. Penandatanganan dilakukan di ruang tahanan setelah sebelumnya Tergugat berjanji akan membantu penangguhan penahanan Penggugat.
c) Eksepsi:
Penggugat ditahan bukan oleh Tergugat I tetapi oleh JPU; d) Jawaban Tergugat:
Akta-akta perjanjian di tanda tangani tanpa paksaan fisik
e) Rekonpensi: Gugatan Penggugat telah merusak kepercayaan publik pada Tergugat f) Pertimbangan PN Jakarta Selatan:
- Bahwa Penggugat berada dalam tahanan, kondisi jiwa tertekan dan frustasi;
- Bahwa Tergugat memiliki posisi ekonomis dan psikologis yang lebih baik dan lebih kuat;
- Bahwa Tergugat menyadari keadaan ini tetapi justru memanfaatkan keadaan ini untuk
menekan Penggugat;
- Bahwa Tergugat telah beritikad buruk;
- Bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan yang tidak lazim dalam dunia perbankan;
- Bahwa Tergugat telah melakukan cara-cara di luar kepatutan, bertentangan dengan tata
krama dan kesusilaan atau dengan cara-cara memaksakan persetujuan. g) Putusan:
Amar putusan Mahkamah Agung, pada pokoknya: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan batal perjanjian dan akta pernyataan termasuk lampiran-lampirannya ... dst terhitung saat dibuatnya akta-akta tersebut;
4. Menyatakan perjanjian ... tidak sah dan dibatalkan; 5. Menyatakan perjanjian ... tidak sah dan dibatalkan; 6. Menghukum ... dst.
h) Analisis:
- Pertimbangan ini sudah mengarah pada indikasi-indikasi penyalahgunaan keadaan, hanya
saja masih digabungkan dengan pemaksaan (dwaling) dan bertentangan dengan kesusilaan yang lebih cocok masuk kategori kausa yang halal.
- Masih ada keraguan pada Majelis Hakim;
- Penyalahgunaan keadaan dapat terlihat dari rincian dari pertimbangan hakim Mahkamah
Agung dalam tingkat kasasi atas permohonan Made Oka Masagung yang mempertimbangkan:
o Bahwa azas kebebasan berkontrak tidak bersifat mutlak. Hakim berwenang melalui
tafsiran hukum untuk menilai bahwa kedudukan para pihak tidak seimbang sedemikian rupa sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas menyatakan kehendaknya seolah-olah perjanjian terjadi secara sepihak;
o Bahwa penandatanganan akta perjanjian ketika Penggugat berada dalam tahanan terjadi
karena penyalahgunaan keadaan dan atau kesempatan sehingga Penggugat berada dalam keadaan tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya;
o Bahwa akibat hukum yang dibuat sebagaimana tersebut dalam perjanjian yang
tercantum dalam akta perjanjian No. 41 dan No. 42 tersebut beserta perjanjian-perjanjian lainnya yang terbit atau dibuat berdasarkan kedua perjanjian-perjanjian tersebut harus dibatalkan;
- Keberadaan Penggugat dalam tahanan telah memenuhi unsur dalam keadaan tertekan (dwang