Lampiran 1
Legenda Putri Pinang Mancung
Dahulu di Kota Tebing Tinggi berdiri beberapa kerajaan kecil.
Masing-masing kerajaan dikuasai oleh seorang raja, salah satunya bernama Raja Tebing
Pangeran. Menurut silsilah, Raja Tebing Pangeran berasal dari raja pertama
kerajaan Padang (Tebing Tinggi) yang dikenal bernama Tuanku Umar Baginda
Saleh Komar yang bergelar Tuan Hapultakan Saragih Dasalah. Beliau merupakan
raja pertama keturunan bangsawan Kerajaan Raya Simalungun yang dikabarkan
hijrah ke luar Wilayah Simalungun, yang kemudian menjelma menjadi
masyarakat rumpun Melayu.
Untuk generasi berikutnya, kedudukan Raja Padang dijabat oleh Raja IV
yang bernama Marah Adam, pemerintahannya tidak berkembang atau tidak
berjaya. Beda dengan saat ayahnya berkuasa. Pada masa pemerintahan Marah
Adam, ditemui ragam kelemahan yang paling prinsipil. Korupsi merajalela dan
penegakan hukum sangat lemah.
Ketika Raja Marah Adam wafat, beliau digantikan oleh putra sulungnya
yang dikenal bernama Raja Syahdewa. Beliau kemudian mengendalikan roda
pemerintahan dengan sebatas kemampuannya karena belum berpengalaman dan
tidak berpendidikan yang cukup. Peristiwa pengambilalihan kekuasaan ini
berlangsung sekitar tahun 1780. Di era pemerintahan Raja Syahdewa tersebut,
tidak ada hal-hal yang dapat dibanggakan.
Begitu Raja Syahdewa sudah tiada, beliau digantikan oleh Raja Sidin,
hingga beliau berusia lanjut. Pada usia tua itu beliau wafat. Raja generasi VI itu
digantikan dengan generasi ke VII, yakni Raja Padang yang bernama Raja
Pangeran
Selama berkuasa di kerajaan Padang, ia dikenal sebagai raja terkaya dan
berwibawa serta berkharisma. Rakyatnya selalu mengelu-elukan beliau sebagai
raja yang santun dan berjiwa sosial serta berpihak pada kepentingan rakyatnya.
Beliau terkenal sebagai pribadi yang sangat demokratis dan adil. Teguh
menegakkan kebenaran. Kaum miskin diberikan bantuan setiap bulan sehingga
mereka mendapatkan pekerjaan. Sifat pengasih dan penyayangnya tidak diragukan
lagi.
Raja Pangeran mempunyai seorang putri. Parasnya elok dan mempesona.
Tubuh tinggi semampai. Oleh karena hidungnya mancung, gadis itu diberi nama
dan gelar Putri Pinang Mancung. Nama dan gelarnya di ambil dari tubuhnya yang
tinggi semampai seperti pohon pinang dan mancung di ambil dari hidung si gadis
yang mancung. Nama dan gelar tersebut melekat hingga akhir hayatnya.
Ada kembang yang semerbak mewangi. Tentu banyak kumbang yang
mendekat. Karena kecantikan paras dan keelokan tubuhnya, maka tak heran
apabila banyak yang tertarik kepada pinang mancung.
Konon, ramai pula raja-raja dari seberang dan putra-putra raja yang saling
bersaing untuk merebut hati dan simpati Putri Pinang Mancung. Sang raja
memamerkan kekayaan harta benda yang melimpah, meskipun sudah berusia
Sementara para putra raja membanggakan ketampanan wajah dan keahlian
berperang mereka. Ada pula yang menjanjikan berbulan madu ke tempat-tempat
yang dianggap sebagai surga dunia.
Akan tetapi, bagi Putri Pinang Mancung, materi atau harta kekayaan bukan
menjadi ukuran yang utama. Menurutnya kekayaan itu tidak abadi dan bukan
jaminan kebahagiaan, dalam sekejap mata semua bisa sirna begitu saja.
Putri Pinang Mnacung lebih mengutamakan kekayaan akal budi. Karena
akal budi bisa membawa perasaan bahagia dunia dan akhirat.
Itulah mengapa Putri Pinang Mancung selalu menolak dipersunting oleh
raja-raja dan bagi siapa saja yang hanya membanggakan harta dan kekayaan.
Padahal ayah Putri Pinang Mancung dikenal sebagai raja yang kaya raya dan
mendambakan pendamping hidup anaknya berasal dari keturunan raja yang kaya
raya pula. Agar kelak hidup Putri Pinang Mancung berkecukupan dalam hal
materi bahkan bergelimangan harta benda dan memiliki koleksi emas permata
yang beragam.
Dalam hal ini Putri Pinang Mancung sering berselisih paham kepada
ayahnya. Itu terbukti dari keseharian Putri Pinang Mancung memang selalu
menjalani hidup dengan bersahaja. Tidak pernah mengenakan pakaian mewah
kapan saja dan di mana saja.
Bahkan dalam pergaulan sehari-hari Putri Pinang Mancung ia lebih
memilih berteman dengan rakyat biasa. Sering pula bersenda gurau dengan
Di antara orang-orang itu ada seorang budak istana bernama Tualang, dia
seorang anak muda yang bekerja sebagai pesuruh (budak) di istana. Konon, Putri
Pinang Mancung menaruh perhatian lebih pada si budak yang bernama tualang.
Hal itu mungkin disebabkan Tualang yang sering disuruh-suruh di lingkungan
istana mempunyai disiplin kerja yang tinggi dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari.
Tualang tidak pernah membantah apalagi menolak setiap perintah yang
diberikan padanya. Selain sifat disiplin, ia juga memiliki sifat jujur dan hasil
setiap pekerjaannya selalu sesuai dengan yang diperintahkan. Itu sebabnya
Tualang sering dipercaya untuk menemani Putri Pinang Mancung sekaligus
menjaga dan mengawasi Putri Pinang Mancung.
Hubungan keduanya semakin akrab dan sudah mengenal kepribadian satu
sama lain. Sehingga tidak jarang Putri Pinang Mancung mengajak Tualang
berjalan-jalan ke taman bunga Borjonis yang letaknya tidak jauh dari lingkungan
istana. Di sana mereka bersama-sama menikmati keindahan bunga-bunga dan
pemandangan alam.
Mereka tetap saling menjaga jarak, bahkan sama sekali keduanya tidak
pernah bersentuhan tangan sekalipun. Tualang selalu menjaga adat kesopanan dan
selalu bicara santun. Hal-hal seperti itu yang membuat Putri Pinang Mancung
semakin tertarik pada Tualang. Kesopanan dan kesantunannya menjadi pemikat
hubungan yang berbeda kasta tersebut.
Di suatu senja saat berada di taman, keduanya saling bertatap pandang.
merasa getaran cinta semakin kuat dia rasakan. Mungkin benar juga bunyi
ungkapan, dari mana datangnya cinta. Dari mata terus ke hati. Karena itu Putri
Pinang Mancung mulai angkat bicara untuk menarik perhatian tualang.
“Tualang...” Putri Pinang Mancung memanggil setengah berbisik.
“Hamba tuan putri...”jawab Tualang sambil menunduk.
“Mengapa engkau mengalihkan pandanganmu? Pandanglah kearahku!”
“Hamba mohon maaf tuan Putri... tidak pantas bagi hamba menatap tuan
Putri” jawab Tualang sambil terus menunduk.
“Baiklah, jikalau engkau tak hendak memandangku, aku hanya ingin
bertanya padamu wahai Tualang” Putri Pinang Mancung bertanya dengan
setengah berbisik.
“Perihal apakah itu, Tuan Putri?” Tualang menjawab.
“Apakah engkau tidak merasakan sesuatu hal ketika engkau dan aku
bersama seperti saat ini? ” Tanya Putri Pinang Mancung kepada Tualang.
Tualang tetap tertunduk. Sangat susah baginya untuk menjawab. Namun
dengan perlahan ia mulai berani mengangkat wajahnya. Pandangannya kosong.
Sesungguhnya ia pun memiliki rasa yang sama. Namun sangat mustahil hal itu
diucapkannya, karena ia tahu diri. Kondisi ini bagi Tualang bagaikan pungguk
merindukan bulan.
Ia juga takut apabila hal ini diketahui lingkungan istana dan itu akan
mencemooh mereka. tualang tidak menginginkan hal itu terjadi. Sehingga dengan
mantap pemuda itu menjawab,”Maaf, Tuan Putri! Kalau memang ada sesuatu
yang saya rasakan selama ini, anggap saja merupakan pengabdian saya yang tulus
terhadap Tuan Putri sebagai junjungan hamba. Tidak lebih dari itu!”
“Tualang…” Putri Pinang Mancung kembali bertanya.
“Hamba, tuan putri”
“Janganlah engkau membohongi dirimu sendiri!”
“Hamba tidak paham maksud Tuan Putri”
“engkau harus mengerti, jangan engkau biarkan aku bagai lesung mencari
penumbuk, atau sumur mencari timba!”
“Tetapi tuan putri...”
“Sudahlah Tualang!” potong Tuan Putri dengan cepat. “Aku tahu bahwa
apa yang aku rasakan engkau merasakannya pula, dan hendaknya rasa ini
sama-sama kita jaga, dan tiada yang boleh menghalangi.”
Waktu terus berlalu, hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan
kedekatan antara Putri Pinang Mancung dengan Tualang menarik perhatian Raja
Tebing Pangeran.
“Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut!” gumamnya dalam hati sambil
memikirkan cara untuk memisahkan putrinya dengan sang Hamba Sahaya.
Satu-satunya cara adalah dengan memecat Tualang dari istana dengan alasan yang
Begitu Putri Pinang Mancung mengetahui hal itu, ia segera menghadap
ayahnya untuk menanyakan tentang dipecatnya Tualang. Ia heran dengan sikap
ayahnya yang selama ini selalu bijaksana dalam memerintah.
“Ayahanda..ananda ingin bertanya” Putri Pinang Mancung bertanya
kepada Raja.
“Perihal apakah yang hendak ananda pertanyakan? Tampaknya sesuatu yg
aamat penting yang ingin ananda sampaikan, sampaikanlah kepada ayahanda
wahai anakku!”
“Ayahanda, mengapa Tualang tidak lagi bekerja di istana?”
“Itu karena kedekatan ananda dengannya. Ananda tahukan, kalau ananda
adalah seorang Putri Raja yang sedang berkuasa yang disegani dan dihormati?”
“Ananda tahu, tetapi Tualang adalah orang baik dan jujur, itu sebabnya
ananda menaruh hati padanya”
“Memalukan, sungguh perbuatan yang memalukan. Ananda telah
mencemarkan nama baik ayahanda. Sudahlah, tidak perlu ananda memuji-muji
Tualang, ia bukanlah keturunan para bangsawan dan tidak sederajat dengan
keluarga kita” jawab sang Raja dengan emosi.
Putri Pinang Mancung terdiam. Membisu seribu bahasa. Dia menunduk
lesu menahankan beban perasaan yang harus ditanggungnya karena harus berpisah
dengan orang yang dicintainya. Air mata pun menetes sebagai bentuk kesedihan
Melihat keadaan putrinya itu, Raja Tebing Pangeran menjadi terenyuh
juga, lalu ia berkata,”Putriku…Engkau adalah satu-satunya harapan ayahanda,
yang kelak menjadi satu-satunya pewaris kerajaan ini. Engkaulah yang akan
menjadi penerus kerajaan ini saat ayahanda telah tiada
“Sudah lama ayahanda berkeinginan hendak menikahkan ananda dengan
seorang putra raja dari kerajaan yang lokasinya di ujung sungai sana. Putra raja itu
adalah seorang pria yang perkasa, mahir menunggang kuda. Selain itu, ia
dikabarkan akan menerima kekayaan yang tidak sedikit manakala ayahnya
mangkat kelak…” sambung Raja Pangeran.
Putri Pinang Mancung tetap saja menunduk dan membisu, tak ingin
mengomentari ucapan ayahnya.
“Ananda Putri Pinang Mancung,,,” lanjut Raja Tebing Pangeran terkesan
membujuk. “Jadi, kalau ananda bersedia menikah dengan putra raja itu, sudah
pasti hidup kalian akan senang dan bahagia…”
Putri Pinang Mancung tetap saja diam. Dari paras wajahnya yang murung
terlihat ia sangat sedih dan dilema. Antara memilih kemauan ayahnya atau
cintanya kepada Tualang.
Bagaikan dihadapkan pada buah simalakama. Dimakan ayah mati, tidak
dimakan ibu yang meninggal dunia. Semua pilihan serba salah dan mengandung
resiko yang besar.
Pada hari itu Tualang dengan keadaan wajah sedih dan lesu mengemasi
penjelasan tentang kesalahannya. Seperti pepatah, Sudah jatuh tertimpa tangga
pula. Begitulah nasib Tualang, tidak mendapatkan cintanya, malah dipecat pula
dari pekerjaannya.
Dan begitu ia mengetahui alasannya dipecat dari salah seorang dayang
istana, hatinya menjadi hancur lebur. Tualang menjadi kasihan akan derita Putri
Pinang Mancung yang dikurung dikamarnya dan dijaga ketat dengan beberapa
pengawal istana.
Sambil bertekad menggali semangat baru dan melupakan Putri Pinang
Mancung, tualang memutuskan untuk segera meninggalkan istana dan pulang
kerumah orang tuanya. pemuda itu memasuki jalanan setapak di antara
rerimbunan batang-batang pohon liar yang memenuhi daerah tersebut, pulang
menuju rumah kampung halamannya.
Hari sudah akan gelap, mumgkin ia akan sampai rumah orangtuanya
menjelang waktu isya. Itupun ada baiknya orang-orang tidak melihatnya datang,
sehingga ia tidak harus berbasa basi dahulu untuk memberi alasan kepada
penduduk alasan kepulangannya. Dalam pikirannya ia membayangkan,
keluarganya yang kaget melihat kemunculannya yang tiba-tiba dan mendadak.
Sambil menyusuri anak sungai, ia memandang ke kejauhan. Melihat
sebuah bangunan tua yang sudah ada sebelum ia lahir, milik seorang penghuni.
Tualang mencoba mengingat siapa pemilik akhir rumah itu, rumah yang
diwariskan secara turun-temurun. Dalam benaknya teringat akan seorang pak tua,
Pak Tua Lukman Hakim yang tidak pernah menjabat kedudukan hakim, tetapi
Dan akhirnya Tualang sampai ke kampung halamannya, ia senang karena
sampai dengan selamat. Sesampainya disana ia juga menceritakan segala keluh
kesahnya kepada keluarganya. Dan keluarganya maklum dan terus memberi
semangat kepada Tualang.
Sementara itu, berhari-hari hati Putri Pinang Mancung bagai terpecah
belah. Akhirnya ia merencanakan untuk lari meninggalkan istana dan mencari
orang yang dicintainya.
Di suatu pagi yang masih gelap, dengan cara mengendap-endap dan
menyamar dengan mengenakan pakaian laki-laki, Putri Pinang Mancung berhasil
mengelabuhi para hulubalang yang menjaga gerbang istana.
Ia berjalan cepat ke arah timur ketika matahari mulai menampakkan
wajahnya ke ufuk timur. Saat itu ia belum tahu kemana dirinya akan melangkah.
Namun di hati kecilnya, Putri Pinang Mancung berniat ingin mengembara
mencari Tualang dimanapun ia berada.
Namun setelah itu, Putri Pinang Mancung bingung harus melangkahkan
kaki kemana. Ia tersesat sampai ke hutan belantara. Cahaya matahari pun semakin
samar terlihat, tertutupi dengan rindangan dedaunan dari pohon-pohon yang
menjulang tinggi disekitarnya.
Ia kebingungan diantara rerimbunan pohon di hutan belantara. Perasaan
panik melanda diri Putri Pinang Mancung. Sempat terlintas dibenaknya untuk
mengurungkan niatnya, tetapi ketika ingin kembali ke istana ia tersadar bahwa ia
Tiba-tiba terdengar suara mengeram di balik semak belukar, seketika
tubuhnya kaku,keringat bercucur deras. Suara itu kian mendekat, dan seketika
sesosok makhluk hitam besar terbang menerkamnya sehingga membuatnya
terjatuh diantara akar-akar pepohonan, cakar makhluk buas itu mulai merobek
baju bahkan kulitnya. Dan ketika itu Putri Pinang Mancung merasa maut datang
menjemput.
Akan tetapi, maut tidak menghampirinya. Maut justru menjauh. Makhluk
hitam besar itu menjauh, begitu pula suara dengus mengeram, semakin merendah.
Putri Pinang Mancung berusaha bangkit dari rebahnya. Dengan susah
payah, akhirnya ia mampu untuk duduk bersandar di sebatang pohon besar. Ia
merasakan sekujur tubuhnya letih dan sakit sisa dari cengkraman hewan buas tadi.
Ia mencoba mencari-cari sesosok makhluk yang membuat makhluk hitam
besar itu menjauh, ternyata ia melihat seekor harimau, si raja hutan yang juga
memiliki bulu hitam yang berkilauan.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki, ia mencoba melawan si raja hutan.
Akan tetapi, harimau itu bergerak mundur menjauhinya. Lebih anehnya lagi, raja
hutan yang luar biasa itu bergerak dengan keempat kakinya merayap ke tanah.
Sepasang mata yang tadinya galak, kini meredup. Seringai mulut yang tadinya
buas, juga mengendur. Kepala yang mengerikan, merunduk.
Terdengar suara mengaum. Pelan, lirih, dan sendu. Makhluk yang terkenal
dengan sebutan si penguasa hutan itu bangkit dan bergerak memutar, kemudian
melompat menghilang di balik pepohonan. Tak lama kemudian terdengar suara
Tiba-tiba terdengar suara gumaman seorang pria dari arah semak belukar.
Putri Pinang Mancung gemetar mendengar suara asing dan logat asing dari sosok
misterius dari semak belukar itu. Tapi ia berkeyakinan sosok itu yang telah
mengusir hewan buas itu.
Tadinya ia menyangka akan melihat seorang pemburu dengan senapan
berlarasdua di tangan. Paling tidak, ia akan melihat seorang pria dengan rantai
belenggu terjuntai-juntai dari pergelangan tangan serta kakinya. Akan tetapi,
orang yang berdiri di hadapannya, adalah orang yang tidak ia duga. Orang
tersebut tidak bersenjata.
Sosok misterius itu berjalan mendekat sambil berkata “Walaupun engkau
memakai pakaian lelaki aku tau bahwa engkau adalah perempuan. Benar begitu?
Suara pria itu menandakan suara seseorang yang berumur, terdengar
suaranya berat namun kelihatan berwibawa, akrab dan ramah.
“Benar, pak tua....”
“engkau mampu berdiri gadis cantik?”
“Sepertinya begitu”
“Bangkitlah”
Putri Pinang Mancung mencoba untuk bangkit, tetapi ia segera jatuh lagi.
Kemudian tangan kurus dari lelaki tua itu keluar dari balik jubah putihnya. Putri
Pinang Mancung dibantu berdiri.
“Ya pak tua” Putri Pinang Mancung mengerang, tiba-tiba ia merasa sakit
luar biasa setelah diingatkan mengenai luka-lukanya.
”Berbaringlah, aku akan mengobatimu”
Pria tua itu kemudian mencari diantara semak belukar kemudian memetik
beberapa daun. Kemudian dipatah-patahkannya dedaunan tersebut dan cairan
getah putih kekuninggan mengalir denan lancar. Selanjutnya cairan itu di oleskan
di sekujur tubuh yang terluka.
“Getah ini sangat ampuh untuk menawarkan racun dilukamu, dengan ijin
Allah,” kata pria berjubah putih itu. “Beruntunglah engkau wahai gadis cantik,
sebab luka-lukamu tidak terlalu parah. Kulitmu yang terluka bisa kurapatkan
lagi.”
Setelah luka-luka Putri Pinang Mancung diolesi hingga rata, pria tua
tersebut menunggu sejenak. Kemudian tangannya mengusap luka Putri Pinang
Mancung dan terjadilah keajaiban. Luka-luka menganga di tubuh putri pinang
mancung merapat dan hanya tinggal gurat samar.
“Gerakkan tubuhmu sedikit agar terkena sinar matahari” kata pria tua itu.
Putri Pinang Mancung menurut dan seketika gurat samar di kulit Putri Pinang
Mancung hilang dan ajaibnya kulit Putri Pinang Mancung kembali seperti semula.
Seakan bagian yang pulih itu tidak pernah mengalami luka sedikitpun.
“Sekarang engkau duduklah dengan perlahan.”
Karena takjubnya,Putri Pinang Mancung bangkit dan duduk penuh
“Sudah aku katakan kepada engkau untuk duduk dengan perlahan saja”.
Tariklah nafas dengan dalam dan biarkan aliran darahmu mengalir.
Sekarang engkau coba sekali lagi dengan perlahan.
Akhirnya Putri Pinang Mancung dapat duduk, berdiri dan berjalan. Tetapi untuk
kesembuhannya Putri Pinang Mancung harus meminum ramuan khusus yang akan
diberi bapak tua itu. Dan bapak itu mengajak Putri Pinang Mancung kerumahnya.
Keduanya kemudian berjalan menyusuri hutan. Perjalanan itu teramat
lambat karena beberapa kali mereka harus berhenti. Menunggu hingga rasa perih
yang mengganggu dalam tubuh tuan putri mereda. Setiap kali, pria tua yang
ternyata memiliki wajah yang sama ramahnya dengan tutur katanya, menunggu
dan memerhatikan dengan sabar seraya member beberapa petunjuk untuk
mengurangi rasa sakit.
Di tengah perjalanan, mereka dihadapkan dengan ular besar menjulur
melilit di batang pohon berkepala lancip dan lidah bercabang keluar masuk dari
ujung muncungnya. Pak Tua kemudian berhenti dan menatap diam dan lama
kepada ular tersebut.
Ternyata Pak Tua berkomunikasi dengan ular tersebut. Tak lama
kemudian ular tersebut pergi merayap naik ke cabang yang lebih tinggi. Putri
Pinang Mancung tertegun dan heran kemudian bertanya kepada Pak Tua,
” Apa yang sedang engkau lakukan terhadap ular tersebut hingga ia
“sesungguhnya aku dan ular itu saling bercerita, kukatakan padanya bahwa
engkau adalah tamuku dan dalam perlindunganku hingga senja,”kata pria
itu kemudian. “Begitu malam tiba, maka kau harus mampu melindungi
dirimu sendiri.”
“Apa yang engkau maksud wahai Pak Tua?” Putri Pinang Mancung kaget.
“Sebelum malam tiba engkau harus telah pergi, maka dari itu kita harus
bergegas….”
Mereka mempercepat lamgkah. Perasaan cemas dan takut mendorong
semangat Putri Pinang Mancung dan meredakan sakit pada bagian dalam
tubuhnya. Tak lama Putri Pinang Mancung bertanya kembali,
”Wahai Pak Tua,sebenarnya siapakah anda?’
“Aku adalah seorang kepala suku.”
“Kepala suku apakah engkau?”
Pria tua diam. Tidak menjawab.
Putri Pinang Mancung juga turut diam.
Tak lama kemudian mereka sampai di rumah Pak tua. Sesampai di rumah
pria tua itu, Putri Pinang Mancung dipersilahkan masuk dan disuguhi
bermacam-macam jenis makanan. Kemudian Putri Pinang Mancung dipersilahkan makan.
Setelah makanannya habis¸ Putri Pinang Mancung disuguhi secangkir teh dan ia
“Teh apakah ini mengapa rasanya begitu pahit” tanya Putri Pinang
Mancung.
“Itu untuk membantu menyembuhkan lukamu.” jawab pria tua yang
merupakan kepala suku di kampung itu.
Waktu semakin sore dan pria tua itu mulai bersikap dingin kepada Putri
Pinang Mancung. Dari mulut pria tua itu keluar kata-kata
“Waktunya engkau pergi wahai perempuan cantik”
“Kemanakah saya harus pergi?”
“Aku tidak tahu dan tidak perlu tahu” jawab pria tua.
Putri Pinang Mancung terjengah, bingung. Kemudian Putri Pinang
Mancung menceritakan tentang permasalahan yang sedang ia hadapi dan dia
merupakan Putri Raja yang jatuh hati kepada budak istana yang bernama Tualang
yang berbudi pekerti. Tetapi ayahnya tidak merestui hubungan mereka dan berniat
menjodohkan Putri Pinang Mancung dengan putra raja dari kerajaan seberang.
Dan ia menolaknya.
Dan orang yang dicintainya di usir dari istana setelah dipecat dari
pekerjaannya. Setelah itu, Putri Pinang Mancung melarikan diri dengan tujuan
mencari keberadaan Tualang. Sampai akhirnya terjebak dan tersesat di hutan.
“Apa yang saya alami berikutnya, tentu Pak Tua sudah tahu,bukan?” kata
“Kalaulah begitu ceritanya, maka kiranya kuijinkan engkau untuk tinggal
dirumahku ini...sebab aku cukup prihatin atas nasib malang yang
menimpamu”.
“Terima kasih wahai Pak Tua, engkau sungguh berhati mulia...” Putri
Pinang Mancung bersimpuh di hadapan pria tua.
Menurut Putri Pinang Mancung sosok pria tua itu adalah sosok pribadi
yang berbudi. Dalam keseharian Putri Pinang Mancung telah meninggalkan
statusnya sebagai seorang putri raja, dia tidak segan-segan membantu pria tua itu
dalam bekerja apa saja, yang ketika di istana tidak pernah dilakukannya.
Pada suatu pagi saat Putri Pinang Mancung sedang membantu pria tua
membersihkan rumput di depan rumahnya, Putri Pinang Mancung teringat pada
kekasihnya, seorang budak yang bernama Tualang. Lalu bertanya kepada pria tua
itu apakah mungkin kalau mereka akan bertemu lagi. Dan menurut pria tua itu
bisa saja asal Putri Pinang Mancung bersedia untuk sementara menjadi lereng
bukit yang pemandangannya indah. Putri Pinang Mancung mengira apa yang
dikatakan pria tua merupakan candaan. Dan kemudian pak tua menegaskan pada
Putri Pinang Mancung bahwasanya ia tidak sedang bercanda. Dan Putri Pinang
Mancung diam sejenak dan kemudian menerima tawaran pria tua itu.
Pria tua itu mulai bermeditasi. Lalu dalam sekejap Putri Pinang Mancung
tiba-tiba berubah wujud menjadi sebuah bukit-bukit kecil yang di atasnya
ditumbuhi pohon-pohon yang berdaun rimbun. Indah dan menawan di pandang
Tidak beberapa lama kemudian seorang pria tampan berjalan masuk ke
luar hutan. Tiba-tiba dia melihat sebuah fenomena bukit kecil yang panoramanya
menarik perhatiannya. Kemudian dia berjalan ke arah bukit sambil menyandang
sebuah kapak di bahunya. Dalam benaknya, mungkin jenis kayu yang tumbuh di
bukit itu cukup berharga untuk di jual.
Begitu dia tiba disana dia langsung memilih sebuah pohon jati untuk
ditebangnya. Namun begitu mata kapaknya menancap di batang pohon jati
tersebut, alangkah kagetnya pemuda itu melihat ada darah di mata kapaknya. Rasa
takut hinggap di benak pemuda itu karena melihat pohon jati yang berusaha
ditebangnya mengeluarkan darah. Kemudian pohon jati itu berubah menjadi
seorang gadis yang sangat cantik. Hal itu membuat pemuda menjadi heran dan
terpana. Perasaan heran bertambah dikarenakan gadis cantik itu sangat mirip
dengan Putri Pinang Mancung.
“Kenapa kamu terdiam wahai Tualang?” tanya Putri Pinang Mancung.
Dalam benaknya Putri Pinang Mancung yakin bahwa pemuda yang sedang
tercengang di depannya adalah lelaki yang sangat dia cintai yang bernama
Tualang.
Dan sebaliknya pula Tualang juga dapat memastikan bahwa gadis cantik
itu adalah Putri Pinang Mancung. Ciri khasnya yang tinggi dan berhidung
mancung itu yang membuat Tualang sangat yakin.
Dalam hatinya, Putri pinang Mancung berkata-kata, bahwa pria tua yang
sudah dianggapnya sebagai ayahnya sendiri itu ternyata memang sangat sakti.
Semua hal yang di alami Putri Pinang Mancung diceritakanya kepada
Tualang mulai dari Putri Pinang Mancung kabur meninggalkan istana hingga
segala peristiwa aneh yang dialaminya.
Begitupun sebaliknya, Tualang juga menceritakan pengalamannya setelah
dipecat sebagai budak di kerajaan Padang. Dalam pengembaraan dan penjelajahan
Tualang tidak menghiraukan hutan belantara serta jurang yang dan tebing. Semua
rintangan itu ia tempuh dengan perasaan duka lara karena putus cinta.
Pertemuan di sebuah hutan lebat di lereng bukit yang terjal itu membuat
mereka merasa terharu, sehingga keduanya saling menangis.
Sementara itu, semenjak hilangnya Putri Pinang Mancung dari istana,
suasana berduka menyelimuti kalangan istana kerajaan Padang. Para Hulubalang
sudah dikerahkan untuk melacak keberadaan Putri Pinang Mancung, namun upaya
mereka sia-sia belaka.
Para Hulubalang dan dayang-dayang istana pulang ke istana dengan
tangan kosong. Menurut pengamatan orang-orang yang dituakan, dipastikan Putri
Pinang Mancung masih hidup, tetapi belum dapat dipastikan diman
keberadaannya.
Akhirnya seorang dukun mampu melacak keberadaan tuan putri. Ringkas
cerita sang putri yang minggat dari istana itu dibawa pulang, dan tidak dikisahkan
Hanya saja sebelum berpisah, Putri Pinang Mancung sempat
meninggalkan pesan pada Tualang,”Aku akan kembali ke hutan ini…kamu harus
menungguku”
Baru beberapa hari tuan putri berada di istana, sang raja mencoba untuk
merayunya kembali agar mau dinikahkan dengan Pangeran seberang, akan tetapi
Putri Pinang Mancung terus menolak.
Mendapat paksaan yang terus menerus Putri Pinang mancung akhirnya
melarikan diri untuk kedua kalinya. Akan tetapi pihak istana tidak berusaha
mencarinya lagi, karena mereka sudah menganggap Putri Pinang Mancung
durhaka, hanya tidak disumpah menjadi batu.
Kemudian Putri Pinang Mancung pergi ke rumah Pak Tua yang sudah ia
anggap sebagai ayah angkatnya. Dan Pak Tua menyambutnya dengan hangat.
Kemudian mereka hidup dengan kedamaian. Pak Tua mengizinkan Putri Pinang
Mancung bertemu dengan Tualang, sebatas tidak melanggar nilai-nilai norma dan
kesusilaan. Tak lama kemudian Pak Tua menikahkan mereka.
Keduanya kemudian mengucapkan ijab Kabul di lereng perbukitan dimana
Putri Pinang Mancung bertemu dalam suasana yang sarat dan muatan magis dan
mistik.
Akan tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kedua pasangan suami istri
tersebut tiba-tiba berubah wujud menjadi benda mati. Putri Pinang Mancung
Sedangkan Tualang berubah menjadi sebuah sungai yang airnya sejuk dan
jernih. Kemudian dinamakan Sungai Sibarau. Tebing jelmaan Putri Pinang
Mancung dinamakan Tebingtinggi.
Sebelumnya Pak Tua yang juga sering dipanggil Datu Sakti sudah
menduga, bahwa pernikahan mereka tidak direstui Raja Tebing Pangeran
ayahanda Putri Pinang mancung sudah sangat kesal dengan putrinya, sebelumnya
sudah ingin menyumpahinya menjadi batu.
Hal itu sudah diketahui Datu Sakti sehingga ia dapat
mencegahnya.sumpah itu memang tidak terjadi, akan tetapi keduanya menjadi
tebing dan sungai. Nama Tualang konon diabadikan menjadi sebuah wilayah
kelurahan di Kecamatan Padang Hulu Deli Serdang, Sumatera Utara.
Kemudian diriwayatkan, ayahanda Putri Pinang Mancung terus
mengembangkan bisnis dan ekonomi di wilayah kekuasaannya. Di era
pemerintahannya, dibangun Pelabuhan Bandar Khalifah. Beliau kemudian diberi
gelar ‘Raja Tebingtinggi’ dan istananya pindah ke Bandar Khalifah Tebingtinggi.
Hingga kini masih dilihat di Desa Kampung Gelam. Ini merupakan bukti bahwa
Raja Tebing Pangeran memang sosok pemimpin yang ulet dan tangguh.
Konon, kerajaan Deli yang berkuasa di sekitar kota Medan dan sekitarnya
dkabarkan iri. Sultan Usman Perkasa Alamsyah yang berkuasa kala itu ingin
menakhlukkan kerajaan Padang. Setelah diadakan negosiasi diantara kedua raja
itu, Raja Tebing Pangeran menolaknya mentah-mentah. Dengan meminta bantuan
kerajaan Bedagai, kerajaan Deli menyerang kerajaan Padang. Pertempuran pun
Birong dalam bahasa kampung kala itu, artinya hitam. Sebab saat terjadi
pertempuran sengit antara pasukan tentara kerajaan Deli, Bedagai dengan
Kerajaan Padang, konon air sungai menjadi hitam.
Mungkin karena sudah kewalahan, akhirnya kerajaan Deli menawarkan
perundingan. Akan tetapi, saat perundingan berlangsung, Raja Deli terkesan
menghina Raja Tebing Pangeran. Dan tatkala rombongan Raja Tebing Pangeran
dalam perjalanan pulang, beliau dibunuh oleh Panglima Daud yang merupakan
komandan pasukan kerajaan Bedagai. Raja Tebing Pangeran meregang nyawa di
Kampung Juhar Kecamatan Bandar Khalifah sekarang. Makam Raja Tebing
Pangeran hingga kini masih dirawat dengan baik di tanah wakaf Kampung Gelam
Kecamatan Bandar Khalifah Serdang Bedagai.
Begitu Raja Tebing Pangeran sudah tiada, kaum ningrat dan kaum
bangsawan di kalangan kerajaan Padang kemudian bermusyawarah untuk
melantik raja baru. Alhasil terpilihlah Marah Hakim yang kemudian bergelar Raja
Graha (Groha). Beliau memerintah dari tahun 1823 dan berakhir di tahun 1870.
Sejarah mencatat bahwa rakyat kerajaan Padang kala itu terdiri dari
berbagai etnis dan suku. Umumnya mereka masyarakat yang cerdas ditinjau dari
sudut pandang sumber daya manusia. Kemudian mereka berhasil meningkatkan
pembangunan kerajaan Padang berdasarkan rencana proyek terpadu. Hal inilah
yang membuat Raja Graha salut terhadap rakyatnya.
Pada masanya, Raja Graha mengendalikan pemerintahan dengan bijaksana
dan adil. Rakyatmya hidup aman sejahtera, cukup sandang dan pangan. Bahkan
Seperti diketahui, kerajaan Padang diperkirakan berdiri sekitar abad ke
XVI yang semula berlokasi di Bejanis. Sekarang berada diantara kelurahan Pelita
dan Lubuk Baru serta kelurahan Bulian dan Pabatu. Ini berada diantara dua
kecamatan, yakni kecamatan Padang Hulu dan Rambutan. Kemudian wilayahnya
meluas ke Dolok Merawan, berlanjut ke Mandaris yang letaknya berbatasan
degan kerajaan Tanjung Kasau.
Ayah Putri Pinang Mancung yang diberi gelar Tebing Pangeran berhasil
membangun pangkalan yang terletak diantara Muara Bah Hilang dan sungai
Padang. Sehingga nama tempat tersebut disebut Pangkalan Tebing. Mulai dari sini
muncul transaksi jual beli hasil bumi di kerajaan Padang dan sekitarnya. Raja
Padang merupakan sosok yang anti penjajahan (Belanda) dan selalu bersikap pro
rakyat. Sehingga beliau selalu dimusuhi kerajaan lain yang ingin berkompromi
dengan pihak penjajah.
Demikianlah adanya. Jadi, kisah Putri Pinang Mancung dapat dikatakan
merupakan asal-usul nama kota Tebingtinggi dan nama-nama tempat lainnya yang
berada di sekitar kota itu. untuk mengenang nama Putri Pinang Mancung,
masyarakat setempat mengabadikan namanya pada sebuah kelurahan yang disebut
Lampiran 2
Daftar pertanyaan
1. Apakah anda pernah mendengar kata “Putri” ?
2. Darimanakah pertama kali anda mendengar kata “Putri”?
3. Apakah anda pernah mendengar legenda putri pinang mancung?
4. Darimana anda mendengar legenda putri pinang mancung
5. Bagaimana legenda putri pinang mancung menurut yang anda ketahui
6. Siapa sajakah tokoh dalam legenda putri pinang mancung
7. Apakah anda mengetahui tentang peninggalan nyata mengenai legenda
putri pinang mancung
8. Dimanakah legenda putri pinang mancung bermula
9. Darimana anda mendengar legenda putri pinang mancung
10 Apakah anda mewariskan cerita Legenda Putri Pinang Mancung kepada
keturunan anda
11 Apakah menurut anda legenda Putri Pinang Mancung adalah sebuah
warisan budaya yang harus dijaga
Lampiran 3
Daftar nama-nama infprman :
i. Nama : Supramadji
Umur : 58 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kepling
ii. Nama : Ainun. SE
Umur : 38 Tahun
J. Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Seketaris Desa
iii. Nama : H. Syuaib Abdullah.S
Umur : 71 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
iv. Nama : Kliwon
Umur : 62 Tahun
J. Kelamin : Laki-laki
v. Nama : Sofiah
Umur : 67 Tahun
J. Kelamin : Perempuan