• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Tokoh Legenda Putri Pinang Mancung pada Masyarakat Melayu Kerajaan Padang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Tokoh Legenda Putri Pinang Mancung pada Masyarakat Melayu Kerajaan Padang Bedagai"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Legenda Putri Pinang Mancung

Dahulu di Kota Tebing Tinggi berdiri beberapa kerajaan kecil.

Masing-masing kerajaan dikuasai oleh seorang raja, salah satunya bernama Raja Tebing

Pangeran. Menurut silsilah, Raja Tebing Pangeran berasal dari raja pertama

kerajaan Padang (Tebing Tinggi) yang dikenal bernama Tuanku Umar Baginda

Saleh Komar yang bergelar Tuan Hapultakan Saragih Dasalah. Beliau merupakan

raja pertama keturunan bangsawan Kerajaan Raya Simalungun yang dikabarkan

hijrah ke luar Wilayah Simalungun, yang kemudian menjelma menjadi

masyarakat rumpun Melayu.

Untuk generasi berikutnya, kedudukan Raja Padang dijabat oleh Raja IV

yang bernama Marah Adam, pemerintahannya tidak berkembang atau tidak

berjaya. Beda dengan saat ayahnya berkuasa. Pada masa pemerintahan Marah

Adam, ditemui ragam kelemahan yang paling prinsipil. Korupsi merajalela dan

penegakan hukum sangat lemah.

Ketika Raja Marah Adam wafat, beliau digantikan oleh putra sulungnya

yang dikenal bernama Raja Syahdewa. Beliau kemudian mengendalikan roda

pemerintahan dengan sebatas kemampuannya karena belum berpengalaman dan

tidak berpendidikan yang cukup. Peristiwa pengambilalihan kekuasaan ini

berlangsung sekitar tahun 1780. Di era pemerintahan Raja Syahdewa tersebut,

tidak ada hal-hal yang dapat dibanggakan.

Begitu Raja Syahdewa sudah tiada, beliau digantikan oleh Raja Sidin,

(2)

hingga beliau berusia lanjut. Pada usia tua itu beliau wafat. Raja generasi VI itu

digantikan dengan generasi ke VII, yakni Raja Padang yang bernama Raja

Pangeran

Selama berkuasa di kerajaan Padang, ia dikenal sebagai raja terkaya dan

berwibawa serta berkharisma. Rakyatnya selalu mengelu-elukan beliau sebagai

raja yang santun dan berjiwa sosial serta berpihak pada kepentingan rakyatnya.

Beliau terkenal sebagai pribadi yang sangat demokratis dan adil. Teguh

menegakkan kebenaran. Kaum miskin diberikan bantuan setiap bulan sehingga

mereka mendapatkan pekerjaan. Sifat pengasih dan penyayangnya tidak diragukan

lagi.

Raja Pangeran mempunyai seorang putri. Parasnya elok dan mempesona.

Tubuh tinggi semampai. Oleh karena hidungnya mancung, gadis itu diberi nama

dan gelar Putri Pinang Mancung. Nama dan gelarnya di ambil dari tubuhnya yang

tinggi semampai seperti pohon pinang dan mancung di ambil dari hidung si gadis

yang mancung. Nama dan gelar tersebut melekat hingga akhir hayatnya.

Ada kembang yang semerbak mewangi. Tentu banyak kumbang yang

mendekat. Karena kecantikan paras dan keelokan tubuhnya, maka tak heran

apabila banyak yang tertarik kepada pinang mancung.

Konon, ramai pula raja-raja dari seberang dan putra-putra raja yang saling

bersaing untuk merebut hati dan simpati Putri Pinang Mancung. Sang raja

memamerkan kekayaan harta benda yang melimpah, meskipun sudah berusia

(3)

Sementara para putra raja membanggakan ketampanan wajah dan keahlian

berperang mereka. Ada pula yang menjanjikan berbulan madu ke tempat-tempat

yang dianggap sebagai surga dunia.

Akan tetapi, bagi Putri Pinang Mancung, materi atau harta kekayaan bukan

menjadi ukuran yang utama. Menurutnya kekayaan itu tidak abadi dan bukan

jaminan kebahagiaan, dalam sekejap mata semua bisa sirna begitu saja.

Putri Pinang Mnacung lebih mengutamakan kekayaan akal budi. Karena

akal budi bisa membawa perasaan bahagia dunia dan akhirat.

Itulah mengapa Putri Pinang Mancung selalu menolak dipersunting oleh

raja-raja dan bagi siapa saja yang hanya membanggakan harta dan kekayaan.

Padahal ayah Putri Pinang Mancung dikenal sebagai raja yang kaya raya dan

mendambakan pendamping hidup anaknya berasal dari keturunan raja yang kaya

raya pula. Agar kelak hidup Putri Pinang Mancung berkecukupan dalam hal

materi bahkan bergelimangan harta benda dan memiliki koleksi emas permata

yang beragam.

Dalam hal ini Putri Pinang Mancung sering berselisih paham kepada

ayahnya. Itu terbukti dari keseharian Putri Pinang Mancung memang selalu

menjalani hidup dengan bersahaja. Tidak pernah mengenakan pakaian mewah

kapan saja dan di mana saja.

Bahkan dalam pergaulan sehari-hari Putri Pinang Mancung ia lebih

memilih berteman dengan rakyat biasa. Sering pula bersenda gurau dengan

(4)

Di antara orang-orang itu ada seorang budak istana bernama Tualang, dia

seorang anak muda yang bekerja sebagai pesuruh (budak) di istana. Konon, Putri

Pinang Mancung menaruh perhatian lebih pada si budak yang bernama tualang.

Hal itu mungkin disebabkan Tualang yang sering disuruh-suruh di lingkungan

istana mempunyai disiplin kerja yang tinggi dalam menjalankan tugasnya

sehari-hari.

Tualang tidak pernah membantah apalagi menolak setiap perintah yang

diberikan padanya. Selain sifat disiplin, ia juga memiliki sifat jujur dan hasil

setiap pekerjaannya selalu sesuai dengan yang diperintahkan. Itu sebabnya

Tualang sering dipercaya untuk menemani Putri Pinang Mancung sekaligus

menjaga dan mengawasi Putri Pinang Mancung.

Hubungan keduanya semakin akrab dan sudah mengenal kepribadian satu

sama lain. Sehingga tidak jarang Putri Pinang Mancung mengajak Tualang

berjalan-jalan ke taman bunga Borjonis yang letaknya tidak jauh dari lingkungan

istana. Di sana mereka bersama-sama menikmati keindahan bunga-bunga dan

pemandangan alam.

Mereka tetap saling menjaga jarak, bahkan sama sekali keduanya tidak

pernah bersentuhan tangan sekalipun. Tualang selalu menjaga adat kesopanan dan

selalu bicara santun. Hal-hal seperti itu yang membuat Putri Pinang Mancung

semakin tertarik pada Tualang. Kesopanan dan kesantunannya menjadi pemikat

hubungan yang berbeda kasta tersebut.

Di suatu senja saat berada di taman, keduanya saling bertatap pandang.

(5)

merasa getaran cinta semakin kuat dia rasakan. Mungkin benar juga bunyi

ungkapan, dari mana datangnya cinta. Dari mata terus ke hati. Karena itu Putri

Pinang Mancung mulai angkat bicara untuk menarik perhatian tualang.

“Tualang...” Putri Pinang Mancung memanggil setengah berbisik.

“Hamba tuan putri...”jawab Tualang sambil menunduk.

“Mengapa engkau mengalihkan pandanganmu? Pandanglah kearahku!”

“Hamba mohon maaf tuan Putri... tidak pantas bagi hamba menatap tuan

Putri” jawab Tualang sambil terus menunduk.

“Baiklah, jikalau engkau tak hendak memandangku, aku hanya ingin

bertanya padamu wahai Tualang” Putri Pinang Mancung bertanya dengan

setengah berbisik.

“Perihal apakah itu, Tuan Putri?” Tualang menjawab.

“Apakah engkau tidak merasakan sesuatu hal ketika engkau dan aku

bersama seperti saat ini? ” Tanya Putri Pinang Mancung kepada Tualang.

Tualang tetap tertunduk. Sangat susah baginya untuk menjawab. Namun

dengan perlahan ia mulai berani mengangkat wajahnya. Pandangannya kosong.

Sesungguhnya ia pun memiliki rasa yang sama. Namun sangat mustahil hal itu

diucapkannya, karena ia tahu diri. Kondisi ini bagi Tualang bagaikan pungguk

merindukan bulan.

Ia juga takut apabila hal ini diketahui lingkungan istana dan itu akan

(6)

mencemooh mereka. tualang tidak menginginkan hal itu terjadi. Sehingga dengan

mantap pemuda itu menjawab,”Maaf, Tuan Putri! Kalau memang ada sesuatu

yang saya rasakan selama ini, anggap saja merupakan pengabdian saya yang tulus

terhadap Tuan Putri sebagai junjungan hamba. Tidak lebih dari itu!”

“Tualang…” Putri Pinang Mancung kembali bertanya.

“Hamba, tuan putri”

“Janganlah engkau membohongi dirimu sendiri!”

“Hamba tidak paham maksud Tuan Putri”

“engkau harus mengerti, jangan engkau biarkan aku bagai lesung mencari

penumbuk, atau sumur mencari timba!”

“Tetapi tuan putri...”

“Sudahlah Tualang!” potong Tuan Putri dengan cepat. “Aku tahu bahwa

apa yang aku rasakan engkau merasakannya pula, dan hendaknya rasa ini

sama-sama kita jaga, dan tiada yang boleh menghalangi.”

Waktu terus berlalu, hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan

kedekatan antara Putri Pinang Mancung dengan Tualang menarik perhatian Raja

Tebing Pangeran.

“Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut!” gumamnya dalam hati sambil

memikirkan cara untuk memisahkan putrinya dengan sang Hamba Sahaya.

Satu-satunya cara adalah dengan memecat Tualang dari istana dengan alasan yang

(7)

Begitu Putri Pinang Mancung mengetahui hal itu, ia segera menghadap

ayahnya untuk menanyakan tentang dipecatnya Tualang. Ia heran dengan sikap

ayahnya yang selama ini selalu bijaksana dalam memerintah.

“Ayahanda..ananda ingin bertanya” Putri Pinang Mancung bertanya

kepada Raja.

“Perihal apakah yang hendak ananda pertanyakan? Tampaknya sesuatu yg

aamat penting yang ingin ananda sampaikan, sampaikanlah kepada ayahanda

wahai anakku!”

“Ayahanda, mengapa Tualang tidak lagi bekerja di istana?”

“Itu karena kedekatan ananda dengannya. Ananda tahukan, kalau ananda

adalah seorang Putri Raja yang sedang berkuasa yang disegani dan dihormati?”

“Ananda tahu, tetapi Tualang adalah orang baik dan jujur, itu sebabnya

ananda menaruh hati padanya”

“Memalukan, sungguh perbuatan yang memalukan. Ananda telah

mencemarkan nama baik ayahanda. Sudahlah, tidak perlu ananda memuji-muji

Tualang, ia bukanlah keturunan para bangsawan dan tidak sederajat dengan

keluarga kita” jawab sang Raja dengan emosi.

Putri Pinang Mancung terdiam. Membisu seribu bahasa. Dia menunduk

lesu menahankan beban perasaan yang harus ditanggungnya karena harus berpisah

dengan orang yang dicintainya. Air mata pun menetes sebagai bentuk kesedihan

(8)

Melihat keadaan putrinya itu, Raja Tebing Pangeran menjadi terenyuh

juga, lalu ia berkata,”Putriku…Engkau adalah satu-satunya harapan ayahanda,

yang kelak menjadi satu-satunya pewaris kerajaan ini. Engkaulah yang akan

menjadi penerus kerajaan ini saat ayahanda telah tiada

“Sudah lama ayahanda berkeinginan hendak menikahkan ananda dengan

seorang putra raja dari kerajaan yang lokasinya di ujung sungai sana. Putra raja itu

adalah seorang pria yang perkasa, mahir menunggang kuda. Selain itu, ia

dikabarkan akan menerima kekayaan yang tidak sedikit manakala ayahnya

mangkat kelak…” sambung Raja Pangeran.

Putri Pinang Mancung tetap saja menunduk dan membisu, tak ingin

mengomentari ucapan ayahnya.

“Ananda Putri Pinang Mancung,,,” lanjut Raja Tebing Pangeran terkesan

membujuk. “Jadi, kalau ananda bersedia menikah dengan putra raja itu, sudah

pasti hidup kalian akan senang dan bahagia…”

Putri Pinang Mancung tetap saja diam. Dari paras wajahnya yang murung

terlihat ia sangat sedih dan dilema. Antara memilih kemauan ayahnya atau

cintanya kepada Tualang.

Bagaikan dihadapkan pada buah simalakama. Dimakan ayah mati, tidak

dimakan ibu yang meninggal dunia. Semua pilihan serba salah dan mengandung

resiko yang besar.

Pada hari itu Tualang dengan keadaan wajah sedih dan lesu mengemasi

(9)

penjelasan tentang kesalahannya. Seperti pepatah, Sudah jatuh tertimpa tangga

pula. Begitulah nasib Tualang, tidak mendapatkan cintanya, malah dipecat pula

dari pekerjaannya.

Dan begitu ia mengetahui alasannya dipecat dari salah seorang dayang

istana, hatinya menjadi hancur lebur. Tualang menjadi kasihan akan derita Putri

Pinang Mancung yang dikurung dikamarnya dan dijaga ketat dengan beberapa

pengawal istana.

Sambil bertekad menggali semangat baru dan melupakan Putri Pinang

Mancung, tualang memutuskan untuk segera meninggalkan istana dan pulang

kerumah orang tuanya. pemuda itu memasuki jalanan setapak di antara

rerimbunan batang-batang pohon liar yang memenuhi daerah tersebut, pulang

menuju rumah kampung halamannya.

Hari sudah akan gelap, mumgkin ia akan sampai rumah orangtuanya

menjelang waktu isya. Itupun ada baiknya orang-orang tidak melihatnya datang,

sehingga ia tidak harus berbasa basi dahulu untuk memberi alasan kepada

penduduk alasan kepulangannya. Dalam pikirannya ia membayangkan,

keluarganya yang kaget melihat kemunculannya yang tiba-tiba dan mendadak.

Sambil menyusuri anak sungai, ia memandang ke kejauhan. Melihat

sebuah bangunan tua yang sudah ada sebelum ia lahir, milik seorang penghuni.

Tualang mencoba mengingat siapa pemilik akhir rumah itu, rumah yang

diwariskan secara turun-temurun. Dalam benaknya teringat akan seorang pak tua,

Pak Tua Lukman Hakim yang tidak pernah menjabat kedudukan hakim, tetapi

(10)

Dan akhirnya Tualang sampai ke kampung halamannya, ia senang karena

sampai dengan selamat. Sesampainya disana ia juga menceritakan segala keluh

kesahnya kepada keluarganya. Dan keluarganya maklum dan terus memberi

semangat kepada Tualang.

Sementara itu, berhari-hari hati Putri Pinang Mancung bagai terpecah

belah. Akhirnya ia merencanakan untuk lari meninggalkan istana dan mencari

orang yang dicintainya.

Di suatu pagi yang masih gelap, dengan cara mengendap-endap dan

menyamar dengan mengenakan pakaian laki-laki, Putri Pinang Mancung berhasil

mengelabuhi para hulubalang yang menjaga gerbang istana.

Ia berjalan cepat ke arah timur ketika matahari mulai menampakkan

wajahnya ke ufuk timur. Saat itu ia belum tahu kemana dirinya akan melangkah.

Namun di hati kecilnya, Putri Pinang Mancung berniat ingin mengembara

mencari Tualang dimanapun ia berada.

Namun setelah itu, Putri Pinang Mancung bingung harus melangkahkan

kaki kemana. Ia tersesat sampai ke hutan belantara. Cahaya matahari pun semakin

samar terlihat, tertutupi dengan rindangan dedaunan dari pohon-pohon yang

menjulang tinggi disekitarnya.

Ia kebingungan diantara rerimbunan pohon di hutan belantara. Perasaan

panik melanda diri Putri Pinang Mancung. Sempat terlintas dibenaknya untuk

mengurungkan niatnya, tetapi ketika ingin kembali ke istana ia tersadar bahwa ia

(11)

Tiba-tiba terdengar suara mengeram di balik semak belukar, seketika

tubuhnya kaku,keringat bercucur deras. Suara itu kian mendekat, dan seketika

sesosok makhluk hitam besar terbang menerkamnya sehingga membuatnya

terjatuh diantara akar-akar pepohonan, cakar makhluk buas itu mulai merobek

baju bahkan kulitnya. Dan ketika itu Putri Pinang Mancung merasa maut datang

menjemput.

Akan tetapi, maut tidak menghampirinya. Maut justru menjauh. Makhluk

hitam besar itu menjauh, begitu pula suara dengus mengeram, semakin merendah.

Putri Pinang Mancung berusaha bangkit dari rebahnya. Dengan susah

payah, akhirnya ia mampu untuk duduk bersandar di sebatang pohon besar. Ia

merasakan sekujur tubuhnya letih dan sakit sisa dari cengkraman hewan buas tadi.

Ia mencoba mencari-cari sesosok makhluk yang membuat makhluk hitam

besar itu menjauh, ternyata ia melihat seekor harimau, si raja hutan yang juga

memiliki bulu hitam yang berkilauan.

Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki, ia mencoba melawan si raja hutan.

Akan tetapi, harimau itu bergerak mundur menjauhinya. Lebih anehnya lagi, raja

hutan yang luar biasa itu bergerak dengan keempat kakinya merayap ke tanah.

Sepasang mata yang tadinya galak, kini meredup. Seringai mulut yang tadinya

buas, juga mengendur. Kepala yang mengerikan, merunduk.

Terdengar suara mengaum. Pelan, lirih, dan sendu. Makhluk yang terkenal

dengan sebutan si penguasa hutan itu bangkit dan bergerak memutar, kemudian

melompat menghilang di balik pepohonan. Tak lama kemudian terdengar suara

(12)

Tiba-tiba terdengar suara gumaman seorang pria dari arah semak belukar.

Putri Pinang Mancung gemetar mendengar suara asing dan logat asing dari sosok

misterius dari semak belukar itu. Tapi ia berkeyakinan sosok itu yang telah

mengusir hewan buas itu.

Tadinya ia menyangka akan melihat seorang pemburu dengan senapan

berlarasdua di tangan. Paling tidak, ia akan melihat seorang pria dengan rantai

belenggu terjuntai-juntai dari pergelangan tangan serta kakinya. Akan tetapi,

orang yang berdiri di hadapannya, adalah orang yang tidak ia duga. Orang

tersebut tidak bersenjata.

Sosok misterius itu berjalan mendekat sambil berkata “Walaupun engkau

memakai pakaian lelaki aku tau bahwa engkau adalah perempuan. Benar begitu?

Suara pria itu menandakan suara seseorang yang berumur, terdengar

suaranya berat namun kelihatan berwibawa, akrab dan ramah.

“Benar, pak tua....”

“engkau mampu berdiri gadis cantik?”

“Sepertinya begitu”

“Bangkitlah”

Putri Pinang Mancung mencoba untuk bangkit, tetapi ia segera jatuh lagi.

Kemudian tangan kurus dari lelaki tua itu keluar dari balik jubah putihnya. Putri

Pinang Mancung dibantu berdiri.

(13)

“Ya pak tua” Putri Pinang Mancung mengerang, tiba-tiba ia merasa sakit

luar biasa setelah diingatkan mengenai luka-lukanya.

”Berbaringlah, aku akan mengobatimu”

Pria tua itu kemudian mencari diantara semak belukar kemudian memetik

beberapa daun. Kemudian dipatah-patahkannya dedaunan tersebut dan cairan

getah putih kekuninggan mengalir denan lancar. Selanjutnya cairan itu di oleskan

di sekujur tubuh yang terluka.

“Getah ini sangat ampuh untuk menawarkan racun dilukamu, dengan ijin

Allah,” kata pria berjubah putih itu. “Beruntunglah engkau wahai gadis cantik,

sebab luka-lukamu tidak terlalu parah. Kulitmu yang terluka bisa kurapatkan

lagi.”

Setelah luka-luka Putri Pinang Mancung diolesi hingga rata, pria tua

tersebut menunggu sejenak. Kemudian tangannya mengusap luka Putri Pinang

Mancung dan terjadilah keajaiban. Luka-luka menganga di tubuh putri pinang

mancung merapat dan hanya tinggal gurat samar.

“Gerakkan tubuhmu sedikit agar terkena sinar matahari” kata pria tua itu.

Putri Pinang Mancung menurut dan seketika gurat samar di kulit Putri Pinang

Mancung hilang dan ajaibnya kulit Putri Pinang Mancung kembali seperti semula.

Seakan bagian yang pulih itu tidak pernah mengalami luka sedikitpun.

“Sekarang engkau duduklah dengan perlahan.”

Karena takjubnya,Putri Pinang Mancung bangkit dan duduk penuh

(14)

“Sudah aku katakan kepada engkau untuk duduk dengan perlahan saja”.

Tariklah nafas dengan dalam dan biarkan aliran darahmu mengalir.

Sekarang engkau coba sekali lagi dengan perlahan.

Akhirnya Putri Pinang Mancung dapat duduk, berdiri dan berjalan. Tetapi untuk

kesembuhannya Putri Pinang Mancung harus meminum ramuan khusus yang akan

diberi bapak tua itu. Dan bapak itu mengajak Putri Pinang Mancung kerumahnya.

Keduanya kemudian berjalan menyusuri hutan. Perjalanan itu teramat

lambat karena beberapa kali mereka harus berhenti. Menunggu hingga rasa perih

yang mengganggu dalam tubuh tuan putri mereda. Setiap kali, pria tua yang

ternyata memiliki wajah yang sama ramahnya dengan tutur katanya, menunggu

dan memerhatikan dengan sabar seraya member beberapa petunjuk untuk

mengurangi rasa sakit.

Di tengah perjalanan, mereka dihadapkan dengan ular besar menjulur

melilit di batang pohon berkepala lancip dan lidah bercabang keluar masuk dari

ujung muncungnya. Pak Tua kemudian berhenti dan menatap diam dan lama

kepada ular tersebut.

Ternyata Pak Tua berkomunikasi dengan ular tersebut. Tak lama

kemudian ular tersebut pergi merayap naik ke cabang yang lebih tinggi. Putri

Pinang Mancung tertegun dan heran kemudian bertanya kepada Pak Tua,

” Apa yang sedang engkau lakukan terhadap ular tersebut hingga ia

(15)

“sesungguhnya aku dan ular itu saling bercerita, kukatakan padanya bahwa

engkau adalah tamuku dan dalam perlindunganku hingga senja,”kata pria

itu kemudian. “Begitu malam tiba, maka kau harus mampu melindungi

dirimu sendiri.”

“Apa yang engkau maksud wahai Pak Tua?” Putri Pinang Mancung kaget.

“Sebelum malam tiba engkau harus telah pergi, maka dari itu kita harus

bergegas….”

Mereka mempercepat lamgkah. Perasaan cemas dan takut mendorong

semangat Putri Pinang Mancung dan meredakan sakit pada bagian dalam

tubuhnya. Tak lama Putri Pinang Mancung bertanya kembali,

”Wahai Pak Tua,sebenarnya siapakah anda?’

“Aku adalah seorang kepala suku.”

“Kepala suku apakah engkau?”

Pria tua diam. Tidak menjawab.

Putri Pinang Mancung juga turut diam.

Tak lama kemudian mereka sampai di rumah Pak tua. Sesampai di rumah

pria tua itu, Putri Pinang Mancung dipersilahkan masuk dan disuguhi

bermacam-macam jenis makanan. Kemudian Putri Pinang Mancung dipersilahkan makan.

Setelah makanannya habis¸ Putri Pinang Mancung disuguhi secangkir teh dan ia

(16)

“Teh apakah ini mengapa rasanya begitu pahit” tanya Putri Pinang

Mancung.

“Itu untuk membantu menyembuhkan lukamu.” jawab pria tua yang

merupakan kepala suku di kampung itu.

Waktu semakin sore dan pria tua itu mulai bersikap dingin kepada Putri

Pinang Mancung. Dari mulut pria tua itu keluar kata-kata

“Waktunya engkau pergi wahai perempuan cantik”

“Kemanakah saya harus pergi?”

“Aku tidak tahu dan tidak perlu tahu” jawab pria tua.

Putri Pinang Mancung terjengah, bingung. Kemudian Putri Pinang

Mancung menceritakan tentang permasalahan yang sedang ia hadapi dan dia

merupakan Putri Raja yang jatuh hati kepada budak istana yang bernama Tualang

yang berbudi pekerti. Tetapi ayahnya tidak merestui hubungan mereka dan berniat

menjodohkan Putri Pinang Mancung dengan putra raja dari kerajaan seberang.

Dan ia menolaknya.

Dan orang yang dicintainya di usir dari istana setelah dipecat dari

pekerjaannya. Setelah itu, Putri Pinang Mancung melarikan diri dengan tujuan

mencari keberadaan Tualang. Sampai akhirnya terjebak dan tersesat di hutan.

“Apa yang saya alami berikutnya, tentu Pak Tua sudah tahu,bukan?” kata

(17)

“Kalaulah begitu ceritanya, maka kiranya kuijinkan engkau untuk tinggal

dirumahku ini...sebab aku cukup prihatin atas nasib malang yang

menimpamu”.

“Terima kasih wahai Pak Tua, engkau sungguh berhati mulia...” Putri

Pinang Mancung bersimpuh di hadapan pria tua.

Menurut Putri Pinang Mancung sosok pria tua itu adalah sosok pribadi

yang berbudi. Dalam keseharian Putri Pinang Mancung telah meninggalkan

statusnya sebagai seorang putri raja, dia tidak segan-segan membantu pria tua itu

dalam bekerja apa saja, yang ketika di istana tidak pernah dilakukannya.

Pada suatu pagi saat Putri Pinang Mancung sedang membantu pria tua

membersihkan rumput di depan rumahnya, Putri Pinang Mancung teringat pada

kekasihnya, seorang budak yang bernama Tualang. Lalu bertanya kepada pria tua

itu apakah mungkin kalau mereka akan bertemu lagi. Dan menurut pria tua itu

bisa saja asal Putri Pinang Mancung bersedia untuk sementara menjadi lereng

bukit yang pemandangannya indah. Putri Pinang Mancung mengira apa yang

dikatakan pria tua merupakan candaan. Dan kemudian pak tua menegaskan pada

Putri Pinang Mancung bahwasanya ia tidak sedang bercanda. Dan Putri Pinang

Mancung diam sejenak dan kemudian menerima tawaran pria tua itu.

Pria tua itu mulai bermeditasi. Lalu dalam sekejap Putri Pinang Mancung

tiba-tiba berubah wujud menjadi sebuah bukit-bukit kecil yang di atasnya

ditumbuhi pohon-pohon yang berdaun rimbun. Indah dan menawan di pandang

(18)

Tidak beberapa lama kemudian seorang pria tampan berjalan masuk ke

luar hutan. Tiba-tiba dia melihat sebuah fenomena bukit kecil yang panoramanya

menarik perhatiannya. Kemudian dia berjalan ke arah bukit sambil menyandang

sebuah kapak di bahunya. Dalam benaknya, mungkin jenis kayu yang tumbuh di

bukit itu cukup berharga untuk di jual.

Begitu dia tiba disana dia langsung memilih sebuah pohon jati untuk

ditebangnya. Namun begitu mata kapaknya menancap di batang pohon jati

tersebut, alangkah kagetnya pemuda itu melihat ada darah di mata kapaknya. Rasa

takut hinggap di benak pemuda itu karena melihat pohon jati yang berusaha

ditebangnya mengeluarkan darah. Kemudian pohon jati itu berubah menjadi

seorang gadis yang sangat cantik. Hal itu membuat pemuda menjadi heran dan

terpana. Perasaan heran bertambah dikarenakan gadis cantik itu sangat mirip

dengan Putri Pinang Mancung.

“Kenapa kamu terdiam wahai Tualang?” tanya Putri Pinang Mancung.

Dalam benaknya Putri Pinang Mancung yakin bahwa pemuda yang sedang

tercengang di depannya adalah lelaki yang sangat dia cintai yang bernama

Tualang.

Dan sebaliknya pula Tualang juga dapat memastikan bahwa gadis cantik

itu adalah Putri Pinang Mancung. Ciri khasnya yang tinggi dan berhidung

mancung itu yang membuat Tualang sangat yakin.

Dalam hatinya, Putri pinang Mancung berkata-kata, bahwa pria tua yang

sudah dianggapnya sebagai ayahnya sendiri itu ternyata memang sangat sakti.

(19)

Semua hal yang di alami Putri Pinang Mancung diceritakanya kepada

Tualang mulai dari Putri Pinang Mancung kabur meninggalkan istana hingga

segala peristiwa aneh yang dialaminya.

Begitupun sebaliknya, Tualang juga menceritakan pengalamannya setelah

dipecat sebagai budak di kerajaan Padang. Dalam pengembaraan dan penjelajahan

Tualang tidak menghiraukan hutan belantara serta jurang yang dan tebing. Semua

rintangan itu ia tempuh dengan perasaan duka lara karena putus cinta.

Pertemuan di sebuah hutan lebat di lereng bukit yang terjal itu membuat

mereka merasa terharu, sehingga keduanya saling menangis.

Sementara itu, semenjak hilangnya Putri Pinang Mancung dari istana,

suasana berduka menyelimuti kalangan istana kerajaan Padang. Para Hulubalang

sudah dikerahkan untuk melacak keberadaan Putri Pinang Mancung, namun upaya

mereka sia-sia belaka.

Para Hulubalang dan dayang-dayang istana pulang ke istana dengan

tangan kosong. Menurut pengamatan orang-orang yang dituakan, dipastikan Putri

Pinang Mancung masih hidup, tetapi belum dapat dipastikan diman

keberadaannya.

Akhirnya seorang dukun mampu melacak keberadaan tuan putri. Ringkas

cerita sang putri yang minggat dari istana itu dibawa pulang, dan tidak dikisahkan

(20)

Hanya saja sebelum berpisah, Putri Pinang Mancung sempat

meninggalkan pesan pada Tualang,”Aku akan kembali ke hutan ini…kamu harus

menungguku”

Baru beberapa hari tuan putri berada di istana, sang raja mencoba untuk

merayunya kembali agar mau dinikahkan dengan Pangeran seberang, akan tetapi

Putri Pinang Mancung terus menolak.

Mendapat paksaan yang terus menerus Putri Pinang mancung akhirnya

melarikan diri untuk kedua kalinya. Akan tetapi pihak istana tidak berusaha

mencarinya lagi, karena mereka sudah menganggap Putri Pinang Mancung

durhaka, hanya tidak disumpah menjadi batu.

Kemudian Putri Pinang Mancung pergi ke rumah Pak Tua yang sudah ia

anggap sebagai ayah angkatnya. Dan Pak Tua menyambutnya dengan hangat.

Kemudian mereka hidup dengan kedamaian. Pak Tua mengizinkan Putri Pinang

Mancung bertemu dengan Tualang, sebatas tidak melanggar nilai-nilai norma dan

kesusilaan. Tak lama kemudian Pak Tua menikahkan mereka.

Keduanya kemudian mengucapkan ijab Kabul di lereng perbukitan dimana

Putri Pinang Mancung bertemu dalam suasana yang sarat dan muatan magis dan

mistik.

Akan tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kedua pasangan suami istri

tersebut tiba-tiba berubah wujud menjadi benda mati. Putri Pinang Mancung

(21)

Sedangkan Tualang berubah menjadi sebuah sungai yang airnya sejuk dan

jernih. Kemudian dinamakan Sungai Sibarau. Tebing jelmaan Putri Pinang

Mancung dinamakan Tebingtinggi.

Sebelumnya Pak Tua yang juga sering dipanggil Datu Sakti sudah

menduga, bahwa pernikahan mereka tidak direstui Raja Tebing Pangeran

ayahanda Putri Pinang mancung sudah sangat kesal dengan putrinya, sebelumnya

sudah ingin menyumpahinya menjadi batu.

Hal itu sudah diketahui Datu Sakti sehingga ia dapat

mencegahnya.sumpah itu memang tidak terjadi, akan tetapi keduanya menjadi

tebing dan sungai. Nama Tualang konon diabadikan menjadi sebuah wilayah

kelurahan di Kecamatan Padang Hulu Deli Serdang, Sumatera Utara.

Kemudian diriwayatkan, ayahanda Putri Pinang Mancung terus

mengembangkan bisnis dan ekonomi di wilayah kekuasaannya. Di era

pemerintahannya, dibangun Pelabuhan Bandar Khalifah. Beliau kemudian diberi

gelar ‘Raja Tebingtinggi’ dan istananya pindah ke Bandar Khalifah Tebingtinggi.

Hingga kini masih dilihat di Desa Kampung Gelam. Ini merupakan bukti bahwa

Raja Tebing Pangeran memang sosok pemimpin yang ulet dan tangguh.

Konon, kerajaan Deli yang berkuasa di sekitar kota Medan dan sekitarnya

dkabarkan iri. Sultan Usman Perkasa Alamsyah yang berkuasa kala itu ingin

menakhlukkan kerajaan Padang. Setelah diadakan negosiasi diantara kedua raja

itu, Raja Tebing Pangeran menolaknya mentah-mentah. Dengan meminta bantuan

kerajaan Bedagai, kerajaan Deli menyerang kerajaan Padang. Pertempuran pun

(22)

Birong dalam bahasa kampung kala itu, artinya hitam. Sebab saat terjadi

pertempuran sengit antara pasukan tentara kerajaan Deli, Bedagai dengan

Kerajaan Padang, konon air sungai menjadi hitam.

Mungkin karena sudah kewalahan, akhirnya kerajaan Deli menawarkan

perundingan. Akan tetapi, saat perundingan berlangsung, Raja Deli terkesan

menghina Raja Tebing Pangeran. Dan tatkala rombongan Raja Tebing Pangeran

dalam perjalanan pulang, beliau dibunuh oleh Panglima Daud yang merupakan

komandan pasukan kerajaan Bedagai. Raja Tebing Pangeran meregang nyawa di

Kampung Juhar Kecamatan Bandar Khalifah sekarang. Makam Raja Tebing

Pangeran hingga kini masih dirawat dengan baik di tanah wakaf Kampung Gelam

Kecamatan Bandar Khalifah Serdang Bedagai.

Begitu Raja Tebing Pangeran sudah tiada, kaum ningrat dan kaum

bangsawan di kalangan kerajaan Padang kemudian bermusyawarah untuk

melantik raja baru. Alhasil terpilihlah Marah Hakim yang kemudian bergelar Raja

Graha (Groha). Beliau memerintah dari tahun 1823 dan berakhir di tahun 1870.

Sejarah mencatat bahwa rakyat kerajaan Padang kala itu terdiri dari

berbagai etnis dan suku. Umumnya mereka masyarakat yang cerdas ditinjau dari

sudut pandang sumber daya manusia. Kemudian mereka berhasil meningkatkan

pembangunan kerajaan Padang berdasarkan rencana proyek terpadu. Hal inilah

yang membuat Raja Graha salut terhadap rakyatnya.

Pada masanya, Raja Graha mengendalikan pemerintahan dengan bijaksana

dan adil. Rakyatmya hidup aman sejahtera, cukup sandang dan pangan. Bahkan

(23)

Seperti diketahui, kerajaan Padang diperkirakan berdiri sekitar abad ke

XVI yang semula berlokasi di Bejanis. Sekarang berada diantara kelurahan Pelita

dan Lubuk Baru serta kelurahan Bulian dan Pabatu. Ini berada diantara dua

kecamatan, yakni kecamatan Padang Hulu dan Rambutan. Kemudian wilayahnya

meluas ke Dolok Merawan, berlanjut ke Mandaris yang letaknya berbatasan

degan kerajaan Tanjung Kasau.

Ayah Putri Pinang Mancung yang diberi gelar Tebing Pangeran berhasil

membangun pangkalan yang terletak diantara Muara Bah Hilang dan sungai

Padang. Sehingga nama tempat tersebut disebut Pangkalan Tebing. Mulai dari sini

muncul transaksi jual beli hasil bumi di kerajaan Padang dan sekitarnya. Raja

Padang merupakan sosok yang anti penjajahan (Belanda) dan selalu bersikap pro

rakyat. Sehingga beliau selalu dimusuhi kerajaan lain yang ingin berkompromi

dengan pihak penjajah.

Demikianlah adanya. Jadi, kisah Putri Pinang Mancung dapat dikatakan

merupakan asal-usul nama kota Tebingtinggi dan nama-nama tempat lainnya yang

berada di sekitar kota itu. untuk mengenang nama Putri Pinang Mancung,

masyarakat setempat mengabadikan namanya pada sebuah kelurahan yang disebut

(24)

Lampiran 2

Daftar pertanyaan

1. Apakah anda pernah mendengar kata “Putri” ?

2. Darimanakah pertama kali anda mendengar kata “Putri”?

3. Apakah anda pernah mendengar legenda putri pinang mancung?

4. Darimana anda mendengar legenda putri pinang mancung

5. Bagaimana legenda putri pinang mancung menurut yang anda ketahui

6. Siapa sajakah tokoh dalam legenda putri pinang mancung

7. Apakah anda mengetahui tentang peninggalan nyata mengenai legenda

putri pinang mancung

8. Dimanakah legenda putri pinang mancung bermula

9. Darimana anda mendengar legenda putri pinang mancung

10 Apakah anda mewariskan cerita Legenda Putri Pinang Mancung kepada

keturunan anda

11 Apakah menurut anda legenda Putri Pinang Mancung adalah sebuah

warisan budaya yang harus dijaga

(25)

Lampiran 3

Daftar nama-nama infprman :

i. Nama : Supramadji

Umur : 58 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Kepling

ii. Nama : Ainun. SE

Umur : 38 Tahun

J. Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Seketaris Desa

iii. Nama : H. Syuaib Abdullah.S

Umur : 71 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pensiunan

iv. Nama : Kliwon

Umur : 62 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki

(26)

v. Nama : Sofiah

Umur : 67 Tahun

J. Kelamin : Perempuan

(27)
(28)

Referensi

Dokumen terkait