• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN HEATSINK BERBAHAN ALUMINIUM DAN TEMBAGA PADA KOMPONEN TEC ALTIS-2

Ahmat Fauzi*, Tri N. Widianto dan Arif R. Hakim

Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan *e-mail: ahmat.fauzi@gmail.com

Abstrak

Alat transportasi ikan segar untuk kendaraan roda dua (Altis-2) adalah alat penyimpan dengan suhu dingin untuk kegiatan jual beli ikan segar sebagai pengganti styrofoam. Sistem pendingin Altis-2 menggunakan Thermo Electric Cooling (TEC). Salah satu komponen utama pada TEC adalah heatsink luar yang berfungsi untuk membuang panas dari dalam ruang penyimpanan sehingga suhu ruang menjadi dingin. Heatsink tersebut terbuat dari tembaga (Cu) karena kemampuan penyerapan panasnya baik. Namun demikian harga tembaga dan manufacturing per unitnya membutuhkan waktu yang lama sehingga menjadi kendala saat Altis-2 ini diproduksi secara massal. Untuk itu diperlukan komponen pengganti yang memiliki kemampuan setara dengan harga lebih murah dan manufacturing lebih cepat. Di antara komponen pengganti tersebut adalah aluminium. Penelitian ini bertujuan menganalisa secara teknis penurunan suhu ruang Altis-2 dan lama proses manufacturing serta analisa aspek ekonomis berupa harga pasar bahan baku komponen heatsink. Perlakuan yang digunakan ialah heatsink dengan bahan dasar tembaga (Cu) dan heatsink dengan bahan dasar Cu dan Al (aluminium). Metode yang digunakan ialah manufacturing heatsink berbahan dasar Cu dan Al, perhitungan laju penurunan suhu ruang Altis-2 dan analisa keekonomian bahan baku Cu dan Al. Hasil pengujian menunjukkan laju penurunan suhu heatsink menggunakan bahan baku Cu sebesar 12,3 oC selama 90 menit sedangkan laju penurunan suhu heatsink dengan bahan baku Cu dan Al sebesar 11,3 oC selama 90 menit. Lama proses manufacturing heatsink Cu selama 2 jam per unit, dan heatsink Al 1 jam per unit, harga heatsink dengan bahan baku Cu sebesar Rp957.000,00 sedangkan harga heatsink Cu dan Al sebesar Rp416.000,00.

Kata kunci:Altis-2, heatsink, manufacturing, penurunan suhu

Pengantar

Konsumsi ikan masyarakat saat ini meningkat terus menerus, dari peningkatan konsumsi ikan selama tahun 2011-2015 menunjukkan peningkatan sebesar 6,27% dengan rata-rata 36,12 kg/kap/tahun. Sumber data ini dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS. Sedangkan pada tahun 2015 tercatat capaian angka konsumsi ikan adalah sebesar 41,11 kg/kap/tahun.

Konsumsi ikan yang meningkat ini mebutuhkan sarana/prasarana termasuk didalamnya sarana pemasaran ikan. Salah satu pelaku pasar ikan adalah pedagang ikan segar keliling. Saat ini mereka kebanyakan menggunakan wadah styrofoam yang ditambahkan es sebagai pendingin dengan menggunakan sepeda motor. Es banyak digunakan sebagai media pendingin karena mudah digunakan dan memiliki kapasitas pendinginan yang besar (Jain et al., 2005). Namun demikian penggunaan es memiliki beberapa kekurangan antara lain mengurangi kapasitas wadah, menambah bobot, serta posisi wadah styrofoam tidak stabil/dapat bergeser bahkan sering terjatuh.

Salah satu desain alternatif alat transportasi ikan segar berpendingin yang dapat digunakan oleh pedagang ikan keliling dengan sepeda motor telah dihasilkan oleh Widianto at al. (2014). Alat tersebut terdiri dua buah peti berinsulasi yang dirangkaikan dengan dudukan kemudian diletakkan di sebelah kanan dan kiri sepeda motor. Sebagai pendingin alat ini menggunakan sistem pendingin termoelektrik menggunakan sumber energi arus DC dari aki. Hasil pengujian di lapang menunjukkan bahwa model alat ini dapat mempertahankan suhu dan mutu ikan selama kegiatan penjualan ikan. Alat transportasi ini dapat digunakan untuk mengangkut ikan sampai 50 kg. Gambar alat transportasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1. Alat ini terdiri dari peti penyimpanan ikan, tempat perlengkapan kegiatan penjualan, sistem pendingin dan

(2)

dudukan untuk meletakkan alat transportasi di atas sepeda motor. Ruang penyimpanan ikan terbuat dari alumunium dengan tebal 0.5 mm dan ditambahkan insulator dari polyurethane dengan tebal 33 mm. Sistem pendingin menggunakan termoelektrik dengan menambahkan heatsink dan heat pipe untuk menjaga suhu ruang penyimpanan tetap rendah dengan sumber arus listrik dari aki.

Gambar 1. Rangkain alat transportasi ikan untuk pedagang ikan keliling (Widianto, 2014) yang dipasang pada sepeda motor

Sistem pendingin termoelektrik menggunakan heatsink luar yang berfungsi untuk membuang panas dari bahan dasar tembaga (Cu) yang dibuat sirip ditambah dengan kipas. Bahan Cu ini digunakan karena mempunyai kemampuan penyerapan dan pembuangan panas yang baik. Namun demikian harga tembaga dan manufacturing per unitnya membutuhkan waktu yang lama sehingga menjadi kendala saat Altis-2 ini diproduksi secara massal. Untuk itu diperlukan komponen pengganti yang memiliki kemampuan setara dengan harga lebih murah dan manufacturing lebih cepat. Di antara komponen pengganti tersebut adalah aluminium (Al). Beberapa penelitian heatsink berbahan aluminium telah dilakukan, antara lain Jeevaraj (2014), menggunakan heatsink aluminium sebagai bahan uji perpindahan panas karena mudah dalam fabrikasi, ringan dan memiliki konduktivitas termal yang tinggi. Sugiarto at al. (2015) melakukan penelitian dengan menggunakan heatsink dengan bagian dasar berbahan Cu dan sirip berbahan Al pada pendingin processor CPU untuk mendapatkan performansi yang optimal dengan analisis dan simulasi desain sirip Al. Lee (1995) membuat petunjuk pemilihan heatsink, dari segi harga heatsink dengan proses stamping paling murah di bawah USD50 dan heatsink fabrikasi antara USD50-USD100 untuk resistansi termal sekitar 10 oC/W. Hal tersebut menjadi dasar dalam pemilihan proses manufacturing heatsink yang lebih murah. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mendesain heatsink luar yang optimal dan lebih murah adalah dengan pemilihan bahan, modifikasi desain sirip, dan pemilihan proses manufacturing.

Penelitian ini bertujuan menganalisa secara teknis berupa laju penurunan suhu ruang Altis-2 dan lama proses manufacturing serta analisa aspek ekonomis berupa harga pasar bahan baku komponen heatsink. Diharapkan dengan penelitian didapatkan hasil heatsink luar alternatif yang lebih murah dan mudah dalam proses manufacturing.

Bahan dan Metode

Bahan

(3)

tinggi sekitar 75x31x20 mm dengan tebal sirip 1 mm dan jarak antar sirip 2 mm. Bahan-bahan Cu dan Al sirip ini adalah bahan-bahan yang umum digunakan/mudah didapat di pasaran.

Ruang penyimpan

Ruang penyimpan (ditunjukkan pada Gambar 2.) terdiri dari 3 bagian utama yaitu dinding luar, dinding dalam dan insulator. Bahan dinding luar adalah plat aluminium 0,5 mm dan dinding dalam plat SS304 0,5 mm. Insulator diletakkan di antara dinding luar dan dalam menggunakan polyurethane dengan ketebalan 33 mm. Insulator dibuat dengan mencampurkan polyurethane A dan polyurethane B dengan perbandingan massa polyurethane A dengan polyurethane B sebesar 2:1. Ruang penyimpan mempunyai ukuran (PxLxT) 568x308x334 mm.

Gambar 2. Ruang penyimpan.

Sistem pendingin

Sistem pendingin TEC (Thermo electric cooling) meliputi peltier, bracket aluminium, heatsink dalam (aluminium), heatsink luar (berbahan Cu serta bahan Cu dan Al), kipas dalam 0,16 A, kipas luar 0,8 A, serta tutup kipas dalam dan kipas luar. Detail sistem pendingin TEC ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Rangkaian sistem pendingin serta posisi sistem pendingin pada peti Altis-2.

Pendingin termoelektrik menggunakan dua buah elemen peltier ganda tiap peti insulasi. Elemen peltier disusun parallel secara perakitan dan disusun seri secara kelistrikan (Gambar 4). Tujuan disusun paralel secara perakitan agar didapatkan perbedaan suhu yang tinggi antara sisi panas dan sisi dingin elemen peltier, sehingga kalor yang dilepas semakin besar (Mansur, 2010). Sedangkan disusun seri secara kelistrikan agar diperoleh nilai arus listrik yang optimal.

Gambar 4. Rangkaian peltier ganda dan posisi di dalam peti Altis-2. Posisi peltier pada

(4)

Heatsink luar digunakan untuk membuang panas dari sisi panas elemen peltier. Tiap elemen peltier digunakan sebuah heatsink luar. Bracket alumunium digunakan untuk menghubungkan heatsink dalam dengan sisi dingin elemen peltier sehingga dapat membantu perpindahan panas dari heatsink ke sisi dingin elemen peltier. Bracket alumunium mempunyai ukuran (PxLxT) sebesar 40x40x15 mm. Gambar heatsink luar, heatsink dalam, elemen peltier dan bracket ditunjukkan pada Gambar 2. Susunan komponen pendingin dalam peti insulasi berpendingin ditunjukkan pada Gambar 5. Dalam pengamatan ini digunakan 2 jenis heatsink luar yaitu heatsink bahan Cu dan heatsink bahan Cu dan Al yang diuji di dalam sistem peti pendingin berinsulasi.

Gambar 5. Susunan sistem TEC dari kiri meliputi (a) kipas dalam, heatsink dalam dan bracket Al, (b) heatsink luar dan (c) kipas luar.

Metode

Metode yang digunakan ialah manufacturing heatsink berbahan dasar Cu dan Al, perhitungan laju penurunan suhu ruang Altis-2 dan analisa keekonomian bahan baku Cu dan Al.

Proses pembuatan/manufacturing heatsink

Heatsink tembaga dan heatsink aluminium dapat diproses dengan proses milling dan tapping dengan mesin CNC, EDM, atau dengan mesin skiving. Untuk proses EDM lebih mahal dan proses skiving belum tersedia sehingga tidak dapat dipilih, sehingga proses yang dapat dilakukan adalah dengan machining CNC. Heatsink tembaga dibuat dari bahan tembaga berbentuk batang yang terdapat di pasaran, memiliki sifat ulet, liat dan kemampuan proses cukup baik. Sedangkan heatsink Cu dan Al dibuat dari bahan tembaga berbentuk batang dan bahan aluminium bersirip yang banyak terdapat di pasaran. Bahan aluminium memiliki sifat mudah dibentuk dan diproses machining, aluminium lebih mudah diproses machining bila dibandingkan dengan bahan tembaga. Proses pembuatan heatsink luar yaitu bahan Cu batangan dan Al bersirip diproses machining dengan CNC untuk mendapatkan bentuk dan menghaluskan permukaan. Proses utama CNC terdiri dari programming, machining dan pemeriksaan hasil . Proses machining yang dilakukan adalah pemotongan, facing, milling dan tapping serta pemeriksaan hasil. Di dalam proses manufacturing ini diamati kemudahan/lama waktu proses dari persiapan sampai selesai.

(5)

Pengujian performansi peti insulasi berpendingin

Pengujian performansi dilakukan tanpa menggunakan beban ikan terhadap peti insulasi berpendingin dengan heatsink bahan Cu kemudian heatsink bahan Cu dan Al. Parameter yang diukur adalah suhu ruang peti dan heatsink yang dapat dicapai selama 90 menit. Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer digital yang dilakukan dilakukan tiap 30 menit selama 90 menit. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Dari hasil pengukuran suhu selanjutnya dilakukan perhitungan laju penurunan suhu per 90 menit. Dengan parameter selain heatsink luar dibuat sama, maka laju penurunan suhu ini menunjukkan performansi dari heatsink luar bahan Cu serta bahan Cu dan Al.

Analisa keekonomian heatsink bahan Cu dan Al

Analisa keekonomian dilakukan dengan melakukan survei harga bahan di pasaran dan survei biaya proses machining di bengkel-bengkel yang ada. Bahan yang digunakan adalah bahan yang mudah didapat di pasaran. Proses machining yang dipilih adalah proses yang dapat dikerjakan oleh bengkel-bengkel umum. Hasil analisa keekonomian adalah total biaya bahan dan proses machining dari heatsink.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Hasil proses manufacturing heatsink bahan kombinasi Cu dan Al dan heatsink bahan Cu ditunjukkan pada Gambar 7. Heatsink Cu dan Al terdiri dari dasar Cu dan sirip Al di atasnya. Dasar Cu berukuran panjang x lebar sebesar 85x85 mm dengan tebal 2 mm, sedangkan sirip Al berukuran panjang x lebar sebesar 85x62 mm dengan tinggi sirip 19 mm, tebal 1 mm dan jarak antar sirip 2 mm. Sirip Al diikat pada dasar Cu dengan baut dan lapisan pasta di antara keduanya. Sedangkan heatsink Cu berukuran panjang x lebar sebesar 85x85 mm dengan tinggi sirip 5 mm Selanjutnya hetasink tersebut diuji pada sistem peti insulasi berpendingin dan dilakukan evaluasi. Luasan heatsink dihitung dengan pendekatan persamaan (Hamburgen, 1986) berikut:

... (1)

Keterangan: Ah = permukaan konveksi, m2

Af = luasan frontal (lebar x tinggi) fin, m2

L = panjang fin, m s = jarak antar fin, m.

Didapatkan luasan heatsink Cu dan Al adalah 0,135 m2 dan heatsink Cu 0,05 m2. Angka konduktivitas termal Cu adalah 385 W/m.K sedangkan Al 205 W/m.K (Young, 1992). Luasan dan angka konduktivitas termal tersebut adalah parameter variabel utama yang berpengaruh pada performansi laju pendinginan.

Gambar 7. Heatsink luar Cu-Al (kiri) dan heatsink luar Cu (kanan).

Evaluasi performansi menunjukkan bahwa penurunan suhu ruang peti insulasi dengan heatsink luar Cu sebesar 12,3 °C per 90 menit, sedangkan pada heatsink luar Cu dan Al 11,3 °C. Hasil

(6)

lebih rendah daripada heatsink luar Cu. Pada 30 meit pertama kedua heatsink mengalami penurunan drastis masing-masing heatsink Cu 9 oC dan heatsink Cu dan Al 7,5 oC, kemudian pada menit ke-30 dan ke-60 relatif landai. Hasil pengukuran suhu ruang peti pada kedua heatsink selama pengujian ditunjukkan pada Gambar 8. Penurunan suhu heatsink dalam pada sistem pendingin yang menggunakan heatsink Cu mencapai 13 °C, sedangkan pada sistem pendingin dengan heatsink Cu dan Al penurunan suhu lebih rendah sebesar 12,5 °C. Hasil pengukuran suhu heatsink dalam pada kegiatan uji coba ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 8. Capaian suhu ruang peti pada uji kinerja sistem pendingin.

Gambar 9. Capaian suhu heatsink pada uji kinerja sistem pendingin.

Secara perfomansi heatsink luar Cu memiliki performnasi lebih baik, yaitu penurunan suhu ruang peti selama 90 menit 1 oC lebih baik dibanding heatsink Cu dan Al. Namun demikian, hasil uji statistik dengan tingkat kepercayan 95% menunjukkan hasil 83%, artinya penurunan

Cu-Al

T

e

mp

e

ra

tu

r

(

(7)

suhu ruang peti kedua jenis heatsink tidak jauh berbeda/tidak signifikan. Kondisi ini disebabkan beberapa hal, terutama adalah resistansi termal yang memiliki parameter utama konduktivitas termal bahan dan dimensi heatsink. Salah satu pendekatan perhitungan resistansi termal adalah rumus dari Jeggel at al. (2007) sebagai berikut:

Gambar 10. Sketsa heatsink dengan simbol ukuran (a) dan resistansi termal ekivalen (b).

... (2)

Keterangan: Rhs = resistansi termal heatsink Rb = dasar heatsink

Rf = fin heatsink.

Rb dihitung dengan persamaa berikut:

... (3)

Keterangan: tb = tebal dasar heatsink k = konduktivitas termal Ab = luasan area dasar heatsink.

Sedangkan Rf dihitung dengan persamaan berikut:

... (4) Keterangan: hf = koefisien konveksi udara

(8)

Bahan Cu memiliki konduktivitas termal yang lebih baik yaitu 385 W/m2.K, sedangkan bahan aluminium 205 W/m2.K (Young, 1992). Dengan angka konduktivitas Cu yang lebih tinggi tersebut, heatsink Cu dapat menyerap lebih baik, namun demikian dengan dimensi dan luasan sirip heatsink Cu dan Al yang lebih besar maka menjadikan resistansi termal keduanya tidak jauh berbeda. Sehingga penurunan suhu ruang peti oleh kedua heatsink tidak jauh berbeda. Dengan perbedaan penurunan suhu pada heatsink luar Cu dan Al yang memiliki selisih lebih kecil 1 oC bila dibandingkan pada heatsink luar Cu, maka heatsink luar Cu dan Al masih dapat dijadikan alternatif dalam penggunaan di sistem TEC.

Evaluasi dalam proses pembuatan/manufacturing dari segi kemudahan proses dan biaya menunjukkan bahwa heatsink luar Cu lebih sulit diproses machining dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Lama proses manufacturing heatsink Cu selama 2 jam per unit, dan heatsink Al 1 jam per unit, ditunjukkan pada Gambar 11. Tembaga memiliki densitas yang tinggi yaitu sekitar 8.940 kg/m3 (Young & Freedman, 2012) dan memiliki sifat relatif sulit dibentuk. Sedangkan densitas aluminium lebih ringan sebesar 2.700 kg/m3 dan mudah diproses machining. Pada proses machining CNC, kecepatan potong tembaga adalah 40-70 m/sec, sedangkan aluminium 300-500 m/sec (Mahayatra, 2012), sehingga Cu lebih lama diproses machining. Secara teknis heatsink Cu memiliki performansi pendinginan lebih baik tetapi membutuhkan proses manufacturing yang lebih sulit dibandingkan heatsink bahan Cu dan Al.

Biaya manufacturing heatsink dengan bahan baku Cu sebesar Rp957.000,00 sedangkan heatsink Cu dan Al sebesar Rp416.000,00, ditunjukkan pada Gambar 12. Biaya manufacturing meliputi biaya bahan baku dan biaya proses machining. Harga bahan baku tembaga per unit ukuran 100 x 100 x 10 mm sekitar Rp132.000,00, lebih mahal dibanding aluminium seharga sekitar Rp30.000,00 per unit. Selain itu dengan volume tembaga yang lebih banyak pada heatsink bahan Cu membutuhkan biaya machining yang lebih besar dibandingkan heatsink Cu dan Al. Biaya proses machining heatsink Cu sekitar Rp825.000,00 per unit, sedangkan heatsink Cu dan Al sebesar Rp254.000,00 per set unit.

Gambar 11. Lama proses manufacturing heatsink luar Cu dan heatsink luar kombinasi Cu dan Al.

2

1

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Heatsink Cu Heatsink luar Cu-Al

(9)

Gambar 12. Biaya proses manufacturing heatsink luar Cu dan heatsink luar kombinasi Cu dan Al.

Kesimpulan

Performansi penurunan suhu ruang peti dengan heatsink luar Cu sebesar 12,3 oC sedangkan penurunan suhu dengan heatsink luar kombinasi Cu dan Al lebih kecil sebesar 11,3 oC. Penurunan suhu pada heatsink luar Cu lebih baik 1 oC dibandingkan pada heatsink luar Cu dan Al. Penurunan suhu dari heatsink luar bahan Cu dan Al dengan heatsink luar bahan Cu tidak signifikan. Evaluasi aspek teknis dari segi lama proses pengerjaan heatsink luar Cu dikerjakan dengan CNC adalah 2 jam, sedangkan lama pengerjaan heatsink luar lebih cepat yaitu 1 jam. Proses machining heatsnik Cu lebih sulit bila dibandingkan heatsink kombinasi Cu dan Al.

Hasil analisis ekonomis menunjukkan bahwa proses pembuatan heatsink luar Cu dan Al lebih murah dari segi harga bahan baku dan proses machining. Biaya pembuatan/manufacturing heatsink luar Cu sebesar Rp957.000,00 per unit , sedangkan heatsink luar Cu dan Al lebih murah sebesar Rp416.000,00 per unit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa heatsink luar kombinasi bahan Cu dan Al dapat menjadi alternatif pengganti heatsink luar berbahan Cu, dengan melihat kemampuan performansi yang hampir sama, lebih mudah dalam manufacturing dan biaya manufacturing lebih murah.

Daftar Pustaka

Hamburgen, W.R. 1986. Optimal finned heat sinks (Western Research Laboratory Research Report 86/4). Western Research Laboratory. California (US). 16 p.

Jain, D. & S.M. Ilyas. 2005. Development of mathematical model for cooling. Journal of food engineering. 71 (25)

Jeevaraj, S. 2014. Numerical investigation on heat sink by computational fluid dynamics (CFD). IJRET. eISSN: 2319-1163 | pISSN: 2321-7308

Jeggels, Y.U., R.T. Dobson & D.H. Jeggels. 2007. Comparison of the cooling performance

between heat pipe and aluminium conductors for electronic equipment

(10)

Mansur. 2010. Pengembangan peti insulasi tipe cb-02 multifungsi ramah lingkungan berbasis termoelektrik untuk kendaraan roda dua. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sugiarto, T.D., I.P. Handayani & R.F. Iskandar. 2015. Analisis dan simulasi distribusi panas pada heat sink processor cpu dengan comsol multiphysics. Skripsi. Universitas Telkom. Bandung.

Walujodjati, A. 2006. Perpindahan panas konveksi paksa. Momentum. 2 (2)

Widianto, T.N., W. Hermawan & B.S. Utomo. 2014. Uji coba peti ikan segar berpendingin untuk pedagang ikan keliling. Jurnal Pasca Panen Perikanan Indonesia.

Young, H.D. 1992. University physics. 7th Ed. Addison-Wesley. Boston (US). Table 15-5.

Gambar

Gambar 1. Rangkain alat transportasi ikan untuk pedagang ikan keliling (Widianto, 2014) yang dipasang pada sepeda motor
Gambar 2. Ruang penyimpan.
Gambar 5. Susunan sistem TEC dari kiri meliputi (a) kipas dalam, heatsink                  Al, (b)  dalam dan bracket  heatsink luar dan (c) kipas luar
Gambar 7.  Heatsink luar Cu-Al (kiri) dan heatsink luar Cu (kanan).
+5

Referensi

Dokumen terkait

Analisis SWOT ini merupakan suatu analisis yang akan mendeskripsikan kekuatan, kelemah an, peluang dan ancaman didalam suatu proses perencanaan. Perencanaan yang

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat allah SWT, berkat rahmat dan bimbingannya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Pemberian Kombinasi

Terdapat banyak kajian perbandingan mengenai perkhidmatan kesihatan yang disediakan di kawasan bandar dan luar bandar, namun kebanyakannya hanya menilai dari segi cara

Khadiq Muakrom (063311042) Pola Kepemimpinan Pengasuh Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren Darul Amanah Kabunan Sukorejo

Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan yaitu (1) project based learning (PBL) dan penilaian autentik sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran drama; (2) model pembelajaran

The data measured by the optical profilometer MicroProf FRT were analyzed by the program Gwyddion. By means of this program were obtained the data on surface irregularities of

Fokus utama pertimbangan ergonomi menurut Cormick dan Sanders (1992) adalah mempertimbangkan unsur manusia dalam perancangan objek, prosedur kerja dan lingkungan kerja.

anak yang bernama LTF perhatian anak saat guru menyampaikan materi mendapat nilai baik. Keaktifan dalam kegiatan mendapatkan nilai cukup. Kesungguhan dalam kegiatan