• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Keamanan Nasional Eropa Perspek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Keamanan Nasional Eropa Perspek"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Strategi Keamanan Nasional Eropa :

Perspektif Komparatif Perancis dan Indonesia

1

Andar Nubowo

Dosen Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta Direktur Eksekutif IndoStrategi

Konteks Strategis

Abad ke-20 merupakan abad paling berlumur darah sepanjang sejarah umat manusia. Dua perang besar yang memengaruhi dan melibatkan seluruh kontinen dan negara pecah; PD I pada 1914-1918 dan PD II pada 1942-1945. Kedua perang ini mengakibatkan korban nyawa jutaan manusia dan paling menyedihkan, hilangnya nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) yang lahir dan tumbuh subur di Eropa. Humanisme memandang perang sebagai perbuatan buruk, dan kejahatan besar. Oleh karena itu, perang dalam bentuk dan skala apapun adalah tindakan imoral, dan tidak layak dilakukan kecuali oleh pelaku barbarian dan anakronik. Karena syahwat politik, ekonomi, teritorial dan ego chauvinistik yang membabi buta, paham humanisme dibungkam dan dibuang dalam pojok gelap peradaban Eropa.

Perang abad ke-20 yang didukung invensi teknologi kemiliteran dan teknologi ekstraksi dan produksi minyak dunia, sejatinya, adalah perang modern kaum barbarian yang paling gila. Jika dulu perang Kaum Barbar pada jaman Yunani-Romawi hanya menggunakan peralatan perang yang sederhana seperti pedang, kapak, tombak, pelonta batu, panah, dan batu, perang jaman modern melibatkan teknologi canggih yang dampak kehancurannya masif dan eskalatif. Perang modern inilah yang oleh August Compte disebut sebagai “hasrat primitif tak terhindarkan umat manusia menuju tata kehidupan

militer dan tujuan akhirnya menuju sebuah tatanan industrial.”2

Beberapa abad sebelumnya, para pendeta Saint-simonian (pengikut Pendeta Katholik Saint Simon) telah mengungkap bahwa takdir masyarakat industrial Eropa akan beralih menjadi masyarakat militer, yang diwarnai eksploitasi alam, dan eksploitasi manusia oleh manusia. Pandangan filsafat sejarah ini tampaknya---setidak-tidaknya hingga abad ke-20, menemukan fakta empirisnya. Fakta bahwa setelah Revolusi Industri dan Pencerahan Eropa, masyarakat Eropa tidak semakin tercerahkan dan tidak terbelenggu oleh ‘nafsu untuk memiliki apa yang dikehendaki’ (Benjamin Constant). Sebaliknya, penyaluran nafsu

1 Tulisan ini menjadi bagian dari buku yang disunting oleh Hermawan Sulistyo, 2012, Dimensi-Dimensi

Keamanan Nasional, CONCERN: Jakarta

2Pierre Manent, Cours de philosophie positive, Paris, 1892-1984, 5 vol., t. VI, p. 239

(2)

2

tersebut malah semakin canggih dan justru menemukan alasannya yang paling sempurna: perang untuk menang dan menguasai! Dengan dalih penguasaan ekonomi, politik, teritorial dan teknologi, perang menemukan bentuknya yang paling anti

kemanusiaan (inhuman).

Setelah PD II berakhir, harapan manusia untuk hidup tentram dalam damai mulai tumbuh kembali. Gagasan-gagasan humanisme mulai dielaborasi dan dilembagakan sekaligus, seperti pandangan ‘kejahatan melawan kemanusiaan’, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasai HAM. Namun, syahwat perang tetap dominan dan selanjutnya dikemas dalam plastik ideologi yang paling elok. Dunia terbagi dalam dua blok ideologis dominan: Barat kapitalis atau Timur komunis. Perang Dingin tersebut ditandai oleh kompetisi senjata nuklir, perebutan pengaruh ideologi di negara-negara non blok –termasuk Indonesia. Untuk menyebarkan paham masing-masing yang diklaim universal tersebut; Barat mengkampanyekan demokrasi, sedangkan Timur meyakini komunisme sebagai paham terakhir dunia. Dunia terperangkap dalam dalam hubungan glasial antar negara. Musim Dingin ekstrim tak kunjung berganti.

Menyusul melemahnya Uni Soviet, yang dipimpin Presiden Michael Gorbachev, dan demonstrasi rakyat Jerman Timur, Tembok Berlin runtuh pada 9 November 1989. Peristiwa yang berlangsung tanpa kekerasan dan disambut dalam pesta itu merupakan babakan baru dalam sejarah dunia. Demokrasi ditahbiskan sebagai pemenang. Sedang komunisme dicap sebagai pecundang. Musim Dinginpun berganti Musim Semi. Harapan-harapan baru akan nasib dunia yang lebih baik, lebih hangat, lebih damai dan lebih harmonis membuncah di penjuru dunia. Jerman Barat dan Jerman Timur bergabung menjadi satu Jerman. Dunia bipolar yang diwakili Amerika Serikat (Barat) dan Uni Soviet (Timur) menjadi unipolar ditangan Amerika Serikat. Negara-negara besar Eropa seperti Perancis dan Inggris—bersama Amerika Serikat, tidak lagi menghadapi musuh politik dan militernya di perbatasan. Batas-batas geografis antar bangsa dan negara Eropa pun berubah. Terjadi rekonfigurasi peta negara-bangsa Eropa, menyusul luluhlantaknya Imperium Uni Soviet dan Yugoslavia dalam beberapa negara etniko-relijius di kawasan Eropa Timur dan Eropa Tenggara (Balkan).

Negara-negara bekas Yugoslavia dan Uni Soviet seperti Bosnia Herzegovina, Serbia, Kosovo dan Albania jatuh dalam konflik bersenjata. Begitu juga negara-negara ex Uni Soviet, jika tidak jatuh pada rejim diktatur seperti di Asia Tengah, terjadi konflik separatisme bersenjata melawan Rusia seperti terjadi di Chehznya. Di luar perbatasan Eropa, perang, konflik politik juga terjadi di Timur Tengah seperti Perang Teluk antara Irak dan Kuwait—yang dibantu oleh Pasukan Sekutu Multinasional, konflik politik dan perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan, serta konflik China dan Taiwan. Dus, runtuhnya Tembok Berlin yang disambut suka cita dan tanpa kekerasan itu tidak serta merta memutus lingkaran setan konflik antar bangsa dan negara, dalam bentuknya yang paling halus hingga pertumpahan darah. Peristiwa tersebut sekadar penanda rekonfigurasi kekuatan dan konflik di dunia.

(3)

3

mengantisipasi perkembangan dan perubahan di level nasional, regional dan internasional, terutama setelah berakhirnya Perang Dingin dan kemajuan teknologi informasi, terorisme, dan perubahan lain yang disebabkan arus globalisasi dan kemajian teknologi informasi.

Dalam konteks Uni Eropa, pemaparan terhadap Buku Putih Perancis penting dilakukan---untuk tidak menafikan peran negara Eropa lainnya, mengingat posisi Perancis yang cukup penting di kawasan Eropa dan Uni Eropa ; Perancis adalah salah satu inisator sekaligus pendiri unifikasi bangsa Eropa pasca Perang Dunia II pada tahun 1950-an ; Perancis adalah salah satu pemimpin negara Eropa yang disegani dalam bidang politik, ekonomi, keamanan dan pertahanan bersama Inggris Raya dan Jerman ; Perancis adalah negara industri pertahanan besar yang mendorong industrialiasi Eropa dalam bidang pertahanan ; Perancis adalah inisiator perlunya pusat studi, kajian strategis di tingkat Eropa yang memungkinkan partisipasi warga Eropa pada strategi pertahanan dan keamanan bersama.

Oleh karena itu, pemaparan Buku Putih Perancis ini diharapkan dapat menjadi « celah masuk » untuk meneropong strategi pertahanan dan keamanan Eropa serta partisipasinya dalam penciptaan dan pemeliharaan perdamaian dan keamanan dunia. Untuk sistematika pembahasan, tulisan ini akan memaparkan secara deskriptif isi strategi dan substansi Buku Putih 1994 yang selanjutnya diikuti pemaparan Buku Putih 2008. Setelah itu, berpijak pada kedua Buku Putih tersebut, tulisan ini akan membahas secara komparatif RUU Keamanan Nasional RI yang kini mulai memasuki pembahasan di DPR. Komparasi ini diharapkan dapat melihat dengan lebih baik strategi dan urgensi RUU Keamanan Nasional.

Tentu tidaklah fair jika sistem keamanan nasional Perancis dibandingkan dengan Indonesia, mengingat partikularitas persoalan yang dihadapi keduanya berbeda dan beragam. Tetapi, paling tidak, kedua negara dalam beberapa hal yang bersifat umum dipengaruhi oleh persoalan-persoalan globalisasi yang sama, seperti teknologi informatika, terorisme, krisis ekologi, krisis ekonomi, hingga konflik dan perdamaian dunia.

Strategi Hankam Perancis Pasca Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dingin membawa dua hal penting : jaminan perdamaian yang lebih baik, sekaligus ketidakpastian keamanan yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan baru. Reunifikasi Jerman membuncahkan harapan, tetapi kembalinya perang di kawasan Eropa menimbulkan pertanyaan besar. Dalam hal ini, mengingat pertahanan Perancis tidak lagi secara langsung tergantung pada pertahanan di daerah-daerah perbatasan geografisnya, tetapi tergantung pada stabilitas internasional, pencegahan krisis baik di Eropa ataupun di luar Eropa, maka kebijakan pertahanan dan keamanan nasional Perancis tidak lagi dilihat dalam kacamata kepentingan nasional belaka, tetapi dalam konteks regional yakni Eropa.

Sebagai inisiator penyatuan Benua Tertua ini, sikap Perancis untuk disuasi persenjataan

(4)

4

pertahanan dan keamanan Eropa bersama yang diatur dalam Traktat Uni Eropa. Perubahan baru akibat hancurnya Uni Soviet dan Yugoslavia melahirkan konflik dan perang di Eropa di Kosovo, Albania, Bosnia-Herzegovian dan Serbia. Belum lagi negara-negara bekas jajahan Uni Soviet yang sekarang tengah berjuang memerdekakan diri. Menghadapi instabilitas keamanan regional seperti ini, Uni Eropa terantang untuk merumuskan dan menetapkan politik dan strategi pertahanan dan keamanan bersama sebagaimana yang disimbolkan oleh Traktat UE.

Perancis menyusun sebuah Buku Putih 1994 (Livre blanc : defense et securite nationale)

yang disusun dalam konteks euforia kemenangan demokrasi dan kebebasan yang ditandai runtuhnya Tembok Berlin sekaligus kecemasan dan kekhawatiran baru atas perubahan-perubahan tata dunia yang berlangsung cepat. Buku ini merumuskan strategi pertahanan dan keamanan nasional Perancis, dalam konteks berakhirnya Perang Dingin dan Pakta Warsawa, perubahan Eropa dan internasional, kemajuan teknologi, dan kehidupan ekonomi.

Sebagaimana yang diungkapkan PM Edouard Balladour, penulisan buku ini didasari pada alasan-alasan sebagai berikut :

menyadari perubahan-perubahan internasional yang tengah terjadi, memaparkan tujuan-tujuan politik pertahanan dan strategi yang dipilih Perancis, membangun kerangka aksi pasukan militer dan juga politik sumberdaya pertahanan Perancis. Selain dalam konteks Eropa, Buku Putih 1994, tampaknya, juga membangun politik pertahanannya dalam prespektif pelayanan dan tanggung jawabnya pada keamanan dan perdamaian dunia. Hal ini dipahami, mengingat Perancis adalah negara yang memiliki sejarah dan pengaruh kolonial di negara-negara lain, seperti di Afrika dan Pasifik, serta Mediterania di mana kepentingan-kepentingan Perancis baik langsung maupun tidak tergantung pada faktor keamanan. Strategi yang ditawarkan Buku Putih 1994 didasarkan pada konsensus baru : kemampuan adaptasi militer, peran baru pasukan konvensional, skenario tugas pasukan, postur permanen keamanan, prioritas baru operasional, politik persenjataan, konsep pembentukan pasukan dan sebagainya.

Globalisasi dan Kerentanan Baru :

Strategi Pertahanan dan Keamanan Nasional Perancis

(5)

5

ekologi. Dalam konteks inilah, Buku Putih 2008 disusun guna mengelaborasi politik pertahanan dan keamanan yang baru.

Berbeda dengan Buku Putih 1994, Buku Putih 2008 (Livre blanc : defense et securite

nationale) melakukan analisis kepentingan keamanan dalam perspektif global, tanpa

membatasi diri pada persoalan pertahanan. Ia mendefinisikan sebuah strategi Keamanan Nasional yang dapat menjawab « seluruh resiko dan ancaman yang membahayakan kehidupan bangsa ». Keamanan nasional mencakup politik pertahanan, tetapi tidak terbatas pada itu. Sebab, untuk mempertahankan kepentingan Perancis dan misi perlindungan rakyatnya, strategi keamanan nasional dilakukan oleh politik keamanan

dalam negeri (tidak terkait dengan keamanan individu (human security) dan barang serta

pemeliharaan tatanan) dan oleh politik keamanan sipil. Sedangkan kebijakan lainnya seperti politik luar negeri, politik ekonomi juga berkontribusi secara langsung pada keamanan nasional.

Strategi keamanan nasional mencakup tindakan-tindakan sebagai berikut : pengetahuan

dan antisipasi (connaisance and anticipation), pemeliharaan dan disuasi (order

maintenance and dissuasion), perlindungan dan intervensi (protection and intervention).

Pelaksanaan lima fungsi ini bersifat lunak dan dapat berubah sesuai dengan konteks, perubahan dan keadaan strategis.

Pengetahuan dan antisipasi merupakan fungsi strategis utama. Menghadapi dunia yang

tidak pasti dan tidak stabil, Perancis menjadikan fungsi ini sebagai garis terdepan pertahanan. Pengetahian dan antisipasi ini penting sebagai suplai informasi awal atas berbagai ancaman, serangan dalam bentuk apapun. Untuk itu, penguatan kemampuan intelijen dalam berbagai dimensi, termasuk dimensi rung angkasa, merupakan kebutuhan utama bagi pengambil kebijakan, pimpinan militer, penanggung jawab keamanan dalam negeri dan keamanan sipil.

Perlindungan terhadap rakyat Perancis menjadi jantung strategi pertahanan dan

keamanan nasional, karena munculnya kerentanan baru. Tujuannya adalah melindungi bangsa dalam menghadapi krisis besar, dengan membangun kapasitas pertahanan diri, yang didefinsisikan sebagai « kemampuan kekuatan publik dan masyarakat Perancis untuk menjawab krisis besar dan untuk mengembalikannya ke dalam fungsi-fungsi normal » Penguatan ini mencakup penguatan cara dan metode pemantauan wilayah nasional, luas wilayah daratan, lautan, dan udara, dan kapasitas reaksi cepat dan luas kekuatan publik.

Kemampuan pencegahan konflik dan intervensi dikonsentrasikan pada poros geografi

penting, mulai Atlantik hingga Mediterania, selat Arab-Persia hingga Samudera India. Poros ini terkait dengan resiko yang mempengaruhi kepentingan Perancis dan Eropa yang paling penting. Poros ini juga dapat mengawasi perkembangan penting Asia bagi keamanan internasional dan dapat memudahkan aksi dan kerja sama di kawasan Samudera India. Begitu juga dapat mengawasi dan mencegah kerentanan yang datang dari Afrika untuk melawan penyelundupan dan aksi terorisme.

Disuasi nuklir adalah fondasi utama strategi Perancis. Disuasi ini merupakan jaminan

(6)

6

datang dari negara lain yang menyerang kepentingan-kepentingan vital Perancis. Dalam menghadapi globalisasi dan dampaknya, kredibilitas disuasi didasarkan pada kemungkinan Pemimpin negara memiliki secara independen « sejumlah opsi yang mencukupi dan alat yang cukup beragam ». Hal ini berimplikasi pada modernisasi misil balistik dan misil jarak jauh. Perancis beranggapan bahwa persenjataan nuklir masih dibutuhkan bagi keamanannya. Tetapi pada saat yang sama, Perancis terus mengambil inisiatif dalam program pelucutan senjata nuklir, dan proliferasi senjata nuklir, senjata biologis, dan kimia.

Dalam menyusun strategi nasional Perancis, kepentingan Eropa adalah prioritas. Yakni dengan menjadikan Uni Eropa sebagai aktor penting dalam penyelesaian krisis dan keamanan internasional. Perancis mengharapkan bangsa Eropa memiliki kemampuan militer dan sipil yang kuat. Dalam hal ini, Perancis mengusulkan beberapa program konret bagi Uni Eropa :

– kemampuan intervensi global sebanyak 60 000 orang, yang diterjunkan di luar

negeri selama satu tahun, dengan komposisi angkatan udara dan maritim.

– kemampuan penerjunan untuk jangka waktu lama, dua atau tiga operasi

pemeliharaan dan penciptaan perdamaian, dan operasi-operasi sipil yang kurang

penting lainnya di kawasan yang berbeda-beda.

- meningkatkan kemampuan Eropa dalam merancang dan melaksanakan operasi

militer dan sipil, sesuai dengan perkembangan intervensi di luar Uni Eropa.

– finalisasi industri pertahanan Eropa.

Selain itu, Buku Putih juga menekankan empat domain prioritas bagi perlindungan warga Eropa: penguatan kerja sama melawan terorisme yang terorganisir, peningkatan kapasitas Eropa dalam perlindungan sipil, koordinasi pertahanan melawan serangan informatika dan pengamanan pengilangan energi bahan baku utama strategis. Dengan demikian, Buku Putih Perancis mendukung Buku Putih Eropa tentang pertahanan dan keamanan.

Perancis menggarisbawahi Uni Eropa dan Atlantik Utara saling melengkap. Perancis mendukung pembaruan NATO, terutama pada HUT ke-60 tahun 2009. Sejak keluar dari komando militer NATO pada 1966, Eropa dan NATO telah banyak berubah. Keduanya menjadi aktor utama dalam komunitas internasional, dan NATO tetap bertanggung jawab bagi keamanan kolektif para anggota sekutu dan juga sekaligus berperan aktif dalam misi perdamaian di Afghanistan dan Kosovo. Keduanya saling melengkapi dalam menghadapi ancaman dan krisis.

(7)

7

kebebasan pengambilan keputusan, di mana tidak ada satupun pasukan Perancis yang ditempatkan secara permanen, jika dalam keadaan aman.

Perancis mendukung eropanisasi industri pertahanan. Meski demikian, Perancis tetap menjaga kedaulatan industrinya, yang dipusatkan pada kemampuan untuk memelihara otonomi strategis dan politik kebangsaannya ; disuasi nuklir, misil balistik, kapal selam tempur, dan keamanan sistem informasi. Dalam hal ini, Perancis mendukung Uni Eropa mengembangkan industri di bidang : pesawat tempur, misil penjelajah, satelit, elemen-elemen elektronik dsb.

Terkait dengan keamanan masyarakat, Perancis melakukan reorganisasi kekuatan-kekuatan masyarakat untuk membangun strategi baru keamanan nasional. Dalam hal ini,

Perancis membentuk Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Conseil dedéfense et

de sécurité nationale), yang diketuai oleh Presiden Republik, yang anggotanya terdiri dari

menteri, pejabat administratif, tokoh masyarakat, intelektual, pengusaha, dan pejabat

militer. Selanjutnya, Perancis menciptakan Dewan Intelijen Nasional (Conseil national du

renseignement) yang pembentukannya dipimpin langsung oleh Perdana Menteri. Selain

itu, peran Parlemen juga akan diperkuat, terutama yang berhubungan dengan intervensi

pasukan Perancis dalam operasi-operasi eksternal, mengawasi perkembangan dan arah Buku Putih dan kebijakan perjanjian di bidang pertahanan. Keterwakilan nasional melalui parlemen memainkan peran utama untuk meraih dukungan masyarakat bagi strategi keamanan nasional.

Buku Putih 2008 memandang bahwa keamanan bangsa Perancis tergantung pada warganya baik laki-laki maupun perempuan yang memilih untuk mengabdi bagi negara dan masyarakat. Tujuan dari strategi ini adalah memungkinkan mereka mencapai derajat profesionalisme yang paling tinggi dalam setiap sektor, sipil dan militer, dan untuk seluruh kontrak pekerjaan. Mutualisasi pendidikan dan sinergi antara politik rekrutmen di kementerian yang berbeda-beda akan dilakukan.

Keterlibatan masyararakat dalam strategi keamanan nasional penting dilakukan, yang dalam hal ini, Perancis melakukan hal-hal sebagai berikut ; formasi bagi anak-anak muda sebagai wakil rakyat di tingkat lokal, pembaruan wajib militer; pembentukan wajib sipil

(service civique); pembentukan organisasi yang mengumpulkan para relawan yang dapat

dimanfaatkan untuk bela negara Perancis ; pembentukan pusat riset strategis di level

nasional dan Eropa ; pembentukan pondasi bagi kerja sama ilmiah, yaitu École doctorale

européenne; pembentukan program pendidikan dalam bidang pertahanan-hubungan

internasional dan keamanan dalam negeri.

Kritik Paradigmatik terhadap RUU Kamnas

(8)

8

nasional yang komprehensif dengan menguatkan bidang lain seperti parlemen, kebijakan politik, ekonomi, dan industri, riset dan pendidikan ; menegasikan ancaman dan kerentanan serta perubahan baru dalam konteks global.

Terkait strategi keamanan nasional, RUU Kamnas dinilai menciptakan benturan kewenangan TNI dan Polri. Hal ini disebabkan, dalam strategi keamanan nasional, TNI dinilai diundang kembali untuk masuk dan terlibat dalam keamanan nasional yang sejatinya selama ini menjadi kewenangan Polri. Sesuai amanat Reformasi 1998, TAP MPR/VI/2000, telah memandatkan pemisahan TNI dan Polri dengan masing-masing berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan dan di bawah Presiden secara langsung. TAP MPR/VII/2000 secara tegasjuga mengatur tugas Polri di bidang keamanan, sedangkan TNI di bidang pertahanan. Dalam struktur pemerintahan, TNI berada di bawah Kementerian Pertahanan sedangkan Polri langsung berada di bawah koordinasi Presiden RI.

Oleh karena itu, RUU Kamnas dinilai bertentangan dengan semangat reformasi TNI dan Polri. Upaya ini jelas tidak sesuai dengan semangat Reformasi 1998 yang menuntut berakhirnya Dwi Fungsi ABRI/TNI yang bertanggung jawab pada situasi keamanan dan politik sepanjang Orde Baru yang bersifat totalitarian dan otoriter. Pemisahan TNI dan

Polri berikut tugas dan kewenangannya, tampaknya, masih menciptakan grey area,

wilayah abu-abu di lapangan sehingga kerap terjadi benturan kepentingan antara TNI dan Polri dalam menangani persoalan keamanan dan kerentanan baru seperti terorisme yang tidak saja membawa ancaman dalam skala nasional tetapi juga internasional. Kegamangan Polri dalam menangani persoalan keamanan yang dipikulnya, karena lemahnya kapasitas mendorong TNI untuk terlibat dalam kerja-kerja keamanan.

Dalam hal ini, pada Pasal 12 soal Tertib Sipil misalnya disebutkan jika ancaman keamanan tidak berdampak luas maka dapat diatasi oleh segenap penyelenggara keamanan/instansi pemerintah terkait. Namun pada disisi lain pada Tertib Sipil ini pula diberi ruang Presiden untuk mengerahkan unsur TNI (Pasal 34 (2). Pasal ini jelas berpotensi terjadinya politisasi TNI oleh Presiden sekaligus upaya mengembalikan TNI sebagai aktor utama dalam keamanan sipil yang menjadi kewenangan Polri/instansi pemerintah terkait. Tambahan lagi soal kewenangan Gubernur dalam Tertib Sipil dan Darurat Sipil untuk membentuk Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Provinsi yang terdiri dari pimpinan TNI tertinggi, Kapolda, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kapswil BIN Provinsi, Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), dan kepala BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi). Forum koordinasi ini mirip dengan Kopkamtibda atau Bakortanasda pada masa Orde Baru yang gemar menetatpkan keadaan darurat.

(9)

9

adapun kepolisian bertanggung jawab secara menyeluruh pada keamanan dalam negeri. Dalam hal ini, pemisahan TNI dan Polri berikut tugas dan tanggung jawabnya sebenarnya sudah tepat, namun masih terkendala pada penempatan TNI dan Polri dalam struktur komando dan struktur pemerintahan.

Paradigma mengatasi ancaman yang dimaksud dalam RUU Kamnas juga masih bersifat subtil dan cenderung bersifat represif dalam penindakan dan pencegahan dini. Pada pasal 4 hurup c disebutkan bahwa « tahapan pencegahan dini, peringatan dini, penindakan dini, penanggulangan dan pemulihan » terhadap « potensi ancaman » pada pasal 17 ayat (4) yang bersifat “ ancaman yang mungkin terjadi namun belum pernah tejadi atau sangat jarang terjadi…” Adapun langkah yang dilakukan mencegah potensi itu dalam penjelasan Pasal 4 hurup c: “dengan upaya yang tepat, cepat dan terukur.” Pasal-pasal ini dinilai dapat mengundang bentuk tafsir dan represifitas baru, karena redaksi yang tidak jelas dalam mengenali potensi ancaman dan proses penagnggulannya. Dan celah ini dapat digunakan kekuasaan untuk mempertahankan kepentingan politiknya. Apalgi ketika Unsur Keamanan Nasional (Pasal 20) ditingkat pusat dan kabupaten diberi kewenangan dan kuasa khusus “berupa hak menyadap, memeriksa, menangkap dan melakukan tindakan paksa sah lainnya…”

Jika diperhatikan, konsep RUU Kamnas tentang potensi ancaman dan cara penanggulangannya tampak terlihat ahistoris dalam pengertian tidak mengikuti kerentanan-kerantanan dan perubahan dunia yang begitu dahsyat, misalnya kerentanan ekonomi, lingkungan hidup, kejahatan informatika dan sebagainya. Perkembangan ancaman baru tersebut masih luput dari perhatian RUU Kamnas yang masih setia pada paradigma pertahanan dan keamanan tradisional.

Di Perancis, Buku Putih 2008 jelas sekali memaparkan ancaman-ancaman baru yang mungkin timbul, sehingga diperlukan solusi yang tepat untuk mengatasi dan menanggulanginya. Misalnya, ancaman kejahatan informatika diantisipasi dan dicegah dengan pengadaan formasi pendidikan informatika dan penguatan basis teknologi informatika pada institusi pertahanan dan keamanan Perancis. Jika RUU Kamnas yang masih berparadigma lama ini disahkan, dapat dipastikan aparat keamanan akan mengalami kegamangan hukum dalam menghadapi bentuk-bentuk ancaman baru. Karena paradigma lama ini, maka persoalan keamanan nasional lebih banyak didekati dari sudut pandang penanganan keamanan yang bersifat militeristik dan polisional. Dalam hal ini, RUU Kamnas tampaknya perlu mengadopsi pendekatan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Ancaman terorisme misalnya, bukan hanya semata-mata adanya orang atau sekelompok orang yang mengganggu ketentraman dan keamanan umum dengan cara-cara menakut-nakuti atau membunuh orang lain, tetapi mengapa terorisme itu muncul dan bagaimana menanggulanginya. Pendekatan non militer seperti ekonomi, politik, pendidikan dan sosial perlu dimunculkan dalam menangani problem terorisme, bukan semata-mata persoalan « sadap, periksa, tangkap dan paksa ».

(10)

10

global, terkait dengan posisi dan perannya. Konteks politik dan sejarah Perancis yang sekuler dan demokratis, tentu, tidak bisa dilepaskan dari ancaman pihak lain yang berseberangan dengan ideologi politiknya. Dalam hal ini, strategi keamanan nasional Perancis lebih ditempatkan dalam perpektif internasional untuk melindungi kepentingan-kepentingan vital Perancis. Sedangkan, sebaliknya, persoalan politik pertahanan dan keamanan Perancis yang dipengaruhi persoalan-persoalan dalam negeri seperti terorisme (akar dan jaringan terorisme tumbuh dan berkembang di Indonesia), separatisme, kerusuhan sosial dan sebagainya tampaknya turut membangun paradigma keamanan dalam RUU Kamnas yang bersifat militeristik. Persoalan-persoalan penting seperti krisis ekonomi, ekologi, dan energi yang turut mempengaruhi keamanan nasional seharusnya diantisipasi dan dicarikan solusinya. Dan yang lebih penting lagi adalah, RUU Keamanan Nasional tidak boleh menjadi celah kembalinya otoritarianisme kebijakan pertahanan dan keamanan nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) efikasi diri berpengaruh terhadap komitmen profesional guru, (2) Resiliensi berpengaruh terhadap komitmen profesional guru, (3) budaya

“ Menurut Marc Ancel, pengertian penal policy (Kebijakan Hukum Pidana) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk

Dengan demikian regresi berganda ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu Indeks Pembangunan Manusia sebagai

erbeda dengan orang yang hanya cerdas secara akademik semata me- reka belum tentu memahami kalimat sederhana tersebut. am yang leb · pen· gdariitu emuaial ebelum berup

Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh seorang guru akan berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan sebaik mungkin dalam mencapai tujuan pendidikan yang

Keadaan SMA Negeri 1 Cempaka sudah cukup bagus dan memadai, fasilitas yang mendukung para siswa, gedung yang terdiri dari beberapa ruangan antara lain: ruang kantor, ruang kepala

Setiap mahasiswa diminta untuk membuat sebuah paper dengan panjang maksimal 500 kata yang berisi rangkuman dan refleksi kritis atas tulisan Abraham van de Beek. yang berjudul

Adapun cara kerja sistem tolok ukur ini pada tataran praktik, ialah dengan melihat tuntutan- tuntutan sebelumnya yang telah terbukti di pengadilan, terutama pada bagian jumlah