• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minu"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sumber air yang biasa dipakai sebagai air baku yang nantinya akan digunakan untuk keperluan minum adalah air hujan, air tanah, air permukaan dan air laut. Di antara sumber-sumber tersebut yang paling banyak digunakan adalah air tanah dan air permukaan, sedangkan air laut jarang digunakan karena membutuhkan teknologi tinggi dan biaya yang mahal untuk mengolahnya.

Dalam merancang suatu unit pengolahan air minum, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan. Hal ini bertujuan agar proses pengolahan dapat berlangsung secara efisien.Secara umum ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan sistem penyediaan air minum, yaitu (Al-Layla, 1978):

1. Aspek kuantitas dan kontinuitas

Sistem penyediaan air minum yang direncanakan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk periode waktu perencanaan dan dapat digunakan setiap saat. 2. Aspek kualitas

Air yang diolah harus memenuhi syarat kualitas yang telah ditetapkan, agar masyarakat yang menggunakan air dapat mengkonsumsinya dengan aman tanpa kekhawatiran akan terinfeksi suatu penyakit. Air yang bersih harus memenuhi syarat berikut:

a. Bebas dari unsur penyakit;

b. Bebas dari warna, kekeruhan, suhu, tidak berasa dan tidak berbau;

c. Bebas dari unsur-unsur yang akan mengganggu jaringan pipa, baik jaringan transmisi maupun jaringan distribusi yang dapat menyebabkan terjadinya korosi pada pipa dan juga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran dari luar ke dalam pipa.

3. Aspek teknis

(2)

4. Aspek biaya

Sistem penyediaan air minum yang dibangun haruslah ekonomis baik dalam pembangunan, pengoperasian maupun dalam pemeliharaan, sehingga harga air hasil olahan relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat.

Dalam perencanaan sistem penyediaan air minum juga harus memperhatikan beberapa konsep berikut (Al-Layla, 1978):

1. Tingkat pelayanan

Harus disesuaikan dengan kemampuan badan pengelola yang bersifat sosial tanpa merugikan badan pengelola itu sendiri, tingkat kemampuan penduduk untuk berlangganan dan juga banyaknya alternatif sumber air yang nantinya berpengaruh pada biaya pengolahan.

2. Wilayah

Wilayah ini dibedakan atas dua bagian, yaitu wilayah administrasi dan wilayah pelayanan.

3. Luas daerah pelayanan

Luas daerah pelayanan ini ditentukan dari analisa terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, kependudukan, pengembangan wilayah dan tata kota. 4. Penentuan daerah pelayanan

Daerah pelayanan ini ditentukan dengan memperhatikan aspek kepadatan penduduk, batas administrasi dan perencanaan kota.

5. Proyeksi penduduk

Data proyeksi penduduk merupakan faktor yang relevan untuk mengestimasi kebutuhan air di masa yang akan datang dan juga dari proyeksi penduduk ini dapat dilakukan analisa terhadap potensi ekonomi, potensi industri dan potensi lainnya yang akan berkembang.

6. Aspek sosial ekonomi masyarakat

Analisis terhadap keinginan dan kemampuan masyarakat untuk menjadi pelanggan sarana air minum yang akan direncanakan.

(3)

masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 18/prt/m/2000).

Fungsi utama sistem penyediaan air minum adalah dapat menyediakan air minum dengan kualitas baik dan tekanan yang cukup dalam menyediakan air dengan kuantitas yang cukup ke dalam bangunan atau rumah sesuai kebutuhan(Al-layla, 1978).

Ketersediaan air minum pada suatu daerah tergantung kepada bagaimana sistem penyediaan air minum di daerah tersebut. Adapun sistem penyediaan air minum jika dilihat dari bentuk dan tekniknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Al-Layla, 1978):

1. Air Minum Komunitas/Perkotaan (Community Water Supply System)

Sistem ini digunakan untuk pelayanan diperkotaan yang meliputi keperluan domestik, perkotaan maupun industri.Sistem ini mempunyai kelengkapan komponen yang menyeluruh dan kadang-kadang sangat kompleks, baik dilihat dari sudut teknik maupun sifat pelayanannya.Sistem ini bisa mempergunakan satu atau lebih sumber untuk melayani satu atau beberapa komunitas dan dengan pelayanan yang berbeda-beda.

2. Penyediaan Air Minum Individual (Individual Water Supply System)

Sistem ini penggunaannya untuk individual dan untuk pelayanan yang terbatas. Pada umumnya sistem ini sangat sederhana mulai dari sistem yang hanya terdiri dari satu sumur atau satu sumber saja sebagai sistem, seperti sumur-sumur yang digunakan dalam satu rumah tangga, sampai pada sistem yang dilihat dari komponennya lengkap, tetapi sistemnya kecil baik dalam bentuk maupun kapasitasnya dan untuk pelayanan terbatas. Terbatas untuk suatu lingkungan/kompleks perumahan tertentu ataupun suatu industri.

(4)

Penggunaan air bersih di rumah tangga adalah untuk minum, memasak, mandi, mencuci, fasilitas sanitasi di rumah dan keperluan lainnya.

2. Keperluan industri (Industrial use)

Di industri air bersih mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai bahan pokok seperti yang digunakan pada industri makanan/minuman, dan berfungsi sebagai bahan pembantu seperti untuk pencuci, pendingin, atau pengisi ketel uap.

3. Keperluan umum dan perkotaan (Public use)

Keperluan umum dan perkotaan seperti untuk menyiram tanaman, membersihkan jalan, penggelontoran saluran kota, pemadam kebakaran, keperluan fasilitas umum, aktivitas komersil, pelabuhan, dan keperluan rekreasi.

2.2 Sumber dan Bangunan Penangkap Air

Sumber air baku yang akan diolah ditentukan dengan penelitian yang teliti agar sistem penyediaan air minum yang direncanakan memenuhi persyaratan yang berlaku dan memenuhi kebutuhan konsumen serta tidak merusak kelestarian sumber.

Sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku antara lain (Al-Layla, 1978):

1. Air tanah

Air tanah dapat berasal dari:

a. Air hujan yang meresap ke dalam tanah melalui pori atau retakan batu;

b. Air yang berasal dari sungai, danau, dan kolam yang meresap melalui tanah.

Air tanah berdasarkan kedalamannya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Air tanah dangkal

Merupakan air tanah yang terletak di atas lapisan kedap air dengan kedalaman kecil dari 50 meter;

(5)

Merupakan air tanah yang terletak di antara dua lapisan kedap air dan jauh terletak di bawah permukaan tanah.

Contoh sumber air baku yang berasal dari air tanah adalah sumur. Secara umum kualitas air tanah lebih baik jika dibandingkan dengan air permukaan. Dari segi kuantitas, jumlah air tanah sangat tergantung dengan musim dan banyaknya air yang meresap ke dalam tanah.

2. Air permukaan

Pada dasarnya air permukaan sangat mudah terkontaminasi jika dibandingkan dengan air tanah. Kontaminan-kontaminan yang ada seperti, zat-zat organik dan anorganik, gas-gas, mikroorganisme sangat bervariasi, sehingga perlu diadakan pengolahan lebih lanjut.

Adapun beberapa jenis air permukaan seperti: a. Sungai

Ketersediaan air sungai sifatnya sangat kontinu sehingga dapat disimpan sewaktu banjir.

b. Danau

Pada dasarnya kualitas air danau lebih baik jika dibandingkan dengan air sungai dan pengolahannya tidak terlalu banyak.

c. Fasilitas penyimpanan air (water storage)

Fasilitas penyimpanan air dapat menjadi jaminan dalam menjaga kestabilan suplai air, terutama disaat musim kemarau. Jika air tanah atau air sungai melimpah, maka tidak perlu digunakan water storage.

3. Air angkasa

Merupakan uap air yang terkondensasi kemudian jatuh ke bumi. Wujudnya bisa berupa zat cair (air hujan) atau zat padat (salju/hujan es). Kuantitas air hujan tidak terbatas, tapi tidak kontinu dan jika digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum dan dari segi kualitas kandungan mineralnya kurang, sehingga jarang digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum dan biasanya hanya digunakan untuk sistem individual.

(6)

Merupakan air tanah yang alirannya terhalang oleh lapisan kedap air (tanah liat, tanah padat, batu atau cadas) sehingga mengalir ke permukaan tanah.

Beberapa jenis bangunan penangkap atau penyadap berdasarkan sumber airnya: 1. Air Hujan : Bak penampung air hujan;

2. Air Permukaan : Intake;

3. Mata Air : Brouncapeturing;

4. Air Tanah : Sumur gali dan sumur bor.

Jenis bangunan penangkap atau penyadap tergantung pada: letak, keadaan, fluktuasi dan debit alirannya.

1. Intake

Intake adalah bangunan penangkap air dari sumber air baku yang berasal dari air permukaan (sungai atau danau). Fungsinya adalah untuk mengambil air baku dari air permukaan dan dialirkan ke unit-unit pengolahan. Bangunan intake menurut cara pengambilannya terbagi dua (Kawamura, 1991):

a. Intake gravitasi

Intake gravitasi adalah bangunan penangkap air dari sumber yang menggunakan prinsip gravitasi.

b. Intake pemompaan

Intake pemompaan adalah bangunan penangkap air dari sumber yang menggunakan bantuan pompa.

Selain itu berdasarkan sumber air permukaannya, bangunan intake juga dapat dibagi atas (Kawamura, 1991):

a. Intake sungai

1)Kriteria pemilihan lokasi intake sungai: a) Kualitas air;

b) Kemungkinan perubahan yang terjadi, contoh: beberapa tahun yang lalu industri di daerah By Pass masih jarang. Namun sekarang kualitas air menurun akibat banyaknya industri;

c) Minimasi efek negatif;

(7)

e) Adanya tempat bagi kendaraan;

f) Adanya lahan guna penambahan fasilitas pada masa yang akan datang;

g) Kuantitas air;

h) Efek terhadap kehidupan aquatik di sekitarnya; i) Kondisi geologis.

2)Perletakan

Biasanya intake sungai diletakan di pinggir sungai. Sebaiknya lokasi perletakan intake dipilih pada daerah belokan sungai guna menghindari penumpukan sedimen.

3)Tipe konstruksi intake yang digunakan

Umumnya pada intake sungai digunakan tipe shore intake. Selain itu ada juga yang menggunakan tower intake, siphone well intake, suspended intake, dan floating intake.

b. Intake danau

1)Kriteria pemilihan lokasi intake danau: a) Karakteristik aliran air;

b) Kualitas air;

c) Karakteristik pertumbuhan alga dan siklus pertumbuhan mikro organisme;

d) Kondisi tepian air, arah angin, dan kecepatan aliran;

e) Kondisi area penyadapan air, termasuk adanya potensi pencemaran; f) Kemungkina terjadinya sedimentasi pada reservoar;

g) Kegiatan rekreasi dan olah raga; h) Kemungkinan terjadinya banjir.

2)Pertimbangan lain:

a) Penggunan danau secara bersama;

b) Kemungkinan penggunaan alat pencampur air artifisial untuk melakukan destratifikasi air dan alat untuk menghancurkan es pada intake yang terletak di daerah dingin.

(8)

Ada beberapa variasi dalam tipe konstruksi intake, diantaranya (Kawamura, 1991):

1) Tower intake

Tower intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau, baik yang alamiah maupun buatan (beton). Tower intaketerletak pada bagian pelimpahan atau dekat sisi bendungan. Pondasi menara (tower) terpisah dari bendungan dan dibangun pada bagian hulu. Menara terdiri atas beberapa inlet yang terletak pada ketinggian yang bervariasi untuk mengantisipasi fluktuasi tinggi muka air. Dapat juga dibuat menara intake yang terpisah dengan dan pada bagian upstream. Jika air di reservoar dapat mengalir secara gravitasi ke pengolahan, maka tidak diperlukan pemompaan dari menara.

Gambar 2.1 Tower Intake Sumber: Kawamura, 1991

2) Shore intake

Shore intake memiliki variasi bentuk yang tergantung kepada situasi lapangan, dan biasanya terletak di pinggiran sungai.

(9)

Shore Intake terbagi atas 3 jenis, yakni siphon well intake, suspended intake dan floating intake. Berikut uraian masing-masing jenis shore intake.

a) Siphon well intake

Ciri khas dari intake ini adalah memiliki saluran air masuk ke bangunan intake berupa pipa, sehingga tekanan air yang berfluktuasi tidak memberi pengaruh pada interior intake.

Gambar 2.3 Shiphone Well Intake Sumber: Kawamura, 1991

b) Suspended intake

Memiliki karakteristik tersendiri yakni pipa hisap dibenamkan ke dalam sumber air tanpa menggunakan bangunan pelindung dan langsung tercampur dengan aliran sumber air.

Gambar 2.4 Suspended Intake

Sumber: Kawamura, 1991

c) Floating intake

(10)

Gambar 2.5 Floating Intake Sumber: Kawamura, 1991

3) Crib intake

Struktur intake dibuat terbenam di dasar sungai dengan kedalaman besar dari 3 meter dari permukaan air. Lokasi dipilih dengan resiko terkecil terhadap kemungkinan hanyut oleh arus sungai.

Gambar 2.6 Crib Intake Sumber: Kawamura, 1991

4) Direct intake

(11)

Gambar 2.7 Direct Intake Sumber: Kawamura, 1991

5) Sumur bor intake

Digunakan untuk bangunan penangkap dengan sumber air yang tidak terlalu dalam dan memiliki lapisan aquifer tanah. Biasa digunakan untuk bangunan penangkap air untuk air tanah.

Perencanaan intake harus mempertimbangkan (Al-Layla, 1978): a. Intake harus merupakan bangunan yang kuat yang tahan arus deras; b. Mempunyai berat sendiri yang cukup agar tidak hanyut;

c. Pada kanal navigasi (lalu lintas) ada tiang pancang sebagai pengaman; d. Pondasi harus cukup kuat sehingga tidak tergali oleh aliran air;

e. Perlu saringan terhadap benda-benda dan ikan kecil; f. Dapat memasukkan air yang cukup, sesuai kebutuhan;

g. Posisi inlet sedemikian rupa sehingga selalu dapat menerima air dengan kondisi musim apapun.

(12)

Elemen-elemen dari intake (Kawamura, 1991): a. Saringan;

b. Pipa atau saluran air baku; c. Katup pembuka dan penutup; d. Sumur pengumpul;

e. Foot valve;

f. Pipa hisap dan pipa penguras.

2. Sumur

Untuk membangun sumur, ada beberapa faktor yang diperhatikan (Kawamura, 1991):

a. Kondisi permukaan tanah; b. Jenis tanah;

c. Vegetasi pada permukaan; d. Topografi wilayah;

e. Kondisi air permukaan; f. Sumber-sumber pencemaran; g. Regulasi.

Secara umum sumur dapat diklasifikasikan atas: a. Sumur dangkal

Sarana air bersih menggunakan sumber air tanah dangkal dengan membuat sumur bor. Biasanya kedalaman dasar sumur mencapai 12-15 meter. Untuk mengangkat air dari sumur dangkal dapat digunakan pompa listrik jenis jet-pump. Pompa tangan adalah alat untuk menaikkan air dari dalam tanah (Darmasetiawan, 2004).

b. Sumur dalam

Sumur Air Tanah Dalam (SATD) adalah sarana penyediaan air bersih berupa sumur dalam yang dibuat dengan membor tanah pada kedalaman muka air minimal 7 meter dari permukaan tanah. Kedalaman dasar pada umumnya lebih dari 30 meter sehingga diperoleh air sesuai dengan yang diinginkan (Darmasetiawan, 2004).

(13)

a. Sumur gali

Merupakan tipe sumur yang paling tua. Secara tradisional, sumur gali dibangun dengan menggali secara manual dengan perkakas tangan. Umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu. Kedalaman sumur gali biasanya berkisar antara 5 sampai 15 meter, tergantung dari kedalam air tanah. Diameter berkisar antara 1 sampai 5 meter dan dapat juga berfungsi sebagai bak pengumpul. Untuk memenuhi syarat kesehatan, sumur gali perlu dipasang tutup dan dihindari dari masuknya kontaminasidari luar (SNI 03-2916-1992).

Gambar 2.9 Sketsa Sumur Gali Sumber: SNI 03-2916-1992 b. Drived well

Merupakan metode yang paling sederhana untuk mengambil air tanah dangkal. Dalam konstruksinya driven well menggunakan alat putar yang dilengkapi dengan kerekan dan tripod. Dari titik pemutaran dimasukan pipa baja dengan diameter lebih 50 mm. Untuk mengangkat air dari tanah dipasang pompa tangan atau pompa mekanik. Sebaiknya dilengkapi dengan drainase yang baik disekitar sumur (Karen J. Dawson, 1991).

(14)

Menggunakan gurdi tangan maupun gurdi mesin dalam konstruksinya. Lapisan tanah yang yang akan dibor harus padat agar tidak terjadi pengikisan saat konstruksi. Dinding sumur atau casing dipasang setelah gurdi mencapai air tanah. Umumnya diameter boredwell berkisar antara 250 sampai 600 mm (Karen J. Dawson, 1991).

Gambar 2.11 Sketsa Bored Well Sumber: Suriawiria, 1991 d. Drilled well

Biasanya dibangun untuk sumur dengan kedalaman dan kapasitas yang tinggi. Menggunakan alat drill dengan dimeter sumur berkisar antara 150 mm hingga 1000 mm. Umumnya konstruksi dipengaruhi oleh kondisi daerah tempat akan dibangunnya sumur.

(15)

2.3 Unit Pengolahan Air Minum

2.3.1 Lokasi Instalasi Pengolahan Air Minum

Lokasi instalasi pengolahan air minum akan mempengaruhi sistem distribusi dari penyediaan air minum. Lokasi yang baik adalah lokasi yang dapat memanfaatkan ketinggian tempat sebagai energi untuk mengalirkan air. Penentuan lokasi instalasi pengolahan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

1. Topografi wilayah perencanaan; 2. Kondisi geologi;

3. Kondisi sanitasi lingkungan;

4. Aman dari bencana alam seperti banjir dan gempa bumi; 5. Merupakan lokasi yang memiliki akses yang baik; 6. Jarak antara daerah pelayanan dengan intake.

Daerah dengan kemiringan 2-3 % merupakan lokasi yang baik karena dapat menyediakan head yang cukup untuk proses pengolahan sehingga tidak diperlukan pemompaan.

2.3.2 Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum

Pemilihan unit-unit pengolahan yang akan dipakai dalam instalasi pengolahan air minum tidak hanya tergantung pada kualitas air baku yang akan diolah tetapi harus dipertimbangkan pula dari segi teknis dan ekonomis.

1. Segi teknis

Beberapa pertimbangan dari segi teknis antara lain:

a. Efisiensi unit-unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang akan diturunkan;

b. Fleksibilitas sistem pengolahan terhadap kualitas air yang berfluktuasi; c. Kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang

panjang;

d. Kemudahan konstruksi.

2. Segi ekonomis

Beberapa pertimbangan dari segi ekonomis antara lain:

(16)

b. Luas lahan yang dibutuhkan;

c. Optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter kualitas air yang hendak diturunkan.

Menurut Kawamura (1991), pengolahan air minum terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

1. Metode conventional complete

Metode ini merupakan pengolahan air minum yang melibatkan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.

Gambar 2.13 Flow Chart Metode Conventional Complete Sumber: Kawamura, 1991

2. Direct filtration

Metode ini melibatkan proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi. Clarifier digunakan setelah filtrasi dan supernatan disirkulasi menuju proses flokulasi.

Gambar 2.14 Flow Chart Metode Direct Filtration Sumber: Kawamura, 1991

(17)

Metode ini sama dengan Direct Filtration tetapi supernatan dari clarifier disirkulasi ke bagian koagulasi.

(18)

Modifikasi dari ketiga metode tersebut adalah High-level Complete dan Two Stage Filtration. Penerapan metode pengolahan tergantung pada kualitas air baku dan ini diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum

Parameter ConventionalComplete Two-StageFiltration FiltrationDirect FiltrationIn-Line

Turbiditas (NTU) <5000 <50 <15 <5

Warna (semu) <3000 <50 <20 <15

Coliform (#/mL) <107 <105 <103 <103

Alga (ASU/ml) <105 <5 x 103 <5 x 102 <102 Asbestos Fiber (#/mL) <1010 <108 <107 <107

Rasa dan bau (TON) <30 <10 <3 <3

Sumbe : Kawamura, 1990

Ada tiga tahapan proses untuk menghilangkan parameter pencemar dalam air yaitu:

1. Pra pengolahan

Pra pengolahan merupakan pengolahan air baku sebelum air baku diolah pada unit-unit pengolahan utama yang umum digunakan seperti koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi yang terjadi pada akhir pengolahan. Pra pengolahan diutamakan untuk menurunkan parameter tertentu yang dapat mengganggu proses pada pengolahan utama. Screening, pre-klorinasi, prasedimentasi dan aerasi merupakan unit-unit pra pengolahan.

2. Pengolahan utama

Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan untuk mengolah air baku untuk air minum seperti penurunan kesadahan, koagulasi dan flokulasi yang diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.

3. Pengolahan khusus

(19)

Cl

Tujuan dari pengolahan air baku adalah untuk (Al Layla, 1978): 1. Mencapai kondisi fisik dan estetika tertentu;

2. Dengan menghilangkan rasa, bau, warna/kekeruhan yang tidak dikehendaki; 3. Pemakaian dalam industri yang memerlukan persyaratan khusus dan spesifik

seperti penurunan kesadahan air untuk pengisi ketel uap dan penurunan konsentrasi Fe, Mn dalam air untuk pengunaan dalam industri tekstil;

Jenis-jenis pengolahan air baku: 1. Pengolahan lengkap

Yaitu pengolahan yang mencakup pengolahan secara kimia, fisika dan biologi/ bakteriologis. Salah satu contoh skema dari pengolahan lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut:

Gambar 2.16 Tipikal Unit-unit Pengolahan Lengkap Air minum Sumber: Al-layla, 1978

2. Pengolahan Tidak Lengkap

Yaitu pengolahan yang terdiri dari satu atau dua unit pengolahan misalnya pengolahan fisika saja, pengolahan kimia saja atau pengolahan fisika biologi,. Salah satu contoh skema dari pengolahan tidak lengkap, dapat dilihat pada Gambar 2.17:

Gambar 2.17 Tipikal Unit-unit Pengolahan Tidak Lengkap Air minum Sumber: Al-layla, 1978

Keterangan:

PS = Prasedimentasi SPL = Saringan Pasir Lambat

K = Koagulasi D = Desinfeksi

F = Flokulasi S = Sedimentasi

Cl = Klorin

(20)

Tabel 2.2 Unit-unit Pengolahan dan Fungsinya

Unit Pengolahan Fungsi

Transfer gas Menyisihkan/menambah gas seperti oksigen dan karbon dioksida. Screen Untuk menyisihkan floating maattrg (benda-benda kasar).

Brouncapturing Untuk menangkap aliran air dari mata air.

Prasedimentasi Menyisihkan zat-zat tersuspensi yang menyebabkan air memiliki kekeruhan yang tinggi.

Koagulasi & flokulasi Membantu partikel-partikel yang lebih kecil yang terbawa dari bak sedimentasi untuk membentuk flok sehingga dapat disisihkan dengan pengendapan pada bak sedimentasi.

Srttling/ sedimentasi

Bak srttling dengan waktu detensi yang singkat untuk penyisihan flk suspensi.

Filtrasi Untuk penyisihan partikel halus

Desinfeksi Untuk membunuh mikroorganisme patogen.

Reservoar Untuk Penyimpanan air, perata aliran dan pengatur tekanan.

Sumber: Al Layla, 1978

2.3.3.1 Pengolahan Fisik

Pengolahan fisik terdiri atas (Kawamura, 1991): 1. Prasedimentasi

Unit ini berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pengendapan secara gravitasi tanpa penambahan zat kimia karena partikel yang ada dalam suspensi tersebut bersifat diskrit (non flokulan). Tujuan pengendapannya adalah untuk menurunkan kekeruhan agar lebih mudah diolah dan mengurangi pemakaian zat kimia pada proses selanjutnya. Kecepatan mengendap partikel dipengaruhi oleh berat jenis dan diameter partikel dalam air baku. Proses ini menghasilkan lumpur. Waktu pengendapan (detention time) biasanya antara 4-8 jam dengan kecepatan  20-70 m/hari (2,31510-3 - 8,10210-4 m/dtk).

2. Sedimentasi

(21)

Tujuan Sedimentasi:

a. Mendapatkan effluent yang lebih jernih; b. Memisahkan pasir;

c. Memisahkan partikel material pada bak pengendapan; d. Memisahkan bioflok proses biologi;

e. Memisahkan chemical flok proses koagulasi dan flokulasi kimia; f. Mendapatkan concentrated sludge pada proses sludgethickeness.

Terdapat dua tipe dari unit sedimentasi, yaitu: a. Klarifikasi golongan I

Merupakan suatu unit tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit secara gravitasi, yaitu pengendapan dengan berat sendiri tanpa adanya penambahan zat kimia. Dimanfaatkan pada proses prasedimentasi. Tujuan pengendapannya adalah untuk menurunkan tingkat kekeruhan agar lebih mudah diolah dan mengurangi pemakaian zat kimia pada proses selanjutnya. Kecepatan mengendap partikel dipengaruhi oleh berat jenis dan diameter partikel dalam air baku.

b. Klarifikasi golongan II

(22)

3. Filtrasi

Didefinisikan sebagai proses pemisahan antara solid-liquid dengan melewatkan cairan melalui suatu media berpori atau material porus lainnya untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat terlarut. Terdapat beberapa jenis filtrasi, yaitu:

a. Saringan pasir cepat (rapid sand filter)

Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air minum dan industri, mudah terjadi clogging, sehingga diperlukan pencucian dengan menggunakan aliran yang berlawanan dengan arah penyaringan.

b. Saringan pasir lambat (slow sand filter)

Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air dengan tingkat kekeruhan kecil atau sama dengan 50 ppm, pencucian dapat dilakukan setelah beberapa minggu atau bulan, zat tersuspensi dan koloidal akan tertahan pada lapisan atas filter, clogging dapat diatasi dengan melakukan pengikisan pada bagian atas.

c. Filter Bertekanan

Klasifikasi filter berdasarkan media yang digunakan (Kawamura, 1991): 1. Media tunggal, mempunyai satu tipe media, biasanya pasir atau antrasit; 2. Media ganda, terdiri dari dua media yaitu pasir dan antrasit;

3. Multi media, terdiri atas beberapa media yaitu pasir, kerikil dan antrasit.

Kehilangan tekanan pada saat operasi:

1. Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga (kerikil)

Persamaan Carman-Kozeny untuk aplikasi saingan pasir lambat (filter

(23)

Persamaan rose untuk porositas yang beragam diaplikasikan untuk saringan

d = Diameter geometri (m)

Persamaan untuk mencari nilai CD untuk NRe < 1 adalah:

C

D

=

24

N

NRe = Bilangan Reynolds

2. Kehilangan tekanan pada underdrain Persamaan yang digunakan:

Q = Debit pengolahan (m3/det)

C = Koefisien orifice ≈ 0,65 A = Luas orifice (m2)

(24)

Persamaan yang digunakan:

Dimana: Hf = Kehilangan tekanan pada pasir (m) Hg = Kehilangan tekanan pada kerikil (m) Hu = Kehilangan tekanan pada underdrain (m) L = Tebal media (m)

ε = Porositas ρs = Density relatif

ρ = Density air

Lg = Tebal lapisan kerikil (m)

vb = Kecepatan backwash pada kerikil (m/menit)

vt = Kecepatan backwash pada pasir (m/menit)

g = Gaya gravitasi (m/det2)

2.3.3.2 Pengolahan Kimia

1. Koagulasi

Koagulasi adalah proses stabilisasi partikel-partikel koloid. Pengadukan cepat merupakan bagian dari koagulasi, yang bertujuan untuk mempercepat dan meratakan zat-zat kimia yang digunakan untuk pengolahan air. Proses koagulasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu:

(25)

b. Penambahan absorban, serentak pada permukaan sebagai usaha untuk meningkatkan daya atraksi inter-molekuler guna mendapatkan aglomerasi yang kuat.

Tabel 2.3 Jenis-Jenis Koagulan

Nama Komposisi

Aluminium Sulfate Al2(SO4)3.18 H2O

Sodium Aluminate Na3AlO3

Ferrous Sulfate FeSO4.7H2O

Ferric Sulfate Fe2(SO4)3

Ferric Chloride FeCl3

Chlorinated Coppears FeCl2Fe(SO4)3

Sumber: Benny Chatib, 1991

Dalam merancang unit koagulasi ini didasarkan pada nilai Gradien hidrolis (G) dan waktu detensinya (td). Persamaan umum yang digunakan untuk mencari

µ = Viskositas dinamik (kg/m.det) C = Volume air yang akan diolah (m3)

Untuk pengadukan pada proses koagulasi ini dapat dilakukan dengan cara hidrolis, mekanis dan pneumatis.

a. Hidrolis

Pengadukan secara hidrolis dilakukan dengan memanfaatkan pengaliran air, seperti terjunan, saluran pipa dan baffle chanel. Persamaan yang digunakan pada proses ini adalah:

P

=

ρ

.

g

.

h

.

Q

……….………...………...…

(2.12)

(26)

G

=

ρ

.

μ

g

.

.

C

h

.

Q

=

ρ

μ

.

g

. td

.

h

=

v

g

. td

.

h

………….……...………...…... (2.13)

Dimana: G = Gradien kecepatan (det-1)

P = Daya (kg m2/det3)

µ = Viskositas dinamik (kg/m det) ρ = Berat jenis air (kg/m3)

h = Headloss (m)

C = Volume air yang akan diolah (m3)

Q = Debit (m3/det)

v = Viskositas kinematik (m2/det)

td = Waktu detensi (det)

Perhitungan headloss pada terjunan air digunakan persamaan:

h

=

v

2

2 .

g

………...……….………...

(2.14)

Dimana: h = Headloss (m)

v = Kecepatan aliran air (m/det) g = Kecepatan gravitasi (m/det2)

Pada saluran pipa digunakan persamaan:

h

f

=

f

L

.

v

2

D

. 2g

.………..……..………..…………...……..

(2.15)

Dimana: hf = Kehilangan tinggi tekan (m)

L = Panjang pipa (m) D = Diameter pipa (m)

f = Faktor gesekan pipa

v = Kecepatan aliran air (m/det) g = Kecepatan gravitasi (m/det2)

Pada Baffle Channel digunakan persamaan:

n

=

k

v

2

2g

……….………...

(2.16)

Dimana: n = Jumlah baffle

k = Konstanta

(27)

g = Kecepatan gravitasi (m/det2)

b. Mekanis

Pengadukan secara mekanis ini dapat dilakukan dengan menggunakan paddle, turbin atau propeller. Persamaan yang digunakan untuk menghtiung daya

CD = Koefisien kekasaran

A = Luas area paddle (m2)

v = Kecepatan relatif paddle terhadap air (m/det) ρ = Berat jenis air (kg/m3)

µ = Viskositas dinamik (kg/m.det) vi = Kecepatan paddle (m/det)

va= Kecepatan air(m/det)

c. Pneumatis

(28)

Qa = Debit udara yang disuplai (m3/det)

h = Headloss (m)

2. Flokulasi

Didefinisikan sebagai proses penggabungan flok-flok hasil koagulasi dengan pengadukan lambat sehingga dapat menghasilkan flok-flok besar untuk diendapkan. Proses ini akan menghasilkan endapan lumpur, untuk itu harus disediakan ruang lumpur pada tiap-tiap kompartemennya. Pada unit ini, seperti halnya dengan unit pengadukan cepat intensitas pengadukan juga ditentukan oleh nilai G yang nilainya jauh lebih kecil dan waktu detensi.

Gambar 2.18 Sketsa Unit Flokulasi Sumber: Al Layla, 1978

2.3.3.3 Pengolahan Biologi

Pengolahan biologi dalam pengolahan air minum adalah desinfeksi. Desinfeksi merupakan suatu proses yang menggunakan zat kimia yang berfungsi untuk membunuh mikroorganisme patogen. Pada unit ini digunakan klorin karena selain efektif untuk membunuh mikroorganisme patogen juga murah dan banyak tersedia dipasaran selain itu juga menghasilkan residu yang penting agar selama diperjalanan ke konsumen air tersebut terbebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan, sehingga air hasil pengolahan tetap aman sebagai sumber air minum. Reaksi desinfeksi ini dipengaruhi oleh: temperatur, aliran air, kualitas air dan waktu kontak (Kawamura, 1991).

(29)

1. Prechlorinasi, yaitu klorin ditambahkan langsung pada air baku, tujuan adalah untuk mengurangi bakteri yang akan melewati filter sehingga beban filter dapat dikurangi;

2. Dastchlorinasi, yaitu klorin ditambahkan pada air hasil filtrasi, klorin dibubuhkan saat outlet;

3. Break point, yaitu penambahan klorin ketika terjadi titik break point dari residu klorin kombinasi menjadi klorin bebas.

Pembubuhan desinfektan (Kawamura, 1991):

1. Gas klor disuntikan langsung ke instalasi pengolahan air bersih, pembubuhan gas menggunakan peralatan tertentu yang memenuhi ketentuan yang berlaku; 2. Kaporit atau sodium hipoklorit dibubuhkan ke instalasi pengolahan air bersih

secara gravitasi atau mekanis.

Keperluan perlengkapan desinfeksi adalah sebagai berikut (Kawamura, 1991): 1. Pembubuhan gas klor

a. Peralatan gas klor disesuaikan minimal 2, lengkap dengan tabungnya; b. Tabung gas klor harus ditempatkan pada ruang khusus yang tertutup; c. Ruangan gas klor harus terdapat peralatan pengamanan terhadap

kebocoran gas klor;

d. Alat pengamanan adalah pendeteksi kebocoran gas klor dan sprinkler air otomatik atau manual;

e. Harus disediakan masker gas pada ruangan gas klor.

2. Bak kaporit

a. Bak dapat menampung larutan selama 8 sampai dengan 24 jam;

b. Diperlukan 2 buah bak yaitu bak pengaduk manual/mekanis dan bak pembubuh;

3. Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap kaporit.

Adapun kriteria Standar perencanaan untuk desinfektan (Ca(OCl)2) (Kawamura,

(30)

1. Diameter pipa penguras = (0,5-13) cm;

2. Cl sisa = (0,2-1,5) mg/L;

3. Waktu kontak = (10-15) menit;

4. Kecepatan = (0,3-6) m/det.

2.3.3.4 Pengolahan Khusus

Untuk penyisihan zat-zat kimia tertentu atau warna dan bau dari air, dapat digunakan metode sebagai berikut (Reynolds, 1982):

1. Adsorbsi

Merupakan suatu metode penyisihan zat kimia dengan cara menyerapkan zat kimia tersebut ke dalam permukann adsorben yang biasanya berupa padatan. Agar adsorbsi dapat berlangsung, maka komponen yang harus ada meliputi adsorbat (substansi yang akan diserap) dan adsorben (media penyerap).

Ada dua jenis absorbsi, yaitu: a. Adsorbsi fisika

Terjadi akibat gaya Van der Walls yakni jika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar dari gaya tarik subtansi terlarut dan larutan. Pada kondisi ini substansi terlarut akan diserap oleh permukaan media. Biasanya adsorbsi fisika memiliki gaya Van der Walls yang relatif kecil.

b. Adsorbsi kimia

Terjadi jika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media.

Fungsi adsorbsi antara lain:

a. Menyisihkan warna, bau, dan rasa; b. Menyisihkan gas polutan;

c. Melunakkan dan mendeionisasi air; d. Fraksinasi hidrokarbon;

e. Penjernihan secara farmasi.

(31)

Merupakan suatu metode penyisihan zat-zat kimia dengan mereaksikannya hingga terbentuk suatu senyawa tidak larut. Fungsi reaksi presipitasi pada pengolahan air minum adalah untuk penyisihan zat terlarut seperti besi, mangan, dan kesadahan.

3. Ion Exchange

Penukar ion adalah suatu unit proses yang terdiri dari reaksi kimia antara ion dalam fasa cair dengan ion dalam media padat tidak larut (resin). Penukar ion telah banyak digunakan dalam berbagai pengolahan air minum maupun air buangan (Kawamura, 1991).

Gambar 2.19 Proses Ion Exchange Sumber: Kawamura, 1991

4. Aerasi

Suatu unit operasi untuk memindahkan gas kedalam air. Air diberi waktu untuk berkontak dengan udara seluas-luasnya dengan tujuan untuk menaikkan kadar oksigen terlarut dan menurunkan kandungan CO2 (agresif),

menghilangkan H2S dan CH4 dan berbagai zat/senyawa organik yang mudah

mengendap. Untuk pengadukan pada proses aerasi ini dapat dilakukan dengan cara hidrolis, mekanis dan pneumatis (Kawamura, 1991).

4Fe(HCO3)2 + O2 + 2H20 4Fe(OH)3 + 8CO2

2MnSO4 + 2Ca(OH)2 + O2 2MnO2 + 2CaSO4 + 2H20

Aerasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a. Aerasi alami

Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan

(32)

untuk meningkatkan aerasi alami antara lain menggunakan cascade aerator, waterfalls, maupun cone tray aerator.

Gambar 2.20 Aerasi Alami Sumber: Yudha, 2011

b. Aerasi difusi

Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles).Hal ini tergantung dari jenis diffuser yang digunakan.

Gambar 2.21 Aerasi Secara Difusi Sumber: Yudha, 2011

c. Aerasi secara mekanik

Aerasi secaramekanikatau dikenal juga dengan istilah mechanical agitation menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air dengan udara.

(33)

2.4.1 Intake

Kriteria perencanaan untuk unit intake adalah: 1. Saringan bell mouth

Tabel 2.4 Kriteria Desain Saringan Bell Mouth

No

2. Diameter bukaan lubang (dbL) (6-12) mm

3. Ggoss magra/luas tltal saringan (Ag) 2 x luas efektif saringan

4. Saringan diletakkan 0,6-1 m dibawah muka airterendah

Sumber: Al-Layla, 1978

2. Bar screen

Tabel 2.5 Kriteria Desain Bar Screen

No

. Parameter Kriteria Desain

1. Jarak bukaan antar batang (b) (5,08-7,62) cm(0,0508-0,0762) m

2. Diameter batang (w) (0,5-0,75) inchi (1,270-1,905) cm (0,0127-0,01905) m 3. Kecepatan air melalui scgrrn < 0,6 m/det

Sumber: Kawamura, 1991

3. Pipa air baku

Tabel 2.6 Kriteria Desain Pipa Air Baku No

. Parameter Kriteria Desain

1. Menghindari erosi dan sedimentasi kecepatanair (0,6-1,5) m/det

Sumber: Kawamura, 1991

4. Pipa air hisap

Tabel 2.7 Kriteria Desain Pipa Air Hisap No

.

Paremeter Kriteria Desain

1. Kecepatan air di pipa hisap (1-1,5) m/det 2. Beda tinggi dari muka air minimum ke pusat plmpa  3,7 m

3. Jika muka air > dari muka air minimum, maka jarak pusat pompa ke muka air minimum< 4 m.

Sumber: Al-Layla, 1978

5. Sumur pengumpul

Tabel 2.8 Kriteria Desain Sumur Pengumpul No

.

(34)

No .

Paremeter Kriteria Desain

2. Tinggi (1-1,5) m

3. Tinggi foot mvalvr dari dasar sumur > 0,6 m

4. Kontruksi kedap air dan tebal dinding 20 cm atau lebih tebal 5. Kemiringan dasar sumur (1-2) %;

6. Punya berat yang cukup dan kuat terhadap tekanan dan gaya yang ada

Sumber: PERMEN PU, 2007

2.4.2 Sistem Transmisi

Kriteria standar perencanaan sistem transmisi (Al-layla, 1978) adalah:

1. Kecepatan air = (0,6-1,2) m/det;

2. Tekanan di dalam pipa = 1,8-2,8 kg/cm2;

3. Tekanan di dalam pipa untuk pemadam kebakaran = 4,2 kg/cm2;

4. Tekanan di dalam pipa untuk wilayah komersil = 5,3 kg/cm2;

5. Tebal tanah penutup untuk pipa di bawah jalan raya = min 90 cm; 6. Tebal tanah penutup untuk pipa di bawah trotoar = min 75 cm.

2.4.3 Aerasi

Kriteria standar perencanaan aerasi (Kawamura, 1991) adalah:

1. Kecepatan aliran = 0,6-3 m/det;

2. 1 mg O2 dapat menyisihkan 7 mg Fe (Kawamura,1991);

3. 1 mg O2 dapat menyisihkan 3,4 mg Mn (Kawamura,1991).

2.4.4 Filtrasi

Adapun kriteria standar perencanaan saringan pasir lambat (Kawamura, 1991***/ Darmasetiawan, 2004*, 1984/ Al-layla, 1978**/ Departemen PU, 2007/SNI 03-3981-1995) adalah:

Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga:

1. Jumlah filter = 0,25 Q0,5*

2. Luas Filter < 200 m2*

3. Effective size pasir (ES) = (0,4-1,0) mm*; 4. Effective size kerikil (ES) = (0,4-1,4) mm*;

5. Sphericity pasir (Φ) = 0,92*;

6. Sphericity kerikil (Φ) = 0,72*;

(35)

8. Porositas kerikil (ε) = 0,55*;

9. Kecepatan filtrasi = (0,1-0,4) m/jam**;

10. Tebal media pasir = (0,6-1) m**;

11. Tebal media kerikil = (0,15-0,3) m**;

12. Diameter kerikil = (3-60) mm;

13. Pencucian pasir = (2-6) bulan sekali***.

Kehilangan tekanan pada saat underdrain (Fair & geyer, 1968): 1. Rasio luas orifice dengan luas area filter = 0,5-0,2 %; 2. Rasio luas pipa lateral dengan luas orifice = (2-4) : 1; 3. Rasio luas manifold dengan luas lateral = (1,5-3) : 1;

4. Diameter orifice = (¼-¾) inchi;

5. Jarak orifice dengan manifold = (3-12) inchi;

6. Jarak antar orifice = (3-12) inchi.

2.4.5 Unit Kimia (Desinfeksi)

Kriteria Standar perencanaan untuk desinfektan (Ca(OCl)2) (Kawamura, 1991/

Schulz-Okun, 1984/ Al-layla, 1978) adalah: 1. Diameter pipa penguras = (0,5-13) cm;

2. Cl sisa = (0,2-1,5) mg/L;

3. Waktu kontak = (10-15) menit;

(36)

2.4.6 Reservoar

Kriteria desain untuk reservoar adalah:

Tabel 2.9 Kriteria Desain Reservoar

No. Parameter Kriteria Desain

1.

Pipa inlrt dan outlrt:

a. Plsisi dan jumlah inlrt ditentukan berdasarkan bentuk dan struktur tangki, sehingga tidak ada daerah yang tidak teraliri;

b. Pipa outlrt diletakkan minimal 10 cm di atas lantai bak atau pada permukaan air minimum;

c. Pipa lutlet dilengkapi dengan strainer yang berfungsi sebagai penyaring;

d. Pipa inlrt dan outlrt dilengkapi dengan gatr mvalvr.

2.

Ambang bebas dan dasar bak: a. Ambang bebas

b. Dasar bak

c. Kemiringan dasar bak

= minimal 30 cm dari permukaan air

= minimal 15 cm dari permukaan minimum

= 1/500 - 1/100.

3.

Kapasitas standar:

a. Untuk tipe ggound mgrsrgvoag

b. Untuk tipe rlrvatrd mgrsrgvoag

c. Ketinggian elevasi pada saat

Fungsi dari reservoar ini adalah (Al-layla,1978):

1. Pemerataan Aliran

Untuk menyeimbangkan aliran air yang masuk dan keluar.

2. Penyimpanan

Untuk menutupi kebutuhan saat terjadi gangguan, kebutuhan puncak dan kehilangan air.Penyimpanan harus sebanding dengan pemakaian.

3. Pengatur Tekanan

Muka air yang bebas di permukaan reservoar berfungsi untuk menghentikan gradien tekanan. Adanya reservoar ini akan dapat digunakan untuk membatasi tekanan di perpipaan.

Berdasarkan elevasinya reservoar dapat dibedakan menjadi (Al-layla,1978): 1. Ground Reservoar

(37)

2. Elevated Reservoar

Jika muka air daerah pelayanan lebih tinggi dan tekanan cukup. Elevated reservoar diletakkan pada posisi tanah yang tinggi atau sebagai menara air.

Penentuan kapasitas reservoar dipengaruhi pula oleh kebutuhan hidran pemadam kebakaran.Kebutuhan hidran kebakaran merupakan kebutuhan air untuk pemadam kebakaran.Kebutuhan air untuk cadangan kebakaran ini harus diperhitungkan dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air bersih, karena apabila terjadi kebakaran debit air untuk kebutuhan konsumen tidak mengalami gangguan. Kebutuhan air untuk cadangan pemadaman kebakaran ini dapat dihitung dengan persamaan (Al - Layla, 1978):

...……...…...………...(2.22) Dimana:

Q = Debit kebakaran (L/menit); P = Jumlah penduduk dalam ribuan.

Atau dengan persamaan ( Fair & Geyer, 1968):

...………...(2.23)

Dimana:

Q = Debit kebakaran (gallon/menit); P = Jumlah penduduk dalam ribuan. Atau (John R Freman):

………...………...………….…...(2.24)

Dimana:

Q = Debit kebakaran (gallon/menit); P = Jumlah penduduk dalam ribuan.

(38)

Dimana:

VR = Volume reservoar (m3)

P = Jumlah penduduk (dalam ribuan) Vkebakaran = L/menit

Kriteria Desain Reservoar (Kawamura, 1991):

1. Pipa inlet dan outlet

a. Posisi dan jumlah inlet ditentukan berdasarkan bentuk dan struktur tangki, sehingga tidak ada daerah yang mati;

b. Pipa outlet diletakkan minimal 10 cm di atas lantai bak atau pada permukaan air minimum;

c. Pipa outlet dilengkapi dengan strainer yang berfungsi sebagai penyaring; d. Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve.

2. Ambang bebas dan dasar bak

a. Ambang bebas minimal 30 cm dari permukaan air; b. Dasar bak minimal 15 cm dari permukaan minimum; c. Kemiringan dasar bak 1/500 – 1/100.

3. Pipa peluap dan penguras

a. Pipa ini mempunyai diameter yang mampu mengalirkan debit maksimum secara gravitasi;

b. Pipa penguras dilengkapi dengan gate valve.

4. Ventilasi dan manhole

a. Reservoar harus dilengkapi dengan ventilasi dan manhole serta alat ukur tinggi muka air;

b. Ventilasi harus mampu memberikan sirkulasi udara sesuai dengan volume;

c. Ukuran manhole harus cukup besar untuk memudahkan petugas masuk;

d. Konstruksinya harus kedap air.

5. Kapasitas standar

(39)

b. Untuk tipe elevated reservoar, kapasitasnya: (300, 500 dan 750) m3;

c. Ketinggian pada saat muka air minimum adalah (20-25) m dari pintu tanah.

2.4.7 Pompa

Pompa ini dikelompokkan atas 3 jenis:

1. Jenis putar, seperti; pompa sentrifugal, mixed

flow axial, dan regeneratif;

2. Jenis langkah positif, seperti: pompa torak,

pompa sudut, dan pompa tangan;

3. Jenis khusus, seperti: pompa vortex, gelembung

uap, dan pompa jet.

Jenis pompa yang paling banyak digunakan adalah pompa jenis putar, karena: 1. Ukurannya kecil dan ringan;

2. Dapat memompa terus menerus; 3. Bekerja tanpa gejolak;

4. Konstruksi sederhana dan mudah dioperasikan.

Jenis-jenis pompa putar (Morimura, 1993): 1. Pompa Sentrifugal

a. Komponen utama; impeller dan rumah pompa;

b. Pompa dengan impeller tunggal disebut dengan pompa tingkat tunggal (single stage);

(40)

Gambar 2.22 Pompa Sentrifugal Sumber: Darmasetiawan, 2004

2. Pompa Diffuser atau Pompa Turbin

Mempunyai diffusser atau sudut-sudut pengarah terpasang pada rumahnya yang berfungsi untuk mengarahkan aliran air keluar dari impeller. Pompa jenis ini juga mengenal tingkat tunggal maupun tingkat banyak, pompa ini ada 2 jenis:

a. Pompa Turbin untuk sumur (bore hole pump)

Dulu digunakan untuk sumur dalam tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi, karena sudah ada pompa dengan motor listrik yang dapat dibenamkan ke dalam air.

b. Pompa Submersibel

Motor listrik pompa jenis ini terpasang langsung pada rumah pompa dan merupakan konstruksi yang terpadu. Penyambungan ke atas hanya dengan pipa keluar dan kabel penghantar daya listrik.

Gambar 2.23 Pompa Submersible Sumber: Darmasetiawan, 2004

1. Perhitungan Head Pompa

Perhitungan tinggi angkat total (Ht) dapat digunakan persamaan berikut:

(41)

Hs, Hfs, Hms

Ht Hd,

Hfd, Hmd dimana: Ht = Tinggi angkat total (m)

Hd = Tinggi tekan (m)

Hfd = Kerugian gesekan sepanjang pipa (m) Hmd = Kerugian gesek pada peralatan pipa (m) Hs = Tinggi isap (m)

Hfs = Kerugian gesekan sepanjang pipa (m) Hms = Kerugian gesek pada peralatan pipa (m)

Gambar 2.24 Skema Tinggi Angkat Pompa Sumber: Al-Layla, 1978

2. Daya Pompa

Persamaan:

P

=

0,163 .

Q

. Ht .

γ

……….……...………….………...

(2.28)

ηp

=

P

Pporos

………...……….………… (2.29)

Pm

=

Pporos

ηp . ηk

(

1

+

A

)

………...……… (2.30)

Pm

=

Pporos

ηm

……….………...………. (2.31)

(42)

Ht = Tinggi angkat total (m) ﻻ = Berat spesifik air (kg/l) Pm = Daya motor (Kwatt)

A = Faktor jenis motor (0,1-0,25) ηp = Efisiensi pompa

(43)

2.5 Standar Baku Mutu 2.5.1 Standar Air Baku

Standar air baku yang digunakan di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang ditetapkan pada tanggal 14 Desember 2001. Spesifikasi standar baku mutu air minum ini dapat dilihat pada lampiran B. Berdasarkan PP ini, air dibagi menjadi 4 kelas yaitu:

1. Kelas 1: Air sebagai air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas 2: Air untuk prasarana/sarana rekreasi air, pemudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan, pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas 3: Air untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas 4: Air untuk pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut.

2.5.2 Standar Air Minum

(44)

1. Tingkat Internasional

a. Millenium Development Goals (MDG’s), pelayanan air bersih untuk wilayah pekotaan sebanyak 80% dan 60% untuk wilayah pedesaan. Pada saat ini PDAM Kota Padang baru bisa menyediakan 66% air bersih untuk wilayah kota dan 50% untuk wilayah desa (Khairani, 2009).

b. Protokol Kyoto.

2. Tingkat Nasional

a. PP No 16 tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum menyatakan bahwa pemerintah harus memenuhi kebutuhan air minum masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan. Pemenuhan kebutuhan pelayanan sanitasi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan dan menjamin terselenggaranya keberlanjutan pengembangan SPAM di wilayahnya. b. Peraturan Menteri PU tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM

Nomor 18/PRT/M/2007.

c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/Menkes/VI/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

3. Tingkat Regional

Gambar

Gambar 2.1 Tower Intake
Gambar 2.4 Suspended Intake
Gambar 2.5 Floating IntakeSumber: Kawamura, 1991
Gambar 2.7 Direct Intake
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ransum dengan menyusun sendiri dapat meningkatkan manfaat dari produk hasilpertanian lokal jagung dan jahe serta dapat menekan biaya pakan ayam kampung.Hasilceramah, pelatihan

Pada saat truk keluar menuju gate RFID reader akan kembali membaca ID truk, dan system akan mem-validasi apabila truk tersebut belum mengembalikan pallet atau membawa pallet

Kuliah pengajaran mikro (micro teaching) adalah mata kuliah wajib yang dilaksananakan sebelum mahasiswa PPL diterjunkan. Micro teaching bertujuan untuk melatih dan

Penelitian ini membuat sebuah sistem untuk mengidentifikasi citra daging sapi dan babi serta daging oplosan dengan ekstraksi ciri warna HSV (Hue, Saturation, Value)dan

Kriteria penilaian sungai diperoleh dengan 3 kategori berdasarkan penilaian fungsi rata-rata aspek yaitu BAIK dengan rata-rata fungsi 80% - 100%, CUKUP dengan

brevispora hanya mampu mendegradasi 30% DDT selama 21 hari masa inkubasi [7], dimana hasil ini relatif rendah dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga perlu

Penerapan hasil belajar Sanitasi Hygiene dalam praktikum Pengolahan Makanan Kontinental berkaitan dengan kemampuan kognitif meliputi pengetahuan peserta didik

4 Directly issued capital subject to phase out from CET1 (only applicable to non-joint stock companies) Modal yang termasuk phase out dari CET1 N/A 5 Common share capital issued