• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

INDUSTRI TEKSTIL

]]]]

O l e h

:

BOVI RAHADIYAN ADITA C

0752010028

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JATIM

SURABAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Tekstil ini dengan baik.

Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana.

Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat terselesaikan dengan lancar.

2. Dr. Ir. Edi Mulyadi SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur .

(3)

5. Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen mata kuliah PBPAB dan selaku Dosen Pembimbing tugas PBPAB yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas perencanaan ini sehingga dapat selesai dengan baik.

6. Firra Rossariawari, ST, selaku dosen mata kuliah PBPAB.

7. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta support yang tidak pernah habis buat saya.

8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2007 yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya tugas ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, Januari 2011

(4)

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 4

1.3 Ruang Lingkup ... 4

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Limbah Industri ... 6

2.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan ... 13

2.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment) ... 13

2.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment) ... 18

2.2.2.1. Proses Fisik...18

2.2.2.2. Proses Kimia...22

2.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment) ... ..31

2.2.3.1. Proses Biologi Secara Aerobik...31

2.2.3.2. Proses Biologi Secara Anerobik...40

2.2.3.3. Proses Biologi Dengan Bio Film...46

(5)

2.2.4. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment) ... 53

2.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) ... 56

2.3 Persen Removal...60

2.4 Profil Hidrolis………65

BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Data Karakteristik Limbah ... 67

(6)

4.2.4. Bak Penampung...77

4.2.5. Pemompaan...77

4.2.6. Flotasi...77

4.2.7.BakNetralisasi...78

4.2.8.Bak Koagulasi...79

4.2.9.Bak Flokulasi...80

4.2.10. Bak Pengendap I...80

4.2.11. Activated Sludge.. ...81

4.2.12. Bak Pengendap II ( clarifier )... ...82

4.2.13.Sludge Drying Bed...82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN A

(7)

berakibat pada penurunan kualitas udara bersih akibat emisi dari hasil pembakaran bahan bakar. Pada penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan tanaman hias dalam menyerap karbon monoksida, penelitian ini menggunakan tanaman lidah mertua (Sansevieria sp), lili paris (Spider plant), dan sirih gading (Scindapsus

aureus). Gas pencemar yang dipaparkan tehadap tanaman uji merupakan

pencemar yang berasal dari asap kendaraan bermotor.

Dalam penelitian ini dilakukan pemaparan pada tanaman lidah mertua

(Sansevieria sp), lili paris (Spider plant,) dan sirih gading (Scindapsus aureus)

dengan variasi pemaparan gas buang selama 0,5 jam, 1 jam, dan 1,5 jam yang dilakukan pada rumah tanaman selama lima hari. Tanaman yang dipilih adalah jenis tanaman yang memiliki persentase penyisihan terbesar dalam penurunan gas CO. Dari hasil penelitian didapatkan tanaman lidah mertua (Sansevieria sp) dengan waktu pemaparan 1,5 jam pada waktu kontak hari ke 5 dapat menyerap 46,21 %, sedangkan lili paris (Spider plant) menyerap 41,47 % dan sirih gading

(Scindapsus aureus) menyerap 32,58 % gas karbon monoksida.

(8)

decrease in air quality due to emissions from fuel combustion. In this study aims to determine the ability of plants to absorb carbon monoxide, this study uses the lidah mertua (Sansevieria sp), lili paris (Spider plant), and sirih gading (Scindapsus aureus). Gaseous pollutants are presented tehadap test plants are pollutants derived from motor vehicle fumes.

In this study conducteted exposure to the plant lidah mertua (Sansevieria sp), lili paris (Spider plant,) dan sirih gading (Scindapsus aureus) with variaotions in the exhaust gas exposure during the 0,5 hour, 1 hour, and 1,5 hour conducted in house plants during for five days. The chosen plant are the plant kind which has higher percent remove of carbon monoxide gas. Result of the research shows that lidah mertua (Sansevieria sp) with exposure time 1,5 hours contact at day five can absorb 46,21 %, lili paris (Spider plant) while absorbing 41,47 %, and sirih gading (Scindapsus aureus) absorbs 32,58 % carbon monoxide gas.

(9)

1.1 Latar Belaka ng

Pembangunan di Negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju pembangunan ini menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat dielakkan

(inevitable) terhadap kualitas lingkungan, antara lain terjadinya degradasi kualitas

air. Dampak suatu kegiatan terhadap keseimbangan lingkungan memang merupakan suatu hal yang sulit dihilangkan sepenuhnya. Satu – satunya upaya yang dapat dilakukan adalah meminimumkan pengaruh yang mungkin muncul, melalui telaah – telaah komprehensif terhadap pengaruh suatu kegiatan, dengan beberapa parameter kualitas lingkungan.

Ciri – ciri dan agenda utama pembangunan berkelanjutan terutama Indonesia tidak lain adalah berupaya untuk mensinkronkan, mengintegrasikan, dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek lingkungan hidup. Pembangunan aspek ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek lingkungan hidup harus dipandang sebagai keterkaitan erat satu sama lain, sehingga unsur – unsur dari kesatuan yang saling terikat ini tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan lainnya.

(10)

penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengolahan sumber daya air secara seksama.

Selain menghasilkan produk, Industri Tekstil juga menghasilkan suatu buangan yang umumnya limbah cair. Bahan-bahan tersebut tidak dapat dibuang begitu saja tanpa melalui proses pengolahan, karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan. Industri Tekstil merupakan industri yang memproduksi jenis-jenis tekstil katun, tekstil wol dan tekstil sintetis. Produk – produk tekstil tersebut juga menghasilkan limbah seperti warna dan kekeruhan yang disebabkan adanya lemak dan minyak, selain itu juga mengandung kandungan pH, phenol, sulfida dan kandungan logam seperti krom (Cr) yang tinggi serta kandungan organic yang tinggi.

(11)

(waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment), hingga pembuangan limbah (disposal).

(12)

1.2. Mak sud Dan Tujuan 1.2.1 Mak sud

Maksud yang ingin dicapai dari tugas perencanaan ini adalah :

1. Menentukan dan merencanakan jenis pengolahan air buangan yang sesuai berdasarkan pertimbangan karakteristik air buangan dan hal – hal yang terkait di dalamnya termasuk lay out serta pengoperasianya.

2. Merancang diagram alir proses pengolahan, diharapkan dari keseluruhan bangunan, terjadi keterkaitan untuk memperoleh suatu kualitas air buangan yang sesuai standart baku mutu yang berlaku.

1.2.2. Tujuan

Tujuan dari pengolahan air buangan adalah untuk mengurangi bahan pencemar didalam buangan antara lain bahan organik maupun bahan anorganik. Karena itu perlu dibangun pengolahan air buangan supaya air buangan dapat dibuang ke badan air penerima sesuai dengan standart baku mutu (Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 45 tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair bagi industri/ kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur) yang diijinkan.

1.3 Ruang Lingk up

Ruang lingkup dari tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan Industri Tekstil ini meliputi :

(13)

3. Spesifikasi Bangunan Pengolahan Limbah 4. Perhitungan Bangunanan Pengolahan Limbah 5. Gambar Bangunan Pengolahan Limbah 6. Profil Hidrolis

(14)

2.1. Kar akter istik Limbah

Setiap industri mempunyai karakteristik yang berbeda, sesuai dengan produk yang dihasilkan. Demikian pula dengan industri tekstil mempunyai karakteristik limbah industri tekstil yang berbeda, menurut Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 limbah cair industri tekstil mempunyai karakteristik dan baku mutu antara lain :

a. BOD ( Biologycal Oxygen Demand )

BOD ( Biologycal Oxygen Demand ) adalah jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi zat – zat organic pada kondisi standar.

Kandungan BOD5 air buangan Industri Tekstil ini adalah 300

mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan BOD5 yang

diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 50 mg/l.

( Sakti A. Siregar, 2005 “Instalasi Pengolahan Air Limbah”, Kanisius,

Yogyakarta, hal 106 )

b. COD ( Chemical Oxygen Demand )

(15)

COD ( Chemical Oxygen Demand ) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organic dengan menggunakan oksidator kimia yang kuat ( potassium dikromat ). ( Syed R. Qasim, 1985, “Wastewater Treatment plant”, CBS College

Publishing, hal 39 )

c. Minyak dan Lemak

Kandungan Minyak dan Lemak air buangan Industri Pengilangan Minyak Bumi ini adalah 50 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan Minyak dan Lemak yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 20 mg/l.

1.) Minyak

Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air. Dalam arti sempit, kata 'minyak' biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau bahkan produk olahannya: minyak tanah (kerosene). Namun demikian, kata ini sebenarnya berlaku luas, baik untuk minyak sebagai bagian dari diet makanan (misalnya minyak goreng), sebagai bahan bakar (misalnya minyak tanah), sebagai pelumas (misalnya minyak rem), sebagai medium pemindahan energi, maupun sebagai wangi-wangian (misalnya minyak nilam).

(16)

2.) Lemak

Lemak atau Lipid tidak sama dengan minyak. Orang menyebut lemak secara khusus bagi minyak nabati atau hewani yang berwujud padat pada suhu ruang. Lemak juga biasanya disebutkan kepada berbagai minyak yang dihasilkan oleh hewan, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair.

( www.wikipedia.org )

d. Sulfida ( H2S )

Kandungan H2S air buangan Industri Tekstil ini adalah 1,5 mg/l,

sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan H2S yang

diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 0,3 mg/l.

Hidrogen sulfida, H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun,

mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktifitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktifitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.

(17)

Gambar 2.1. Struktur Kimia H2S

( www.wikipedia.org )

e. Phenol

Kandungan Phenol air buangan Industri Tekstil ini adalah 5 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan Phenol yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 1 mg/l.

Senyawa fenol merupakan senyawa aromatik dengan satu atau beberapa gugus hidroksil yang terikat secara langsung pada cincin benzene. Senyawa ini mudah mengalami oksidasi. Kadar alami senyawa fenol diperairan sangat kecil. Keberadaan fenol di perairan mengakibatkan perubahan sifat organoleptik air, pada kadar yang melebihi baku mutu fenol bersifat toksik bagi ikan.

( Anggota IKAPI, 2003, “Telaah Kualitas Air”, Kanisius, Yogyakarta, hal

207 )

Gambar 2.2. Struktur Kimia Phenol

(18)

f. NH3-N ( Ammonia Total )

Kandungan Ammonia air buangan Industri Tekstil ini adalah 10 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan Ammonia yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 8 mg/l.

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya

senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).

Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.

( www.wikipedia.org )

Gambar 2.3. Struktur Kimia Ammonia

( www.wikipedia.org )

g. pH

Nilai pH air buangan Industri Tektil ini adalah 10, sedangkan baku mutu yang mengatur besar nilai pH yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 6 - 9.

(19)

Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman.

Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH didefinisikan dengan

pH = − log10[H + ]

Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah.

Selain mengunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan.

( www.wikipedia.org )

h. TSS ( Total Suspended Solid )

TSS ( Total Suspended Solid ) dalam air limbah seperti pasir, liat, dan bahan organic. TSS jika dibuang ke badan air akan meningkatkan kekeruhan dalam air dan jika berada didasar perairan akan mengganggu proses perkembangbiakan hewan – hewan air. Standart Baku Mutu TSS yang diijinkan adalah 50 mg/lt. TSS yang dihasilkan pada Industri Tekstil ini adalah sebesar 1000 mg/l.

( Syed R. Qasim, 1985, “Wastewater Treatment plant”, CBS College

(20)

i. Krom (Cr)

Besar kandungan Krom (Cr) air buangan Industri tekstil ini adalah 6 mg/l sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan Krom (Cr) yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 1 mg/l.

Krom (Cr) merupakan salah satu unsur logam yang dapat digunakan sebagai pewarna tekstil. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.

(sumber : Clifton Potter, M.Soeparwadi, Aulia Gani, “Enviromental

(21)

2.2. Bangunan Pengolahan Air Buangan

Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:

2.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)

Proses pengolahan yang dilakukan untuk membersihkan dan menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan selanjutnya. Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:

a) Scr eening

Screening biasanya terdiri-dari batang pararel, kawat atau grating, perforated plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau persegi empat.

Secara umum peralatan screen terbagi menjadi dua tipe yaitu screen kasar dan screen halus.

Dan cara pembersihannya ada dua cara yaitu secara manual dan mekanis. Perbedaan screen kasar dan halus adalah pada jauh dekatnya jarak antar bar screen.

Prinsip yang digunakan bahan padat kasar dihilangkan dengan sederet bahan baja yang diletakan dan dipasang melintang arah aliran.

Screen berfungsi untuk :

(22)

2. Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran pembawa.

3. Melindungi peralatan seperti pompa, valve dan peralatan lainnya.

Gambar 2.4. Screening (Metcalf&Eddy,317)

b) Comminutor

(23)

Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh aliran air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan dihaluskan dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong.

Comminutor dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat dibawah comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu dan di hilir.

Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan dan penggantian gigi pemotong.

(a)

(b)

(24)

c) Sumur Pengumpul dan Pompa

Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan kualitas limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Fungsi Pompa adalah sebagai alat pemindahan fluida melalui saluran terbuka / tertutup di dasarkan dengan adanya peningkatkan energi mekanika fluida. Tambahan energi ini akan meningkatkan kecepatan dan tekanan fluida. Pemompaan digunakan untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.

Tabel 2.1. Klasifikasi Pompa

KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa

Kinetik Centrifugal - Air limbah sebelum diolah - Penggunaan lumpur kedua - Pembuangan effluent

Peripheral - Limbah logam, pasir lumpur, air limbah kasar

(25)

Saluran Pembawa Screw Pump

Pipa inlet

KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa

Posite

Displacement

SCREW

- Pasir, pengolahan lumpur pertama dan kedua

- Pengolahan lumpur pertama dan kedua (permasalahan kimia)

Air Lift - Pasir, sirkulasi dan pembuangan lumpur kedua Pneumatic

Ejektor

- Instalasi pengolahan air limbah skala kecil

(26)

2.2.2. Pengolahan Per tama (Primary Treatment)

Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya mampu mereduksi BOD dan antara 30 – 40 % dan mereduksi TSS 50 – 65%. (

Syed R. Qasim, 1985, “Wastewater Treatment plant”, CBS College Publishing,

hal 52 )

2.2.2.1. Pr oses Fisik

Proses Fisik dengan unit pengolahan meliputi: a) Gr it Chamber

Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi yang berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan butiran kasar lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan. Penghilangan grit dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa akibat adanya endapan kasar didalam saluran. Outlet ini dapat berupa propotional weir atau phrshall flume. Pengendapan yang terjadi pada proses ini adalah secara gravitasi.

Ada dua jenis grit chambers :

1. Horizontal Flow Grit Chamber

(27)

Gambar 2.7. Horizontal Flow Grit Chamber (Rich,102)

2. Aerated Grit Chamber

Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana kecepatan melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang disuplai.

(a) (b)

Gambar 2.8. Aerated Grit Chamber dengan Aliran Spiral. (a) Denah, (b) Tampak

(28)

b) Bak Equalisasi

Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.

Gambar 2.9. Bak Equalisasi (Reynold,158)

c) Flotasi

Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan mekanisme pengapungan.

Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :

1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah dibanding berat jenis air limbah.

(29)

Untuk keperluan flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (±0,2 m3 udara) untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka proses flotasi akan semakin sempurna.

Gambar 2.10. Bak Flotasi (Rich,.115)

d) Bak Pengendap I

(30)

Gambar 2.11. Bak Pengendap Rectangular. (a) Denah, (b) Potongan

( Tom D. Reynold,249 )

2.2.2.2. Pr oses Kimia

Proses Kimia dengan unit pengolahan meliputi: a) Netr alisasi

(31)

Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam.

Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila : H+ = H- dan pH = 7

Larutan dikatakan basa bila : H+ < H- dan pH > 7

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair, seperti :

a. Pencampuran limbah.

b. Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.

c. Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.

d. Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.

e. Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.

f. Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.

g. Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.

Gambar 2.12.

Bak Netralisasi

(32)

b) Koagulasi – Flokulasi

Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya mengendap. Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan, hasil yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid, proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil. Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel yang sudah stabil hasil. Koagulasi berkumpul dan mengendap.

(33)

Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah: 1. Koagulan Alumunium Sulfat - Al2(SO4)3

Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi koagulan dan

konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6-8.

Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok

Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(HCO)3→ 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2

Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan reaksinya adalah :

(34)

Persamaan Reaksinya adalah

Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaSO 4 + 6CO2

(Reynold,176)

4. Koagulan Ferri Clorida

Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali dari Ferri Hidroksida

2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaSO 4 +6CO2

Atau 2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaCl 2

(Reynold,176)

Pada tahap Koagulasi, pengaduk yang digunakan biasa isebut Impellerr. Sedangkan jenis – jenis impeller ada 3, yaitu:

1. Turbine Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 30-50% dari diameter atau lebar bak koagulasi. Kecepatan putarannya 10-150 rpm.

(35)

2. Paddle Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 50-80% dari diameter atau lebar bak koagulasi, dan lebar paddle biasanya 1/6–1/10 dari diameternya. Kecepatan putarannya 20-150 rpm.

Gambar 2.15. Type – type Paddle Impeller (Reynold,186)

3. Propeller Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 1 atau 2 – 18 inchi. Kecepatan putarannya 400-1750 rpm.

(36)

Jenis-jenis flokulasi, yaitu: 1. Flokulasi mekanis

Hampir sama dengan Koagulasi menggunakan impeller sebagai pengaduk. Hanya saja alirannya lambat atau turbulen.

Gambar 2.17. Flokulasi Mekanis. (a) Dengan Paddle, (b) Dengan Turbine, (c)

Dengan Propeller (Rich, 69)

2. Flokulasi hidrolis

Flokulasi dengan gravitasi, ciri – ciri Flokulasi Hidrolis : a. Tidak peka terhadap perubahan kualitas air

b. Hidrolis dan parameter menyebabkan fungsi flokulasi menjadi lambat dan tidak bisa menyesuaikan

(37)

Macam – macam Flokulasi Hidrolis : 1. Baffle channel flocculator

Gambar 2.18. Horizontal

Flow Baffle Channel

(Sculzt&Okun, 109)

Gambar 2.19. Vertical

Flow Baffle Channel

(Sculzt&Okun, 110)

2. Gravel bed flocculator

(38)

3. Hidrolic jet flokulator

Gambar 2.21. Hidraulic Jet Floclator (Sculzt&Okun, 117)

3. Flokulasi pneumatis

(39)

2.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment)

Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta 40 - 90 % TSS. (Qasim,52)

2.2.3.1. Pr oses Biologi secara Aerobik Unit proses pengolahannya antara lain: a) Activated Sludge

Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,

sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge, yaitu:

1. Kovensional

Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan oksidasi bahan organic

(40)

2. Non Konvensional a) Step Aeration

- Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat dan mikroorganisme menurun menuju outlet.

- Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal. - Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek

Gambar 2.23. Step Aerasi (Reynold,.441)

b) Tapered Aeration

(41)

Gambar 2.24. Tapered Aeration (Reynold, hal.430)

b) Contact Stabilization

Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :

- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk memproses lumpur aktif.

- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik yang mengasorb ( proses stabilasi ).

Gambar 2.25. Contact Stabilization (Reynold,.442)

c) Pure Oxigen

(42)

Gambar 2.26. Pure Oxygen (Reynold, 449)

d) High Rate Aeration

Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.

Gambar 2.27. High Rate Aeration

e) Extended Aeration

Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention (td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih sedikit.

influent

Secondary clarifier

reaktor

Effluent

Sludge return

(43)

Gambar 2.28. Extended Aeration (Reynold, 444)

e) Oxydation Ditch

Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis, kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.

Gambar 2.29. Oxydation Ditch (Reynold, 444)

b) Aer obic Lagoon

(44)

Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae dalam kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan aerobik lagoon, yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi algae, pada kedalaman lagoon sekitar 15 – 45 cm.

Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau stabilisation lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen yang dihasilkan, kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil terbaik, lagoon diaduk secara periodik dengan pompa atau surface aeration.

Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam air dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air. Proses reaksi fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis sebagai berikut:

Photosintesis:

CO2 + 2H2O + cahaya matahari → CH2O + O2 + H2O

(45)

Respirasi

CH2O + O2→ CO2 + 2H2O

Gambar 2.30. Aerobic Lagoon (Archeivala,hal.178)

c) Aer ated Lagoon

(46)

Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti dengan kolam pengendapan yang besar.

Gambar 2.31. Aerated Lagoon (Archeivala,hal.195)

d) Kolam Fakultatif

Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5 meter. Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona aerobik di bagian atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona anaerobik di bagian bawah atau dasar kolam. Proses penurunan BOD atau organik COD terjadi karena adanya aktivitas reaksi simbiosis antara algae dan bakteri.

Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis pada siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi terjadi pada siang hari.

(47)

juga dimungkinkan terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang dihasilkan oleh bakteri

akan digunakan oleh algae sebagai sumber karbon pada proses fotosintesis.

Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini disebabkan berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke lapisan ini. Kondisi yang ada adalah antara aerobik dan anaerobik.

Pada siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung anaerobik sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan dinamakan bakteri fakultatif.

Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme yang mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi dekomposisi zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2, NH3, H2S, dan CH4.

Proses denitrifikasi juga dimungkinkan terjadi di zona ini.

(48)

2.2.3.2. Pr oses Biologi secara An Aer obik

a) UASB (Up Flow An Aer obic Sludge Blank et)

Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang berbentuk butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui dasar bak secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan tetap berada atau tertahan dalam reaktor.

Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor. Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3 m/jam. Untuk mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik puncak (debit puncak) kecepatan dapat mencapai antara 2 – 6 m/jam

Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya densitas butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor dan kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor.

Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gas-solid-liquid separator yang ditempatkan di bagian atas reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam separator tersebut dan sludge dikembalikan lagi ke reaktor.

(49)

reactor. Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air limbah juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid dapat menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi suspended solid pada sludge juga akan mempengaruhi proses air limbah yang mengandung protein atau lemak menyebabkan pembentukan busa.

Keuntungan :

- Kebutuhan energi rendah - Kebutuhan lahan sedikit - Biogas berguna

- Kebutuhan nutrien sedikit

- Sludge mudah diolah/dikeringkan - Tidak mengeluarkan bau dan kebisingan

- Mempunyai kemampuan terhadap fluktuasi dan intermitten load

Gambar 2.33. UASB

(50)

Gambar 2.34. (a) Proses di dalam UASB, (b) Reaktor UASB dengan Sedimentasi

dan Recycle Lumpur, (c) Reaktor UASB dengan Media yang menghasilkan

Biofilm. (Metcalf&Eddy,1006)

b) An Aer obic lagoon

Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter. Kondisi anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang tinggi sehingga terjadi deoksigenisasi, adanya lapisan scum (busa) pada permukaan air kolam berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari atmosfer. Pada kondisi ini bahan organik akan mengalami stabilisasi yang merupakan hasil kerja bakteri anaerobik thermophilik dengan proses digestion.

(51)

Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, hal ini dicapai dengan cara melakukan pemasangan pipa inlet di bagian dasar kolam menuju ke tengah kolam. Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam.

Bahan yang mudah mengapung seperti minyak, lemak dan zat padat yang ringan akan berada di bagian permukaan air dan biasanya menutupi seluruh permukaan air. Dengan demikian panas yang dihasilkan di seluruh kedalaman kolam dapat dipertahankan.

Pada tipe ini tidak diperlukan pemanasan, equalisasi, mixing, maupun sirkulasi lumpur. Keutamaan dari pengolahan jenis adalah mempunyai kemampuan mengolah dengan beban yang tinggi serta tahan terhadap perubahan debit dan kualitas air limbah (shock loading). Untuk mencegah terjadinya perembesan air limbah pada dinding dan dasar kolam dapat dipasang lapisan kedap air (misal: plastik, clay).

(52)

c) Fluidized Bed Reactor

Merupakan reaktor dengan media pasir yang dialiri air limbah dengan debit tertentu. Pada reaktor ini banyak biomassa menempel pada media yang berukuran kecil sebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti partikel media berada pada kondisi terekspansi [bergerak melayang- layang atau terfluidasi secara vertikal dengan aliran keatas (up flow)]. Besarnya kecepatan partikel dicapai dengan mengatur besarnya tingkat resirkulasi.

Ukuran dan densitas dari media merupakan penentu dari kestabilan sistem operasi dan ekonomis tidaknya reator. Dalam reaktor ini tidak ada injeksi oksigen sehingga reaktor dalam keadaan tertutup.

F luidiz ed B e d

R e c y c le P u m p

In flu en t

S a n d T rap E fflu e nt G a s

(53)

d) Fixed Bed Reactor

Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat menuju keatas (up flow) ataupun kebawah (down flow ) melalui suatu kolam yang terisi media pendukung. Permulaan media tersebut berfungsi untuk menempel mikroba dan menangkap flok yang tidak bisa menempel. Mikroba yang menempel bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air limbah .Pada saat awal prose perlu seeding dengan merendam media filter di dalam sptictank.

Suatu saat biofilm akan menempel sehingga terjadi clogging oleh karena itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon bed sudah jenuh maka carbon bed akan digantikan dengan yang baru

(54)

2.2.3.3. Pr oses Biologis dengan Bio Film a) Trick ling Filter

Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya diselimuti oleh lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan batua-batuan, pasir, granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari diameter 3/4 in sampai dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah proses biologis yang memerlukan oksigen (aerobik).

Cara kerja Tricling filter :

Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa yang berputar diatas suatu lahan dengan media filter, beban organik yang ada dalam limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh mikroorganisme yang menempel pada media filter. Bahan organik sebagai substrat yang terlarut dalam air limbah di absorbsi dalam biofilm antar lapisan berlendir.

Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal lapisan biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh maka oksigen tidak dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada permukaan media akan berad pada kondisi anaerobik.

(55)

Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar permukaan media mengalami fase endogenous atau kematian. Pada akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media, cairan yang masuk akan ikut melepas atau mencuci dan mendorong biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm baru akan segera tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut sloughing dan hal ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling filter tersebut.

Beban hidrolik memberikan kecepatan daya gerus biofilm sedangkan beban organik memberikan kecepatan daya dalam biofilm. Berdasarkan beban hidrolik dan organik maka dapat dikelompokan tipe trickling filter low rate dan high rate.

Trickling filter terdiri dari suatu bak dengan media permeable untuk pertumbuhan mikroorganisme. Filter media biasanya mempunyai ukuran diameter 25-100 mm, kedalaman filter berkisar 0,9-2,5m (rata-rata 1,8) media filter dapat mencapai 12 m yang disebut sebagai tower trickling filter.

(56)

Gambar 2.38. Trikling Filter

b) RBC (Rotating Biological Contr actor )

(57)

Keuntungan RBC :

1) Waktu kontak yang tidak terlalu lama, biasanya ≤ 1 jam karena luas permukaan besar.

2) Dapat mengolah air limbah pada kisaran kapasitas yang besar, dari ≤ 1000 gal/hari sampai ≥ 100.000 gal/hari.

3) Tidak diperlukan recycle.

4) Biomassa yang terlepas (sloughing) mudah dipisahkan dari air yang sudah diolah.

5) Biaya operasi cukup murah karena tidak diperlukan keahlian khusus untuk operatornya

(58)

2.2.3.4. Nitr ifikasi – Denitr ifikasi a) Nitr ifikasi

Nitrifikasi merupakan proses konvensi nitrogen ammonia menjadi nitrat. Nitrifikasi menjadi salah satu proses yang sangat penting untuk diperhatikan hal itu disebabkan karena :

− Air limbah yang banyak mengandung N organic cenderung merangsang pertumbuhan alga yang pada akhirnya akan menimbulkan eutrophikasi diperairan.

− Adanya nitrifikasi akan menyebabkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut (DO), disebabkan karena pada setiap tahap reaksi dalam nitrifikasi akan mengkonsumsi DO.

− NH4 juga bersifat tixic terhadap kehidupan air.

− NH4 juga mengkonsumsi dosis klorine yang berakibat naiknya kebutuhan

chlor untuk desinfektan.

Proses konveksi nitrogen ammonia menjadi nitrat melibatkan bakteri autrotrof. Bakteri ini adalah bakteri yang menggunakan sumber energi dari cahaya matahari (photoautrotrof).

Maupun dari hasil oksidasi bahan anorganik (chemoautrotrof). Sumber karbon berasal dari fiksasi karbondioksida. Bakteri autrotrof genus Nitrosomonas dan Nitrobacter adalah jenis bakteri yang memegang peran peting dalam proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang dilaksanakan oleh oraganisme autrotrof dan berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

1. Tahap nitritasi yaitu tahap oksidasi ion ammonia (NH4+) menjadi ion nitrit

(59)

2NH4 + 3O2 NITROSOMONAS 2NO2 + 2H2O + 4H+

2. Tahap nitrat yaitu tahap oksidasi ion nitrit menjadi nitrat NO3 dan dilakukan

oleh nitrobacter dengan reaksi :

2NO2- + O2 NITROSOMONAS 2NO2

-Proses nitrifikasi dapat diterapkan pada system Lumpur aktif (CFSTR). Atau plug flow dengan resirkulasi dan biofilm (trickling filter dan cakram biologis).

Dalam proses pengolahan Lumpur aktif dapat dilakukan secara terpisah dalam tangki yang berbeda maupun dalam satu tangki dengan proses kombinasi. Gambar berikut merupakan jenis pengolahan ammonia dengan nitrifikasi dengan cara Lumpur aktif :

Gambar 2.40. Nitrifikasi cara lumpur aktif

Penyisihan carbon-nitrifikasi Clarifier

a. single stage combination

Penyisihan C Clarifier nitrifikasi Clarifier

(60)

Dasar pemilihan antara system satu dengan satu tangki atau dua tangki aerasi biasanya dengan memperhatikan perbandingan BOD5/TKN, untuk :

- BOD5/TKN < 3, menggunakan system terpisah (two stage)

- BOD5/TKN > 5, menggunakan satu tangki (single stage)

b) Denitr ifikasi

Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen (N2) secara

biologi pada kondisi anoxic (tanpa oksigen). Bakteri yang bertanggungjawab dalam proses denitrifikasi adalah jenis heterotrof. Nitrit dan nitrat sebagai aseptor electron, sedangkan organic karbon sebagai donor electron.

Dalam air buangan rendah, biasanya ditambahkan methanol (CH3OH)

sebagai sumber karbon, sedangkan sumber energi diperoleh dari hasil reaksi anorganik.

Bakteri yang melakukan proses denitrifikasi meliputi : achromobacter,

Alcaligenes, Bacillus, Brevibacterium, F lavobacterium, Laccthobacterium dan

lainnya.

Ada dua tahap konveksi dalam proses denitrifikasi yaitu : - Tahap nitrat menjadi nitrit

- Tahap nitrit menjadi gas nitrogen

(61)

2.2.4. Pengolahan Ter sier (Tertiary Treatment)

Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan terdahulu, oleh karena itu pengolahan jenis ini akan digunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua, banyak zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah khusus diantaranya yang mengandung fenol, nitrogen, fosfat, bakteri patogen dan lainnya. Unit pengolahan tersier ini terdiri dari :

a) Car bon Aktif

Pengolahan air limbah dengan menggunakan karbon aktif biasanya digunakan sebagai proses kelanjutan dari pengolahan secara biologis. Organik terlarut yang ada dengan cara menyerap partikel yang berada dalam partikel juga bisa dihilangkan. Selain itu proses ini juga bisa menghilangkan bau, warna, rasa, bahan organik (fenol), merkuri dan lain-lain.

Gambar 2.41. Karbon Aktif

(62)

b) Ion Exchange

Untuk limbah cair yang bahan pencemarnya larut dan membentuk ion (bahan anorganik), pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan cara adsorbsi, karena ion-ion cenderung menjadi permukaan yang berbatasan dengan absorber, sehingga cara pengolahan yang dipilih untuk jenis tersebut adalah pertukaran ion (ion exchange) baik ion positif maupun ion negatif.

Secara garis besar prosesnya serupa dengan adsobsi yaitu dengan mengkontakkan limbah dengan bahan aktif penukaran ion yang siap memberi ion H+ atau OH- ke limbah dan menerima ion positif atau ion negatif dari limbah. Keadaan jenuh juga akan dialami oleh bahan aktif penukar ion, yang pemulihan keaktifanya dapat dilakukan melalui proses regenerasi. Limbah biasanya menggunakan proses ion exchange antara lain yang mengandung logam, misalnya Na2+, Ca2+, Cu, Ni, Cr, Mg2+, Fe, Co.

Gambar 2.42.

(63)

c) Secondar y Clar ifier

Fungsinya sama dengan Bak pengendap, tetapi clarifier biasanya di tempatkan setelah pengolahan kedua (pengolahan Biologis).

(64)

2.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)

Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan.

Sludge dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan karena :

a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel untuk menimbulkan bau.

b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi dari bahan organik.

c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% - 12% solid).

Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :

- Mereduksi kadar lumpur

- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk dan sebagai penguruk lahan yang sudah aman.

Unit pengolahan lumpur meliputi :

a) Sludge Thick ener

(65)

Tipe thickener yang digunakan adalah gravity thickener dan lumpur berasal dari bak pengendap I dan pengendap II. Pada sistem gravity thickener ini, lumpur diendapkan di dasar bak sludge thickener.

(66)

b) Sludge Digester

Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang dihasilkan dari proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik material yang bersifat lebih stabil berupa anorganik material sehingga lebih aman untuk dibuang.

Gambar 2.45. Sludge Digester

c) Sludge Dr ying Bed

(67)
(68)
(69)

Unit Pengolahan % Removal Sumber

(70)

Unit Pengolahan % Removal Sumber III. Secondar y Tr eatment

III.1. Aer ob

(71)

Unit Pengolahan % Removal Sumber - Oxydation Ditch 75 – 95 % BOD Reynold/Richard, Unit

Operations & Processes

(72)

Unit Pengolahan % Removal Sumber Operations & Processes in Env.Engineering, 2nd edition, hal 527

(73)

2.4. Pr ofil Hidrolis

Hal – hal yang perlu diperhatikanb sebelum membuat Profil Hidrolis, antara lain:

1. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan

Untuk membuat profil hidrolis perlu perhitungan kehilangan tekanan pada bangunan. Kehilangan tekanan akan mempengaruhi ketinggian muka air di dalam bangunan pengolahan. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan ada beberapa macam, yaitu:

a. Kehilangan tekanan pada saluran terbuka b. Kehilangan tekanan pada bak

c. Kehilangan tekanan pada pintu

d. Kehilangan tekanan pada weir, sekat, ambang dan sebagainya harus di hitung secara khusus.

2. Kehilangan tekanan pada perpipaan dan assesoris a. Kehilangan tekanan pada perpipaan b. Kehilangan tekanan pada assesoris c. Kehilangan tekanan pada pompa

d. Kehilangan tekanan pada alat pengukur flok 3. Tinggi muka air

(74)

Kehilangan tekanan bangunan (saluran terbuka dan tertutup) tinggi terjunan yang direncanakan ( jika ada ) akan berpengaruh pada perhitungan tinggi muka air. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara :

1. Menentukan tinggi muka air bangunan pengolahan yang paling akhir.

2. Tambahkan kehilangan tekanan antara clear well dengan bagunan sebelumnya pada ketinggian muka air di clear well.

3. Didapat tinggi muka air bangunan sebelum clear well demikian seterusnya sampai bangunan yang pertama sesudah intake.

(75)

3.1. DATA KARAKTERISTIK

Sumber air buangan dari Industri Tekstil ini mempunyai debit ( Q ) = 2500 m3 / hari. Sedangkan data kualitas air buangan yang dikeluarkan oleh industri tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Par ameter air buangan Industr i Tekstil yang har us diolah No. Par ameter Ka dar ( mg / liter )

1. BOD 1500

2. COD 3200

3. TSS 800

4. Minyak dan Lemak 20

5. pH 11

(76)

3.2. STANDART BAKU MUTU

Standart baku mutu limbah cair untuk limbah Industri Tekstil yang selanjutnya dikelola sesuai standart effluent tercantum pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industr i Tek til.

Minyak dan Lemak 3,6 SNI 06-6989.10-2004

Cr. total 1

pH 6 – 9 SNI 06-6989.11-2004

Sumber : Keputusan gubernur jawa timur No : 45 Tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair bagi industri atau kegiatan usaha lainnya di jawa timur.

3.3. DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN LIMBAH

(77)

Gambar 3.1. Diagr am Alir Pengolahan Limbah Industr i Tekstil

Recycle

Screen

Bak Penampung

Flotasi

Bak Pengendap I

Badan Air Activated Sludge Koagulasi - Flokulasi

Saluran Pembawa

Netralisasi

Bak Pengendap II

(78)

4.1. Ner aca Massa

Karakter istik Limbah Industr i Tekstil Debit ( Q ) = 2500 m3/hr

BOD = 1500 mg/l = 1,5 kg/m3 = 3.750 kg/hr COD = 3200 mg/l = 3,2 kg/m3 = 8000 kg/hr TSS = 800 mg/l = 0,8 kg/m3 = 2000 kg/hr Minyak dan Lemak = 20 mg/l = 0,02 kg/m3 = 50 kg/hr Cr total = 15 mg/l = 0,015 kg/m3 = 37,5 kg/hr

pH = 11

Standar Baku Mutu Industr i Tek stil

(79)

S a lu ra n

( Syed R. Qasim, WWTP Planing, Design, and Operation, hal 156)

(80)

B a k

( Cavaseno, Industrial Wastewater and solid Waste Enginering,

(81)
(82)

- BOD = 58 % - COD = 63 % - TSS = 33 % - Cr = 93 %

( Eckenfelder, Jr., Industrial Water Pollution Control, 3th edition,

hal 156 )

(Cavaseno, Industrial Wastewater and solid Waste Enginering, hal

(83)
(84)

4.2.1. Salur an pembawa menuju Scr een

- Termasuk saluran terbuka

- Dibuat 1 saluran, terbuat dari beton

- Debit (Q) = 2500 m3/ hr =0,029 m3/ dtk

4.2.3. Salur an pembawa menuju Bak Penampung

- Termasuk saluran terbuka

- Dibuat 1 saluran, terbuat dari beton

- Debit (Q) = 2500 m3/ hr = 0,029 m3/ dtk

- Panjang saluran (L) = 3 m

(85)

- Slope saluran (s) = 0,108 m/m

- Type ETA – N Low Pressure centrifugal Pumps

- Jenis pompa = AP 100.150.80

Menggunakan 2 pompa & 1 pompa cadangan

- Ø pipa suction & discharge = 0,1 m

- Daya pompa = 6 kw

4.2.6. Flotasi Bak flotasi

- Menggunakan 1 bak flotasi

- Waktu detensi (td) = 20 menit

- Ø pipa inlet = 0,1 m (Ø pipa discharge)

- Panjang (L) = 6 m

- Lebar (B) = 3 m

(86)

4.2.7. Bak Netralisasi

− Dimensi impeller bak netralisasi

• Tenaga motor pengaduk = 729,06 Watt

• Diameter Impeller (Di) = 0,4 m

− Pipa inlet

(87)

− Pipa outlet c. Stroke length setting = 4 d. Diaphragm diameter = 52 mm

(Data umum yang lainnya dapat dilihat pada halaman 15, tabel pompa Grundfos – dosing pump DM2).

(88)

- Ø bak = 0,3 m

- Menggunakan 2 bak pengendap I

- Berbentuk rectangular

- Bentuk saluran terbuka

(89)

- Pervorated wall Ø 34 cm

- jumlah perforated wall = 80 lubang

Zona outlet V- Notch

- Lebar v-notch (b) = 1 m

- Tinggi air diatas v-notch = 0,09 m Saluran pembawa = saluran outlet

- Lebar saluran total (B) = 0,5 m

- Kedalaman saluran (H) = 0,5 m

4.2.11. Activated sludge

- Menggunakan 1 bak aerasi

- Aktivated sludge tipe Proses Konvensional

(90)
(91)

- Kedalaman bed (h) = 2,452 m

- Ø pipa underdrain = 0,852 m

(92)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Bangunan Pengolahan limbah Industri Tekstil ini menggunakan bangunan pengolahan yaitu : Saluran Pembawa, Screen, Bak Penampung, Flotasi, Netralisasi, Koagulasi – Flokulasi, Bak Pengendap 1, Activated Sludge, dan Clarifier.

2. Pengolahan lumpur sisa pengolahan dengan Sludge Drying Bed.

3. Dari diagram alir bangunan yang dibuat, beberapa parameter dalam limbah Industri Tekstil dapat diturunkan hingga memenuhi standart baku mutu yang ada.

5.2 Sar an

1. Dalam perencanaan bangunan pengolahan air buanganseharusnya memperhatikan Karakteristik air limbah dan besar Debit air yang akan diolah sehingga bangunan yang akan dibuat mampu menurunkan pencemar secara optimal.

2. Luas Area untuk yang tersedia untuk IPAL juga harus diperhatikan sehinggan luas lahan mencukupi untuk pembangunan IPAL yang sudah direncanakan.

(93)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. www.wikipediaindonesia.org

Anonim. 2002. Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 45 Tahun tentang ”baku

mutu limbah cair bagi industri/ kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur”

Ar cheivala , S.J . 2000. “Wastewater Treatment for Pollution Control”. 2th Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.

Brown, C.J . “Ion Exchange”. Ontario: Canada

Cavaseno, V. 1987. “Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering”. McGraw-Hill, New York.

Chow, Ven Ten. ”Open Channel Hydraulics”. McGraw-Hill, Inc. New York Eck enfelder , W Wesley, J r . 2000. “Industrial Water pollution Control”. Third

Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New york.

Kawamur a, Susumu. 2000. “Integrated Design & Operation of Water

Treatment Facilities Second Edition”. John Wiley & Sons Inc : Canada

Metca lf and Eddy 2004. “Waste Water Engineering Treament Disposal

Reuse”. Fourth Edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St

Fransisco,Auckland.

Mor imur a, T. and Noer bambang, S.M. 2005. “Perancangan dan Pemeliharaan

Sistem Plambing”. Cetakan ke-9. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Okun, D.A. and Scultz 1968. ”Water and Wastewater Engineering”. Volume 2. Qasim, S.R. 1985. “Waste Water Treatment Plant Planning, Design and

(94)

Razif, M. 2002. “Pengolahan Air Minum”. Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya.

Reynolds, T.D and Richar ds. 1996. “Unit Operation and Processes in

Environmental Engineering”. Second Edition. PWS Publising

Company. Boston.

Spellman, F.R. 2003. “Handbook of Water and Wastewater Treatment Plants

Operations”. A CRC Press Company, New York.

Spellman, F.R. 2004. “Mathematics Manual for Water and Wastewater

Treatment Plants Operations”. A CRC Press Company, New York.

Sugihar to. 1987. ”Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah”. UI-PRESS, Jakarta. Triatmodjo, B. 2001. ”Hidrolika I”. Erlangga, Jakarta.

Vamos, R.J . and Haas, N.C. 1995. “Hazardous and Industrial Waste

Gambar

Gambar 2.11. Bak Pengendap Rectangular. (a) Denah, (b) Potongan
Gambar 2.12.
Gambar 2.14. Type – type Turbine Impeller (Reynold,184)
Gambar 2.16. Type – type Propeller  Impeller (Reynold,186)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu tugas “ Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan ” dari Industri Terpadu adalah sebagai salah satu cara pengolahan limbah cair yang dapat

pada air buangan yang berasal dari pabrik kulit dengan kandungan BOD dan COD.. yang tinggi sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan baik bagi

Untuk dapat merencanakan suatu unit pengolahan limbah cair dari. pengolahan kualitas lingkungan, maka perlu pemahaman karakteristik

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.. Mengetahui Ketua

Tujuan dari tugas perencanaan ini adalah mahasiswa dapat merancang bangunan pengolahan air limbah Industri Tepung Ikan sesuai dengan karakteristik yang ditentukan, agar

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional”Veteran” Jawa Timur.. Dekan Fakultas Teknik Sipil

Analisa pembahasan dilakukan berdasarkan hasil survey lapangan dan kajian literatur. Unit yang ditinjau adalah bak aerasi dan bak pengendap II. Dari hasil analisa

Usaha industri kecil dan kerajinan kulit di magetan telah ada sejak lama, yaitu sejak berakhirnya perang diponegoro kurang lebih 1830 dimana sebagian pengikut