TUGAS PERENCANAAN
BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN INDUSTRI TERPADU
]]]]
O l e h
:
AINA AZZAH ALI
0952010009
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JATIM
SURABAYA
TUGAS PERENCANAAN
BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN INDUSTRI TERPADU
Oleh :
AINA AZZAH ALI
0952010009
Telah diperiksa dan disetujui
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional”Veteran” Jawa Timur.
Mengetahui Ketua Program Studi
Dr. Ir. Munawar, MT. NIP. 19600401 198803 1 00 1
Menyetujui Pembimbing
Ir. Dewa Gede Okayadnya W., MT. NIP : 19571105 198503 1 00 1
Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1),
tanggal
...
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
TUGAS PERENCANAAN
BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
INDUSTRI TERPADU
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ( S-1)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
O l e h :
AINA AZZAH ALI
0952010009
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JATIM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Terpadu ini dengan baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat terselesaikan dengan lancar.
2. Ir. Naniek Ratni J.A.R., M.Kes selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Dr. Ir. Munawar, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur .
5. Ir. Yayok Suryo P, MS dan Firra Rossariawari, ST, MT selaku dosen mata kuliah PBPAB
6. Ir. Dewa Gede Okayadnya Wijaya,MT, selaku Dosen Pembimbing tugas PBPAB yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas perencanaan ini sehingga dapat selesai dengan baik.
7. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta support yang tidak pernah habis buat saya.
8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2009 yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya tugas ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.
Surabaya, Januari 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Maksud dan Tujuan ... 2
3. Ruang Lingkup ... 2
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 1. Karakteristik Limbah Industri ... 4
2. Bangunan Pengolahan Air Buangan ... 6
2.1 Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)... 6
2.2 Pengolahan Pertama (Primary Treatment)... 15
2.3 Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment)...31
2.3.1. Proses Biologi Secara Aerobik... 32
2.4 Persen Removal... 37
BAB III DATA PERENCANAAN 1. Data Karakteristik Limbah ... 39
2. Standar Baku Mutu... ... 39
3. Diagram Alir ... 40
1.1 Karakteristik Limbah Industri Terpadu………. 42
1.2 Standart Baku Mutu Industri Terpadu……….... 42
1.3 Neraca Massa per Bangunan……….. 43
2. Spesifikasi Bangunan...47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 53
1.1. Persen Removal BangunanPengolahan……….. 54
1.2. Hasil Effluent………. 55
2. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... viii LAMPIRAN A
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan dapat meningkatkan dan membawa kemajuan bagi suatu Negara. Namun dalam pembangunan industri, disamping dampak positif juga bisa berdampak buruk pada lingkungan. Banyak pabrik menghasilkan limbah industri berupa limbah padat maupun limbah cair. Dampak dari limbah industri adalah pencemaran pada tanah, udara, dan air. Untuk menanggulangi masalah pencemaran limbah industri, diperlukan keterpaduan dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan baik yang bersifat teknik administratife maupun teknik operasional.
Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur no.45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri.
2. Tujuan
a. Umum
Tujuan dari tugas ini adalah Mahasiswa dapat merancang bangunan pengolahan air limbah industi Terpadu sesuai dengan karakteristik yang di tentukan, agar sesuai dengan standart baku mutu yang di ada dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur no.45 Tahun 2002.
b. Khusus
- Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pengolahan limbah cair industri terpadu secara langsung.
- Mahasiswa mendapat wawasan mengenai jenis, bentuk, warna, jumlah limbah industri terpadu.
- Mahasiswa dapat melatih diri dalam menerapkan kemampuan teknis berdasarkan teori yang dipelajari.
3. RuangLingkup
Ruang lingkup tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan Industri Terpadu meliputi :
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
1. Karakteristik Limbah
Karakteristik dari limbah Industri Limbah Terpadu menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur (SK.GUB.JATIM) No.45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri Terpadu Golongan II adalah :
a. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Kandungan BOD5 air buangan Industri Limbah Terpadu ini adalah
500 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan BOD5
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 50 mg/l.
BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu semua diperlukan waktu 100 hari pada suhu 20˚ C. Akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5 hari sehingga dikenal sebagai BOD5. (Sugiharto, 1987, hal.6)
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Kandungan COD air buangan Industri Limbah Terpadu ini adalah 1200 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan COD yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 100 mg/l.
c. Minyak dan Lemak
Kandungan Minyak dan Lemak air buangan Industri Limbah Terpadu ini adalah 100 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan Minyak dan Lemak yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 5 mg/l.
d. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH air buangan Industri Limbah Terpadu ini adalah 10, sedangkan baku mutu yang mengatur besar nilai pH yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 6 - 9. Jadi nilai limbah dengan nilai pH 7 boleh langsung di buang ke badan air
pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air.
Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman.
Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH didefinisikan dengan
pH = − log10[H + ]
dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan.(www.id.wikipedia.org )
e. Total Suspended Solid TSS
Total padatan yang tersuspensi (TSS) pada air buangan Industri Limbah Terpadu ini adalah 150 mg/lt, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kadar padatan yang tersuspensi (TSS) yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 200 mg/lt.
TSS (Total Suspended Solid) merupakan suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang terdiri-dari bahan-bahan organik. Sedangkan dissolved solid adalah suatu solid yang tidak dapat disaring (non filtrable residu). (www.id.wikipedia.org )
2. Bangunan Pengolahan Air Buangan
Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:
2.1 Pr eliminary Treatment (Pengolahan Pendahuluan)
Proses pengolahan ini merupakan proses pada awal pengolahan dan bersifat pengolahan fisik. Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:
a. Sumur pengumpul dan pemompaan
Perhitungan sumur pengumpul untuk mengetahui berapa luas permukaan yang akan digunakan, rumus yang akan digunakan yaitu :
td = Q V
V = A x H H dengan :
V = volume sumur pengumpul (m3) A A = luas permukaan sumur pengumpul (m2) Q = debit air buangan yang dipompa (m3/dt) td = waktu detensi (dt)
H = kedalaman air (m)
( Metcalf and Eddy, 1991, hal 224 )
Tabel 2.1. Macam – Macam Karakteristik Pompa
KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa
Kinetik Centrifugal - Air limbah sebelum
diolah
- Penggunaan lumpur
kedua
- Pembuangan effluent
Peripheral - Limbah logam, pasir
lumpur, air limbah kasar
Rotor - Minyak, pembuangan
gas permasalahan zat-zat kimia pengaliran lambat untuk air dan air buangan Posite
Displacement SCREW
- Pasir, pengolahan
lumpur pertama dan kedua - Air limbah pertama - Lumpur kasar
Diafragma Penghisap - Permasalahan zat kimia - Limbah logam
- Pengolahan lumpur
pertama dan kedua
(permasalahan kimia)
Air Lift - Pasir, sirkulasi dan
pembuangan lumpur kedua Pneumatic Ejektor - Instalasi pengolahan air
limbah skala kecil
Saluran Pembawa Screw Pump
Pipa inlet
b. Sar ingan (Screen)
Pada umumnya screen terdapat dua tipe, yaitu penyaring kasar (coarse screen) dan penyaring halus (fine screen & micro screen). Adapun fungsi-fungsi dari screen tersebut.
a. Penyaring kasar (coarse screen)
Screen ini berbentuk seperti batangan paralel yang biasa dikenal dengan “bar screen”. Berfungsi untuk menyaring padatan kasar yang berukuran dari 6-150 mm, seperti ranting kayu, kain, dan sampah –sampah lainnya, mengenai kriteria coarse screen dapat dilihat pada tabel 2.2. Dalam pengolahan air limbah screen ini digunakan untuk melindungi pompa, valve, saluran pipa, dan peralatan lainnya dari kerusakan atau tersumbat oleh benda – benda tersebut. Bar screen terbagi lagi menjadi dua, yaitu secara manual pada gambar 2.2 maupun mekanik pada gambar 2.3.
Tabel 2.2. Kriteria Coarse Screen
Bagian-bagian Manual Mekanikal
Ukuran kisi (Tabel 5-2. Metcalf and Eddy WWET, and Reuse 4th edition, 2004)
Gambar 2.2. Bar Screen Manual Gambar 2.3. Bar Screen Mekanikal
b.Penyaring halus (fine screen)
Penyaring halus (Fine Screen) yang digunakan untuk pengolahan pendahuluan (Premilinary Treatment) adalah seperti, ayakan kawat (static wedgewire),drum putar (rotary drum) pada gambar 2.4, atau seperti anak tangga (step type). Penyaring halus (Fine Screen) yang dapat digunakan untuk menggantikan pengolahan utama ( seperti pada pengolahan pengendapan pertama /primary clarifier) pada instalasi kecil pengolahan air limbah dengan desain kapasitas mulai dari 0,13 m3/dt. Macam-macam fine screen dapat dilihat pada tabel 2.3. Screen tipe ini dapat meremoval BOD dan TSS, untuk mengetahui berapa persen dapat meremoval BOD dan TSS dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.3. Macam-macam Fine Screen
J enis Scr een
Per mukaan Scr een
Bahan Scr een Penggunaan
Klasifikasi
Tangential Halus 0,0475 1200
µm
Jala-jala yang terbuat
dari stainless-steel
Gabungan dengan
saluran pembawa
Tabel 2.4. Persen Removal Fine Screen
(Metcalf and Eddy WWET, and Reuse 4th edition, 2004)
c. Microscreen berfungsi untuk menyaring padatan halus, zat atau
material yang mengapung, alga, yang berukuran kurang dari 0,5
µ m dapat dilihat pada Gambar 2.5, sedangkan untuk mgetahui
cara kerja microsreen terdapat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.5. Microscreen Gambar 2.6 Cara Kerja Microscreen
c. Comminutor
Yaitu mesin penghalus/pemarut, berfungsi untuk menghancurkan padatan kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan tersebut mempunyai ukuran kecil dan seragam serta tidak mengganggu instalasi dan proses selanjutnya. Comminutor terdiri dari tabung berongga, terbuat dari besi tuang yang berputar
Jenis screen Luas permukaan Persen removal
In Mm BOD TSS
Fixed parabolic 0.0625 1.6 5 – 20 5 – 30
secara kontinyu pada sumbu vertikalnya dengan/sumber tenaga dari motor listrik. Tabung ini merupakan suatu saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang sangat tajam.
Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh aliran air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan dihaluskan dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong. Comminutor dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat dibawah comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu dan di hilir.Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan dan penggantian gigi pemotong. Gambar comminutor dapat dilihat pada Gambar 2.8.
(a)
(b)
d. Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi, dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Bak Equalisasi
2.2. Pengolahan Petama ( Primary Treatment )
Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya mampu mereduksi BOD dan antara 30 – 40 % dan mereduksi TSS 50 – 65%.
(Syed R.Qasim, hal.52).
a. Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan mekanisme pengapungan.
Berdasarkan mekanisme pemisahannya :
suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah dibanding berat jenis air limbah.
2) Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan.`Untuk keperluan flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (± 0,2 m3 udara) untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka proses flotasi akan semakin sempurna.
Rumus yang digunakan :
- Operasi tanpa resirkulasi
S
- Operasi dengan Resirkulasi
A/S =
Q.Xo 1).R 1,3.Sa.(fp−
Dengan :
A/ S = Perbandingan udara dengan padatan, 0,005 – 0,06 (mL udara/mg padatan)
- Luas permukaan (A)
A =
Dengan :SLR = Surface Loading Rate = 8 – 160 l/m2 menit - Vol. Bak (V)
V = Qtot x td Dengan :
td = waktu detensi = 20 – 30 menit - Dimensi bak
Vol = P x L x h
- Jari – jari hidrolis (R)
R =
-
Kecepatan di bak flotasi (V) PV = Q/A h - Head loss (Hf) L
Hf =(
²
Dengan : n beton = 0,015
- Minyak dan lemak tersisih = influen x %removal Dengan :
- Effluen minyak dan lemak dari bak flotasi = influen – minyak dan lemak tersisih
Gambar 2.9. Bak Flotasi. (a) Tanpa Resirkulasi, (b) Dengan Resirkulasi b. Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berada diantara nilai 6,5 – 8,5. Bak netralisasi dapat dilihat pada Gambar 2.10. Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan
kaustik dan bahan asam.
Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7
Larutan dikatakan basa bila : H+ < H- dan pH > 7
Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair, seperti :
- Pencampuran limbah.
- Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.
- Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.
- Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.
- Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.
- Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.
- Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.
Adapun prinsip pencampuran di dalam bak netralisasi seperti pada Gambar 2.10
Rumus yang digunakan : - Volume Bak (V)
V = Q x td Dengan:
Q = Debit aliran (m3/dtk) V = Volume (m3)
td = Waktu detensi (detik) =20 – 60 detik - Dimensi Bak
Volume = ¼ x τ x d2 x h Dengan:
τ = 3,14 Impeller
V = Volume (m3) d = diameter (m)
h = Tinggi penampang aliran (m)
h
= 1,25 x d 50% x Di
- Energi yang dibutuhkan :
d
P = G2 x µ x V
(Persamaan 8.9 Reynold, 1996) Dengan :
P = Power (N/s-m2) G = Gradienkecepatan(/s)
µ = 270C = 0,8551 x 10-3(Appendix C Reynold,1996)
- Diameter paddle impeler (Di)
Di = Diameter bak koagulan x (50-80%) Dengan :
Diameter paddle impeller = 50 – 80% diameter tangki - Lebar baffle = 0,1 x diameter bak
- Jarak impeller dari dasa = 50% x Di Dengan :
Jarak impeller dari dasar = 30 – 50% diameter
( Reynold, 1996 )
c. Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya akan mengendap.
Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan, hasil yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid, proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil. Bak koagulasi dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel yang sudah stabil hasil koagulasi berkumpul dan mengendap.
Gambar 2.11 Bak koagulasi
Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah: 1) Koagulan Alumunium Sulfat - Al2(SO4)3
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh pH, konsentrasi koagulan dan
konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6 - 8.
Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok :
Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(HCO)3 → 2Al(OH) 3↓ + 3CaSO 4 + 14H2O + 6CO2
Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan reaksinya adalah :
2) Koagulan Ferro Sulfat Persamaan Reaksinya adalah
2FeSO4 + 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½O2 → 2Fe(OH) 3↓ + 2CaSO 4 + 13H2
3) Koagulan Ferri Sulfat
Perbedaannya dengan Ferro Sulfat adalah nilai ekivalensinya. Kalau Ferro adalah Fe2+ sedangkan Ferri adalah Fe3+.
Persamaan Reaksinya adalah
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaSO 4 + 6CO2
4) Koagulan Ferri Clorida
Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali dari Ferri Hidroksida :
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaSO 4 +6CO2
Atau 2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaCl 2
(Reynold, 1996)
5) Kapur
Pengolahan limbah juga seringkali menggunakan batu kapur Ca(OH)2 sebagai
bahan koagulan. Rumus yang digunakan :
- Volume Bak (V) = Q x td Dengan:
V = Volume (m3)
td = Waktu detensi (detik) Impeller - Dimensi Bak
Volume = ¼ x τ x d2 x h
Dengan: h τ = 3,14
V = Volume (m3) 50% x Di
d = diameter (m) d h = Tinggi penampang aliran (m)
= 1,25 x d
- Energi yang dibutuhkan : P = G2 x µ x V
(Persamaan 8.9 Reynold, 1996) Dengan :
P = Power (N/s-m2) G = Gradienkecepatan(/s)
µ = 270C = 0,8551 x 10-3(Appendix C Reynold,1996)
V = Volume
- Diameter paddle impeler (Di)
Di = Diameter bak koagulan x (50-80%) Dengan :
Diameter paddle impeller = 50 – 80% diameter tangki - Lebar baffle = 0,1 x diameter bak
Dengan :
Jarak impeller dari dasar = 30 – 50% diameter
( Reynold, 1996 )
d. Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi. Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan. Bak pengendap pada Gambar 2.11.
Gambar 2.12. Bak Pengendap Rectangular. (a) Denah, (b) Potongan Rumus yang digunakan :
• Zona setling
- Debit tiap sub bak
∑
=subbak Q subbak
Dengan : Q = debit m3/dt
- Kecepatan mengendapan partikel ( Vs )
td
- Kecepatan Horisontal (Vo)
s
Vs = kecepatan mengendapan partikel - kedalaman bak (H)
Dengan :
V = kecepatan aliran = 0,5 m/det Q = debit m3/dt
- Dimensi penampang Zona inlet A = b . h
- Kecepatan Weir Loading =
L
- Kedalaman V notch.
Dengan : cd = 0,75 g = 9,81
- Panjang basah setiap pelimpah (Li) Li = 2 (H. Tg 450)
- Panjang total pelimpah (P)
P =
WLR Q
Dengan :
WLR = beban pelimpah ( m3 / m.dtk) - Tinggi air diatas pelimpahan
* * * 2* * 3/2
P = panjang pelimpah (m)
g = konstruksi grafitasi = 981 cm/dt2 ( sumber : PAM, M. Razif, jilid 2 )
- Jarak antar gutter
Jarak antar gutter = lebar settling – (jumlah gutter*asumsi lebar gutter) (Jumlah gutter + 1) - Berat jenis Solid
Sg = ( % volatil solid x Sg Volatil Solid) + (% fixed solid x Sg Fixed Solid )
- Berat jenis Sludge (Si)
- Volume Air =
air BJ
air Berat
- Volume Sludge = Volume air + Volume Solid - Luas permukaan limas (A) = P x L => S x S
2.3 Secondar y Treatment (Pengolahan Sekunder)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta 40 - 90 % TSS.
2.3.1. Proses Biologi secara Aerobik
Unit proses pengolahannya antara lain: a. Activated Sludge
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,
sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge, yaitu:
a) Konvensional
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan oksidasi bahan organik. Gambar 2.12 merupakan activated sludge sistem konvensional
b). Non Konvensional • Step Aeration
- Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat dan mikroorganisme menurun menuju outlet.
- Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.
- Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek. Gambar 2.13 merupakan gambar dari step aerasi
Gambar 2.14 Step Aerasi
• Tapered Aeration
Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih tinggi. Gambar 2.14 bangunan tapered aeration.
• Contact Stabilization
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :
- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk memproses lumpur aktif.
- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik yang mengasorb ( proses stabilisasi ).
Gambar 2.15 merupakan diagram alir dari contact stabilization.
Gambar 2.16 Contact Stabilization
• Pure Oxigen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi. Keuntungannya adalah mempunyai perbandingan subtrat dan mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek. Gambar 2.16 merupakan sistem dari pure oxygen.
• High Rate Aeration
Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar. Gambar 2.17 proses dari high rate aeration.
Gambar 2.18 High Rate Aeration
• Extended Aeration
Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention (td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih sedikit. Proses dari extended aeration dapat di lihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.19 Extended Aeration
influent
Secondary clarifier
reaktor
Effluent
Sludge return
• Oxydation Ditch
Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis, kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s. Proses dari oxydation ditch dapat di lihat pada Gambar 2.19.
Gambar 2.20 Oxydation Ditch
Rumus yang digunakan :
- Rasioresirkulasi
- Konsetrasilimbah di dalam bak aerasi
R
- Volume reactor (Vr)
2.4 Persen Removal
Tabel 2.5 Persen Removal Macam – Macam Bangunan
Unit Pengolahan % Removal Sumber
I. Pre Treatment
operation, syed Qasim hal 156
- WWETDR, Metcalf and Eddy,
-7 Eckendfelder , Hal 78
- WWETDR, Metcalf and Eddy,
biologis, Bowo joko hal 30
b. Tapered Aerator
c. Contact Stabilization
d. Pure Oksigen
e. Oxidation Ditch
f. High rate Aeration
g. Extended Aeration
80 - 95 % BOD
80 - 95 % BOD
80 - 95 % BOD
80 - 95 % BOD
75 - 90 % BOD
75 - 90 % BOD
operation, syed Qasim hal 328
- WWTP, Planning design and
operation, syed Qasim hal 328
- WWTP, Planning design and
operation, syed Qasim hal 328
- WWTP, Planning design and
operation, syed Qasim hal 328
- WWTP, Planning design and
operation, syed Qasim hal 328
- WWTP, Planning design and
operation, syed Qasim hal 328
- WWTP, Planning design and
BAB III
DATA PERENCANAAN
1. Data Karakteristik Limbah
Sumber air buangan dari Limbah Industri Terpadu ini mempunyai debit (Q) = 600 m3 / Hari. Sedangkan data kualitas air buangan yang dikeluarkan oleh industri tercantum pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Parameter air buangan Industri Terpadu yang harus diolah :
No. Parameter Kadar ( mg / liter )
1 BOD 500
2 COD 1200
3 TSS 150
4 pH 10
5 Minyak dan Lemak 100
Sumber : Data Perencanaan
2. Standar Baku Mutu
Tabel 3.2. Baku Mutu Limbah Cair
No. Parameter Kadar ( mg / liter )
1 BOD 50
2 COD 100
3 TSS 200
4 pH 6-9
5 Minyak dan Lemak 5
Sumber : SK Gubernur No. 45 Tahun 2002
3. Diagram Alir Pengolahan Limbah
Flotasi
Netralisai
Bak Ekualisai
Bak Pengendap II
Badan Air Activated Sludge
Screen
Bak Pengendap I
Bak Pengental Lumpur Sludge
Driying Bed BahanPenetral
BAB IV
NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN
1. Neraca Massa
1.1. Karakteristik Limbah Industri Ter padu
Debit ( Q ) = 600 m3/hr
Debit Puncak = 630 m3/dt
BOD = 500 mg/l
COD = 1200 mg/l
TSS = 150 mgl/
pH = 10
Minyak dan Lemak = 100 mg/l
1.2. Standar Baku Mutu Industri Terpadu
BOD = 50 mg/l
COD = 100 mg/l
TSS = 200 mg/l
pH = 6 – 9
g).Bak Pengendap II
Input Output
No. Parameter
Input (mg/l)
Output (mg/l)
BakuMutu (mg/l)
1 BOD (90%) 300 30 50
2 COD (90%) 720 72 100
3 TSS 150 150 200
4 pH 10 7 6-9
5 Minyak dan Lemak 100 1 5
2. Spesifikasi Bangunan
a) Screen
- Menggunakan Fine screen
- Faktor Kisi (β) = 1,79
- Jarak antar kisi (b) = 0,05 m
- Tebal kisi (t) = 15 mm
- Slope (θ) = 45°
- Tinggi bar screen (h) = 0,25 m
- Jumlah kisi (n) = 12 buah
- Lebar saluran (Ws) = 1 m
b) Flotasi
Bak flotasi
- Menggunakan 2 bak flotasi
- Waktu detensi (td) = 20 menit
- Ø pipa inlet = 0,1 m (Ø pipa discharge)
- Panjang (L) = 2,64 m
- Lebar (B) = 5,3 m
- Kedalaman (h) = 0,612 m
- Ø pipa outlet = 0,1 mm
Gutter
- Lebar gutter (B) = 2,64 m
- Kedalaman (h) = 0,3 m Buffle
- Jarak antara buffle dengan gutter (P) = 1 m
- Kedalaman (h) = 1,5 m
- H bak flotasi – tinggi buffle = 2,3 m c) Netralisasi dan Penetral
BakNetralisasi
- Jarak impeller dari dasar = 0,435 m
- Di : Diameter impeller = 0,875 m
- D : Dimensi bak = 1,6 m
- Freeboard = 0,5 m
- Tinggi ( h) = 2,4 m
- Lebar Baffle = 0,6 m
- Diameter pipa outlet = 0,14 m Bak Penetral
- Jarak impeller dari dasar = 0,375 m
- Di : Diameter impeller = 0,75 m
- D : Dimensi bak = 1,05 m
- Freeboard = 0,38 m
- Tinggi ( h) = 1,31 m
d) Bak pengendap I Zona Inlet
- Bentuk saluran tertutup dengan diameter pipa = 0,24 m
- Diameter inwall = 0,82 m Zona Settling
- Panjang bak = 10 m
- Lebar bak = 5 m
- Tinggi (H) = 3 m
- Waktutinggal = 2 jam
- Freeboard = 0,5 m
Zona Outlet
- Menggunakan V-notch 90˚denganjarak 1m berjumlah 16 buah.
- Lebar gutter = 2 m
- Tinggi gutter =0,5 m
- Diameter pipa outlet = 0,25 m Zona Sludge (kerucutterpancung)
- Panjang (P) = 6,1 m
- Lebar (L) = 6,1 m
- Lebar dasar limas (LI) = 3 m
e) Ekualisasi
- Jumlah bak 1
- Panjang (P) = 8,4 m
- Lebar (L) = 4,2 m
- Tinggi (H) = 4 m
f) Activated Sludge
- Menggunakan 1 bak aerasi
- Aktivated sludge tipe Proses Konvensional
- Kedalaman bak (h) = 2,4 m
- Lebar (L) = 24,5 m
- Panjang (P) = 49 m
- Keb udara untuk meremoval BOD = 47,41 kg/jam
- Transfer O2 dilapangan = 1,028 kg O2/ kw jam
- Tenaga aerator = 37,6 kw
- Jumlah aerator (n) = 2 unit
Saluran inlet
- Lebar inlet (B) = 13 m
- Panjang inlet (L) = 26 m
- Kedalaman (h) = 2,4 m
g) BakPengendap II Zona settling
- Ø bak = 10,5 m
- Kedalaman (h) = 3,6 m
- Ø inlet wall = 1,05 m
Zona inlet
- Ø pipa inlet = 0,32 m =320 mm Zona outlet
Pelimpah / weir
- Menggunakan Vnotch 90°
- Jarak antar Vnotch = 0,05 m
- Jumlah Vnotch = 759 buah
- Tinggi air tiap Vnotch = 0,017 m
- Panjang tiap weir = 32,97 m
- Panjang basah tiap pelimpah = 0,04 m
- Panjang basah total (Ln) = 30,36 m
h) Sludge Dry Bed
. Waktu pengeringan = 5 hari
- Tebal pasir = 0,40 m
- Tebal kerikil = 0,60 m
- Tebal cake = 0,60 m
- Jumlah bed = 1 buah
- Panjang bed (L) = 13,3 m
- Kedalaman bed (h) = 1,76 m
- Ø pipa underdrain = 0,852 m
TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN 53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Bangunan Pengolahan limbah Industri Terpadu ini menggunakan bangunan pengolahan yaitu: Screen, Flotasi, Netralisasi, Bak Pengendap I, Bak Ekualisasi, Activated Sludge, Bak Pengendap II
2. Pengolahan lumpur sisa pengolahan dengan Sludge Drying Bed.
3. Dari diagram alir bangunan yang dibuat, beberapa parameter dalam limbah Industri Terpadu dapat diturunkan hingga memenuhi standart baku mutu yang ada.
TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN 54
1.1. Per sen Removal BangunanPengolaha n
Tabel 5.1Per sen Removal BangunanPengolahan
Par ameter Bangunan BOD COD TSS pH
Minyak dan Lema k
Screen - - - - -
Flotasi - - - - 90%
Netralisasi - - - 7 -
BakPengendap I 40% 40% - - -
Bak Ekualisasi - - - - -
Activated Sludge 90% 90% - - -
BakPengendap II - - - - -
TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN 55
1.2. Hasil Effluent
Tabel 5.2 Hasil Effluent
No Parameter Satuan BakuMutu Effluent
1 BOD Mg/lt 100 30
2 COD Mg/lt 300 72
3 TSS Mg/lt 100 150
4 pH 6 – 9 7
5 Minyak dan Lemak Mg/lt 5 1
2. Saran
1. Dalam perencanaan bangunan pengolahan air buangan seharusnya memperhatikan Karakteristik air limbah dan besar debit air yang akan diolah sehingga bangunan yang akan dibuat mampu menurunkan pencemar secara optimal.
2. Luas Area untuk yang tersedia untuk IPAL juga harus diperhatikan sehingga luas lahan mencukupi untuk pembangunan IPAL yang sudah direncanakan. 3. Dalam membuat unit pengolahan limbah sebaiknya menggunakan bangunan
TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN 56
4. Pemilihan lokasi untuk peletakan bangunan – bangunan yang telah direncanakan sangat penting. Perlu adanya perencanaan beberapa tahun ke depan untuk mengantisipasi pengembangan industri yang akan mempengaruhi kapasitas bangunan pengolahan air buangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. www.wikipediaindonesia.org
Anonim. 2002. Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 45 Tahun tentang ”baku
mutu limbah cair bagi industri/ kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur”
Archeivala, S.J . 2000. “Wastewater Treatment for Pollution Control”. 2th Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.
Brown, C.J . “Ion Exchange”. Ontario: Canada
Cavaseno, V. 1987. “Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering”. McGraw-Hill, New York.
Chow, Ven Ten. ”Open Channel Hydraulics”. McGraw-Hill, Inc. New York Eckenfelder, W Wesley, J r. 2000. “Industrial Water pollution Control”. Third
Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New york.
Kawamur a, Susumu. 2000. “Integrated Design & Operation of Water
Treatment Facilities Second Edition”. John Wiley & Sons Inc : Canada
Metcalf and Eddy 2004. “Waste Water Engineering Treament Disposal
Reuse”. Fourth Edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St Fransisco,Auckland.
Morimura, T. and Noerbambang, S.M. 2005. “Perancangan dan Pemeliharaan
Sistem Plambing”. Cetakan ke-9. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Okun, D.A. and Scultz 1968. ”Water and Wastewater Engineering”. Volume 2. Qasim, S.R. 1985. “Waste Water Treatment Plant Planning, Design and
Razif, M. 2002. “Pengolahan Air Minum”. Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya.
Reynolds, T.D and Richards. 1996. “Unit Operation and Processes in
Environmental Engineering”. Second Edition. PWS Publising
Company. Boston.
Sir egar, S.A. 2005. “Instalasi Pengolahan Air Limbah”. Kanisius : Yogyakarta Spellman, F.R. 2003. “Handbook of Water and Wastewater Treatment Plants
Operations”. A CRC Press Company, New York.
Spellman, F.R. 2004. “Mathematics Manual for Water and Wastewater
Treatment Plants Operations”. A CRC Press Company, New York.
Sugihar to. 1987. ”Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah”. UI-PRESS, Jakarta. Triatmodjo, B. 2001. ”Hidrolika I”. Erlangga, Jakarta.
Vamos, R.J . and Haas, N.C. 1995. “Hazardous and Industrial Waste