DISUSUN OLEH :
M. DERIL ALI FIKRI
0852010031
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)
DISUSUN OLEH :
M. DERIL ALI FIKRI
0852010031
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “
Disusun oleh :
MUHAMAD DERIL ALI FIKRI
0852010031
Telah diperiksa dan disetujui
Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Mengetahui Ketua Program Studi
Dr. Ir. Munawar Ali, MT.
NIP: 19600401 198803 1 00 1
Menyetujui Pembimbing
Dr. Ir. Munawar Ali, MT.
NIP: 19600401 198803 1 00 1
Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :……….
DDekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Ir. Naniek Ratni Juliardi AR., M.Kes.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Tekstil ini dengan baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat
terselesaikan dengan lancar.
2. Ibu Naniek Ratni JAR., M,Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr.Ir.Munawar Ali, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur
4. Bapak Dr.Ir.Munawar Ali, MT selaku Dosen Pembimbing tugas PBPAB
yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas
5. Firra Rossariawari, ST dan Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen mata
kuliah PBPAB.
6. Kedua orang tuaku, keluargaku, dan kekasihku (Esi Winda Sari) yang
telah membantu material, doa, serta support yang tidak pernah habis buat
saya.
7. Mas Nur Wakit, terima kasih telah membantu gambar.
8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2008 yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya
tugas ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun
terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini
terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.
Surabaya, April 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI………. iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR……… vi
BAB I . PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Permasalan... 1
I. 2. Maksud dan Tujuan... 2
I. 3. Ruang Lingkup... 2
BAB II . TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Karakteristik Limbah... 4
II. 2. Bangunan Pengolahan Air Buangan... 6
II. 2. 1. Pre Treatment ... 6
II. 2. 2. Primary Treatment... II. 2. 2. 1. Proses Fisik………... 16
II.2. 2. 2. Proses Kimia………. 20
II. 2. 3. Secondary Treatment………... 28
II. 2. 3. 1. Proses Biologi Secara Aerobik... 29
II. 2. 3. 2. Proses Biologi Secara An Aerobik... 37
II. 2. 3. 3. Proses Biologi Dengan Bio Film... 43
II. 2. 4. Tertiary Treatment... 50
II. 2. 5. Sludge Treatment... 53
II. 3. Persen Removal... 57
II. 4. Profil Hidrolis... 62
BAB III. DATA PERENCANAAN III. 1. Data Karakteristik ... 64
III. 2. Standart Baku Mutu... 65
III. 3. Diagram Alir... 65
BAB IV. SPESIFIKASI BANGUNAN IV. 1. Neraca Massa... 67
IV. 1. 1. Neraca Massa per Bangunan... 67
IV. 2. Spesifikasi Perencanaan... 69
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V. 1. Kesimpulan... 75
V. 2. Saran... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A TABEL DAN GRAFIK
LAMPIRAN B PERHITUNGAN BANGUNAN
1.1. Latar Belakang
Tugas perencanaan pengolahan air buangan ini merupakan salah satu
tugas wajib yang harus diselesaikan dalam tahap meraih gelar sarjana bagi seluruh
mahasiswa program studi Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan UPN”VETERAN” JAWA TIMUR. Dalam tugas perencanaan air
buangan ini didasari dari penurunan kualitas lingkungan yang sangat tinggi dan
signifikan serta berdampak negatif dalam kedepannya.
Penurunan kualitas lingkungan akan terus muncul secara serius
diberbagai negara di dunia sepanjang penduduk di negara tersebut tidak segera
memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan
hidup.
Begitupun negara indonesia. Sebagai negara yang sedang
berkembang,indonesia mengandalkan sektor industri. Industri yang diandalkan
salah satunya ialah industri tekstil. Industri Textil merupakan industri yang
memproduksi jenis-jenis tekstil katun, tekstil wol dan tekstil sintetis.
Proses industri tekstil sendiri menghasilkan limbah cair. Limbah
tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkajian,proses
penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merseritasi, pencetakan dan
proses penyempurnaan. Limbah tekstil tersebut mengandung BOD,TSS,dan pH
Dengan adanya limbah yang dihasilkan industri textil maka diperlukan
suatu unit pengolahan limbah, agar kadar polutan yang terdapat dalam limbah
tersebut dapat dibuang ke badan air penerima sesuai dengan kadar limbah yang
terdapat dalam baku mutu lingkungan yang berlaku dan menjadikan suatu industri
yang berwawasan lingkungan.
1.1. Maksud dan Tujuan
Maksud:
Menentukan dan merencanakan jenis bangunan pengolahan air
buangan yang sesuai berdasarkan pertimbangan karakteristik air buangan
dan hal – hal yang terkait di dalamnya termasuk lay out serta
pengoperasianya.
Tujuan:
Tujuan dari tugas ini adalah dapat merancang bangunan
pengolahan air buangan limbah industri tekstil agar sesuai dengan standart
baku mutu yang ditentukan (SK. Gubernur Jatim No.45 tahun 2002)
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Industri Tekstil ini meliputi :
1. Data Karakteristik dan Standart Baku Mutu Limbah Industri
2. Diagram Alir Bangunan Pengolahan Limbah
4. Perhitungan Bangunan Pengolahan Limbah
5. Gambar Bangunan Pengolahan Limbah
6. Profil Hidrolis Bangunan Pengolahan Limbah
7. Bangunan Pengolahan Limbah :
Preliminary Treatmeant :
• Saluran Pembawa
• Screen
• Grit Chamber
• Bak Penampung
Primary Treatmeant :
• Netralisasi
Secondary Treatmeant :
• Activated Sludge
• Clarifier II
Tertiary Treatment :
II.1. Karakteristik Limbah
Setiap industri mempunyai karakteristik yang berbeda, sesuai dengan
produk yang dihasilkan. Demikian pula dengan industri tekstil mempunyai
karakteristik limbah industri tekstil yang berbeda, menurut Keputusan Gubernur
KDH Tingkat I Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 limbah cair industri kecap
mempunyai karakteristik dan baku mutu antara lain :
a. BOD ( Biologycal Oxygen Demand )
Merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya oksigen yang
diperlukan untuk menguraikan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi
dalam air oleh aktivitas mikroba. Standart baku mutu BOD5 yang diperbolehkan
di buang ke lingkungan adalah 50 mg/lt. ( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002
).BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm ataumilligram/liter (mg/l) yang
diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah
tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu semua diperlukan waktu 100 hari pada
suhu 20˚ C. Akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5 hari sehingga
dikenal sebagai BOD5. (Sugiharto,1987)
b. COD ( Chemical Oxygen Demand )
Kandungan COD air buangan Industri Pengilangan Minyak Bumi ini
adalah 370 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan COD
COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang
dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organic secara
kimiawi. (Sugiharto,6)
c. TSS (Total Suspended Solid)
Suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk suatu
sludge blanket yang terdiri-dari bahan-bahan organik. Standart baku mutu yang
mengatur besar kadar padatan yang tersuspensi (TSS) yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan adalah 100 mg/lt. (SK Gubernur No. 45 Tahun 2002)
d. pH
Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu
larutan. Standart baku mutu pH adalah 6.0-9.0. (SK Gubernur No. 45 Tahun
2002)pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaanyang dimiliki oleh suatu larutan.Yang dimaksudkan "keasaman" di
sini adalah konsentrasi ionhidrogen(H+) dalam pelarut air.
Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila
memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa,
sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman.
Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH didefinisikan
dengan pH = − log10[H + ].
Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang
berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila bebasaan
dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu
larutan.
II.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan
Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat
pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:
II.2.1 Preliminary Treatment (Pengolahan Pendahuluan)
Proses pengolahan ini merupakan proses pada awal pengolahan dan
bersifat pengolahan fisik.Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:
1. Screen
Pada umumnya screen terdapat dua tipe, yaitu penyaring kasar (coarse
screen) dan penyaring halus (fine screen& micro screen). Adapun fungsi-fungsi
dari screen tersebut.
a. Penyaring kasar (coarse screen)
Screen ini berbentuk seperti batangan paralel yang biasa dikenal dengan
“bar screen”. Berfungsi untuk menyaring padatan kasar yang berukuran dari
6-150 mm, seperti ranting kayu, kain, dan sampah –sampah lainnya. Dalam
pengolahan air limbah screen ini digunakan untuk melindungi pompa, valve,
saluran pipa, dan peralatan lainnya dari kerusakan atau tersumbat oleh benda –
benda tersebut. Bar screen terbagi lagi menjadi dua, yaitu secara manual maupun
Gambar 2.1 Bar Screen Manual
Tabel 2.1 Kriteria Screen
Bagian-bagian Manual Mekanikal
Ukuran kisi
( tabel 5-2. Metcalf and EddyWWET, and Reuse 4th edition, 2004
)
Penyaring halus (fine screen) berfungsi untuk menyaring partikel-partikel
yang berukuran kurang dari 6 mm. Screen ini dapat di gunakan untuk pengolahan
pendahuluan (Preliminary Treatment) maupun pengolahan pertama atau utama
(Primary Treatment). Penyaring halus (Fine Screen) yang digunakan untuk
pengolahan pendahuluan (Premilinary Treatment) adalah seperti, ayakan kawat
(static wedgewire),drum putar(rotary drum),atau seperti anak tangga (step type).
Penyaring halus (Fine Screen) yang dapat digunakan untuk menggantikan
pengolahan utama ( seperti pada pengolahan pengendapan pertama /primary
clarifier) pada instalasi kecil pengolahan air limbah dengan desain kapasitas mulai
Gambar 2.3 Inclined Screen
Gambar 2.4 Rotary Drum Screen
Tabel 2.2 Jenis Screen
Jenis Screen
Permukaan Screen
Bahan Screen Penggunaan
Klasifikasi
terbuat dari
stainless-steel
terbuat dari
stainless-steel.
Ayakan kawat yang
terbuat dari
stainless-steel.
Stainlees-steel dan kain
polyester
1,6 – 4 Batangan stainless-steel Gabungan dengan
saluran air hujan
Tangential Halus 0,0475 1200 µm Jala-jala yang terbuat
dari stainless-steel
Gabungan dengan
saluran pembawa
(Tabel 5-5.Metcalf and EddyWWET, and Reuse 4th edition, 2004)
b. Microscreen berfungsi untuk menyaring padatan halus, zat atau material
yang mengapung, alga, yang berukuran kurang dari 0,5 µm.
Gambar 2.6 Microscreen
Gambar 2.6 Cara Kerja Microscreen
Jenis screen Luas permukaan Persen removal
in Mm BOD TSS
Fixed parabolic 0.0625 1.6 5 – 20 5 – 30
b) Comminutor
Yaitu mesin penghalus/pemarut, berfungsi untuk menghancurkan padatan
kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan tersebut mempunyai ukuran
kecil dan seragam serta tidak mengganggu instalasi dan proses selanjutnya.
Comminutor terdiri dari tabung berongga, terbuat dari besi tuang yang berputar
secara kontinyu pada sumbu vertikalnya dengan/sumber tenaga dari motor listrik.
Tabung ini merupakan suatu saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang
sangat tajam.
Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh aliran
air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan dihaluskan
dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong.
Comminutor dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat
dibawah comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu dan
di hilir.
Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan dan
(a)
(b)
Gambar 2.5. Comminutor. (a) Denah, (b) Potongan A-A
c) Sumur Pengumpul dan Pompa
Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan
kualitas limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Fungsi Pompa
adalah sebagai alat pemindahan fluida melalui saluran terbuka / tertutup di
dasarkan dengan adanya peningkatkan energi mekanika fluida. Tambahan energi
ini akan meningkatkan kecepatan dan tekanan fluida. Pemompaan digunakan
untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.
Tabel 2.3. Klasifikasi Pompa
KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa
Kinetik Centrifugal - Air limbah sebelum diolah
- Penggunaan lumpur kedua
- Pembuangan effluent
Peripheral - Limbah logam, pasir lumpur,
air limbah kasar
Rotor - Minyak, pembuangan gas
permasalahan zat-zat kimia
pengaliran lambat untuk air
dan air buangan
Saluran Pembawa Screw Pump
Pipa inlet
KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa
Posite
Displacement
SCREW
- Pasir, pengolahan lumpur
pertama dan kedua
- Air limbah pertama
- Lumpur kasar
Diafragma
Penghisap
- Permasalahan zat kimia
- Limbah logam
- Pengolahan lumpur pertama
dan kedua (permasalahan
kimia)
Air Lift - Pasir, sirkulasi dan
pembuangan lumpur kedua
Pneumatic
Ejektor
- Instalasi pengolahan air
limbah skala kecil
II.2.2. Primary Treatment (Pengolahan Pertama)
Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya
mampu mereduksi BOD dan antara 30 – 40 % dan mereduksi TSS 50 – 65%.
(Qasim,52).
II.2.2.1. Proses Fisik
Proses Fisik dengan unit pengolahan meliputi:
a) Grit Chamber
Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi yang
berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan butiran kasar
lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan. Penghilangan grit
dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa akibat adanya endapan
kasar didalam saluran. Outlet ini dapat berupa propotional weir atau phrshall
flume. Pengendapan yang terjadi pada proses ini adalah secara gravitasi.
Ada dua jenis grit chambers :
1. Horizontal Flow Grit Chamber
Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan
kecepatan aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau
Gambar 2.7. Horizontal Flow Grit Chamber (Rich,102)
2. Aerated Grit Chamber
Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana
kecepatan melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang
disuplai.
(a) (b)
Gambar 2.8. Aerated Grit Chamber dengan Aliran Spiral. (a) Denah, (b) Tampak
b) Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit
penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi
pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.
Gambar 2.9. Bak Equalisasi (Reynold,158)
c) Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak,
lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan
mekanisme pengapungan.
Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :
1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk
membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel suspensi
yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas sehingga
mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah dibanding berat jenis
air limbah.
2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan
polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat mempercepat
Untuk keperluan flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit
(± 0,2 m3 udara) untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung
udara maka proses flotasi akan semakin sempurna.
Gambar 2.10. Bak Flotasi (Rich,.115)
d) Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari
kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.
Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan
menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak
Gambar 2.11. Bak Pengendap Rectangular. (a) Denah, (b) Potongan
(Reynold,249)
II.2.2.2. Proses Kimia
Proses Kimia dengan unit pengolahan meliputi:
a) Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum
diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat
optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda diantara
Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan terjadi
netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada
produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam.
Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7
Larutan dikatakan netral bila : H+ = H- dan pH = 7
Larutan dikatakan basa bila : H+ < H- dan pH > 7
Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah
cair, seperti :
a. Pencampuran limbah.
b. Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.
c. Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.
d. Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.
e. Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.
f. Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.
Gambar 2.12.
Bak Netralisasi
(Eckenfelder,79)
b) Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan
penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu
dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya mengendap.
Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan, hasil
yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid,
proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil. Flokulasi adalah
pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel yang sudah stabil hasil.
Koagulasi berkumpul dan mengendap.
Gambar 2.13. Bak Koagulasi
Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
1. Koagulan Alumunium Sulfat - Al2(SO4)3
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan
air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk
membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai
Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi koagulan dan
konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat.
Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6-8.
Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok
Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(HCO)3→ 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2
Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan
reaksinya adalah :
Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(OH)2→ 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O
(Reynold,174)
2. Koagulan Ferro Sulfat
Persamaan Reaksinya adalah
2FeSO4 + 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½O2 → 2Fe(OH)3↓ + 2CaSO4 + 13H2
(Reynold,175)
3. Koagulan Ferri Sulfat
Perbedaannya dengan Ferro Sulfat adalah nilai ekivalensinya. Kalau Ferro
Persamaan Reaksinya adalah
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3↓ + 3CaSO4 + 6CO2
(Reynold,176)
4. Koagulan Ferri Clorida
Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali
dari Ferri Hidroksida
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3↓ + 3CaSO4 +6CO2
Atau 2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3↓ + 3CaCl2
(Reynold,176)
Pada tahap Koagulasi, pengaduk yang digunakan biasa isebut Impellerr.
Sedangkan jenis – jenis impeller ada 3, yaitu:
1. Turbine Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 30-50% dari diameter atau lebar
bak koagulasi. Kecepatan putarannya 10-150 rpm.
2. Paddle Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 50-80% dari diameter atau lebar
bak koagulasi, dan lebar paddle biasanya 1/6–1/10 dari diameternya.
Kecepatan putarannya 20-150 rpm.
Gambar 2.15. Type – type Paddle Impeller (Reynold,186)
3. Propeller Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 1 atau 2 – 18 inchi. Kecepatan
putarannya 400-1750 rpm.
Jenis-jenis flokulasi, yaitu:
1. Flokulasi mekanis
Hampir sama dengan Koagulasi menggunakan impeller sebagai pengaduk.
Hanya saja alirannya lambat atau turbulen.
Gambar 2.17. Flokulasi Mekanis. (a) Dengan Paddle, (b) Dengan Turbine, (c)
Dengan Propeller (Rich, 69)
2. Flokulasi hidrolis
Flokulasi dengan gravitasi, ciri – ciri Flokulasi Hidrolis :
a. Tidak peka terhadap perubahan kualitas air
b. Hidrolis dan parameter menyebabkan fungsi flokulasi menjadi lambat dan
tidak bisa menyesuaikan
c. Kehilangan tekanan relative besar
Macam – macam Flokulasi Hidrolis :
1. Baffle channel flocculator
Gambar 2.18. Horizontal
Flow Baffle Channel
(Sculzt&Okun, 109)
Gambar 2.19. Vertical
Flow Baffle Channel
(Sculzt&Okun, 110)
2. Gravel bed flocculator
3. Hidrolic jet flokulator
Gambar 2.21. Hidraulic Jet Floclator (Sculzt&Okun, 117)
4. Flokulasi pneumatis
Flokulasi Pneumatis adalah dengan injeksi udara dari compressor
dengan tekanan kedalam air.
II.2.3. Secondary Treatment (Pengolahan Sekunder)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik
terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta
II.2.3.1. Proses Biologi secara Aerobik
Unit proses pengolahannya antara lain:
a) Activated Sludge
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih
stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah
prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,
sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan
dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge, yaitu:
1. Kovensional
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan
recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan
oksidasi bahan organic
Gambar 2.22. Activated sludge sistem konvensional (Reynold,427)
2. Non Konvensional
a) Step Aeration
-Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat dan
-Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan masuk
untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan mengurangi
tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.
-Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek
Gambar 2.23. Step Aerasi (Reynold,.441)
b) Tapered Aeration
Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih
tinggi.
b) Contact Stabilization
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :
- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk
memproses lumpur aktif.
- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik
yang mengasorb ( proses stabilasi ).
Gambar 2.25. Contact Stabilization (Reynold,.442)
c) Pure Oxigen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya adalah mempunyai perbandingan subtrat dan
mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek.
d) High Rate Aeration
Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau
debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka
akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.
Gambar 2.27. High Rate Aeration
e) Extended Aeration
Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention
(td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih
sedikit.
Gambar 2.28. Extended Aeration (Reynold,444)
influent
Secondary clarifier
reaktor
Effluent
Sludge return
e) Oxydation Ditch
Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis,
kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.
Gambar 2.29. Oxydation Ditch (Reynold, 444)
b) Aerobic Lagoon
Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang
sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang luas
dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka kondisi
aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.
Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae dalam
kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan aerobik lagoon,
yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi algae, pada kedalaman
Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau stabilisation
lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen yang dihasilkan,
kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil terbaik, lagoon diaduk
secara periodik dengan pompa atau surface aeration.
Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam air
dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang
dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air. Proses reaksi
fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis sebagai berikut:
Photosintesis:
CO2 + 2H2O + cahaya matahari → CH2O + O2 + H2O
Sel Baru Algae
Respirasi
CH2O + O2→ CO2 + 2H2O
c) Aerated Lagoon
Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon yaitu
dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organik yang
tinggi. Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended
aeration pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman air
yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser aerator.
Dalam aerated lagoon semua zat padat dipertahankan dalam keadaan tersuspensi.
Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti dengan kolam
pengendapan yang besar.
Gambar 2.31. Aerated Lagoon (Archeivala,hal.195)
d) Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5 meter. Pada
kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona aerobik di bagian
atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona anaerobik di bagian bawah atau
dasar kolam. Proses penurunan BOD atau organik COD terjadi karena adanya
Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis pada
siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi terjadi pada siang
hari.
Oksigen terlarut yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh bakteri aerob
untuk proses penguraian zat organik dalam air buangan (sebagai BOD). Pada
bagian ini terjadi proses biologi secara aerobik (full aerobic), dan pada bagian ini
juga dimungkinkan terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang dihasilkan oleh bakteri
akan digunakan oleh algae sebagai sumber karbon pada proses fotosintesis.
Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini disebabkan
berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke lapisan ini. Kondisi yang
ada adalah antara aerobik dan anaerobik.
Pada siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung
anaerobik sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan
dinamakan bakteri fakultatif.
Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa
adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme yang
mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi dekomposisi
zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2, NH3, H2S, dan CH4.
Gambar 2.32. Kolam Fakultatif (Archeivala,hal.178)
II.2.3.2. Proses Biologi secara An Aerobik
a) UASB (Up Flow An Aerobic Sludge Blanket)
Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang berbentuk
butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang
didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui dasar bak secara
merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan tetap berada
atau tertahan dalam reaktor.
Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah
akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor.
Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3 m/jam. Untuk
mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik
Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge
tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya densitas
butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor dan
kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor.
Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gas-solid-liquid separator yang
ditempatkan di bagian atas reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam
separator tersebut dan sludge dikembalikan lagi ke reaktor.
Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang bergerak
naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping itu juga turunnya
aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge memberikan ketidak
seragaman sludge blanket sehingga sebagai akibatnya sludge akan ikut keluar
reactor. Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air limbah
juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid dapat
menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi suspended solid
pada sludge juga akan mempengaruhi proses air limbah yang mengandung protein
atau lemak menyebabkan pembentukan busa.
Keuntungan :
- Kebutuhan energi rendah
- Kebutuhan lahan sedikit
- Biogas berguna
- Kebutuhan nutrien sedikit
- Sludge mudah diolah/dikeringkan
- Mempunyai kemampuan terhadap fluktuasi dan intermitten
load
Gambar 2.33. UASB
(Metcalf&Eddy,1006)
Gambar 2.34. (a) Proses di dalam UASB, (b) Reaktor UASB dengan Sedimentasi
dan Recycle Lumpur, (c) Reaktor UASB dengan Media yang menghasilkan
Biofilm. (Metcalf&Eddy,1006)
b) An Aerobic lagoon
Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter. Kondisi
anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang tinggi sehingga
terjadi deoksigenisasi, adanya lapisan scum (busa) pada permukaan air kolam
berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari atmosfer. Pada kondisi ini bahan
organik akan mengalami stabilisasi yang merupakan hasil kerja bakteri anaerobik
Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage anaerobic
digestion dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan memecah organik
komplek. Selanjutnya asam yang terbentuk diubah menjadi gas methane, gas
karbon dioksida, sel dan produk lain yang stabil.
Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, hal ini dicapai dengan
cara melakukan pemasangan pipa inlet di bagian dasar kolam menuju ke tengah
kolam. Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam.
Bahan yang mudah mengapung seperti minyak, lemak dan zat padat yang
ringan akan berada di bagian permukaan air dan biasanya menutupi seluruh
permukaan air. Dengan demikian panas yang dihasilkan di seluruh kedalaman
kolam dapat dipertahankan.
Pada tipe ini tidak diperlukan pemanasan, equalisasi, mixing, maupun
sirkulasi lumpur. Keutamaan dari pengolahan jenis adalah mempunyai
kemampuan mengolah dengan beban yang tinggi serta tahan terhadap perubahan
debit dan kualitas air limbah (shock loading). Untuk mencegah terjadinya
perembesan air limbah pada dinding dan dasar kolam dapat dipasang lapisan
kedap air (misal: plastik, clay).
Gambar
c) Fluidized Bed
Merupakan re
debit tertentu. Pada
berukuran kecil seba
berada pada kondisi
secara vertikal denga
dicapai dengan menga
Ukuran dan de
operasi dan ekonomis
sehingga reaktor dalam
bar 2.35. Anaerobik Lagoon (Metcalf&Eddy,10
ed Reactor
reaktor dengan media pasir yang dialiri air
a reaktor ini banyak biomassa menempel pa
ebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti
isi terekspansi [bergerak melayang- layang
ngan aliran keatas (up flow)]. Besarnya kec
ngatur besarnya tingkat resirkulasi.
densitas dari media merupakan penentu dari k
is tidaknya reator. Dalam reaktor ini tidak ada
F lu id iz e d B e d
R e cy c le P u m p
In flu e n t
S a n d T ra p E fflu e n t G a s
Gambar 2.36. Fluidized Bed Reactor
d) Fixed Bed Reactor
Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat menuju
keatas (up flow) ataupun kebawah (down flow ) melalui suatu kolam yang terisi
media pendukung. Permulaan media tersebut berfungsi untuk menempel mikroba
dan menangkap flok yang tidak bisa menempel. Mikroba yang menempel
bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air limbah .Pada saat awal prose perlu
seeding dengan merendam media filter di dalam sptictank.
Suatu saat biofilm akan menempel sehingga terjadi clogging oleh karena
itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon bed sudah jenuh maka carbon
U n d e r d r a i n S y s t e m
II.2.3.3. Proses Biologis dengan Bio Film
a) Trickling Filter
Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan
dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya diselimuti oleh
lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan batua-batuan, pasir,
granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari diameter 3/4 in sampai
dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah proses biologis yang
memerlukan oksigen (aerobik).
Cara kerja Tricling filter :
Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa yang
limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh mikroorganisme yang
menempel pada media filter. Bahan organik sebagai substrat yang terlarut dalam
air limbah di absorbsi dalam biofilm antar lapisan berlendir.
Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh
mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal lapisan
biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm mencapai
ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh maka oksigen tidak
dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada
permukaan media akan berad pada kondisi anaerobik.
Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan , dan bahan
organik yang diabsorbsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme namuin tidak
mencapai mikroorganisme yang berada pada permukaan media.
Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada
bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar permukaan media
mengalami fase endogenous atau kematian. Pada akhirnya mikroorganisme
sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media, cairan yang masuk akan ikut
melepas atau mencuci dan mendorong biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm
baru akan segera tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut
sloughing dan hal ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling
filter tersebut.
Beban hidrolik memberikan kecepatan daya gerus biofilm sedangkan
hidrolik dan organik
high rate.
Trickling filte
pertumbuhan mikroor
25-100 mm, kedalam
mencapai 12 m yang d
Air limbah
distributor yang dapa
mengumpulkan biofi
sedimentasi. Bagaian
filter sebagai air peng
ik maka dapat dikelompokan tipe trickling filt
ilter terdiri dari suatu bak dengan media pe
organisme. Filter media biasanya mempunyai u
aman filter berkisar 0,9-2,5m (rata-rata 1,8) m
g disebut sebagai tower trickling filter.
didistribusikan pada bagaian atas denga
pat berputar. Filter juga dilengkapi dengan un
ofilm yang mati untuk kemudian diendapak
an cairan yang keluar biasanya dikembalikan
ngencer air baku yang diolah.
Gambar 2.38. Trikling Filter
b) RBC (Rotating Biological Contractor)
RBC menurunkan biomassa sebelum diendapkan pada bak pengendap
dengan cara yaitu RBC yang terdiri dari suatu piringan seri berbentuk lingkaran
yang terbuat dari bahan PVC, disusun secara vertikal dengan menghubungkan
satu sama lain dengan satu sumbu, sehingga piringan tersebut dapat berputar.
Sebagian piringan tersebut tercelup dalam air limbah yang diolah dimana akan
tumbuh biofilm dan menempel pada permukaan piringan dalam bentuk lendir.
Pada saat berputar bagian piringan yang tercelup air akan menguraikan zat
organik yang terlarut dalam air, sedangkan pada saat kontak dengan udara,
biomassa akan mengabsorpsi oksigen sehingga tercapai kondisi aerobik dan
biomassa yang berlebihan akan terbawa keluar.
Keuntungan RBC :
1) Waktu kontak yang tidak terlalu lama, biasanya ≤ 1 jam karena luas
permukaan besar.
2) Dapat mengolah air limbah pada kisaran kapasitas yang besar, dari ≤
1000 gal/hari sampai ≥ 100.000 gal/hari.
3) Tidak diperlukan recycle.
4) Biomassa yang terlepas (sloughing) mudah dipisahkan dari air yang
sudah diolah.
5) Biaya operasi cukup murah karena tidak diperlukan keahlian khusus
II.2.3.4. Nitrifikasi –
a) Nitrifikasi
Nitrifikasi me
Nitrifikasi menjadi sa
itu disebabkan karena
merupakan proses konvensi nitrogen ammonia
salah satu proses yang sangat penting untuk d
na :
ng banyak mengandung N organic cenderu
ang pada akhirnya akan menimbulkan eutrophi
asi akan menyebabkan turunnya konsentrasi
karena pada setiap tahap reaksi dalam
at tixic terhadap kehidupan air.
gkonsumsi dosis klorine yang berakibat naik
Proses konveksi nitrogen ammonia menjadi nitrat melibatkan bakteri
autrotrof. Bakteri ini adalah bakteri yang menggunakan sumber energi dari cahaya
matahari (photoautrotrof).
Maupun dari hasil oksidasi bahan anorganik (chemoautrotrof). Sumber
karbon berasal dari fiksasi karbondioksida. Bakteri autrotrof genus Nitrosomonas
dan Nitrobacter adalah jenis bakteri yang memegang peran peting dalam proses
nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang dilaksanakan oleh oraganisme autrotrof dan
berlangsung dalam dua tahap, yaitu :
1. Tahap nitritasi yaitu tahap oksidasi ion ammonia (NH4+) menjadi ion nitrit
(NO2) dan dilaksanakan oleh bakteri nitrosomonas, dengan reaksi sebagai berikut:
2NH4 + 3O2 NITROSOMONAS 2NO2 + 2H2O + 4H+
2. Tahap nitrat yaitu tahap oksidasi ion nitrit menjadi nitrat NO3 dan dilakukan
oleh nitrobacter dengan reaksi :
2NO2- + O2 NITROSOMONAS 2NO2
-Proses nitrifikasi dapat diterapkan pada system Lumpur aktif (CFSTR).
Atau plug flow dengan resirkulasi dan biofilm (trickling filter dan cakram
biologis).
Dalam proses pengolahan Lumpur aktif dapat dilakukan secara terpisah
dalam tangki yang berbeda maupun dalam satu tangki dengan proses kombinasi.
Gambar berikut merupakan jenis pengolahan ammonia dengan nitrifikasi dengan
Gambar 2.40. Nitrifikasi cara lumpur aktif
Dasar pemilihan antara system satu dengan satu tangki atau dua tangki
aerasi biasanya dengan memperhatikan perbandingan BOD5/TKN, untuk :
- BOD5/TKN < 3, menggunakan system terpisah (two stage)
- BOD5/TKN > 5, menggunakan satu tangki (single stage)
b) Denitrifikasi
Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen (N2) secara
biologi pada kondisi anoxic (tanpa oksigen). Bakteri yang bertanggungjawab
dalam proses denitrifikasi adalah jenis heterotrof. Nitrit dan nitrat sebagai aseptor
electron, sedangkan organic karbon sebagai donor electron.
Penyisihan carbon-nitrifikasi Clarifier
a. single stage combination
Penyisihan C Clarifier nitrifikasi Clarifier
Dalam air buangan rendah, biasanya ditambahkan methanol (CH3OH)
sebagai sumber karbon, sedangkan sumber energi diperoleh dari hasil reaksi
anorganik.
Bakteri yang melakukan proses denitrifikasi meliputi : achromobacter,
Alcaligenes, Bacillus, Brevibacterium, F lavobacterium, Laccthobacterium dan
lainnya.
Ada dua tahap konveksi dalam proses denitrifikasi yaitu :
- Tahap nitrat menjadi nitrit
- Tahap nitrit menjadi gas nitrogen
Sehingga keseluruhan proses secara berurutan adalah :
NO3→ NO2→ NO → N2O →N2
II.2.4. Tertiary Treatment
Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan terdahulu, oleh karena
itu pengolahan jenis ini akan digunakan apabila pada pengolahan pertama dan
kedua, banyak zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum.
Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan
kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada
pabrik yang menghasilkan air limbah khusus diantaranya yang mengandung fenol,
nitrogen, fosfat, bakteri patogen dan lainnya. Unit pengolahan tersier ini terdiri
a) Carbon Aktif
Pengolahan a
digunakan sebagai pr
terlarut yang ada deng
(bahan anorganik), p
karena ion-ion cender
sehingga cara pengola
(ion exchange) baik io
tif
air limbah dengan menggunakan karbon
proses kelanjutan dari pengolahan secara bi
engan cara menyerap partikel yang berada dala
elain itu proses ini juga bisa menghilangkan b
ol), merkuri dan lain-lain.
bon Aktif
51)
ge
ah cair yang bahan pencemarnya larut dan m
, pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan
derung menjadi permukaan yang berbatasan d
olahan yang dipilih untuk jenis tersebut adalah
ion positif maupun ion negatif.
Secara garis besar prosesnya serupa dengan adsobsi yaitu dengan
mengkontakkan limbah dengan bahan aktif penukaran ion yang siap memberi ion
H+ atau OH- ke limbah dan menerima ion positif atau ion negatif dari limbah.
Keadaan jenuh juga akan dialami oleh bahan aktif penukar ion, yang pemulihan
keaktifanya dapat dilakukan melalui proses regenerasi. Limbah biasanya
menggunakan proses ion exchange antara lain yang mengandung logam, misalnya
Na2+, Ca2+, Cu, Ni, Cr, Mg2+, Fe, Co.
c) Secondary Clarifier
Fungsinya sama dengan Bak pengendap, tetapi clarifier biasanya di
tempatkan setelah pengolahan kedua (pengolahan Biologis).
Gambar 2.43. Clarifier. (a) Denah, (b) Tampak Samping (Reynold,251)
II.2.5. Sludge Treatment (Pengolahan Lumpur)
Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang
perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari
Sludge dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal
ini disebabkan karena :
a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel
untuk menimbulkan bau.
b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi
dari bahan organik.
c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% -
12% solid).
Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :
- Mereduksi kadar lumpur
- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk
dan sebagai penguruk lahan yang sudah aman.
Unit pengolahan lumpur meliputi :
a) Sludge Thickener
Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk menaikkan
kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi fraksi cair (air),
sehingga lumpur dapat dipisahkan dari air dan ketebalannya menjadi berkurang
atau dapat dikatakan sebagai pemekatan lumpur.
Tipe thickener yang digunakan adalah gravity thickener dan lumpur
berasal dari bak pengendap I dan pengendap II. Pada sistem gravity thickener ini,
Gambar 2.44. Sludge Thickener (McCabe,Smith&Harriot,1011)
b) Sludge Digester
Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang dihasilkan dari
proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik material yang bersifat lebih
Gambar 2.45. Sludge Digester
c) Sludge Drying Bed
Sludge drying bed merupakan suatu bak yang dipakai untuk mengeringkan
lumpur hasil pengolahan dari thickener. Bak ini berbentuk persegi panjang yang
terdiri dari lapisan pasir dan kerikil serta pipa drain untuk mengalirkan air dari
lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan paling cepat 10 hari dengan
bantuan sinar matahari.
II.3. Persen Removal
Tabel 2.4
Unit Pengolahan % Removal Sumber
I. Pre Teatment
Operations & Processes in
Env.Engineering, 2nd
edition, hal 152
- Bak Equalisasi 10 – 20 % BOD
23 – 47 % SS
Reynold/Richard, Unit
Operations & Processes in
Unit Pengolahan % Removal Sumber
2. Floculation - Flotation 97 % Oil
75 % Solid
80 % BOD
80 % COD
Cavaseno, Industrial
Wastewater and Solid
Waste Engineering, hal.14
- Bak pengendap I 50 – 70 % SS
25 – 40 % BOD
Metcalf & Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 396
- Netralisasi pH 6,5 – 9 Reynold/Richard, Unit
Operations & Processes in
Env.Engineering, 2nd
edition, hal 161
- Koagulasi - Flokulasi 58 % BOD
63 % COD
33 % TSS
93 % Cr
Eckenfelder, Jr., Industrial
Water Pollution Control,
3th edition, hal 156
Unit Pengolahan % Removal Sumber
Plants, Syed R Qasim hal
53.
2. Non Konvensional
- Step Aeration 85 – 95 % BOD
Reynold/Richard, Unit
Operations & Processes in
Env.Engineering, 2nd
edition, hal 429 - Tapered Aeration 85 – 95 % BOD
- Contact Stabilization 80– 90 % BOD
- Pure Oxygen 85 – 95 % BOD
- High Rate Aeration 75 – 90 % BOD
- Extended Aeration 75 – 95 % BOD
Unit Pengolahan % Removal Sumber
- Oxydation Ditch 75 – 95 % BOD Reynold/Richard, Unit
Operations & Processes in
Env.Engineering, 2nd
edition, hal 445
b. Aerated Lagoon 75 – 95 % BOD
60 – 85 % COD
40 – 65 % SS
70 – 90 % Oil
90 – 99 % Phenol
95 – 100 H2S
Cavaseno, Industrial
Wastewater and Solid
Waste Engineering, hal.16
III.2. An Aerob
a. UASB 90 – 95 % COD Metcalf & Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 1007
b. An Aerobic Lagoon 80 – 90 % COD Metcalf & Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 1026
c. Fluidized Bed Reactor > 90 % COD Metcalf & Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 1022
Unit Pengolahan % Removal Sumber
d. Fixed Bed Reactor ≤ 90% COD Metcalf & Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th
edition, hal 1019
III.3. Bio Film
a. Trickling Filter
1. Low Rate TF
2. Intermediate Rate TF
3. High Rate TF
4. Super Rate TF
90 – 95 % BOD
85 – 90 % BOD
85 – 90 % BOD
60 – 80 % BOD
Reynold/Richard, Unit
Operations & Processes in
Env.Engineering, 2nd
edition, hal 527
b. RBC s.d. 90 % BOD Metcalf & Eddy, WWET
Disposal, and Reuse 4th
II.4. Profil Hidrolis
Hal – hal yang perlu diperhatikanb sebelum membuat Profil Hidrolis,
antara lain:
1. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan
Untuk membuat profil hidrolis perlu perhitungan kehilangan tekanan pada
bangunan. Kehilangan tekanan akan mempengaruhi ketinggian muka air di
dalam bangunan pengolahan. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan
ada beberapa macam, yaitu:
a. Kehilangan tekanan pada saluran terbuka
b. Kehilangan tekanan pada bak
c. Kehilangan tekanan pada pintu
d. Kehilangan tekanan pada weir, sekat, ambang dan sebagainya
harus di hitung secara khusus.
2. Kehilangan tekanan pada perpipaan dan assesoris
a. Kehilangan tekanan pada perpipaan
b. Kehilangan tekanan pada assesoris
c. Kehilangan tekanan pada pompa
d. Kehilangan tekanan pada alat pengukur flok
3. Tinggi muka air
Kesalahan dalam perhitungan tinggi muka air dapat terjadi kesalahan
dalam menentukan elevasi ( ketinggian ) bangunan pengolahan, dalam
pelaksanaan pembangunan sehingga akan dapat mempengaruhi pada proses
Kehilangan tekanan bangunan (saluran terbuka dan tertutup) tinggi
terjunan yang direncanakan ( jika ada ) akan berpengaruh pada perhitungan
tinggi muka air. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara :
1. Menentukan tinggi muka air bangunan pengolahan yang paling
akhir.
2. Tambahkan kehilangan tekanan antara clear well dengan bagunan
sebelumnya pada ketinggian muka air di clear well.
3. Didapat tinggi muka air bangunan sebelum clear well demikian
seterusnya sampai bangunan yang pertama sesudah intake.
4. Jika tinggi muka air bangunan sesudah intake ini lebih tinggi dari
tinggi muka air sumber maka diperlukan pompa di intake untuk
III.1. Data Karakteristik Limbah Industri yang direncanakan
Kualitas air buangan yang akan diubah berasal dari industri tekstil
dengan besarnya debit yang akan diolah.
Jam Q(m3/jam)
Adapun karakteristik limbah yang akan diolah dalam perencanaan
ini sebagai berikut :
Tabel 3.1 Parameter limbah yang akan diolah
III.2. Standart Baku Mutu Industri Tekstil
Dengan karakteristik limbah seperti yang tercamtum diatas maka
diperlukan pengolahan sehingga sesuai dengan baku mutu limbah yang
diperbolehkan untuk dibuang ke dalam badan air, jika limbah pabrik tekstil
yang diolah berada di wilayah jawa timur, maka standart yang digunakan
adalah standart wilayah setempat yang berlaku. Untuk itu undang-undang atau
standar sebagai acuan yang dugunakan adalah keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 tentang baku mutu limbah
cair untuk industri tekstil.
Untuk mengetahui apakah limbah cair suatu industri berbahaya atau tidak
maka perlu dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku seperti pada tabel
3.2 adalah tentang baku mutu limbah cair untuk industri tekstil menurut SK
Gubernur No. 45 Tahun 2002 sebagai berikut :
Tabel 3.2 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil
Parameter Kadar Maximum (mg/lt)
BOD
Tss
PH
50
50
6 - 9
III.3. Diagram Alir
Berdasarkan karakteristik air limbah , maka diagram alir proses pengolahan
Recycle
Saluran Pembawa
Screen
Bak Penampung
Netralisasi
Activated Sludge
Clarifier
Badan Air
BAB IV
SPESIFIKASI BANGUNAN
IV. 1. NERACA MASSA
Inlet Outlet 2
Outlet 1
IV.1.1. Saluran pembawa dan Screen
No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu
1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt
2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt
3. pH 3,5 - - 3,5 6 -9
No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu
1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt
2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt
IV.1.2. Bak Pengumpul
No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu
1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt
2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt
3. pH 3,5 - - 7 6 -9
IV.1.3. Netralisasi
No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu
1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt
2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt
3. pH 3,5 - - 7 6 -9
IV.1.4. Activated Sludge
No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu
1. BOD 2075 mg/dt 98% 2033,5 41,5mg/dt 50mg/dt
2. TSS 2000 mg/dt 85% 1700 300 mg/dt 50mg/dt
3. pH 3,5 - - 7 6 -9
IV.1.5. Clarifier
No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu
1. BOD 41,5 mg/dt - - 41,5 mg/dt 50 mg/dt
2. TSS 300 mg/dt 85% 225 45 mg/dt 50 mg/dt
3. pH 3,5 - - 7 6 -9
.
IV. 2. PERENCANAAN DAN SPESIFIKASI BANGUNAN
1.Saluran pembawa
a). Perencanaan :
1. kecepatan aliran (V) : 0,1 m³/dtk
2. Slope maksimal : 1.10-3m/m
3. Free board : 0,2m
4. Debit (Q) : 0,011 m³/dtk
B). Spesifikasi bangunan :
1. Dibuat 1 saluran dan terbuat dari Beton
2. Termasuk saluran terbuka
3. Panjang saluran ( L ) : 3 m
4. Lebar Saluran (B) : 0,28 m
2. Screen
a). Perencanaan :
1. Menggunakan Screen Manual
2. Jenis Screen Bar Screen
3. Debit (Q) : 0,4 m³/dtk
4. Jenis Bar bulat ( ) : 1,79
5. Jarak antar Kisi : 25 mm = 2,5 cm
6. Lebar Kisi : 5 mm = 0,5 cm
7. kemiringan kisi : 450
8. Kecepatan aliran (V) : 0,3 m/dtk
9. Lebar Screen :1,1 m = 110 cm
10. Kekasaran manning beton : 0,013
b). Spesifikasi Bangunan
1. Panjang Saluran (L) : 3 m
2. Lebar Saluran (B) : 0,26 m
3. Kedalaman Saluran : 0,33 m
3. Sumur Pengumpul
a). Perencanaan :
1. Debit air limbah (Q) : 0,01 m3/dtk
2. Kecepatan Aliran (V) : 0,3 m/dtk
3. Saluran dari beton (n) : 0,013
5. Bak berbentuk segi empat dan menggunakan 1 sumur pengumpul
6. L : b = 2 :1
7. Kedalaman sumur pengumpul (h) : 2 m
8. Free board : 0,2 m
b). Spesifikasi bangunan :
1. Panjang Sumur pengumpul : 3,46 m
2. Lebar Sumur pengumpul : 1,73 m
3. Tinggi sumur Pengumpul : 2,2 m
5. Netralisasi
a). Perencanaan :
1. Menggunakan 1 bak Netralisasi
2. Ph air buangan : 12 (basa)
3. Nilai Ph netral yang dibutuhkan : 6 - 9
4. Bahan penetral adalah H2SO4 (BM = 98)
5. Densitas H2SO4 : 1,12 kg/lt
6. Waktu detensi : 60 detik
7. Bak Netralisasi berbentuk tabung
8. Sistem pengadukan dengan motor pengaduk
a). Jenis Impeller : Propeller, pitch of 1,3 blades
b). Rasio Di/D = 30 % - 50%
c). KT = 0,32 ; KL = 41,0
e). G = 700 S-1
f). ν: 0,8551. 10-3 Ns/m2 (Suhu 20oc)
g). ρ : 996,54 kg/m3
b). Spesifikasi Bangunan :
1. Dimensi bak injeksi
a). Diameter (d) : 1,3 m
b). Tinggi (h) : 1,6 m
c). Diameter Impeller Injeksi : 0,65m
2. Dimensi Bak Netralisasi
a). Diameter (d) : 0,8 m
b). Tinggi (h) : 1,3 m
c). Diameter Impeller Injeksi : 0,4 m
7. Activated Sludge
• Menggunakan 1 bak aerasi
• Kedalaman bak (h) = 2,5 m
• Lebar (B) = 7,35 m
• Panjang (L) = 14,7 m
• Keb udara untuk meremoval BOD = 34,53 kg/jam
• Transfer O2 dilapangan = 1,028 kg O2/ kw jam
• Tenaga aerator = 33,59 kw
• Jumlah aerator (n) = 5 unit
Saluran inlet
Ø pipa resirkulasi = 0,11 m
8. Klarifier
a). Perencanaan
1. Menggunakan 1 bak Klarifier
2. Bak berbentuk Circuler
3. Debit (Q) : 0,01 m3/dtk
4. Waktu detensi (td) : 2 jam
5. over flow rate : 40 m3/m2.hari
b). Spesifikasi Bangunan
1. Debit (Q) : 0,01 m3/dtk
2. Diameter bak (d) : 6,04m
3. Kedalaman (h) : 2,61 m
4. TSS influent :300 mg/lt
9. Sludge Drying Bed
a). Perencanaan
1. Menggunakan 1 buah bak
2. Waktu pengeringan : 10 hari
b). Spesifikasi Bangunan
1. Kedalaman (h) :0,84 m
2. Panjang (L) : 6 m
6. ACTIVATED SLUDGE
1. Kriteria Perencanaan :
Memakai Activated Sludge Tipe Proses Konvensional
- % Removal BOD = 95 % - 99 %
- % Removal TSS = 80 % - 90 %
( Sumber : Wastewater Treatment Plants , Syed R Qasim hal 53 )
- % Phosphat = 60 – 70%
- Umur lumpur (θ) = 5 -15 hari
- Food to mikroorganisme ( F/M ) = 0,2 – 1,4 hari -1
- Nilai Koefisien (Qasim,308)
-Rata-rata penggunaan Substrat (K) = 2 – 8 /hari
-Koefisien Batas Pertumbuhan (y) = 0,3 – 0,7 mgVss/mgBOD
-Konsentrasi Substrat (Ks) = 40 – 120 mg/L BOD5
-Koefisien Endogeneous (Kd) = 0,03 – 0,07 hari
- Waktu detensi ( td ) = 4 – 8 jam
- Volumetrik Loading = 0,8 – 2 kg BODs/m3.hari
- Aerator Loading = 0,3 – 0,6 kg BODs/m3.hari
(Qasim 1985,Tabel 13.2 hal 310 )
2. Direncanakan :
- Debit masukan ( Qo ) = 0,011 m3/dtk = 950,4 m3/hari
- Dibuat 1 unit kolam surface aerator
- BOD influent = 2075 mg/ltr
- BOD effluent = 41,5 mg/ltr
- Sludge Proses ( TSS ) = 300 mg/ltr
- % Removel BOD = 98 %
- % Removel TSS = 85 %
- % Removal Phosphat = 70 %
- MLSS = 3000 g/m3 ( Qasim , Hal 310 )
- Waktu detensi = 6 jam
Perhitungan :
1. Konsentrasi BODs terlarut dalam effluent
- BOD5 effluent = 41,5 mg/ltr
- BOD influent = 2075 mg/ltr
- Biological Solid = 65 % BOD effluent
1 gr Biological solid = 1,42 BODL
BOD5 = 0,68 BODL
(Qasim,1985)
= 65 % x 41,5 mg/ltr
2. Effisiensi Biological Treatment
=
(
)
100%3. Ratio Resirkulasi Sludge
X ( Q + Qr ) = Qr . Xr
- Diketahui MLSS = 3000 mg/m3
% =0,8=80%
- Konsentrasi Return Sludge ( Xr )
Si =
(
) (
)
Maka dimensi bak adalah :
Vol = P . L . h
5. Konstanta / Koefisien kinetic a. Kuantitas lumpur
- Lumpur yang dibuang per hari ( y observed )
- Pertumbuhan MLVSS ( Px )/Massa sludge
d. Kontrol F/M ratio