commit to user
PENAMBAHAN SERAT
ABACA
UNTUK
SLURRY SEAL
PADA BERBAGAI KADAR
FILLER
(Tinjauan Uji
Konsistensi, Setting Time
dan ITS)
The Addition of Abaca Fiber to Slurry Seal at Various Level of Filler
( Review of Test Consistensy, Setting Time and ITS )
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
EKO ANGGORO JATI
NIM. I 1107008
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ivMOTTO
“Maha suci Engkau ya Allah, kami tidak mempunyai pengetahuan
melainkan apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, karena
sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana”.
(Al – Baqoroh’ : 32)
“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua”.
( Aristoteles )
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini untuk :
Kedua Orang Tuaku Bapak Jarwanto dan Ibu Siti Umiyatun yang
selalu meridhoi dan mendukungku, terima kasih atas kasih sayang &
semangat untukku
commit to user
v
ABSTRAK
Eko Anggoro Jati, 2012. Penambahan Serat Abaca Untuk Slurry Seal Pada Berbagai Kadar Filler ( Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time Dan ITS ). Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Slurry Seal adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum 10 mm yang terdiri dari campuran aspal emulsi tanpa pemanasan dengan kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambah lainnya dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan berbentuk bubur aspal atau slurry. Penambahan Serat Abaca dan abu batu merupakan upaya meningkatkan kualitas campuran Slurry Seal yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan daya ketahanan slurry seal dari beban lalu lintas kendaraan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil penambahan Serat Abaca dan abu batu dengan melakukan eksperimen di dalam laboratorium. Pengujian yang dilakukan slurry seal dengan tipe III adalah pengujian konsistensi, setting time dan ITS (Indirect Tensile Strength). Pembuatan dan pengujian benda uji didasarkan pada spesifikasi khusus Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) dari Bina Marga (2008). Sebagai kontrol campuran slurry seal dilakukan pengujian konsistensi untuk mendapatkan kadar air optimum sebelum dilanjutkan dengan uji setting time dan uji ITS.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan kadar air 10% penambahan serat abaca sebanyak 0,3% konsistensi penyebaran rata-rata ≤ 3 cm, begitu juga dengan penambahan serat abaca yang juga diikuti penambahan abu batu 1-3% nilai konsistensi tetap sesuai dengan persyaratan dari Bina Marga. Penambahan serat abaca dan abu batu membuat setting time menjadi lebih cepat daripada campuran normal tanpa penambahan serat abaca dan abu batu. Penambahan serat abaca sebanyak 0,3% membuat nilai ITS naik 23,92 kPa dibandingkan dengan tanpa penambahan serat (23,42 kPa). Nilai ITS maksimum terjadi pada campuran slurry seal dengan penambahan abu batu 1% dan serat abaca 0,3% sebesar 26,89 kPa.
commit to user
vi
ABSTRACT
Eko Anggoro Jati, 2012. The Addition of Abaca Fiber to Slurry Seal at Various level of filler ( Review of Test Consistensy, Setting Time and Indirect Tensile
Strength ). Thesis, Civil Engineering of Engineering Faculty, Sebelas Maret
University.
Slurry Seal is a thin layer with a maximum thickness of 10 mm consisting of a mixture of asphalt emulsion content without heating with finely graded aggregate, mineral filler, water and other added ingredients are mixed and spread evenly over the surface of asphalt or slurry. Abaca fibers and the addition of stone dust is an effort to improve the quality of Slurry Seal mixture better so as to enhance the resilience of slurry seal from traffic loads.
This study aims to determine the addition of Abaca Fiber and stone dust by performing experiments in the laboratory. Tests conducted by the type III slurry seal is a test of consistency, setting time and ITS (Indirect Tensile Strength). Manufacture and testing of the test object based on a particular specification asphalt emulsion slurry Planning (Slurry Seal) of the Bina Marga (2008). As a control slurry seal mixture the consistency of testing performed to obtain optimum moisture content before continuing with the test time and test ITS setting.
The analysis showed that the addition of the water content of 10% addition of abaca fiber consistency of 0.3% average spread of ≤ 3 cm, as well as the addition of abaca fiber which is also followed by the addition of stone dust the consistency of 1-3% remains in compliance with the requirements of Development Marga. The addition of abaca fiber and stone dust to make the setting time is faster than the normal mixture without the addition of abaca fiber and stone dust. Addition of 0.3% abaca fibers make up the ITS 23.92 kPa compared with no addition of fiber (23.42 kPa). ITS maximum value occurs in the slurry seal mixture with the addition of stone dust 1% and 0.3% abaca fiber at 26.89 kPa.
commit to user
viiKATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1
di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis mengambil judul skripsi “Penambahan Serat Abaca Untuk Slurry Seal
Pada Berbagai Kadar Filler ( Tinjauan Nilai Konsistensi, Setting Time dan
ITS )”.
Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak yang ada di
sekitar penulis, karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak Edy Purwanto, ST, MT selaku Pembimbing Akademik dan Kaprog
Studi S1 Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Bapak Ir. Ary Setyawan, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I.
5. Bapak Ir. Djumari, MT selaku Dosen Pembimbing II.
6. Tim Penguji Pendadaran.
7. Staf pengelola/laboran Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret.
8. Teman Tim seperjuangan Shidqi dan Mbak Ratna yang telah membantu
selama di laboratorium.
9. Teman-teman angkatan 2006, 2007 dan Sipil Transfer 2008-2010 UNS serta
rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
commit to user
viiiPenulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya.
Surakarta, Juli 2012
commit to user
ixDAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR NOTASI ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Batasan Masalah ... 5
1.4. Tujuan Penelitian ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
1.5.1. Manfaat Teoritis ... 6
1.5.2. Manfaat Praktis ... 6
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 7
2.2. Dasar Teori ... 10
2.2.1 Agregat ... 10
2.2.2 Jenis Agregat ... 13
2.2.3 Bahan Pengisi (Filler) ... 14
2.2.4 Serat Abaca ... 14
commit to user
xHalaman
2.2.6 Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) ... 16
2.2.6.1 Jenis Slurry Seal ... 17
2.2.6.2 Tipe Slurry Seal ... 17
2.2.6.3 Kegunaan Slurry Seal ... 18
2.2.6.4 Pengaplikasian Slurry Seal ... 18
2.2.6.5 Pertimbangan Pemakaian Slurry Seal ... 19
2.2.6.6 Komposisi Pembuat Bahan Slurry Seal ... 20
2.2.6.7 Job Mix standar Slurry Seal ... 21
2.2.6.8 Karakteristik Campuran ... 25
2.3. Uji Konsistensi Campuran Slurry seal ... 27
2.4. Setting Time ... 27
2.5. Uji Kuat Tarik dengan Alat ITS (Indirect Tensile Strength) ... 28
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 30
3.2. Tempat Penelitian ... 30
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 30
3.3.1. Data Primer ... 30
3.3.2. Data Skunder ... 31
3.4. Bahan dan Peralatan Penelitian ... 31
3.4.1. Bahan ... 31
3.4.2. Peralatan Penelitian ... 32
3.5. Desain Campuran Slurry Seal ... 33
3.5.1. Penentuan Proporsi Material dalam Campuran Slurry Seal ... 33
3.5.2. Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi ... 35
3.5.3. Pembuatan Benda Uji ... 36
3.5.3.1 Benda Uji Konsistensi ... 37
3.5.3.2 Benda Uji Setting Time dan Indirect Tensile Strength 38
3.6. Pengujian Karakteristik Slurry Seal ... 39
3.6.1 Penentuan Kadar Air untuk Mencapai Konsistensi Optimum Campuran ... 39
commit to user
xiHalaman
3.6.3 Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength) ... 41
3.7. Tahapan Penelitian ... 41
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 45
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi ... 45
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Agregat ... 46
4.1.3 Hasil Pemeriksaan filler dan Serat Abaca ... 48
4.1.4 Perencanaan Gradasi Slurry Seal ... 48
4.1.5 Estimasi Kadar Aspal Residu ... 49
4.1.6 Hasil Pengujian Slurry Seal ... 49
4.1.6.1 Hasil Pengujian Konsistensi ... 50
4.1.6.2 Hasil Pengujian Setting Time ... 52
4.1.6.3 Hasil Pemeriksaan Densitas, SGmix dan Porositas ... 54
4.1.6.4 Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength) ... 61
4.2. Pembahasan ... 63
4.2.1 Analisis Hasil Pengujian Konsistensi ... 63
4.2.2 Analisis Hasil Pengujian Setting Time ... 64
4.2.3 Analisis Nilai Densitas ... 66
4.2.4 Analisis Nilai Porositas (Void In Mix)... 69
4.2.5 Analisis Nilai ITS (Indirect Tensile Strength) ... 70
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 72
5.2. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
commit to user
xiiDAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Mekanisme Terjadinya Gaya Tarik dan Kerusakan Retak ... 4
Gambar 2.1. Dimensi Benda Uji ... 26
Gambar 2.2. Alat Uji Indirect Tensile Strength Test ... 28
Gambar 2.3. Diagram Skematik Pembebanan ITS ... 29
Gambar 2.4. Pembebanan Sampel Uji Slurry Seal ... 29
Gambar 3.1. Kerucut Konsistensi dan Plat Logam ... 32
Gambar 3.2. Alat Uji ITS ... 33
Gambar 3.3. Grafik Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal yang digunakan dalam penelitian ... 34
Gambar 3.4. Diagram Alir Metode penelitian ... 33
Gambar 4.1. Agregat yang Digunakan ... 46
Gambar 4.2. Pre-Wetting pada Agregat Kering ... 50
Gambar 4.3. Pengujian Konsistensi dengan Alat Kerucut Konsistensi ... 52
Gambar 4.4. Penyentuhan tissue pada Pengujian Setting Time ... 53
Gambar 4.5. Pengujian ITS Sebelum Pembebanan ... 63
Gambar 4.6. Pengujian ITS Setelah Pembebanan ... 63
Gambar 4.7. Grafik Hubungan Waktu Setting dengan Kadar Residu Aspal ... . 65
Gambar 4.8. Grafik Hubungan Waktu Setting time pada Penelitian Agus Taufik Mulyono (1999) ... . 66
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Densitas dengan Kadar Residu Aspal Emulsi ... 67
Gambar 4.10. Grafik Hubungan Porositas dengan Kadar Residu Aspal Emulsi ... 69
commit to user
xiiiDAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Filler dalam Penelitian N.Oikonomou (2007) ... 7
Tabel 2.2. Karakteristik Slurry Seal Penelitian N. Oikonomou (2007) ... 8
Tabel 2.3. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal ... 19
Tabel 2.4. Karakteristik Jenis Campuran Bubur Aspal Emulsi ... 20
Tabel 2.5. Gradasi Agregat ... 22
Tabel 2.7. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal ... 23
Tabel 3.1. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal ... 34
Tabel 3.2. Kebutuhan Agregat untuk Pembuatan Benda Uji ... 35
Tabel 3.3. Kebutuhan Aspal Emulsi Berdasarkan Variasi Kadar Residu Aspal Emulsi ... 36
Tabel 3.4. Jumlah Pembuatan Benda Uji Konsistensi ... 37
Tabel 3.5. Jumlah Pembuatan Benda Uji Waktu Pemantapan ( Setting Time ) 38
Tabel 3.6. Jumlah Pembuatan Benda Uji ITS ... 39
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1h ... 45
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Coarse Aggregate (CA) ... 47
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Medium Aggregate (MA) ... 47
Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Fine Aggregate (FA) ... 47
Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Natural Sand (NS) ... 47
Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler dan Serat Abaca ... 48
Tabel 4.7. Perencanaan Gradasi Campuran Slurry Seal... 48
Tabel 4.8. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 6,5 % ... 50
Tabel 4.9. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7 % ... 51
Tabel 4.10. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7,5 % ... 51
Tabel 4.11. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8 % ... 51
Tabel 4.12. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8,5 % ... 52
Tabel 4.13. Hasil Pengujian Setting Time Rata-Rata (menit) ... 53
Tabel 4.14. Hasil Rekapitulasi Nilai Densitas Rata-Rata ... 55
commit to user
xivHalaman
Tabel 4.15. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Nilai Spesific Grafity (SGmix) ... 59
Tabel 4.16. Hasil Nilai Porositas Rata-Rata ... 60
Tabel 4.17. Hasil Rekapitulasi Pengujian ITS ... 62
Tabel 4.18. Hasil Densitas Optimum pada Kondisi KARO ... 68
Tabel 4.19. Nilai Porositas Terkecil pada Kadar Residu Aspal Emulsi 8,5 % ... 69
commit to user
xvDAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Data Penelitian ... A-1
Lampiran B Dokumentasi Penelitian ... B-1
commit to user
xviDAFTAR NOTASI
A Persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36mm)
B Persen agregat lolos saringan No.8 (2,36mm) dan tertahan saringan
No. 200 (0,75mm)
C Persen agregat lolos saringan No.200 (0,75mm)
d Diameter benda uji
D Densitas
h Tinggi rata-rata benda uji
ITS Indirect Tensile Strength
KARO Kadar Aspal Residu Optimum
LHR Lalu Lintas Harian Rata-rata
Ma Berat benda uji di udara
P Porositas
Pi Kuat tarik tidak langsung terkalibrasi
R2 Koefisien Determinasi
SGa Specific Gravity aspal
SGag Specific Gravity agregat
SGf Specific Gravity filler
commit to user
1BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkerasan jalan merupakan lapis perkerasan yang terletak antara tanah dasar dan
roda kendaraan berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi.
Untuk memperoleh jalan yang dapat bertahan sesuai dengan masa layanan
diperlukan perencanaan struktur perkerasan jalan yang matang. Aspek yang
penting dalam perencanaan tersebut adalah stabilitas perkerasan, kenyamanan dan
keamanan bagi pengguna jalan.
Untuk memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan material yang baik, peralatan yang
lengkap dan baik, sumber daya manusia yang memadai, dana yang cukup, dan
pengawasan ketat dilapangan. Selain itu, kegiatan pemeliharaan jalan baik
pemeliharaan rutin atau berkala, kegiatan rehabilitasi, maupun kegiatan
peningkatan senantiasa dilakukan untuk mempertahankan umur layanan dan
mengantisipasi terjadinya kerusakan dini. Pemeliharaan rutin yang sering
dilakukan hanya merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas berkendara
(Riding Quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural.
Pemeliharaan rutin melalui penambahan penambahan lapisan tipis (thin surfacing)
pada permukaan jalan merupakan salah satu solusi untuk melindungi struktur
perkerasan, memperbaiki dan diharapkan mampu memperpanjang umur
perkerasan. Teknik pemeliharaan yang biasa dilakukan antara lain overlay hot mix
dengan tebal < 40mm, recycling hot in place <40 mm, micro surfacing, slurry
seal, surface treatment, restoractive seal dan texturing.
Pemeliharaan jalan melalui penambahan tebal lapis permukaan (overlay)
membutuhkan biaya yang cukup besar. Penggunaan campuran panas (hot mix)
commit to user
2kebutuhan material, tenaga, serta penggunaan alat cukup banyak dan bervariasi.
Selain itu proses pemanasan dengan suhu tinggi akan menghasilkan zat-zat
polutan, yang sangat mengganggu lingkungan, dan bertentangan dengan
himbauan pemerintah untuk mengurangi limbah industri pada saat ini.
Slurry seal atau bubur aspal emulsi adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum
10 mm yang terdiri dari campuran aspal emulsi tanpa pemanasan dengan
kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambah lainnya
dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan berbentuk bubur aspal
atau slurry.
Slurry seal merupakan salah satu jenis campuran aspal dingin yang
diformulasikan secara tepat sebagai bahan pemeliharaan, perawatan permukaan
perkerasan jalan, atau sebagai penambahan tebal lapis permukaan yang terbatas.
Penambahan Slurry seal akan meningkatkan kerataan perkerasan dengan
mengurangi ketidakrataan (roughness) dan alur (rutting), melapisi permukaan
perkerasan, meningkatkan kekesatan tanpa harus melakukan retexturing.
Pemeliharaan dengan menggunakan Slurry seal patut untuk diperhitungkan
berhubung pemeliharaan dengan sistem pencegahan ini lebih efektif karena tidak
hanya melindungi perkerasannya saja tetapi juga melindungi investasi yang telah
dikeluarkan untuk perkerasan tersebut. Pembiayaan lebih murah dalam arti
perbaikan kerusakan sesungguhnya. Slurry seal cost of approximately $1.30 per
square yard (compared to $9.00 + per square yard for an overlay) a slurry seal can
extend the serviceable life of a residential street 7-10 years (Marion, 2011).
Pengaplikasiannya mudah dan cepat karena lalu lintas dapat dibuka dalam
beberapa jam. Slurry seal juga mencegah kerusakan akibat umur, cuaca, oksidasi,
kehilangan butiran halus serta menambah nilai estetis, karena perkerasan akan
memiliki lapisan aus yang baru, hitam dan tekstur yang seragam.
Dalam upaya meningkatkan kualitas campuran Slurry seal yang baik maka
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
3abaca dan filler abu batu. Abu batu merupakan hasil samping dari mesin pemecah
batu (stone crusher) dalam proses pemecahan batu menjadi batu pecah. Adapun
serat abaca adalah serat yang dihasilkan dari pelepah pisang abaca (Musa
textilis).
Pisang Abaca merupakan jenis pisang asli Filipina. Sosok tanamannya, sama
dengan pisang biasa, yang membedakannya adalah lebih ramping dan tingginya
bisa sampai enam meter. Abaca juga tidak menghasilkan pisang, sebab buahnya
tidak pernah tumbuh sempurna. Umur abaca sejak tanam sampai panen antara 18
sampai dengan 24 bulan (1,5 – 2 tahun). Panen bisa dilakukan terus-menerus
selang 3 sampai 8 bulan, selama sekitar 20 tahun.
Keunggulan dari serat abaca adalah mempunyai karakteristik kuat, ringan, tahan
panas, tahan air. Penggunaan serat abaca sebagai bahan tambah ini didasarkan
pada sifat-sifat serat itu sendiri antara lain lembut, fleksibel, daya plastisitasnya
baik, daya tahan dan daya lengket yang baik. Penggunaan serat alam dalam
perkerasan pernah dilakukan dengan menggunakan serat serabut kelapa sebanyak
0,3% mampu meningkatkan nilai density dimana serat tersebut mampu mengisi
rongga-rongga antar agregat (Soandrijanie, 2007).
Kenyataannya dilapangan, saat suatu perkerasan jalan menerima beban dari arus
lalu lintas yang melintas diatasnya material lapisan permukaan bagian atas
mendapatkan gaya tekan, sedangkan material bagian bawah mendapatkan gaya
tarik. Untuk itu perlu diketahui juga kemampuan material tersebut menerima gaya
tarik yaitu dengan menggunakan alat ITS (Indirect Tensile Strength). Maka pada
commit to user
4Gambar 1.1. Mekanisme Terjadinya Gaya Tarik dan Kerusakan Retak
Beban roda kendaraan diatas struktur perkerasan sebagai mana gambar di atas
menimbulkan gaya tekan ke bawah. Beban roda berhenti atau bergerak
memberikan gaya tekan sehingga lapisan akan terjadi lendutan. Kalau lapisan
melendut maka lapisan atas bagian bawah terjadi gaya tekan dan sebaliknya
lapisan atas bagian bawah terjadi gaya tarik. Akibat gaya tarik yang terjadi pada
lapisan bagian bawah mengakibatkan retak. Retak terjadi dari bawah merambat ke
atas. ITS (Indirect Tensile Strength) adalah suatu metode untuk mengetahui nilai
gaya tarik dari campuran aspal beton. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
51.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah nilai konsistensi terhadap penambahan serat abaca dan filler
abu batu dalam campuran slurry seal ?
2. Bagaimanakah setting time terhadap penambahan serat abaca dan filler abu
batu dalam campuran slurry seal ?
3. Bagaimanakah nilai ITS terhadap penambahan serat abaca dan filler abu batu
dalam campuran slurry seal ?
1.3.
Batasan
Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan
masalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Filler yang digunakan adalah abu batu dengan kadar 0%, 1%, 2%, dan 3%.
3. Serat yang dipakai adalah serat abaca dengan kadar 0,3 %.
4. Kadar residu aspal emulsi yang dipakai yaitu 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 8,5 %.
5. Agregat yang digunakan adalah agregat dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
berasal dari PT. Panca Darma.
6. Aspal emulsi yang digunakan adalah CSS-1H dari PT. Hutama Prima,
Cilacap.
7. Tidak dilakukan pemadatan pada pembuatan campuran slurry seal untuk uji
Indirect Tensile Strength (ITS).
8. Tinjauan bahan dan pengujian hanya dilakukan pada slurry seal, serta tidak
commit to user
61.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam
campuran slurry seal terhadap nilai konsistensi.
2. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam
campuran slurry seal terhadap setting time.
3. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam
campuran slurry seal terhadap nilai ITS.
1.5.
Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini, maka dapat diketahui nilai konsistensi, setting time
serta kuat tarik ( ITS) pada bahan campuran yang dibuat sebagai bahan lapis tipis
perkerasan jalan (slurry seal).
1.5.2. Manfaat Praktis
Dengan adanya kajian ini, diharapkan bisa memberikan pemahaman dan
menambah wawasan mengenai hasil penggunaan serat abaca dan filler abu batu
commit to user
7BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Slurry Seal adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum 10 mm, yang terdiri dari
campuran aspal emulsi, aggregat dengan gradasi tertentu, air dan mineral pengisi.
Material-material tersebut dicampur dengan perbandingan tertentu sehingga
menghasilkan semacam bubur yang homogen. Bubur ini digelar diatas permukaan
jalan, dan setelah airnya menguap, yang tersisa adalah lapisan tipis yang padat,
kuat, dan tak tembus air. Lapisan Slurry Seal dapat dibuat dalam
bermacam-macam jenis, berdasarkan aspal emulsinya (anionik/kationik), berdasarkan
warnanya, maupun berdasarkan ukuran aggregatnya. Lapisan Slurry Seal
merupakan pilihan utama. untuk pemeliharaan perkerasan yang murah dan tahan
lama. (PT Hutama Prima, Cilacap)
Oikonomou, 2007 yang berjudul “Alternative fillers for Use in Slurry Seal”
mengatakan bahwa “Portland cement, Fly ash, ladle furnace slag, cement klin
dust and marble dust were tested as fillers in slurry sel and result showed that
they can be used producing slurry seal according to specifications”
Tabel 2.1 Komposisi Filler dalam Penelitian N.Oikonomou (2007)
commit to user
Tabel 2.2 Karakteristik Slurry Seal Penelitian N.Oikonomou (2007)
Sumber:Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.
The results obtained from the use of alternative fillers in slurry seal are showed in
Table 6. As it can be seen all fillers gave acceptable under specification slurry
seal. Furthermore, the addition of marble dust (MD) which is a non-pozzolanic
material gave a material with higher stiffness (low flow in core consistency test,
low mixing time). All the other alternative fillers (HCFA, LFS, CKD) which have
pozzolanic properties especially in this low gradation (<200μm) showed more interesting results and in some cases (HCFA, LFS) better than OPC use (e.g. in
cohesion test and WTAT for longer time testing.
Different set times showed that slurry seal with alternative fillers can apply in
shorten or longer times according to application design. All filler gave
satisfactory results concerning wet stripping (>95% coating) and excess asphalt
by Loaded Wheel Tester (<430 g m-2).
Eri, 2011 dalam tesis berjudul “Penggunaan Slurry Seal sebagai Pemeliharaan
Permukaan Perkerasan Jalan” menyatakan bahwa penambahan filler abu batu
kapur sebanyak 3% menghasilkan nilai kekesatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan modifikasi penambahan additive indulin 814 sebanyak 1% dan modifikasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ditambahkan Slurry seal terlihat lebih kental dan lebih cepat mengeras,
dimungkinkan sifat bahan abu batu kapur tidak jauh berbeda dari sement Portland
sebagai filler jenis aktif, yang dapat mengeras setelah melalui proses waktu.
Fungsi filler disini adalah sebagai bahan pengisi rongga-rongga antar agregat,
yang bercampur dengan aspal dan berakibat menurunkan fleksibilitasnya sehingga
kondisi permukaan slurry cepat keras
Agus Taufik, 1999 dalam “Forum Teknik Jilid 23 No.1, Maret 1999” tentang
“Tinjauan Setting time pada Slurry Seal yang Menggunakan Semen dan Kapur”
menghasilkan bahwa penggunaan filler semen yang semakin meningkat akan
mempercepat pencapaian kondisi setting atau menurunkan setting time pada
campuran slurry seal. Sebaliknya, pemakaian filler kapur dengan kadar yang
meningkat akan memperlambat pencapaian kondisi setting atau akan menaikkan
setting time pada campuran slurry seal. Hal tersebut terpengaruh dari faktor
workabilitas campuran dan reaksi ikatan yang terjadi antara aspal emulsi kationik
dari kedua filler semen dan kapur
Setting time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh aspal emulsi sejak
waktu pencampuran (pelaksanaan penghamparan) sampai pada saat aspal mulai
mengeras pada permukaan agregat. Fenomena ini ditandai dengan perubahan
warna aspal emulsi yang sebelumnya berwarna coklat seperti lumpur menjadi
warna coklat kehitam-hitaman dan ketika proses setting telah selesai pada
permukaan lapis permukaan agregat tidak terdapat noda coklat. Pada saat
pelaksanaan pekerjaan penghamparan slurry seal selesai akan didapat warna
permukaan jalan menjadi hitam (Sferb, 1991).
Pada saat awal penghamparan, kemungkinan terjadinya segresi antar agregat
sangat besar karena campuran yang ada belum dapat melakukan ikatan antara
aspal dan campuran slurry seal sudah mempunyai kekuatan awal dan sudah terjadi
ikatan awal antara aspal dengan agregat, walaupun kondisi campuran slurry seal
masih dalam keadaan basah. Setelah kondisi setting, dapat dilakukan pembebanan
ringan pada campuran slurry seal baik itu oleh beban lalu lintas dengan kecepatan
commit to user
2.2.
Dasar Teori
2.2.1. Agregat
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan
campuran, yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk di
dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, abu atau debu agregat. Agregat
merupakan komponen pokok dalam perkerasan aspal, bahkan hingga 90% - 95%
terhadap berat campuran atau 75% - 85% terhadap prosentase volume. Agregat
yang digunakan dalam campuran dingin sebaiknya menyesuaikan dengan jenis
aspal emulsi yang ada. Jika agregat yang digunakan bersifat elektropositif maka
aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis anionik, jika agregat yang digunakan
bersifat elektronegatif, maka aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis
kationik (Bagus Priyatno, 1999).
Sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi kualitasnya sebagai bahan konstruksi
perkerasan jalan, sifat-sifat tersebut dikelompokkan menjadi :
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) dipengaruhi oleh :
A. Gradasi
Gradasi adalah batas ukuran agregat yang terbesar dan terkecil, jumlah dari
masing-masing jenis ukuran, persentase setiap ukuran butir pada agregat.
Agregat akan disaring melalui serangkaian saringan, dari yang paling kasar
sampai yang paling halus. Penentuan gradasi dapat berdasarkan persentase
agregat yang tertahan saringan atau yang lolos saringan, sesuai jenis
campurannya dan jenis lapisan perkerasan jalannya.
1). Jenis gradasi agregat yang baik
Distribusi butiran-butiran agregat dengan ukuran tertentu yang dimiliki
oleh suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat.
a). Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya
terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butiran. Agregat
bergradasi baik disebut pula bergradasi rapat. Campuran agregat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
mempunyai stabilitas tinggi. Tingkat stabilitas ditentukan dari ukuran
butiran agergat yang ada. Berdasarkan ukuran butiran agregat yang
dominan menyusun campuran agregat, maka agregat bergadasi baik
dapat dibedakan atas :
1)). Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang
mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan
halus, tetapi dominan berukuran kasar.
2)). Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang
halus, tetapi dominan berukuran agregat halus.
2). Jenis gradasi agregat yang buruk
Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi baik.
Terdapat berbagai macam nama gradasi agregat yang dapat
dikelompokan ke dalam agregat bergradasi buruk, seperti :
a). Gradasi bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri dari
butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran
agregat ini mempunyai pori antara butir yang cukup besar, sehingga
sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi
ukuran butiran yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada
rentang yang sempit.
b). Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi ukuran
butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan
baik.
c). Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran
butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika
ada sedikit sekali.
B. Kadar Lumpur
Agregat yang mengandung subtansi asing harus dibersihkan atau
dihilangkan sebelum digunakan dalam campuran lapis keras. Subtansi ini
dapat berupa partikel halus atau gumpalan lumpur yang mengurangi daya
lekat aspal terhadap batuan.
commit to user
Batuan yang digunakan untuk lapis keras harus cukup keras dan juga harus
kuat untuk menerima gaya-gaya baik saat pencampuran maupun selama
masa pelayanan tanpa mengalami degradasi maupun disintegrasi. Untuk
menguji kekerasan dan kekuatan bahan digunakan mesin Los Angeles Test.
Pengujian ini bertujuan untuk menguji ketahanan batuan terhadap benturan
(impact) dan abrasi.
D. Bentuk butir
Bentuk batuan sangat penting untuk memperoleh gaya geser yang besar
antar batuan pada lapis keras lentur. Kemampuan saling mengunci antar
batuan sangat mempengaruhinya yang akan menentukan stabilitas. Bentuk
butiran yang menyerupai kubus dan bersudut tajam mempunyai saling
mengunci yang tinggi dibandingkan batuan yang berbentuk bulat.
2. Kemampuan lekat aspal yang baik dipengaruhi oleh :
A. Porositas.
Batuan untuk lapis keras tidak hanya harus keras, namun juga dituntut
mempunyai daya serap yang cukup terhadap aspal, agar aspal melekat
dengan kuat pada permukaan batuan. Tetapi porositas yang besar juga
tidak diharapkan, karena makin besar porositas suatu batuan, makin rendah
kekerasan batu tersebut.
B. Bentuk batuan.
Pecahnya film aspal yang mengelilingi batuan tergantung dari bentuknya.
Suatu butiran batuan yang diselubungi film aspal biasanya akan pecah
lebih dahulu pada bagian yang runcing, disini tegangan permukaan
cenderung mengecilkan luasan aspal, sehingga membantu pecahnya film
aspal tersebut. Dari keadaan ini batuan yang bulat lebih tahan terhadap
stripping dibanding dengan batuan pecah.
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan
aman dipengaruhi oleh :
A. Tahanan geser (skid resistance)
Kemampuan ppermukaan lapis keras untuk menghindari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
pada saat kondisi permukaan basah. Nilai kekesatan yang tinggi dapat
diperoleh dengan cara :
1) Menggunakan batuan dengan mikroteksturtinggi dan nilai abrasi
rendah.
2) Membuat kondisi permukaan mempunyai mikrotekstur tinggi
misalnya dengan menambah chipping.
3) Mengurangi kadar aspal.
B. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan.
Gradasi atau distribusi butiran ditinjau berdasarkan ukuran agregat
merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan dan
kemudahan dalam proses pelaksanaan,karena gradasi ini mempengaruhi
besarnya rongga antar butiran yang terjadi.
2.2.2. Jenis Agregat
Agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat berupa batu pecah
(crushed), dimana agregat jenis ini mempunyai bidang kontak yang lebih luas,
sehingga mempuyai daya interlocking yang lebih besar. Dengan demikian
kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang
timbul.
Agregat secara umum dibedakan menurut ukurannya. Paling tidak ada jenis
ukuran agregat yaitu (Bina Marga, 1983):
1. Agregat kasar yaitu agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan
No.4 (4,75mm).
2. Agregat halus yaitu agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan
No.4 (4,75mm).
3. Bahan pengisi filler adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan
No.200 (0,075mm).
Dilihat dari jenis agregat, sebagian besar wilayah Indonesia memiliki
sumber-sumber agregat dengan komponen terbesar SiO2 (Silica), hal ini menunjukkan
commit to user
perkerasan jalan dengan bahan ikat aspal emulsi akan lebih baik jika digunakan
aspal emulsi yang bermuatan positif yaitu aspal emulsi kationik (Pusat Penelitian
dan Pengembangan Jalan, 1996).
2.2.3. Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan
pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat, sedangkan
yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang batu yang
memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002. Bahan pengisi aktif digunakan untuk
membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif untuk memperbaiki
gradasi agregat.
Bahan pengisi dalam campuran slurry seal merupakan faktor penentu terhadap
stabilitas, keawetan dan kemudahan dalam pelaksanaan. Filler adalah kumpulan
mineral agregat yang sebagian lolos saringan No.200, digunakan untuk mengisi
rongga diantara partikel agregat kasar dalam rangka mengurangi besarnya rongga
serta meningkatkan kerapatan dan stabilitas dari massa tersebut. Rongga udara
pada agregat kasar diisi dengan partikel lolos saringan No.200, membuat rongga
udara kecil dan kerapatan massanya lebih besar. Menurut Dukatz, E.L. (1978),
kelompok mineral filler dalam campuran aspal yang mempunyai partikel dengan
diameter yang lebih besar dari ketebalan selaput bitumen pada permukaan batuan
akan memberikan pengaruh pada saling kunci antar agregat. Sedangkan kelompok
yang lain, partikel yang mempunyai diameter lebih kecil dari selaput bitumen
akan tersuspensi dalm selaput bitumen tersebut. Untuk penelitian ini akan dipakai
filler dari abu batu.
2.2.4. Serat Abaca
Abaca (Musa textillisNee) adalah tumbuhan yang termasuk dalam family
Musaceae yang berasal dari Filipina yang telah dikenal dan telah dikembangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Utara, sangat akrab dengan tanaman ini. Banyak orang percaya Abaca berasal dari
daerah tersebut bukan dari Filipina (Raharjo, 1999).
Abaca adalah salah satu penghasil serat yang dapat digunakan untuk pembuatan
kerajinan rakyat seperti bahan pakaian, anyaman topi, tas, peralatan makan, kertas
rokok, sachet tehcelup (Wibowo,1998). Selain itu juga untuk jenis kertas yang
memerlukan kekuatan dan daya simpan yang tinggi seperti kertas surat, kertas
dokumen serta kertas peta (Triyanto, Muliahdan Edi, 1982). Menurut Demsey
(1963) dalam Priyono (2000), tanaman Abaca penghasil serat panjang yang
banyak digunakan sebagai bahan pembuat tali kapal laut, karena seratnya kuat,
mengapung di atas air, dan tahan air garam. Sedangkan Sanusiputra (1996) dalam
Wibowo (1998) melaporkan bahwa limbahnya dapat dipergunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan kompos bahan baku untuk langit-langit pintu dan lain-lain.
Keunggulan dari serat abaca adalah mempunyai karakteristik kuat, ringan, tahan
panas, tahan air.
Nilai-nilai yang terkandung dalam serat abaca adalah :
a. Tensile Strenght = 40,8 kg-m/g
b. Total cellulose = 68,50 %
c. Fineness = 98,5 Denier
d. Alpha Celullose = 54,50 %
e. Moisture Content = 10,70 %
f. Residual gum = 28,70 %
g. Alco-Ben Extractives = 1,70 %
h. Lignin = 8,70 %
Penggunaan serat abaca sebagai bahan tambah ini didasarkan pada sifat-sifat serat
itu sendiri antara lain lembut, fleksibel, daya plastisitasnya baik, daya tahan dan
daya lengket yang baik. Fungsi serat abaca sendiri antara lain meningkatkan kuat
commit to user
2.2.5. Aspal EmulsiAspal emulsi adalah aspal semen yang didispersi pada air (Gunawan, Eri, 2011).
Dalam hal pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau
kationik namun yang paling umum adalah jenis kationik. Emulsi yang digunakan
pada slurry seal adalah jenis Slow Setting (SS) atau Quick Setting (QS). Jenis
aspal emulsi antara lain :
1. CSS, Tipe slow setting atau tipe pengikatan lambat (menurut ASTM dikenal
dengan tipe SS,CSS).
2. CMS, Tipe Medium setting atau tipe pengikatan sedang (menurut ASTM
dikenal dengan tipe MS,CMS)
3. CQS, Tipe Rapid setting atau tipe pengikatan cepat (menurut ASTM dikenal
dengan tipe RS,CRS).
Aspal emulsi diformulasikan secara khusus untuk kesesuain dengan agregat dan
memenuhi persyaratan campuran. Spesifikasi emulsi didasarkan pada karakteristik
standar emulsi seperti kestabilan, kadar aspal dan sistem setting. Aspal emulsi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal emulsi produksi PT. Hutama
Prima, Cilacap type CSS – 1h.
2.2.6. Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal)
Slurry seal adalah campuran aspal emulsi tanpa pemanasan, dengan kandungan
agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambahan lainnya yang
dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan perkerasan sebagai
bubur aspal atau slurry.Sistem slurry seal direncanakan untuk membentuk mortar
dengan aspal yang pekat dan dihampar dengan ketebalan yang cukup tipis, dengan
ketebalan maksimum 10 mm dimaksudkan untuk menghindari deformasi
permanen akibat dilalui oleh beban lalu-lintas disebabkan karena struktur mineral
biasanya tidak cukup kuat dengan gaya saling kunci yang terbatas dari butiran
agregatnya. Slurry seal merupakan Surface Treatment tipis permukaan jalan yang
dihampar hanya setebal batuan agregat pada gradasi agregat campurannya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
2.2.6.1 Jenis Slurry SealBerdasarkan jenis aspal emulsi yang digunakan adalah anionik atau kationik serta
berdasarkan agregat dibedakan antara tipe I, tipe II, dan tipe III maka jenis
campuran slurry seal dapat diolah dengan atau tanpa memakai emulsi polimer
modified, serta dapat diikat dengan aspal slow setting atau quick setting. Namun,
yang umum digunakan adalah jenis kationik walaupun jenis anionik
dimungkinkan juga untuk digunakan. Sistem setting yang lambat disebabkan oleh
penguapan, sedang system quick setting, disebabkan oleh reaksi physic-chemically
dengan permukaan agregat. Emulsi quick setting ini menentukan tingkat
pencahayaan secara kimiawi untuk jenis kationik maupun anionik serat
pemecahan curing yang tergantung pada kondisi lingkungan, tingkat takaran, dan
tingginya temperatur (Anonim,2008).
2.2.6.2Tipe Slurry Seal
Agregat yang digunakan pada slurry seal harus agregat yang bergradasi rapat hasil
dari pemecah batu. Gradasi ada beberapa jenis yaitu tipe I, tipe II dan tipe III.
Perbedaan utamanya adalah ukuran agregat terbesarnya, yang menunjukkan
jumlah residual pada campuran dan kegunaan dimana slurry yang tepat untuk
dipasang.
1) Slurry Tipe I
Adalah yang paling halus dan digunakan untuk lalu-lintas ringan, misalnya
untuk tempat parkir.
2) Slurry Tipe II
Lebih kasar dari tipe I dan disarankan untuk jalan yang mengalami raveling
dengan lalu-lintas yang ringan sampai berat.
3) Slurry Tipe III
Mempunyai gradasi yang paling kasar dan cocok untuk mengisi perbaikan pada
jalan yang raveling dan oksidasi serta memperbaiki kesesatan permukaan jalan.
Tipe ini digunakan untuk jalan arteri dan jalan bebas hambatan
commit to user
2.2.6.3Kegunaan Slurry SealSlurry seal sebaiknya dihamparkan pada perkerasan yang kuat yang
menunjukkkan kondisi baik dengan sedikit retak. Slurry seal tidak dipasang pada
perkerasan yang menunjukkan retak atau rutting yang parah saat penghamparan.
1. Bermacam-macam kegunaan slurry seal adalah untuk :
a. Melapis perkerasan teroksidasi.
b. Memperbaiki tekstur permukaan jalan dengan memberikan permukaan
yang kesat.
c. Memperbaiki karakteristik terhadap masuknya air.
d. Memperbaiki raveling.
e. Memberikan permukaan baru dengan berat sendiri yang ringan, seperti
pelapis di atas jembatan.
f. Memberikan permukaan baru dimana ketinggian terbatas merupakan
masalah seperti pada persimpangan jalan.
2. Slurry seal tidak digunakan untuk :
a. Meratakan profil permukaan
b. Mengisi lubang
c. Mengisi retakan, baik dengan atau tanpa modifikasi polimer
d. Keruntuhan pada base untuk setiap jenis
e. Lapisan perkerasan yang menunjukkan deformasi plastis.
2.2.6.4 Pengaplikasian Slurry Seal
Saat ini slurry seal digunakan untuk berbagai aplikasi seperti jalan, tempat parkir,
pelabuhan udara, jalan lingkungan dan lainnya, dan slurry seal tidak mempunyai
nilai struktur karena hanya lapis tipis dengan tebal maksimum 10 mm dengan
fungsinya sebagai berikut :
1. Lapisan Penutup (sealing layer)
a. Menutup perkerasan yang retak agar air tidak masuk ke dalam lapis
permukaan atau lapis pondasi.
b. Meremajakan perkerasan, sehingga kerusakan lebih lanjut dapat diatasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Untuk menutup landasan (runway) bandar udara.2. Lapisan Anti Licin (slippery)
Slurry seal digunakan untuk memperbaiki nialai skid resistance sehingga tidak
membahayakan keselamatan manusia (Anonim,2008a).
2.2.6.5 Pertimbangan Pemakaian Slurry Seal
Keguanaan utama pelapisan material slurry seal adalah untuk pemeliharaan
perkerasan sebagai bagian dari program pemeliharaan periodik sebelum kerusakan
akan terjadi.Kriteria utama pemilihan pekerjaan menggunakan slurry seal adalah :
1. Perkerasan kuat dengan drainase baik, untuk permukaan atau bahu jalan.
2. Bebas dari kerusakan, termasuk lubang dan retak.
Adapun kriteria penggunaan slurry seal dan karakteristik jenis campuran bubur
aspal emulsi dapat ditampilkan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.
Tabel 2.3. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal
Kegunaan Agregat Tipe I Agregat Tipe II Agregat Tipe III
Pengisian Rongga Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR < 100 Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR 100 - 1000 Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR 1000 - 20000 Slurry
Perbaikan bentuk minor 10 - 20 mm Slurry
Tingkat pemakaian Kg/m2 4,3 – 6,5 6,5 – 10,8 9,8 – 16,3
commit to user
Tabel 2.4. Karakteristik Jenis Campuran Bubur Aspal Emulsi
Karakteristik Campuran
Jenis Campuran
1 2 3
Gradasi agregat, % lolos:
Ukunui saringan : 9,5 mm (3/8")
Kandungan residu Aspal, % berat agregat
kering 10 - 16 7-13 6-11
Penyebaran kg/m2 (berat agregat
kering) 3,5 - 5 5,5 - 8 8 - 12
Ketebalan rata-rata, mm 2 - 3 4 - 5 7 - 10
Konsistensi, cm 2 - 3 2 - 3 2 - 3
Waktu pemantapan, menit 15 - 720 15 - 720 15 - 720
Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) tahun 1999.
2.2.6.6 Komposisi Bahan Pembuat Slurry Seal
Bahan untuk pembuatan slurry seal terdiri dari agregat, aspal emulsi, air dan
additive jika diperlukan kemudian bahan ini dicampur dengan perbandingan
tertentu berdasarkan tes laboratorium.
Peranan agregat sangat penting karena merupakan mineral pembentuk slurry
sekitar 75%, agregat harus bersih, keras dan terbuat dari batu pecah, seragam
dengan gradasi yang sesuai. Karakteristik pokok agregat untuk dicapai pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
1. GeologiPenentuan agregat agar compatibility dengan emulsi yaitu sifat adhesinya.
2. Bentuk
Mempunyai bidang pecah dengan memberikan gaya saling kunci antar butiran
agregat sehingga mendapatkan campuran yang diinginkan.
3. Tekstur
Permukaan kasar sehingga lebih mudah melekat dengan emulsi.
4. Umur dan Reaktifitas
Agregat yang baru dipecah mempunyai muatan listrik permukaan yang lebih
besar dari pada agregat yang telah lama dipecah karena lapuk, muatan listrik
berperan utama pada tingkat reaksi kimia.
5. Kebersihan
Material kotor seperti lempung, debu atau lanau dapat menyebabkan kohesi
yang jelek.
6. Ketahan Soundness dan Abrasi.
Emulsi merupakan komponen utama slurry yang berfungsi sebagai pengikat
agregat, serta pengikat slurry dengan perkerasan lama. Saat ini emulsi yang
dipakai pada slurry adalah bitumen yang telah dimodifikasi dengan elastomer
dengan hasil lebih tahan terhadap lalu-lintas berat, berkurangnya keausan dan
resiko terjadi bleeding dapat terkurangi.
Air berfungsi mengatur kekentalan slurry sehingga mudah dikerjakan. Air yang
terdapat pada slurry berasal dari kandungan air agregat, air pada aspal emulsi dan
air yang ditambahkan pada campuran slurry. Air juga akan mengatur konsistensi
slurry, mencegah pecah dini dan segregasi. Air yang dipakai harus bersih dari
bahan organik karena kandungan Ca+ dan Mg2+ yang tinggi akan menyebabkan
pecah dan membuat pencampuran bertambah sulit (Anonim, 2008a).
2.2.6.7 Job MixStandart Sluryy Seal
Job Mix slurry seal untuk pemeliharaan permukaan jalan yang diterbitkan oleh
commit to user
paada spesifikasi Khusus Interim SKh-1.6.7 tentang Pemeliharaan Permukaan
Jalan Dengan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) adalah sebagai berikut :
1. Bahan
a. Agregat
Terdiri dari batu alam atau hasil pemecah batu seperti granit, batu kapur atau
agregat berkualitas tinggi lainnya atau gabungan dari beberapa agregat yang
memenuhi persyaratan kualitas SNI 03-6819-2002 dan harus bebas dari
kotoran, bahan organis, gumpalan lempung, debu atau material lainnya.
Agregat sedikitnya mengandung 50% volume batu pecah, sedangkan untuk
jalan dengan LHR lebih besar dari 500 disyaratkan 100% batu pecah.
Persyaratan gradasi agregat ditampilkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Gradasi Agregat
Ukuran Anyakan % Berat yang Lolos
Tipe I Tipe II Tipe III
3/8” (9,5 mm) 100
¼” (6,25 mm) 100 85 – 95
No.4 (4,75 mm) 100 85 – 95 70 – 90
No.8 (2,36 mm) 85 – 95 65 – 90 45 – 70
No.16 (1,18 mm) 60 – 85 45 – 70 28 – 50
No.30 (600 µ) 40 – 60 30 – 50 18 – 33
No.50 (330 µ) 25 – 45 18 – 35 12 – 25
No.100 (150 µ) 15 – 30 10 – 25 7 – 17
No.200 (75 µ) 12 – 20 7 – 15 5 – 10
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.
Gradasi agregat tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada
permukaan, perbaikan erosi permukaan yang parah akibat teroksidasi berat dan
meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Diaplikasikan sebagai perkerasan
bandar udara, jalan antar kota dan perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai
berat.
Gradasi agregat tipe II cocok untuk perbaikan kondisi permukaan yang
terkelupas berat, meningkatkan ketahanan gelincir, membentuk permukaan aus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Gradasi agregat tipe III memberikan manfaat seperti tipe II namun dengan
tekstur makro yang lebih besar. Pada penelitian ini menggunakan gradasi
agregat tipe III.
Tabel 2.6. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal
Ukuran Saringan
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.
*)Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal.
Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.
b. Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi.
Bahan pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat,
sedangkan yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang
batu yang memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002 dengan volume 0,5 – 3 %
dari berat kering agregat dalam perencanaan campuran. Bahan pengisi aktif
digunakan untuk membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif
untuk memperbaiki gradasi agregat. Pada penelitian ini, bahan pengisi yang
digunakan adalah filler abu batu.
c. Air
Air harus bersih, tidak mengandung kotoran organik, garam-garam berbahaya,
commit to user
Prosentase air dalam perencanaan diperlukan untuk dapat menghasilkan
kekentalan yang memadai.
d. Aspal Emulsi
Aspal emulsi harus homogen dan menunjukkan tidak adanya pemisahan
setelah dicampur. Jenis aspal emulsi yang digunakan antara lain :
1) Aspal emulsi mutu CSS-Ih memenuhi persyaratan SNI 03-6832-2002.
2) Aspal emulsi CSS-Ih dan QSS-Ih memenuhi persyaratan SNI
03-4798-1998.
3) Aspal emulsi CQS-Ih ditetapkan jika waktu penutupan lalu lintas sangat
terbatas.
Pada penelitian ini, aspal emulsi yang digunakan adalah jenis kationik dengan
tipe CSS-Ih.
2. Campuran
a. Komposisi Umum Campuran
Menentukan proporsi campuran agregat, bahan pengisi, aspal dan air sesuai
dengan Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 1999.
b. Penentuan kadar air untuk mencapi konsistensi optimum campuran.
Kadar air campuran adalah yang memberikan nilai konsistensi optimum
campuran dengan melakukan pengujian konsistensi campuran, seperti yang
disyaratkan dalam Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal)
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun
1999.
c. Komposisi campuran benda uji laboratorium
Job mix design yang biasa digunakan untuk percobaan benda uji pada
laboratorium dan sesuai dengan apa yang disyaratkan pada ketentuan
pengujian percobaan campuran laboratorium Pedoman Perencanaan Bubur
Aspal Emulsi (Slurry Seal) oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
2.2.6.8Karakteristik CampuranLapis perkerasan jalan harus memenuhi syarat tertentu sehingga diperoleh lapis
perkerasan yang kuat, aman dan nyaman untuk digunakan kendaraan. Khusus
perkerasan tipis dengan campuran bubur aspal emulsi (slurry seal),
karakteristiknya disajikan dibawah ini:
1. Tahanan Geser (Skid Resistance)
Skid resistance menunjukkan kekesatan permukaan untuk mengurangi slip
pada kendaraan. Hujan dapat mengurangi sifat kesat pada suatu permukaan
perkerasan walaupun tidak sampai terjadi aquaplaning. Aspal emulsi dapat
menetralkan keadaan ini walaupun permukaan dari perkerasaan masih dalam
keadaan lembab. Skid resistance dari aspal emulsi yang basah pada kecepatan
tinggi akan lebih besar nilainya dari pada jenis perkerasan lain. Selain itu
karena aspal emulsi menpunyai banyak rongga maka dapat mengurangi
bleeding pada saat suhu meningkat. Faktor yang dapat meningkatkan tahanan
geser adalah :
a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
b. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
c. Penggunaan agregat yang cukup.
d. Penggunaan agregat berbentuk kubus.
2) Porositas / Void In Mix (VIM)
Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran
perkerasan. Fungsi utama dari aspal porus yaitu untuk mengalirkan air
permukaan secara sempurna bersamaan dengan kemiringan perkerasan
sehingga dapat mengurangi beban drainase yang terjadi di permukaan, maka
kadar pori yang terdapat pada aspal porus harus cukup besar (sekitar lebih dari
20%). VIM yang besar dikarenakan jumlah agregat kasar lebih dominan dalam
campuran aspal emulsi. Porositas dipengaruhi oleh densitas dan specific gravity
campuran. Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran aspal
commit to user
Gambar.2.1 Dimensi Benda Uji
Dari gambar di atas diperoleh dari rumus sebagai berikut :
)
Specific Gravity menunjukkan berat jenis pada campuran. Besarnya Specific
Gravity campuran (SGmix) didapat dari rumus :
)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
)
D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix = Spesific Gravity campuran (gr/cm3)
2.3.
Uji Konsistensi Campuran
Slurry Seal
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat workable pada campuran
slurry seal dengan alat kerucut konsistensi. Sesuai dengan Pedoman Perencanaan
Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) tahun 1999, pengujian ini menghasilkan suatu
penyebaran 2-3 cm yang telah disyaratkan sesuai peraturan yang berlaku.
2.4.
Setting Time
Setting time adalah waktu yang diperlukan Aspal Emulsi sejak dicampur dengan
agregat sampai butiran aspal menyatu dalam bentuk padat serta melapisi agregat
secara kontinyu (Bina Marga, 1999).
Menurut Agus Taufik, 1999 pengujian setting time menggunakan selembar kertas
putih atau tissue ditekan dengan ringan atau dibiarkan menyerap di atas
permukaan slurry seal, jika tidak dijumpai noda coklat di atas permukaan kertas
tersebut, maka lapisan campuran itu dianggap sudah bereaksi. Jika timbul noda
coklat, maka prosedur penyerapn diulang untuk interval 15 menit. Sesudah
penyerapan selama 3 jam, interval penyerapan dibuat 30 menit atau yang lebih
commit to user
2.5.
Uji Kuat Tarik dengan alat ITS (
Indirect Tensile Strength
)
Pengujian kuat tarik dilakukan dengan alat indirect tensile strength test (ITST)
yang merupakan modifikasi dari alat pengujian tes Marshall. Pengujian Marshall
bersifat empiris (pendekatan rumus), sedangkan pengujian ITS bersifat mekanis
(disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya). (Prasetyo, 2008 dalam Wardoyo,
2009)
Kuat tarik pada campuran slurry seal berbentuk silinder dengan memberikan
tekanan pada benda uji tersebut sehingga ketahanannya tergantung dari diameter
benda uji yang digunakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
ITS =
h d
Pi
× ×
×
π
2
...( 2.4 )
dengan :
ITS : Nilai kuat tarik secara tidak langsung ( kg/m2 ),
Pi : Nilai beban (kg),
h : Tinggi benda uji ( m ),
d : Diameter benda uji ( m ).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar. 2.3 Diagram Skematik Pembebanan ITS
(a) (b)
Gambar 2.4 Pembebanan Sampel Uji Slurry Seal
Keterangan :
(a) Kondisi sampel sebelum di uji
(b) Kondisi sampel setelah diuji dengan mengalami keretakan yang tegak
lurus searah bidang tekan. P
P t
d
commit to user
30BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu
metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk
mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil
perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Dalam penelitian ini akan dilakukan
di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai konsistentensi campuran
slurry seal dengan alat kerucut konsistensi, waktu pemantapan (setting time) serta
uji ITS (Indirect Tensile Strength).
3.2.
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.3.
Teknik Pengumpulan Data
3.3.1.
Data Primer
Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap
beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium
dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada, misalnya dengan mengadakan
penelitian/ pengujian secara langsung.Data primer dalam penelitian ini antara lain:
a. Pemeriksaan nilai konsistensi dengan alat kerucut konsistensi.
b. Pemeriksaan waktu pemantapan (setting time).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
3.3.2.
Data Sekunder
Data sekunder dapat diperoleh dari data yang telah ada (secara langsung) atau
didapat dari hasil penelitian lain. Dalam banyak hal peneliti harus menerima data
sekunder menurut apa adanya. Data sekunder dalam penelitian ini antara lain:
a. Penelitian tentang aspal emulsi
b. Penelitian tentang serat abaca.
c. Spesifikasi aspal emulsi dari PT.Hutama Prima, Cilacap.
d. Gradasi agregat berasal dari penelitian N.Oikonomou (2007).
3.4.
Bahan dan Peralatan Penelitian
3.4.1.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Aspal Emulsi
Aspal emulsi untuk penelitian adalah jenis kationik dengan tipe CSS-1h dari
PT. Hutama Prima, Cilacap.
b. Agregat Halus.
Agregat yang digunakan berasal dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c. Filler.
Filler yang digunakan adalah abu batu.
d. Serat abaca
Serat abaca yang digunakan adalah serat yang didapat dari hasil pengolahan
batang pisang abaca. Serat abaca yang digunakan dalam penelitian ini adalah
serat abaca yang telah mengalami proses pengolahan sehingga berbentuk
seperti benang dan sudah mengalami proses pengeringan. Serat abaca di
potong sepanjang 5 mm.
e. Air
Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari sumur
commit to user
3.4.2.
Peralatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan yang berada di Laboratorium Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Adapun peralatan yang dipakai pada penelitian ini adalah:
1. Satu set alat penggetar (sieve shaker)
2. Satu set alat uji saringan standar ASTM (yang terdiri dari ukuran 3/8”, #4, #8,
#16, #30, #50, #100 dan #200)
3. Timbangan (Triple beam) dengan ketelitian 0,5 gram.
4. Oven dan pengatur suhu (termometer)
5. Alat uji Kerucut Konsistensi
Peralatan yang digunakan adalah sebuah cetakan logam atau plastik yang
berbentuk kerucut terpotong dengan diameter dalam bagian atas 38 mm,
diameter dalam bagian bawah 89 mm diberi dengan tinggi 76 mm dan sebuah
plat logam yang rata dengan ukuran 225 mm x 225 mm dan diberi tanda
dalam skala centimeter.
Gambar 3.1 Kerucut konsistensi dan Plat Logam
6. Satu set alat uji ITS (Indirect Tensil Strength) yang dimodifikasi dari alat
Marshall yang terdiri dari :
a. Kepala uji penekan yang bebentuk balok.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.2 Alat uji ITS7. Cetakan berbahan dari kayu yang berukuran 152mm x 152mm x 10 mm.
8. Kertas isap putih atau tisu untuk melakukan pengujian setting time.
9. Cetakan Mould.
3.5.
Desain Campuran Slurry Seal
Desain campuran slurry seal dilakukan dengan menentukan proporsi material
dalam campuran sesuai gradasi rencana, perhitungan kebutuhan aspal emulsi
sesuai kadar variasi rencana dan mix design untuk pembuatan benda uji.
3.5.1.
Penentuan Proporsi Material dalam Campuran
Slurry Seal
Penentuan proporsi material berdasarkan spesifikasi gradasi rencana yang
commit to user
Tabel 3.1. Gradasi Rencana Campuran Slurry SealUkuran Saringan
(mm)
Batas bawah
(%)
Batas atas
(%)
Rencana gradasi*)
(%)
3/8” (9,5 mm) 100 100 100
No.4 (4,75 mm) 70 90 82,5
No.8 (2,36 mm) 45 70 51,5
No.16 (1,18 mm) 28 50 35
No.30 (600 µ) 18 33 26
No.50 (330 µ) 12 25 17,5
No.100 (150 µ) 7 17 10
No.200 (75 µ) 5 10 7,5
Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.
Gambar 3.3. Grafik Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal yang digunakan
dalam penelitian
Adapun kebutuhan agregat tiap saringan untuk pembuatan benda uji dapat dilihat