commit to user
KAJIAN PENGGUNAAN BATU BASALT & BATU KAPUR SEBAGAI AGREGAT PADA SLURRY SEAL
(Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time dan ITS)
The Study of using Basalt Stone & Lime Stone as Aggregate in Slurry Seal
(Review of Test Consistensy, Setting Time and Indirect Tensile Strength)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
RATNA KUSUMAWATI NIM. I 1108529
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
▸ Baca selengkapnya: jika label identitas pada batu asah adalah rg 38 d 170 l 5 sb be, maka batu asah tersebut memiliki butiran ....
(2)(3)(4)commit to user
Motto & Persembahan
Motto :
“ Hidup adalah perjuangan , berusaha dan berdoa adalah
kunci kesuksesan”
“Semangat 2”
Persembahan :
Tugas akhir ini aku persembahkan untuk
Keluargaku Tercinta mama, papa (alm), mas budi, mb
witri, calis terimakasih doa & dukungannya.
Mas Wahyu terimakasih doa & dukungan nya.
Temen-temen sipil transfer 2008 & 2009.
commit to user
ABSTRAK
Ratna Kusumawati, 2012. Kajian Penggunaan Batu Basalt & Batu Kapur Sebagai Agregat pada Slurry Seal (Tinjauan Konsistensi, Setting Time dan ITS). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Latar belakang penelitian ini adalah pemanfaatan jenis batuan yang jarang digunakan sebagai agregat pada slurry seal. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis penggunan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat pada slurry seal terhadap konsistensi campuran, setting time, densitas, porositas dan ITS (Indirect Tensile Strength) jika dibandingkan dengan slurry seal menggunakan batu standar, serta berapa kadar aspal emulsi optimum dari masing-masing campuran.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan di laboratorium, Dengan membuat slurry seal menggunakan lima variasi kadar aspal (residu) yaitu : 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 8,5% dari berat kering agregat. Benda uji yang dibuat terdiri dari 2 jenis campuran berdasarkan jenis batuannya untuk pengujian setting time masing-masing campuran dibuat 2 benda uji untuk tiap variasi kadar aspal (residu) dan untuk pengujian ITS masing-masing campuran dibuat 3 benda uji untuk tiap variasi kadar aspal (residu). Alat uji yang digunakan antara lain : kerucut konsistensi untuk kadar air optimumnya, papan plywood untuk setting time dan modifikasi marshall untuk ITS. Analisis pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi.
commit to user
ABSTRACT
Ratna Kusumawati, 2012. Study of Using Basalt Stone & Lime Stone as Agregate In Slurry Seal (Review of Test Consistensy, Setting Time & Indirect Tensile Strenght). Final Assigment of Civil Enginering, Technique Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.
The background of this research is using of kinds of stones that seldom used as agregate in slurry seal. The aim of this research is to analyse basalt stone and lime stone as agregate in slurry seal in mixing consistency, setting time, density, porosity and Indirect Tensile Strenght (ITS) than slurry seal that used by standard stone, and how much optimum emultion of asphalt content from each mixing.
This research uses experimental method have done in laboratory, by making slurry seal uses five variety of residue asphalt content they are : 6,5%, 7%, 7,5%, 8% and 8,5% from dry weight agregate. Testing of sample consist of 2 kinds of mixing based on kind of stone to test setting time each mixing made 2 sample in each variety residue asphalt content and to test ITS each mixing made 3 sample in each variation of residue asphalt content. Testing equipment that used are : cone consistency to get optimal water content, plywood board for setting time and marshall modification test for ITS. The analysis in this research uses correlation analysis.
The result of analysis in this research shows that optimal water content in consistency result slurry seal that use lime stone is higher than slurry seal that use basalt stone and standart stone that reach 25% from dry weight agregate. The highest of setting time using aggregate from basalt stone, lime stone and standart stone, they are 390 minutes, 255 minutes, 165 minutes so all of slurry seal mentioned complete condition of setting time value that is between 15-720 minutes. Using basalt stone and lime stone increase the porocity and decrease density. Viewed from relation graphic ITS with residue asphalt content gain optimum emultion of asphalt content in each mixing, they are : 12% for slurry seal that use basalt stone agregate, 10,92% for slurry seal that use lime stone agregate and 11,66% for slurry seal that use standard stone agregate.
commit to user
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir
ini.
Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulis menyusun tugas akhir dengan judul “Kajian Penggunaan Batu Basalt & Batu Kapur Sebagai Agregat pada Slurry Seal (Tinjauan Uji
Konsistensi, Setting Time dan ITS)”, yang bertujuan untuk mengetahui dan
menganalis seberapa besar perbedaan kadar air optimum campuran, nilai setting
time dan nilai ITS dengan lima variasi kadar aspal (residu) serta berapa kadar
aspal optimum masing-masing campuran jika dibandingkan dengan campuran
slurry seal dengan batu standar. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak penulis sulit mewujudkan laporan tugas akhir ini.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
3. Pimpinan Program Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas
Maret.
4. Ir.Ary Setyawan, MSc, PhD, selaku dosen pembimbing I.
5. Ir. Djoko Sarwono, MT, selaku dosen pembimbing II & Ketua Laboratorium
Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Edy Purwanto, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Akademis.
7. Segenap Dosen Penguji Skripsi.
8. Muh. Sigit Budi Laksana, ST, selaku staff Laboratorium Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
10. Mas Wahyu, sidki, eko, keluarga kos Didini 1 & kos Abuba.
11. Teman-teman Sipil Transfer angkatan 2008 dan 2009.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Surakarta, Mei 2012
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 4
2.2. Dasar Teori.. ... 5
2.2.1. Agregat ... 5
2.2.2. Aspal Emulsi ... 16
2.2.3. Bahan Pengisi (filler) ... 17
2.2.4. Air ... 19
commit to user
Halaman
2.2.6. Konsistensi ... 24
2.2.7. Setting Time ... 24
2.2.8. Kuat Tarik Tidak Langsung (ITS) ... 25
2.2.9. Densitas ... 25
2.2.10.Spesific Grafity Campuran ... 26
2.2.11. Porositas ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 28
3.2. Data Penelitian ... 28
3.3. Bahan & Peralatan ... 28
3.3.1. Bahan ... 28
3.3.2. Peralatan ... 29
3.4. Benda Uji ... 29
3.4.1. Jumlah Benda Uji ... 29
3.4.2. Persiapan, Pembuatan & Pengujian Benda Uji... 30
3.5. Alur Penelitian ... 33
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat…... 34
4.2. Data Perencanaan Gradasi... ... 35
4.3. Perhitungan Kadar Aspal (residu) Rencana….. ... 36
4.4. Hasil Pengujian & Pembahasan….. ... 38
4.4.1. Pengujian Konsistensi Slurry Seal ... 38
4.4.2. Pengujian Setting TimeSlurry Seal ... 38
4.4.3. Pengujian Volumetrik ... 40
4.4.4. Pengujian Kuat Tarik Tidak Langsung (ITS)... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... ….. ... 53
5.2. Saran... ….. ... 53
DAFTAR PUSTAKA... ….. ... 54
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Persyaratan Mutu Agregat ... 14
Tabel 2.2. Hasil Pengujian Persyaratan Mutu Agregat Batu Kapur ... 20
Tabel 2.3. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1h ... 20
Tabel 2.4. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slury Seal ... 22
Tabel 2.5. Karakteristik Jenis Slurry Seal ... 25
Tabel 3.1. Jumlah Pembuatan Benda Uji ... 30
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles ... 34
Tabel 4.2. Perencanaan Gradasi Slurry Seal Type III ... 35
Tabel 4.3. Persen Kadar Aspal Emulsi ... 37
Tabel 4.4. Nilai Setting TimeSlurry Seal ... 39
Tabel 4.5. Nilai Densitas Slurry Seal ... 41
Tabel 4.6. Nilai Spesific grafity (SGmix) Slurry Seal... 44
Tabel 4.7. Nilai Porositas Slurry Seal ... 46
Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Kuat Tarik Tidak Langsung (ITS)Slurry Seal.... 49
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Batuan Plutonik ... 9
Gambar 2.2. Batu Andesit ... 9
Gambar 2.3. Batu Basalt ... 10
Gambar 2.4. Batuan Sedimen Klastik ... 11
Gambar 2.5. Batuan Sedimen Kimia ... 11
Gambar 2.6. Batu Kapur ... 12
Gambar 2.7. Batu Sabak ... 13
Gambar 2.8. Batu Kuarsit ... 13
Gambar 2.9. Batu Marmer ... 13
Gambar 3.1. Alat uji Konsistensi, Setting Time & ITS ... 29
Gambar 3.2. Bagan Alir Metode Penelitian ... 33
Gambar 4.1. Grafik Gradasi Slurry Seal ... 35
Gambar 4.2. Gradasi Agregat ... 36
Gambar 4.3. Pengujian Konsistensi Slurry Seal ... 38
Gambar 4.4. Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal (residu) dengan Nilai Setting TimeSlurry Seal ... 40
Gambar 4.5. Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal (residu) dengan Nilai Densitas Slurry Seal ... 42
Gambar 4.6. Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal (residu) dengan Nilai Porositas Slurry Seal ... 47
Gambar 4.7. Pengujian ITS ... 48
commit to user
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL
°C = Derajat Celcius
Ca+ = Kalsium
CaO = Kalsium Oksida
cm = centimeter
CMS = Cationic Medium Setting
CRS = Cationic Rapid Setting
C3S = Trikarbon sulfurida
C2S = Dikarbon sulfurida
CSS = Cationic Slow Setting
d = Diameter benda uji
D = Densitas
gr = gram
h = Tinggi benda uji
ITS = Indirect Tensile Strength (kuat tarik tidak langsung)
k = faktor kalibrasi alat
kg = kilogram
KPa = Kilo Pascal
K2O = Dikalium Monoksida
lb = pounds
LHR = Lintas Harian Rata-rata
Ma = Berat benda uji di udara
mm = milimeter
MPa = Mega Pascal
Mg2+ = Magnesium
MS = MediumSetting
Na2O = Dinatrium Monoksida
commit to user
PC = Portland Cement
Pi = Nilai beban
QS = QuickSetting
r = Koefisien Korelasi
R2 = Koefisien Determinasi
RS = Rapid Setting
SGa = Specific Gravity aspal
SGag = Specific Gravity agregat SGf = Specific Gravity filler SGmix = Specific Gravity campuran SNI = Standar Nasional Indonesia
SO3 = Sulfit
SiO2 = Silikon Dioksida
SS = Slow Setting
% = Prosentase/Persen
%Wagr = Persen berat agregat
%Was = Persen berat aspal
%Wf = Persen berat filler
= phi ( 3,14 )
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pembangunan dewasa ini telah mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini
menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia. Tuntutan sarana prasarana
transportasi yang memadai untuk pemenuhan kebutuhan harus diperhatikan.
Transportasi di Indonesia terdiri dari tiga katagori yaitu transportasi darat,
transportasi udara dan transportasi air, diantara ketiga jenis transportasi tersebut
transportasi darat adalah transportasi yang paling banyak digunakan. Jalan
merupakan salah satu bagian dari transportasi darat. Dalam membangun jalan
dibutuhkan perencanaan, perancangan, pembuatan, pengoperasian serta
pemeliharaan yang baik agar tujuan dari pembangunan jalan dapat tercapai yaitu
salah satunya adalah faktor keamanan dan kenyamanan pengguna jalan terpenuhi.
Masalah transportasi yang biasa terjadi adalah kerusakan jalan. Hal ini disebabkan
salah satunya adalah system pemeliharaan jalan yang salah & tidak kontinyu.
Untuk itu pentingnya mengidentifikasi sejak dini jenis kerusakan dan cara
menanggulanginya harus diperhatikan. Salah satu jenis pemeliharaan jalan yang
dapat dilakukan adalah dengan slurry seal. Dengan adanya slurry seal diharapkan
dapat memelihara, memperbaiki dan mencegah kerusakan jalan bertambah parah
sehingga dapat mememaksimalkan masa layan jalan tersebut.
Slurry seal adalah campuran aspal emulsi, agregat halus, filler, air dan bahan
tambah lainnya (misalnya : polymer) dicampur secara merata dan dihampar di atas
permukaan perkerasan jalan dengan ketebalan maksimum 1 cm.
Agregat merupakan komponen utama dari slurry seal. Agregat yang tersedia di
alam sangat beragam jenis maupun ukuran. Dengan mempertimbangkan
commit to user
batuan yang jarang digunakan sebagai agregat pada slurry seal. Contohnya adalah
batu kapur yang tergolong batuan sedimen dan batu basalt yang tergolong batuan
beku sebagai agregat pada slurry seal, kemudian membandingkan
karakteristiknya dengan batu standar yang agregatnya merupakan campuran
berbagai jenis batuan. Agar dapat dimanfaatkan sebagai agregat pada slurry seal
maka perlunya memperhatikan persyaratan mutu agregat yang sesuai dengan SNI
03-6819-2002 ( spesifikasi agregat halus untuk campuran perkerasan beraspal),
gradasi agregat sesuai karakteristik jenis slurry seal dan parameter-parameter hasil
pengujian di laboratorium sesuai dengan Pedoman Perencanaan Bubur Aspal
Emulsi (slurry seal) tahun 1999.
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah kadar air optimum hasil uji konsistensi slurry seal
menggunakan agregat batu basalt dan batu kapur ?
b. Bagaimanakah penggunaan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat slurry
seal terhadap setting time densitas, porositasdan ITS jika dibandingkan slurry
seal menggunakan agregat batu standar ?
c. Berapa persentase kadar aspal emulsi optimum yang didapat dari ketiga jenis
slurry seal tersebut ?
1.3.
Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan
masalah yaitu sebagai berikut :
a. Agregat yang digunakan tergolong jenis batu basalt, batu kapur dan batu
standar.
b. Aspal emulsi yang digunakan adalah tipe CSS-1H dari PT. Hutama Prima,
Cilacap.
c. Bahan pengisi (filler) yang digunakan 100% Semen Portland.
d. Campuran yang dibuat adalah slurry seal type III yaitu slurry seal dengan
commit to user
1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menganalisis penggunaan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat pada
slurry seal terhadap konsistensicampuran dibandingkan batu standar.
b. Menganalisis penggunaan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat pada
slurry seal terhadap densitas, porositas, setting time dan ITS.
c. Mengetahui prosentase kadar aspal emulsi optimum campuran dari
masing-masing slurry seal.
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis yaitu : Mengetahui dan menganalisis penggunaan batu basalt
dan batu kapur sebagai agregat pada slurry seal ditinjau dari konsistensi, kuat
tarik tidak langsung (ITS) dan Setting Time jika dibandingkan dengan batu
standar.
b. Manfaat Praktis yaitu : Sebagai bahan pertimbangan dalam memanfaatkan
batu basalt dan batu kapur sebagai agregat slurry seal untuk pemeliharaan
commit to user
BAB II
DASAR TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Slurry seal adalah campuran aspal emulsi tanpa pemanasan, dengan kandungan
agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambahan lainnya yang
dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan perkerasan sebagai
bubur aspal atau slurry. Aspal emulsi adalah aspal yang didispersi pada air. Dalam
hal pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau kationik
namun yang paling umum adalah jenis kationik. Emulsi yang digunakan pada
slurry seal adalah jenis Slow Setting (SS) atau Quick Setting (QS) (Pedoman
Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal), 1999).
Penggunaan filler semen dengan kadar yang meningkat (dari 0% - 5%) akan
mempercepat pencapaian kondisi setting atau akan menurunkan setting time pada
slurry seal. Pada penggunaan filler semen, kondisi setting yang cepat tercapai
pada kadar filler semen 5% pada dengan berbagai kadar aspal emulsi (dari 12% -
16%). Kondisi setting yang paling cepat terjadi pada kadar filler semen 5%
dengan kadar aspal emulsi 16% sebesar 102 menit. Pada filler semen, faktor yang
berpengaruh pada setting time adalah workabilitas campuran. Dengan tingkat
workabilitas yang lebih tinggi maka aspal emulsi akan lebih mudah untuk
menyelimuti permukaan agregat, menghasilkan lapisan aspal yang lebih tipis dan
kemungkinan aspal emulsi melakukan kontak dengan agregat akan semakin besar,
sehingga aspal emulsi akan semakin cepat mengalami breaking dan kondisi
setting (Agus Taufik Mulyono, 1999).
Aspal emulsi merupakan jenis aspal dalam bentuk emulsi pada suhu ruang,
dengan komposisi kandungan aspal (60%-70%), air (30%-40%) dan emulsifier
(0,2%-0,5%). Pada kasus tertentu, komposisi tersebut ditambah bahan aditif.
commit to user
menjadikannya cair, sehingga lebih hemat energi. Aspal emulsi memiliki tingkat
viskositas yang rendah, sehingga tidak perlu dipanaskan dan tidak menimbulkan
polusi, hemat biaya dan waktu. (Technokonstruksi, 2010).
Terdapat pola hubungan antara kadar aspal dengan kuat tarik tidak langsung
(Indirect Tensile Strength). Semakin tinggi kadar aspal, maka semakin tinggi pula
kuat tarik tidak langsung yang diperoleh, setelah mencapai kadar aspal optimum
maka kuat tarik tidak langsung akan turun kembali. Pada kondisi kadar aspal
optimum tersebut akan didapatkan nilai kuat tarik tidak langsung maksimum
(Malik Ahmad, 2010).
Dilihat dari jenis agregat, sebagian besar wilayah Indonesia memiliki
sumber-sumber agregat dengan komponen terbesar SiO2 (Silica), hal ini menunjukkan
agregat tersebut cenderung bermuatan negatif sehingga untuk jenis konstruksi
perkerasan jalan dengan bahan ikat aspal emulsi akan lebih baik jika digunakan
aspal emulsi yang bermuatan positif yaitu aspal emulsi kationik (Pusat Penelitian
dan Pengembangan Jalan, 1996).
2.2.
Dasar Teori
2.2.1 Agregat
Agregat merupakan butiran-butiran batu pecah, krikil, pasir atau mineral lain, baik
berasal dari alam (natural aggregate), maupun agregat buatan (syntetic
aggregate) yang berbentuk mineral padat berukuran besar maupun kecil atau
fragmen-fragmen.Agregat merupakan komponen pokok dalam perkerasan aspal,
bahkan hingga 90% - 95% terhadap berat campuran atau 75% - 85% terhadap
prosentase volume. Agregat yang digunakan dalam campuran dingin sebaiknya
menyesuaikan dengan jenis aspal emulsi yang ada. Jika agregat yang digunakan
bersifat elektropositif maka aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis anionik,
jika agregat yang digunakan bersifat elektronegatif, maka aspal emulsi yang
commit to user
Sifat-sifat agregat yang mempengaruhi kualitasnya jika digunakan sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan antara lain :
a. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) dipengaruhi oleh :
1) Gradasi
Gradasi atau distribusi partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang
penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi
besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dalam proses
pelaksanaan. Menurut Krebs and Walker, 1971, gradasi dibedakan menjadi tiga
macam yaitu :
Gradasi Seragam (uniform grade)
Merupakan gradasi yang mempunyai ukuran butiran hampir sama atau
mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi
rongga antar agregat. Gradasi ini akan menghasilkan perkerasan dengan
permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.
Gradasi Rapat (dense grade)
Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang,
sehingga disebut juga agregat bergradasi baik (well graded). Gradasi ini akan
menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air dan
berat volume besar.
Gradasi buruk/jelek (poorly graded)
Merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat
bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu
gradasi celah (grap graded) yaitu merupakan campuran agregat dengan satu fraksi
hilang atau satu fraksi sedikit, menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya
terletak antara kedua jenis di atas.
2) Kadar Lumpur
Agregat yang mengandung subtansi asing harus dibersihkan atau dihilangkan
commit to user
partikel halus atau gumpalan lumpur yang mengurangi daya lekat aspal terhadap
batuan.
3) Kekerasan atau kekuatan batuan
Batuan yang digunakan untuk lapis keras harus cukup keras dan juga harus kuat
untuk menerima gaya-gaya baik saat pencampuran maupun selama masa
pelayanan tanpa mengalami degradasi maupun disintegrasi. Untuk menguji
kekerasan dan kekuatan bahan digunakan mesin Los Angeles Test. Pengujian ini
bertujuan untuk menguji ketahanan batuan terhadap benturan (impact) dan abrasi.
4) Bentuk butiran
Bentuk batuan sangat penting untuk memperoleh gaya geser yang besar antar
batuan pada lapis keras lentur. Kemampuan saling mengunci antar batuan sangat
mempengaruhinya yang akan menentukan stabilitas. Bentuk butiran yang
menyerupai kubus dan bersudut tajam mempunyai saling mengunci yang tinggi
dibandingkan batuan yang berbentuk bulat.
b. Kemampuan lekat aspal yang baik dipengaruhi oleh :
1) Porositas.
Batuan untuk lapis keras tidak hanya harus keras, namun juga dituntut mempunyai
daya serap yang cukup terhadap aspal, agar aspal melekat dengan kuat pada
permukaan batuan. Tetapi porositas yang besar juga tidak diharapkan, karena
makin besar porositas suatu batuan, makin rendah kekerasan batu tersebut.
2) Tekstur Permukaan
Pecahnya film aspal yang mengelilingi batuan tergantung dari bentuknya. Suatu
butiran batuan yang diselubungi film aspal biasanya akan pecah lebih dahulu pada
bagian yang runcing, disini tegangan permukaan cenderung mengecilkan luasan
aspal, sehingga membantu pecahnya film aspal tersebut. Dari keadaan ini batuan
yang bulat lebih tahan terhadap stripping dibanding dengan batuan pecah.
c. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan
commit to user
1) Tahanan Geser (Skid Resistance)
Kemampuan permukaan lapis perkerasan untuk mencegah kendaran yang berjalan
di atasnya tergelincir pada saat kondisi permukaan basah. Nilai kekesatan yang
tinggi dapat diperoleh dengan cara :
Menggunakan batuan dengan mikrotekstur tinggi dan nilai abrasi rendah. Membuat kondisi permukaan mempunyai mikrotekstur tinggi misalnya dengan
menambah chipping.
Mengurangi kadar aspal.
2) Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan.
Gradasi atau distribusi butiran ditinjau berdasarkan ukuran agregat merupakan hal
penting dalam menentukan stabilitas perkerasan dan kemudahan dalam proses
pelaksanaan, karena gradasi ini mempengaruhi besarnya rongga antar butiran
yang terjadi.
Agregat menurut asal kejadiannya dapat dibagi menjadi 3 jenis :
a. Batuan Beku (igneous rock)
Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dalam teknik
sipil batuan beku ini mempunyai banyak peran seperti andesit dan basalt yang
sering dijadikan atau dimanfaatkan sebagai bahan pondasi Bangunan. Selain itu
batuan beku juga digunakan sebagai bahan pembuat semen yaitu batuan beku
asam (acid), dimana kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit. Untuk
membedakan batuan beku dengan batuan lainnya terdapat tiga cirri utama, yaitu
tidak mengandung fosil, teksturnya padat, mampat, strukturnya homogen dengan
bidang permukaan kesemua arah sama serta susunan sesuai dengan
pembentukannya. Berdasarkan tekstur (besar mineral penyusunannya) dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Batuan Plutonik
Batuan yang proses pembekuan magma relatif lebih lambat, sehingga mineral –
commit to user
Contohnya : batu granit, batu diorite dll.
Batu Granit Batu Diorite
Gambar 2.1. Batuan Plutonik
2) Batuan Vulkanik
Batuan yang proses pembekuan magma relatif lebih cepat, sehingga mineral–
mineral penyusunannya relatif lebih kecil. Contohnya : batu basalt dan andesit.
Batu andesit adalah suatu jenis batuan beku vulkanik dengan komposisi antara
dan tekstur spesifik yang umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik
di wilayah perbatasan lautan seperti di pantai barat Amerika Selatan atau
daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi seperti Indonesia. Nama andesit
berasal dari nama Pegunungan Andes.
Batu andesit banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik, candi dan
piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari zaman prasejarah banyak memakai
material ini, misalnya: sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu,
arca dll.
Di zaman sekarang batu andesit ini masih digunakan sebagai material untuk nisan
kuburan orang Tionghoa, cobek, lumpang jamu, cungkup/kap lampu taman dan
arca-arca untuk hiasan.
commit to user
Batu basalt adalah batuan beku vulkanik, yang berasal dari hasil pembekuan
magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat permukaan bumi. Biasanya
membentuk lempeng samudera di dunia. Mempunyai ukuran butir yang sangat
baik sehingga kehadiran mineral mineral tidak terlihat.
Batuan Basalt lazimnya bersifat masif dan keras, bertekstur afanitik, terdiri atas
mineral gelas vulkanik, plagioklas, piroksin, amfibol dan mineral hitam.
Kandungan mineral vulkanik ini hanya dapat terlihat pada jenis batuan basalt
yang berukuran butir kuarsa, yaitu jenis dari batuan basalt yang bernama gabbro.
Berat jenis batuan basalt adalah 2,70 gr/cm3 (Muhtarom Riyadi, 2005).
Berdasarkan komposisi kimianya, basalt dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
basalt alkali dan basalt tholeitik. Perbedaan di antara kedua tipe basalt itu dapat
dilihat dari kandungan Na2O dan K2O. Untuk konsentrasi SiO2 yang sama, basalt
alkali memiliki kandungan Na2O dan K2O lebih tinggi dari pada basalt tholeitik.
Batu basalt kerap digunakan sebagai bahan baku dalam industri poles, bahan
bangunan / pondasi bangunan (gedung, jalan, jembatan, dll) dan sebagai agregat.
Gambar 2.3. Batu Basalt
b. Batuan Sedimen
Adalah batuan yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil
proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya
terendapkan. Dalam teknik sipil batuan sedimen mempunyai peran antara lain
sebagai bahan pewarna dinding, bahan baku pembuatan semen dan sebagai
agregat kasar dalam pembuatan beton. Batuan sedimen terbentuk melalui tiga cara
commit to user
biogenik; dan pengendapan (precipitation) dari larutan. Batuan endapan meliputi
75% dari permukaan bumi. Batuan sedimen memiliki ciri yang mudah dikenal,
yaitu batuan endapan biasanya berlapis-lapis, mengandung sisa-sisa jasad atau
bekasnya, seperti terdapatnya cangkang binatang koral dan serat-serat kayu,
adanya keseragaman yang nyata dari bagian-bagian berbentuk bulat yang
menyusunnya. Berdasarkan proses pembetukannya di bedakan menjadi tiga yaitu :
1) Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan material-material yang
mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi
dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut
menjadi batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi
batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source rocks).
Contohnya : batu konglomerat, batu pasir dan batu lempung
Batu Konglomerat Batu Pasir Batu Lempung
Gambar 2.4. Batuan Sedimen Klastik
2) Batuan Sedimen Kimia
Batuan sedimen yang terbentuk melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya
batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi.
Contohnya : batu garam, batu anhidrit.
Batu Garam Batu Anhidrit
commit to user
3) Batuan Sedimen Organik
Batuan sedimen yang terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan
ini biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir).
Contohnya : batu gamping (batu kapur)
Gambar 2.6. Batu Kapur
Batu kapur (limestone) adalah sebuah batuan sedimen terdiri dari mineral calcite
(kalsium carbonate). Sumber utama dari calcite ini adalah organisme laut.
Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke air dan terdeposit di lantai
samudra sebagai pelagic ooze (lihat lysocline untuk informasi tentang dissolusi
calcite).
Calcite sekunder juga dapat terdeposi oleh air meteorik tersupersaturasi (air tanah
yang presipitasi material di gua). Ini menciptakan speleothem seperti stalagmit
dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari Oolite (batu kapur Oolitic)
dan dapat dikenali dengan penampilannya yang granular. Batu kapur membentuk
10% dari seluruh volume batuan sedimen.
c. Batuan Metamorf
Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses
perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit
bumi. Dalam Teknik Sipil kegunaan Batuan Metamorf sangat berhubungan
dengan sifat kekerasan batuan , dimana batuan jenis ini sangat bermanfaat dalam
memberi kekerasan serta kekakuan pada struktur bangunan , Batuan yang agak
keras atau tahan seperti batu sabak, merupakan bahan bangunan yang baik, maka
commit to user
Berdasarkan asal batuan sebelumnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Batu Sabak (Slate)
Batuan metamorf yang terbentuk dari perubahan batu lempung.
Gambar 2.7. Batu Sabak
2) Batu Kuarsit
Batuan metamorf yang terbentuk dari perubahan batu pasir.
Gambar 2.8. Batu Kuarsit
3) Batu Marmer
Batuan metamorf yang terbentuk dari perubahan batu gamping.
Gambar 2.9. Batu Marmer
Pembagian agregat berdasarkan ukuran butiran antara lain sebagai berikut
(Atkins, H. N., PE, 1997 dalam Hadi Rianto,R., 2007) :
a. Agregat kasar yaitu agregat yang tertahan saringan ukuran No.8. Agregat ini
commit to user
b. Agregat halus yaitu agregat yang berukuran antara 2,36 mm (lolos saringan
No.8) dan 75 μm (tertahan saringan No.200).
c. Agregat sangat halus adalah agregat yang lebih kecil dari 75 μm atau lolos
saringan No.200. Agregat sanagt halus biasanya berfungsi sebagai filler.
Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan kualitas SNI 03-6819-2002
dan bebas dari kotoran, bahan organik, gumpalan lempung, debu atau material
lainnya. Agregat sedikitnya mengandung 50% volume batu pecah, sedangkan
untuk jalan dengan LHR lebih besar dari 500 disyaratkan 100% batu pecah.
Tabel 2.1. Persyaratan Mutu Agregat
No. Pengujian Metode Persyaratan
1. Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi
Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks.35 %
2. Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60 %
3. Kelekatan Agregat terhadap Aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
4. Penyerapan Air SNI 03-1970-1990 Maks. 3 %
5. Kekekalan Bentuk Agregat terhadap
Larutan Natrium dan Magnesium Sulfat SNI 03-3407-1994 Maks.20 %
(Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.)
Tabel 2.2. Hasil Pengujian Persyaratan Mutu Agregat Batu Kapur
No. Pengujian Hasil Pemeriksaan Persyaratan
1. Keausan Agregat dengan Mesin
Abrasi Los Angeles 27,28 % Maks.35 %
2. Nilai Setara Pasir 72,28 % Min. 60 %
3. Kelekatan Agregat terhadap
Aspal 97,6 % Min. 95 %
4. Penyerapan Air 2,69 % Maks. 3 %
5 Berat Jenis Bulk 2,4 – 2,5 gr/cm3
>2,5 gr/cm3 6 Berat Jenis Apparent 2,54 – 2,60 gr/cm3
commit to user
Macam-macam gradasi agregat slurry seal antara lain :
a. Gradasi agregat tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada
permukaan, perbaikan erosi permukaan yang parah akibat teroksidasi berat dan
meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Diaplikasikan sebagai perkerasan bandar
udara, jalan antar kota dan perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai berat.
b. Gradasi agregat tipe II cocok untuk perbaikan kondisi permukaan yang
terkelupas berat, meningkatkan ketahanan gelincir, membentuk permukaan aus
yang baru dan digunakan di daerah luar kota dengan lalu lintas padat.
c. Gradasi agregat tipe III memberikan manfaat seperti tipe II namun dengan
tekstur makro yang lebih besar.Pasir dengan tekstur yang licin dengan penyerapan
air lebih dari 1,25 % (SNI 03-1970-1990) tidak boleh digunakan lebih dari 50 %
total gabungan agregat.
Karakteristik pokok agregat campuran slurry seal ditentukan berdasarkan :
a. Geologi
Penentuan agregat agar kesesuaian (compatibility) dengan emulsi yaitu sifat
adhesinya.
b. Bentuk
Mempunyai bidang pecah dengan memberikan gaya saling kunci antar butiran
agregat sehingga mendapatkan campuran yang diinginkan.
c. Tekstur
Permukaan kasar sehingga lebih mudah melekat dengan aspal emulsi.
d. Umur dan Reaktifitas
Agregat yang baru dipecah mempunyai muatan listrik permukaan yang lebih besar
dari pada agregat yang telah lama dipecah karena lapuk, muatan listrik berperan
utama pada tingkat reaksi kimia.
e. Kebersihan
Material kotor seperti lempung, debu atau lanau dapat menyebabkan kohesi yang
jelek.
f. Ketahanan Soundness dan Abrasi.
commit to user
2.2.2 Aspal Emulsi
Aspal emulsi adalah butiran-butiran aspal yang terdispersi dalam air. Dalam hal
pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau kationik namun
yang paling umum adalah jenis kationik. Aspal emulsi yang digunakan pada
slurry seal adalah jenis Slow Setting (SS) atau Quick Setting (QS). Aspal Emulsi
CSS-1 atau CSS-1h yang digunakan harus memenuhi persyaratan pada
Pd.S-01-1995-03 Spesifrkasi Aspal Emulsi Kationik.
Emulsi merupakan komponen utama slurry seal yang berfungsi sebagai pengikat
agregat, serta pengikat slurry seal dengan perkerasan lama. Saat ini emulsi yang
dipakai pada slurry seal adalah bitumen yang telah dimodifikasi dengan elastomer
dengan hasil lebih tahan terhadap lalu-lintas berat, berkurangnya keausan dan
resiko terjadi bleeding dapat terkurangi.
Keunggulan aspal emulsi :
a. Tidak perlu dibakar
b. Pemakaian mudah / dapat langsung dipakai
c. Tidak membutuhkan banyak peralatan
d. Hasil campuran dapat disimpan
e. Relatif dapat melekat pada batuan basah, cocok untuk daerah tropis.
Jenis aspal emulsi yang biasa digunakan pada slurry seal antara lain:
a. CSS, Tipe Slow Setting atau tipe pengikatan lambat (menurut ASTM dikenal
dengan tipe SS,CSS).
b. CMS, Tipe Medium Setting atau tipe pengikatan sedang (menurut ASTM
dikenal dengan tipe MS,CMS).
c. CRS, Tipe Rapid Setting atau tipe pengikatan cepat (menurut ASTM dikenal
dengan tipe RS,CRS).
Aspal emulsi diformulasikan secara khusus untuk kesesuain dengan agregat dan
memenuhi persyaratan campuran. Spesifikasi emulsi didasarkan pada karakteristik
standar emulsi seperti kestabilan, kadar aspal dan sistem Setting. Polimer dapat
commit to user
daya lekatnya, mengurangi kerentanan terhadap termal, memperbaiki pada titik
lembek sehingga meningkatkan ketahanan terhadap retak (Anonim,2008a).
Tabel 2.3. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS – 1h
No Property Unit Metode Hasil Spesifikasi
1
(Sumber PT.Hutama Prima, Cilacap)
Berat jenis aspal emulsi CSS-1h adalah 1,014 gr/cm3 (I Wayan Muliawan, 2011)
2.2.3. Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan
pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat, sedangkan
yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang batu yang
memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002 dengan volume 0,5 – 3 % dari berat
kering agregat dalam perencanaan campuran. Bahan pengisi aktif digunakan
untuk membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif untuk
memperbaiki gradasi agregat.
commit to user
umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat menetapkan dan
mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Semen yang
digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen
non-hidrolik. Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah
dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran
dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas
bahkan dalam air. Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan
gipsum yang harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai
komponen cair.
Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan
didasarkan pada Semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat
tertentu, dan gypsum, pada proses dengan temperatur yang tinggi yang
menghasilkan karbon dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan
bahan utama menjadi senyawa baru.
Semen Abu atau Semen Portland adalah bubuk / bulk berwarna abu kebiru biruan,
dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang
diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa
digunakan sebagai perekat untuk memplester. Berdasarkan prosentase
kandungan senyawa penyusunnya Semen Portland dapat digolongkan menjadi 5
tipe, yaitu :
a. Semen Portland tipe I
Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang
kandungan utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan
tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat.
Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 55% (C3S), 19% (C2S),
10% (C3A), 7% (C4AF), 2,8% (MgO), 2,9% (SO3), 1,0% hilang dalam
commit to user
b. Semen Portland tipe II
Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat
digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan
lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah : 51% (C3S), 24%
(C2S), 6% (C3A), 11% (C4AF), 2,9% (MgO), 2,5% (SO3), 0,8% hilang dalam
pembakaran dan 1,0% bebas CaO.
c. Semen Portland tipe III
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan
ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut,
bangunan bekas tanah rawa, saluran irigasi , dam-dam. Komposisi senyawa yang
terdapat pada tipe ini adalah : 57% (C3S), 19% (C2S), 10% (C3A), 7% (C4AF),
3% (MgO), 3,1% (SO3), 0,9% hilang dalam pembakaran dan 1,3% bebas CaO.
d. Semen Portland tipe IV
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memelukan kekuatan tekan tinggi pada
fase permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton,
bangunan-bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi
senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah : 28% (C3S), 49% (C2S), 4% (C3A),
12% (C4AF), 1,8% (MgO), 1,9% (SO3), 0,9% hilang dalam pembakaran dan 0,8%
bebas CaO.
e. Semen Portland tipe V
Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air,
jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi
senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah : 38% (C3S), 43% (C2S), 4% (C3A),
9% (C4AF), 1,9% (MgO), 1,8% (SO3), 0,9% hilang dalam pembakaran dan 0,8%
bebas CaO.
Berat jenis Semen Portland tipe I adalah 2,8398 gr/cm3 (Ahmad Mustofa, 2006)
2.2.4. Air
Air harus bersih, tidak mengandung kotoran organik, garam-garam berbahaya,
commit to user
Prosentase air dalam perencanaan diperlukan untuk dapat menghasilkan
kekentalan yang memadai.
Air berfungsi mengatur kekentalan slurry seal sehingga mudah dikerjakan. Air
yang terdapat pada slurry seal berasal dari kandungan air agregat, air pada aspal
emulsi dan air yang ditambahkan untuk membasahi agregat. Air juga akan
mengatur konsistensi slurry seal, mencegah pecah dini dan segregasi. Air yang
dipakai harus bersih dari bahan organik karena kandungan Ca+ dan Mg2+ yang
tinggi akan menyebabkan pecah dan membuat pencampuran bertambah sulit
(Anonim, 2008a).
2.2.5. Slurry Seal
Slurry seal adalah campuran aspal emulsi, agregat halus, mineral filler, air dan
bahan tambahan lainnya (misalnya polymer) yang dicampur secara merata dan
dihampar di atas permukaan perkerasan sebagai bubur aspal atau slurry. Sistem
slurry seal direncanakan untuk membentuk mortar dengan aspal yang pekat dan
dihampar dengan ketebalan yang cukup tipis, dengan ketebalan maksimum 1 cm
dimaksudkan untuk menghindari deformasi permanen akibat dilalui oleh beban
lalu-lintas disebabkan karena struktur mineral biasanya tidak cukup kuat dengan
gaya saling kunci yang terbatas dari butiran agregatnya. slurry seal merupakan
Surface Treatment tipis permukaan jalan yang dihampar hanya setebal batuan
agregat pada gradasi agregat campurannya (Anonim, 2008a).
Fungsi slurry seal antara lain :
a. Anti slip / lapis Skid Resistance.
b. Melindungi dari oxidasi.
c. Membuat lapisan kedap air.
d. Memperbaiki Raveling.
e. Menutup &mengisi retak rambut.
f. Membuat permukaan jalan seperti baru kembali.
Karakteristik slurry seal antara lain :
commit to user
b. Berupa bubur berwarna coklat ketika basah dan hitam ketika kering.
c. Umumnya tebal berkisar 6 – 8 mm.
d. Fleksibel.
e. Aplikasi dingin.
Keuntungan slurry seal antara lain :
a. Berbentuk bubur ( slurry ) sehingga dapat menutupi retak .
b. Dapat memilih tingkat performance & tekstur halus atau kasar untuk tingkat
Skid Resistance.
c. Tidak memerlukan pemadatan.
d. Aplikasi yang cepat.
e. Aman terhadap bahaya kebakaran & ramah lingkungan.
f. Masa layan 2,5 tahun.
g. Kedap air.
Agregat yang digunakan pada slurry seal harus agregat yang bergradasi rapat
hasil dari pemecah batu. Dilihat dari gradasinya slurry seal dapat dibagi menjadi
tiga jenis yaitu tipe I, tipe II dan tipe III. Perbedaan utamanya adalah ukuran
agregat terbesarnya, yang menunjukkan jumlah residual pada campuran dan
kegunaan dimana slurry seal yang tepat untuk dipasang. Macam-macam tipe
slurry seal antara lain :
a. Slurry seal tipe I
Adalah yang paling halus dan digunakan untuk lalu-lintas ringan, misalnya untuk
tempat parkir.
b. Slurry seal Tipe II
Lebih kasar dari tipe I dan disarankan untuk jalan yang mengalami raveling
dengan lalu-lintas yang ringan sampai berat.
c. Slurry seal Tipe III
Mempunyai gradasi yang paling kasar dan cocok untuk mengisi perbaikan pada
jalan yang mengalami raveling dan oksidasi serta memperbaiki kekesatan
permukaan jalan. Tipe ini digunakan untuk jalan arteri dan jalan bebas hambatan
commit to user Slurry seal biasanya diaplikasikan pada :
a. Jalan Raya
b. Jalan Lintas utama
c. Jalan Toll
d. Jalan Perkotaan / Urban
e. Airport
f. Jalan lingkungan khusus
Adapun kriteria penggunaan slurry seal ditampilkan pada Tabel berikut :
Tabel 2.4. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal
Kegunaan Agregat
Tipe I
Agregat
Tipe II
Agregat
Tipe III
Pengisian Rongga Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR < 100 Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR 100 - 1000 Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR 1000 - 20000 Slurry
Perbaikan bentuk minor 10 - 20 mm Slurry
Tingkat pemakaian Kg/m2 4,3 – 6,5 6,5 – 10,8 9,8 – 16,3
Bahan untuk pembuatan slurry seal terdiri dari agregat, aspal emulsi, air, filler
dan additive, bahan ini dicampur dengan perbandingan tertentu berdasarkan tes
laboratorium. Peranan agregat sangat penting karena merupakan mineral
pembentuk slurry seal sekitar 75%, agregat harus bersih, keras dan terbuat dari
commit to user
Tabel 2.5. Karakteristik Jenis Slurry Seal
Karakteristik Campuran Jenis Campuran
1 2 3
Gradasi agregat, % lolos:
Ukunui saringan : 9,5 mm (3/8")
Kandungan residu Aspal, % berat agregat
kering 10 - 16 7 - 13 6 - 11
Penyebaran kg/m2 (berat agregat
kering)
(Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) tahun 1999)
Penentuan proporsi campuran agregat, termasuk bahan pengisi disesuaikan
dengan tipe slurry seal yang akan digunakan dan gradasi agregat yang diambil.
Penentuan kadar aspal (residu) berdasarkan gradasi agregat dengan persamaan :
P = ( 0,05A + 0,1 B +0,5 C ) x 0,7 ………. (2.1.)
Dimana :
P = Persen kadar aspal (residu) perkiraan terhadap berat kering agregat.
commit to user
B = Persen agregat lolos saringan No.8 ( 2,36 mm ) dan tertahan saringan
No.200 ( 0,75 mm )
C = Persen agregat lolos saringan No.200 ( 0,75 mm )
Berdasarkan persen kadar aspal (residu) perkiraan diatas dapat dihitung persen
kadar aspal emulsi nya dengan rumus berikut ini :
AE = ( P / R) x 100 ……… (2.2.)
Dimana :
AE = Persen kadar aspal emulsi terhadap berat kering agregat.
P = Persen kadar aspal (residu) yang digunakan.
R = Persen aspal (residu) asli pada aspal emulsi ( 65% dari berat aspal emulsi)
2.2.6 Konsistensi
Konsistensi adalah kondisi dimana slurry seal mencapai kadar air optimum
campuran sesuai dengan syarat nilai konsistensi pada Petunjuk Praktis
Pemeliharaan Jalan dengan Menggunakan Bubur aspal Emulsi (slurry seal) No.
012/BM/2008. Kadar air hasil pengujian konsistensi digunakan untuk pembuatan
benda uji setting time dan ITS.
2.2.7 Setting Time
Setting time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh aspal emulsi sejak
waktu pencampuran sampai aspal mulai mengeras pada permukaan agregat.
Fenomena ini ditandai dengan perubahan warna aspal emulsi yang sebelumnya
berwarna coklat seperti lumpur menjadi warna coklat kehitam-hitaman, dan ketika
proses setting telah selesai ditandai dengan kondisi permukaan yang tidak terdapat
noda coklat jika di sentuh dengan tisu. Pada saat pelaksanaan pekerjaan
penghamparan slurry seal selesai akan didapat warna permukaan jalan menjadi
hitam.
Pada saat awal penghamparan, kemungkinan terjadinya segresi antar agregat
commit to user
Setelah tercapai kondisi setting, dapat dilakukan pembebanan ringan pada slurry
seal baik itu oleh beban lalu lintas dengan kecepatan rendah maupun oleh
pemadatan.
Menurut Widya Sapta Colas, 1998, dalam penelitian penggunaan semen sebagai
filler dalam slurry seal dengan aspal emulsi jenis CSS-1h memberikan setting
time terbaik pada kadar aspal emulsi 15% dengan kadar air bervariasi dari 8-12 %.
2.2.8 Kuat Tarik Tidak Langsung ITS (Indirect Tensile Strength)
Merupakan uji ketahanan slurry seal dengan memberikan tekanan pada benda uji
yang berbentuk silinder. Ketahanan ini tergantung dari diameter benda uji yang
digunakan. Pengujian kuat tarik tidak langsung secara normal dilaksanakan
menggunakan Marshall yang telah dimodifikasi dengan plat berbentuk cekung
dengan lebar 12,5 mm pada bagian penekan marshall. Pada penelitian ini
digunakan benda uji berbentuk silinder diameter 10 cm dengan tingi 6 cm. Rumus
yang digunakan yaitu :
ITS = 2 ...(2.3.)
h d
Pi
Dimana :
ITS = Nilai kuat tarik tidak langsung (gr/cm2) terkoreksi
Pi = Nilai beban (gr)
h = Tinggi benda uji (cm)
d = Diameter benda uji (cm)
2.2.9 Densitas
Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada slurry seal. Karena benda uji
yang dibuat dalam bentuk slurry (bubur) maka tidak dilakukan penumbukan
seperti halnya Marshall, melainkan hanya dituangkan. Besarnya densitas dapat
commit to user
2.2.10 Spesific Grafity Campuran
Specific Gravity menunjukkan berat jenis campuran. Besarnya Specific Gravity
campuran (SGmix) dapat dihitung dengan rumus :
.)
campuran suatu perkerasan. Porositas ini dipengaruhi oleh nilai densitas dan
spesific grafity slurry seal.
commit to user
.) 6 . 2 ..( ... ... ... ... ... ... ... %... 100
1 x
SG D P
mix
Dimana :
P = Porositas benda uji (%)
D = Densitas benda uji (gr/cm3)
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu
metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk
mendapatkan data, Data tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan hasil
perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Tempat pelaksanaan penelitian ini
adalah Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3.2.
Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian
kegiatan percobaan dengan mengacu pada petunjuk yang ada. Misalnya hasil
pengujian Setting Time dan data pengujian ITS.
Sedangkan data sekunder adalah data yang di peroleh secara tidak lansung
(didapat dari penelitian lain) untuk bahan / jenis yang sama dan berkaitan dengan
penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini contohnya : data uji pemeriksaan
aspal emulsi dan uji pemeriksaan bahan pengisi (filler) yaitu Semen Portland.
3.3.
Bahan dan Peralatan
3.3.1. Bahan
Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Aspal Emulsi
Aspal emulsi yang digunakan adalah aspal emulsi kationik tipe CSS -1H dari PT.
commit to user
b. Agregat
Agregat yang digunakan adalah batu basalt yang tergolong batuan beku dan batu
kapur yang tergolong batuan sedimen.
c. Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi yang digunakan adalah Semen Portland.
d. Air
3.3.2. Peralatan
Alat uji yang digunakan antara lain :
Kerucut Konsistensi Papan Plywood Modifikasi Marshall
Gambar 3.1 Alat Uji Konsistensi, Setting Time dan ITS
3.4.
Benda Uji
3.4.1. Jumlah Benda Uji
Kebutuhan benda uji untuk penelitian terdiri dari dua jenis campuran slurry seal
Type III yaitu :
a. Slurry seal dengan menggunakan agregat batu basalt dengan lima jenis kadar
aspal (residu) yaitu 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 8,5%.
b. Slurryseal (residu) dengan menggunakan agregat batu kapur dengan lima jenis
commit to user
Tabel 3.1. Jumlah Pembuatan Benda Uji
Jenis Slurry Seal
Type III Pengujian
Kadar Aspal (residu) (%)
6,5 7 7,5 8 8,5
1
Setting Time 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2
1
ITS 3 3 3 3 3
2 3 3 3 3 3
Total benda uji yang dibuat adalah 50 benda uji
3.4.2. Persiapan, Pembuatan dan Pengujian benda uji
a. Persiapan dan Pembuatan benda Uji
1) Siapkan agregat hasil grading dan filler lalu timbang sesuai proporsi agregat,
kemudian timbang aspal emulsi sesuai kadar aspal terhadap berat kering
agregatnya.
2) Siapkan air sesuai standart persyaratan, alat Job Mix (cawan, panci dan sendok)
serta menyiapkan alat uji (Kerucut konsistensi, Papan Plywood dan Marshall
test).
3) Menyiapkan peralatan pendukung lainnya yaitu satu set saringan (Sieve
Shaker), timbangan dengan ketelitian 0,01gr, jangka sorong, penggaris,
kantong plastik, spidol dan alat pengukur waktu (stopwatch).
4) Sebelum pembuatan benda uji setting time dan ITS dilakukan pengujian
konsistensi campuran slurry seal terlebih dahulu guna mendapatkan kadar air
optimum campuran.
5) Langkah pertama buat slurry seal dengan kadar air perkiraan terlebih dahulu
(trial). Masukkan agregat dan filler hasil langkah (1) dan ke dalam panci
kemudian masukan air dengan berat perkiraan aduk hingga rata, kemudian
timbang berat aspal emulsi lalu tuangkan dan aduk hingga merata, campuran
slurry seal siap di uji konsistensinya. Langkah-langkah pengujian konsistensi
commit to user
Siapkan cetakan logam yang berbentuk kerucut terpotong dengan diameter
bagian atas 38 mm, diameter bagian bawah 89 mm dan tinggi 76 mm.
Letakan kerucut konsistensi pada papan alas berukuran dengan posisi diameter
terkecil pada posisi di bawah dan diameter yang besar pada posisi di atas,
kemudian tuangkan slurry seal dengan kadar air perkiraan kedalam kerucut
konsistensi tersebut tanpa dipadatkan hingga penuh kemudian dipapas.
Angkat kerucut konsistensi biarkan campuran jatuh bebas di atas plat logam
berukuran.
Catat jarak yang ditunjukkan pada plat logam berukuran sebagai nilai
konsistensi campuran dalam satuan cm di ukur dari lingkaran pertama yang
ukuran nya sama dengan diameter terkecil pada kerucut konsistensi ke arah
luar.
Apabila hasil pengujian konsistensi diperoleh nilai antara 2-3cm maka
campuran tersebut telah memenuhi syarat dan kadar air campuran tersebut
dijadikan kadar air optimum campuran benda uji, tetapi jika < 2 maka perlu
menambah kadar air campuran dan jika > 3 maka perlu mengurangi kadar air
campuran.
Catatan: Waktu pencampuran 1-3 menit.
(Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) tahun 1999)
b. Pengujian Benda Uji
1) Pengujian Setting Time dengan Tisu
Langkah-langkah pengujian setting time dengan tisu antara lain sebagai berikut:
Buat slurry seal dengan kadar air sesuai dengan hasil uji konsistensi di atas. Campuran tersebut dituangkan pada papan plywood berukuran 152 mm x 152
mm dan diratakan dengan ketebalan 10 mm untuk slurry seal type III.
Setelah 15 menit sentuhkan tisu pada permukaan campuran. Bila ada noda
berwarna coklat, ulangi penyentuhan dengan interval 15 menit. Bila setelah 3
jam campuran masih belum mantap dapat dilakukan penyentuhan dengan
interval 30 menit. Campuran dianggap mantap bila tidak ada noda berwarna
commit to user
Catat dan laporkan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan sentuhan bebas
noda sebagai waktu pemantapan.
Catatan :
Apabila waktu pemantapan tidak memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 720
menit maka kadar bahan pengisi (filler) yang aktif secara kimia perlu
ditambahkan dan jika kurang dari 15 menit maka kadar bahan pengisi (filler) yang
aktif secara kimia perlu dikurangi sehingga pengujian waktu pemantapan harus
diulang dari awal proses pembuatan campuran dengan penambahan atau
pengurangan prosentase kadar filler.
2) Pengujian ITS ( Indirect Tensile Strength)
Langkah-langkah pengujian ITS antara lain sebagai berikut
Buat campuran ITS dengan kadar air sesuai dengan hasil uji konsistensi di atas. Kemudian tuangkan campuran ke dalam mould dengan diameter 10 cm dan
tinggi 6 cm yang telah dibersihkan, diolesi sedikit oli dan diberi kertas pada
dinding dalam mould agar benda uji mudah dikeluarkan.
Diamkan hingga mengering kemudian keluarkan benda uji dari cetakan. Oven
benda uji dengan suhu 60˚C selama 24 jam. Keluarkan benda uji kemudian
ukur diameter dan tinggi serta menimbang berat kering udara dari benda uji
tersebut.
Letakan benda uji pada alat uji Marshall yang dilengkapi dengan arloji
kelelahan (flow meter) dan arloji pembebanan/stabilitas. Benda uji siap untuk
diuji ITS lakukan pembebanan pada benda uji hingga mencapai maksimum
yaitu saat jarum dial berhenti dan berbalik arah. Pada saat itu dilakukan
pembacaan dan pencatatan nilai dial dan juga nilai flow nya.
Mengeluarkan benda uji dari alat uji Marshall kemudian dilanjutkan dengan
pengujian benda uji berikutnya mengikuti prosedur langkah 6 dan 7 kemudian
menghitung nilai kuat tarik tidak langsung ITS (Indirect Tensile Strength)
commit to user
3.5.
Alur Penelitian
Bagan alir tahapan metode penelitianan dapat digambarkan berikut ini :
Gambar 3.2. Bagan Alir Metode Penelitian Persiapan Bahan & Alat
Mulai
Pembuatan slurry seal dengan variasi kadar air
Uji setting time dengan papan plywood Uji ITS dengan Marshall Test
Analisis & Pembahasan
Selesai
Penimbangan agregat sesuai gradasi & type slurry seal
Kesimpulan & Saran
Uji konsistensi dengan kerucut konsistensi
commit to user
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini memerlukan berbagai data yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari penelitian langsung di laboratorium contohnya data
hasil pengujian kuat tarik tidak langsung (ITS) dan pengujian waktu pemantapan
(Setting Time). Data sekunder diperoleh dari hasil penelitian yang telah ada
contohnya : data uji pemeriksaan aspal emulsi, uji pemeriksaan bahan pengisi
(filler) yaitu Semen Portland. Dalam bab ini akan dijelaskan secara lengkap hasil
pemeriksaan bahan, hasil pengujian serta pembahasan dan analisisnya.
4.1.
Hasil Pemeriksaan Agregat
Agregat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain batu basalt, batu kapur
dan batuan standar. Dari hasil pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los
Angeles dengan berat batuan 5 kg dan bola baja sebanyak 11 buah, serta
dilakukan 500 putaran untuk setiap jenis batuan, maka di dapat hasil pengujian
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles
No Jenis Batuan Prosentase keausan
(%) Persyaratan
1 Batu Basalt 46,28
Maks.35 %
2 Batu Kapur 56,46
3 Batu Standar 23,98
Dari Tabel 4.1 diatas dapat disimpulkan bahwa agregat dari batu basalt dan batu
kapur tidak memenuhi syarat batas maksimum keausan sedangkan agregat batu
standar yang agregatnya berasal dari berbagai macam jenis batuan memenuhi
commit to user
4.2.
Data Perencanaan Gradasi
Perencanaan gradasi campuran pada penelitian ini berdasarkan pada Pedoman
Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) tahun 1999) dan penelitian N.Oikonomou, 2007 pada “Global NEST Journal, Vol 9, Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of
Thessaloniki, Greece . Penelitian ini menggunakan spesifikasi campuran slurry
seal tipe III karena mempunyai gradasi yang paling kasar dan cocok untuk
mengisi perbaikan pada jalan yang mengalami raveling dan oksidasi serta
memperbaiki kekesatan permukaan jalan. Rencana gradasi campuran pada
penelitian ini diambil dari nilai tengah spesifikasi kelolosan dari masing-masing
ukuran saringan.
Rencana gradasi yang digunakan disajikan pada Tabel 4.2. sebagai berikut
Tabel 4.2. Perencanaan Gradasi Slurry Seal Type III
Ukuran Saringan Spesifikasi (%) Lolos Saringan (%)
3/8” (9,52 mm) 100 100
No.4 (4,75 mm) 70 - 90 82,5
No.8 (2,38 mm) 45 - 70 51,5
No.16 (1,18 mm) 28 - 50 35,0
No.30 (600 micron) 19 - 34 26,0
No.50 (300 micron) 12 - 25 17,5
No.100 (150 micron) 7 - 18 10,0
No.200 (75 micron) 5 - 15 7,5
(Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) tahun 1999) (* N.Oikonomou, 2007)
commit to user
Batu Basalt Batu Kapur
Batu Standar
Gambar 4.2. Gradasi Agregat
4.3.
Perhitungan Kadar Aspal (residu) Rencana
Penentuan kadar aspal (residu) berdasarkan gradasi agregat dengan persamaan :
P = ( 0,05A + 0,1 B +0,5 C ) x 0,7
= ( 0,05 x 48,5 + 0,1 x 41 +0,5 x 7,5 ) x 0,7
= 7,19%
Kadar aspal (residu) emulsi menurut Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi
(slurry seal) tahun 1999) untuk campuran type III adalah 6% - 11% terhadap
berat kering agregat, sehingga perhitungan persen kadar aspal (residu) perkiraan
diatas memenuhi syarat . Pada penelitian ini digunakan 5 kadar aspal (residu)
yaitu 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 8,5%.
Berdasarkan persen kadar aspal (residu) perkiraan diatas dapat dihitung persen