• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI DAN IDENTITAS kultural PERSONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMUNIKASI DAN IDENTITAS kultural PERSONAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI DAN IDENTITAS PERSONAL

Di susunoleh :

Selsi Hawilla

Theresa Adinda

Desi Brahmana

Fransiskus Chris William

Imelia Rigita

(2)

KOMUNIKASI DAN IDENTITAS PERSONAL

Identitas menurut Stella Ting Toomey merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita.

Identitas adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya (Verkuyten, 2015)

Identitas adalah bagaimana pembentukan diri sendiri dan pelabelan diri sendiri dalam budaya yunani identitas dipahami sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan seseorang melihat diri bertentangan atau berbeda dengan identitas yang lain Menurut teori Michel hecht dentitas merupakan penghubung utama antara individu dan masyarakat. Sedangkan komunikasi merupakan mata rantai yang memperbolehkan hubungan ini terjadi. Identitas adalah “kode” yang mendefinisikan keanggotaan dalam komunitas yang beragam.

(3)

DIMENSI IDENTITAS PERSONAL

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau kerangka acuan internal adalah penilaian yang dilakukan

individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

1. Diri Identitas (identity self), merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaa “Siapakah saya?”, dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-sinmbol yang diberikan pada siri (self) oleh individu yang bbersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

2. Diri Pelaku (behavioral self), merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri.

3. Diri Penerimaan/Penilai (judjing self), berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara antara diri identitas dan diri pelaku. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya.

b. Dimensi Eksternal

Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, dimana mempengaruhi individu dalam membuat penilaian atas dirinya yang didasarkan atas hubungan dengan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianut, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal ini terbagi atas lima bentuk:

1. Diri Fisik (physical self), menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinyasecara fisik, termasuk di dalamnya persepsi mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya, dan keadaan tubuhnya.

2. Diri Etik-Moral (moral-ethic self), merupakan persepsi orang mengenai dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Menyangkut kepuasan hidup akan nilai-nilai keagamaan dan moral yang dipegangnya yang menyangkut atasan baik dan buruk.

(4)

4. Diri Keluarga (family self), menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang alam kedudukannya sebagai anggota keluarga.

5. Diri Sosial (social self), merupakan penilaian individu terhadap interaksi diriya dengan oang lain maupun lingkungan sekitarnya.

KOMPONEN

Proses pembentukan konsep diri atau identitas personal seseorang dibentuk melalui faktor internal dan eksternal dari beberapa objek. terbentuk dari dua komponen yaitu :

1. Komponen Kognitif. Yaitu pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Misalnya, saya anak bodoh, saya anak pintar. Jadi, komponen kognitif akan menjelaskan siapa saya yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri (self-picture) tersebut akan membentuk citra diri.

2. Komponen Afektif. Penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptable), serta penghargaan diri (self-esteem) individu.

Sedangkan hubungan komunikasi dengan identitas personal itu sendiri adalah Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Anda mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya, memperlihatkan rasa identitas dengan cara Anda mengekspreksikan diri Anda dan merespons orang lain. Subjective dimension yakni identitas merupakan perasaan diri anda, ascribed dimension apa yang orang lain katakan tentang anda. Dengan lain kata, rasa identitas Anda terdiri dari makna – makna yang dipelajari dan yang Anda dapatkan diri pribadi Anda; makna – makna tersebut diproyeksikan kepada orang lain kapanpun Anda berkomunikasi. Suatu proses yang menciptakan diri anda yang digambarkan. Identitas pada akhirnya memainkan peran dan merubah komunikasi. Sehingga, komunikasi mengeksternalisasi identitas

Contoh :

(5)

bisa melekat pada setiap individu. Seorang Muslim adalah Batak dan pada saat yang sama beridentitas kelas menengah, kelas terdidik, dan sebagainya.

Bentuk Dasar Identitas Diri

Menurut Brewer and Gardiner (1996), ada 3 bentuk diri yang menjadi dasar bagi seseorang dalam mendefinisikan dirinya :

Individual Self

Individual self adalah diri yang didefinisikan berdasaran trait pribadi yang membedakan dengan orang lain. Individu tersebut berusaha mendefinisikan dirinya sendiri dengan apa yang ada di dirinya sendiri yang mana hal tersebut membedakan ia dengan individu lain. Contoh : “Saya adalah pekerja keras yang pantang menyerah ketika menghadapi tantangan.” Sifat pekerja keras dan pantang menyerah tersebutlah yang membedakan individu tersebut dengan individu lain yang tidak memiliki trait tersebut.

Relations Self

Relations Self adalah diri yang didefinisikan berdasarkan hubungan interpersonal yang dimiliki dengan orang lain. Individu tersebut berusaha mendefinisikan dirinya dengan hubungan yang ia miliki dengan seseorang terutama tokoh terkenal. Contoh : “Saya adalah teman dari aktor drama Korea.” Hubungan pertemanan dengan aktor drama Korea tersebutlah yang membedakan individu tersebut dengan individu lain yang tidak memiliki hubungan interpersonal dengan artis itu.

Collective Self

(6)

Dampak Identitas

Identitas bisa berdampak positif juga bisa berdampak negatif.

Jika identitas tersebut dapat menimbulkan rasa bangga, baik bagi dirinya maupun komunitasnya, maka identitas bernilai positif. Sebaliknya identitas dapat melahirkan masalah manakala ia menjadi alasan untuk berkonflik bahkan berperang. Banyak contoh konflik yang tidak lepas dari persoalan identitas kelompok, seperti konflik suku, ras dan agama yang sering terjadi di berbagai belahan dunia. Konflik suku di Rwanda (suku Hutsi dan Tutsi), konflik agama di India (Muslim-Hindu), di Serbia (Islam dan Katolik), di Palestina (Islam dan Yahudi), di Irak (Sunni dan Syi’ah). Konflik serupa terjadi pula di sejumlah daerah di Indonesia, seperti konflik suku di Kalimantan Barat antara suku Madura dan Dayak, atau konflik bernuansa keyakinan di Ambon antara komunitas Muslim dan Kristen. Identitas dipahami juga sebagai ungkapan nilai-nilai budaya yang dimiliki suatu komunitas, kelompok, atau bangsa yang bersifat khas dan membedakannya dengan kelompok atau bangsa yang lain. Kekhasan yang melekat pada sebuah bangsa ini dikenal secara umum dengan sebutan “identitas nasional.” Identitas yang melekat pada suatu bangsa tidaklah bersifat statis. Identitas adalah sesuatu yang dapat dibentuk oleh suatu individu maupun kelompok

(7)

Pembentukan identitas dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan

lingkungannya (Weigert dalam Ristianti, 2009). Disamping itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan dan juga dalam diri individu akan sangat mempengaruhi pembentukan identitas dalam diri individu tersebut (Kunnen & Bosma dalam Berk, 2007).

Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi, dan menjadi lebih baik di sepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi di sepanjang hidup, merupakan proses yang dinamis, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan diri dan lingkungan (Berk, 2007).

Menurut Berk (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan identitas diri individu, yaitu:

1. Orang Tua

Ketika orang tua menyediakan dukungan emosional dan kebebasan bagi anak untuk menjelajahi lingkungannya, maka anak akan berkembang dengan memiliki pemahaman yang sehat mengenai siapa

dirinya. Hal ini juga terjadi pada remaja dalam pencarian identitas yang sedang dilakukannya. Pembentukan identitas remaja akan berkembang dengan semakin baik ketika remaja memiliki keluarga yang memberikan

“rasa aman” dimana anak diijinkan untuk dapat melihat ke dunia luar yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat yang ingin diberikan, dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi

yang terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja.

(8)

Melalui interaksi dengan teman sebaya yang beragam, perolehan remaja mengenai ide dan nilai juga akan bertambah. Adanya dukungan secara emosi yang diperoleh dari teman dekat akan membuat remaja saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dan

teman sebaya dapat menjadi model peran bagi remaja pada perkembangan identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan membuat remaja belajar

mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan, pilihan akan pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya

merupakan sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai kasih sayang, rasa simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui nilai-nilai moral, serta sebagai tempat bagi remaja untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa nantinya.

3. Sekolah dan Komunitas

Sekolah dan komunitas yang menawarkan kesempatan yang luas dan beragam dalam hal pencarian yang dilakukan oleh remaja juga mendukung perkembangan identitas. Sekolah dapat membantu remaja dalam penyediaan kelas yang memiliki tingkat pemikiran yang

tinggi, kegiatan ekstrakulikuler yang membuat remaja memiliki tanggung jawab dalam peran yang diambilnya, tersedianya guru atau konselor yang dapat mengarahkan remaja pada

pemilihan akan bidang-bidang yang diminatinya, seperti jurusan yang ingin diambilnya nantinya, serta tersedianya program-program pembelajaran yang dapat menjadi suatu sarana dimana remaja dapat memperoleh gambaran mengenai dunia pekerjaan yang sesungguhnya ketika remaja berada pada usia dewasa nantinya.

(9)

Budaya memiliki pengaruh besar dalam perkembangan identitas, dimana budaya dapat membentuk adanya self-continuity disamping perubahan diri yang terjadi. Perbedaan budaya yang terdapat dalam

lingkungan individu akan mempengaruhi bagaimana individu memandang peran-peran yang mereka miliki dalam lingkungan masyarakat.

Kesimpulan :

Identitas diri merupakan suatu komponen penting bagi seseorang untuk menunjukkan identitas personal individu kepada orang lain, semakin ia berkembang dalam memahami identitas dirinya, maka semakin faham pula ia dalam memahami bagaimana kekuatan ataupun kekurangan disaat dirinya menjalani kehidupannya kehadiran identitas diri tidak hadir secara langsung dalam diri seseorang. Identitas diri seseorang akan mengalami fase pembentukan terlebih dahulu yang terangkum dalam suatu proses di dalamnya. Adanya identitas dapat lebih memudahkan manusia menggambar keberadaan sesuatu sehingga dapat memberikan kemudahan manusia untuk bertindak. Identitas hadir agar manusia dapat saling mengenal sesama dan dapat membedakan sesama.

(10)

https://ataghaitsa.wordpress.com/tag/teori-identitas/

Rakhmat, Jalaluddin.2011. psikologikomunikasi. Bandung:RemajaRosdakarya

Referensi

Dokumen terkait

Analog tidak digunakan untuk mengukur secara detail suatu besaran nilai komponen, tetapi kebanyakan hanya digunakan untuk baik atau jeleknya komponen pada waktu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan

Arus listrik dapat menghasilkan panas dan elektron-elektron yang mampu berinteraksi dengan membran sel bakteri hingga dapat menghambat dan/atau menonaktifkan bakteri Escerichia

Terjadinya dikotomi ilmu pengetahuan Islam dengan ilmu-ilmu umum menyebabkan para ilmuan Islam berusaha melakukan Islamisasi atau integrasi kedua ilmu tersebut,

Namun hasil analisis partisipasinya menunjukkan bahwa masyarakat pertanian tidak aktif dalam pengelolaan USDT berkelanjutan sehingga diperlukan upaya-upaya yang serius oleh

Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol Dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae.. Dibimbing oleh

Hal ini sesuai dengan pendapat Ariani dan Kristiana (2017) yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki regulasi emosi yang tinggi, maka ia akan mampu menjaga,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edible coating dengan konsentrasi berbeda terhadap kadar protein, daya ikat air dan aktivitas air