• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS DAN KEPUASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PERSEPSI KUALITAS DAN KEPUASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS MEREK: ORIENTASI PELANGGAN SEBAGAI

VARIABEL MODERASI

Sherly Eria1

dan Sabrina O. Sihombing2

Universitas Pelita Harapan

e-mail: sherlyeria@gmail.com dan sabrinasihombing@gmail.com

Abstrak

Today, cosmetic and personal care industry has been growing rapidly. Not only that, competitors also appear to offer a variety of cosmetic products. Cosmetic and body care companies must figure out how to satisfy customers and improve the perception of quality in order to increase brand loyalty. In addition, companies can use customer orientation as a moderating effect in increasing loyalty. Research on customer orientation has been done. However, there is still little research on the effects of customer orientation as a moderating effect. Therefore, researcher will use a customer orientation as a moderating effect. This study replicates the study of Ha and Park (2012) based on a model that will be used in research. The variables that were analyzed in the form of customer satisfaction, perception of quality, customer orientation, and brand loyalty. The sample was selected by judgmental sampling. Questionnaires were distributed solely by the researcher to 160 respondents. 160 freshmen and sophomores UPH who answered this questionnaire is a customer of The Body Shop. The data obtained will be used to analyze the hypothesis. Moderation hypothesis testing using multiple regression and structural equation modeling. The data support the hypothesis 4 of 5 existing hypotheses. From this research, providing information on customer orientation effect on perceived quality on brand loyalty. This study also provides theoretical implications, managerial implications, and suggestions for further research.

Keywords: perceived quality, customer satisfaction, brand loyalty, customer orientation, cosmetic industry

PENDAHULUAN

Di era yang modern saat ini tingkat kebutuhan akan mempercantik dan merawat diri bertambah tinggi. Hal ini terlihat dari peningkatan penjualan produk kecantikan setiap tahunnya. Dengan meningkatnya penjualan produk kosmetik dan perawatan tubuh, hal ini menuntut produsen seperti The Body Shop untuk terus berkompetisi. Kekuatan merek The Body Shop selama ini ditopang oleh konsumennya yang loyal, yang peduli terhadap kelestarian lingkungan (www.swa.co.id).

Konsumen yang loyal harus terus dijaga. Hal ini berkaitan dengan persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan. Pada penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan dalam menciptakan loyalitas merek (Ha dan Park, 2012).

Kepuasan pelanggan berhubungan pada persepsi kualitas. Hubungan antara kepuasan pelanggan dan persepsi kualitas memberikan efek yang baik dalam memprediksi loyalitas merek (Ha dan Park, 2012). Persepsi kualitas adalah penaksiran global

1

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pelita Harapan

2

(2)

berdasarkan persepsi konsumen yang merupakan kualitas dari sebuah produk dan seberapa baik tingkat merek tersebut (Keller, 2008, hal. 195). Dengan memiliki persepsi kualitas yang positif dari pelanggan akan memberikan reputasi yang baik bagi perusahaan. Maka sebuah merek harus dapat memunculkan persepsi yang unggul dari merek yang lain dibenak pelanggan. Orientasi pelanggan yang tinggi dalam pelayanan dapat menyebabkan meningkatkannya kepuasan pelanggan dan juga akan membantu organisasi untuk mengembangkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan (Ghorbani et al., 2012).

Merek penting untuk dipahami. Penelitian mengenai loyalitas merek sudah banyak dilakukan (sebagai contoh: Kuenzel dan Halliday, 2010; Dehdashti, Kenari, dan Bakhshizadeh, 2012; Lin dan Lee, 2012; Hameed, 2013; Eryigit, 2013; dan Azad 2014). Akan tetapi, masih sedikit penelitian empiris dalam memahami pengaruh orientasi pelanggan terhadap loyalitas merek (Appiah-Adu dan Singh, 1998 dan Dean, 2002, dikutip oleh Ha dan Park, 2012). Terlebih lagi, jarang penelitian yang menggunakan orientasi pelanggan sebagai variabel moderasi dalam memahami loyalitas (Ha dan Park, 2012). Ha dan Park (2012) mengatakan bahwa penelitiannya membutuhkan sebuah variabel yang memiliki efek moderasi untuk diuji hubungannya dengan loyalitas merek. Hal ini disebabkan sedikitnya penelitian empiris mengenai efek moderasi bagi loyalitas merek (Ha dan Park, 2012).

Pemahaman variabel moderasi adalah penting. Hal ini karena variabel tersebut memberikan efek tidak tentu yang kuat terhadap hubungan antara variabel independen dan dependen (Sekaran dan Bougue, 2013, hal 89). Variabel moderasi ini muncul dalam modifikasi hubungan yang asli antara variabel dependen dan independen. Aguinis menunjukkan bahwa adanya variabel moderasi memiliki implikasi pada teori dan praktis. Dikarenakan variabel moderasi menyediakan informasi mengenai batasan hubungan yang menjadi ketertarikan (Aguinis, 2004, hal. 4). Variabel moderasi menjelaskan kapan dan dalam kondisi apa suatu independen mempengaruhi dependennya (Aguinis, 2004, hal. 5). Selain itu, pentingnya variabel moderasi adalah untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa efek moderasi tersebut dapat muncul disuatu hubungan (Aguinis, 2004, hal. 5).

TINJAUAN LITERATUR

Persepsi kualitas dan Kepuasan Pelanggan

Persepsi kualitas mengacu pada penilaian konsumen terhadap keseluruhan keunggulan dari sebuah merek, relatif terhadap pengganti (Zeithaml, 1988 dalam Broyles, Thomas, Forman, dan Leingpibul, 2009). Persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan keunggulan superioritas suatu produk dibandingkan dengan alternatif lain (Keller, 2008, hal. 195). Dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi alasan penting. Hal ini dapat dilihat dalam pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan pelanggan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan merek yang akan dibeli setelah pelanggan puas dengan merek (Elviyanti, 2013)

(3)

kualitas memberikan efek yang baik dalam memprediksi loyalitas merek (Ha dan Park, 2012). Maka, hipotesis yang terbentuk:

Hipotesis 1: Terdapat hubungan positif antara persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan

Persepsi kualitas dan loyalitas merek

Dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi alasan penting. Hal ini dapat dilihat dalam pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan pelanggan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan merek yang akan dibeli (Elviyanti, 2013). Persepsi kualitas harus mencerminkan dan merefleksikan produk yang sesuai dengan kualitasnya. Persepsi kualitas terhadap keseluruhan dari suatu produk dapat menentukan nilai dari produk dan berpengaruh langsung kepada keputusan pembelian dan loyalitas konsumen terhadap suatu merek (Elviyanti, 2013).

Loyalitas merek dapat didefinisikan sebagai ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek (Rangkuti, 2004, hal. 60). Loyalitas merek dikonseptualisasikan sebagai konstruk multidimensi yaitu sebagai dimensi perilaku dan dimensi sikap (Eryigit, 2013).

Loyalitas merek pada dimensi sikap. Pada dimensi sikap, loyalitas merek berfokus pada dasar kognitif loyalitas dan mengisolasi pembelian didorong oleh sikap yang kuat dari pembelian karena kendala situasional. Loyalitas merek pada dimensi sikap juga dipandang sebagai tingkat psikologis dan sikap pelanggan terhadap organisasi (Rauyruen dan Miller, 2007, dikutip oleh Jaiswal dan Niraj, 2007). Dengan demikian, loyalitas merek pada sikap meliputi kata positif dari mulut, kemauan untuk merekomendasikan kepada orang lain dan mendorong orang lain untuk menggunakan produk dan jasa perusahaan (Zeithaml et al.,

1996, dikutip oleh Jaiswal dan Niraj, 2004). Sedangkan loyalitas merek pada dimensi perilaku memastikan bahwa loyalitas pelanggan terhadap merek dapat diubah menjadi perilaku pembelian aktual (Cheng, 2011). Loyalitas merek pada perilaku berarti pembelian kembali konsumen perilaku atau kehebatan dari merek tertentu (Russell-Bennett et al.,

2007, dikutip oleh Cheng, 2011).

Loyalitas merek memiliki dua dimensi. Pada penelitian ini menggunakan loyalitas merek pada dimensi sikap. Alasan penggunaan loyalitas merek pada dimensi sikap karena untuk mengukur komitmen pelanggan secara psikologis (Eryigit, 2013) dan untuk mengetahui apakah pelanggan memberitahukan sisi positif dari perusahaan kepada yang lain (Cheng, 2011). Maka, hipotesis yang terbentuk:

Hipotesis 2: Terdapat hubungan positif antara persepsi kualitas dan loyalitas merek

Kepuasan pelanggan dan loyalitas merek

Sejumlah studi empiris menunjukkan bahwa kepuasan adalah pendahuluan sikap merek, niat untuk membeli merek kembali, dan sikap loyalitas merek untuk ritel pelayanan konsumen (sebagai contoh: Oliver, 1980; Pritchard et al., 1999; Russell-Bennett et al., 2007, dikutip dalam Ha dan Park, 2012). Hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek menurut penelitian Ha dan Park (2012) terdapat hubungan yang signifikan. Beberapa penelitian yang membuktikan dua variabel ini berhubungan (Darsono dan Junaedi, 2006; Chaudhry, Zaheer, Rehman, Ali, dan Akbar, 2011; Auka, 2012; Nezakati, 2013; Hameed, 2013; dan Ha dan John, 2010). Maka, hipotesis yang terbentuk:

(4)

Moderasi orientasi pelanggan

Perusahaan berusaha untuk meningkatkan loyalitas merek yang sangat sensitif terhadap reaksi pasar dengan penawaran layanan, karena reaksi-reaksi tersebut tentang bagaimana cara terbaik untuk memenuhi tingkat kualitas layanan. Sebagai reaksi-reaksi tersebut tercermin dalam orientasi pelanggan, jika perusahaan berniat memenuhi keinginan terdalam dari pelanggan saat ini dan pelanggan baru, mengacu pada langkah-langkah orientasi pelanggan (Zhu dan Nakata, 2007, dikutip oleh Ha dan Park, 2012) untuk memantau seberapa baik hubungan antara kualitas pelayanan dan loyalitas merek tercapai. Dapat dikatakan bahwa pelanggan yang merasa tingkat kinerja karyawan perusahaan yang tinggi akan mengevaluasi kualitas keseluruhan yang diberikan oleh karyawan dan kemudian, mereka membentuk niat mereka untuk tinggal atau pembelian kembali dengan merek (Ha dan Park, 2012). Hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek yang dimoderasi oleh orientasi pelanggan. Maka dari itu muncullah hipotesis :

Hipotesis 4: Orientasi pelanggan memoderasi hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek secara positif.

Bagaimana suatu organisasi mengadopsi orientasi pelanggan dengan pemahaman pemurnian kinerja pasar, sementara pendekatan lain adalah untuk mengatasi peran orientasi pelanggan (Ha dan Park, 2012). Orientasi pelanggan diterjemahkan menjadi hasil persepsi kinerja pelayanan dan perilaku. Namun, jika perusahaan merasa hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah ambigu, perusahaan mungkin meningkatkan loyalitas merek ketika pelanggan mendapatkan keuntungan dari tingkat praktis tinggi karyawan perusahaan (Ha dan Park, 2012). Akibatnya, mereka mungkin tetap "terkunci" dengan merek yang sama oleh kesediaan mereka untuk tinggal atau pembelian kembali. Salah satu alasannya adalah bahwa pelanggan merasa bahwa perusahaan menawarkan nilai yang lebih besar dalam produk dan layanan (Ha dan Park, 2012). Sebagai pelanggan yang puas dan mungkin setia, gagasan keunggulan posisional menunjukkan bahwa koresponden orientasi pelanggan yang lebih besar dengan penguatan hubungan antara kepuasan dan loyalitas (Ha dan Park, 2012). Hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas merek yang dimoderasi oleh Orientasi pelanggan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dibangun hipotesis :

Hipotesis 5: Orientasi pelanggan memoderasi hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas merek secara positif.

(5)

METODE

Obyek Penelitian: The Body Shop merupakan produsen produk kecantikan yang gencar pada respek terhadap lingkungan. Banyak sekali kampanye yang diselenggarakan dalam mengajak konsumen untuk menjaga lingkungan, seperti tidak dilakukannya uji produk pada binatang dan penggunaan kemasan daur ulang. Maka dari itu, objek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah The Body Shop Supermall Karawaci. Objek ini dipilih karena The Body Shop merupakan gerai produk perawatan tubuh yang terbilang sangat gencar dalam menjaga lingkungan dan menggunakan bahan 100% alami (www.swa.co.id). Selain itu juga memiliki banyak varian produk agar dapat memenuhi keinginan konsumen (www.swa.co.id).

Tipe Penelitian. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif atau prediktif. Penelitian deskriptif adalah dilakukan untuk memastikan dan dapat menggambarkan karakteristik dari variabel yang menjadi kepentingan dalam suatu situasi (Sekaran dan Bougie, 2013). Alasan penggunaan karena membantu pada saat untuk mengerti karakteristik dari sebuah grup pada situasi yang diberikan, dapat berpikir sistematik tentang aspek – aspek yang diberikan pada situasi tertentu, dan memberikan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut (Sekaran dan Bougie, 2013).

Skala Pengukuran. Penelitian ini menggunakan skala interval untuk mengukur jawaban dari responden. Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert 5 poin yang terdiri dari 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4 (setuju), dan 5 (sangat tidak setuju). Alasan penggunaan skala Likert 5 poin adalah yang pertama jika menggunakan skala yang besar kategorinya (seperti: 7 atau 9 kategori) akan membuat bingung responden dalam memberikan respon untuk sebuah pernyataan disetiap kategori yang memiliki sedikit perbedaan (Malhotra, 2010, hal. 276). Yang kedua adalah dengan menggunakan 5 poin maka akan memberikan responden pilihan netral dan tidak membatasi pilihan responden. Yang ketiga adalah dengan adanya peringkat 3 “netral” pada sebuah kuesioner, akan membuat responden tidak merasa extremis dalam memberikan jawaban (Malhotra, 2010, hal. 276).

Teknik Pengumpulan Data. Data didapat dengan menyebarkan kuisioner. Alasan peneliti memilih data primer karena peneliti memilih data primer karena menghasilkan data lebih

(6)

akurat dibandingkan dengan data sekunder, peneliti memilih data primer karena biaya terjangkau dan kemudahan data yang didapat, dan peneliti memilih data primer karena adanya kecocokan jawaban dengan masalah penelitian (Churchill dan Iacobucci, 2005).

Desain Sampel. Desain sampling yang akan digunakan adalah non-probability sampling

yang merupakan penemuan sampel dari penelitian yang tidak bisa secara menyeluruh untuk populasi (Sekaran dan Bougie, 2013, hal. 245). akan digunakan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling atau judgemental sampling yang berarti sampel-sampel yang dibatasi untuk orang-orang tertentu yang bisa menyediakan informasi sesuai dengan topik penelitian (Sekaran dan Bougie, 2013, hal. 252). Teknik ini dipilih berdasarkan responden yang terpilih karena memenuhi kriteria tertentu yang disesuaikan dengan topik penelitian. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut pernah membeli produk The Body Shop Supermall Karawaci dan berusia lebih dari 18 tahun dengan asumsi dianggap dewasa dan mampu membuat keputusan sendiri. Alasan pemilihan non-probability sampling (judgement sampling) adalah satu-satunya cara yang baik untuk menginvestigasi, menjadi kurang sadar tentang generalisasi daripada memperoleh beberapa informasi awal dengan cara cepat dan murah, dan ketika ada populasi terbatas yang dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan (Sekaran dan Bougie, 2013, hal. 254).

Jumlah Sampel. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 160 responden. Ada empat alasan utama dalam menentukan jumlah sampel. Pertama, pengujian SEM dengan metode Maximum Likelihood akan efektif pada jumlah sampel antara 150 responden sampai 400 responden (Santoso, 2014, hal. 74). Kedua, syarat pengujian SEM adalah jika indikator berjumlah tiga atau lebih, maka jumlah sampel 100-150 data sudah dianggap memadai (Santoso, 2014, hal. 74). Ketiga, Roscoe (1975) mengatakan bahwa aturan dalam menetapkan jumlah sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 responden adalah jumlah yang tepat dan ideal dalam penelitian (Sekaran dan Bougie, 2013). Keempat, rule of thumb mengatakan bahwa 80 responden memenuhi syarat penelitian (Sekaran dan Bougie, 2013).

Pre-test. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa responden memahami kuesioner

tersebut sehingga tidak ada penafsiran yang berbeda pada responden untuk setiap pertanyaan kuesioner. Studi pendahuluan guna untuk mengetahui apakah instrument di dalam kuesioner reliabilitas dan validitas tercapai. Pre-test menggunakan 50 responden. Hasil uji keandalan penelitian pendahuluan dengan 50 responden menunjukkan bahwa nilai

Cronbach Alpha tiap variabel berkisar 0,727 sampai 0,887 dan nilai untuk corrected item-total correlation berkisar dari 0,377 sampai 0,840. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa indikator-indikator penelitian ini andal karena nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,7 dan untuk corrected item-total correlation lebih besar dari 0,3. Hasil validitas memiliki korelasi yang tinggi, yaitu tidak lebih dari 1 dan berkumpul pada salah satu komponen, maka tercapainya validitas konverjen dan diskriminan. Nilai validitas studi pendahuluan berkisar antara 0,566 sampai 0,958.

(7)

menguji keberadaan variabel moderasi, dan untuk mengetahui kemungkinan mendeteksi efek dari moderasi (Aguinis, 2004, hal. 16).

SEM adalah alat analisis statistik yaitu gabungan dari analisis faktor dan regresi (Santoso, 2014, hal. 7). Perilaku atau fenomena didunia nyata sebagian besar bersifat kompleks, maka penggunaan model SEM sebagai konsekuensi logis (Santoso, 2014, hal. 7). Dalam pengukuran model validitas, membutuhkan tingkat yang dapat diterima dalam

goodness-of-fit pada keseluruhan model (Hair et al., 2010, hal. 669) terdapat 5 tipe model fit yang memiliki nilai spesifik cut-off. Dimulai dengan chi square with degrees of freedom

(CMIN/DF), goodness of fit index (GFI), root of mean square error of approximation

(RMSEA), adjusted goodness of fit (AGFI), TuckerLewis index (TLI), dan normal fit index (NFI).

Keterbatasan: Terdapat beberapa keterbatasan selama penelitian ini berlangsung. Pertama, penelitian ini menggunakan judgemental sampling sebagai salah satu dari tipe

non-probability sampling. Judgemental sampling itu sendiri memiliki kelemahan yaitu penelitian ini tidak bisa digeneralisasi terhadap populasi (Sekaran dan Bougie, 2010, hal. 280). Maka dari itu, hasil penelitian ini hanya merepresentasikan 160 responden.

Kedua, penelitian ini menggunakan The Body Shop sebagai objek penelitian. The Body Shop itu sendiri adalah produsen yang menyediakan produk kosmetik bagi pelanggan. Maka dari itu, bisa memberikan hasil penelitian yang berbeda jika menggunakan produk dengan kategori yang berbeda.

Ketiga, objek penelitian ini hanya di The Body Shop Supermall Karawaci sehingga tidak bisa mewakili The Body Shop yang berada di Indonesia secara keseluruhan.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

Hasil uji realibitas aktual ini dapat dilihat dari nilai Cronbach Alpha. Pada studi aktual, nilai Cronbach Alpha berkisar 0,712 sampai 0,865. Selain itu, nilai pada corrected item-total correlation juga diatas 0,30. Nilai Cronbach Alpha untuk variabel kepuasan pelanggan adalah 0,712, loyalitas merek adalah 0,865, persepsi kualitas adalah 0,863, dan orientasi pelanggan adalah 0,771.

Uji validitas aktual dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 22.0, dengan metode EFA dan korelasi Pearson. Hasil korelasi Pearson dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji validitas ini dilihat dari besaran nilai factor loading. Nilai factor loading yang dipakai pada penelitian ini sebesar 0,40. Pada penelitian tidak terdapat nilai yang kurang dari 0,40 sehingga data ini dapat dikatakan valid. Dimana memiliki korelasi yang tinggi dan berkumpul pada salah satu komponen maka terjadilah validitas konverjen. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat nilai yang kurang dari 0,40 sehingga data ini dapat dikatakan valid. Validitas diskriman dapat terjadi jika nilai korelasi antara variabel yang berbeda tidak melebihi 0,75. Hasil validitas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rotated Component Matrixa

(8)

1 2 3 4

KP1 .208 .803 .209 .165

KP4 .257 .790 .148 .232

LM1 .851 .187 .153 .162

LM2 .849 .116 .179 .251

LM4 .750 .336 .128 .244

PQ1 .164 .885

PQ2 .211 .459 .552 .339

PQ3 .144 .475 .676 .290

PQ4 .188 .560 .613 .292

OP1 .327 .127 .794

OP2 .273 .335 .274 .611

OP4 .135 .367 .176 .752

Keterangan: KP (Kepuasan Pelanggan); LM (Loyalitas Merek); PQ (Persepsi Kualitas); OP (Orientasi Pelanggan)

Sumber: Analisis data 160 responden (2014)

Table 2 Correlation

KP LM PQ OP

KP 1,000 0,518 0,646 0,591

LM 0,518 1,000 0,514 0,596

PQ 0,646 0,514 1,000 0,623

OP 0,591 0,596 0,623 1,000

Keterangan: KP (Kepuasan Pelanggan); LM (Loyalitas Merek); PQ (Persepsi Kualitas); OP (Orientasi Pelanggan)

Sumber: Data analisis 160 responden (2014)

Dalam penelitian aktual ini validitas konverjen dan validitas diskriminan telah tercapai. Karena hasil tersebut maka validitas konstruk juga tercapai.

Pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan analisis regresi moderasi berganda, hasil pengujian hipotesis satu menyatakan bahwa ada hubungan positif antara variabel persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan, hipotesis ini didukung karena nilai signifikan < dari 0,05 yaitu 0,000. Hasil pengujian hipotesis kedua juga menyatakan ada terdapat hubungan positif antar variabel persepsi kualitas dan loyalitas merek, hipotesis ini juga didukung karena nilai signifikannya < dari 0,05 yaitu 0,001.

Pada hasil pengujian hipotesis ketiga juga menunjukkan bahwa hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek juga didukung karena memiliki nilai signifikan 0,025. Sedangkan, pengujian hipotesis yang keempat menyatakan tidak terdapat efek interaksi positif antara variabel orientasi pelanggan dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek. Hal ini karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05, yaitu 0,448.

Tetapi, pengujian hipotesis yang kelima menyatakan terdapat efek interaksi positif antara variabel orientasi pelanggan dan persepsi kualitas terhadap loyalitas merek. Hal ini karena nilai signifikannya kurang dari 0,05, yaitu 0,024. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan moderasi regresi berganda dapat dilihat pada Tabel 3a dan 3b.

Tabel 3a CoefficientsHipotesis 1

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. 95.0% Confidence

(9)

B

1(Constant) 0,975 0,287 3,397 0,001 0,408 1,542

PQ 0,754 0,071 0,646 10,650 0,000 0,614 0,894

a. Dependen Variabel: meankp Keterangan: PQ (Persepsi Kualitas)

Sumber: Analisis data 160 responden (2014)

Tabel 3b CoefficientsHipotesis 2,3,4, dan 5

Model

t) 0,733 0,336 2,180 0,031 0,069 1,397

Meankp 0,173 0,077 0,192 2,263 0,025 0,022 0,325

Meanpq 0,154 0,092 0,146 1,666 0,001 0,029 0,336

Meanop 0,498 0,105 0,392 4,724 0,000 0,290 0,706

2 (Constan

t) 3,396 1,081 3,141 0,002 1,260 5,532

Meankp 0,564 0,471 0,626 1,197 0,233 -0,367 1,495

Meanpq -0,982 0,519 -0,934 -1,890 0,061 -2,007 0,044

Meanop -0,218 0,302 -0,171 -0,722 0,471 -0,815 0,379

Kpxop -0,087 0,114 -0,558 -0,761 0,448 -0,313 0,139

Pqxop 0,282 0,124 1,672 2,278 0,024 0,037 0,526

a. Dependen Variabel: meanlm

Keterangan: KP (Kepuasan Pelanggan); LM (Loyalitas Merek); PQ (Persepsi Kualitas); OP (Orientasi Pelanggan); KPXOP (Interaksi antara kepuasan pelanggan dan Orientasi Pelanggan); PQXOP (Interaksi antara persepsi kualitas dan orientasi pelanggan)

Sumber: Analisis data 160 responden (2014)

Selain menggunakan moderasi regresi berganda, analisis hipotesis juga dilakukan dengan SEM. Dari SEM menghasilkan nilai dari goodness fit model yang akan disesuaikan dengan goodness model fit. Nilai dari CMIN/DF = 1.429 dengan nilai cut-off sebesar ≤ 3,00, GFI = 0,938 dengan nilai cut-off sebesar > 0,90, RMSEA = 0,52 dengan nilai cut-off

sebesar <0,07, AGFI = 0,899 dengan nilai cut-off sebesar ≥ 0,80, TLI = 0,974 dengan nilai

cut-off sebesar >0,92, dan NFI = 0,940 dengan nilai cut-off sebesar ≥ 0,95. Pada NFI nilainya hampir mencapai ≥0,95, yang berarti nilai NFI tersebut diterima secara marjinal, yang berarti masih dapat dikatakan model fit.

Penelitian saat ini fokus kepada struktural model dalam pengujian hipotesis. Penjelasan mengenai didukung atau tidak didukungnya suatu hipotesis akan didukung dengan beberapa alasan berdasarkan teori dan profil responden.

(10)

ketika persepsi pelanggan terhadap kualitas meningkat, maka mereka akan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan (Tam, 2004, hal. 908). Seperti pada saat orang tua yang memperbolehkan anaknya untuk menggunakan produk The Body Shop dikarenakan bahan yang digunakan merupakan bahan yang alami dan berkualitas sehingga aman bagi tubuh (www.swa.co.id). Dilihat dari proses produksi dari awal hingga akhir menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan (www.swa.co.id).

Produk The Body Shop juga memakai bahan natural. Produk ini kemudian sering dijadikan alasan para konsumen yang percaya kepada kualitas produk tersebut dan merasa puas (www.tribunnews.com). Hal tersebut membuktikan bahwa The Body Shop dalam menjaga kepuasan pelanggan melalui kualitas yang baik. Dengan kata lain, The Body Shop

memberikan kualitas yang baik sesuai dengan apa yang mereka janjikan untuk memuaskan pelanggan.

Selain itu, pada profil responden yang menunjukkan bahwa mayoritas perempuan yang menjawab dan juga umur berkisar antara 18 sampai 22 tahun. Umur yang dianggap dewasa menurut saat ini adalah 18 tahun ke atas. Menurut Maya, selaku Public Relation

dan Value Manager The Body Shop mengatakan bahwa tingkatan usia pelanggan The Body Shop berkisar antara 15 sampai 35 tahun (www.swa.co.id). Kisaran usia tersebut membentuk suatu tren gaya hidup yang dari hanya menggunakan bedak, saat ini menggunakan kosmetik maupun wewangian.

Hubungan antara umur dan tren tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang telah dewasa dianggap sudah mengetahui tentang produk yang dibeli dan sudah berpengalaman menggunakan produk tersebut. Maka, pelanggan tersebut sudah tahu apakah produk telah memuaskan kebutuhannya berdasarkan kualitas yang ditawarkan oleh The Body Shop.

Sehingga produk The Body Shop dinilai telah memberikan kualitas sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan.

Hipotesis 2 dimana terdapat hubungan positif diantara persepsi kualitas dan loyalitas merek. Pada penelitian Ha dan Park (2012), terdapat hubungan yang erat pada saat persepsi kualitas bekerja dalam memprediksi loyalitas merek. Persepsi kualitas merupakan elemen yang positif karena berhubungan dengan manfaat yang diterima oleh pelanggan. Pemasar harus dapat mengetahui kualitas apa yang harus ditingkatkan agar mendapatkan persaingan yang lebih unggul dari kompetitor lain (Auka, 2012, hal. 199). Misalnya, dengan menambah kualitas produk yang digunakan akan memberikan manfaat yang lebih banyak, seperti wangi produk yang lebih tahan lama dikulit dan menyehatkan kulit. Karena, kekuatan merek The Body Shop ditopang oleh konsumen yang loyal (www.swa.co.id). Hal ini didukung juga dengan program kartu keanggotaan The Body Shop yang memberikan beberapa keuntungan, seperti diskon produk hanya bisa digunakan oleh pelanggan yang menjadi anggota (www.thebodyshop.co.id). Program ini diciptakan untuk mengikat pelanggan yang loyal.

Hipotesis 3 di mana terdapat hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek. Ketika pelanggan yang mendapatkan pengalaman dan puas terhadap pelayanan perusahaan, maka akan meningkatkan loyalitas terhadap merek (Ha dan Park, 2012, hal. 6751). Ketika responden adalah pembeli ulang, maka tingkat kepuasan konsumen meningkat dan loyalitas merek juga meningkat. Saat pelanggan mendapatkan nilai yang superior dan pelayanan yang baik, maka akan menciptakan kepuasan yang lebih besar (Ha dan Park, 2012, hal. 6748).

Ketika The Body Shop memberikan diskon khusus bagi pelanggan yang sudah menjadi member (www.thebodyshop.co.id). Maka kepuasan akan lebih tinggi karena membuat pelanggan merasa bahwa ketika mereka loyal maka mereka akan mendapatkan hak istimewa seperti diskon produk yang hanya bisa digunakan oleh keanggotaan. Seperti

(11)

Kemudian diskon sebesar 15% yang berlaku selama bulan ulang tahun pelanggan yang telah menjadi anggota. Selain dapat menarik konsumen baru, program diskon hak istimewa ini juga untuk mengikat hubungan dengan pelanggan yang sudah setia.

Hipotesis 4 di mana hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek dimoderasi oleh orientasi pelanggan tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek tidak dipengaruhi oleh efek moderasi. Alasan hipotesis ini tidak didukung karena orientasi pelanggan tidak secara langsung mempengaruhi hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek (Ha dan John, 2010, hal. 1040). Karena, kepuasan pelanggan akan tercapai ketika pelanggan tersebut sudah berpengalaman berbelanja produk tersebut dan produk tersebut dirasa telah memberikan manfaat (Ha dan Park, 2012, hal. 6746). Sehingga kepuasan pelanggan tidak dapat langsung dirasakan pada hanya satu kali transaksi, tetapi harus dilihat setelah beberapa kali kunjungan ke gerai. Maka pelanggan akan berinteraksi dengan pegawai The Body Shop dan mngevaluasi kinerja dari pegawai seperti apakah pegawai mengerti tentang produk yang ditawarkan dan apakah pegawai memberikan solusi bagi masalah pelanggan.

Sedangkan pada hipotesis 5, di mana hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas merek dimoderasi oleh orientasi pelanggan didukung. Meningkatnya persepsi pelanggan terhadap ingatan sebuah merek yang dikarenakan pegawai berorientasi pada pelanggan akan menghasilkan loyalitas merek (Ha dan John, 2010, hal. 1040). Persepsi kualitas yang memberikan efek positif bagi loyalitas merek serta efek dari orientasi pelanggan yang signifikan, menunjukkan bahwa orientasi pelanggan merupakan kunci dalam membangun loyalitas merek (Ha dan John, 2010, hal. 1040). Seperti di setiap gerai

The Body Shop selalu dilengkapi dengan make-up artist dan spesialis kecantikan untuk membantu pelanggan dalam menggunakan dan menentukan produk kecantikan yang sesuai (www.swa.co.id).

Hasil penelitian tersebut menyarankan bahwa orientasi pelanggan memiliki efek pada saat pelanggan mengevaluasi sebuah pandangan terhadap merek (Ha dan Park, 2012, hal. 6752). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pelanggan memiliki peran pada saat pelanggan melakukan kegiatan pembelian. Oleh sebab itu, The Body Shop memiliki tim group selling. Tim ini yang menangani permintaan pelanggan (www.swa.co.id). Misalnya, permintaan bingkisan untuk acara ulang tahun dan pernikahan. Tim ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.

Dari hasil hipotesis 4 dan 5 menunjukkan ada perbedaan hasil. Dimana hipotesis 4 yaitu kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek dimoderasi orientasi pelanggan tidak didukung, tetapi pada hipotesis 5 yaitu persepsi kualitas terhadap loyalitas merek dimoderasi orientasi pelanggan didukung. Orientasi pelanggan tidak secara langsung mempengaruhi kepuasan pelanggan dan loyalitas merek. Dikarenakan kepuasan pelanggan akan tercapai ketika pelanggan telah melakukan transaksi di gerai dan interaksi dengan pegawai secara terus menerus. Sehingga orientasi pelanggan harus ditingkatkan agar menghasilkan kepuasan pelanggan.

Pada hipotesis 5, persepsi kualitas ditentukan oleh proses interaksi dan komunikasi yang berlangsung selama proses transaksi (Wahyuni dan Pranoto, 2013, hal. 5). Sehingga pelangganlah yang menilai tingkat kualitas yang diberikan oleh pegawai. Orientasi pelanggan adalah memahami kinerja pasar kemudian diterjemahkan ke dalam persepsi dan dihasilkan dalam bentuk perilaku melayani pelanggan (Ha dan Park, 2012, hal. 6747). Untuk meningkatkan persepsi pelanggan, maka seluruh kualitas yang diberikan harus dievaluasi dan melatih pegawai untuk berkomunikasi dengan baik terhadap pelanggan sehingga hal tersebut menentukan apakah pelanggan akan tetap pada produk dan membeli ulang produk pada merek tersebut.

(12)

Tabel 4 Hasil Perbandingan Penelitian

Desain Penelitian Ha dan Park (2012) Eria (2014) Objek Penelitian Industri Department Store The Body Shop

Lokasi Penelitian Cina Indonesia

Skala Pengukuran Skala Likert (1-5) Skala Likert (1-5) Metode Analisis Data Moderasi Regresi

Berganda

Moderasi Regresi

Berganda dan Structural

Equation Modeling (SEM)

Sumber: Hasil perbandingan dari Ha dan Park (2012) dengan penelitian sekarang

KESIMPULAN

Penelitian ini guna menjawab masalah penelitian. Hal tersebut menguji hubungan antar variabel dalam penelitian. Telah dikemukakan bahwa masalah yang ada pada penelitian ini, yaitu apakah terdapat hubungan antara kepuasan pelanggan dan persepsi kualitas terhadap loyalitas merek dengan menggunakan orientasi pelanggan sebagai variabel moderasi. Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan. 2. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi kualitas dan loyaltas merek. 3. Terdapat hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek.

4. Terdapat hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas merek dimoderasi oleh orientasi pelanggan secara positif.

REFERENSI

(13)

Auka, D. O. (2012), “Service quality, satisfaction, perceived value and loyalty among customers in commercial banking in Nakuru Municipality, Kenya”, African Journal of MarketingManagement, Vol. 4, No. 5, pp. 185-203.

Azad, N., Kasehchi, H., Asgari, H., & Bagheri, H. (2014), “An exploration study on detecting important factors influencing brand loyalty in retail stores”, Decision Science Letters, Vol. 3, No. 1, pp. 117-120.

Broyles, S. A., Thomas, S., Forman, H., & Leingpibul, T. (2009), “The Dissimilar Significance of Functional and Experiential Beliefs when Marketing Brands in Cross-Cultural Settings”, International Business Research, Vol. 2, No. 4, pp. 8.

Chaudhry, N. I., Zaheer, A., ur Rehman, K., Ali, S. R., & Akbar, Z. (2011), “Antecedents and consequences of subjective disconfirmation in e-service”, African Journal of Business Management, Vol. 5, No. 10, pp. 3902-3912.

Cheng, S. (2011), “Comparisons of competing models between attitudinal loyalty and behavioral loyalty”, International Journal of Business and Social Science, Vol. 2, No. 10, pp. 149-166.

Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005), Marketing research: methodological foundations, Belmont, CA: Thomson.

Darsono, L. I., & Junaedi, C. M. (2006), “An Examination of Perceived Quality, Satisfaction, and Loyalty Relationship: Applicability of Comparative and Noncomparative Evaluation”,Gadjah Mada International Journal of Business, Vol. 8, No. 3, pp. 323-342.

Dehdashti, Z., Kenari, M., & Bakhshizadeh, A. (2012), “The impact of social identity of brand on brand loyalty development”, Management Science Letters, Vol. 2, No. 4, pp. 1425-1434.

Eryigit, Canan (2013), “The Influence of Brand Associations on Brand Loyalty Accordance with Product Involvement”, Sport Management International Journal,

Vol. 9, No. 2, pp. 17-33.

Elviyanti, R. (2013), “Pengaruh brand association dan perceived quality terhadap loyalitas pelanggan Biore Body Foam pada mahasiswi Universitas Negeri Padang”, Jurnal Manajemen, Vol. 2, No. 2, pp. 1-11.

(14)

Ha, Hong-Youl., & Park, Kang-Hee (2012), “Effects of perceived quality and satisfaction on brand loyalty in China: The moderating effect of customer orientation”, African Journal of Business Management, Vol. 6, No. 22, pp. 6745-6753.

Ha, H. Y., & John, J. (2010), “Role of customer orientation in an integrative model of brand loyalty in services”, The Service Industries Journal, Vol. 30, No. 7, pp. 1025-1046.

Hair, Joseph F., William C. Black., & Barry J. Babin (2010), Multivariate data analysis: a global perspective, 7th Ed., Upper Saddle River, NJ: Pearson.

Hameed, F. (2013), “The Effect of Advertising Spending on Brand Loyalty Mediated by Store Image, Perceived Quality and Customer Satisfaction: A Case of Hypermarkets”, Asian Journal of Business Management, Vol. 5, No. 1, pp. 181 192.

Intana, Lila (2013), Tren Konsumen The Body Shop di Indonesia Bergeser. Diambil Mei 6, 2014, dari http://swa.co.id/business-strategy/tren-konsumen-the-body-shop di-indonesiabergeser

Jaiswal, A. K., & Niraj, R. (2007), “Examining the Nonlinear Effects in Satisfaction Loyalty Behavioral Intentions Model”, Indian Institute of Management.

Keller, Kevin Lane (2008), Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity, 3rd Ed., Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall.

Kuenzel, S., & Halliday, S. V. (2010), “The chain of effects from reputation and brand personality congruence to brand loyalty: The role of brand identification”, Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, Vol. 18, No. 3, pp. 167-176.

Lee, H. S. (2013), “Major moderators influencing the relationships of service quality, customer satisfaction and customer loyalty”, Asian Social Science, Vol. 9, No. 2, pp. 1.

Lin, M. Q., & Lee, B. C. (2012), “The Influence of Website Environment on Brand Loyalty: Brand Trust and Brand Affect as Mediators”, IJEBM, Vol. 10, No. 4, pp. 308-321.

Malhotra, Naresh K. (2010), Marketing research: an applied orientation, 6th Ed., Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

(15)

Nezakati, H., Yen, C. P., & Akhoundi, M. (2013), “Antecedents Impact on Brand Loyalty in Cosmetics Industry”, Journal of Applied Sciences, Vol. 13, pp. 126-132

Rangkuti, Freddy (2004), The Power of brands: teknik mengelola brand equity dan strategi pengembangan merek + analisis kasus dengan SPSS, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Santoso, S. (2014), Konsep dasar dan aplikasi SEM dengan AMOS 22, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sekaran, Uma., & Roger Bougie (2013), Research Method for Business, Italy: Wiley.

Swa (2013), Layani Konsumen, The Body Shop Indonesia Punya Tim Group Selling, Diambil Juni 17, 2014, dari http://swa.co.id/business-strategy/layani-konsumen the-body-shop indonesia-punya-tim-group-selling

Tam, J. L. (2004), “Customer satisfaction, service quality and perceived value: an integrative model”, Journal of marketing management, Vol. 20, No. 7-8, pp. 897 917.

The Body Shop (2013), Shopping, Diambil Juni 10, 2014, dari http://www.thebodyshop.co.id/cart

Tribunbatam (2014), Ingin Tahu Rahasianya Cantik, Cobalah Konsultasi di The Body Shop, Diambil juni 10, 2014, dari http://batam.tribunnews.com/2014/01/24/ingin tahu-rahasianya-cantik-cobalah-konsultasi-di-the-body-shop

Gambar

Table 2 Correlation
Tabel 3b  Coefficients Hipotesis 2,3,4, dan 5
Tabel 4 Hasil Perbandingan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO 2 yang terdapat di Kota Prabumulih dibagi dengan.. kemampuan hutan kota dalam menyerap

penelitian juga dapat diketahui bahwa peserta KP- lbu yang mempunyai tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif dalam kategori baik adalah yang paling banyak mempunyai

terendah dari semua perlakuan adalah kombinasi pemberian tanpa limbah cair biogas dan tanpa NPK yaitu 1,08 cm.Hal ini dapat disebabkan adanya kontribusi hara

36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Right Of The Child dalam pasal 1 menyebutkan bahwa anak yaitu setiap orang dibawah usia 18 (delapan belas) tahun,

Pihak Indovision perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam memilih TV Berlangganan, tingkat kepuasan konsumen Indovision, perilaku

Pada proses perhitungan diperoleh nilai rata-rata pada klausul pengelolaan peristiwa keamanan informasi dengan nilai 3,25 yang masuk ke dalam skala pengukuran

Bakteri yang digunakan untuk perhitungan jumlah neutrofil dalam penelitian ini adalah Staphylococcus aureus yang diremajakan pada media MSA sebanyak 3 kali untuk

Pembangunan Infrast rukt ur Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Sist em 3R