HUBUNGAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI KESEHATAN
DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
DISUSUN :
SALMA NIDA HAFIDHOH
2015710057 (B)
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah tentang penyalahgunaan napza ini. Makalah ini telah saya
susun dengan maksimal dan mendapat referensi dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, saya dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sedikit ilmu bagi para pembaca.
Cirendeu, Desember 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 2
DAFTAR ISI... 3
BAB I Pendahuluan Latar Belakang... 4
Rumusan Masalah... 5
Tujuan Penulisan... 5
Manfaat penulisan... 5
BAB II Pembahasan Pengertian Napza... 6
Jenis – Jenis Napza... 7
Dampak Penyalahgunaan Napza... 9
Pengertian Sosiologi Antropologi Kesehatan... 11
Penyalahgunaan Napza Ditinjau Dari Sosiologi Antropologi Kesehatan... 13
BAB III Penutup Kesimpulan... 14
Saran... 15
DAFTAR PUSTAKA... 16
BAB I
PENDAHULUAN
Penyalahgunaan NAPZA tidak hanya pada usia dewasa tetapi juga pada anak sekolah, hal ini dapat terjadi karena mereka melakukan interaksi sosial kepada lingkungannya
dengan kurang baik. Pada umumnya lingkungan memberikan pengaruh yang kuat pada diri siswa terutama lingkungan di luar rumah, karena hampir sebagian besar aktivitas mereka dilakukan di luar rumah. Selain alasan tersebut, suasana lingkungan dalam rumah
yang tidak mendukung atau kurang sehat bagi siswa dikarenakan kesibukan orang tua dan keluarga sehingga anak merasa kurang diperhatikan. Hal ini menjadi salah satu penyebab
anak lebih suka berinteraksi dengan lingkungan luar rumah dibandingkan berinteraksi dengan keluarga di rumah (Hartadi, 2008).
Masa remaja merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang untuk melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Keberhasilan remaja melalui
masa transisi ini dipengaruhi oleh faktor individu (biologik, kognitif dan psikologis) dan lingkungan (keluarga, teman sebaya dan masyarakat). Keinginannya cenderung
melakukan jalan pintas dalam menghadapi masalah, tidak memiliki keyakinan diri yang mantap, menjadi pengikut yang tidak berdaya, mengelak dari tugas dan tanggung jawab dan hanya menuntut hak. Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya) adalah satu dari perilaku resiko tinggi tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian napza? 2. Apa saja jenis-jenis napza?
3. Bagaimana dampak dari penyalahgunaan napza? 4. Apa pengertian sosiologi antropologi kesehatan?
5. Bagaimana penyalahgunaan napza bila ditinjau dari sosiologi antropologi kesehatan?
C. TUJUAN
3. Mengetahui dampak penyalahgunaan napza
4. Mengetahui pengertian sosiologi antropologi kesehatan
5. Mengetahui penyalahgunaan napza bila ditinjau dari sosiologi antropologi kesehatan
D. MANFAAT
1. Mendapatkan informasi tentang bahaya penyalahgunaan napza pada remaja 2. Dapat mengantisipasi adanya penyalahgunaan napza di kalangan remaja
3. Mengetahui hasil tinjauan antara penyalahgunaan napza dengan sosiologi antropologi kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NAPZA
Napza merupakan akronim dari narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan
kejiwaan.
Napza secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh
baik secara oral maupun disuntik dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan social yang ditandai dengan indikasi negative, waktu pemakaian yang panjan dan pemakaian yang
berlebihan (Lumbantobing, 2007).
Menurut UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika menyebutkan bahwa :
- Psikotropika adalah setiap bahanbaik alami maupun buatan bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif mempunyai pengaruh selektif pada susunan sarafpusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
- Zat adiktif yaitu bahan lain yang bukan narkotika atau psikotropika yang merupakan inhalasi yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan, misalnya lem, aceton, eter, premix, thiner, dll.
Penyalahgunaan napza yaitu pemakaian obat-obatan untuk sendiri tanpa indikasi
medic, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Pada penyalahgunaan ini cenderung terjadi toleransi tubuh
yaitu kecenderungan menambah dosis obat untuk mendapat khasiat yang sama setelah pemakaian berulang. Disamping itu, menyebabkan sindroma putus obat (withdrawal) apabila pemakaian dihentikan (Hawari, 2000).
B. JENIS – JENIS NAPZA 1. Narkotika
Menurut UU NO. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika dikelompokkan ke
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan. Contoh : kodein
2. Psikotropika
Menurut UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika yang dapat dikelompokkan ke dalam empat golongan, yaitu :
- Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : MDMA,
ekstadi, LSD, ST.
- Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat menimbulkan ketergantungan. Contoh : amfetamin, sekobarbital,
metakualon, fensiklidin, dll.
- Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyebabkan ketergantungan. Contoh : fenobarbital,
flunitrasepam.
- Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang mempunya khasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : diazepam, klobazam, klonazepam. 3. Zat Adiktif
Zat adiktif merupakan penghantar untuk memasuki dunia penyalahgunaan narkoba. Pada mulanya seseorang mencoba zat adiktif ini sebelum menjadi pecandu
aktif.
Dalam KEPRES tahun 1997, minuman yang mengandung etanol yang diproses
konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Minuman alcohol dibagi menjadi 3 golongan sesuai dengan kadar alkoholnya, yaitu :
- Golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1% - 5%. Contoh : bir, green sand.
- Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 5% - 20%. Contoh : anggur kolesom.
- Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20% - 55%. Contoh : arak, wisky, vodka.
C. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA 1. Dampak Langsung Terhadap Jasmani
Adaptasi biologis tubuh kita terhadap penggunaan narkoba untuk jangka waktu
yang lama dapat dikatakan cukup intensif, terutama dengan obat – obatan yang tergolong dalam kelompok downers. Tubuh kita bahkan dapat berubah begitu banyak hingga sel – sel dan organ tubuh kita menjadi tergantung pada obat itu hanya untuk
dapat berfungsi normal.
Tetapi bila penggunaan dihentikan, ini akan mengubah semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh. Mungkin aka nada kelebihan suatu jenis enzim dan kurangnya transmisi saraf tertentu. Tiba – tiba saja tubuh mencoba untuk
mengembalikan keseimbangan didalamnya. Biasanya, hal-hal yang ditekan/tidak dapat dilakukan tubuh saat menggunakan napza akan dilakukan secara berlebihan
pada masa Gejala Putus Obat (GPO) ini.
GPO ini juga merupakan momok tersendiri bagi para pengguna narkoba. Bagi
para pecandu, ketakutan terhadap sakit yang akan dirasakan saat mengalami GPO merupakan salah satu alasan mengapa mereka sulit untuk berhenti menggunakan narkoba, terutama putau/heroin. Mereka tidak mau merasakan pegal, linu, sakit –
Selain ketergantungan sel – sel tubuh, organ – organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung, paru – paru, ginjal, dan otak juga mengalami kerusakan akibat
penggunaan jangka panjang narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba yang berakhir dengan katup jantung yang bocor, paru – paru yang bolong, gagal ginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi kerusakan fisik yang muncul akibat infeksi virus (Hepatitis C
dan HIV/AIDS) yang sangat umum terjadi dikalangan pengguna jarum suntik. 2. Dampak Langsung Terhadap Psikologi dan Mental
Selain ketergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan mental dan ini lebih sulit dipulihkan daripada ketergantungan fisik. Ketergantungan yang dialami secara fisik
akan lewat setelah GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan mental, dalam bentuk yang dikenal dengan istilah ‘sugesti’. Orang seringkali menganggap bahwa sakau dan sugesti adalah hal yang sama, ini adalah anggapan
yang salah. Sakau bersifat fisik, dan merupakan istilah lain untuk GPO, sedangkan sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali
menggunakan narkoba. Sugesti ini tidak akan hilang saat tubuh sudah kembali berfungsi secara normal.
D. PENGERTIAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI KESEHATAN
Sosiologi Kesehatan adalah studi tentang perawatan kesehatan sebagai suatu sistem
yang telah terlembaga dalam masyarakat, kesehatan (health), dan kondisi rasa sakit (illness) hubungannya dengan faktor social (Ruderman : 1981).
serta metodologi di bidang sosiologi untuk melakukan kajian terhadap fenomena yang berkaitan dengan penyakit dan kesehatan manusia.
Sosiolgi Kesehatan dapat diartikan pula sebagai bidang ilmu yang menempatkan permasalahan penyakit dan kesehatan dalam konteks sosio cultural dan perilaku.
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya terhadap
penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan(Solita Sarwono, 1993). Definisi yang dibuat Solita ini masih sangat sempit karena antropologi sendiri tidak terbatas hanya
melihat penghayatan masyarakat dan pengaruh unsur budaya saja. Antropologi lebih luas lagi kajiannya dari itu seperti Koentjaraningrat mengatakan bahwa ilmu antropologi mempelajari manusia dari aspek fisik, sosial, budaya (1984;76). Pengertian Antropologi
kesehatan yang diajukan Foster/Anderson merupakan konsep yang tepat karena termakutub dalam pengertian ilmu antropologi seperti disampaikan Koentjaraningrat di
atas. Menurut Foster/Anderson, Antropologi Kesehatan mengkaji masalah-masalah kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial budaya.
Menurut Weaver, Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan
yang menangani berbagai aspek dari kesehatan dan penyakit (Weaver, 1968;1)
Menurut Hasan dan Prasad Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari aspek-aspek biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak pandangan untuk memahami kedokteran (medical), sejarah
kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah kesehatan manusia (Hasan dan Prasad, 1959; 21-22)
Menurut Hochstrasser Antropologi Kesehatan adalah pemahaman biobudaya manusia dan karya-karyanya, yang berhubungan dengan kesehatan dan pengobatan (Hochstrasser
dan Tapp, 1970; 245).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-budya dari tingkah laku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia (Foster/Anderson, 1986; 1-3).
E. PENYALAHGUNAAN NAPZA DITINJAU DARI SOSIOLOGI ANTROPOLOGI KESEHATAN
Diketahui bahwa penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun prevalensinya terus meningkat. Hasil survei yang dilakukan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) dan
Puslitkes (Pusat Penelitian Kesehatan) UI tahun 2008 diperoleh angka prevalensi mencapai 1,9% dan pada tahun 2011 meningkat hingga 2,2% atau lebih kurang 4 juta
Pada tahun 2011 data dari UNODC (United Nation Office on Drugs and Crime) diperkirakan bahwa antara 167 juta sampai 315 juta atau 3,6% sampai dengan 6,9%
penduduk dunia usia 15-64 tahun menggunakan narkotika minimal sekali dalam setahun. Perlu kita waspadai meningkatnya narkotika jenis baru (New Psychoactive Substances, NPS) di dunia, dimana saat ini terdapat 354 jenis NPS dan di Indonesia ditemukan 29
NPS.
Masalah ini disebabkan oleh moral bangsa yang semakin hari semakin terkikis habis
oleh perkembangan zaman. Dewasa ini, manusia tidak lagi memperhatikan studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan sehingga menimbulkan perilaku menyimpang seperti penyalahgunaan napza
oleh masyarakat.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Napza secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh baik secara oral maupun disuntik dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan
ditandai dengan indikasi negative, waktu pemakaian yang panjan dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007).
Penyalahgunaan napza yaitu pemakaian obat-obatan untuk sendiri tanpa indikasi medic, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Pada penyalahgunaan ini cenderung terjadi toleransi tubuh
yaitu kecenderungan menambah dosis obat untuk mendapat khasiat yang sama setelah pemakaian berulang. Disamping itu, menyebabkan sindroma putus obat (withdrawal)
apabila pemakaian dihentikan (Hawari, 2000).
Diketahui bahwa penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun prevalensinya terus meningkat. Hasil survei yang dilakukan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) dan
Puslitkes (Pusat Penelitian Kesehatan) UI tahun 2008 diperoleh angka prevalensi mencapai 1,9% dan pada tahun 2011 meningkat hingga 2,2% atau lebih kurang 4 juta
penduduk Indonesia usia 10 sampai dengan 60 tahun sebagai penyalahgunaan narkotika. Masalah ini disebabkan oleh moral bangsa yang semakin hari semakin terkikis habis oleh perkembangan zaman. Dewasa ini, manusia tidak lagi memperhatikan studi tentang
pengaruh unsur-unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan sehingga menimbulkan perilaku menyimpang seperti penyalahgunaan napza
oleh masyarakat.
B. SARAN
Jika seseorang telah menggunakan napza, maka sulit sekali untuk dapat diberhentikan. Serta banyak sekali dampak negative yang akan terjadi pada fisik dan
psikologis orang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Aditif. Fakultas Kedokteran
Umum Universitas Indonesia: Jakarta.
Lumbantobing. 2007. Serba Serbi Narkotika. Fakultas Kedokteran Universitas
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Jaid. 2013. Dampak Langsung dan Tidak Langsung Penyalahgunaan Narkoba.
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-langsung-dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkoba. (Diakses pada 15 Desember 2015 pukul 09.30
WIB.)
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pengguna Narkoba Dapat Dicegah dan Direhabilitasi.
Jakarta.