• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Singkat UU RI tentang Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Artikel Singkat UU RI tentang Kesehatan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. KESEHATAN

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 1, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

Sumber Daya DI Bidang Kesehatan 1. Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum dan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan

sebagaimana yang tertera pada pasal 22 dan 23 UU RI no 36/2009. Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan yang diberikan berdasarkan pendidikannya setelah melalui proses registrasi dan pemberian izin dari pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 24 menerangkan bahwa Tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik dan standar profesi yang diatur oleh organisasi profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional yang diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Fasilitas pelayanan kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan

kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Pada pasal 30 menyatakan Pesyaratan dan perizinan fsilitas

(2)

pada pasal 35 Pemerintah daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya .

Fasilitas pelayanan kesehatan wajib:

a. memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan; dan

b. mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada pemerintah daerah atau Menteri.

3. Perbekalan kesehatan

Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 36, 37, 38, 39, 40, dan 41 mengatur tentang perbekalan kesehatan. Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan

kesehatan terpenuhi. Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat esensial dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan, harga, dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan. Disini pemerintah memainkan peran penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Serta mendorong dan mengarahkan pengembangan perbekalan kesehatan dengan

memanfaatkan potensi nasional yang tersedia.

4. Teknologi dan Produk Teknologi

(3)

dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat. Penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk

teknologi, dan teknologi informasi (TI) kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan. Pengembangan teknologi, produk

teknologi, teknologi informasi (TI) dan Informasi Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hak kekayaan intelektual (HKI). Untuk penelitian penyakit infeksi yang muncul baru atau berulang (new emerging atau re emerging diseases) yang dapat menyebabkan kepedulian kesehatan dan kedaruratan kesehatan masyarakat (public health emergency of international concern/PHEIC) harus dipertimbangkan kemanfaatan (benefit sharing) dan

penelusuran ulang asal muasalnya (tracking system) demi untuk kepentingan nasional.

B. PSIKOTROPIKA

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 1 (1) dijelaskan bahwa Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Pasal 2 (2) Psikotropika yang mempunyai potensi

mengakibatkan sindroma ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan menjadi:

b. psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan

sindroma ketergantungan. Contohnya,Broloamfetamine atau DOB , Cathinone, DET , DMA, DMHP, DMT,DOET, Etrytamine, Lysergide - LSD, LSD, MescalineMethcathinone, N-ethyl MDA, Parahexyl, PMA, Psilocine, psilotsin, Psilocybine, Rolicyclidine, STP, DOM,

(4)

c. psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya, Amfetamina, Deksamfetamina, Fenetilina, Fenmetrazina,Fensiklidina,

Levamfetamina, Levometamfetamina,Meklokualon, Metamfetamina Metamfetamina rasemat,Metakualon, Metilfenidat, Sekobarbital, Zipeprol.

d. psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya, Amobarbital, Buprenorphine, Butalbital, Cathine / norpseudo-ephedrine,

Cyclobarbital, Flunitrazepam, Glutethimide ,Pentazocin,

Pentobarbital, Flunitrazepam, Glutetimida,Katina, Pentazosina, Pentobarbital, Siklobarbital

e. psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat

pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya, Allobarbital, Alprazolam, Amfepramona, Aminorex, Barbital,Benzfetamina,

Bromazepam, Brotizolam, Butobarbital,Delorazepam, Diazepam, Estazolam, Etil amfetamina, Etilloflazepate, Etinamat, Etklorvinol, Fencamfamina,Fendimetrazina, Fenobarbital, fenproporeks,

Fentermina,Fludiazepam, Flurazepam, Halazepam, Haloksazolam,Kamazepam, Ketazolam, Klobazam, Kloksazolam,Klonazepam dll.

(5)

a. Asam barbiturat (pentobarbital dan secobarbitol) sering digunakan untuk menghilangkan cemas sebelum operasi (obat penenang). b. Amfetamin (dan turunannya), digunakan untuk mengurangi depresi,

kecanduan alkohol, mengobati parkinson kegemukan, keracunan zat tertentu, menambah kewaspadaan, menghilangkan rasa kantuk dan lelah, menambah keyakinan diri dan konsentarsi

Pada pasal 5, 6, dan 7 membahas tentang produksi dari psikotropika. Produksi yang dimaksud disini yaitu kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas, dan/atau mengubah bentuk psikotropika. Produksi dilakukan oleh pabrik yang memiliki izin seperti pabrik obat. Pabrik obat yaitu perusahaan berbadan hukum yang memiliki izin dari Menteri untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk psikotropika.

Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi. Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau bukustandar lainnya.

Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.

Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, PBF dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. Penyaluran Psikotropika Gol I hanya kepada lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan untuk tujuan ilmu pengetahuan. Penyaluran Psikotropika Gol II, III dan IV yang berupa obat dapat disalurkan kepada PBF, Apotek, rumah sakit, SaranaPenyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, lembaga peneliatan dan/atau lembaga pendidikan. Penyaluran dari sarana penyimpanan pemerintah hanyadapat disalurkan kepada Rumah sakit, Puskesmas dan balai pengobatan dilingkungan pemerintah.

Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesananyang di tandatangani oleh penanggung jawab obat di sarana kesehatan yaitu:

1. Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan adalah dokter atauapoteker.

(6)

3. Rumah sakit adalah apoteker.

4. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah adalah apoteker. 5. Puskesmas adalah dokter.

Contohnya : untuk penyaluran buprenofrin (golongan III psikotropika). Penyaluran buprenorfin hanya dapat dilakukan oleh pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mengimpor kepada pedagang besar farmasi yang ditunjuk atau langsung ke rumah sakit. Penyalurannya dilakukan berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani oleh apoteker pada apotek rumah sakit atau dokter penanggung jawab rumah sakit yang tidak memiliki apotek.

Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan psikotropika, baik antar-penyerahan maupun kepada pengguna dalam rangka pelayanan kesehatan.

Penyerahan psikotropika golongan II,III,dan golongan IV yang berupa obatdapat dilakukan oleh apotek kepada:

1. Apotik lainnya : surat permintaan ditulis Apoteker Pengelolah Apotik 2. Rumah sakit : surat permintaan ditulis Direktur Rumah Sakit

3. Puskesmas : surat permintaan ditulis Kepala Puskesmas

4. Balai pengobatan : surat permintaan ditulis Dokter Penanggung JawabBalai Pengobatan

5. Dokter/ Pasien : berdasarkan resep dokter.

Contohnya : untuk penyerahan dari Buprenofrin hanya dapat dilakukan oleh dokter yang telah mendapat pelatihan tentang buprenofrin.

Penyerahan dilakukan langsung oleh dokter kepada pasien untuk diminum dan tidak dibawa pulang.

C. NARKOTIKA

(7)

Undang-Undang ini. Narkotika secara farmakologik adalah opioida. Seiring berjalannya waktu keberadaan narkoba bukan hanya sebagai

penyembuh namun justru menghancurkan. Awalnya narkoba masih digunakan sesekali dalam dosis kecil dan tentu saja dampaknya tak terlalu berarti. Namun perubahan jaman dan mobilitas kehidupan membuat narkoba menjadi bagian dari gaya hidup, dari yang tadinya hanya sekedar perangkat medis, kini narkoba mulai tenar digaungkan sebagai dewa dunia, penghilang rasa sakit. Berdasarkan hal ini,

pengaturan narkotika dalam undang-undang menjadi penting. Tujuan pengaturan narkotika pada pasal 4 yaitu :

a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan Narkotika;

c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

Seperti halnya Psikotropika, menurut pasal 6 Narkotika digolongkan menjadi :

a. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

b. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

c. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

(8)

 Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.

 Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.

Berdasarkan uraian diatas, untuk narkotika golongan I tidak digunakan untuk pelayanan kesehatan karena dapat menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi, tetapi dapat digunakan untuk

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium. Hal ini sesuai

dengan uu no 35/ 2009 pasal 7 dan 8.

Hingga kini penyebaran penyalahgunaan narkoba sudah hampir tak bisa dicegah.Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pada uu yang sama pasal 35, dijelaskan bahwa Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka

perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Peredaran untuk narkotika tidaklah dilarang. Akan tetapi untuk bisa mengedarkannya haruslah memiliki dokumen yang sah seperti surat izin edar. Surat izin ini dapat

didapatkan dengan mendaftarkan diri melalui BPOM lalu ke menteri. Hal ini secara jelas dipaparkan dalam uu no 35/2009 pasal 36.

Pada pasal 39, 40, 41, dan 42, dipaparkan bahwa untuk penyaluran narkotika dilakukan oleh yaitu :

1) Industri Farmasi

a. pedagang besar farmasi tertentu; b. apotek;

c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan d. rumah sakit.

2) Pedagang besar farmasi

(9)

b. apotek;

c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; d. rumah sakit; dan

e. lembaga ilmu pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah : a. rumah sakit pemerintah;

b. pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu.

Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan dan dokter.

Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter

danpasien. Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk menjalankan praktik dokter dengan

(10)

D.PANGAN

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang

diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Penyelenggaraan berasal dari kata dasar “selengara” yang artinya “menyelenggarakan, mengurus, dan mengusahakan sesuatu, seperti: memelihara, merawat”. (Ali, 1990:403). Jika dikaitkan dengan makanan, maka penyelenggaraan makanan pada hakikatnya merupakan kegiatan mengurus dan mengusahakan masalah makanan, atau proses

pengolahan makanan pada satu jenis kegiatan tertentu.

Penyelenggaraan makanan adalah suatu proses menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan alasan tertentu. Sedangkan Depkes (2003) menjelaskan bahwa penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan

pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaiana status yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan

termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian makan yang tepat. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2, 3, dan 4, Penyelenggaraan Pangan dilakukan dengan berdasarkan asas

kedaulatan; kemandirian; ketahanan; keamanan; manfaat; pemerataan; berkelanjutan; dan keadilan. Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan,

Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Penyelenggaraan Pangan bertujuan untuk:

(11)

b. menyediakan Pangan yang beraneka ragam dan memenuhi

persyaratan keamanan, mutu, dan Gizi bagi konsumsi masyarakat; c. mewujudkan tingkat kecukupan Pangan, terutama Pangan Pokok

dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

d. mempermudah atau meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan Pangan dan Gizi;

e. meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri;

f. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat; g. meningkatkan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudi Daya

Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan; dan

h. melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya Pangan nasional.

Pada uu no tentang pangan pasal 6 hingga pasal 11 dijelaskan secara nyata tentang perencanaan pangan. Perencanaan Pangan dilakukan untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Perencanaan Pangan harus memperhatikan:

 pertumbuhan dan sebaran penduduk;

 kebutuhan konsumsi Pangan dan Gizi;

 daya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan;

 pengembangan sumber daya manusia dalam Penyelenggaraan Pangan;

 kebutuhan sarana dan prasarana Penyelenggaraan Pangan;  potensi Pangan dan budaya lokal;

 rencana tata ruang wilayah; dan

 rencana pembangunan nasional dan daerah.

Perencanaan Pangan harus terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah

dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat dan ditetapkan dalam rencana

pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka

(12)

kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan Pangan diwujudkan dalam bentuk rencana Pangan yang terdiri atas rencana Pangan nasional, rencana Pangan provinsi dan rencana Pangan kabupaten/kota. Rencana Pangan nasional sekurang-kurangnya memuat kebutuhan konsumsi Pangan dan status Gizi masyarakat, Produksi Pangan, Cadangan Pangan terutama Pangan Pokok, Ekspor Pangan, Impor Pangan, Penganekaragaman Pangan, distribusi, perdagangan, dan pemasaran Pangan, terutama Pangan Pokok, stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, Keamanan Pangan, penelitian dan pengembangan Pangan, kebutuhan dan diseminasi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Pangan.

Agar makanan dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan berbagai syarat agar memenuhi kriteria yang diharapkan. Selain makanan harus mangandung zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin), makanan harus baik dan tidak kalah pentingnya yang untuk diperhatikan adalah bahwa makan harus aman untuk

dikonsumsi. Umar Santoso 2009 mengatakan bahwa berbagai berita di media massa dari tahun ketahun semakin menggugah kesadaran akan rapuhnya kondisi keamanan sulpy pangan. Sangat sering

diinformasikan bahwa beberapa macam komponen makanan misalnya zat pewarna sintetis, bahan pengawet, pemanis buatan dan lain

sebagainya yang mengancam kesehatan kita. Untuk itulah keamanan pangan menjadi perlu untuk diatur.

Pada pasal 67 dinyatakan bahwa Keamanan Pangan

diselenggarakan untuk menjaga Pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Keamanan Pangan dimaksudkan untuk mencegah

(13)

mengangkat pengawas. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terwujudnya penyelenggaraan Keamanan Pangan di setiap rantai

Pangan secara terpadu. Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui:

a. Sanitasi Pangan;

b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan;

c. pengaturan terhadap Pangan Produk Rekayasa Genetik; d. pengaturan terhadap Iradiasi Pangan;

e. penetapan standar Kemasan Pangan;

f. pemberian jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan; dan g. jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.

.

E. PERLINDUNGAN KONSUMEN

Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pasal 1, Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Tujuan Perlindungan konsumen sesuai pasal 3 yaitu :

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi

diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut

hak-haknya sebagai konsumen;

(14)

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pasal 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17 mengatur tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.

 Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan; b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah

dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses

pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,

(15)

nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat; j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan

barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

 Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

Referensi

Dokumen terkait

Survai pengumpulan data primer antara lain frekwensi, faktor muat kendaraan, jarak antara angkutan umum yang beroperasi, kecepatan kendaraan, pergantian moda

Formula sediaan sabun cair dibuat dengan penambahan minyak atsiri jeruk purut dan kokamidopropil betain sebanyak 0, 1,3, 2, 2,7 dan 3,3 % yang secara berurutan disebut

Perbincangan mengenai pendidikan sentiasa berterusan. Bahkan menjadi bahan perdebatan. Begitu juga dalam ajaran Islam di mana kepentingan ilmu pengetahuan telah menjadikan

Penangan mata kering pada penderita glaukoma dapat dilakukan melalui penggunaan obat tanpa pengawet, kombinasi obat yang mengandung dengan yang tidak mengandung pengawet

Geneng Geneng

Hasil perhitungan pada Tabel 2 terlihat keanekaragaman zooplankton tinggi dengan nilai 3,10 begituhalnya dengan keseragaman zooplankton dengan nilai 0,88, namun indeks

Penginterpretasian peserta tes yang dinyatakan wajar dari metode SHL dan metode Donlon-Fisher dan besarnya indeks kehati-hatian (SHL) dengan indeks kewajaran (Donlon-Fisher)

ghalibah karena menyangkut dengan orang-orang yang terlibat dalam jual- beli tersebut yaitu penjual dan pembeli jangkrik. Dilihat dari segi keberadaannya masalah ini