• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alcohol and Drug Rehabilitation Centre (Healing Architecture)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Alcohol and Drug Rehabilitation Centre (Healing Architecture)"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ALCOHOL AND DRUG

REHABILITATION CENTRE

( HEALING ARCHITECTURE )

LAPORAN PERANCANGAN

TGA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER A TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

DESSY SAVITRY HUTAGAOL

090406025

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A

(2)

ALCOHOL AND DRUG REHABILITATION CENTRE

( HEALING ARCHITECTURE )

Oleh :

DESSY SAVITRY HUTAGAOL

090406025

Medan, Agustus 2014

Disetujui Oleh :

Pembimbing I

Beny O.Y. Marpaung S.T., M.T.,Ph.D.

NIP. 197110222002122001

Pembimbing II

Hajar Suwantoro, S.T.,M.T.

NIP. 197902032005011001

Ketua Departemen Arsitektur

(3)

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK TUGAS AKHIR (SHP2A)

Nama : Dessy Savitry Hutagaol

NIM : 09 0406 025

Judul Proyek Tugas Akhir : Alcohol and Drug Rehabilitation Centre

Tema : Healing Architecture

Rekapitulasi Nilai

A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :

No. Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing

I

Paraf Pembimbing

II

Koordinator TGA - 490

1. Lulus Langsung

2. Lulus Melengkapi

3. Perbaikan tanpa Sidang

4. Perbaikan dengan Sidang

5. Tidak Lulus

Medan, Agustus 2014

Ketua Departemen Arsitektur

Ir. N. Vinky Rahman, M.T.

NIP. 196606221997021001

Koordinator TGA-490

Wahyuni Zahrah, S.T. M. S.

(4)

KATA PENGANTAR

Pujian dan penyembahan saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segenap cinta kasihnya kepada saya dalam menyelesaikan proyek Tugas Akhir pada tahun 2014 ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara. Saya bersyukur atas segala berkat yang telah Dia berikan untuk saya dan rencanaNya yang indah bagi saya.

Tidak ada suka tanpa duka. Begitu banyak hal yang saya alami selama pengerjaan tugas akhir ini, baik yang membuat saya tertawa maupun menangis. Akan tetapi Tuhan telah menyertakan orang-orang terkasih bagi saya untuk menjalaninya dengan sukacita. Terimakasih pada orangtua yang selalu mengasihi saya, Bapak Edison Hutagaol dan Ibu Roselinda br. Sinambela yang telah setia

dan bersabar menunggu kelulusan saya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Ompung tercinta, Ruslan br. Simangunsong, yang menjadi orangtua “pertama”

bagi saya. Terima kasih atas kebesaran hati yang memahami kekurangan saya dan mendukung sampai akhir.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Beny O. Y. Marpaung, S.T., M. T., PhD. Sebagai Dosen Pembimbing I atas kesabarannya yang sangat luar biasa membimbing dan mengarahkan saya. Terima kasih atas setiap hajaran dan dukungan moril yang Ibu berikan

2. Bapak Hajar Suwantoro S.T, M.T. sebagai Dosen Pembimbing II untuk perhatiannya dalam memberikan masukan-masukan yang sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini

3. Ibu Ir. Basaria Talarosha, M.T. dan Bapak Ir. Dwi Lindarto, M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik membangun untuk memperbaiki kekurangan saya dalam pengerjaan tugas akhir ini

4. Para staff dosen pengajar dan tata usaha di Departemen Arsitekur, Fakultas Teknik, untuk semua bantuan yang diberikan

5. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T. selaku Ketua Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

(5)

7. Kakak dan adik saya yang saya kasihi, Henny dan Carolina Hutagaol yang telah memberikan banyak bantuan untuk mengerjakan hal-hal yang tak terkerjakan oleh saya

8. Semua teman-teman senasib sepenanggungan dalam Tugas Akhir Semester A tahun ajaran 2013/2014 atas dukungan dan hiburannya. Terkhusus kepada Petrus Jese P. Pardede yang selalu ada, Dwikiandri, Haris, dan Agata dalam satu kelompok sidang yang selalu ada bersama-sama saya untuk menghadapi hal-hal tak terduga, Kak Heni, Prautami dan Rina yang menemani saya di studio dan tempat lainnya (yang penting bisa colok laptop), Mima, Sendy, Sesil yang mendukungku dari tempat jauh, Hendrik, Martin, Waldes, Echan yang juga tetap bertahan sampai akhir, terima kasih atas bantuannya dan Kak Lidia Sitorus, S.T. yang tetap mendoakan kami adik-adik kelompoknya. Tak lupa juga teman-teman yang selalu membagi tawanya dan selalu ada di studio sampai malam (saya jadi ada teman sampai malam) , Amet, Vicry, Willy, David, Yudhis, Biman, Adib, Rusy, Arif, dan sobat-sobat lainnya yang tak tersebut satu persatu, Tuhan memberkati masa depan kalian.

Saya sungguh menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki kekurangan. Karena itu saya menerima kritikan dan saran bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata, saya berharap tulisan ini bermanfaat bagi mereka yang membacanya khususnya bagi lingkungan Departemen Arsitektur USU. Terima kasih.

TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia

menyelamatkan orang-

orang yang remuk jiwanya.”

(Mazmur 34:19)

Medan, Agustus 2014 Hormat saya,

(6)

DAFTAR ISI

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK TUGAS AKHIR (SHP2A) i

KAT A PENGANTAR ii

DAFT AR ISI iv

DAFT AR GAMBAR vii

DAFT AR DIAGRAM xiii

DAFT AR TABEL xiv

ABSTRAK xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Perancangan 2

1.3 Masalah Perancangan 3

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Asumsi-asumsi 4

1.6 Kerangka Berpikir 5

BAB 2 DESKRIPSI PROYEK

2.1 Terminologi Judul 6

2.1.1 Pengertian Alcohol 6

2.1.2 Pengertian Drug 6

2.1.3 Pengertian Rehabilitation Centre 6

2.1.4 Pengertian Judul 7

2.2 Tinjauan Umum Proyek 7

2.2.1 Jenis – jenis Narkoba yang Sering Disalahgunakan 7 2.2.2 Proses terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan 18 2.2.3 Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan 19 2.2.4 Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba 20

2.2.5 Terapi dan Rehabilitasi Narkoba 21

2.2.6 Sarana Pelayanan Rehabilitasi 31

2.3 Tinjauan Khusus 32

2.3.1 Deskripsi Singkat Proyek 32

(7)

2.4 Tinjauan Fungsi 40

2.4.1 Pengguna 40

2.4.2 Karakteristik Pengguna 40

2.4.3 Alur kegiatan Pengguna 42

2.4.4 Struktur Organisasi 46

2.5 Studi Banding Proyek dengan Fungsi Sejenis 47

2.5.1 The Cabin Chiang Mai 47

2.5.2 Alina Lodge 56

2.5.3 TTP Chorley (Withnell House), Inggris 60

BAB III ELABORASI TEMA

3.1 Pengertian Tema 62

3.1.1 Healing Architecture menurut Professor Gary J. Coates 62

3.1.2 Teori Lingkungan Pemulihan 65

3.2 Interpretasi Tema 69

3.3 Keterkaitan Tema dengan Judul 69

3.4 Studi Banding Proyek dengan Tema Sejenis 70

3.4.1 Paimio Sanatorium, Paimio, Finlandia 70 3.4.2 Vidarkliniken Hospital, Jarna, Swedia 73 3.4.3 Sarah Kubitschek Hospital, Salvador, Brazil 76

BAB IV ANALISA PERANCANGAN

4.1 Analisa Eksisting 79

4.1.1 Analisa Lokasi 79

4.1.2 Kondisi Eksisting Lahan 80

4.1.3 Tata Guna Lahan 81

4.1.4 Analisa Pola Arsitektur Sekitar 82

4.1.5 Analisa Pencapaian dan Sirkulasi 83 4.1.6 Analisa Lintasan Matahari dan Vegetasi 86

4.1.7 Analisa Arah Angin dan Bebauan 88

4.1.8 Analisa Kebisingan 90

4.1.9 Analisa View ke Luar Tapak 91

(8)

4.2 Analisa Pengguna 93

4.2.1 Analisa Kapasitas Penderita 93 4.2.2 Analisa Kapasitas Tenaga Ahli 94 4.2.3 Analisa Kapasitas Pengelola 96 4.2.4 Analisa Kapasitas Pengunjung 96 4.3 Analisa Fungsional 97

4.3.1 Kebutuhan Ruang Kegiatan Kuratif 97 4.3.2 Kebutuhan Ruang Kegiatan Residensial 100

4.3.3 Kebutuhan Ruang Kegiatan Terapi 101

4.3.4 Kebutuhan Ruang Kegiatan Pendukung 102

4.3.5 Kebutuhan Ruang Kegiatan Perawatan Kesehatan 103

4.3.6 Kebutuhan Ruang Kegiatan Administratif 104

4.3.7 Kebutuhan Ruang Kegiatan Konseling Publik 105

4.3.8 Kebutuhan Ruang Kegiatan Mekanikal Elektrikal 106

BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Bentuk Bangunan 108

5.2 Konsep Sirkulasi 109

5.3 Konsep Hubungan Bangunan dan Vegetasi 111

5.4 Konsep Entrance dan Parkir 117

5.5 Konsep Zoning Tapak 117

5.6 Konsep Material dan Warna Bangunan 118

5.7 Konsep Struktur dan Konstruksi 121

BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Gambar Perancangan 123

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Heroin 8

Gambar 2.2 Kokain 10

Gambar 2.3 Candu 11

Gambar 2.4 Ganja 11

Gambar 2.5 Morfin 12

Gambar 2.6 Codein 13

Gambar 2.7 Proses Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan 18 Gambar 2.8 Sebaran Pusat Pelayanan Tersier Kawasan Danau Toba 37

Gambar 2.9 Lokasi Tapak Perancangan 38

Gambar 2.10 Rencana dan arah pemanfaatan kawasan

pola ruang budidaya 38

Gambar 2.11 Batas tapak perancangan 39

Gambar 2.12 Lounge depan 47

Gambar 2.13 Jadwal harian pasien The Cabin Chiang Mai 48

Gambar 2.14 Suasana entrance pusat rehabilitasi 49

Gambar 2.15 Suasana ruang luar di sekitar kabin-kabin 49 Gambar 2.16 Kabin tunggal (kiri) dan kabin yang berhubungan

dalam satu zona(kanan) 50

Gambar 2.17 Dining Hall (gedung makan) 50

Gambar 2.18 Gedung terapi 51

Gambar 2.19 Gedung konseling 51

Gambar 2.20 Area duduk pinggir sungai 51

Gambar 2.21 Gazebo relaksasi pinggir sungai 51

Gambar 2.22 Area Duduk di Halaman 52

Gambar 2.23 Titi Penghubung Antar Kabin 52

Gambar 2.24 Area Fitness 52

Gambar 2.25 Kolam Renang 52

Gambar 2.26 Ruang Makan 53

Gambar 2.27 Ruang Santai 53

Gambar 2.28 Kabin/Kamar Tidur 53

(10)

Gambar 2.30 Ruang Makan Sober House 54

Gambar 2.31 Ruang Santai Sober House 54

Gambar 2.32 Gedung Sober House 54

Gambar 2.33 Kamar Tidur Tipe A 55

Gambar 2.34 Kamar Tidur Tipe B 55

Gambar 2.35 Dapur Sober House 55

Gambar 2.36 Barbeque Corner Sober House 55

Gambar 2.37 Bird view Alina Lodge 56

Gambar 2.38 Family Hall 56

Gambar 2.39 Ruang luar untuk pertemuan dengan keluarga 56

Gambar 2.40 Kapel 57

Gambar 2.41 Gratitude Hall 57

Gambar 2.42 Curry hall 57

Gambar 2.43 Asrama 57

Gambar 2.44 Kamar tidur 58

Gambar 2.45 Lounge 58

Gambar 2.46 Ruang makan 58

Gambar 2.47 Gym 58

Gambar 2.48 Ruang TV 58

Gambar 2.49 Ruang diskusi grup 59

Gambar 2.50 Ruang Konseling 59

Gambar 2.51 TTP Chorley (Withnell House) 60

Gambar 3.1 Paimio Sanatorium 70

Gambar 3.2 Jalan masuk santorium 70

Gambar 3.3 Kamar pasien (kiri), washbasin(tengah), lemari

tanam (kanan) 70

Gambar 3.4 Gedung rawat (kiri), jendela kamar (tengah),

mess psikiater (kanan) 71

Gambar 3.5 Teras (kiri), entrance utama(kanan) 71 Gambar 3.6 Salah satu communal space (kiri), view ke

halaman(kanan) 72

Gambar 3.7 Lobby (kiri), ruang makan pasien(kanan) 72 Gambar 3.8 Koridor kamar pasien (kiri), kantin(kanan) 72

(11)

Gambar 3.10 Letak Vidarkliniken di kompleks Yttejarna 73

Gambar 3.11 Selasar dan courtyard 74

Gambar 3.12 Entrance dari gedung administrasi (kiri) dan entrance utama

dari jalan utama (kanan) 75

Gambar 3.13 Salah satu kamar pasien (kiri) dan jendela kamar

(kanan) 75

Gambar 3.14 Rumah sakit Sarah Kubitschek 76

Gambar 3.15 Ruang-ruang hijau pada rumah sakit 76

Gambar 3.16 Ruang-ruang hijau pada rumah sakit 77

Gambar 3.17 Koridor-koridor pada rumah sakit 77

Gambar 4.1 Peta Indonesia 79

Gambar 4.2 Citra Sumatera Utara 79

Gambar 4.3 Citra Pulau Samosir 79

Gambar 4.4 Lokasi tapak 79

Gambar 4.5 Kondisi eksisiting di sekitar tapak 80

Gambar 4.6 Kajian tata guna lahan di sekitar tapak 81

Gambar 4.7 Pola arsitektur sekitar 82

Gambar 4.8 Peta Pencapaian ke Lokasi Tapak 83

Gambar 4.9 Peta Pencapaian Penyeberangan ke Lokasi Tapak 84 Gambar 4. 10 Peta Pencapaian Lokasi Tapak dari Jalan Utama 84

Gambar 4.11 Kondisi Jalan Pencapaian ke Tapak 85

Gambar 4.12 Kajian lintasan matahari dan vegetasi sekitar

kawasan proyek 86

Gambar 4.13 Keadaan vegetasi di sekitar kawasan proyek 86 Gambar 4.14 Kajian vegetasi eksisiting di dalam tapak perancangan 87 Gambar 4.15 Kondisi vegetasi eksisiting di dalam tapak perancangan 87 Gambar 4.16 Kajian arah angin dan sumber bebauan di

kawasan proyek 88

Gambar 4.17 Menggunakan vegetasi untuk pengarah angin 89

Gambar 4.18 Merancang tapak dengan ruang terbuka 89

Gambar 4.19 Kajian sumber kebisingan pada sekitar tapak 90

Gambar 4.20 Kajian view ke luar tapak 91

Gambar 4.21 Kajian View ke dalam Tapak 92

(12)

Gambar 5. 2 Konsep Bentukan Massa Bangunan 109

Gambar 5.3 Pola konfigurasi linier (kiri) dan radial (kanan) 109

Gambar 5.4 Konsep sirkulasi pada perancangan 110

Gambar 5.5 Konsep pola organik sebagai pola sirkulasi 111

Gambar 5.6 Kondisi eksisting tapak perancangan 111

Gambar 5.7 Pohon eksisting dan yang dapat tumbuh di Pulau Samosir 114

Gambar 5.8 Perletakan massa berdasarkan konsep mempertahankan vegetasi eksisiting 115

Gambar 5.9 Beberapa vegetasi yang dapat tumbuh di kawasan tapak 115

Gambar 5.10 Konsep vegetasi 116

Gambar 5.11 Konsep entrance dan parkir 117

Gambar 5.12 Konsep Penzoningan pada Tapak 118

Gambar 5.13 Jenis – jenis kaca 119

Gambar 5.14 Jenis material bitumen selulosa (kiri) dan sirap (kanan) 120

Gambar 5.15 Panel EPS untuk dinding (kiri) dan lantai (kanan) 121

Gambar 5.16 Rangka atap baja ringan 122

Gambar 5.17 Sambungan kolom – balok (kiri) dan pelat lantai (kanan) 122

Gambar 1 Siteplan 125

Gambar 2 Groundplan 126

Gambar 3 Potongan 127

Gambar 4 Denah, rencana pondasi, dan potongan A-A unit penerima 128

Gambar 5 Tampak depan dan kiri unit penerima 129

Gambar 6 Tampak belakang dan kanan unit penerima 130

Gambar 7 Denah, rencana pondasi, dan potongan A-A unit detoksifikasi 131

Gambar 8 Tampak unit detoksifikasi 132

Gambar 9 Denah,tampak, dan rencana pembalokan unit pengelola 133

Gambar 10 Denah, tampak kapel dan musholla 134

Gambar 11 Denah dan tampak ruang makan 135

Gambar 12 Rencana pembalokan, pondasi, dan potongan A-A ruang makan 136

Gambar 13 Denah, tampak, dan potongan unit asrama 137

Gambar 14 Rencana pembalokan dan pondasi unit asrama 138

Gambar 15 Denah.rencana pondasi, dan potongan A-A unit terapi 139

Gambar 16 Tampak unit terapi 140

(13)

Gambar 18 Tampak unit learning 142

Gambar 19 Denah,potongan A-A, rencana pembalokan, dan pondasi unit workshop 143

Gambar 20. Tampak unit workshop 144

Gambar 21. Detail potongan A-A unit penerima dan workshop 145

Gambar 22 Keyplan sketsa suasana 146

Gambar 23. Sketsa suasana entrance 147

Gambar 24. Sketsa suasana depan gedung penerima (B) 148

Gambar 25. Sketsa suasana depan kapel (D) 149

Gambar 26. Sketsa suasana menuju ruang makan dan musholla 150

Gambar 27. Sketsa suasana sekitar musholla 151

Gambar 28. Sketsa suasana depan asrama (G) 152

Gambar 29. Sketsa suasana menuju unit terapi (H) 153

Gambar 30. . Sketsa suasana depan unit terapi (H) 154

Gambar 31. Sketsa suasana menuju unit learning (I) dan workshop (J) 155

Gambar 32. Sketsa suasana menuju unit learning (I) 156

Gambar 33. Sketsa suasana sekitar unit workshop (J) 157

Gambar 34. Sketsa suasana jogging track 158

Gambar 35. Perspektif unit penerima (B) 159

Gambar 36. Perspektif ruang makan, kapel, dan musholla 160

Gambar 37. Perspektif unit asrama dan ruang makan 161

Gambar 38. Perspektif unit terapi (H) 162

Gambar 39. Perspektif unit learning (I) dan unit workshop (J) 163

Gambar 40. Perspektif area berkebun 164

Gambar 41. Perspektif site dari barat 165

Gambar 42. Perspektif site dari selatan 166

Gambar 43. Perspektif site dari timur 167

Gambar 44. Sketsa Interior 1 Unit Penerima 168

Gambar 45. Sketsa Interior 2 Unit Penerima 168

Gambar 46. Sketsa Interior 3 Unit Penerima 168

Gambar 47. Sketsa Suasana 1 Unit Asrama 169

Gambar 48. Sketsa Suasana 2 Unit Asrama 170

Gambar 49. Sketsa Suasana 3 Unit Asrama 171

(14)

Gambar 51. Sketsa Suasana 5 Unit Asrama 173

Gambar 52. Sketsa Suasana 1 Unit Terapi 174

Gambar 53. Sketsa Interior 1 Unit Terapi 175

Gambar 54. Sketsa Interior 2 Unit Terapi 176

Gambar 55. Sketsa Interior 3 Unit Terapi 177

Gambar 56. Sketsa Interior 4 Unit Terapi 178

Gambar 57. Sketsa Interior 5 Unit Terapi 179

(15)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Kerangka Berpikir 5

Diagram 2.1 Alur kegiatan pasien 42

Diagram 2.2 Alur kegiatan dokter umum 43

Diagram 2.3 Alur kegiatan dokter spesialis 43

Diagram 2.4 Alur kegiatan psikiater dan psikolog 43

Diagram 2.5 Alur kegiatan konselor dan staff 43

Diagram 2.6 Alur kegiatan perawat 44

Diagram 2.7 Alur kegiatan pengelola 44

Diagram 2.8 Alur kegiatan pengunjung 44

Diagram 2.9 Alur kegiatan keluarga 44

Diagram 2.10 Alur kegiatan tenaga pelayanan 45

Diagram 2.11 Alur kegiatan instruktur dan guru 45

Diagram 2.12 Alur kegiatan pengatur laboratorium 45

Diagram 2.13 Alur kegiatan pengatur EKG dan EEG 46

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Simtom putus zat opioid dengan kerangka waktu 9

Tabel 2.2 Tahap Pra pengobatan 26

Tabel 2.3 Tahapan Primer 27

Tabel 2.4 Tahapan Aftercare 28 Tabel 2.5 Kemiringan Lahan Kabupaten Samosir 34

Tabel 2.6 Transportasi Darat dalam Kabupaten 35

Tabel 2.7 Transportasi Darat antar Kabupaten 35 Tabel 2.8 Daftar Transportasi Penyeberangan Danau 36 Tabel 2.9 Jadwal harian Alina Lodge 59 Tabel 4.1 Jumlah Penyalahgunaan Narkoba Per Kabupaten 93 Tabel 4.2 Jumlah Kasus Narkoba berdasarkan peran, 2007-2011 94 Tabel 4.3 Perbandingan Tenaga Ahli 94 Tabel 4.4 Perbandingan Tenaga Teknis dan Pelayanan 95

Tabel 4.5 Tabel Kebutuhan Ruang Kegiatan Kuratif 97 Tabel 4.6 Tabel Kebutuhan Ruang Pelayanan Gawat Darurat 98

Tabel 4.7 Tabel Kebutuhan Ruang Klinik Detoksifikasi 99

Tabel 4.8 Tabel Kebutuhan Ruang Kegiatan Residensial 100

Tabel 4.9 Tabel Kebutuhan Ruang Kegiatan Terapi 101

Tabel 4.10 Tabel Kebutuhan Ruang Kegiatan Pendukung 102

Tabel 4.11 Tabel Kebutuhan Ruang Kegiatan Perawatan Kesehatan 103

Tabel 4.12 Tabel Kebutuhan Ruang Kegiatan Administratif 104

Tabel 4.13 Tabel Kebutuhan Ruang Kegiatan Konseling Publik 105

(17)

Abstrak

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat sudah menjadi masalah penting di dunia termasuk Indonesia. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk memecahkannya seperti pidana dan rehabilitasi. Pidana merupakan cara yang paling banyak dilakukan dan tid ak efektif untuk memulihkan kehidupan mereka. Sebagai manusia, para peny alahguna memiliki hak untuk direhabilitasi untuk membangun kembali kehidupan pribadi dan sosialnya. Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari peny alahgunaan narkoba dan perilak u penyalahguna untuk memecahkan masalah desain yang cocok untuk suatu pus at rehabilitasi. Desain arsitektural menjadi bagian dari proses pemulihan dengan pendekatan “healing architecture”.

Healing architecture membantu manusia memulihkan dirinya. Masalah psikis mempengaruhi cara mendesain bangunan dan lansek ap. Prinsip dari healing arc hitecture

dapat menyelesaikan masal ah tersebut dan membentuk konsep desain yang terwujud dalam desain lansek ap, peletakan massa, dan interior. Variasi suasana ruang dengan kes elarasan alam dan tapak dapat menjadi solusi masalah psikis. Pola organik dari healing architeture

membentuk lingkungan menjadi desain arsitektur yang memulihkan.

Kata kunci : penyalahgunaan zat, rehabilitasi, healing architecture

Abstract

Addiction and substances abuse has been a crucial issue among t he world including in Indonesia. Many efforts has been done to solve this issue such as imprisonment and rehabilitation. Imprisonment is the most way for punishment and it is not effective for the abusers in restoring their life. As a human being, they have the rights to be rehabilitated as the best way in rebuilding their individual and s ocial life. The purpose of this study is to to learn about substances abuse and behaviour of the abuser in order to design the most suitable rehabilitation centre. Architectural design could be the part of recovery process with the healing architecture approach.

Healing architecture helps people to restore and relieve their mind and soul that affect the body. Each substances abuser has its own ps ychological problem depends on the substance abuse. Those problems effect the way of designing the building and landscape. The principles of healing architecture can solve those problems and create the design concepts.The healing architecture design concepts are outlined in the landscape design, masses placement, and int erior design. The various atmosphere of the spaces wit h the harmony of nature and site could be the solution for psyc hological problem. Organic pattern from healing architecture creating the environment to be an architecture design that heals.

(18)

Abstrak

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat sudah menjadi masalah penting di dunia termasuk Indonesia. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk memecahkannya seperti pidana dan rehabilitasi. Pidana merupakan cara yang paling banyak dilakukan dan tid ak efektif untuk memulihkan kehidupan mereka. Sebagai manusia, para peny alahguna memiliki hak untuk direhabilitasi untuk membangun kembali kehidupan pribadi dan sosialnya. Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari peny alahgunaan narkoba dan perilak u penyalahguna untuk memecahkan masalah desain yang cocok untuk suatu pus at rehabilitasi. Desain arsitektural menjadi bagian dari proses pemulihan dengan pendekatan “healing architecture”.

Healing architecture membantu manusia memulihkan dirinya. Masalah psikis mempengaruhi cara mendesain bangunan dan lansek ap. Prinsip dari healing arc hitecture

dapat menyelesaikan masal ah tersebut dan membentuk konsep desain yang terwujud dalam desain lansek ap, peletakan massa, dan interior. Variasi suasana ruang dengan kes elarasan alam dan tapak dapat menjadi solusi masalah psikis. Pola organik dari healing architeture

membentuk lingkungan menjadi desain arsitektur yang memulihkan.

Kata kunci : penyalahgunaan zat, rehabilitasi, healing architecture

Abstract

Addiction and substances abuse has been a crucial issue among t he world including in Indonesia. Many efforts has been done to solve this issue such as imprisonment and rehabilitation. Imprisonment is the most way for punishment and it is not effective for the abusers in restoring their life. As a human being, they have the rights to be rehabilitated as the best way in rebuilding their individual and s ocial life. The purpose of this study is to to learn about substances abuse and behaviour of the abuser in order to design the most suitable rehabilitation centre. Architectural design could be the part of recovery process with the healing architecture approach.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Narkoba mengancam kehidupan kita. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "NAPZA", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya (Wikipedia Ensiklopedia Bebas). Badan PBB, International Drug Control Programme, menyatakan pada tahun 2009 jumlah pemakai narkoba di seluruh dunia telah mencapai 180 juta orang dan setidaknya 100.000 diantara mereka meninggal setiap tahun1.

Penyalahgunaan narkoba ini bukan hanya menjadi masalah internasional melainkan juga telah menjadi masalah nasional, seperti pada Indonesia penyalahgunaan narkoba telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan, dimana Indonesia bukan hanya menjadi “daerah transit” tetapi telah menjadi “daerah pemasaran”, bahkan telah menjadi “daerah produsen” bahan narkotika ini1. Berdasarkan hasil survey BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 1,99 persen atau sekitar 3,3 juta orang dari penduduk Indonesia berumur 10-59 tahun.

(20)

Medan sebagai ibukota provinsi juga tak lepas dari masalah ini. Menurut pendataan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2009, setelah kota-kota cakupan wilayah Jabodetabek, Medan menempati urutan pertama sebagai kota dengan kasus penyalahgunaan narkoba yang terungkap terbanyak sebesar 6,4% dari total kasus di Indonesia setelah kota Surabaya (6,3%), Ternate (5,9%), Padang (5,5%), dan Bandung (5,1%). Angka-angka tersebut melampau angka rata-rata kota di Indonesia yang sebesar 3,9%. Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa kasus penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara tidak mengalami penurunan jumlah yang cukup berarti.

Berdasarkan Undang-Undang No. 35/2009 tentang Narkotika, pecandu atau pengguna Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NARKOBA) berhak mendapat rehabilitasi. Penjara bukanlah tempat yang layak bagi mereka untuk membangun dirinya untuk bisa berbaur kembali di tengah-tengah masyarakat secara sehat dan normal. Hingga saat ini, baru 0,05 persen pencandu narkoba yang memiliki akses untuk mendapatkan layanan rehabilitasi narkoba, padahal rehabilitasi penting bagi mereka untuk membantu melepaskan mereka dari ketergantungannya terhadap narkoba dan alkohol sehingga mereka dapat kembali memliki rasa kepercayaan diri serta mengembangkan diri untuk mempersiapkan kehidupannya yang baru kelak ketika kembali ke tengah-tengah masyarakat.

1.2 Tujuan Perancangan

Adapun tujuan perancangan “Alcohol and Drug Rehabilitation Centre” adalah :

1. Merancang pusat rehabilitasi yang memiliki nilai arsitektural, baik dari segi fungsi, struktur, maupun estetika

2. Memanfaatkan fungsi desain arsitektural dengan pendekatan “Healing Architecture”sebagai bagian dari proses pemulihan pasien

(21)

1.3 Masalah Perancangan

Dalam perancangan “Alcohol and Drug Rehabilitation Centre” ini, beberapa masalah yang akan dijawab antara lain :

1. Bagaimana merencanakan dan merancang ruang yang fungsional sekaligus membantu proses penyembuhan bagi pasien

2. Bagaimana merencanakan dan merancang sistem sirkulasi pada ruang luar maupun ruang dalam agar saling berhubungan dan sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga tercipta alur yang dapat membantu proses penyembuhan

3. Bagaimana mengolah massa bangunan, ruang luar, dan perancangan arsitektural lainnya agar menyatu dengan alam yang ada pada tapak

Dalam melakukan perancangan, metode yang dilakukan untuk mencapai desain akhir dari perancangan “Alcohol and Drug Rehabilitation Centre” ini antara lain :

1. Survey, yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lokasi perancangan/ site untuk menyimpulkan permasalahan yang terdapat di sekitar maupun di dalam site

2. Studi banding terhadap proyek dengan judul dan tema sejenis

3. Pengumpulan data primer dan studi pustaka terkait teori-teori yang berhubungan dengan judul dan tema perancangan

4. Analisis data untuk menemukan permasalahan

5. Menentukan unsur-unsur dari konsep perancangan sehubungan dengan solusi yang telah didapatkan

(22)

1.4 Batasan masalah

Perancangan ini difokuskan pada :

1. Menciptakan ruang luar maupun ruang dalam yang memperhatikan aktivitas, kebutuhan, dan pola perilaku para pengguna pusat rehabilitasi

2. Merencanakan dan merancang fasilitas yang mampu mewadahi kegiatan para pengguna

3. Merancang elemen-elemen arsitektural yang mampu membantu proses pemulihan

4. Perancangan fungsi dan massa bangunan yang bertujuan untuk memulihkan (healing)

1.5 Asumsi-asumsi

Asumsi-asumsi dalam perancangan “Alcohol and Drug Rehabilitation Centre” ini meliputi :

(23)

1.6 Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir yang menjadi alur penulis dalam mengerjakan perancangan Alcohol and Rehabilitation Centre ditunjukkan dalam Diagram 1.1. berikut :

MAKSUD DAN TUJUAN

PERUMUSAN MASALAH

PENDEKATAN MASALAH

PENGUMPULAN DATA

STUDI LITERATUR SURVEY

DOKUMENTASI DATA NON

FISIK DATA FISIK

PERENCANAAN

KRITERIA

PERANCANGAN

ANALISA

PENDEKATAN PERANCANGAN

POTENSI

MASALAH PROSPEK

KONSEP

SKEMATIK DESAIN

DESAIN AKHIR

(24)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

2.1 Terminologi Judul

Judul proyek yang diusulkan pada proposal ini adalah “Alcohol and Drug Rehabilitation Centre”. Untuk memudahkan dalam memahami judul yang diajukan, maka akan diuraikan masing-masing kata yang membentuk judul tersebut.

2.1.1 Pengertian Alcohol

Alcohol is drink such as beer, wine, etc. that can make people drunk (Oxford

Advanced Learners Dictionary).

Alcohol atau alkohol (Indonesia) merupakan minuman mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam alkohol dapat menyebabkan ketergantungan hingga kematian bila dikonsumsi secara berlebihan dan tidak menggunakan komposisi pencampuran yang tepat.

2.1.2 Pengertian Drug

Drug is an illegal substance that some people smoke, inject, etc. to give

them pleasant or exciting feelings (Oxford Advanced Learners Dictionary).

Drug (jamak : drugs) yang diartikan sebagai obat-obatan merupakan substansi yang dapat memberikan sensasi menyenangkan atau menggairahkan. Istilah ini sering dipakai oleh World Health Organization (WHO). Di Indonesia, obat-obatan direlevansikan dengan kata narkoba (narkotika, obat-obatan, dan bahan adiktif) atau NAPZA (Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya).

2.1.3 Pengertian Rehabilitation Centre

Rehabilitation is a place that used for helping somebody to have a normal,

useful life adain after they have been very ill or sick or in prison for a long time ( acc.

to Oxford Advanced Learners Dictionary).

(25)

anggota tubuh yang cacat atau mengalami gangguan supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat.

Centre is a place or an area where a lot of businness or cultural activity takes place (Oxford Advanced Learners Dictionary). Dalam bahasa Indonesia, centre diartikan sebagai pusat yang berarti pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan dari berbagai hal (Kamus Besar Bahasa Indonesia Online).

Maka, rehabilitation centre dapat diartikan sebagai pusat yang menjadi wadah bagi suatu upaya pemulihan kesehatan.

2.1.4 Pengertian Judul

Sesuai dengan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka

pengertian dari judul proyek “Alcohol and Drug Rehabilitation Centre” yaitu pusat yang menjadi wadah bagi upaya medis dan pemulihan bagi mereka para pelaku dan korban penyalahgunaan narkoba agar keadaan mereka dapat dipulihkan dan dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya serta menumbuhkan kembali produktivitas kerjanya.

2.2 Tinjauan Umum Proyek

2.2.1 Jenis – jenis Narkoba yang Sering Disalahgunakan 2.2.1.1 Narkotika

Narkotika berasal dari bahasa Inggris "narcotics" yang artinya obat bius. Sesuai dengan pengertian pasal 1 butir 1 UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika, maka narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis ataupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Supramono, 2004:159).

Narkotika terdiri dari tiga golongan :

(26)

2. Golongan II : narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin.

3. Golongan III : narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan . Contoh : codein.

Beberapa jenis narkotika yang sering disalahgunakan antara lain :

1. Heroin

Heroin yang merupakan golongan opioida semi sintetik berasal dari getah opium yang membeku sendiri dari tanaman Papaver yang dapat hidup di daerah sub tropis (Gambar 2.1). Heroin berasal dari wilayah Segitiga Emas (The Golden Triangle) yaitu : Myanmar, Thailand, dan Laos. Heroin bentuknya berupa bubuk seperti tepung. Di pasaran sering disebut dengan putaw, bedak putih, dan etep.

Pemakaian heroin dilakukan dengan cara menghirup asapnya setelah bubuk heroin dibakar di atas kertas timah pembungkus rokok, dan atau menyuntikkan langsung pada pembuluh darah setelah bubuk heroin dilarutkan dalam air. Reaksi pemakaian heroin sangat cepat, menimbulkan perasaan ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan bila sudah pada taraf kecanduan akan membuat pemakai kehilangan percaya diri sehingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi. Pemakai akan membentuk dunianya sendiri dan merasa lingkungannya adalah musuh. (Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).

(27)

Jika pengguna mengurangi atau menghentikan penggunaannya, maka akan terjadi gejala putus zat (withdrawal symptoms) dengan kerangka waktu yang seperti Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Simtom putus zat opioid dengan kerangka waktu

Jarak waktu dari sunti kan terakhir

Gejala Umum

6-12 Am  mata dan hidung berair

 berkeringat 12-24 jam  agitasi dan iritabel

goosebumps

 berkeringat, perasaan panas dan dingin

 kehilangan nafsu makan

Lebih dari 24 jam  keinginan kuat untuk menggunak an heroin

(craving)

 kram perut, diare

 kehilangan nafsu makan, mual, muntah

 nyeri punggung, nyeri persendian, tangan atau kaki, sakit kepala

 sulit tidur

 letargi, fatigue

 tidak dapat istirahat, iritabel, agitasi

 sulit konsentrasi

 perasaan panas dan dingin, keringat meningkat

Hari ke 2 sampai 4  semua gejala mencapai puncaknya Hari ke 5 sampai 7  kebanyak an gejala fisik mulai berkurang

 nafsu makan mulai kembali

Minggu ke 2  gangguan fisik mulai menghilang. Dapat muncul keluhan lain seperti idak dapat tidur, rasa lelah, iritabel, craving

Beberapa minggu sam pai beberapa bulan

 kembali ke pola tidur, level aktivitas dan mood normal. Meningkatnya kesehatan secara umum dan penurunan craving

Sumber : KMK RI Nomor 422/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA.

(28)

2. Kokain

Kokain adalah senyawa sintetis yang memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman ini biasanya dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan (Gambar 2.2).

Saat ini kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu.

(

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Kokain berupa kristal putih, rasanya sedikit pahit dan mudah larut dalam air. Kokain ini biasa dikenal dengan nama koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow/ salju. Penggunaannya dengan cara dihirup atu dibakar bersama tembakau. Penggunaan dengan cara dihirup mengakibatkan kering dan luka pada lubang hidung bagian dalam.

Efek pemakaian kokain adalah euforia, bertambahnya rasa kepercayaan diri, berkurangnya keinginan untuk tidur, dan meningkatnya nafsu makan. Pada penggunaan kronis dapat mengakibatkan insomnia, depresi, agresif, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan, kedutan otot, ansietas, halusinasi, mpotensi, peningkatan denyut nadi dan refleks. Gejala putus zat kokain terjadi setelah beberapa hari penggunaan, antara lain mood disforia (kesedihan mirip depresi) dan paling sedikit mencakup dua dari gejala berikut : fatigue, insomnia, agitasi psiomotor atau retardasi, craving, peningkatan nafsu makan, dan mimpi buruk serta mencapai puncaknya dalam dua sampai empat hari (KMK RI Nomor 422/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA).

Gambar 2.2 Kok ain Sumber : Google gambar

(29)

3. Candu (opium)

Candu didapat dari getah tanaman Papaver Somniferum didapat menyadap (menggores) buah yang hampir masak, getah yang keluar berwarna putih dan dinamai Lates” (Gambar 2.3). Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menyerupai aspal lunak dan dinamakan candu mentah atau candu kasar

(H, Sasangka : 2003).

Penggunaan candu secara klinik antara lain sebagai analgetika pada penderita kanker, eudema paru akut, batuk, diare, premedikasi anastesia, dan mengurangi rasa cemas. Penggunaan candu seperti yang terurai di atas adalah khasiat candu pada umumnya, sebenarnya khasiat candu secara lebih spesifik adalah akibat alkoloida yang dikandungnya.

Putus obat dari candu dapat menimbulkan gejala seperti gugup, cemas, gelisah, pupil mengecil, sering menguap, mata dan hidung berair, badan panas dingin dan berkeringat, pernafasan bertambah kencang dan tekanan darah meningkat, diare, dan lain-lain.

4. Ganja/ Kanabis

Ganja (Gambar 2.4) (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) dengan nama lain mariyuana, grass, hash, herb, adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya,

tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euphoria (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).

Penggunaannya adalah dengan cara dirokok dengan atau tanpa tembakau, dengan pipa, atau digunakan

dalam campuran dengan zat lainnya. Penggunaan dengan cara dirokok akan memberikan risiko kanker paru, namun tidak menyebabkan overdosis yang fatal. Dampak penggunaannya yaitu kesulitan mengingat sesuatu, sulit konsentrasi, mengantuk, ansietas, paranoia, persepsi atas waktu menjadi kacau, dengan disertai

Gambar 2.3 Candu

Sumber : Google gambar

(30)

kemerahan pada mata, tremor, nausea,sakit kepala, gangguan pernafasan dan nafsu makan meningkat. Gejala putus zat ditandai dengan kondisi ansietas, tidak dapat beristirahat dan mudah tersinggung, anoreksia, tidur terganggu dan sering mengalami mimpi buruk, gangguan gastrointestinal, berkeringat pada malam hari, dan tremor (KMK RI Nomor 422/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA).

5. Morfin (Morphine)

Kata "morfin" berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani. Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium (Gambar 2.5). Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Residen morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.

Pada pemakaian yang teratur, morfin dengan cepat akan menimbulkan toleransi dan ketergantungan yang cepat. Morfin bekerja pada reseptor opiate yang sebagian besar terdapat pada susunan saraf pusat dan perut. Dalam dosis lebih tinggi, dapat menghilangkan kolik empedu dan ureter. Morfin menekan pusat pernafasan yang terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat yang dapat menyebabkan kematian. Sifat morfin yang lainnya adalah dapat menimbulkan kejang abdominal, mata merah, dan gatal terutama di sekitar hidung yang disebabkan terlepasnya histamin dalam sirkulasi darah, dan konstipasi. Pemakai morfin akan merasa mulutnya kering, seluruh tubuh hangat, anggota badan terasa berat, euphoria, dan lain-lain.

(31)

6. Codein

Menurut Undang – Undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika, codein merupakan narkotika golongan III. Codein termasuk garam / turunan dari candu (Gambar 2.6) Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan untuk menimbulkan ketergantungan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih dan cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan. Secara klinis codein dipergunakan sebagai obat analgetik, ± 6 kali lebih lemah dari morfin.

Efek samping dan resiko adiksinya lebih ringan sehingga sering digunakan sebagai obat batuk dan obat anti nyeri yang diperkuat melalui kombinasi dengan parasetamol/asetosal (S, Joewana : 1989).

2.2.1.2 Psikotropika

Menurut UU RI No 5/1997, Psikotropika adalah zat atau obat , baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Psikotropika terdiri dari empat golongan :

1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengalami sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi

2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital

(32)

3.

Golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.

4.

Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ).

United Nation Conference for Adoption of Protocol on Psychotropic Substance menyebutkan batasan-batasan psikotropika sebagai bahan yang dapat menyebabkan ketergantungan, depresi, dan stimulansia, halusinasi, dan gangguan motorik atau persepsi. Berdasarkan batasan itu, psikotropika digolongkan atas stimulansia, depresiva, dan halusinogen.

1. Stimulansia

Zat yang tergolong stimulansia adalah amfetamin (amphetamine). Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang disintesa tahun 1887 dan mulai dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya adalah speed, meth

crystal, uppers, whizz, dan sulphate. Bentuknaya berupa bubuk berwarna putih keabuan.

Amfetamin terdiri atas dua jenis yaitu : A. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine)

MDMA dikenal dengan nama ecstacy (ekstasi). Efek yang ditimbulkannya yaitu mulut kering, jantung berdetal kebih cepat, berkeringat, mata kabur, demam tinggi, ketakutan, sulit berkonsentrasi, dan otot nyeri.

B. Metamfetamin

(33)

C. Shabu

Shabu merupakan turunan metamfetamin dengan sifat stimulansia yang ebih kuat. Bentuknya berupa kristal putih, tidak berbau, mudah larut dalam air dan alkohol dengan rasa yang menyengat. Shabu dipakai untuk mendapatkan efeknya antara lain : peningkatan semangat, kewaspadaan, daya konsenrasi, euphoria, dan menguranagi nafsu makan. Penggunaan shabu dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan serius pada kejiwaan dan mental, kerusakan saraf, kehilangan berat badan, radang hati, dan peningkatan tekanan darah.

2. Depresiva

Depresiva merupakan obat-obatan yang dipergunakan untuk menenangkan saraf dan memudahkan seseorang untuk tidur. Depresiva dapat menimbulkan keergantungan fisik maupun psikis dan umumnya timbul setelah dua minggu penggunaan terus menerus. Salah satu contoh depresiva yaitu benzodiazepin.

Benzodiazepin biasa disebut dengan pil koplo. Yang sering disalahgunakan adalah lexotan (lexo), BK, rohypnol, dumolit, mogadon. Semuanya bersifat sedatif, ansiolitik, dan anti konvulsan. Gejala umum ketergantungan adalah gangguan kordinasi tubuh, mengantuk, fatigue, penurunan fungsi kognisi dan memori, kebingungan, lemah otot, depresi, bicara tidak jelas (cadel), euforia, tumpulnya emosi, sakit kepala, dan pandangan kabur.

Gejala putus zat umumnya mencakup insomnia, ansietas, iritabel, tidak dapat beristirahat, agitasi, tremor, depresi, dan dizzines. Kadang-kadang putus zat dapat menimbulkan kejang dan delirium.

3. Halusinogen

Halusinogen merupakan senyawa sintetik yang dalam jumlah sedikit dapat mengubah persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang serta menimbulkan halusinasi. Contoh zat tergolong halusinogen antara lain :

A. Lysergic Acid Diethylamide (LSD)

(34)

halusinogennya sangat kuat dan bertahan dua hingga dua belas jam. Dampaknya adalah terganggunya kemampuan mengambil keputusan, distorsi persepsi visual, dan halusinasi. Penderita juga mengalami kondisi bad trip, yaitu timbulnya reaksi panik, paranoia, ansietas, hilangnya kendali, kekacauan, dan psikosis yang dapat membuat penderita melukai diinya sendiri. Penghentian zat ini bertahun-tahun pun dapat menimbulkan efek halusinasi tanpa tanda-tanda yang mendahuluinya.

B. Phencyclidine (PCP)

Di jalanan, zat ini dikenal dengan nama angel dust, supergrass, killer weed,

rocket fuel, kristal, dan embalming fluid. Penggunaannya dengan cara dirokok . PCP sering dipakai menggantikan LSD, mescaline, THC, dan kokain. Bentuknay dapat berupa kristal berwarna putih mudah larut di dalam air dan likuid. PCP membuat seseorang mengalami psikosis seperti skizofrenia dengan tanda merasa diri kuat, tak peka, sangat percaya diri. Efek psikosos ini dapat membuat penggunanya melukai diri sendiri dan orang lain.

2.2.1.3 Zat Adiktif

Zat yang tergolong dalam zat adiktif anatra lain :

1. Minuman Alkohol

Minuman alkohol merupakan mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Ada 3 golongan minuman beralkohol yaitu golongan A (kadar etanol 1 – 5 % seperti bir), golongan B (kadar etanol 5 – 20 %, contohnya berbagai minuman anggur ), dan golongan C (kadar etanol 20 – 45 % seperti whisky, vodca, manson house, johny walker )

(35)

Gejala putus zat alkohol biasa terjadi pada 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang terakhir dengan tanda-tanda sebagai berikut :

A. Putus zat ringan : tremor, khawatir dan agitasi, berkeringat, mual dan muntah, sakit kepala, takikardia, hipertensi, gangguan tidur, dan suhu tubuh meningkat

B. Putus zat berat : muntah, agitasi berat, disorientasi, kebingungan, paranoia, hiperventilasi, dan delirium tremens

2. Inhalan

Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek psikoaktif. Inhalan digolongkan atas empat kategori :

A. Volatile solvents

Zat kimia mudah menguap ini ada dalam bran industri atau rumah tangga seperti cat (thinner), larutan pembersih cat kuku, degreasers, cairan untuk

drycleaning, gas, lem B. Aerosol

Contohnya pada aerosol rumah tangga dan alat penyemprot lainnya seperti semprotan tata rambut, deodoran, pelapis barang rumah tangga, pembersih komputer.

C. Gas

Yang termasuk di dalamnya yaitu gas pemantik api, propane tanks, whipping

cream aerosol, gas medik anestesi seperti ether, chloroform, halothane, dan nitrous oxide.

D. Nitrit

Nitrit organik yang mudah menguap termasuk cyclohexyl, butyl, dan amyl

nitrites, biasa disebut poppers. Amyl nitrite digunakan dalam prosedur-prodesur pemeriksaan medik. Nitrit volatil biasanya dijual dalam botol gelas berwarna coklat gelap dan diberi label video head cleaner, room odorize,

leather cleaner atau liquid aroma

Gejala putus zat biasanya terjadi pada 24-48 jam sesudah penggunaan terakhir yang ditandai oleh terjadinya tremor, mudah tersinggung dan depresi, mual,

(36)

3. Tembakau

Tembakau digunakan dalam bentuk rokok, cerutu, tembakau kunyah, dan susur. Zat yang berbahaya yang dikandungnya adalah nikotin, karbon monoksida, dan hidrogen sianida yang diserap tubuh melalui paru. Niotin merupakan zat adiktif dalam tembakau dan efek toksiknya digunakan juga sebagai insektisida.

Tembakau bersifat stimulan dan depresan. Perokok ketergantungan akan mengalami masa yang tidak nyaman ketika ia mulai berhenti merokok, seperti , tidak bisa berkonsentrasi, nafsu makan yang kompulsif, gelisah, ansietas, sulit tidur, berkeringat, debar jantung, dan tekanna darah menurun, sakit kepala dan sensitif. Simtom fisik putud nikotin ini terjadi selama satu sampai tiga minggu.

Masalah medik terkait penggunaan tembakau dengan cara dirokok dalam jangka panjang adalah gangguan pada sistem pernapasan, jantung, dan pembluh darah, kanker, sistem digestif, gangguan makan, dan reaksi alergi. Penggunaan tembakau tanpa dirokok dapat menyebabkan lesi mulut dan kanker.

2.2.2 Proses terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkoba

[image:36.596.133.463.481.725.2]

Adapun proses terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba terjadi secara bertahap yang ditunjukkan oleh gambar 2.7 di bawah ini.

(37)

Tahapan proses tersebut adalah sebagai berikut :

1. Abstinence merupakan keadaan bebas dari narkba dalam kurun waktu tertentu

2. Eksperimental adalah penggunaan narkoba yang bersifat coba-coba, tanpa motivasi teretentu, dan hanya didorong oleh perasaan ingin tahu. Frekuensi penggunaannya hanya beberapa kali dalam sebulan

3. Penyalahgunaan adalah penggunaan narkoba yang bersifat patologis, dipakai secara rutin, terjadi penyimpangan perilaku disertai dengan gangguan fisik.

4. Ketergantungan merupakan penggunaan narkoba yang cukup berat, disertai dengan ketergantungan fisik dan psikologik yang ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma ptus obat

5. Relapse yaitu kondisi di mana seseorang kembali menggunakan narkoba setelah berhenti menggunakannya dalam beberapa waktu.

2.2.3 Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkoba

Penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba memiliki dampak fisik, psikis, dan sosial antara lain :

1. Dampak fisik

Yang tergolong dalam dampak fisik antara lain :

A. Gangguan pada sistem saraf (neuron) : kejang, halusinasi, kerusakan saraf tepi, gangguan kesadaran

B. Gangguan pada sistem kardiovaskuler : ganggua peredaran darah dan infeksi akut otot

C. Gangguam dermatologis : alergi, eksim, abses

D. Gangguan pulmoner : kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru E. Peningkatan suhu tubuh, sakitkepala, mual dan muntah, sulit tidur

(38)

2. Dampak Psikis

Beberapa dampak psikis akibat penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba antara lain :

A. Lamban bergerak, ceroboh, tegang, dan gelisah

B. Bersikap apatis, berhalusinasi, hilang kepercayaan diri, sering mengkhayal C. Agitatif, terkadang betingkah ganas dan brutal

D. Sulit berkonsentrasi, merasa tertekan dan kesal

E. Tidak menyayangi diri sendiri dan merasa tidak aman hingga ingin bunuh diri

3. Dampak Sosial

Penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba juag memiliki dampak sosial yang buruk seperti :

A. Anti sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan B. Merepotkan orang-orang di sekitarnya

C. Pendidikan dan pekerjaan terganggu

2.2.4 Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkkoba dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut :

1. Pencegahan primer, dilakukan kepada mereka yang berisiko menyalahgunakan narkoba, dimulai dari anak usia dini. Kegiatan yang dapat dilakukan berupa :

A. Penyuluhan dan pendidikan mengenai narkoba dan bahaya penyalahgunaannya

B. Publikasi melalui berbagai jenis media mengenai bahaya narkoba

2. Pencegahan sekunder, dilakukan pada mereka yang dalam tahap coba-coba serta kepada individu/kelompok yang berpotensi menyalahgunakan narkoba. Keguatannya dapat berupa deteksi dini pada anak dan konseling

(39)

konseling pada individu dan keluarganya serta penyediaan lingkunga yang kondusif bagi pengguna

2.2.5 Terapi dan Rehabilitasi Narkoba

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 421/Menkes/SK/III?2010 tentang Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penggunaan NAPZA, terapi merupakan suatu psroses pemulihan dengan memberikan intervensi secara fisik, psikologis, maupun sosial kepada klien gangguan penggunaan NAPZA. Kemudian, rehabilitasi merupakan suatu proses pemulihan klien dengan gangguan penggunaan NAPZA baik dalam jangjka waktu pendek maupun jangka waktu panjang yang bertujuan mengubah perilaku untuk mengembalikan individu tersebut di masyarakat.

Rehabilitasi ini terdiri atas dua yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis merupakan proses kegiatan pengobatan terpadu untuk membebaskan pecandu dari pengaruh narkotika (Permenkes RI Nomor 2415/Menkes/PER/XII/2011), sedangkan rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan yang memungkinkan seseorang dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar di dalam masyarakat (Permensos RI Nomor 26 Tahun 2012). Oleh karena itu, di dalam suatu rehabilitasi terdapat pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang di dalmnya terdapat berbagai macam terapi yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap individu penyalahguna, sebab setiap penyalahguna membutuhkan metode terapi yang berbeda-beda tergantung masalah yang dialaminya.

National Institute on Drug Abuse (NIDA) pada tahun 1999 mempublikasikan sebuah buku berjudul Principles of Drug Addiction Treatment tentang terapi efektif berdasarkan penelitian di lapangan yang terdiri atas tiga belas prinsip yaitu :

1. Ketergantungan merupajkan suatu penyakit kompleks namun dapat ditangani yang menyerang fungsi otak dan perilaku

2. Tidak ada satu bentuk terapi yang sesuai untuk semua 3. Kebutuhan terapi harus siap dan tersedia ketika diperlukan

(40)

5. Berada dalam progaram terapi untuk periode waktu yang adekuat merupakan hal yang sangat penting untuk perubahan perilaku yang signifikan

6. Terapi perilaku, termasuk konseling pribadi, grup, maupun keluarga merupakan bentuk penanganan penyalahgunaan narkoba yang paling umum

7. Medikasi adalah elemen yang penting bagi banyak klien, khusunya bilamana dikombinasikan dengan terapi perilaku

8. Rencana terapi dan layanan lain harus dikaji secara kontinu dan dimodifikasi bila diperlukan untuk memenuhi kebutuhan perubahan pada pasien

9. Banyak individu dengan ketergantungan narkoba memiliki masalah kelainan mental

10. Detoksifikasi hanya merupakan langkah awal dari penanganan dan hanya memberikan sedikit perubahan terkait penyalahgunaan jangka panjang 11. Penanganan yang efektif tidak harus dilakukan secara sukarela

12. Kemungkinan menggunakan narkoba selama masa penanganan harus diawasi secara kontinu

13. Program penanganan harus menyediakan kajian dan konseling untuk HIV/AIDS serta penyakit menular lainnya utnuk membantu pasien mengubah perilakunya

2.2.5.1 Beberapa Model Terapi dan Pendekatan

Berikut adalah beberapa model yang umum digunakan untuk penanganan masalah penyalahgunaan narkoba ini, antara lain :

1. Therapeutic Community (TC)

(41)

Model ini biasanya merupakan model rawat inap dengan periode dua belas hingga delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek.

2. Model Medik

Model ini berbasis biologis dan genetis maupun fisiologis sebagaiapenyebab adiksi sehingga membutuhkan pertolongan dokter. Model ini berbasis rumah sakit dengan program rawat inap

3. Model Minnesota

Model ini difokuskan pada bebas narkoba atau abstinen, menggunakan program spesifik yang berlangsung selama tiga sampai enam minggu rawat inap dengan lanjuatan aftercare, termasuk program self help group (Alcohol Anonymous atau Narcotic Anonymous) dan layanan lainnya yang diperlukan. Fase perawatan inap termasuk terapi kelompok, terapi keluaraga,pendidikan adiksi, pemulihan dan program 12 langkah (Twelve Steps).

4. Model Eklektik

Model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalam program rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melaui penerapan program Dua Belas Langkah merupakan pelengkap program TC yang menggunakan pendekatan perilaku sesuai jumlah dan variasi masalah yang terjadi.

5. Model Multi-disiplin

Model ini merupakan program dengan pendekatan yang lebih komprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang terkait termasuk reintegrasi dan kolarosi dengan keluarga dan pasien.

6. Model Tradisional

Program bersifat jangka pendek yang disertai program aftercare atau tidak sama sekali. Komponen dasar terdiri dari medikasi, pengobatan alternatif, ritual dan keyakinan yang dimiliki oleh sistem lokal, contohnya pondok pesantren, pengobatan tradisional atau herbal.

(42)

2.2.5.2 Fungsi Inti Layanan Terapi dan Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA, di dalam suatu layanan terapi dan rehabilitasi terdapat urutan tahapan awal pelayanan sebelum pasien memasuki tahapan rehabilitasi, yaitu :

1. Screening

Screening merupakan proses untuk menentukanapakah calon pasien dapat menerima layanan atau mengikuti model terapi yang tersedia. Kegiatannya meliputi :

A. wawancara singkat dengan calon pasien

B. screening biologis (tes darah, tes urin, tes fungsi hati, dan tes trigliserid) 2. Intake, yaitu proses administrasi dan asesmen awal untuk masuk ke dalam

program

3. Orientasi, yaitu memberikan gambaran tentang layanan program dan berbagai terapi di dalamnya, berbagai macam aturan yang harus diikuti dan hal-hal yang menjadi hak pasien di dalmnya

4. Assesment, yaitu wawancara/ konseling yang dilakukan oleh konselor untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, serta masalah yang dimiliki oleh pasien dan rencana kebutuhan terapi untuk pasien secara individu

5. Rencana Pengobatan, yaitu proses yang dilakukan oleh konselor atau profesi lain bersama pasien untuk mengidentifikasi dan mengurutkan masalah dan solusi yang diperlukan untuk membuat persetujauan segera untuk sasaran program jangka pendek dan jangka panjang, menetapkan proses pengobatan/penanganan dan sumber daya yang dibutuhkan

6. Konseling (individual,kelompok, dan orang lain yang bermakna bagi pasien) yang bertujuan membantu pasien dan keluarga mencapai tujuan pengobatan melalui eksplorasi masalh dan pengaruhnya terhadap pasien, menilai sikap dan perasaan pasien, mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah dan membuat keputusan

(43)

menggunakan layanan dukungan dan sumber daya lain yang tersedia di masyarakat

2.2.5.3 Komponen Program Terapi dan Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

Tidak ada pengobatan atau penangan yang lengkap tanpa memperhatikan kebutuhan lain pasien yang juga penting. Ada dua belas layanan yang harus tersedia data tergabung sebagai komponen dalam pusat layanan ini yaitu :

1. Medik/klinis, menyediakan layanan medis/psikiatris secara profesional pada tempat dan pada saat diperlukan seta mampu menentukan baik kondisi fisik mauun psikologis pasien

2. Nutrisi/gizi, merencanakan dan menyediakan diet yang dibutuhkan pasien 3. Pemeriksaan dan konseling penyakit menular

4. Spiritual, menyediakan pendidikan agama dan mendorong pasien melakukan kegiatan ibadah menutrut kepercayaan mereka

5. Layanan/terapi keluarga, dilakukan untuk mendorong pasien yang menolak masuk ke dalam program pengobatan dan juga memelihara dukungan kepada pasien dalam proses pemulihan

6. Pencegahan kekambuhan, mengajarkan pasien untuk mengenai situasi dengan risiko tinggi dan faktor pencetus yang mungkin memnyebabkan penggunaan narkoba kembali, untuk mengembangkan strategi kemampuan menghadapi tekanan dari luardan belajar untuk mengelola situasi relapse 7. Aftercare, merupakan suatu lanjutan dari layanan perawatan seperti

dukungan kepada kelompok pemulihan, konseling, latihan keterampilan hidup, penempatan kerja, rujukan, dan layanan lain sesuai kebutuhan pasien 8. Konseling, yaitu hubungan terapeutik antara pasien yang membutuhkan bantuan dengan konselor yang dapat menyediakan pertolongan dan dapat dilakukan secara individu, kelompok, maupu keluarga

(44)

10. Terapi vokasional, mengajarkan pasien untuk mampu bersosialisasi dan keterampilan bekerja untuk pasien sesuai dengan ,minat dan kompetensi mereka

11. Latihan keterampilan hidup, untuk mengembangkan keterampilan sosial untuk berkomunikasi lebih baik, meningkatkan harga dan kepercayaan diri dan menerapkan dasar-dasar kehidupan bersih/bebas dari narkoba

12. Pendidikan dan informasi, utnuk melanjutkan pendidikan formal yang relevan dengan kemampuan pasien, meningkatkan pengetahuan tentang konsekuensi gaya hidup berisiko dan lain-lain.

2.2.5.4 Tahapan Pengobatan dan Hasil yang Diharapkan

Dalam pelayanan rehabilitasi, program dibangun untuk jangka panjang dengan tahapan-tahapan yang merupakan satu rangkaian pengobatan yang panjang. Dalam mengejar pemulihan, pasien dituntun untuk memiliki kemajuan secara berurutan dari satu tahapan ke tahapan lain seperti dari tahap detoksifikasi ke fase rehabilitasi primary, lalu ke tahap secondary, kemudian ke tahap aftercare dan tahap follow up (lanjutan). Semua tahapan akan dilalui sesuai dengan kemajuan yang dialami pasien. Kemajuan pasien dapat dilihat dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada pasien dalam beberapa periode selama masa pengobatan.

Secara garis besar, tahapan tersebut terbagi atas tiga urutan tahapan yaitu : 1. Tahap Pra pengobatan

2. Tahap Primary Care

3. Tahap After Care (setelah 3-6 bulan)

Tahap pra pengobatan berlangsung selama 1-3 minggu. Tahap ini dijelaskan dalam tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Tahap pra pengobatan

Tahap Akti vita s Hasil yang diharapkan

Identifikasi-intervensi kri si s

Konseling individu dan keluarga

 Memotivasi pasien untuk mendapatkan pengobatan

(45)

Penerimaan Pendaftaran

Screening (pemeriksaaan tubuh, wawancara, tes)

 Memperoleh informasi tentang pasien, keluarga, dan riwayat penggunaan narkoba

Orientasi Program Tur fasilitas layanan, pengenalan singkat peraturan dan tata tertib layanan

Diskusi dengan pasien dan keluarga

 Pemahaman aturan dan tata tertib dalam fasilitas layanan

 Persiapan psikologis pasien untuk pengobatan

 Membangun hubungan dengan penanggung jawab

 Merencanakan pengobatan

Detoksi fika si Isolasi dalam ruang pengobatan/perawatan

 Penatalaksanaan gejala putus zat

Penatalaksanaan komorbidita s

Melakukan kajian dan pemeriksaan secara medis

 Stabilisasi

 Layanan k esehatan untuk peny akit lainnya

Evaluasi Kajian ulang adan tinjauna untuk pengobatan lanjut ataurencana pengobatan baru

 Membantu k emajuan dan kemampuan pasien secara menyeluruh

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan

NAPZA

Tahap primary care merupakan perawatan primer selama 12-14 bulan yang dijelaskan oleh tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Tahapan Primer

Tahapan Akti vita s Hasil yang diharapkan

Sesi Terapeutik Konseling individu, s esi kelompok, sesi keluarga

 Kegiatan lanjutan dalam pemulihan

 Membangun ikatan dengan

recovering addict yang senior Rekreasional Permainan outing Meningkatkan kes ehatan dan

mempererat ikatan dalam program

Pendidikan Seminar, speak ing,dan work shop

Mengikutsertakan diri dalam kegiatan publik dana aktivitas umum Spiritual Seminar, diskusi, latihan dan

penerapan

(46)

Perawatan kesehatan

Assesment/pemeriksaaan dan pengobatan

Seminar kesehatn

Menjaga kesehatan fisik dan mental

Pemahaman diri Membentuk

hubungan/berbagi/ diskusi

Memperkuat keyakinan dan mempertimbangkan nilai-nilai yang dianut selama ini

Kelompok Dukungan (Support group)

Pertemuan Alcohol Anonymous dan Narcotic Anonymous

Bersiap-siap untuk masuk program

re-entry

Mengembangkan keterampilan sosial

Vokasional Latihan Kerja/Job Training,

Wawanc ara kerja

Pengelolaan waktu dan keuangan

Program latihan kerja

Penempatan di tempat bekerja

Pencegahan kekambuhan

Seminar, Work shop, Diskusi Mengenali pola kambuh dan pencetus kekambuhan

Mengembangkan kemampuan menghadapi masalah, mengelola

relapse/ kambuh

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan

NAPZA

Tahapan terakhir yaitu aftercare berlangsung selama 3-6 bulan dan menjadi tahap di mana pasien mendapat bimbingan untuk tidak relapse dengan keterangan yang ditunjukkan oleh tabel 2.4 berikut :

Tabel

Gambar

Gambar 2.7 Proses Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkoba
Tabel 2.7 Transportasi Darat antar Kabupaten
Tabel 2.8 Daftar Transportasi Penyeberangan Danau
Gambar 2.8 Sebaran Pusat Pelayanan Tersier Kawasan Danau Toba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk.. tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi

 Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

Semua perancangan ruang luar maupun ruang dalam pada pusat rehabilitasi ini memanfaatkan potensi alam yang ada untuk membantu proses pemulihan dan mengintegrasikannya

Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

Golongan I terdiri atas narkotika yang hanya digunakan dalam kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak dapat dipakai dalam terapi, dan memiliki potensi yang sangat tinggi

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat

Jenis-jenis Narkotika yaitu yang pertama golongan I merupakan Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta