PERANAN AGAMA DALAM PEMBANGUNAN IPTEK NASIONAL 1
Oleh: Arief Furchan
Pendahuluan
Peluncuran dan terbang perdana pesawat N-250 yang diberi nama Gatotkaca pada tanggal 10 Agustus 1995 merupakan tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pesawat ini adalah pesawat terbang pertama yang dibuat oleh putra-putri Indonesia, mulai dari rancang bangun sampai ke perakitannya. Kebanggaan akan prestasi itulah yang membuat pemerintah, melalui Keputusan Presiden RI no. 71 tahun 1995, menetapkan tanggal 10 Agustus sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional. Keinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan iptek nasional inilah, barangkali, yang melatar-belakangi diselenggarakannya seminar oleh IAIN Sunan Ampel pada hari ini.
Judul yang diberikan panitia kepada saya, yang juga menjadi tema Seminar ini, memberi kesan bahwa, dalam hubungan dua variabel ini (agama dan iptek nasional), iptek nasional menjadi fokus utama dan agama sebagai penunjangnya. Mungkin di antara peserta Seminar ini ada yang tidak setuju dengan penempatan posisi seperti itu dan menginginkan agar agama ditempatkan pada posisi fokus dalam kaitannya dengan iptek. Keinginan semacam itu adalah wajar dan sah, namun mengingat seminar ini dikaitkan dengan peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional yang pertama, maka wajarlah kalau pada seminar kali ini yang menjadi fokus perhatian adalah masalah ipteknya. Mengapa iptek itu dikaitkan dengan agama? Barangkali, hal itu karena yang menyelenggarakan seminar ini adalah IAIN, yang bidang garapannya adalah agama.
Untuk membahas topik ini, saya ingin mengajak peserta seminar ini untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
3) Bagaimana sikap kita terhadap globalisasi itu?
4) Bagaimana peranan agama yang diharapkan dalam pembangunan iptek nasional? 5) Apakah harapan itu telah terwujud?
Posisi Iptek dalam Pembangunan Nasional
Memasuki Pembangunan Jangka Panjang ke II, bangsa Indonesia makin menyadari akan pentingnya peran iptek bagi keberhasilan program pembangunan bangsanya. Hal ini tampak nyata dengan dimasukkannya iptek sebagai salah satu asas pembangunan pada GBHN 1993-19982. Sepuluh tahun sebelumnya, iptek belum dimasukkan sebagai asas pembangunan walau bukan berarti tidak penting. Secara umum GBHN 1993-1998 itu juga mengakui bahwa selama PJP I, "pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil memajukan tingkat
kecerdasan masyarakat, mengembangkan kemampuan bangsa serta ikut mendorong proses pembaharuan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. ..." (Bab III, A. 8.).
Iptek juga telah menjadi salah satu bidang pembangunan dalam PJP II ini yang sasarannya adalah "tercapainya kemampuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan untuk memacu
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera ..." (Bab III, E. 4.).
Dalam arah PJP II, juga disebutkan bahwa
"pembangunan iptek memegang peranan penting serta akan sangat mempengaruhi perkembangan dalam masa PJP II. Penguasaan iptek akan mempengaruhi keberhasilan membangun masyarakat maju dan mandiri. Pembangunan iptek diarahkan agar pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaannya dapat mempercepat peningkatan kecerdasan dan
kemampuan bangsa, mempercepat proses pembaharuan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas, harkat dan martabat bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. ..." (Bab III, F. 15.).
Kutipan-kutipan dari GBHN di atas menunjukkan bagaimana posisi pembangunan iptek dalam kerangka Pembangunan Nasional Tahap II. Dapat disimpulkan bahwa pada PJP II, ini bangsa Indonesia makin menyadari betapa pentingnya iptek itu bagi pembangunan nasional. Bahkan dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan nasional akan dipengaruhi oleh penguasaan bangsa ini atas iptek itu. Kalau kita dapat menguasai iptek dengan baik, maka akan makin berhasillah pembangunan kita sedangkan kalau penguasaan iptek kita rendah, maka pembangunan nasional kita pun akan kurang berhasil.
Dalam kebijakan PELITA VI, dinyatakan bahwa iptek diperlukan di hampir semua sektor pembangunan: industri, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, transportasi, dan bioteknologi (Bab IV, F.)
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif ini, tentu saja, bersifat subyektif,
tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai negatif oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa Amerika, misalnya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan, misalnya, dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Perjalanan haji yang dulu dilakukan selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi udara, dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja. Kemajuan di bidang televisi satelit telah memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar rumah. Penemuan telepon genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau dari mana saja kita berada. Kemajuan di bidang penyimpanan data telah memungkinkan kita memiliki seluruh jilid Ensiklopedia Britanica dalam satu keping Compact Disk yang beratnya kurang dari satu ons. Kemajuan di bidang komputer telah menciptakan jaringan internet yang memungkinkan kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh dunia tanpa harus keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah membuat
perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang ini, lewat bursa saham, orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara lain.
Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah membuat dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah yang disebut sebagai globalisasi, suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga kampung, kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia.
Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.
Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya belaka. Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Sebagai bangsa yang sedang membangun jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas merupakan tantangan yang harus diatasi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang dicita-citakan.
Hal ini tampaknya juga disadari oleh para wakil rakyat yang menyusun GBHN 1993-1998. Mengenai dampak negatif globalisasi bagi pembangunan nasional kita, GBHN menyatakan:
"Perkembangan, perubahan, dan gejolak internasional pada akhir Pembangunan Jangka Panjang Pertama ditandai oleh gejala baru, yaitu globalisasi yang dapat mempengaruhi stabilitas nasional dan ketahanan nasional yang pada gilirannya akan berdampak pada pelaksanaan
pembangunan nasional di masa yang akan datang. ... Tantangan di bidang ekonomi ... adalah munculnya pengelompokan antar-negara yang cenderung meningkatkan proteksionisme dan diskriminasi pasar yang dapat menghambat pemasaran hasil produksi dalam negeri dan
mendorong persaingan yang tidak sehat. Ancaman di bidang politik dan pertahanan keamanan adalah kemungkinan timbulnya rongrongan terhadap ideologi Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional, khususnya persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat mengganggu kelancaran jalannya pembangunan nasional. Ancaman di bidang sosial budaya adalah masuknya nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai lujur budaya bangsa." (Bab IV, A. 2.)
Sikap terhadap Globalisasi
Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga: (1) lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari arus globalisasi itu; (2) menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu tidak ada; (3) menghadapi persoalan dengan berani. Pilihan pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi itu. Dalam mempertimbangkan dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa 'mudharat' globalisasi tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan dengannya. Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi dari luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai dari luar yang mungkin akan berdampak negatif.
Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu fihak, ia mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat memutuskan apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang berdampak globalisasi itu. Akibatnya, ia
membiarkan saja kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak negatifnya. Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi itu secara negatif.
Secara teoritis, kita dengan mudah akan melihat bahwa pilihan ke tiga itulah yang terbaik tetapi, secara praktis, kadang-kadang kita akan lebih memilih alternatif ke dua atau pertama. Barangkali dilemma seperti inilah yang dihadapi oleh para ulama Madura dalam masalah
industrialisasi pulau Madura. Di masa lalu, dilemma ini mungkin juga dihadapi oleh para ulama dalam masalah pendidikan umum yang diperkenalkan Belanda.
Tampaknya, dalam masalah kemajuan iptek dan globalisasi ini bangsa Indonesia bertekad untuk memilih alternatif ke tiga: kemajuan iptek dirangkul sedang dampak ikutannya yang negatif akan dihadapi dengan meningkatkan ketahanan nasional di bidang ipoleksosbud. Hal ini tampak dalam pernyataan mereka dalam GBHN 1993-1998:
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan pelestarian nilai luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan budaya daerah dengan tidak menutup diri terhadap masuknya nilai positif budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan mengembangkan kemampuan dan jati diri serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan nilai tambah ... dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat." (Bab II, G. 3.)
Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak perlu menutup diri terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa lain guna mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau rambu-rambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada masyarakat dan bangsa. Peranan Agama dalam Pengembangan Iptek Nasional
Dalam membahas peranan agama dalam pengembangan iptek nasional ini, saya tidak akan berbicara secara teoritik umum. Mengingat iptek yang kita bicarakan adalah iptek dalam konteks nasional, maka peranan yang dimainkan oleh agama dalam hal ini pun berada dalam konteks nasional pula. Dengan demikian, pertanyaan yang ingin saya jawab dalam bagian ini adalah: Bagaimanakah peran yang diharapkan oleh bangsa Indonesia dari agama dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional?
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang
mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat.
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.
Dalam wujud pertama, pendalaman dan penghayatan ajaran agama akan mendukung
ajaran agama. Sebaliknya, dalam wujud ke dua, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama walaupun tidak sebaliknya terjadi. Pada wujud ke tiga, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk lebih mendalami dan menghayati ajaran agama dan pendalaman serta penghayatan ajaran agama akan mendorong orang untuk mengembangkan iptek.
Pertanyaan selanjutnya adalah "pola hubungan yang manakah yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia terjadi di negara kita ini?" Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu melihat kembali GBHN sebagai cermin keinginan bangsa Indonesia tentang apa yang mereka harapkan terjadi di Indonesia dalam masa 5 atau 25 tahun mendatang.
Kalau kita simak pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan pengembangan iptek dan agama, akan kita lihat bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ke tiga, pola hubungan netral. Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah dikutip di muka,
dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung. Kesan hubungan netral antara agama dan iptek ini juga muncul kalau kita membaca GBHN dalam bidang
pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu kalimat pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama dengan iptek. Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan pengembangan iptek.
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang berbeda. Salah satu asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berarti
"... bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila" (Bab II, C. 1.)
Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional.
Pertanyaan berikutnya adalah "apakah peranan agama terhadap pengembangan iptek seperti yang diharapkan itu telah terjadi?" Dari pengamatan selama ini, saya rasa peranan seperti itu belum terjadi. Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak saling mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan kehidupan beragama diusahakan agar tidak saling tabrak pagar masing-masing. Pengembangan agama diharapkan tidak
menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan.
Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu ada polemik di surat kabar tentang tayangan televisi swasta yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama (misalnya, penonjolan aurat wanita, cerita perselingkuhan, dsb.). Fihak yang berkeberatan mengatakan bahwa hal itu dapat merusak mental masyarakat. Tetapi, fihak yang tidak berkeberaan dengan acara seperti itu mengatakan bahwa 'kalau anda tidak senang dengan acara itu, matikan saja televisinya.' Perusahaan televisi swasta adalah perusahaan yang harus memikirkan keuntungan dan ia akan berusaha
menayangkan film yang digemari masyarakat. Kalau masyarakatnya senang film sex dan sadis, maka film itu pulalah yang akan memperoleh rating tinggi dan diminati oleh pemasang iklan. Ini adalah pemikiran yang sekuler, yang memisahkan urusan dagang dari agama. Tugas pengusaha adalah mencari untung sebanyak-banyaknya, sedang mendidik kehidupan beragama masyarakat adalah tugas guru agama dan ulama. Kasarnya, tugas setan memang menggoda manusia sedang mengingatkan manusia adalah tugas nabi.
Polemik ini diselesaikan dengan penerapan sensor intern dari perusahaan televisi swasta. Kini adegan ciuman bibir antara lelaki perempuan, yang biasa kita lihat di bioskop, tidak akan kita temukan di televisi. Film "Basic Instinct" yang ditayangkan di televisi beberapa waktu yang lalu telah dipotong sedemikian rupa sehingga steril dari adegan sex yang panas.
Ada pula konflik antara ajaran agama dan ajaran ilmu pengetahuan yang diselesaikan dengan cara menganggapnya "tidak ada atau sudah selesai" padahal ada dan belum diselesaikan. Sebagai contoh adalah teori tentang asal usul manusia yang diajarkan di sekolah. Guru biologi mengajarkan bahwa menurut sejarahnya, manusia itu berasa dari suatu jenis tertentu yang kemudian pecah menjadi dua cabang: yang satu mengikuti garis pongid yang akhirnya menjadi kera modern, yang lain mengikuti garis manusia yang berkembang mulai dari manusia kera purba sampai ke manusia modern. Guru agama Islam mengajarkan bahwa, berdasarkan dalil-dalil naqli, manusia itu diciptakan oleh Allah s.w.t. dalam bentuknya seperti sekarang. (Lihat buku teks Biologi SMU untuk kelas tiga dan bandingkan dengan buku teks Pendidikan Agama Islam di SMU).
maka kebingungan lah yang akan menjadi akibatnya. Di Amerika, konflik ini diselesaikan dengan melarang diajarkannya teori ciptaan di seluruh sekolah negeri.
Di Indonesia, konflik di sekolah ini tidak diselesaikan dan dianggap tidak ada. Pelajaran Biologi hanya mengajarkan teori evolusi dalam bidang biologi dan pura-pura tidak tahu bahwa ajaran agama Islam, Kristen, dan Katolik menganut faham creationism (manusia diciptakan). Sebaliknya, Pendidikan Agama Islam mengajarkan teori ciptaan dan menyalahkan teori evolusi tanpa menjelaskan dimana letak kesalahan teori evolusi itu (padahal, sampai saat ini, teori evolusi ini masih menjadi tulang punggung ilmu hayat (biologi). Secara teoritis, keadaan seperti ini akan menghasilkan lulusan SMA yang bingung di bidang asal usul manusia (barangkali gurunya pun bingung!).
Penutup
Sebagai penutup dapat kitas simpulkan bahwa dewasa ini iptek menempati posisi yang amat penting dalam pembangunan nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek bahkan dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif, juga dapat membawa dampak negatif bagi nilai agama dan budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang telah memilih untuk tidak menganut faham sekuler, agama mempunyai kedudukan yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa.
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek secara eksplisit adalal pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu, secara implisit diharapkan bahwa
pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Ini
merupakan tugas yang tidak mudah karena, untuk itu, kita harus menguasai prinsip dan pola pikir keduanya (iptek dan agama). Saat ini baru sebagian kecil saja ummat yang menguasai hal itu dan yang sedikit itu masih belum sempat menulis buku teks yang memadukan kedua hal (agama dan iptek) itu. Dari uraian di atas, ternyata kita baru pada langkah awal dan masih jauh jalan yang harus kita tempuh.
======0====== BAHAN BACAAN
Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993-1998. Jakarta: Majaelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Prawirohartono, Slamet dkk. 1989. Buku Pelajaran Biologi SMA, Jilid 3-A, Semester 5, berdasarkan kurikulum 1984. Jakarta: Penerbit Eralngga.
Watt, W. Montgomery. 1974. The Majesty that was Islam. London: Sidgwick & Jackson.
1 Disajikan dalam Seminar Sehari “Peranan Agama dalam Pengembangan Iptek Nasional” yang diselenggarakan oleh IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 26 Augustus 1996.
2Dalam GBHN 1993-1998 disebutkan "... bahwa agar pembangunan nasional dapat
memberikan kesejahteraan rakyat lahir batin yang setinggi-tingginya, penyelenggaraannya perlu menerapkan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, ..." (Bab II, C. 9.).
Peranan Islam Dalam Perkembangan Iptek
PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN IPTEK A. PENDAHULUAN
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.[2][2]
Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.
Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian. Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
B. PEMBAHASAN
a. Hubungan agama dengan Iptek
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method)[3][3]. Sedang teknologi adalah pengetahuan dan
makalah peranan agama islam dalam iptek
Ditulis pada Oktober 23, 2011 oleh raff193
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Peranan Islam DALAM IPTEK untuk meningkatkan keimanan manusia .kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan . Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar Drs. M.Syafe’i .
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Banjarmasin ,0ktober 2011
Penyusun
i
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Spanyol) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di
Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses
menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin
1 BAB II
PEMBAHASAN
A.Hubungan Agama dan IPTEK
Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):
Pertama,paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari
kehidupan .Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam – yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits– menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat pertama surah Al’Alaq ayat yang artinya “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala
pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islaminilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek.
2
Peranan Islam Dalam Iptek
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah
dibawa oleh Rasulullah Saw.Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yng bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan.
Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.Keberadaan standar manfaat
3
itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya
menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas ,mengkloning manusia manusia, mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya. Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu
dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.
B. Integrasi Pendidikan Iman,Takwa,dan IPTEK
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia
menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan. Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan
(hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201).
Alasan Umat Islam harus menguasai IPTEK
1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
4
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Dampak Kemajuan Islam di Bidang IPTEK
(1) jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5 juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka ini mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa.
(2)Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropa. Penelitian terkait juga mengungkap bahwa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa
universitas.
(3) Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropa akan menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.
5
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam
mengaplikasikan iptek.
firman-Nya:
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut. Paradigma Hubungan Agama-Iptek.
B.SARAN
kemajuan IPTEK sangat berdampak bagi kehidupan manusia didunia. Sebagai generasi muda penerus bangsa sudah selayaknya kita belajar untuk menggunakan dan memanfaatkan Ilmu pengetahuan dan teknologi sebaik mungkin namun tetap berdasar aturan-aturan Agama Islam . Sudah semestinya kita bersatu menguasai IPTEK agar tidak kalah dengan bangsa lain itu. Namun, tetap saja, jika kita telah mendapatkan IPTEK, segeralah imbangi diri anda dengan Iman dan Taqwa
Daftar Pustaka
Kemajuan agama dalam bidang iptek
http://www.Google.Com
http://alcolinz.blogspot.com
http://unisavi.wordpress.com
http://raffy-makalah.blogspot.com
6
Daftar isi
Kata Pengantar……… i Daftar isi……… ii BAB I
Pendahuluan………. 1
BAB II
Pembahasan……….. 2
BAB III
Penutup………. 6
A. Kesimpulan……… 6 B. Saran……….. 6
Daftar Pustaka ii
Islam dan IPTEK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana Pandangan Islam tentang IPTEK?
2. Bagaimana dampak positif dan negatif tentang perkembangan IPTEK?
3. Bagaimana alternatif IPTEK yang Islami?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk memahami pandangan islam tentang IPTEK.
2. Untuk memahami dampak positif dan negatif tentang perkembangan IPTEK.
3. Untuk memahami alternatif IPTEK yang Islami.
PEMBAHASAN
A. Pandangan Islam Tentang IPTEK
Setiap manusia diberikan hidayah dari Allah swt berupa “alat” untuk mencapai dan membuka kebenaran. Hidayah tersebut adalah (1) indera, untuk menangkap kebenaran fisik, (2) naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup manusia secara pribadi maupun sosial, (3) pikiran dan atau kemampuan rasional yang mampu mengembangkan kemampuan tiga jenis pengetahuan akali (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi). Akal juga merupakan penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi, (4) imajinasi, daya khayal yang mampu menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan pengetahuannya, (5) hati nurani, suatu kemampuan manusia untuk dapat menangkap kebenaran tingkah laku manusia sebagai makhluk yang harus bermoral.
Dalam menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Menurut Mehdi Ghulsyani (1995), dalam menghadapi perkembangan IPTEK ilmuwan muslim dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok; (1) Kelompok yang menganggap IPTEK modern bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “islamisasi ilmu pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada pemisahan yang tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEK menurut Islam haruslah bermakna ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk IPTEK yang mampu mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritialitas, martabat manusia secara alamiah. Bukan IPTEK yang merusak alam semesta, bahkan membawa manusia ketingkat yang lebih rendah martabatnya.
sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri. IPTEK akan bermanfaat apabila (1) mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya, (2) dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik), (3) dapat memberikan pedoman bagi sesama, (4) dapat menyelesaikan persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal dapat dikatakan mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam arti luas.
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: a. Berseberangan atau bertentangan.
b. Bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai c. Tidak bertentangan satu sama lain
d. Saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari
penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat.
ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung
untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.
Dalam wujud pertama, pendalaman dan penghayatan ajaran agama akan mendukung pengembangan iptek walau pengembangan iptek tidak akan mendorong orang untuk mendalami ajaran agama. Sebaliknya, dalam wujud ke dua, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama walaupun tidak sebaliknya terjadi. Pada wujud ke tiga, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk lebih mendalami dan menghayati ajaran agama dan pendalaman serta penghayatan ajaran agama akan mendorong orang untuk mengembangkan iptek.
Adapun alasan mengapa kita harus menguasai IPTEK, terdapat tiga alasan pokok, yakni:
1. Ilmu pengetahuan yang berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya,
misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
B. Dampak Positif dan Negatif Tentang Perkembangan IPTEK
Hampir menjadi pengetahuan umum (common sense) bahwa dasar dari peradaban modern adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Iptek merupakan dasar dan pondasi yang menjadi penyangga bangunan peradaban modern barat sekarang ini. Masa depan suatu bangsa akan banyak ditentukan oleh tingkat penguasaan bangsa itu terhadap Iptek. Suatu masyarakat atau bangsa tidak akan memiliki keunggulan dan kemampuan daya saing yang tinggi, bila ia tidak mengambil dan mengembangkan Iptek. Bisa dimengerti bila setiap bangsa di muka bumi sekarang ini, berlomba-lomba serta bersaing secara ketat dalam penguasaan dan pengembangan iptek.
Diakui bahwa iptek, disatu sisi telah memberikan “berkah” dan anugrah yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia. Namun di sisi lain, iptek telah mendatangkan “petaka” yang pada gilirannya mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Kemajuan dalam bidang iptek telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam kehidupan uamt manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.
1. Bidang Sosial dan Budaya
Dampak Positif
Akibat kemajuan teknologi bisa kita lihat
a. Perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin
(1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya.
b. Meningkatnya rasa percaya diri Kemajuan ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena
yang menarik. Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu bangsa akan semakin kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
c. Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi,
akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.
Meskipun demikian kemajuan teknologi akan berpengaruh negatif pada aspek budaya
Dampak Negatif
a. Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar.
Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.
b. Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya
kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
c. Pola interaksi antar manusia yang berubah Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga
2. Bidang Pendidikan
Teknologi mempunyai peran yang sangat penting dalam bidang pendidikan antara lain:
Dampak Positif
a. Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
b. Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam
proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan bantuan teknologi bisa dibuat abstrak.
c. Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka. Dengan kemajuan teknologi proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dengan guru, tetapi bisa juga menggunakan jasa pos internet dan lain-lain.
Dampak Negatif
Disamping itu juga muncul dampak negatif dalam proses pendidikan antara lain:
a. Kerahasiaan alat tes semakin terancam Program tes inteligensi seperti tes Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.
b. Penyalah gunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kriminal. Kita
tahu bahwa kemajuan di badang pendidikan juga mencetak generasi yang berepngetahuan tinggi tetapi mempunyai moral yang rendah. Contonya dengan ilmu komputer yang tinggi maka orang akan berusaha menerobos sistem perbangkan dan lain-lain.
C. Alternatif IPTEK yang Islami
tambah dan tidak memberikan manfaat yang cukup berarti bagi kemajuan dan kemaslahatan umat dan bangsa dalam arti yang seluas-luasnya.
Kekhwatiran ini, cukup beralasan, karena sejauh ini sistem pendidikan kita tidak cukup mampu menghasilkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt sebagaimana diharapkan. Berbagai tindak kejahatan sering terjadi dan banyak dilakukan justru oleh orang-orang yang secara akademik sangat terpelajar, bahkan mumpuni. Ini berarti, aspek pendidikan turut menyumbang dan memberikan saham bagi kebangkrutan bangsa yang kita rasakan sekarang. Kenyataan ini menjadi salah satu catatan mengenai raport merah pendidikan nasional kita. Secara lebih spesifik, integrasi pendidikan imtak dan iptek ini diperlukan karena empat alasan.
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan. Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu (Q.S. An-Nur:39).
(hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201).
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
Kemajuan IPTEK merupakan tantangan yang besar bagi kita. Apakah kita sanggup atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi masing-masing. Diantara penyikapan terhadap kemajuan IPTEK masa terdapat tiga kelompok, yaitu: (1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya.
Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolak ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.
Adapun dampak negatif maupun positif dalam perkembangan iptek, Kemajuan dalam bidang iptek telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam kehidupan umat manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Munawar, Said Aqil, 2002. Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta : Ciputat Press. Shihab, Quraish, 1999. Mukjizat Al-Quran. Bandung: Mizan.
Aditya warman, irfan. 2011. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. http://baroedakunibba.blogspot.com/. 26 Januari 2011.
Sa’aduddin, Nadri. Proletar: Masa Kejayaan Islam Pertama. http://www.mail-archive.com /. Samantho, Y. Ahmad. IPTEK dari Sudut Pandang Islam. http://ahmadsamantho.wordpress.com /. Hafidz. Kegemilangan IPTEK di Masa Khilafah Abbasiyah. http://sobatmuda.multiply.com Solihin, O. Sejarah Kejayaan Islam. http:// gaulislam.com.
Yahya, Harun. Islam: Agama yang Berkembang Paling Pesat di Eropa. www.harunyahya.com
PERANAN IPTEK DALAM ISLAM UNTUK MENINGKATKAN IMAN MANUSIA
Minggu, 27 Oktober 2013
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PERANAN IPTEK DALAM ISLAM
UNTUK MENINGKATKAN IMAN MANUSIA
DOSEN PEMBIMBING:
(nama pembimbing)
DISUSUN OLEH:
NAMA : (nama kamu)
NPM : (npm kamu)
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARY
(UNISKA)
2013 / 1434 H
_________________________________________________________________________
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji bagi Allah Tuhan seru
sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang
tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul ”
PERANAN IPTEK DALAM ISLAM UNTUK MENINGKATKAN IMAN MANUSIA”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar
penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang
begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua
ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah
yang lebih baik lagi.Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini
bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca.
(daerah kamu),(bulan dan tahun pembuatan)
Penyusun
______________________________________________
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
2
2.1. Pengertian IPTEK dan ISLAM
2
2.2. Hubungan IPTEK dan ISLAM
3
2.3. Alasan Umat Islam di tuntut menguasai IPTEK
4
2.4. Dampak IPTEK bagi Keimanan Umat Islam 5
BAB III PENUTUP
8
3.1. Kesimpulan 8
3.2. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA
10
__________________________________________________________________________