• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Smart Water Grid di Indones

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Smart Water Grid di Indones"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Sustainable Development Goals

(SDGs)

Disusun oleh:

Muhammad Faisal Aziz / 18215044

Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika - Institut Teknologi

Bandung

(2)

Daftar Isi

3 Analisis dan Sintesis ... 11

3.1 Analisis kondisi dan permasalahan saat ini ... 11

3.2 Sistem yang diharapkan ... 12

3.3 Peluang teknologi yang tersedia ... 12

3.3.31 Pressure Sensor... 12

3.3.2 Water quality sensors ... 13

3.4 Perencanaan implementasi Smart Water Grid di Indonesia ... 13

3.4.1 Smart Water Grid ... 13

3.4.2 Segi Teknologi dan Informasi ... 14

3.4.3 Sumber daya air ... 15

3.4.4 Sistem jaringan cerdas ... 15

3.5 Perancangan Implementasi ... 16

4 Kesimpulan dan Saran ... 18

Daftar Pustaka ... 19

(3)

Daftar Gambar

(4)

1 Pendahuluan

Sanitasi dan akses yang memadai terhadap air bersih merupakan hak asasi yang harus dimiliki oleh setiap manusia yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai tujuan keenam pada Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2015. Pada tahun 2014, Bank Dunia menyatakan bahwa terdapat 780 juta jiwa tidak memiliki akses air bersih dan lebih dari 2 miliar penduduk bumi tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang berkualitas. Data yang didapatkan dari Riskesdas menunjukkan bahwa sekitar 116 juta orang di Indonesia tidak mendapatkan sanitasi yang memadai. Adapun dalam konferensi yang diselenggarakan oleh World Bank Water Sanitation Program (WSP) mengungkapkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua sebagai negara dengan sanitasi terburuk. Menurut data yang dipublikasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki fasilitas sanitasi.

Akses terhadap sumber daya air dan fasilitas sanitasi merupakan dua hal yang saling berkaitan, sehingga sanitasi yang baik tentunya tidak mungkin terwujud tanpa adanya ketersediaan air bersih yang cukup dan berkualitas tinggi. Menurut Permenkes nomor 416 tahun 1990, air bersih merupakan air yang memenuhi persyaratan dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, cuci, dan kakus. Dalam pemenuhan ketersediaan air bersih dapat dilakukan dari berbagai sumber yang diperoleh, seperti air tanah (air sumur), air permukaan (air yang berasal dari sungai, danau, atau laut), dan air hujan.

(5)

hari per tahun. Jumlah tersebut menjadikan air hujan sebagai suatu potensi sumber air bersih yang mudah diperoleh.

Namun, dalam praktiknya sering ditemui kasus bahwa terjadi kasus kekeringan dan krisis air bersih di berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun dari Pusat Pengendali Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 105 kabupaten/kota, 715 kecamatan, serta 2726 kelurahan/desa di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara yang mengalami krisis air bersih yang diakibatkan oleh musim kemarau pada 2017. Akibatnya, terdapat 3,9 juta jiwa terdampak kekeringan. Kekeringan juga melanda sekitar 56.300 hektar lahan pertanian, sehingga sekitar 18.500 hektar lahan pertanian mengalami gagal panen yang disebabkan kemarau pada 2017.

Berdasarkan studi neraca air yang dilakukan oleh Kementerian PU pada 1995 diketahui surplus air bersih hanya terjadi pada musim hujan dengan durasi 5 bulan. Dengan demikian, terjadi defisit air bersih pada musim kemarau, yaitu sekitar 7 bulan. Dengan demikian, ketersediaan air tidak dapat memenuhi kebutuhan selama musim kemarau bagi penduduk di pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bappenas pada 2007, ketersediaan air bersih tidak mencukupi untuk kebutuhan pada musim kemarau, terutama di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Terdapat sekitar 77 persen kabupaten/kota memiliki satu hingga delapan bulan defisit air dalam setahun.

(6)

menunjukkan terdapat keterkaitan antara sanitasi, ketersediaan air bersih, dan penyakit.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sumber air yang dimiliki suatu daerah menjadi kering, diantaranya adalah kurangnya daerah resapan air hujan, sehingga air hujan tidak dapat meresap ke tanah dan mengakibatkan cadangan air tanah semakin sedikit. Selain itu, terbatasnya daerah resapan air hujan akan mengakibatkan air hujan langsung mengalir ke badan air yang bermuara di laut.

Sebagai salah satu sumber air bersih, kualitas air hujan di Indonesia dapat dikatakan cukup baik. Menurut BMKG pada 2017, kualitas air hujan di beberapa daerah di Indonesia masih memenuhi syarat sebagai sumber air bersih, bahkan sebagai bahan baku air minum.

Dalam karya ilmiah ini akan membahas mengenai perancangan teknologi Smart Water Grid untuk mengatasi permasalahan krisis air bersih dan sanitasi dalam rangka mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke 6.

Dalam penyusunan makalah ini memiliki tujuan umum sebagai berikut.

1. Memberikan rekomendasi berdasarkan tinjauan pustaka dan analisis yang bertujuan untuk memperbaiki sistem tata kelola air bersih yang ada pada saat ini.

2. Mengintegrasikan subsistem-subsistem terkait pengelolaan air, seperti daerah resapan air, bendungan, dan manajemen air bersih dalam rangka meningkatkan akses terhadap air bersih di Indonesia.

(7)

teknologi di dunia yang mendukung implementasi solusi yang ditawarkan oleh penulis.

2 Telaah Pustaka

2.1 SDGs

Menurut Bappenas, tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah suatu kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. SDGs diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal, terintegrasi, dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan. SDGs terdiri atas 17 tujuan dan 169 target dalam rangka melanjutkan upaya dan mencapaian Millennium Development Goals (MDGs).

Pada tujuan pembangunan berkelanjutan poin keenam yaitu air bersih dan sanitasi layak bertujuan untuk menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Adapun fokus dari tujuan tersebut terletak pada ketersediaan pangan, air bersih, dan energi yang merupakan dasar dari kehidupan. Perubahan yang terpenting dari konsumsi berkelanjutan dan produksi didorong oleh faktor teknologi, inovasi, desain produk, pedoman kebijakan, pendidikan, dan perubahan perilaku. Dalam tujuan keenam SDGs, terdapat capaian-capaian sebagai berikut.

1. Pada tahun 2030, mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua.

(8)

3. Pada tahun 2030, meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya, mengurangi setengah proporsi air limbah yang tidak diolah, dan secara signifikan meningkatkan daur ulang, serta penggunaan kembali barang daur ulang yang aman secara global.

4. Pada tahun 2030, secara signifikan meningkatkan efisiensi penggunaan air di semua sektor, dan menjamin penggunaan dan pasokan air tawar yang berkelanjutan untuk mengatasi kelangkaan air, dan secara signifikan mengurangi jumlah orang yang menderita akibat kelangkaan air.

5. Pada tahun 2030, menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu di semua tingkatan, termasuk melalui kerjasama lintas batas yang tepat. 6. Pada tahun 2020, melindungi dan merestorasi ekosistem terkait sumber

daya air, termasuk pegunungan, hutan, lahan basah, sungai, air tanah, dan danau.

7. Pada tahun 2030, memperluas kerjasama dan dukungan internasional dalam hal pembangunan kapasitas bagi negara-negara berkembang, dalam program dan kegiatan terkait air dan sanitasi, termasuk pemanenan air, desalinasi, efisiensi air, pengolahan air limbah, daur ulang dan teknologi daur ulang.

8. Mendukung dan memperkuat partisipasi masyarakat lokal dalam meningkatkan pengelolaan air dan sanitasi.

2.2 Teknologi

Smart Grid

(9)

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi, meningkatnya kehandalan sistem tenaga, dan mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan dengan lebih optimal.

Dengan teknologi Smart Grid, konsumen dapat mengatur pemakaian energi listrik dari konsumen untuk keperluan mereka. Teknologi kendali otomatis dan sensor-sensor yang terdapat pada Smart Grid memungkinkan pengaturan pengaktifan energi listrik secara otomatis dengan mempertimbangkan sumber daya listrik yang tersedia. Teknologi tersebut tidak hanya terdapat pada aspek konsumen, namun juga terdapat dari sisi sistem. Hal ini memungkinkan apabila terjadi defect atau kerusakan pada suatu jalur pengiriman energi, maka rute pengiriman energi akan diubah melalui jalur lain yang tersedia. Keseluruhan data yang didapatkan akan dikirimkan kepada perusahaan terkait untuk menentukan strategi pengembangan yang berkelanjutan.

Adapun karakteristik Smart Grid adalah sebagai berikut.

1. Partisipasi pengguna dalam sistem. Pengguna layanan dapat menyeimbangkan supply dan demand dengan melakukan pengaturan penggunaan energi.

2. Mengakomodasi seluruh sumber energi dan pilihan penyimpanan. 3. Memungkinkan terbentuknya produk, layanan, dan pasar baru. 4. Menyediakan kualitas pada batasan yang diperlukan.

5. Optimisasi aset dan efisiensi operasi.

6. Kelenturan terhadap gangguan, serangan, dan bencana alam.

Adapun cakupan dari teknologi Smart Grid adalah sebagai berikut.

1. Wide Area Monitoring and Control.

(10)

Sistem analitik teknologi pemantauan dan kontrol yang meliputi Wide Area Monitoring Awareness (WASA), Wide Area Monitoring System (WAMS), dan Wide Area Adaptive Protection, Control, and Automation (WAAPCA). Keluaran dari sistem analitik ini adalah data untuk membantu proses penentuan keputusan, mitigasi risiko, dan perbaikan kapasitas dan kehandalan sistem.

2. Integrasi Teknologi Informasi, dan Komunikasi

Melakukan pertukaran dua arah informasi antara pemangku kepentingan dan memungkinkan penggunaan dan tatan kelola grid yang lebih efisien.

2.3

Smart Water Grid

Smart Water Grid (SWG) adalah suatu sistem manajemen air cerdas yang dikombinasikan dengan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pada saat ini. Tujuan dari SWG adalah mengembangkan kendali terhadap sumber daya air dengan efisiensi tinggi dan berkelanjutan pada tingkatan sistem, infrastruktur, pengelolaan debit air, dan sumber daya air yang akan didistribusikan dan dikendalikan secara efisien.

Adapun teknologi utama yang digunakan dalam implementasi adalah Teknologi Informasi, telekomunikasi, dan sumber daya air. Dari ketiga unsur tersebut akan diintegrasikan sehingga memungkinkan penggunaan sumber daya secara efektif, mencegah kebocoran pipa dan sumber daya air, dan interaksi antara penyedia layanan air bersih dengan konsumen.

(11)

3 Analisis dan Sintesis

3.1 Analisis kondisi dan permasalahan saat ini

Saat ini di Indonesia, struktur jaringan distribusi air berbasis secara sentral pada perusahaan tertentu dimana pengelolaan dari air bersih terbatas. Keterbatasan tersebut terdiri atas kurangnya efisiensi penggunaan sumber daya air bersih, tidak seimbangnya antara supply dan demand air bersih pada pemukiman, industri, dan sektor agraris. Adapun kekurangan lainnya yang masih terjadi adalah terdapat kebocoran air bersih melalui media pipa, kebutuhan perawatan pipa air membutuhkan biaya yang tinggi, rendahnya efisiensi pengelolaan air bersih, dan kurangnya integrasi antar sumber daya air yang berada pada suatu kota.

Pada saat ini, di beberapa kota di Indonesia masih mengandalkan penampungan air hujan. Namun, dengan tingkat pertumbuhan urbanisasi di Indonesia yang rata-rata sebesar 4,1% per tahunnya, maka akan mengakibatkan jumlah kebutuhan sumber daya air bersih semakin banyak tiap tahunnya dan permasalahan yang ada akan semakin buruk seiring berjalannya waktu.

Kondisi jaringan distribusi air secara konvensional berada pada satu sisi saja, yaitu dari pihak penyedia sumber daya air kepada pengguna. Sistem ini biasanya menggunakan bendungan sebagai sumber daya air dan pengolaan sisa setelah didistribusikan. Namun, dalam pendistribusiannya, terjadi water leakage, yaitu kebocoran pipa air yang menyebabkan deficiency pada sistem distribusi air bersih. Adapun tingkat kebocoran air pada saat ini mencapai 50%. Kebocoran pipa adalah faktor utama dari kegagalan sistem distribusi air yang mengakibatkan inefisiensi distribusi air.

(12)

konstan sepanjang hari yang menyebabkan adanya oversupply dan krisis air di saat-saat tertentu.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada, diperlukan sebuah sistem pengelolaan air bersih yang dapat mengelola air bersih secara real time. Dengan mengintegrasikan antara teknologi informasi dan komunikasi dengan sistem distribusi air, diharapkan sistem yang baru berupa Smart Water Grid dapat mengatasi permasalahan-permasalahan pada distribusi sistem air yang meningkatkan efisiensi dari setiap komponen pada sistem tersebut.

3.2 Sistem yang diharapkan

Untuk mengatasi permasalahan inefisiensi penggunaan air yang menyebabkan adanya krisis air bersih, diperlukan sistem distribusi yang baru. Sistem desentralisasi distribusi air adalah sistem yang menjadi alternatif dan lebih layak secara ekonomi, dapat mengurangi kebocoran pipa air, dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya air alternatif, seperti air hujan. Dengan digabungkannya sistem distribusi yang terdesentralisasi dengan teknologi informasi, dapat mengurangi permasalahan-permasalahan yang ada. Tujuan jangka panjang dari adanya sistem ini adalah untuk memantau dan mengelola distribusi air bersih secara real-time, dan mendeteksi krisis air secara dini dan mengontrol suplai air bersih kepada konsumen. Selain itu, terdapat juga sensor untuk mendeteksi berkurangnya kualitas air.

3.3 Peluang teknologi yang tersedia

Terdapat teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan sistem distribusi air bersih, yaitu sebagai berikut.

3.3.31 Pressure Sensor

(13)

3.3.2 Water quality sensors

Untuk mengetahui kualitas air bersih, diperlukan sensor pada titik-titik distribusi air pada suatu kota, dimana sensor tersebut berfungsi untuk mendeteksi kualitas air bersih. Dari data yang didapat secara real time ini, dapat dipantau kualitas air yang terdapat pada suatu daerah pada suatu kota. Terdapat beberapa parameter kualitatif terhadap kualitas air seperti pH, konduktivitas, dan turbiditas. Setelah itu, dilakukan analisis data menggunakan Event Detection System untuk mendeteksi kualitas air pada jaringan distribusi air pada suatu kota. Pengembangan dari perangkat lunak tersebut digunakan untuk mensimplifikasi distribusi air dari konsumen kedalam zona-zona virtual. Dari hal tersebut, dapat diketahui kualitas air pada setiap desa dan kecamatan yang dapat dipantau secara real time oleh pihak-pihak terkait.

3.4 Perencanaan implementasi

Smart Water Grid

di Indonesia

3.4.1 Smart Water Grid

Platform tersebut membagi sistem distribusi air bersih pada suatu kota ke dalam distribusi-distribusi yang lebih kecil untuk memastikan bahwa terdapat sistem desentralisasi yang lebih stabil, sehingga pengelolaan lebih baik dan dapat menyimpan dalam jumlah banyak. Setiap subsistem tersebut wajib memiliki grid (yang kemudian akan disebut meso-grid), yang terdiri atas sumber air bersih, pengelolaan air bersih, distribusi ke pemukiman atau industri atau agraris. Pada setiap meso-grid pada sistem distribusi terdesentralisasi, meso-grid dapat saling berinteraksi dengan sistem pada pusat berdasarkan ketersediaan sumber daya air pada setiap meso-grid.

(14)

industri. Sehingga, dengan sistem ini menggunakan air bersih dalam jumlah sedikit sehingga memungkinkan tidak adanya air bersih yang terbuang.

Berikut adalah siklus hidup pada sistem Smart Water Grid

Gambar 1. Siklus hidup sistem Smart Water Grid

Dengan adanya sensor yang dapat mengatasi kebocoran, jika terjadi kebocoran maka distribusi air ke area tersebut dialihkan ke pipa lain. Dengan kata lain, central reservoir pada sistem bertindak sebagai penyuplai utama air bersih ke area pemukiman apabila terjadi kontaminasi atau malfungsi pada sistem air. Hal ini juga akan terjadi apabila permintaan terhadap air bersih meningkat secara drastis, maka central reservoir akan mengirimkan jumlah air bersih yang diperlukan ke area tersbeut.

Air kotor yang akan diolah kembali pada jaringan distribusi air dalam rangka memastikan tidak ada air yang terbuang. Air kotor ditampung dalam reservoir untuk mengelola jaringan air kotor.

3.4.2 Segi Teknologi dan Informasi

(15)

sendiri tanpa diperlukannya pengelolaan khusus. Namun apabila terdapat gangguan pada satu atau lebih grid, maka pihak manajemen di pusat akan mengambil alih kendali dan membuat penyesuaian pada sistem. Bagian teknologi informasi juga memantau kebocoran dan kualitas air untuk dianalisis dan diberikan hasilnya ke pihak manajemen. Selain itu, teknologi informasi mengkombinasikan antara data dan energi untuk meningkatkan efisiensi pada setiap grid dan meminimalisir konsumsi energi.

Gambar 2. Manajemen dan Teknologi Informasi pada Smart Water Grid

3.4.3 Sumber daya air

Sumber daya air yang terjamin kualitasnya menjadi salah satu hal krusial dalam siklus air yang berkelanjutan. Meskipun terdapat banyak sumber air pada suatu wilayah perkotaan, termasuk diantaranya air kotor yang telah diolah, hanya sebagian kecil yang dapat didistribusikan. Dalam pengambilan keputusan terkait hal tersebut, diperlukan parameter yaitu kualitas, kelayakan, dan lokasi.

3.4.4 Sistem jaringan cerdas

Sistem ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu diagnosa dan kolaborasi. Integrasi dari sensor dapat menjamin kualitas air, kuantitas air, dan tekanan yang dapat digunakan untuk menciptakan aliran data terkait jaringan air. Dalam sistem ini, terdapat diagnosis secara otomatis menggunakan telemetri.

(16)

kebocoran air berdasarkan pipa-pipa yang ada pada setiap grid. Pada layer ini memanfaatkan sensor pada setiap area yang dikontrol dan mengontrol aliran air pada setiap zona. Data yang didapatkan akan diberikan kepada network layer. Pada network layer, dilakukan pengiriman data dari sensor ke dalam aplikasi yang terletak pada manajerial. Pada application layer, terdiri atas aplikasi yang akan memantau kualitas dan distribusi air, dan data center untuk pengelolaan data. Dari layer ini akan dihasilkan informasi-informasi terkait yang akan membantu dalam pengambilan keputusan strategis oleh manajemen yang mengatur air bersih.

3.5 Perancangan Implementasi

Dalam implementasi sistem Smart Water Grid di Indonesia, terdapat roadmap yang akan digunakan selama implementasi sistem di Indonesia. Terdapat empat tahapan yang akan digunakan dalam implementasi sistem di Indonesia.

Tahapan pertama adalah perencanaan dan analisis. Fase pertama dalam tahapan ini akan dilakukan analisis terhadap kondisi dan keadaan air bersih pada setiap daerah dan bagaimana untuk mengatasi permasalahan yang ada pada saat ini. Fase berikutnya adalah melakukan perancangan terhadap konsep Smart Water Grid yang akan digunakan pada suatu kota. Fase terakhir dari tahapan ini adalah memastikan konsep rancangan sesuai dengan permasalahan, hasil dokumen analisis AMDAL, dan perencanaan lahan dan tata ruang kota yang diperlukan dalam menunjang pembangunan infrastruktur terkait Smart Water Grid.

(17)

dengan mempertimbangkan kelayakan dari desain yang dibuat. Apabila terdapat kesalahan atau kekurangan, maka akan dilakukan perbaikan terhadap desain yang telah dibuat.

Tahapan berikutnya adalah tahapan rekayasa. Fase pertama dari tahapan ini adalah melakukan perancangan secara detail untuk pengembangan sistem baik dari sudut pandang tekonologi informasi, manajemen, maupun dari segi distribusi air dan aliran air. Fase berikutnya adalah melakukan pembangunan sistem Smart Water Grid, baik dari segi infrastruktur maupun segi teknologi informasi. Fase terakhir adalah melakukan integrasi dan pengetesan. Apabila terdapat kegagalan sistem, maka akan dilakukan perbaikan sehingga dapat menghasilkan sistem baru yang berjalan secara baik. Integration test diperlukan agar sistem tersebut dapat berjalan secara baik dan terintegrasi.

(18)

4 Kesimpulan dan Saran

Dalam upaya menanggulangi krisis air bersih yang merupakan permasalahan yang kritis di Indonesia, dapat dimanfaatkan teknologi Smart Water Grid. Smart Water Grid adalah suatu teknologi yang merupakan hasil dari integrasi antara manajemen air bersih dengan teknologi informasi untuk emmastikan kualitas dan kuantitas air bersih yang terjamin untuk suatu kota. Smart Water Grid juga berfokus pada konsumsi air bersih pada masyarakat dan industri, yang dikarenakan konsumsi pada keduanya saling terkait satu sama lain.

Smart Water Grid juga mengintegrasikan antara infrastruktur air bersih, manajemen risiko kebocoran air, analisis data, dan sensor-sensor terkait untuk mendeteksi kebocoran air pada suatu daerah dan kebutuhan air pada suatu daerah.

Pengembangan teknologi Smart Water Grid akan memungkinkan dampak positif sebagai berikut.

1. Pemantauan terhadap kondisi aset pemerintah dan pengelolaan infrastruktur air bersih secara berkala. Dengan adanya teknologi yang lebih baik, data terkait kondisi infrastruktur dapat diketahui secara lebih jelas dan meminimalisir resiko yang akan timbul.

2. Pemantauan terhadap kualitas air bersih.

3. Pemantauan terhadap kondisi pipa dan tekanan air.

4. Pemantauan terhadap informasi konsumsi air bersih oleh pengguna untuk memudahkan pengguna dalam melakukan penghematan air.

(19)

Daftar Pustaka

[1] J.R. Newbold, Comparison and simulation of a water distribution network in EPANET and a new generic graph trace analysisbased model, MSc. Thesis, Environmental Engineering Department, Virginia Polytechnic Institute and State University, 2009

[2] S.R. Basu, H.A.C. Main, Calcutta’s water supply: Demand, governance and environmental change, Appl. Geogr. 21 , 2001, halaman 23–44

[3] G. Olsson, Automation development in water and wastewater systems, Environ. Eng. Res. 16(4) .2011. Halaman 197–200.

[4] V. Babovic, J.-P. Dre ´court, M. Keijzer, P. Friss Hansen, A data mining approach to modelling of water supply assets, Urban Water 4(4), 2002, halaman 401–414

[5] M. Peter-Varbanets, C. Zurbru ¨gg, C. Swartz, W. Pronk, Decentralized systems for potable water and the potential of membrane technology, Water Res. 43(2), 2009, halaman 245–265.

[6] Y.-S. Xu, Y.-D. Mei, T. Yong, Combined forecasting model of urban water demand under changing environment, in: Proceedings of the 2011 International

Conference on Electric Technology and Civil Engineering, ICETCE 2011, Lushan, China, Art. no. 5775448, 2011, halaman 1103–1107.

[7] Allen M, Preis A, Iobal M, Srirangarajan S, Lim HB, Girod L, Whittle AJ. 2011. Real-time in-network distribution system monitoring to improve operational efficiency. Am Water Works Assoc J 103(7):63

[8] Hamilton S, Charalambous B.2013. Leak detection: Technology and Implementation. 1st ed. IWA Publishing. London.

(20)

[10] Seung Won Lee, Sarper Sarp, Dong Jin Jeon, Joon Ha Kim, 2015, Smart Water Grid : The Future Water Management Platform, Desalination and Water

Treatment, 55:2, halaman 339-346

[11] Abang AT, 2012. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Anak Balita Di Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai

Kartanegara. Tesis. Universitas Gadjah Mada, 2012.

[12] SDGs Indonesia, 2017. Menjamin Ketersediaan Serta Pengelolaan Air Bersih Dan Sanitasi Yang Berkelanjutan Untuk Semua.

[13] Permenkes. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan

No.492/MENKES/PER/IV/2010. Persyaratan Kualitas Air Minum.

[14] Unicef, 2012. Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan (unicef, 2012).

[15] Permenkes 416/1990. Syarat Kualitas Air Bersih

[16] Badan Pusat Statistik, 2015. Curah hujan di Indonesia.

[17] Kementerian Pekerjaan Umum. 1995. Studi Neraca Air

[18] Britton, T.C., Stewart, R.A.,& O'Halloran, K.R. 2013. Smart metering: enabler for rapid and effective post meter leakage identification and water loss

(21)

Lampiran

(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

Gambar

Gambar 1. Siklus hidup sistem Smart Water Grid
Gambar 2. Manajemen dan Teknologi Informasi pada Smart Water Grid

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu sutradara harus mampu bekerja sama dalam proses casting, mengarahkan tema dan teknis pengambilan gambar dan segala aspek kreatif yang berhubungan dengan pembuatan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Pendidikan kewirausahaan masyarakat.. yang diwujudkan dalam program Desa Vokasi yang memiliki

Prinsip kerja alat ini didasarkan pada fenomena pemvakuman dibawah 1 atm agar menurunkan titik didih pelarut sehingga komponen minyak jeruk purut yang terkandung tidak rusak dan

Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam pengenalan karakter Sandi Rumput Pramuka perlu mencoba metode kalasifikasi yang lain sebagai perbandingan, diantaranya

Data juga dianalisis untuk melihaty hubungan antara ketersediaan unit sistem informasi di rumah sakit dan tenaga berlatar belakang pendidikan TI dengan level

Semesta Nusa Televisi INEws TV Manokwari Papua Barat Manokwari LPS TV B-1320 16 September 2016 Perpanjangan IPP Prinsip..

Menerapkan kontroler PI (Proporsional Integral) pada plant pengendalian suhu yang digunakan pada sistem pemanas bearing secara trial and error dengan mikrokontroler ATmega 8535

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan strategi Tutor Teman Sebaya yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas V Sekolah