• Tidak ada hasil yang ditemukan

Globalisasi Hasil dari Interaksi Hubunga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Globalisasi Hasil dari Interaksi Hubunga"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Globalisasi: Hasil dari Interaksi Hubungan Internasional

Pernahkah kalian mendengar dongeng klasik Budha tentang “Enam Murid Buta dan Seekor Gajah”? Keenam murid yang buta tersebut tidak pernah tahu bagaimana bentuk gajah dan bahkan mereka tidak pernah mendengarnya. Pada akhirnya keenam murid tersebut memutuskan untuk menyentuh binatang tersebut. Salah satu murid menyentuh belalainya yang panjang, maka ia berpendapat bahwa gajah berbentuk seperti ular. Murid yang lain menyentuh kaki binatang tersebut, maka ia berpendapat bahwa gajah adalah binatang yang seperti pilar keras. Murid ketiga memegang ekornya, maka ia beranggapan bahwa gajah adalah binatang yang mirip dengan sikat yang berbulu dan lentur. Dan murid yang lainnya menyentuh bagian yang berbeda dari binatang tersebut, maka mereka memiliki pendapat yang berbeda. Cerita ini menunjukan bahwa Hubungan Internasional memiliki perspektif yang berbeda (Dugis, 2014). Sama halnya dengan globalisasi, cerita tersebut juga dapat menggambarkan tentang pengertian globalisasi dari para penstudi yang berbeda.

Kata globalisasi berasal dari kata global yang dapat diartikan menjadi internasional atau universal, globalisasi bisa juga disebut sebagai suatu proses sosial atau bisa juga merupakan suatu proses sejarah, proses budaya atau bisa jadi proses politik (Sudjono, 2008). Sedangkan, globalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “global” yang berarti secara keseluruhan. Globalisasi berarti proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak ada lagi sekat–sekat pembatas diantaranya. Dalam arti literal, globalisasi adalah sebuah perubahan sosial, seperti dalam bentuk bertambahnya saling keterkaitan di antara masyarakat sehingga munculah “Transkulturasi”.

(2)

menurut Thomas L. Friedman, globalisasi mencakup tiga dimensi, yaitu (1) dimensi ideologi, yakni kapitalisme dan nilai-nilai yang ada; (2) dimensi ekonomi, yakni “pasar bebas” yang disertai aturan dan nilia yang menyertai di dalamnya. Seperti adanya kesepakatan untuk akses keluar–masuknya barang dan jasa dari satu negara ke negara lain; (3) dimensi teknologi informatika, yakni dengan terciptanya masyarakat yang ahli teknologi yang seolah-olah tanpa mengenal batas (borderless) (Sudjono, 2008).

Dr. Roeslan Abdulgani, mantan menteri luar negeri dan duta besar Indonesia untuk PBB, mengidentifikasi globalisasi sebagai suatu proses atau penciptaan kondisi sedemikian rupa yang di dalamnya mengandung arti aktivitas menuju ke arah penduniaan yang kesemuanya menggambarkan suatu proses penyebaran berbagai hal ke seluruh dunia yang meliputi berbagai bidang, yakni ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, sistem pertahanan dan keamanan, informasi, iptek, dan lain sebagainya (Sudjono, 2008). Beliau, memprediksikan bahwa sampai akhir abad keduapuluh dunia akan diwarnai dengan tiga kecenderungan, yaitu: (1) détente diantara negara adidaya; (2) konvergensi sistem komunis dengan kapitalis; (3) persaingan antara negara industri maju dengan negara yang sedang berkembang (Sudjono, 2008).

(3)

periodisasi pun masih terdapat banyak perbedaan. Scholte juga menjelaskan mengenai beberapa penstudi yang memiliki pandangan berbeda tentang globalisasi seperti: Gamble (1994), globalisasi ketika adanya migrasi antarnegara; Robertson (1992), Globalisasi muncul saat zaman modern; Rosenau (1990); Harvey (1989); Chase Dunn (1989). Namun dari beberapa pendapat para penstudi ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa globalisasi ada saat pendangan-pandangan para penstudi ini dikombinasikan dari para penstudi tersebut (Scholte, 2001).

Scholte sendiri pernah berpendapat, bahwa globalisasi dapat diartikan dalam empat macam definisi, yaitu: (1) Internationalization¸dikatakan seperti ini karena globalisasi melingkupi tatanan global antarnegara di seluruh dunia; (2) Liberalization, ini berarti adanya kebebasan dalam menentukan suatu hal tanpa terikat apapun; (3) Universalization, berarti tidak adanya batasan-batasan sebagai pemisah; dan (4) Westernization/Modernization, adanya penerapan kehidupan modern dalam tatanan masyarakat global yang diawali oleh berkembangnya negara-negara dikawasan barat (Scholte, 2001).

(4)

Seperti yang telah dikatakan oleh kaum realis sebelumnya, bahwa sebelum adanya globalisasi, negara merupakan aktor utama dalam Hubungan Internasional. Negara mendominasi dinamika Hubungan Internasional. Tetapi setelah adanya globalisasi, tidak hanya negara saja yang menjadi aktor. Ada pula aktor-aktor non-negara yang mulai bermunculan sesuai dengan fungsi dan kepentingannya masing-masing dalam tiap bidangnya. Dengan adanya globalisasi aktor-aktor non-negara yang sebenarnya berpotensi dapat ikut serta berkontribusi dalam interaksi Hubungan Internasional. Jadi, aktor yang sebelumnya tidak begitu signifikan perannya dalam sistem internasional, dengan adanya globalisasi tadi aktor-aktor tersebut justru mempengaruhi sistem internasional itu sendiri (Smith & Baylish, 2001).

Globalisasi juga memberikan dampak yang besar dalam Hubungan Internasional. Menurut Smith & Baylis (2001), globalisasi tidak hanya memberi dampak tentang sistem politik, negara, pemerintah ataupun perang saja, melainkan juga dampak tentang segala aspek yang menyangkut interaksi yang dapat melibatkan aktor-aktor suatu negara. Globalisasi juga dapat memberikan manfaat kepada negara untuk berkerja sama dengan negara lain, karena adanya rasa saling membutuhkan antara satu negara dengan negara yang lain. Namun globalisasi juga seperti pisau bermata dua, lobalisasi akan memberikan dampak negative jika keberadaannya disalah-gunakan. Contohnya seperti internet, dalam era globalisasi internet sangat dibutuhkan untuk mengakses informasi terbaru. Namun akan berdampak negative bila disalah-gunakan, seperti mengakses situs porno dan informasi negative lainnya. Contoh negatif lainnya adalah adanya gaya hidup seseorang yang mengikuti gaya hidup orang barat atau biasa disebut dengan westernisasi. Hal ini lah yang menjadi pertanyaan kita, bagaimana kita membatasi globalisasi yang tanpa batas?

(5)

masing. Kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap negara kita sehingga hal tersebut menjadikan identitas nasional kita. Seperti yang telah dibahas dalam beberapa minggu yang lalu, nasionalisme merupakan filter kita untuk menghadapi era globalisasi ini.

Referensi :

Dugis, Vinsensio (2014)

Scholte, Jan Aart. (2001) The Globalization of World Politics, in Baylis, John & Steve Smith. The Globalization of World Politics. 2nd ed. Oxford University Press.

Smith, Steve & John Baylis. (2001) Introduction, in Baylis, John & Steve Smith. The Globalization of World Politics. 2nd ed. Oxford University Press.

Steger, Manfred B. (2002) Globalism, The New Market Ideology. USA: Lowman & Littlefield Publishers, Inc.

Sudjono, Haridadi, ed. Haryo Sasongko. (2008) Globalisasi. Depok: Lembaga Humaniora.

Soeprapto, R. (1997) Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi, dan Perilaku. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

http://faiz-reyhandhika-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-89594-Pengantar%20Ilmu %20Hubungan%20Internasional-Globalisasi%20dan%20Implementasinya.html

Referensi

Dokumen terkait