• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Data Pengamatan Parameter M (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbandingan Data Pengamatan Parameter M (2)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

61 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIDANG KLIMATOLOGI DAN KUALITAS

UDARA

KAJIAN TENTANG KINERJA PERALATAN KLIMATOLOGI DAN KUALITAS

UDARA

Perbandingan Data Pengamatan Parameter Meteorologi Antara Metode Manual

Dan Otomatis Melalui Otomasi Instrumen Cuaca Dan Iklim Menggunakan

Agroclimate Automatic Weather Station

Pengarah : Prof. Dr. Edvin Aldrian, B. Eng, M. Sc

Penanggungjawab : Dr. Erwin Eka Syahputra Makmur, M. Si

Ketua/Koordinator : Radyan Putra Pradana, SP

Peneliti : Ratna Satyaningsih, M. Si, Jose Rizal, M. Kom, Asmono Harya Widarto,

M. Si, Kurnia Endah Komalasari, S. Si, Imelda Ummiyatul Badriyah, ST, Yuaning Fajariana, S. Kom, Joko Budi Utomo, S. Si, Ariffudin, ST, Muhammad Ridwan N., M. Kom

Narasumber

: Brian Yuliarto, Ph. D

ABSTRAK

Untuk meningkatkan kualitas dan penyajian ketersediaan data observasi parameter meteorologi secara real time dan kontinyu diperlukan perubahan sistem kinerja instrumen secara bertahap dari teknologi manual menjadi teknologi otomatis. Selain mengefisienkan biaya operasional di lapangan, otomasi AWS juga dinilai lebih efektif dalam penggunaan teknologi informasi yang meminimalkan efek human error. Kajian ini dilakukan sebagai validasi awal (preliminary), uji sampling antara data observasi manual dengan data otomatis dari peralatan Agroclimate Automatic Weather Station (AAWS) terkait dengan tersedianya informasi tentang kualitas data (reliability) yang dihasilkan dari alat AAWS terhadap data observasi manual. Sebagai studi awal dilakukan analisis perbandingan terhadap parameter curah hujan, kelembapan relatif dan suhu dari kedua data hasil pengamatan manual dan otomatis di 4 (empat) lokasi sampling. Data pengukuran otomatis 10 an (5 menit-an untuk Stasiun Sicincin I) diperiksa kontinyuitasnya berdasarkmenit-an keteraturmenit-an waktu pencatatmenit-an dmenit-an ada/tidaknya data kosong pada waktu tersebut. Error pengukuran AAWS terhadap pencatatan synop bervariasi dari stasiun ke stasiun dan berbeda-beda untuk masing-masing parameter. Mean error pengukuran AAWS untuk parameter curah hujan di Stasiun Dramaga, Stasiun Sicincin, Stasiun Banyuwangi, dan Stasiun Kediri berturut 1.29 mm, 0.02 mm (untuk data yang lebih baru), 2.2 mm, dan 0.07 mm. Namun, perlu dicatat bahwa data yang dianalisa umumnya pada kondisi musim kemarau sehingga nilai mean error kecil. Untuk parameter temperatur, mean error pengukuran AAWS di Stasiun Sicincin (dengan data yang lebih baru) dan Stasiun Kediri 0.69 C. Namun, confidence limit untuk mean error di Stasiun Sicincin kecil, yaitu 0.07 C sedangkan di Stasiun Kediri sebesar 0.3 C. Di Stasiun Banyuwangi rata-rata error sebesar untuk parameter temperatur sebesar -3.2 C tapi dengan confidence limit 0.1 C. Mean error pengukuran parameter kelembapan relatif di Stasiun Sicincin (data terbaru), Stasiun Banyuwangi, dan Stasiun Kediri berturut-turut adalah 1.1%, 2%, dan -4.9% dengan confidence limit yang kurang lebih sama, yaitu ~0.7%. Perlu dilakukan pendekatan statistik dengan metode yang lain untuk dapat menemukan faktor koreksi yang paling tepat dan turut dilakukan analisis parameter-parameter iklim yang lain pula, selain dari yang telah dianalisis dalam kajian ini (kelembapan relatif, curah hujan dan temperatur) untuk mendapatkan hasil yang lebih lengkap. Dalam penelitian ini, analisis masih berupa pembandingan nilai per nilai antara pengukuran otomatis dan manual. Faktor-faktor seperti angin, waktu pencatatan (siang/malam), awan, dan penempatan (siting) dapat dianalisis lebih lanjut untuk data series yang lebih panjang.

(2)

62

ABSTRACT

To improve the quality and availability of observational meteorological data in real time and continuously, needed changes in the performance of the instrument system gradually from manual to automated technology. In addition to streamline operational costs in the field, automation AWS also considered more effective in the use of information technology to minimize the effects of human error. The study was conducted as an initial validation (preliminary), test sampling between observational manual data with automated data from equipment Agroclimate Automatic Weather Station (AAWS) related with the availability of information about data quality (reliability) resulting from AAWS tool against observational data manually. As a preliminary study conducted a comparative analysis of the parameters of rainfall, relative humidity and temperature of both the observed data manually and automatically in 4 (four) sampling locations. Automatic measurement data every 10 minutes (every 5 minutes for Sicincin Station I) examined the continuity based regularity of recording time in the same time. Measurement error of the recording Synop AAWS varies from station to station and different for each parameter. Mean error for rainfall parameter measurement from AAWS in Dramaga Station, Sicincin Station, Station Banyuwangi, and Kediri Station 1.29 mm respectively, 0.02 mm (for more recent data), 2.2 mm, and 0.07 mm. However, it should be noted that the data were analyzed generally in the dry season so that the mean value of a small error. For the temperature parameter, the mean measurement error AAWS Sicincin Station (with more recent data) and Kediri Station 0.69 °C. However, confidence limits for the mean error in small Sicincin Station, which is 0.07 °C while in Kediri station is 0.3 °C. Banyuwangi Station average error of the temperature parameters is -3.2 °C but with a confidence limit 0.1 ° C. Mean relative humidity parameter measurement error in Sicincin Station (latest data), Banyuwangi Station and Kediri Station consecutive was 1.1%, 2%, and -4.9% with a confidence limit or less the same, ie ~ 0.7%. Need to do a statistical approach with other methods to be able to find the most appropriate correction factor and also performed the analysis parameters are also other climate, other than those analyzed in this study (relative humidity, rainfall and temperature) to get more results full board. In this study, the analysis is still a value per value comparisons between automatic and manual measurements. Factors such as wind, recording time (day/night), clouds, and placement (siting) can be analyzed further for a longer series of data.

Keywords:

Automation, AAWS, meteorological observation parameters, station

PENDAHULUAN

Iklim dan cuaca merupakan faktor yang tak dapat dipisahkan dari dinamisnya kehidupan manusia, terkait dalam pemanfaatannya yang cukup luas, antara lain di bidang transportasi (penerbangan dan pelayaran); pertanian/peternakan (pewilayahan agroklimat (kesesuaian lahan/iklim), sistem peringatan dini (kekeringan, banjir), serangan hama penyakit tanaman/ternak, pendugaan hasil (model simulasi) dan perencanaan irigasi); kehutanan (pengelolaan daerah aliran sungai); kelautan (oseanografi); lingkungan (pemanasan global dan pencemaran udara), dan lain-lain.

(3)

63 (update) data secara real time dan kontinyu diperlukan perubahan sistem kinerja instrumen observasi

parameter meteorologi secara bertahap dari teknologi manual menjadi teknologi otomatis. Sebelum adanya sistem otomatis, alat meteorologi konvensional paling sering digunakan untuk pengamatan secara manual. Selain mengefisienkan biaya operasional di lapangan, otomasi AWS juga dinilai lebih efektif dalam penggunaan teknologi informasi yang meminimalkan efek human error dalam proses pencatatan data yang diinput secara manual kemudian diubah menjadi format data digital. Namun demikian, kelebihan alat manual yaitu bila salah satu alat rusak tidak akan menggangu atau mempengaruhi kinerja alat yang lainnya (Suhandini, 2009). Selain itu, AWS lebih dikhususkan terhadap pengamatan cuaca sehingga parameter klimatologi belum terakomodir dengan baik di AWS. Pengamatan unsur klimatologi dewasa ini masih dilakukan secara konvensional di stasiun-stasiun BMKG dan stasiun-stasiun kerjasama. Hal-hal inilah yang menjadi pemikiran untuk merancang suatu stasiun pengamatan otomatis yang dapat mewakili pengamatan klimatologi (Lukito, 2010).

AWS ini umumnya dilengkapi dengan sensor, RTU (

Remote Terminal Unit

), komputer,

LED Display

, tiang untuk dudukan sensor dan data logger serta penangkal petir (Diani dkk,

2012). Salah satu jenis AWS yang dimiliki oleh BMKG adalah

Agroclimate Automatic Weather

Station

(AAWS). AAWS atau Pos Pemantau Otomatis Agroklimat dan Cuaca adalah alat

yang dipasang BMKG untuk mengamati unsur-unsur cuaca dan iklim secara otomatis untuk

pemanfaatannya diarahkan ke sektor pertanian. Peralatan observasi agroklimat otomatis

menghasilkan data agroklimat di lokasi tersebut dan sekitarnya yang pengelolaannya bekerja

sama dengan instansi lain dari sektor pertanian. Unsur-unsur cuaca/iklim yang diamati di

AAWS antara lain curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu udara, kelembapan udara,

radiasi matahari, kadar air tanah, evaporasi, dan suhu tanah. Suatu pos agroklimat otomatis

ini terdiri atas 3 bagian, yaitu peralatan pengukuran, peralatan perekam dan pengolahan data

serta peralatan penunjang. Peralatan pengukuran terdiri atas sensor untuk curah hujan, arah

dan kecepatan angin, suhu udara, kelembapan udara, radiasi matahari, suhu tanah, kadar air

tanah/

soil moisture

, dan evaporasi (penguapan) untuk panci penguapan klas A. Peralatan

perekam dan pengolahan data berupa data logger. Peralatan penunjang berupa

power supply

,

modem, pagar, tiang utama AAWS 13 meter,

box panel

, dan penangkal petir (Khairullah,

2014).

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data observasi dari AAWS Stasiun Klimatologi Sicincin, Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, Stasiun Meteorologi Banyuwangi, dan Stasiun Meteorologi Kediri/Mataram. Sebagai data pembanding digunakan data pengamatan synop dari stasiun yang bersangkutan dan diunduh dari 172.19.2.83/db/. Lokasi stasiun dan panjang data ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nama stasiun pengamatan, lokasi, dan panjang data

Stasiun Meteorologi/Klimatologi

(4)

64

dilaporkan oleh sejumlah UPT (Unit Pelaksana Teknis) BMKG daerah menggunakan CMSS (Computerized Message Switching System) dan GTS (Global Telecommunication System). Pengamatan observasi yang dilakukan secara rutin di seluruh UPT BMKG daerah dilaporkan ke Pusat Database BMKG dan dunia internasional (WMO) setiap tiga jam yang telah ditentukan yaitu jam 00, 03, 06, 09, 12, 15, 18, 21 UTC dalam format synoptik yang merupakan standar internasional sesuai Manual On Codes WMO tentang Penyandian Synop dan Peraturan KBMG No. SK.38/KT.104/KB/BMG-2006 tentang Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pengamatan, Penyandian, Pelaporan dan Pengarsipan Data Meteorologi Permukaan. Data synop yang tersedia adalah data 3 jam-an, yaitu pada jam 0, 3, 6, 9, dan 12 UTC di Stasiun Kediri; 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 UTC di Stasiun Sicincin dan Darmaga; dan 0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 UTC di Stasiun Banyuwangi. Data synop curah hujan per tiga jam tersebut merupakan curah hujan akumulasi. Karena itu, data curah hujan AAWS diakumulasikan dalam jangka waktu antara dua selang waktu pencatatan synop. Perlu diperhatikan bahwa pencatatan AAWS untuk paremeter curah hujan berbeda-beda, misalnya pada data Sicincin II dan Kediri curah hujan yang tercatat per 10 menit merupakan curah hujan akumulasi sedangkan pada data Dramaga dan Banyuwangi merupakan pencatatan sesaat pada waktu yang bersangkutan. Khusus data curah hujan Sicincin I terdapat curah hujan akumulasi 5 per menit, 10 menit, 1 jam, dan 1 hari, dan yang digunakan dalam analisis adalah akumulasi hujan tiap 1 jam untuk kemudian diakumulasikan lagi ke dalam curah hujan 3 an. Data temperatur dan kelembapan udara dari AAWS diambil untuk jam-jam yang bersesuaian dengan data synop.

Data pengukuran otomatis 10 menit-an (5 menit-an untuk Stasiun Sicincin I) diperiksa kontinyuitasnya berdasarkan keteraturan waktu pencatatan dan ada/tidaknya data kosong pada waktu tersebut. Diperiksa juga apakah ada nilai yang berada di luar range pengukuran instrumen menurut Struktur Database AWS/ARG/AAWS yang ditentukan melalui Pusat Database BMKG, yaitu 0-500 mm untuk curah hujan, 15-40 C untuk temperatur, dan 0-100% dan kelembaban relatif.

Seluruh series data 3 jam-an per stasiun, baik pencatatan AAWS maupun pencatatan synop, disusun kemudian dicek apakah ada nilai-nilai yang diduga terjadi kesalahan pencatatan, seperti nilai curah hujan >200 mm, temperatur 0 C, dan kelembaban relatif >100%. Nilai-nilai tersebut tidak disertakan dalam analisis lebih lanjut. Parameter temperatur dan kelembapan udara dari data Stasiun Darmaga tidak dianalisis karena pencatatan AAWS menunjukkan angka 0 (nol) sejak tanggal 21 September 2014 4.40 UTC. Selain itu, bila salah satu di antara data AAWS dan CMSS kosong pada waktu yang bersesuaian, keduanya juga tidak akan dianalisis lebih lanjut.

Langkah selanjutnya adalah menghitung selisih antara hasil pengukuran AAWS dan pencatatan CMSS (atau error) pada waktu-waktu yang bersesuaian:

(1) dengan Xaaws adalah nilai pengukuran suatu parameter meteorologi dari AAWS sedangkan Xcmss adalah nilai dari pencatatan synop. Nilai error ini kemudian dibandingkan apakah memenuhi kriteria yang ditentukan WMO dalam Guide to Meteorological Instrument and Methods of Observation (WMO, 2008). Dengan menganggap ‘true value’ dalam panduan WMO (2008) adalah hasil pencatatan synop dan bias adalah perbedaan antara nilai pengukuran AAWS terhadap true value tersebut, maka batas toleransi perbedaan antara pengukuran AAWS dan synop untuk masing-masing parameter adalah sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas toleransi perbedaan antara pengukuran AAWS dan pencatatan synop

Parameter Batas toleransi ideal

Untuk mengetahui rata-rata perbedaan antara hasil pengukuran AAWS dan pencatatan synop dihitung mean error sebagai berikut:

(5)

65

(3)

Seberapa dekat nilai pengukuran AAWS terhadap nilai pencatatan CMSS bisa dilihat dari koefisien korelasi antara keduanya:

(4)

Secara visual, korelasi antara pengukuran AAWS dan pencatatan CMSS bisa dilihat pada scatter plot, yaitu seberapa dekat nilai-nilai kedua pengukuran terhadap garis lurus yang menunjukkan pengukuran menggunakan AAWS sama dengan pencatatan CMSS.

Nilai ME digunakan untuk mengoreksi error, yaitu mengurangkan ME dari nilai pengukuran AAWS. Apakah nilai yang sudah dikoreksi ini memperbaiki akurasi akan dicek dengan melihat kembali nilai RMSE dan koefisien korelasi.

Dalam analisis akan dihitung juga confidence limit dari rata-rata perbedaan pengukuran AAWS dan pencatatan CMSS. Confidence limit (CL) diperoleh dari:

(5)

dengan s adalah standard deviasi, n banyaknya data,  tingkat signifikansi (atau 1 –confidence level), dan adalah t-score dengan derajat kebebasan n-1 dan probabilitas kumulatif .

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Data Stasiun Dramaga

Dalam rentang waktu pengumpulan data mulai 21 September 2014 02.20 UTC hingga 31 Oktober 2014 11.00 UTC, tidak terdapat nilai curah hujan pencatatan otomatis yang di luar rentang pengukuran instrumen dan 93.1% data tercatat berturut-turut tepat 10 menit. Analisis selanjutnya adalah analisis data per 3 jam-an sesuai data manual.

Gambar 1 menunjukkan distribusi curah hujan 3 jam-an dan terlihat bahwa sebagian besar mengumpul pada nilai sekitar 0 mm, baik untuk pencatatan otomatis maupun manual. Sebanyak 88% data curah hujan berdasarkan pencatatan manual bernilai 0 mm, sedangkan berdasarkan pengukuran otomatis sebanyak 35%. Nilai rata-rata curah hujan hasil pencatatan otomatis lebih tinggi dari hasil pencatatan manual, yaitu 2.2 mm untuk pencatatan otomatis dan 1.4 mm untuk pencatatan manual. Demikian juga dengan median, yaitu 0.5 mm untuk pencatatan otomatis dan 0 mm untuk yang manual.

Gambar 1. Distribusi data curah hujan akumulasi 3 jam-an berdasarkan pengukuran otomatis dan manual. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.

Analisa Data Stasiun Sicincin

(6)

66

waktu yang telah disebutkan di atas, hanya 59% data dari masing-masing parameter telah tercatat berturut-turut tepat setiap 5 menit. Selanjutnya set data pada periode ini disebut data periode I.

Data parameter meteorologi menurut pengukuran otomatis periode 7 Oktober 2014 09:10 UTC hingga 15 Desember 2014 07:10 UTC tercatat setiap 10 menit. Dalam periode tersebut tidak ada nilai yang berada di luar range pengukuran instrumen dan 94.7% data dari masing-masing parameter telah tercatat berturut-turut setiap tepat 10 menit. Selanjutnya set data pada periode ini disebut data periode II. Analisis di bawah ini merupakan analisis untuk data yang telah disusun menjadi data 3 jam-an.

Curah Hujan

Distribusi curah hujan pengukuran manual dan otomatis pada periode I diperlihatkan pada Gambar 2. Sebagian besar nilai curah hujan berada di kisaran 0 mm, terutama data pengukuran manual. Sebanyak 80% nilai curah hujan pengukuran manual bernilai 0 mm, sedangkan dari pengukuran otomatis 66%. Bila dibandingkan karakteristik statistik antara pengukuran manual dan otomatis, terlihat pola yang mirip. Kedua set data mempunyai nilai median yang sama, yaitu 0 mm. Rata-rata curah hujan pengukuran otomatis lebih rendah daripada pengukuran yang manual, yaitu 1.6 mm untuk pengukuran otomatis dan 2.5 mm untuk yang manual. Interquartile Range pengukuran otomatis sebesar 0.2 mm sedangkan pengukuran manual 0 mm.

Gambar 2. Distribusi data curah hujan akumulasi 3 jam-an berdasarkan pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Sicincin pada periode I. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.

Temperatur

Pola distribusi temperatur dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Sicincin pada periode I ditampilkan pada Gambar 3. Kedua data mempunyai sebaran nilai temperatur dan median yang hampir sama. Nilai rata-rata temperatur pada pengukuran otomatis lebih tinggi daripada mediannya, sedangkan pada pengukuran manual hampir sama. Rata-rata temperatur dari pengukuran otomatis sedikit lebih tinggi dari pengukuran manual. Tidak ada nilai temperatur yang berada di luar IQR pada masing-masing data pengukuran.

(7)

67 Kelembapan Relatif

Baik data kelembapan relatif 3 jam-an hasil pengukuran otomatis maupun manual di Stasiun Sicincin pada periode I terdapat nilai di luar range pengukuran, yaitu >100%. Nilai yang demikian sebanyak 0.6% untuk pengukuran otomatis dan 1.4% untuk pengukuran manual. Nilai-nilai yang demikian diabaikan dalam analisis selanjutnya. Distribusi nilai kelembapan relatif di Stasiun Sicincin pada periode I dari pengukuran otomatis mirip dengan distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran manual (Gambar 4). Nilai rata-rata kelembapan relatif hasil pengukuran otomatis tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata dari pengukuran manual. Nilai rata-rata kelembapan relatif dari masing-masing pengukuran lebih rendah dari nilai mediannya. IQR relatif tidak jauh berbeda antara pengukuran otomatis dan manual.

Gambar 4. Distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Sicincin pada periode I. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.

Analisa Data Stasiun Banyuwangi

Dalam rentang waktu pengukuran otomatis mulai 21 September 2014 2.20 UTC hingga 16 Desember 2014 4.50 UTC tidak terdapat nilai curah hujan dan kelembapan relatif yang berada di luar range pengukuran instrument, hanya 0.1% data temperatur yang berada di luar range pengukuran instrumen. Mengenai kontinyuitas data, 95.3% data dari masing-masing parameter telah tercatat berturut-turut tepat 10 menit. Analisis selanjutnya adalah analisis data per 3 jam-an sesuai data manual.

Curah Hujan

Gambar 5 menunjukkan box plot dari distribusi curah hujan pengukuran otomatis dan manual, dan terlihat bahwa sebagian besar data pengukuran manual mengumpul di angka 0, baik nilai mediannya, kuartil atas maupun bawah, sedangkan data hasil pengukuran otomatis tampak memiliki sebaran yang lebih tinggi dengan kuartil ke-3 (Q3) sebesar 3.9 mm. Nilai rata-rata curah hujan hasil pengukuran otomatis sedikit lebih tinggi dari hasil pengukuran manual, yaitu 2.5 mm untuk pengukuran otomatis dan 0.4 mm untuk pengukuran manual. Namun, terlihat bahwa banyak nilai curah hujan dari pengukuran otomatis yang tidak tercatat sesuai dengan pengukuran manual. Nilai maksimum manual ada dua nilai curah hujan sebesar 32 mm namun pada pencatatan otomatis tercatat 5.1 mm dan 0 mm. Sementara nilai maksimum dari pengukuran otomatis adalah 21.7 mm, tercatat dalam pengukuran manual 0 mm.

(8)

68

Temperatur

Gambar 6 menunjukkan boxplot dari distribusi temperatur dari pengukuran otomatis dan manual, dan terlihat bahwa hasil pengukuran manual sedikit lebih tinggi dari hasil pengukuran otomatis, rentang data pengukuran otomatis tampak lebih panjang dari pada rentang data untuk pengukuran manual, pada pengukuran otomatis terdapat satu outlier bawah yaitu pada nilai 15.1 C sementara pada pencatatan manual untuk waktu yang sama tercatat 20.4oC namun dengan IQR yang sama.

Gambar 6. Distribusi nilai temperatur dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Banyuwangi. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.

Kelembapan Relatif

Dalam data kelembapan relatif hasil pengukuran manual terdapat nilai yang berada di luar range pengukuran, yaitu >100%, sebanyak 2 nilai. Nilai yang demikian tidak akan disertakan dalam analisis selanjutnya. Gambar 7 menunjukkan boxplot dari distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual, dan terlihat bahwa hasil pengukuran otomatis sedikit lebih tinggi dari hasil pengukuran manual walaupun nilai mediannya sudah hampir di kisaran yang sama, median dari hasil pengukuran manual 79.2% sementara hasil pengukuran otomatis sebesar 83%. Rata-rata dari pengukuran manual sebesar 76% sementara pengukuran otomatis sebesar 78.3%. Data maksimum pada pengukuran manual adalah sebesar 100% sementara pada pengukuran otomatis adalah 97.4%.

Gambar 7. Distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Banyuwangi. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.

Analisa Data Stasiun Kediri

(9)

69 Curah Hujan

Pada Gambar 8 terlihat bahwa secara garis besar data curah hujan kumulatif 3 jam-an baik hasil pengukuran manual maupun otomatis menunjukkan hal yang sama, yaitu data mayoritas bernilai 0 mm. Dari hasil pencatatan manual selama data yang digunakan sebagai sampel ada sebanyak 352 data atau 86.5% data bernilai 0 sementara hasil pencatatan otomatis mencatat ada 326 atau sebanyak 85.8% data bernilai 0. Data maksimum untuk data manual adalah 60 mm sementara di pencatatan otomatis pada waktu yang sama tercatat 4.2 mm sementara nilai maksimum pada pencatatan otomatis adalah 54 mm sementara manualnya 15 mm.

r 8. Distribusi nilai curah hujan dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Kediri. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.

Temperatur

Secara visual pada Gambar 9 terlihat bahwa secara garis besar data temperatur 3 jam-an menunjukkan bahwa data hasil pengukuran manual memiliki sebaran yang lebih rendah daripada hasil pengukuran otomatis.

Gambar 9. Distribusi nilai temperatur dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Kediri. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.

Kelembapan Relatif

Dalam data kelembapan relatif hasil pengukuran manual terdapat nilai yang berada di luar range pengukuran, yaitu >100%, sebanyak 4 nilai. Nilai yang demikian tidak akan disertakan dalam analisis selanjutnya. Dari boxplot dari distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual (Gambar 10) tampak bahwa sebaran hasil pengukuran otomatis lebih relatif lebih rendah daripada pengukuran manual.

(10)

70

KESIMPULAN

Kekontinuan AAWS mencatat parameter bervariasi dari stasiun ke stasiun. Sebanyak 93% dari data AAWS Stasiun Darmaga tercatat tepat waktu. AAWS Stasiun Sicincin kekontinuan semula 59% karena adanya diskontinuitas yang lama antara bulan September hingga Oktober. Namun, pada data yang lebih baru kekontinuan data sudah jauh lebih baik, meningkat menjadi 94.7%. Kekontinuan AAWS Stasiun Banyuwangi 95.3% sedangkan di Stasiun Kediri 84.6%.

Kadangkala dalam data tercatat nilai-nilai yang di luar range pengukuran instrumen meskipun persentasenya sangat kecil, yaitu <1%. Pada data AAWS Stasiun Darmaga tidak terdapat nilai yang demikian. Namun, perlu diketahui bahwa hanya data curah hujan saja yang dianalisa karena pencatatan AAWS menunjukkan angka 0 (nol) untuk parameter temperatur dan kelembapan udara. Semula pada data AAWS Sicincin terdapat 0.7% data kelembapan udara yang bernilai di luar range pengukuran, tapi pada data yang lebih baru tidak ada lagi nilai yang demikian. Terdapat 0.1% data temperatur AAWS Stasiun Banyuwangi yang bernilai di luar range pengukuran instrumen, sedangkan di Stasiun Kediri sebanyak 0.03% untuk parameter yang sama.

Error pengukuran AAWS terhadap pencatatan synop bervariasi dari stasiun ke stasiun dan berbeda-beda untuk masing-masing parameter. Mean error pengukuran AAWS untuk parameter curah hujan di Stasiun Darmaga, Stasiun Sicincin, Stasiun Banyuwangi, dan Stasiun Kediri berturut 1.29 mm, 0.02 mm (untuk data yang lebih baru), 2.2 mm, dan 0.07 mm. Namun, perlu dicatat bahwa data yang dianalisa umumnya pada kondisi musim kemarau sehingga nilai mean error kecil.

Untuk parameter temperatur, mean error pengukuran AAWS di Stasiun Sicincin (dengan data yang lebih baru) dan Stasiun Kediri 0.69 C. Namun, confidence limit untuk mean error di Stasiun Sicincin kecil, yaitu 0.07 C sedangkan di Stasiun Kediri sebesar 0.3 C. Di Stasiun Banyuwangi rata-rata error sebesar untuk parameter temperatur sebesar -3.2 C tapi dengan confidence limit0.1 C. Mean error pengukuran parameter kelembapan relatif di Stasiun Sicincin (data terbaru), Stasiun Banyuwangi, dan Stasiun Kediri berturut-turut adalah 1.1%, 2%, dan -4.9% dengan confidence limit

yang kurang lebih sama, yaitu ~0.7%.

Persentase data yang memenuhi batas toleransi perbedaan yang diperbolehkan ataupun yang ideal antara pengukuran AAWS dan synop untuk parameter curah hujan >70%, kecuali di Stasiun Banyuwangi yang hanya ~50%. Untuk parameter temperatur, persentase data yang memenuhi batas toleransi perbedaan yang diperbolehkan antara pengukuran AAWS dan synop <15% sedangkan yang memenuhi batas toleransi ideal <5%. Di Stasiun Banyuwangi tidak ada data yang memenuhi batas toleransi perbedaan antara pengukuran AAWS dan synop untuk parameter temperatur. Persentase data yang memenuhi batas toleransi perbedaan yang diperbolehkan antara pengukuran AAWS dan synop untuk parameter kelembapan relatif <60%, bahkan di Stasiun Banyuwangi hanya 2%, sedangkan yang memenuhi batas toleransi ideal <30%. Meskipun persentase relatif kecil, penafsiran persentase ini sebaiknya tidak harfiah karena terdapat keterbatasan-keterbatasan dalam analisis ini. Keterbatasan itu antara lain hanya empat stasiun yang dianalisis dan ketersediaan data relatif pendek, yaitu kurang dari 1 tahun. Analisis tidak memperhitungkan pembedaan waktu pengamatan (siang/malam), yang secara implisit berarti kondisi atmosfer diasumsikan tetap sepanjang hari. Selain itu, faktor-faktor lain seperti pembedaan awan, kecepatan angin, dan persistensi juga tidak diperhitungkan dalam analisis. Guttman dan Baker (1996) berpendapat bahwa karakteristik lokasi instrumen mempengaruhi pengukuran temperatur.

Saran

Sistem yang telah dibangun masih belum terintegrasi dengan baik. Hal ini diperlihatkan dari tampilan AAWS online yang masih belum bisa menampilkan data secara real time

(11)

71 menggantikan sistem manual. Waktu minimum yang diperlukan 3 tahun dan sebaiknya 5 tahun

(WMO, 2010). Untuk negara tropis dan kepulauan, waktu yang diperlukan lebih pendek daripada di negara subtropis dan daerah pegunungan (WMO, 2012). Waktu overlap juga berbeda untuk parameter yang berlainan, misalnya untuk kecepatan angin 12 bulan; untuk temperatur, kelembapan, penyinaran matahari, dan evaporasi 24 bulan; curah hujan 60 bulan (WMO, 2012).

Evaluasi perawatan dan pemeliharaan peralatan AAWS masih kurang diperhatikan. Sebagai contoh, Staklim Dramaga Bogor, dengan keadaan sensor suhu tanah gundul tetapi pada kenyataannya pertumbuhan rumput dibiarkan meninggi dan data logger yang rusak setelah tersambar petir tidak segera diperbaiki. Perlu dilakukan pendekatan statistik dengan metode yang lain untuk dapat menemukan faktor koreksi yang paling tepat dan turut dilakukan analisis parameter-parameter iklim yang lain pula, selain dari yang telah dianalisis dalam kajian ini (kelembapan relatif, curah hujan dan temperatur) untuk mendapatkan hasil yang lebih lengkap.

Dalam penelitian ini, analisis masih berupa pembandingan nilai per nilai antara pengukuran otomatis dan manual. Faktor-faktor seperti angin, waktu pencatatan (siang/malam), awan, dan penempatan (siting) dapat dianalisis lebih lanjut untuk data series yang lebih panjang seperti dalam Guttman dan Baker (1996) dan Wilewska dan Hogg (2002).

DAFTAR PUSTAKA

[1] BAPPENAS. (2014). Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015

-2019. Buku I Agenda Pembangunan Nasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta

[2] BMG (2006). Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pengamatan dan Pelaporan Data Iklim dan Agroklimat.

Perka BMG SK.32/TL.202/KB/BMG-2006. Jakarta.

[3] BMKG (2014). Rencana Induk. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Nomor

5 Tahun 2014. Jakarta.

[4] Diani, F., Permana, H., Ibrahim, N., Sarah, P. (2012). Kajian Sistem Informasi Prakiraan Cuaca BMKG pada BMKG Bandung, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012, ISSN :1907-5022. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

[5] Guttman, N.B., Baker C.B. 1996. Exploratory Analysis of the Difference between Temperature Observations Recorded by ASOS and Conventional Methods. Bulletin of the American Meteorological Society, 77 (12), 2865-2873.

[6] Khairullah. (2014). Sekilas Tentang AAWS di Kalimantan Selatan.

(http://klimatologibanjarbaru.com/lain-lain/artikel/aaws), diakses 19 Juli 2014.

[7] Lukito, I. S. 2010. Automatic Evaporation Station (A E S). Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: Universitas Indonesia.

[8] Milewska, E., Hogg, W.D. 2002. Temperature and Precipitation Amounts from AWOS (Automated

Weather Observing System). Atmosphere-Ocean, 40 (3), 333-359.

[9] Puslitbang BMKG (2008). Rancang bangun Transmitter, Radiosonde, Seismograph dan AWS. Laporan

Hasil Pekerjaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Jakarta.

[10] Puslitbang BMKG (2009). Ujicoba dan Kalibrasi Automatic Weather Station 7 Sensor. Laporan Hasil Pekerjaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Jakarta.

[11] Suhandini, P. 1999. Klimatologi Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

[12] Toruan, K.L. (2009). Automatic Weather Station (AWS) Berbasis Mikrokontroler. Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: Universitas Indonesia.

[13] World Meteorological Organization (1992). International Meteorological Vocabulary 2nd ed. WMO-No. 182. Geneva.

[14] World Meteorological Organization. (1997). Guidance on Automatic Weather Systems and their

Implementation. WMO/TD – No. 862). Geneva.

[15] World Meteorological Organization (2003). Manual on the Global Observing System. WMO – No. 544.

Geneva.

[16] World Meteorological Organization (2010). Guide on the Global Observing System. WMO-No. 488.

Geneva.

Gambar

Tabel 1. Nama stasiun pengamatan, lokasi, dan panjang data  Stasiun Meteorologi/Klimatologi
Gambar 1. Distribusi data curah hujan akumulasi 3 jam-an berdasarkan pengukuran  otomatis dan manual
Gambar 2. Sebagian besar nilai curah hujan berada di kisaran 0 mm, terutama data pengukuran manual
Gambar 4. Distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Sicincin pada periode I
+3

Referensi

Dokumen terkait

Galur-galur murni yang terpilih tersebut dapat langsung masuk pada uji daya hasil, atau perlu perbaikan lagi dengan mengumpulkan sebanyak mungkin sifat yang diinginkan pada satu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien, gejala klinis, hasil pemeriksaaan sputum BTA, gambaran foto thoraks, dan hasil laboratorium pasien

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa responden mengakui kesuksesan implementasi sistem informasi perbankan untuk meningkatkan kepuasan dan keuntungan (net benefit)

Dari kelima data utama penelitian ini (Editorial Media Indonesia), kesimpulan yang diperoleh pada tingkat analisis teks adalah Editorial Media Indonesia sebagai

Biaya panggilan dalam Cerai Gugat untuk panggilan Penggugat ditetapkan 2 (dua) kali dan Tergugat 3 (tiga) kali, dalam perkara Cerai Talak untuk panggilan Pemohon ditetapkan 3

Untuk ikut serta dalam proses pemeriksaan yang sedangberlangsung guna membela hak dan kepentingannya sendiri yang berkaitan dengan sengketa tersebut, dimana

Oral, 400 mg 2 kali sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam) atau 800 mg sebelum tidur malam (tukak lambung dan tukak duodenum) paling sedikit selama 4 minggu

Tujuan penelitian adalah mengetahui stasiun kerja mana yang menyebabkan adanya bottleneck pada Departemen Knitting dan Departemen BDF, mengidentifikasi lini pembuatan kain