• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendali Optimal Model Siklus Hidup Cacing Schistosoma japonicum dengan Prinsip Minimum Pontryagin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kendali Optimal Model Siklus Hidup Cacing Schistosoma japonicum dengan Prinsip Minimum Pontryagin"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Kendali Optimal Model Siklus Hidup

Cacing

Schistosoma japonicum

dengan Prinsip Minimum Pontryagin

Sriwahyuni*, Rina Ratianingsih, Hajar

Program Studi Matematika, Jurusan Matematika FMIPA, Universitas Tadulako, Jalan Soekarno-Hatta Km. 09 Tondo, Palu 94118, Indonesia

Schistosomiasis is an infectious disease caused by trematodes, of the genus Schistosoma. In Indonesia the disease is caused by Schistosoma japonicum. The worm life cycle is specific because its habitat is not only on human body or some other mammal but also in snail. This research is aimed to a mathematical model of the worm cycle and investigates the optimal control of the model. The mathematically control was conducted by put a time dependent parameter ρ (t) to the model that represents a medical treatment to infected humans. The governed model, that has an endemic stable critical point, describes a transferred worm cycle of several phases. The optimal control is determined by the Minimum Pontryagin Principle. The simulation of the model shows that, for such initial condition of the uncontrolled model, the number of adult worms will increase up to 4700 in 80 days. This number could reduce to 4500 on the day of 100 and converge to 4400for unbounded time growth. It means that schistosomiasis is permanently occurring (endemic). The controlled model gives as the drug dose of

praziquantel. The drug doze of 20 mg praziquantel could minimize the growth of worms and decreasethe number of adult worm population to 8 in 6 months.

A B S T R A C T / A B S T R A K INFO ARTIKEL

Schistosomiasis adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh cacing darah trematoda dari genus Schistosoma. Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum. Penelitian ini mengkaji secara matematis kendali optimal siklus hidup cacing S. japonicum. Pengendalian dilakukan dengan pemberian obat pada manusia yang terjangkit schistosomiasis. Kendali optimal ditentukan dengan prinsip minimum Pontryagin. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum pemberian obat, banyaknya cacing dewasa mengalami peningkatan hingga mencapai 4700 ekor pada hari ke 80, selanjutnya menurun hingga 4500 ekor pada hari ke 100. Penurunan banyaknya cacing dewasa terus berlanjut hingga stabil mulai hari ke 140 sebanyak 4400 ekor. Hasil tersebut menunjukan bahwa schistosomiasis bersifat menetap (endemik). Untuk mengoptimalkan pertumbuhan cacing S. japonicum dilakukan pengendalian dengan parameter ρ(dosis obat praziquantel) menggunakan prinsip minimum Pontryagin diperoleh persamaan kendali

.Kendali optimal untuk meminimalkan pertumbuhan cacing S. japonicum adalah dengan pemberian obat dalam dosis 20 mg dan memberikan hasil yang efektif, dilihat dari jumlah cacing dewasa dalam tubuh manusia yang mengalami penurunan dan akan habis setelah dilakukan pengobatan selama enam bulan sehingga siklus hidup cacing S. japonicum dapat dikendalikan.

© 2016 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved. Kata kunci:

kendali optimal, prinsip minimum Pontryagin,

Schistosoma japonicum Article History: Received: 2 Nov. 2016 Revised: 25 Nov. 2016 Accepted: 14 Des 2016

*Alamat Korespondensi : email : yunisri309@yahoo.com

Optimal Control of Schistosoma japonicum Cycle Model using

Minimum Pontryagin Principle

Keywords: optimal control, Pontryagin minimum principle,

Schistosoma japonicum

)

þ ý ü î

í ì

÷÷ ø ö çç

è æ

÷ ø ö ç è æ =min 20, 1 ,60

L W maks

t l

r

)

þ ý ü î

í ì

÷÷ ø ö çç

è æ

÷ ø ö ç è æ =min 20, 1 ,60

L W maks

t l

(2)

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia, namun belum banyak masyarakat yang mampu mengambil keputusan tentang perawatan kesehatan yang mereka butuhkan dan tanggung jawab untuk menjaga kesehatan secara optimal. Saat ini banyak orang yang terkena penyakit akibat kurangnya kesadaran akan pola hidup sehat sehingga mudah terserang penyakit menular salah satunya

1 adalah schistosomiasis.

Schistosomiasis adalah penyakit menular y a n g d i s e b a b k a n o l e h c a c i n g

2,3

Schistosoma. Schistosoma berbeda dari Trematoda jenis lainnya karena mereka hidup di dalam sistem pembuluh darah dan memiliki jenis kelamin jantan dan betina yang

4,5

terpisah. Ada lima spesies Schistosoma yang ditemukan pada manusia, tetapi > 90 % dari semua infeksi ini hanya disebabkan oleh 3 spesies penting yaitu : Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, dan Schistosoma haematobium. Dua spesies lainnya yang jarang terjadi adalah Schistosoma intercalatum dan

6

Schistosoma mekongi.

Schistosomiasis endemik di 76 negara 7

dengan pendapatan rendah. Lebih dari 700 juta orang di dunia berisiko terkena infeksi, dengan lebih dari 207 juta orang yang

8

terinfeksi schistosomiasis. Distribusi umum schistosomiasis mencakup wilayah yang sangat besar, terutama di Afrika, tetapi juga di Timur Tengah, Amerika Selatan dan Asia

9 Tenggara.

D i I n d o n e s i a , s c h i s t o s o m i a s i s disebabkan oleh cacing S. japonicum yang ditemukan endemik di tiga daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu, Dataran Tinggi Napu dan Dataran

10,11,12

Tinggi Bada. Inang perantaranya baru ditemukan pada tahun 1971 di daerah pesawahan paku yaitu siput (snail) yang diidentifikasi sebagai subspesies dari

Oncomelania hupensis dan diberi nama 13

Oncomelania hupensis lindoensis.

S. japonicum adalah salah satu jenis Trematoda darah dari genus Schistosoma

sebagai penyebab schistosomiasis pada manusia. S. japonicum dianggap sebagai cacing yang paling berbahaya dibandingkan dengan Schistosoma yang lain, karena jumlah

telur yang dihasilkan paling banyak, ukuran telur yang kecil mempermudah terjadinya

back washing, banyak memiliki reservoir host, sulit diobati dan dapat mengakibatkan

1 2 , 1 4

kematian. Hospes utamanya adalah manusia dan beberapa jenis hewan seperti tikus sawah, babi hutan, sapi dan anjing

1 5

hutan.

Manusia merupakan hospes

definitive

S. japonicum (oriental blood

fluke)

, sementara babi, anjing, kucing,

kerbau, sapi, kambing, kuda, dan rodensia

16

merupakan hospes reservoir.

.

Daur hidup cacing S. japonicum mengikuti dua pola siklus hidup yakni pola siklus I mulai dari manusia kemudian ke siput perantara dan akhirnya kembali ke manusia, pola siklus II mulai dari siput perantara kemudian ke 1 hewan dan akhirnya kembali ke siput. Penelitian ini hanya meninjau pola siklus I. Kedudukan siput perantara sangat penting dalam siklus hidup cacing, karena pada tubuh siput ini serkaria dihasilkan, yang selanjutnya menginfeksi manusia maupun hewan.

Oleh sebab itu, pentingnya kajian tentang daur hidup cacing S. japonicum untuk dimasukan pada model utuh antara manusia, cacing, keong dan hewan. Dalam penelitian ini, penulis hanya mengkaji tentang siklus hidup cacing S. japonicum yakni dari cacing dewasa yang hidup dalam tubuh manusia kemudian menghasilkan telur yang mana telur akan keluar dari tubuh manusia bersama feses dan berubah menjadi larva. Larva (mirasidium) inilah yang nantinya masuk ke dalam tubuh keong kemudian berkembang menjadi sporakista I dan II yang berkembang menjadi

serkaria. Serkaria yang berada dalam genangan air siap menginfeksi manusia dan

3,17

hewan lainnya. Penularan schistosomiasis dapat dikendalikan dengan memberikan pengobatan terhadap manusia yang terinfeksi

15 schistosomiasis .

Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah mengurangi dan mencegah kesakitan dan mengurangi sumber penular. Pada saat ini obat yang dipakai adalah

12

(3)

diperlukan dosis 20 mg - 60 mg diberikan 18

selama 6 bulan.

Pemodelan matematika merupakan salah satu tahap dari pemecahan masalah matematika. Pemodelan matematika bertujuan untuk mendiskripsikan fenomena alam ke dalam bentuk persamaan matematika. Pada penelitian ini dilakukan tinjauan matematis terhadap penyebaran siklus hidup cacing S. japonicum yang direpresentasikan ke dalam model matematika. Model matematika dibangun berdasarkan asumsi-asumsi dan kemudian dianalisis untuk mengetahui bagaimana perilaku siklus hidup cacing S. japonicum

seiring dengan berjalannya waktu.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian ini menggunakan penelusuran literatur dengan menelaah artikel dan jurnal ilmiah terkait siklus hidup cacing S. japonicum, kemudian membangun dan menganalisis siklus hidup cacing S. japonicum serta menyelesaikan kendali optimal menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin. Kendali optimal merupakan suatu upaya penentuan tingkat pengelolaan program pengendalian penyebaran schistosomiasis secara matematis sehingga endemisitas penyakit tersebut dapat ditekan sekecil mungkin. Tingkat tersebut merupakan nilai terbaik yang disarankan untuk mengendalikan penyebaran schistosomiasis.

HASIL

Penelitian ini merupakan tinjauan matematis terhadap siklus hidup cacing S. japonicum yang direpresentasikan ke dalam model matematika. Model matematika dibangun berdasarkan asumsi-asumsi dan

19,20

kemudian dianalisis untuk mengetahui bagaimana perilaku siklus hidup cacing S. japonicum seiring dengan berjalannya waktu.

Kontruksi Model Matematika

Untuk mendapatkan kontruksi model, perlu digambarkan siklus hidup yang menggambarkan perpindahan fase cacing S. japonicum. Sebagian fase berada dalam tubuh manusia, sebagian fase pertumbuhan lainnya berada di air dan dalam tubuh keong air. Fase-fase tersebut digambarkan dalam diagram

alur sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram alur perpindahan setiap fase S. japonicum

Diagram pada Gambar 1 memperlihatkan alur perpindahan setiap fase S. japonicum dari satu fase ke fase lainnya. Dari diagram tersebut dibangun model matematika yang dinyatakan dalam sistem persamaan diferensial (SPD) sebagai berikut :

Keterangan :

W : Banyaknya populasi cacing dewasa

T : Banyaknya populasi telur

M : Banyaknya populasi mirasidium

S1 : Banyaknya populasi sporakista 1

S2 : Banyaknya populasi sporakista 2

C : Banyaknya populasi serkaria

α : Laju perubahan dari serkaria menjadi

cacing dewasa

β : Laju perubahan dari cacing dewasa ke

telur

ƴ : Laju perubahan dari sporakista2 ke

serkaria # C S dt dC

S S S dt dS

S S M dt

dS

M M T dt dM

T T W dt dT

W C W W A dt dW

a m g

g m s

s m

m q

m q b

r a b m

-=

-=

-Y =

-Y -=

-=

-+ -=

2

2 2 1 2

(4)

A : Tingkat rekruitmen pada populasi diperoleh dengan meninjau SPD pada keadaan stagnan, sehingga diperoleh titik kritis tak nol sebagai berikut:

Titik kritis menggambarkan banyaknya populasi pada tiap fase pertumbuhan cacing S. japonicum dalam kondisi stagnan. Kestabilan dari titik kritis tersebut ditentukan berdasarkan nilai eigen yang diperoleh dengan memperhatikan koefisien dari persamaan karakteristik melalui bagian real dari akar-akar karateristik yang dihitung di

21,22,23 titik tersebut.

Pengendalian pertumbuhan cacing S. japonicum dengan pemberian obat pada manusia akan menurunkan populasi cacing dewasa. Secara matematis hal ini dilakukan dengan menempatkan parameter kontrol ρ

pada persamaan (1).

Pada penyelesaian kendali optimal, dibangun suatu performance index

pertumbuhan cacing S. japonicum dengan tujuan meminimalkan banyaknya populasi cacing dalam tubuh manusia. Performance index untuk mengontrol pertumbuhan cacing

S. japonicum adalah sebagai berikut :

Untuk meminimumkannya, prinsip Minimum Pontryagin menyatakan penentuan fungsi Hamiltonian sebagai berikut :

(1)

B e rd a s a r k a n p r i n s i p m i n i m u m Pontryagin, diperoleh solusi dari fungsi Hamilton berupa dosis obat yang optimal jika berlaku persamaan state, co-state dan kondisi

24,25 stasioner.

Penyelesaian kendali optimal dengan parameter ρ diperoleh melalui persamaan state, co-state dan kondisi stasioner sebagai berikut:

a. Persamaan State

b. Persamaan Co-State

(5)

c. Kondisi Stasioner

Karena batas aman obat sehingga:

Jadi, kendali optimal ρ(t) sebagai berikut :

Sistem optimal jika dengan memasukkan kendali optimal ρ(t) ke dalam sistem persamaan state dan costate sehingga diperoleh sistem sebagai berikut :

a. Persamaan State dengan memasukan kendali optimal.

b. Persamaan Co-State dengan memasukkan kendali optimal

Kurva pertumbuhan cacing digambarkan untuk kondisi awal cacing dewasa (W) berjumlah 27 ekor, telur cacing 2700 (T), mirasidium (M) 2400, sporakista1 (S1) 2200, sporakista2 (S2) 2000 dan serkaria (C) 42. Nilai-nilai parameter yang digunakan dalam menggambarkan kurva pertumbuhan tersebut dinyatakan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nilai parameter

Kurva pertumbuhan setiap fase tanpa pemberian obat pada manusia, ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan tiap fase cacing

S. japonicum tanpa pemberian obat pada manusia

(6)

Kurva pertumbuhan setiap fase tanpa pemberian obat pada manusia, ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Populasi tiap fase pertumbuhan cacing S. japonicum setelah dilakukan kendali pengobatan 20 mg

Kurva Performansi kendali optimal ditampilkan pada Gambar 4.

l

Kurva jumlah cacing dewasa dalam tubuh manusia dengan dosis 20 mg ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Jumlah populasi cacing dewasa dalam tubuh manusia dengan dosis obat 20 mg

PEMBAHASAN

Untuk mengatasi pertumbuhan cacing S. japonicum yang tidak terkendali dalam tubuh manusia, pemberian obat pada host utama (manusia) merupakan hal yang selama ini dilakukan. Hal tersebut merupakan upaya pemberantasan cacing S. japonicum secara k i m i a . S e c a ra m a te m a t i s, m a s a l a h pemberantasan cacing direpresentasikan melalui parameter ρ sebagai tingkat pemberian obat pada manusia yang terkena schistosomiasis.

(7)

yang masuk lebih sedikit dari tingkat perpindahan populasi yang keluar. Sebaliknya, peningkatan kurva pertumbuhan diakibatkan oleh tingkat perpindahan populasi yang masuk lebih tinggi dari tingkat perpindahan populasi yang keluar.

Gambar 3 memperlihatkan kurva pertumbuhan tiap fase cacing S. japonicum

setelah pemberian obat dengan dosis 20 mg yang mengakibatkan penurunan drastis pada populasi cacing dewasa dalam tubuh manusia. Untuk populasi telur mengalami penurunan dari 2600 menjadi 200 pada hari ke-60 dan akan habis pada hari ke-130. Mirasidium mengalami penurunan populasi dari 2400 menjadi 500 pada hari ke-40 dan akan habis pada hari ke-155, sedangkan sporakista 1 meningkat dengan jumlah populasi 2300 pada hari ke-5 dan mengalami penurunan jumlah populasi menjadi 300 pada hari ke-100 dan akan habis pada hari ke-170. Populasi sporakista 2 meningkat pada hari ke-15 dengan jumlah populasi 2400 dan mengalami penurunan jumlah populasi menjadi 500 pada hari 80 kemudian akan habis pada hari ke-175, sedangkan populasi serkaria meningkat dengan jumlah populasi 1050 pada hari ke-25 kemudian mengalami penurunan dan akan habis pada hari ke-200. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa pemberian dosis obat sebesar 20 mg merupakan dosis optimal untuk mengendalikan pertumbuhan cacing dewasa dalam tubuh manusia.

Performansi dari pengendalian yang telah optimal dengan tingkat pemberian obat sebesar 20 mg diperlihatkan pada Gambar 4. Populasi cacing dewasa mengalami penurunan hingga delapan ekor yang habis pada hari ke 180 (selama enam bulan pengobatan).

Efektifitas pemberian obat selama enam bulan diperlihatkan pada Gambar 5, dimana pemberian obat praziquantel dengan dosis 20 mg juga mampu mengurangi jumlah cacing dewasa dalam tubuh manusia.

KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil simulasi di atas, menunjukan bahwa dari dosis obat yang disarankan antara 20 mg – 60 mg, pemberian obat praziquantel dengan dosis 20 mg juga

mampu meminimalkan pertumbuhan cacing

S. japonicum dalam tubuh manusia dan memberikan hasil yang efektif. Dengan demikian siklus hidup cacing S. japonicum

dapat terkendali dalam waktu 180 hari.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, diharapkan kepada pemerintah agar melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya schistosomiasis dan memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk memperhatikan lingkungan tempat tinggal mereka dengan cara menjaga kebersihan dan gaya hidup sehat, mengoptimalkan pemberian obat

praziquantel pada penderita schistosomiasis serta terus mendukung dan menjalankan program pengendalian pertumbuhan cacing S. japonicum.

UCAPAN TERIMA KASIH

P a d a k e s e m p a t a n i n i p e n u l i s mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala. Terima kasih kepada Ketua Jurusan Matematika, Ketua Prodi Matematika dan Dosen-dosen di lingkungan Matematika FMIPA Universitas Tadulako yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah menumbuhkan ide atau gagasan dalam pemikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Barrington, e.r.s., a.j. willis, and M. A. Sleich. A Series of Student Texts in Contemporary Biology. Edward Arnold Limited, London. 1979. 2. Andrew D. Schistosomiasis. In: Gordon C. Cook,

Alimuddin L Z, editors. Manson's Tropical Diseases. 21 ed. China: Saunders Elsevier: 2009;82:1425

3. Miyazaki, I. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. International Medical Foundation of Japan, Tokyo. 1991.

(8)

5. Safar R. Parasitologi Kedokteran. Protozoologi, Helmintologi, Entomologi. 1 st ed. Bandung: CV. Yrama Widya; 2009.h: 208.

6. Zhou XN, Bergquist R, Leonardo L, Olveda R. Schistosomiasis: The Disease and its Control. 2008 September. Accessed September 18, 2 0 1 3 . A v a i l a b l e f r o m : http://www.rnas.org.cn/upload/inFile/2008 -9-25160310-Schistosomiasis.pdf

7. Weekly epidemiological record 30 April No. 18, 2 0 1 0 , 8 5 , 1 5 7 - 1 6 4 . Wo r l d H e a l t h Organization. Accessed September 18, 2013. Available from: http://www.who.int/wer. 8. Chistulo L, Loverde P, Engels D. Disease Watch:

Schistosomiasis. TDR Nature Reviews Microbiology. 2004; 2:12

9. Steinmann P. Epidemiology and Diagnosis of Schistosoma japonicum other helminth infections and multiparasitism in Yunan province, People's Republic of China. (dissertation). (German): University of Basel; 2008.

10. Hadidjaja, P. Beberapa penelitian mengenai aspek biologik dan klinik schistosomiasis di Sulawesi Tengah, Indonesia. Thesis Doktor Universitas Indonesia. 1982. 2013;3(3):31–42. 11. Jastal, Gardjito TA, Anastasia H, Mujiyanto.

A n a l i s i s S p a s i a l e p i d e m i o l o g i schistosomiasis menggunakan pengindraan jauh dan system informasi geografis di Lembah Napu dan Lindu Kab.

12. Sudomo M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di Indonesia.Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008.

13. Davis, G.M., and W.P. carney.. Descriptionof Oncomelania hupensis lindoensis: first intermediate host of Schistosoma japonicum in Sulawesi. Proc. Acad. Nat. Sci. Philadelphia.

1973.125:1-34.

14. Sandjaja B. Parasitologi Kedokteran. Helmintologi Kedokteran. Jakarta: Prestasi Pustaka; 2007.

15. Natadisastra, D., Agoes, R. Parasitologi Kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. EGC, Jakarta. 2005.

16. Hariyanto, M.E., 2007.'Pemanfaatan Air Sungai dan Infeksi Schistosoma Japonicum di Napu Poso Sulawesi Tengah Tahun Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2006. 1 (5): 219-225.Kesehatan Masyarakat Nasional. 2006. 1 (5): 219-225.

17.Garcia L.S, Bruckner D.A. Diagnostic Parasitologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. p. 256-72.

18. Tjay, Tan Hoan & Rahardja, Kirana. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya. Elex Media Komputindo. 2007. 19. Luknanto, D, Model Matematika, Bahan Kuliah

Hidraulika Komputasi, Jurusan Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta. 2003.

20. Mayer, J. walter. Concepts of mathematical modeling. Mcgrow-hill book company. New York. 1985.

21. Anton, H. Aljabar Linier Elementer, Terjemahan oleh Pantur Silaban.. Jakarta. 1998. Erlangga.

22. Campbell, S.L., & Haberman, R. Introduction to Differensial Equitions with Dinamycal System. New Jersey: Princeton University Pree. 2008. 23. Finizio, J. & Lads, T. Persamaan Differensial

Biasa dengan penerapan Modern. Alih Bahasa oleh Widiarti Santoso. 1982.

24. Boyce, W.E. and Diprima R.C. Elementary Differential Equation and Boundary Value

th

Problem, 6 ed. United States of America, 1996. 25. Naidu, D.S.,. Optimal control system.CRC,

Gambar

Gambar  1.  Diagram  alur  perpindahan  setiap fase S. japonicum
Gambar  2.  Pertumbuhan  tiap  fase  cacing                 S.  japonicum  tanpa  pemberian obat pada manusia
Gambar  3.  Populasi  tiap  fase  pertumbuhan cacing  S.  japonicum  setelah dilakukan kendali  pengobatan 20 mg

Referensi

Dokumen terkait

(Hlm. 135) Pada contoh lain, masih dalam plot perencanaan perampokan, dialog ini dilakukan oleh Dinah sebagai target hinaan dan Nihe, Sobri, serta Handai sebagai

19 Agni—ia melihat bentuk dan wajah itu saling berhubungan dalam berbagai cara, satu bentuk menolong yang lain, mencintainya, membencinya, memusnahkannya, lalu

Berdasarkan hasil paparan data yang diperoleh dalam penelitian Penggunaan permainan scramble dalam menyusun kalimat bahasa arab untuk meningkatkan kecakapan membaca

Nilai budaya seperti “mempertahankan keharmonisan keluarga”, “rumah adalah surga”, atau “jangan membuka aib keluarga” telah menjadi penghalang terhadap korban

Modul ini terdiri dari lima kegiatan belajar, yang mencakup : Menggambar Isometri Sambungan Pipa, Menggambar Macam-Macam Simbol dan Alat Sambung Pipa, Menggambar Distribusi

Pada makalah ini disajikan hasil interkomparasi pengukuran output dan personal dose equivalent, Hp(10) tahun 2006- 2008 yang diikuti oleh 6 peserta: Balai Pengamanan

pengertian Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), tentang pengertian bisnis dan hukum bisnis dan etika bisnis, dan pengertian penegakan hukum ; kedua, tentang pengaturan KKN dalam

Ekstraksi fitur GLCM dan metode neural network dapat digunakan pada sistem evaluasi jalan dengan cerdas.. Penelitian selanjutnya digunakan ekstraksi fitur berbeda untuk