MENGANALISIS AITEM
MENGANALISIS AITEM
Marlen S. Peimahul - 832013010
Wahyuningsih - 832013012
BAB V
Menganalisis Aitem
Tahap
penulisan aitem :
Menjaga kualitas aitem mengikuti indikator
dalam blueprint.
Penulisan aitem sesuai dengan kaidah format
instrument.
Mendukung validitas skala secara keseluruhan.
Membaca ulang setiap aitem yang telah
selesai ditulisnya.
Ketersediaan waktu untuk membaca ulang
Pra Uji Coba
Uji coba secara terbatas dengan sampel
berukuran kecil ( N= 20).
Penulis merasa sudah cukup jelas, namun
ternyata tidak bagi orang lain.
Pentingnya komentar, masukan dan
pertanyaan bagi subyek untuk revisi.
Penulisan aitem tidak menimbulkan salah
Evaluasi kualitatif : melakukan analisis dan seleksi aitem
Tujuannya :
Untuk menguji aitem yang ditulis.
Evaluasi dan seleksi aitem dikerjakan oleh
suatu panel ahli.
Ahli pengukuran (psikometri ) dan ahli
dalam masalah atribut yang hendak diukur
oleh skala yang sedang disusun.
Analisis kualitatif akan mengklasifkasikan
masing-masing aitem menjadi a) diterima,
b) diterima dengan perbaikan C) ditolak.
Diperoleh sekumpulan aitem yang berkualitas dalam jumlah yang cukup.
kumpulan aitem dikomplikasikan dalam bentuk prototipe
skala yang siap untuk diuji cobakan secara empirik (feld-tested) pada kelompok subyek.
Evaluasi Empirik
: Prosedur menguji kualitas aitem
secara empirik
Tujuannya : dilakukan analisis daya diskriminasi
aitem.
Analisis aitem meliputi
komputasi validitas dan reliabilitas aitem.
analisis distribusi jawaban.
analisis aitem bias
Real testing situation : Uji coba empirik (feld-test) harus dilakukan dalam situasi dan kondisi
administrasi testing yang sebenarnya
Subjek tidak boleh mengetahui bahwa yang bersangkutan sebenarnya
dilakukan sebagai uji coba.
Guna menghasilkan kondisi testing yang ideal perlu diawali dari prototipe skala. Tempat duduk subyek tidak boleh berdesakan.
Ukuran Sampel :
Untuk memperoleh estimasi parameter aitem yang cukup akurat dan stabil antar kelompok subjek, feld test harus dilakukan pada kelompok subjek dalam jumlah yang cukup besar.
subjek yang cukup banyak diharapkan dapat diperoleh distribusi skor yang variasinya menyebar secara normal atau mengikuti distribusi normal.
Parameter – parameter yang diestimasi dari skor yang terdistribusi secara normal akan lebih representatif dan lebih akurat menggambarkan kualitas aitem-aitem yang dianalisis.
Secara tradisional, statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak.
secara metodologik besar kecilnya sampel yang representatif harus diacukan pada heterogenitas populasi.
Semakin heterogen populasi maka semakin banyak sampel yang harus diambil. Heterogenitas populasi ini erat berkaitan dengan banyaknya ciri atau
Daya Diskriminasi Aitem
Sejauh mana aitem mampu mebedakan antara individu
atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki
atribut yang diukur.
Skala yang diukur untuk mengungkap agresivitas
, maka
aitem berdaya beda tinggi adalah aitem yang mampu
menunjukan mana individu atau kelompok individu yang
memiliki agresivitas tinggi dan mana yang tidak.
Untuk skala sikap
, aitem yang berdaya beda tinggi
adalah aitem yang mamau membedakan mana subjek yang
bersikap positif dan mana subjek yang bersifat negatif.
Daya diskriminasi aitem
atau daya beda:
K
Indeks
Prinsip
M
Dasarnya adalah memilih aitem yang hasil
Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan
dengan cara menghitung koefisien korelasi antara
distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala
itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan,
Formula korelasi macam apa yang tepat untuk
digunakan dalam komputasi daya beda tergantung
pada sifat skor aitem dan sifat skor skala itu
sendiri.
Bagi skala-skala yang setiap aitemnya diberi skor
pada level interval dapat digunakan formula
koefisien korelasi
product-moment
Pearson.
Koefisien korelasi aitem total.
Semakin tinggi koefisien korelasi positif antar
skor aitem dengan skor skala berarti semakin
tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan
skala secara keseluruhan yang berarti semakin
tinggi daya bedanya.
Bila koefisien korelasinya rendah mendekati nol
berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok
dengan fungsi ukur skala dan daya beda rendah.
bila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata
i = Skor aitem
X = Skor skala
n = Banyaknya subjek
Formula Pearson untuk komputasi koefisien
korelasi aitem-total, adalah:
i1 i2 i3 i4 i5 i6 i7 i8 i9 i10 i11 i12 X
A 0 2 1 2 0 0 1 1 2 1 0 1 11
B 3 2 4 4 3 3 4 2 4 3 3 4 39
C 4 4 4 3 3 3 4 3 4 2 3 3 40
D 1 1 2 1 2 2 1 0 0 0 1 2 13
E 1 1 2 2 3 2 1 2 0 0 2 3 19
F 3 4 3 4 4 3 4 2 2 3 3 4 39
G 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 45
H 1 1 2 1 0 0 0 0 3 2 1 0 11
I 3 3 4 3 4 2 3 3 4 3 3 4 39
J 1 1 1 2 1 2 2 1 3 0 2 3 19
K
Tabel 5.1 Distribusi Skor Aitem (i) dan Skor Skala (X)
1 1 3 2 2 1 2 0 0 2 1 1 16yang terdiri atas 12 aitem (Data Fiktif)
Skor setiap aitem dengan skor skala dari data
pada tabel 5.1 dihitung dengan hasil sebagai
berikut:
Nomor
Aitem
r
ixNomor
Aitem
r
ix1
0,965
7
0,902
2
0,858
8
0,883
3
0,854
9
0,612
4
0,920
10
0,736
5
0,851
11
0,947
Koreksi terhadap efek
spurious overlap
Apabila koefisien korelasi aitem-total tersebut
dihitung dari data suatu skala yang berisi hanya
sedikit aitem maka sangat besar kemungkinan
akan didapat koefisien korelasi yang lebih tinggi
daripada yang sebenarnya
(overestimated)
dikarenakan adanya overlap antara skor aitem
dengan skor skala (Guilford, 1956).
Overestimasi ini terjadi dikarenakan pengaruh
Sebagai ilustrasi, skor skala X dalam tabel 5.1
diperoleh dari penjumlahan skor-skor
keduabelas aitemnya, oleh karena itu dengan
sendirinya skor setiap aitem menjadi bagian
atau porsi dari skor skala.
Porsi ini akan semakin besar apabila jumlah
aitem dalam skala semakin sedikit. Dengan
demikian, sewaktu kita menghitung koefisien
korelasi suatu aitem dengan skor skala,
sesungguhnya kita menghitung korelasi skor
aitem tersebut dengan skor skala yang
Dengan kata lain, kita menghitung korelasi skor
dengan bagian dari dirinya sendiri dan hal ini
tentu saja menyebabkan koefisien korelasinya
cenderung menjadi lebih tinggi daripada kalau
korelasi itu dihitung antar skor aitem dengan
skor skala yang tidak mengandung aitem yang
bersangkutan.
Semakin banyak jumlah aitem dalam skala maka
akibat yang ditimbulkan oleh
spurious overlap
semakin kecil dan tidak signifikan.
Semakin banyak jumlah aitem dalam skala maka
akibat yang ditimbulkan oleh
spurious overlap
semakin kecil dan tidak signifikan.
Semakin sedikit aitem yang ada dalam skala
akan semakin besar
overlap
yang terjadi.
r
i(x-i)= Koefisien korelasi aitem-total setelah
dikoreksi
r
ix= Koefisien korelasi aitem-total sebelum
dikoreksi
S
i= Devisiasi standar skor aitem yang
bersangkutan
S
x= Devisiasi standar skor skala
Formula koreksi terhadap efek
spurious
overlap
adalah:
Formula koreksi terhadap efek
spurious
Langkah SPSS sebagai berikut:
1)
Buka SPSS dan pada halaman
data editor
(spread
sheet) masukan data skor aitem dari seluruh
subjek. Tidak perlu memasukan data skor skala.
2)
Klik menu
Analyze
, pilih
Scele
, dan klik submenu
Reability Analyze
.
3)
Pada kotak dialog
Reability Analyze
yang muncul,
pindahkan semua aitem dari kotak kiri ke kotak
sebelah kanan, lalu klik tombol
Statistics
.
4)
Pada kotak dialog
Statistics
klik kotak
Item
,
Scale
,
dan kotak
Scale if Item Deleted
, kemudian
klik tombol
Continue
.
5)
Setelah kembali ke kotak dialog
Reability Analyze
Nomor
Aitem
r
ixSebelu
m
koreksi
r
ixSetelah
koreksi
Nomor
Aitem
r
ixSebelu
m
koreksi
r
ixSetelah
koreksi
1
0,965
0,956
7
0,902
0,880
2
0,858
0,828
8
0,883
0,858
3
0,854
0,827
9
0,612
0,529
4
0,920
0,906
10
0,736
0,689
5
0,851
0,816
11
0,947
0,937
6
0,854
0,825
12
0,854
0,822
Tampaknya bahwa terjadi sedikit penurunan
koefisien setelah dikoreksi. Penerunan yang
relatif kecil pada contoh diatas disebabakan
koefisien sebelum dikoreksi memang relatif
sangat tinggi.
Bila koefisien yang dikoreksi tidak cukup tinggi,
apalagi bila aitemnya hanya sedikit, umumnya
akan terjadi penurunan yang cukup besar.
Selain dipengaruhi oleh banyaknya aitem dalam
skala dan besarnya koefisien sebelum dikoreksi,
koefisien korelasi setelah dikoreksi juga
MEMILIH AITEM BERDASARKAN DAYA DISKRIMINASI
MEMILIH AITEM BERDASARKAN DAYA DISKRIMINASI
Ada 3 cara Memilih Aitem berdasarkan Daya Diskriminasi/Daya
Beda
Memilih
Memilih
A. MEMILIH AITEM BERDASARKAN BESARNYA
ANGKA KOEFISIEN KORELASI AITEM-TOTAL
A. MEMILIH AITEM BERDASARKAN BESARNYA
ANGKA KOEFISIEN KORELASI AITEM-TOTAL
Guna mengoptimalkan fungsi skala, maka pemilihan Daya
Diskriminasi/daya beda aitem harus didasarkan pada besarnya angka koefsien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor total skala.Contoh, Tabel Hasil Perhitungan Koefsien Korelasi Aitem-Total antara
distribusi skor aitem dengan distribusi skor total skala
Nomor Aitem rix Nomor Aitem rix
1 2 3 4 5 6 0.965 0.858 0.854 0.920 0.851 0.854 7 8 9 10 11 12 0.902 0.883 0.612 0.736 0.947 0.854
Besarnya koefsien korelasi aitem-total bergerak dari 0 – 1.00 dng (+) atau (-)
Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefsien korelasinya
Lanjutan……….
Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem-total,
biasanya digunakan batasan koefsien korelasi aitem-total (rix) ≥
0.30
Batasan ini merupakan suatu konvensi. Penyusun tes boleh
menentukan sendiri batas minimal daya diskriminasi aitemnya dengan mempertimbangkan isi dan tujuan penyusunan skala yang sedang disusun. Dengan KETENTUAN:
Apabila aitem yang memiliki koefsien korelasi aitem-total (rix) ≥
0.30, tetapi jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat dipilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi tertinggi.
Apabila aitem yang memiliki koefsien korelasi aitem-total (rix) ≥
0.30, tetapi jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat dipilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi tertinggi.
DIMENSI Aitem rencana
Aitem dibuat
Koefsien (riX)
Lanjutan……….
Apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih tidak mencukupi
jumlah yang diinginkan/direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria, misalnya menjadi 0.25 sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai.
Apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih tidak mencukupi
jumlah yang diinginkan/direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria, misalnya menjadi 0.25 sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai.
Apabila hal ini juga tdk menolong, maka seluruh aitem yg daya
diskriminasinya rendah harus direvisi dan ditulis aitem-aitem pengganti yang baru, dan kemudian dilakukan feld-test kembali. Sebab sangat tdk disarankan untuk menurunkan batas kriteria (rix)
dibawah 0.20.
Apabila hal ini juga tdk menolong, maka seluruh aitem yg daya
diskriminasinya rendah harus direvisi dan ditulis aitem-aitem pengganti yang baru, dan kemudian dilakukan feld-test kembali. Sebab sangat tdk disarankan untuk menurunkan batas kriteria (rix)
dibawah 0.20. DIMENSI Aitem rencana Aitem dibuat Koefsien (riX)
Minimization 15 20 .26 .65 .32 .21 .29 .36 .42 .15 .36 .43 .44 .32
Lanjutan……….
Ternyata pemilihan aitem berdasarkan parameter daya
diskriminasi aitem/besarnya angka korelasi aitem-total (rix) ≥ 0.30,
untuk diikutkan sebagai bagian skala fnal tdk dapat dijadikan sebagai patokan tunggal. ALASANNYA:
KUALITAS SKALA, tdk hanya ditentukan oleh tingginya skor korelasi aitem-total, tetapi juga mempertimbangkan TUJUAN penggunaan hasil ukur skala serta KOMPOSISI aspek-aspek atau komponen-komponen sebagai kawasan ukur yang harus diungkap oleh skala (Content of the test domain)
KUALITAS SKALA, tdk hanya ditentukan oleh tingginya skor korelasi aitem-total, tetapi juga mempertimbangkan TUJUAN penggunaan hasil ukur skala serta KOMPOSISI aspek-aspek atau komponen-komponen sebagai kawasan ukur yang harus diungkap oleh skala (Content of the test domain)
Sebab jika hanya mempertimbangkan tingginya skor korelasi aitem-total dalam sebuah skala, maka
DAMPAKNYA:
Reliabilitas skala akan meningkat, tetapi tidak
selalu diikuti oleh peningkatan validitas skala (Azwar, 2009)
Reliabilitas skala akan meningkat, tetapi tidak selalu diikuti oleh peningkatan validitas skala (Azwar, 2009)
Dapat menurunkan validitas isi dan validitas yang
didasarkan pada kriteria (Lemke & Wiersma, 1976; Azwar, 1997)
Dapat menurunkan validitas isi dan validitas yang
Lanjutan……….
Karena itu, pada awal perancangan skala dengan
menggunakan konsep teoritik atau konstrak yang
menghendaki bahwa kawasan isi yang hendak diukur
terdiri atas beberapa komponen atau dimensi yang
berbeda bobotnya, maka pemilihan aitem harus
dilakukan dengan memperhatikan
PROPORSIONALITAS
KOMPONEN ATAU DIMENSI
tersebut. Hal ini dilakukan
B
. MEMILIH AITEM BERDASARKANPROPORSIONALITAS KOMPONEN-KOMPONEN ATAU DIMENSI
B. MEMILIH AITEM BERDASARKAN
PROPORSIONALITAS KOMPONEN-KOMPONEN ATAU DIMENSI
Contoh pertimbangan proporsionalitas dimensi dalam pemilihan
aitem adalah kompilasi aitem dlm penyusunan skala Coping Strategi
Folkman & Lazarus
KOMPONEN Dimensi Muatan faktor
Banyaknya aitem
% aitem
I. Tipe Orientasi Problem
Cautiousness 16,3 19 47,50
Instrumental action 13,6 16 40,00
Negotiation 4,9 5 12,50
Total = 40 100,00 II. Tipe Orientasi
Emosi
Escapism 4,1 7 17,50
Minimization 8,1 15 27,50
Self-blame 5,4 10 25,00
Seeking meaning 4,3 8 20,00
Total = 40 100,00
Kisi-Kisi pada Tabel 5.2 menunjukan bahwa:
Dalam skala ini aitem yg direncanakan 80 aitem – masing” Komponen berisi 40 aitem
Dalam skala ini aitem yg direncanakan 80 aitem – masing” Komponen berisi 40 aitem
Perbandingan banyaknya aitem ditentukan oleh Muatan (load) setiap komponen sebagai hasil dari analisis faktor yg telah dilakukan sebelumnya sehingga penyusun skala tinggal mengikuti.
Perbandingan banyaknya aitem ditentukan oleh Muatan (load) setiap komponen sebagai hasil dari analisis faktor yg telah dilakukan sebelumnya sehingga penyusun skala tinggal mengikuti.
Apabila muatan belum diketahui dan tdk ada alasan untuk membuatnya berbeda, maka dianggap bahwa muatan setiap komponen adalah sama dan karena itu jumlah aitem dlm masing” komponen juga dibuat sama
Tabel 5.3 Contoh Hasil Komputasi Koefsien Korelasi aitem-total pada masing” Dimensi Skala Coping Strategy
DIMENSI Aitem rencana Aitem dibuat Koefsien rix
Cautiousness 19 24 .34 .56 .32 .45 .44 .64 .65 .51 .55 .66 .19 .43 .54 .50 .42 .40 .39 .67 .55 .37 .45 .65 .33 .21
Instrumental Action
16 20 .26 .44 .32 .32 .11 .45 .47 .38 .29 .24 .43 .48 .33 .51 .29 .24 .43 .48 .25 .35
Negotiation 5 10 .44 .56 .32 .19 .32 .22 .64 .22 .38 .57
Escapism 7 11 .32 .34 .54 .34 .50 .44 .27 .39 .54 .64 .66
Minimization 15 20 .26 .65 .32 .21 .29 .36 .42 .15 .36 .43 .44 .32 .20 .11 .50 .28 .09 .31 .30 .07 .30
Self-blame 10 14 .08 .43 .23 .45 .32 .22 .46 .29 .38 .57 .54 .72 .44 .65
Tabel 5.3 Menunjukan Bahwa:
Jumlah aitem yg dibuat dlm Skala Coping Strategy sebagai hasil dari
prosedur feld-test sebanyak 114., dan diambil sebanyak 80 aitem secara proporsional sesuai dng kisi-kisi dan spesifkasi skala
Aitem yang koefsien korelasi aitem-totalnya dicoret (Warna merah) adalah aitem yang akan disisihkan dari skala dengan memperhatikan koefsien korelasi aitem-total minimal rix ≥ 0,30.
Bila dalam dimensi yang bersangkutan ternyata jumlah yang memenuhi syarat tersebut masih kurang dari jumlah aitem yang direncanakan,
maka diambil aitem dalam dimensi itu juga yang rix-nya sedikit lebih rendah. Misalnya, tampak pada dimensi Minimization dan Instrumental Action.
Data tabel 5.2 & 5.3 menjadi contoh kasus bahwa
Pemilihan Aitem berdasarkan daya Diskriminasi/Daya
Beda tidak boleh dihitung dengan cara mengkorelasi
skor aitem dengan skor total skala (X) (seperti pada
umumnya). Akan tetapi, harus dilakukan dengan cara
menghitung
koefsien korelasi skor aitem dengan skor
total pada masing” komponen.
Jadi, aitem-aitem dalam aspek/dimensi
Cautiousness.
Instrumental Action
dan
Negotiation
dikorelasikan
dengan skor total komponen problem. Sedangkan
aitem” dalam aspek/dimensi
Escapism, Minimization,
Self Blame dan Seeking Meaning
dikorelasikan dengan
C
. MEMILIH AITEM BERDASARKAN ASPEK OBJEK YANG DIUKURC
. MEMILIH AITEM BERDASARKAN ASPEK OBJEK YANG DIUKURContoh : PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI SIKAP
Perancangan skala lebih mementingkan aspek sikap sebagai objek yang diukur sehingga defenisi teoritiknya lebih sederhana.
Perancangan skala lebih mementingkan aspek sikap sebagai objek yang diukur sehingga defenisi teoritiknya lebih sederhana.
Perancangan skala tidak mementingkan proposionalitas jumlah aitem
dalam setiap aspek sehingga pemelihan aitem berdasar daya beda /daya diskriminasi dapat dilakukan dengan lebih muda.
Perancangan skala tidak mementingkan proposionalitas jumlah aitem
dalam setiap aspek sehingga pemelihan aitem berdasar daya beda /daya diskriminasi dapat dilakukan dengan lebih muda.
Contoh Tabel 5.4. Hasil Komputasi Daya Diskriminasi Aitem Skala Sikap yang berisi 3 Aspek
Aspek A Aspek B Aspek C
Nomor Aitem ri(x-i) Nomor Aitem ri(x-i) Nomor Aitem ri(x-i)
A1 .181 B1 .374 C1 .533 A2 .397 B2 .232 C2 .665 A3 .155 B3 .273 C3 .619 A4 .261 B4 .337 C4 .571 A5 .272 B5 .326 C5 .531 A6 .330 B6 .254 C6 .669 A7 .333 B7 .273
A8 .315 B8 .620 A9 .189 B9 .419
Aitem yang semula
dibuat adalah
sebanyak 9 buah
untuk aspek A, 9 buah
untuk aspek B, dan 6
buah untuk aspek C.
Aitem yang semula
dibuat adalah
sebanyak 9 buah
untuk aspek A, 9 buah
untuk aspek B, dan 6
buah untuk aspek C.
Hasil komputasi daya
diskriminasi aitem
memperlihatkan bahwa untuk
aspek A hanya 4 aitem yang
terpilih, untuk aspek B ada 5
aitem, dan untuk aspek C
adalah seluruhnya yang
berjumlah 6 aitem. dengan
demikian diperoleh 15 aitem
skala sikap.
Hasil komputasi daya
diskriminasi aitem
memperlihatkan bahwa untuk
aspek A hanya 4 aitem yang
terpilih, untuk aspek B ada 5
aitem, dan untuk aspek C
adalah seluruhnya yang
berjumlah 6 aitem. dengan
demikian diperoleh 15 aitem
skala sikap.
Dalam kasus
seperti ini,
masing-masing
aspek
merupakan unsur
saja dari satu
konstrak, maka
penyusun skala
dapat
menetapkan 15
aitem yang
berdaya
diskriminasi
tertinggi itu
sebagai aitem
fnal tanpa perlu
risau mengenai
komposisi jumlah
aitem dalam
setiap aspeknya.
Cara penetapan
tersebut cukup
dapat
dipertanggungjawa
bkan sejauh kelima
belas aitem itu
Validitas Aitem
Skala yg seluruh
aitemnya
memiliki daya
diskriminasi
tinggi belum
berarti skala itu
berfungsi valid
Skala yg seluruh
aitemnya
memiliki daya
diskriminasi
tinggi belum
berarti skala itu
berfungsi valid
Karena itu, Satu
aitem yg daya
diskriminasinya
tinggi, juga belum
tentu merupakan
aitem yg valid
Karena itu, Satu
aitem yg daya
diskriminasinya
tinggi, juga belum
tentu merupakan
aitem yg valid
Validitas aitem dan Daya
Sebuah
Aitem
dikatakan
Valid
Sebuah
Aitem
dikatakan
Valid
SECARA LOGIKA,
aitem yg ditulis
dengan cara yang
benar dan sesuai
dengan indikator
keperilakuan yg
telah dirumuskan
dengan benar.
SECARA LOGIKA,
aitem yg ditulis
dengan cara yang
benar dan sesuai
dengan indikator
keperilakuan yg
telah dirumuskan
dengan benar.
SECARA EMPIRIK,
ditunjukan oleh
koefsien Validitas
aitem yg dihitung
berdsarkan data
skor aitem dan skor
kriteria
SECARA EMPIRIK,
ditunjukan oleh
koefsien Validitas
aitem yg dihitung
berdsarkan data
skor aitem dan skor
kriteria
Kriteria Validasi
didapat dari: Ukuran
lain yg relevan, yaitu
angka-angkanya
menunjukan indikasi
atribut yg serupa
dengan atribut yg
diukur oleh skala
Kriteria Validasi
didapat dari: Ukuran
lain yg relevan, yaitu
angka-angkanya
menunjukan indikasi
atribut yg serupa
dengan atribut yg
diukur oleh skala
Kriteria tdk harus berupa
tes, ukuran apapun
dapat digunakan sbg
kriteria asal memiliki
tujan ukur yg sama dng
skala
Kriteria tdk harus berupa
tes, ukuran apapun
dapat digunakan sbg
kriteria asal memiliki
Contoh tabel 5.5. Distribusi Skor Aitem (i), Skor Skala (X) dan Skor Kriteria Validasi (Y). skor Y adalah ukuran yang relevan dengan tujuan ukur Skala
X
Skor Aitem (i) Skor Skala
Skor Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 X Y A 0 2 1 2 0 0 1 1 2 1 0 1 11 98 B 3 2 4 4 3 3 4 2 4 3 3 4 39 124
C 4 4 4 3 3 3 4 3 4 2 3 3 40 124
D 1 1 2 1 2 2 1 0 0 0 1 2 13 111 E 1 1 2 2 3 2 1 2 0 0 2 3 19 102
F 3 4 3 4 4 3 4 2 2 3 3 4 39 120
G 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 45 120 H 1 1 2 1 0 0 0 0 3 2 1 0 11 99
I 3 3 4 3 4 2 3 3 4 3 3 4 39 120
Nomor Aitem
Daya beda riX
Koefisien Validitas riY
Nomor Aitem
Daya beda riX
Koefisien Validitas riY
1 0,965 0,926 7 0,902 0,872 2 0,858 0,779 8 0,883 0,722 3 0,854 0,858 9 0,612 0,543 4 0,920 0,790 10 0,736 0,658 5 0,851 0,807 11 0,947 0,832 6 0,854 0,824 12 0,854 0,783
Hasil Komputasi koefsien validitas dari keduabelas aitem
Validitas suatu aitem diperolah dari korelasi koefsien antara distribusi skor aitem dalam skala dengan skor Kriteria (Y).
Skor Kriteria diperoleh dari ukuran-ukuran lain yang relevan, yaitu angka-angka yang mempunyai indikasi atribut yang serupa dengan atribut yang diukur oleh skala. Artinya bahwa ukuran yang dipakai mempunya tujuan ukur yang sama dengan tujuan yang diukur oleh skala.
Hasil komputasi koefsien validitas menunjukan bahwa keduabelas aitem itu valid sehingga dapat dikatakan bahwa aitem-aitem itu
Bagaimana memilih aitem-aitem menjadi sebuah skala berdasarkan hasil komputasi…???
Bagaimana memilih aitem-aitem menjadi sebuah skala berdasarkan hasil komputasi…???
Apakah berdasarkan tingginya daya beda/daya diskriminasi aitem..?? Apakah berdasarkan tingginya daya beda/daya diskriminasi aitem..?? Apakah berdasarkan tingginya Validitas
Aitem..?? Apakah berdasarkan tingginya Validitas
Aitem..??
Cara yang Lazim adalah Memilih komposisi aitem berdasarkan Indeks
Reliabilitas (IRA) bersama Indeks Validitas aitem (IVA).
Cara yang Lazim adalah Memilih komposisi aitem berdasarkan Indeks
Reliabilitas (IRA) bersama Indeks Validitas aitem (IVA).
Dapat meningkatkan reliabilitas skala, namun belum tentu skala berfungsi
valid
Dapat menghasilkan skala yang Valid namun koefsien
reliabilitasnya menurun..?
IRA & IVA adalah 2 statistik aitem yg rumusannya memasukan faktor Variabilitas aitem
IRA & IVA adalah 2 statistik aitem yg rumusannya memasukan faktor Variabilitas aitem
Kedua statistik tersebut dipertimbangkan bersama untuk mengoptimalkan fungsi ukur skala