• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN KEPOLISIAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM MENANGGULANGI TINDAKAN CYBER BULLYING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN KEPOLISIAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM MENANGGULANGI TINDAKAN CYBER BULLYING."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KEPOLISIAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM MENANGGULANGI TINDAKAN CYBER BULLYING

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh: Eyin Nur Cahyaningtyas

10401241008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga

(H.R. Muslim)

Tuhan menaruhmu ditempat yang sekarang bukan karena kebetulan. Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan.

(6)

PERSEMBAHAN

Untuk Ibuku Supeni, Kakek dan Nenekku, Tanteku Endang Sukemi dan

Astuti, serta Keponakanku Uno Dias Grenata yang selalu memberi

(7)

PERANAN KEPOLISIAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, kendala yang dialami dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive. Subjek penelitian adalah: 1) Dua orang penyidik Polda DIY bagian Direktorat Reserse Kriminal Khusus. 2) Seorang Kepala Sub Bagian Direktorat Pembinaan dan Ketertiban Penyuluhan Polda DIY bagian Ditbinmas. 3) Seorang Kepala Sub Bagian Pembinaan Operasional Polda DIY bagian Ditbinmas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan cross check dari hasil wawancara antar subjek penelitian dengan dokumen. Teknik analisis data dilakukan secara induktif mancakup reduksi data, kategorisasi, data display, dan pengambilan kesimpulan.

Hasil penelitian ini adalah: 1) Peranan Polda DIY dalam menanggulangi tindakan cyber bullying dilakukan secara pre-emtif dan represif, sedangkan tindakan secara preventif masih minim dilakukan. Tindakan pre-emtif melalui pembinaan, bimbingan dan penyuluhan. Tindakan represif berupa penindakan dengan dilakukannya penyelidikan yang dilakukan untuk menentukan apakah telah terjadi tindakan cyber bullying, apabila terjadi tindakan cyber bullying maka dilanjutkan dengan penyidikan yang dilakukan dengan: a) Melakukan pemanggilan, b) Melakukan penangkapan, c) Penahanan, d) Penyitaan, e) Pemeriksaan tersangka dan saksi, f) Meminta pertimbangan ahli, g) Selesainya penyidikan dengan menyerahkan BAP dan tersangka kepada JPU. Dalam penelitian ini peneliti kesulitan dalam menyajikan contoh kasus cyber bullying dikarenakan subjek penelitian belum memenuhi UU No 14 Th 2008 tentang keterbukaan informasi publik. 2) Kendala Polda DIY dalam menanggulangi tindakan cyber bullying yaitu: (a) Sulitnya pencarian pelaku, (b) Keterbatasan sarana dan prasarana, (c) Keterbatasan sumber daya manusia. 3) Upaya Polda DIY untuk mengatasi kendala dalam menanggulangi tindakan cyber bullying: (a) Melakukan perjanjian dengan provider ISP dan GSM, (b) Meminimalisir penggunaan dana dan melakukan kerjasama, (c) Dilakukan peningkatan kemampuan personel serta perekrutan penyidik yang berlatar belakang teknologi informasi.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia yang Allah SWT berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir Skripsi (TAS) dengan judul “Peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Menanggulangi Tindakan Cyber Bullying”.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Prof. Dr Ajat Sudrajat, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta beserta staf yang telah memberikan izin dan mempermudah dalam penyusunan TAS ini.

3. Dr Samsuri, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan TAS ini.

4. Anang Priyanto, M.Hum. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, kritik dan saran dalam menyelesaikan TAS ini dengan penuh kesabaran.

5. Dr. Suharno, M.Si selaku penesehat akademik yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan.

(9)

7. Puji Wulandari K., M.Kn selaku Sekretaris Penguji yang dengan bijaksana memberikan masukan kepada penulis demi kelayakan dalam penulisan TAS ini.

8. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum yang telah menyampaikan ilmu yang bermanfaat.

9. Doni Zuliyanto, S.T. selaku Polisi Penyidik yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dengan memberikan keterangan dan nasihat yang sangat bermanfaat dalam TAS ini.

10.Bapak Tri Edi selaku Polisi Penyidik yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dengan memberikan keterangan yang sangat bermanfaat dalam TAS ini.

11.Drs. Zainal Arifin, S.H, Sst MK selaku Kepala Sub Bagian Direktorat Pembinaan dan Ketertiban Penyuluhan (Subditbintibluh) Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bagian Direktorat Bimbingan Masyarakat yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dengan memberikan keterangan yang sangat bermanfaat dalam TAS ini.

12.Suryatama N.P., S.H. selaku Kepala Sub Bagian Pembinaan Operasional (Subditbinopsnal) Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bagian Direktorat Bimbingan Masyarakat yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dengan memberikan keterangan dan dokumen yang berkaitan dengan TAS ini.

13.Bapak Barnadi dan Bapak Sarjono selaku pegawai administrasi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan dokumen yang berkaitan dengan TAS ini.

14. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan do’a sehingga terwujudnya TAS ini.

(10)

16.Sahabat-sahabat seperjuangan Devi, Desy Yuning, Nanang, Ilham Erik, dan Bagas serta sahabat-sahabat yang sedang berjuang Windi dan Kreatifani yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan TAS ini. 17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan TAS ini.

Terima kasih atas bantuan, dukungan, semangat, nasihat, do’a, kritik, dan saran yang telah diberikan kepada penulis, semoga amal baik semua pihak senantiasa mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Yogyakarta, September 2014

Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

A. Tinjauan Tentang Kepolisian ... 12

1. Pengertian Kepolisian ... 12

2. Tugas Polisi ... 12

(12)

B. Teori Penanggulangan Kejahatan ... 14

4. Penyidikan Terhadap Cyber Bullying ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 3

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 31

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

C. Penentuan Subjek Penelitian ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 25

F. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Gambaran Umum Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta ... 39

B. Peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Menanggulangi Tindakan Cyber Bullying ... 58

C. Kendala-Kendala Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Menanggulangi Tindakan Cyber Bullying ... 88

D. Upaya Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Untuk Mengatasi Kendala-Kendala Dalam Menanggulangi Tindakan Cyber Bullying ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 101

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1: Data jumlah laporan tindakan cyber bullying pada Kepolisian

Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bulan Januari-November 2013 ... 6 Tabel 2: Perbandingan Jumlah penyidik dengan jumlah laporan kasus

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 : Struktur Organisasi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 44 Gambar 2 : Struktur Organisasi Direktorat Reserse Kriminal Khusus ... 46 Gambar 3 : Kegiatan Pembinaan di SMP Negeri 3 Prambanan pada 21 April

2014 ... 62 Gambar 4 : Kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Binmas Kepolisian

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara ... 106

2. Data Kasus Cemar Nama Baik/ITE ... 108

3. Surat-Surat a. Surat Keputusan (SK) Pembimbing ... 109

b. Surat Keputusan (SK) Penguji ... 110

c. Surat Ijin Penelitian FIS UNY ... 111

d. Surat Ijin Penelitian Sekretaris Daerah DIY ... 112

(16)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini, perkembangan teknologi semakin pesat. Hal ini terbukti dengan munculnya berbagai inovasi teknologi di seluruh dunia. Perkembangan teknologi memang sangat dibutuhkan untuk menunjang kehidupan manusia. Teknologi dapat digunakan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dan sosial manusia.

Salah satu kemajuan teknologi yang paling pesat adalah dalam bidang teknologi informasi (internet) dan komunikasi. Dengan adanya internet, berbagai informasi dapat diakses kapan saja dan dimana saja, sehingga penyebaran informasi dapat berjalan cepat dan tidak mengenal jarak.

Sekarang ini, akses terhadap internet sangat mudah dilakukan sehingga menarik minat banyak orang untuk menggunakannya. Tidak hanya orang dewasa saja, tetapi remaja dan anak-anak juga tertarik untuk menggunakannya. Malah kecenderungannya sekarang, pengguna internet kebanyakan adalah remaja.

(17)

menulis sesuatu yang sebenarnya sangat privasi milik orang lain, meng-upload gambar orang lain yang kurang pantas, bahkan bisa pula mengolok-olok teman sendiri dalam sosial media. Padahal, perilaku meledek, menghina, atau memojokkan seseorang di internet termasuk dalam tindakan cyber bullying atau kekerasan dalam dunia maya (internet).

Bullying dapat dilakukan dengan mudah, bahkan terkadang tanpa sadar, apa yang dilakukan termasuk dalam cyber bullying. Cyber bullying hanya berlaku untuk sesama anak/remaja. Sementara jika ada orang dewasa yang turut terlibat di dalamnya, maka itu tidak termasuk cyber bullying. Kegiatan tersebut sudah dapat dipandang sebagai perbuatan criminal atau cyber crime (Adrian Priyatna, 2010: 32).

Cyber bullying atau kekerasan dunia maya lebih menyakitkan jika dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Korban cyber bullying sering kali depresi, merasa terisolasi, diperlakukan tidak manusiawi, dan tak berdaya ketika diserang. Intimidasi secara fisik atau verbal pun menimbulkan depresi. Namun, korban cyber bullying mengalami tingkat depresi lebih tinggi. Dampak dari cyber bullying untuk para korban tidak berhenti sampai pada tahap depresi saja,

melainkan sudah sampai pada tindakan yang lebih ekstrim yaitu bunuh diri

(Flourensia Sapty Rahayu,

(18)

Cyber bullying dapat dikatakan sebagai tindakan kejahatan baru yang

menggunakan teknologi. Dalam hal ini, salah satu pihak yang dapat melakukan pencegahan serta penindakan adalah pihak kepolisian. Kepolisian adalah salah satu alat negara yang bertugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pencegahan serta penanggulangan terhadap tindakan cyber bullying adalah salah satu peranan dari kepolisian.

Dalam peraturan perundang-undangan, tindakan cyber bullying belum diatur dalam Undang yang khusus. Walaupun belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang tindakan cyber bullying, tetapi perbuatan yang termasuk dalam cyber bullying dapat diancam pidana melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal yang dapat dikenai dalam tindakan cyber bullying adalah Pasal 27 ayat (1), (3), dan (4); Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 29. Dalam pasal-pasal tersebut, yang diatur adalah:

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

(19)

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berarti memperjelas akibat hukum bagi pelaku cyber bullying. Dengan demikian, polisi sebagai penegak hukum harus siap menanggulangi tindakan cyber bullying yang terjadi dalam masyarakat.

(20)

Walaupun hanya sebesar 28% siswa yang pernah mengalami cyber bullying, tetapi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan menyebabkan cyber bullying menjadi suatu tindakan yang memerlukan penanganan khusus. Salah satu

penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan penanggulangan cyber bullying. Penanggulangan dilakukan untuk mencegah terjadinya tindakan cyber bullying serta mengatasi tindakan cyber bullying yang telah terjadi.

Penanggulangan terhadap cyber bullying sangat penting untuk mencegah terjadinya dampak negatif dari cyber bullying itu sendiri. Salah satu pihak yang dapat melakukan penanggulangan adalah kepolisisan. Kepolisisan sebagai lembaga yang bertugas untuk melindungi masyarakat serta berwenang menegakkan hukum merupakan lembaga yang dapat melakukan penanggulangan terhadap cyber bullying.

Di Yogyakarta sendiri, pernah ada kasus terkait tindakan cyber bullying yang telah menyebabkan korban bunuh diri. Kasus ini terjadi pada Mei 2013 yang ditulis oleh Kevin Muhammad Haikal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, dalam skripsinya yang berjudul Tindakan Hukum yang Dapat Dilakukan Oleh Keluarga Bobby “Kebo” Yoga Sebagai Ketua Panitia Lockstock

Festival yang Meninggal Dunia Dengan Diduga Akibat Cyber bullying. Cerita kasus ini sebagai berikut:

(21)

dalam event Lockstock Festival 2. Sebelumnya, dalam event Lockstock Festival 2 telah timbul beberapa masalah. Karena masalah yang timbul inilah Yustinus Yoga Cahyadi menerima banyak komentar yang bernada negative dalam akun twitternya maupun dalam akun Lockstock Festival 2. Event Lockstock Festival 2 digelar pada tanggal 25-26 Mei 2013. Pada tanggal 25 Mei, pada sore hari Yogyakarta diguyur hujan. Sehingga, penonton yang datang ke event Lockstock Festival 2 tidak memenuhi target panitia. Selain itu, kurangnya sponsor juga menambah masalah yang ada. Dari kedua masalah tersebut menyebabkan beberapa band yang diundang memutuskan untuk membatalkan penampilannya karena ketidak jelasan fee. Beberapa band yang tidak jadi tampil di event Lockstock 2 kemudian menulis twit yang bernada negative dalam media jejaring sosial Twitter. Salah satunya adalah @rmlegoh dari group band Koil yang menuliskan bahwa ketua panitia Lockstock Festival 2 telah membawa kabur fee pembayaran untuk Band yang akan tampil. Selain itu, penonton yang band idolanya tidak jadi tampil juga menuliskan hal yang negative untuk meluapkan kekecewaannya. Komentar negative yang datang pada Yustinus Yoga Cahyadi lewat jejaring twitter di jawab olehnya dengan twit terakhirnya sebelum bunuh diri. Twit tersebut berbunyi “Trimakasih atas sgala caci maki @locstockfest2..ini gerakan..gerakan menuju Tuhan..salam”. Setelah menulis twit tersebut, pada hari Minggu tanggal 26 Mei 2013 sekitar pukul 08.00 WIB, Yustinus Yoga Cahyadi ditemukan meninggal setelah menabrakkan diri ke kereta api Sri Tanjung jurusan Yogyakarta-Banyuwangi.

Kasus yang dialami oleh Yustinus Yoga Cahyadi adalah salah satu kasus yang terjadi di Yogyakarta. Selama tahun 2013 bulan Januari sampai November, laporan tentang tindakan cyber bullying kepada Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai berikut:

Tabel 1: Laporan tindakan cyber bullying pada Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bulan Januari-November 2013

Bulan Jumlah Laporan Kasus yang Selesai

(22)

Juni - 2 laporan 1 kasus

Juli 3 laporan 1 laporan 3 kasus

Agustus 2 laporan - -

September 2 laporan 1 laporan -

Oktober 1 laporan 1 laporan 1 kasus

November 1 laporan - 1 kasus

Jumlah 19 laporan 8 laporan 8 kasus

27 laporan 8 kasus selesai Sumber: Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Data diperoleh pada 27

Desember 2013.

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa pelanggaran terhadap tindakan cyber bullying melalui internet sebanyak 19 laporan, sedangkan melalui Handphone

(HP) sebanyak 8 laporan, sehingga totalnya 27 laporan. Dari laporan yang ada, kasus yang dapat diselesaikan sebanyak 8 kasus yang dapat diselesaikan oleh Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan peranannya, Polisi belum maksimal menangani tindakan cyber bullying.

B. Identifikasi Masalah

Dengan semakin canggihnya teknologi, maka kehidupan pun berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada. Permasalahan yang timbul semakin kompleks dari sebelunya dan semakin sulit ditangani. Masalah-masalah yang timbul karena perkembangan teknologi dapat berupa:

(23)

2. Orang yang melakukan tindakan cyber bullying, kadang kala tidak sadar bahwa tindakannya termasuk dalam tindakan cyber bullying.

3. Korban yang mengalami tindakan cyber bullying tidak melapor kepada pihak berwajib ataupun orang tuanya karena faktor ketidak tahuan atau tidak berani melawan mereka yang melakukan tindakan cyber bullying kepadanya.

4. Sekolah, masyarakat, dan keluarga belum dapat mencegah terjadinya tindakan cyber bullying

5. Kepolisian sebagai lembaga negara yang bertugas menegakkan hukum, belum maksimal dalam menangani tindakan cyber bullying.

C. Pembatasan Masalah

Dari uraian identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi pembahasan pada Kepolisisan sebagai lembaga negara yang bertugas menegakkan hukum belum maksimal dalam menangani tindakan cyber bullying. Pembatasan dilakukan peneliti karena keterbatasan waktu, tenaga, serta biaya.

D. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang serta pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu:

1) Bagaimana peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying?

(24)

3) Apa upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala dalam menanggulangi kasus cyber bullying?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying

2. Mengetahui kendala yang dihadapi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying

3. Mengetahui upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala dalam menanggulangi kasus cyber bullying

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang merupakan salah satu rumpun keilmuan dari Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian berikutnya sesuai dengan bidang penelitian khususnya untuk pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan

2. Manfaat Praktis

a) Manfaat bagi peneliti

(25)

selama kegiatan perkuliahan. Disamping itu sebagai bekal peneliti untuk menjadi guru PKn yang professional

b) Manfaat bagi Kepolisian

Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan polisi dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan penanganan kasus cyber bullying

c) Manfaat bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang cyber bullying sehingga tidak menjadi korban dan pelaku cyber bullying. Disamping itu memberikan informasi mengenai peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying.

G. Batasan Istilah 1. Peranan

Peranan menurut Poerwadarminta (1995: 751) adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.

2. Penanggulangan

(26)

memelihara dan meningkatkan pembinaan Kamtibmas (Nurdjana, 2009: 28). Jadi, penangguangan adalah upaya untuk mencegah (perventif) dan menindak (represif).

3. Cyber bullying

Justin W. Patchin and Sameer Hinduja (2012:9) dalam Cyber bullying Prevention And Response, mendiskripsikan cyber bullying sebagai “willful

and repeated harm inflicted through the use of computers, cell phone, or other electronic devices”. Dapat diartikan bahwa cyber bullying merupakan

suatu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain secara psikologis melalui penggunaan komputer, telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya. Cyber bullying bukan saja dapat dilakukan melalui internet, tetapi dapat pula dilakukan melalui telepon baik sms, panggilan telepon, atau aplikasi lain dalam telepon.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Kepolisian 1. Pengertian Kepolisian

Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dibedakan dengan Polisi Negara Republik Indonesia, karena perbedaan antara organ dan fungsinya. Organ Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) mempunyai fungsi kepolisian Negara Republik Indonesia, akan tetapi fungsi kepolisian Negara Republik Indonesia tidak selalu dipegang oleh organ polisi negara (Bambang Purnomo, 1988: 25).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi kepolisian menyangkut semua aspek yang berkaitan dengan tugas dan wewenang kepolisian serta kelembagaan yang ada di dalamnya.

2. Tugas Polisi

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dijelaskan pada Pasal 13, bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan

(28)

Dari ketiga tugas pokok kepolisian di atas dijelaskan pada Pasal 14 bahwa dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

(29)

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrative kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. B. Penanggulangan Kejahatan

Semakin berkembangnya jaman, semakin banyak pula tuntutan hidup masyarakat. Banyaknya tuntutan masyarakat menimbulkan dampak yang positif maupun negatif. Saat dampak negatif timbul dan menyebabkan pertentangan kepentingan dalam masyarakat sehingga pelanggaran hukum terjadi, maka institusi hukum berkewajiban untuk menyelesaikannya. Disinilah peranan institusi hukum diperlukan untuk menegakkan hukum.

(30)

Perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan dalam masyarakat dapat mengganggu ketertiban masyarakat, sehingga diperlukan penanggulangan oleh lembaga hukum yang ada. Dalam hal ini, lembaga hukum yang diaksud adalah kepolisian. Penanggulangan berarti upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan. G. P. Hoefnagels dalam buku Barda Nawawi Arief (2014: 45) menjelaskan tiga upaya dalam penanggulangan kejahatan yang dapat ditempuh, yaitu:

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application) b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

c. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media)

Dengan demikian, upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur “penal” (hukum pidana) dan lewat jalur

“nonpenal” (bukan/diluar hukum pidana). Dalam pembagian G. P. Hoefnagels

di atas, upaya – upaya yang disebut dalam butir (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya “nonpenal” (Barda Nawawi Arief, 2014: 46).

(31)

faktor-itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.

Penanggulangan yang dilakukan kepolisian dapat berupa tindakan nonpenal yang bersifat preventif dan penal yang bersifat represif. Tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran norma-norma yang berlaku yaitu dengan mengusahakan agar factor niat dan kesempatan tidak bertemu sehingga situasi yang tertib tetap terpelihara aman dan terkendali. Sedangkan tindakan represif adalah rangkaian tindakan yang dimulai dari penyelidikan, penindakan (penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan), pemeriksaan dan penyerahan penuntut umum untuk dihadapkan ke depan sidang pengadilan (Nurdjana, 2009: 29). Penanggulangan oleh kepolisian yang berupa tindakan preventif berupa penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat, sedangkan tindakan represif dilakukan dengan menindak pelanggar hukum dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan.

1. Penyelidikan

(32)

Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.

Penyelidik dalam melakukan penyelidikan mempunyai wewenang:

1) menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

2) mencari keterangan dan barang bukti;

3) menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

4) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (Pasal 5 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)

Pada Pasal 102 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga mengatur penyelidikan, yaitu tentang:

1) Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.

2) Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf b.

3) Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum

2. Penyidikan

(33)

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sedangkan Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Lebih jelas lagi, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tentang penyidik dalam Pasal 2A, 2B, dan 2C adalah:

Pasal 2A

(1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, calon harus memenuhi persyaratan:

a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara;

b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun; c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi

reserse kriminal;

d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan

e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 2B

(34)

Republik Indonesia yang ditunjuk dapat menunjuk Inspektur Dua Polisi lain sebagai penyidik.

Pasal 2C

Dalam hal pada suatu sektor kepolisian tidak ada penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (1), Kepala Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Inspektur Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik.

Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Menurut istilah Departemen Kehakiman, penyidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemeriksaan surat, pemanggilan sebagai saksi maupun tersangka, pemeriksaan dan penyerahan berkas kepada penuntut umum (Moh Hatta, 2010: 4). Penjelasan mengenai penangkapan, penahanan, dan penggeledahan adalah sebagai berikut:

a) Penangkapan

(35)

Djoko Prakoso (1987: 56) menjelaskan bahwa dalam system Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, penangkapan dapat dibedakan menjadi:

(1) Penangkapan dengan surat perintah penangkapan

Penangkapan dengan surat perintah penangkapan ini dilakukan dalam hal suatu tindakan pidana tidak tertangkap tangan. Surat perintah penangkapan tersebut berisi:

a. Identitas tersangka b. Alas an penangkapan

c. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, dan d. Uraian tempat tersangka diperiksa (Pasal 18 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan penjelasannya) (2) Penangkapan tanpa surat perintah penangkapan

Penangkapan tanpa surat perintah penangkapan ini dapat dilakukan dalam hal suatu tindak pidana tertangkap tangan.

b) Penahanan

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya (Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Penahanan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa:

a. Tersangka atau terdakwa akan melarikan diri

(36)

c. Mengulangi tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)

c) Penggeledahan

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan, baik penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Djoko Prakoso, 1987: 67). Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang, sedangkan penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita

d) Penyitaan

(37)

setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan di atas, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya (C.S.T. Kansil, 1986: 366-367)

Penyitaan yang dilakukan oleh penyidik, dapat dilakukan terhadap:

a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;

b. benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan (Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana)

C. Tinjauan Tentang Cyber Bullying 1. Pengertian Cyber Bullying

Justin W. Patchin and Sameer Hinduja dalam Cyber bullying Prevention And Response, mendiskripsikan cyber bullying sebagai “willful

(38)

dapat dilakukan menggunakan media elektronik lain seperti handphone (http://dl.lux.bookfi.org/genesis/755000/84c8526aeb49b15d0ec3f37418ef 5caf/_as/%5BJustin_W._Patchin,_Sameer_Hinduja%5D_Cyberbullying_(

BookFi.org).pdf).

Cyber bullying hanya berlaku untuk sesama anak/remaja. Sementara jika ada orang dewasa yang turut terlibat di dalamnya, maka itu tidak termasuk cyber bullying. Kegiatan tersebut sudah dapat dipandang sebagai perbuatan kriminal atau cyber crime (Adrian Priyatna, 2010: 32). Batasan umur untuk tindakan cyber bullying adalah 18 tahun, sehingga apabila pelaku atau korban berusia lebih dari 18 tahun maka perbuatan tersebut termasuk dalam cyber crime.

2. Ancaman Pidana Cyber Bullying

Pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku cyber bullying adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Walaupun pada pasal-pasalnya tidak secara langsung disebut melanggar tindakan cyber bullying, tetapi apabila melihat dari tindakan yang dilanggar, maka tindakan tersebut termasuk dalam tindakan cyber bullying. Pasal yang dapat dikenai dalam tindakan cyber bullying adalah

Pasal 27 ayat (1), (3), dan (4); Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 29. Dalam pasal-pasal tersebut, yang diatur adalah:

Pasal 27

(39)

(3)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

(4)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(2)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Ancaman hukuman yang dapat dijatuhkan dalam tindakan cyber bullying adalah untuk Pasal 27 dan 28 dapat diancam dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Kemudian untuk Pasal 29 dapat diancam dengan pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Selain Undang-Undang ITE, bila mengingat bahwa korban dan pelaku tindakan cyber bullying adalah anak-anak maka pelakunya dapat di jerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal yang dapat dikenakan pada pelakunya adalah Pasal 80 ayat (1) yaitu:

(40)

penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah peraturan perundang-undangan untuk tindakan cyber crime. Tindakan cyber bullying dapat dikenai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah karena cyber bullying adalah bagian dari cyber crime. Tindakan cyber bullying dapat dilakukan melalui internet maupun handphone. Hal ini dijelaskan oleh Megan Poore (2013: 189) cyber bullying can occurs as hateful, hurtful, and harrassing message sent or posted via SMS/ text message, wall comments on social networking site,

chat rooms, blog post, and the like. But it can also take theform of uploading or distributing embrassing videos or images or other media: it need not to be limited to „written‟ or „verbal‟ communications.

3. Akibat Cyber Bullying

(41)

dalam kehidupan sekolah. Mobina S. B. Jaffer dan Patrick Brazeau (2012:46) menjelaskan akibat yang ditimbulkan dari cyber bullying dalam kehidupan di sekolah antara lain:

a) Memiliki sikap yang buruk di sekolah b) Sering tidak masuk sekolah

c) Sulit konsentrasi, mengingat, dan berfikir d) Prestasi rendah

4. Penyidikan Terhadap Cyber Bullying

Penyidikan terhadap tindakan cyber bullying diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 42 dijelaskan bahwa penyidikan terhadap tindak pidana cyber dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maksudnya, semua aturan yang ada dalam KUHAP tetap berlaku sebagai ketentuan umum (lex generalis) kecuali yang disimpangi oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai ketentuan yang khusus (lex specialis). Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan mengenai penyidikan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tetap diberlakukan sebagaimana diatur dalam KUHAP (Josua Sitompul, 2012: 309).

(42)

Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Wewenang PPNS dalam melakukan penyidikan adalah sebagai berikut:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;

c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini

f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau

i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku (Pasal 43 ayat (5) Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).

(43)

memberikan masukan dan bantuan teknis penyidikan yang diperlukan, PPNS menginformasikan kepada penyidik Polri mengenai perkembangan penyidikan yang mereka lakukan, dan PPNS menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum melalui Penyidik Polri (Josua Sitompul, 2012: 313).

Penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dalam tindakan cyber bullying harus memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). Pengaturan ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam menangani informasi dan dokumen elektronik yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

(44)

b) Mengingat informasi dan dokumen elektronik dapat dengan mudah diubah baik sengaja maupun tidak sengaja, dalam menangani informasi atau dokumen elektronik, penyidik harus menerapkan prosedur dan metode ilmiah yang dikenal dengan forensic digital untuk menjaga integritas atau keutuhan data sehingga informasi dan dokumen elektronik dapat dijadikan alat bukti.

c) Penyidik juga diberikan tanggung jawab untuk menjaga kelancaran layanan publik sehingga kepentingan masyarakat tetap terjaga (Josua Sitompul, 2012: 313-314)

(45)
(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan metode penelitian kualitatif. Hadari Nawawi (2002: 63), menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek ataupun obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lainnya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya yang meliputi interpretasi data dan analisis data.

(47)

tindakan cyber bullying, serta upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala tersebut.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil secara purposive. Purposive adalah teknik pengambilan data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012: 218). Dengan teknik ini berarti tidak semua orang dapat menjadi subjek penelitian karena subjek penelitian harus memiliki kriteria yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai lembaga yang akan diteliti memungkinkan peneliti untuk menentukan subjek penelitian. Subjek penelitian tersenut harus sesuai dengan criteria sebagai berikut:

1. Polisi yang bertugas di Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2. Polisi yang pernah menanggulangi dan terlibat langsung yang berkaitan

dengan tindakan cyber bullying.

3. Polisi yang pernah melakukan sosialisasi, penyuluhan, dan memberikan informasi kepada masyarakat terkait tindakan cyber bullying.

Dari kriteria di atas, ditemukan subjek penelitian adalah:

1. Dua orang penyidik Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bagian Direktorat Reserse Kriminal Khusus

(48)

3. Seorang Kepala Sub Bagian Pembinaan Operasional (Subditbinopsnal) Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bagian Direktorat Bimbingan Masyarakat

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2014 sampai Juli 2014. Tempat penelitian dilakukan di Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Lingkar Utara Condong Catur, Depok, Sleman Yogyakarta. Tempat penelitian dilakukan di Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta karena semakin lama semakin banyak tindakan cyber bullying yang terjadi. Kepolisian adalah salah satu alat negara yang bertugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pencegahan serta penanggulangan terhadap tindakan cyber bullying adalah salah satu peranan dari kepolisian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara

(49)

agar data yang diinginkan dapat diperoleh dengan baik. Wawancara yang dilakukan dengan narasumber mengenai peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, kendala yang dihadapi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, serta upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala tersebut

2. Dokumentasi

(50)

Ditbinmas, serta data laporan tindakan cyber bullying yang masuk ke Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dari data yang ada terlebih dahulu perlu dilakukan pemeriksaan data. Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah teknik cross chek data. Cross chek data dilakukan dengan mengecek data hasil wawancara dengan data dokumentasi (Burhan Bungin, 2001: 95-96). Dalam penelitian ini untuk memperoleh keabsahan data dilakukan cross chek data dari hasil wawancara antar subjek penelitian dengan data dokumentasi yang berkaitan mengenai peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, kendala yang dihadapi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, serta upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala tersebut.

F. Teknik Analisis Data

(51)

induktif adalah penarikan kesimpulan yang berawal dari fakta, peristiwa yang kongkrit, kemudian ditarik kesimpulan secara umum dengan menyajikan data dan menganalisis data dalam bentuk deskriptif.

Secara umum, proses analisis datanya mencakup reduksi data, kategorisasi, data display, dan kesimpulan. Penjelasan proses analisis data tersebut sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh di lapangan sangat banyak serta kompleks, sehingga diperlukan analisis data dengan mereduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan akan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2012: 247). Data yang direduksi adalah data yang berkaitan dengan peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, kendala yang dihadapi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, serta upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala tersebut.

2. Kategorisasi

(52)

b. Setiap kategori diberi nama yang disebut “label” (Levy J Moleong, 2010: 288)

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan subjek penelitian dan dokumen yang diperoleh di Kepolisian Daerah daerah Istimewa Yogyakarta masih merupakan data mentah. Oleh karena itu peneliti melakukan penyederhanaan data yang relevan yaitu memiliah-milah data yang sesuai dengan permasalahan penelitian yaitu peranan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, kendala yang dihadapi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, serta upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala yang ada.

3. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Miles and Huberman dalam Sugiyono (2012: 249) menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the

past has been narrative text”. Bisa diartikan bahwa yang paling sering

(53)

Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindakan cyber bullying, serta upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengatasi kendala tersebut

4. Kesimpulan

(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Profil Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

a. Sejarah Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) Pada tanggal 10 Juli 1948 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1948 yang di tetapkan di Yogyakarta, kepala Penilik Kepolisian merubah namanya menjadi Kepala Kepolisian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Kepolisian Wilayah Yogyakarta. Pada saat itu Polisi Wilayah hanya terdapat bagian sebagai berikut:

1) Bagian umum

2) Bagian Reserse Kriminal

3) Bagian Pegawas Aliran Masyarakat

Demikian dengan Polisi Sub Wilayah mempunyai bagian yang sama dengan Polisi Wilayah, dengan terbentuknya Jawatan Kepolisian Negara pada tanggal 17 Agustus 1950 pada Polisi Sub Wilayah terdapat pospos polisi. Disusul dengan order Kepala Kepolisian Negara tanggal 13 Mei 1951 No.2/II/1951, pada kantor Polisi Wilayah bertambah bagian-bagiannya yaitu :

1) Bagian Umum.

2) Bagian Pengawas Aliran Masyarakat. 3) Bagian Reserse Kriminal.

(55)

5) Bagian Perlengkapan

Sehubungan dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Pemerintah Daerah No: I / 1957 tentang pembentukan daerah Swantara, maka susunan Kepolisian berubah. Kepolisian Wilayah Yogyakarta dirubah menjadi Distrik Kepolisian Yogyakarta, sedangkan Kepolisian kecamatan diubah menjadi Sektor Kepolisian. Berdasarkan Skep Kapolri No.Pol.: Skep / 108 / 1985 tanggal 1 Juli 1985 KOWIL 96 Yogyakarta menjadi Kepolisian Wilayah (POLWIL) Yogyakarta, sedangkan pada bulan September 1989 Polwil yang terletak di Jln. Malioboro di pindahkan ke Jln. Lingkar Utara Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta. Berdasarkan keputusan Kapolri No.Pol.: Kep / 08 / IX / 1996 tanggal 16 September 1996 POLWIL Yogyakarta menjadi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (http://www.jogja.polri.go.id/content/sejarah-polda-diy.html).

b. Visi dan Misi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

(56)

1) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, tanggap atau responsif, dan tidak diskriminatif agar masyarakat bebas dari segala bentuk gangguan fisik dan psikis. 2) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat sepanjang waktu

di seluruh wilayah hukum Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, serta memfasilitasi keikutsertaan masyarakat dalam memelihara Kamtibmas dengan mengembangkan Community Policing.

3) Memelihara keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang. 4) Menegakkan hukum secara proporsional, obyektif, transparan dan

akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan. 5) Mengelola secara profesional, transparan, akuntabel, dan modern

seluruh sumber daya Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta guna mendukung operasional tugas Polri melalui pendekatan kejujuran, disiplin, kamunikasi, cinta kasih, dan selalu bersyukur (http://www.jogja.polri.go.id/content/visi-dan-misi.html).

c. Kebijakan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

(57)

agar mampu memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat. Untuk ini Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta telah memberikan arahan.

Kebijakan di bidang Operasional berupa "Panca Siap" sebagai berikut :

1) Siap Diri

Berpenampilan rapi dan bersih; berprilaku sesuai tuntunan Tri Brata dan Catur Prasetya; memiliki kemampuan perorangan baik pengetahuan umum maupun teknis kepolisian; memiliki dan membawa kelengkapan administrasi baik pribadi maupun dinas. 2) Siap Makro

Penataan ruang dan lingkungan makro yang teratur; memiliki kelengkapan administrasi dan dukungan materal logistik; terpeliharanya kebersihan, kerapian dan kenyamanan makro; terjaminnya keamanan makro.

3) Siap Data

Memiliki data kesatuan yang akurat dan aktua, kelengkapan data pada masing-masing fungsi / bagian.

4) Siap Operasional

(58)

5) Siap Siaga

(59)
(60)

2. Profil Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus)

(61)
(62)

b. Visi dan misi Organisasi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus)

Visi Direktorat Reserse Kriminal Khusus yaitu mewujudkan Penyidikan yang profesional, proporsional, prosedural, jujur, adil dan akuntabel serta menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia dalam rangka penegakan hukum pidana khusus diwilayah hukum Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Visi yang telah ditetapkan tersebut, maka Misi Direktorat Reserse Kriminal Khusus yang mencerminkan koridor tugas pokok satu tahun kedepan sebagai berikut:

1) Menjamin keberhasilan dalam rangka pembinaan personil dan penegakan hukum tindak pidana khusus di wilayah hukum Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.

2) Menegakkan hukum secara profesional, objektif, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan serta menjunjung hak asasi manusia.

3) Mengelola sumber daya Direktorat Reserse Kriminal Khusus secara profesional dan modern guna mendukung tugas pokok. 4) Membangun sistem sinergi polisional inter departemen dan

(63)

5) Membangun sinergi polisional antar instansi dan lembaga nasional maupun komponen masyarakat dalam rangka membangun kemitraan dan jejaring kerja (partnership building).

c. Ruang Lingkup Tugas Dan Tanggung Jawab

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi penyelidikan serta tindak pidana khusus yang meliputi kejahatan kerah putih, ekonomi/keuangan, korupsi/KKN, Transnasional, kejahatan komputer sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat Reserse Kriminal Khusus menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

1) Pembinaan fungsi penyelidikan dan penyidikan di bidang industri dan perdagangan: bidang fiscal, moneter dan devisa, bidang Sumber Daya Lingkungan , bidang Cyber Crime dan bidang Korupsi.

(64)

3) Menyelenggarakan pembinaan teknis termasuk kordinasi pengawasan terhadap kegiatan operasional dan administrasi penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

4) Menganalisa kasus-kasus atensi/menonjol, mempelajari efektifitas pelaksanaan serta penanganan kasus-kasus tindak pidana oleh satuan fungsi Reskrimsus Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

d. Tugas dan Tanggung Jawab Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

1) Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Direktorat Reserse Kriminal Khusus dipimpinan oleh seorang Direktur yang bertanggungjawab kepada kapolda, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolda disamping tugas pokok menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan adiminstrasi penyidikan PPNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping tugas pokok, Ditreskrimsus mempunyai tugas fungsi sebagai berikut :

(65)

b) Menganalisa kasus beserta penangannya serta mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Ditreskrimsus;

c) Pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan operasional serta administrasi penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil ;

d) Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana khusus dilingkungan Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta; e) Pengumpulan dan pengelolaan data serta menyajikan informasi

dan dokumentasi program kegiatan Ditreskrimsus;

2) Wakil Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Wadir Reskrimsus)

Wadir Reskrimsus adalah pejabat yang membantu Dirreskrimsus dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dan bertanggungjawab kepada Dirreskrimsus. Tugas dan tanggung jawabnya sebagai berikut:

a) Membantu Direskrimsus dalam rangka pengendalian, pengawasan dan pembinaan kegiatan serta sumber daya manusia dilingkungan Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

(66)

c) Bertanggungjawab kepada Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

3) Bagian Pembinaan Operasional (Bagbinopsnal)

Bagbinopsnal adalah bagian pembinaan operasional yang dipimpin oleh Kepala Bagian Operasional (Kabagopsnal) yang mempunyai tugas pokok:

a) Melaksanakan pembinaan Ditreskrimsus melalui analisis dan gelar perkara berserta penangannya;

b) Mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas penyelidikan dan penyidikan;

c) Melaksanakan latihan fungsi serta menghimpun dan memelihara berkas yang telah selesai diproses dan bahan literature yang terkait;

d) Mengumpulkan dan mengolah data, serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan Ditreskrimsus.

Disamping tugas pokok terdapat beberapa tugas fungsi sebagai berikut:

a) Menganalisis dan mengevaluasi tugas Ditreskrimsus;

(67)

c) Pelatihan fungsi dan pengadministrasian kegiatan penyelidikan dan penyidikan serta pengarsipan berkas perkara;

d) Pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi dan domkumentasi program kegiatan ;

e) Perencanaan operasi, penyiapan administrasi operasi dan pelaksanaan operasi.

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan tugas fungsi Kabagbinopsnal dibantu oleh 2 (dua) orang Kasubbag yaitu Kasubbagminopsnal dan Kasubbaganev

a) Kepala Sub Bagian Administrasi Operasional (Kasubbagminopsnal) bertugas menyelenggarakan pelatihan fungsi, persiapan berkas perkara dan pengadminstrasian kegiatan penyelidikan dan penyidikan

b) Kepala Sub Bagian Analisa dan Evaluasi (Kasubbaganev) bertugas menganalisa dan mengevaluasi kegiatan Direskrimsus

4) Bagian pengawasan penyidikan (Bagwassdik)

(68)

Disamping tugas pokok Bagwassidik terdapat beberapa tugas fungsi sebagai berikut:

a) Pengawasan pelaksanaan penyidikan dan penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Subdit;

b) Pelaksanaan supervise, koreksi dan asistensi kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana;

c) Pengkajian efektivitas pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana melalui penyelanggaraan gelar perkara;

d) Pemberian saran masukan kepada Direktur terkait dengan hasil pengawasan penyidikan, termasuk menjawab pengaduan masyarakat;

e) Pemberian bantuan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus yang dilakukan oleh penyidik pada Subdit dan PPNS.

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan tugas fungsi Kabagwassidik dibantu oleh 3 (tiga) Unit yang diketuai oleh Kanit dan sejumlah penyidik utama yang bertugas membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Bagwassidik

5) Sub Bagian Perencanaan dan Administrasi

(69)

manajemen Sarpras, personil dan kinerja serta mengelola keuangan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam dilingkungan Ditreskrimsus.

Disamping tugas pokok Subbagrenmin mempunyai tugas fungsi sebagai berikut:

a) Penyusunan perencanaan jangka sedang dan jangka pendek, antara lain Renstra, rencangan Renja, Renja, kebutuhan sarana prasarana, personel dan anggaran;

b) Pemeliharaan perawatan dan administrasi personel;

c) Pengelolaan sarpras dan penyusunan laporan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN);

d) Pelayanan fungsi keuangan yang meliputi pembiayaan, pengendalian, pembukuan, akutansi dan penyusunan laporan SAI serta pertanggungjawaban keuangan;

e) Pengelolaan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam; f) Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan

(70)

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan tugas fungsi Kasubbag dibantu oleh 4 (empat) Kaur yang disebut Kaurren, Kaurmin, Kaurkeu, Kaurtu

a) Kepala Urusan Perencanaan (KAURREN)

Bertugas membuat Renstra, rancangan Renja, Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL), Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Penetapan kinerja, Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term Of Reference (TOR), Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) satuan kerja, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program bidang Reskrimsus Polda DIY

b) Kepala Urusan Administrasi (KAURMIN)

Bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi umum, personil dan material logistik

c) Kepala Urusan Keuangan (KAURKEU)

Bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan keuangan d) Kepala Urusan Ketatausahaan (KAURTU)

Bertugas menyelenggarakan kegiatan ketatausahaan dan urusan dalam

6) Sie Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) PPNS

(71)

melaksanakan koordinasi dan pengawasan penyidikan termasuk pemberian bimbingan teknis dan taktis serta bantuan konsultasi penyidikan kepada PPNS (http://www.jogja.polri.go.id/content/dit-reskrimsus.html).

3. Profil Direktorat Pembinaan Masyarakat (Ditbinmas)

Ditbinmas adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf pada Polda yang berada dibawah Kapolda. Ditbinmas bertugas membina dan dalam batas kewenangan menyelenggarakan bimbingan masyarakat dan pembinaan kemitraan dalam lingkungan Polda. Ditbinmas terdiri dari :

a. Sub Bagian Direktorat pembinaan dan ketertiban penyuluhan disingkat Subditbintibluh. Bertugas menyiapkan dan merumuskan kebijakan Kapolda dalam bidang penyelenggaraan manajemen bimbingan masyarakat yang meliputi pembinaan ketertiban masyarakat dan bimbingan masyarakat/penyuluhan masyarakat oleh satuan-satuan fungsi tingkat Polda dan Polres termasuk pemberdayaan personel dan potensi masyarakat dalam rangka terjalinnya hubungan Polri masyarakat yang kondusif.

(72)

keamanan lingkungan masyarakat dalam rangka pengaman swakarsa termasuk pelayanan perijinan dan pengawasan jasa keamanan.

c. Sub Bagian Direktorat Kerjasama disingkat Subditkerma. Bertugas menyelenggarakan kerjasama dengan instansi pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah dan pembinaan teknis koordinasi dan pengawasan kepolisian khusus serta koordinasi dengan pimpinan instansi penyidik pegawai negeri sipil termasuk kerjasama dengan organisasi/lembaga/tokoh sosial kemasyarakatan.

Gambar

Tabel 1: Laporan tindakan cyber bullying pada Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bulan Januari-November 2013
Gambar 1: Struktur organisasi Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Gambar 2: Struktur Organisasi Direktorat Reserse Kriminal Khusus
Gambar 3 : Kegiatan Pembinaan di SMP Negeri 3 Prambanan pada  21 April 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kendala pada sistem perawatan arsip tekstual adalah dalam perawatan arsip tekstual di Badan Arsip Daerah Provinsi Jawa Tengah belum berjalan dengan baik sesuai dengan

Kelajuan rata-rata didefinisikan sebagai hasil bagi antara jarak total yang ditempuh dengan selang waktu untuk menempuhnya.. Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai hasil

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pengembangan kompetensi paedagogik menuju sekolah bermutu di SDN Banaran 1 yang dijabarkan pada dua sub

[r]

Untuk keperluan coret-mencoret, harap menggunakan tempat yang kosong pada naskah soal ini dan jangan pernah menggunakan lembar jawaban karena akan mengakibatkan jawaban Anda tidak

Dengan adanya penelitian ini, maka jaringan komputer yang ada di SMA Negeri 2 Boyolali telah terbangun privileges berbasis Active Directory pada Windows Server 2008

[r]