• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SADD ADH-DHARI’AH TERHADAP JUAL BELI KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS SADD ADH-DHARI’AH TERHADAP JUAL BELI KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

SADD ADH-DHARI><

’AH

TERHADAP JUAL BELI

KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN

ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH

KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA

SKRIPSI

Oleh

NI’MATUL JANAH

NIM: C92212148

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)

ANALISIS

SADD ADH-DHARI><

’AH

TERHADAP JUAL BELI

KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN

ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH

KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Syariah dan Hukum

Oleh

NI’MATUL JANAH

NIM. C92212148

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) yang berjudul Analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya. Rumusan masalahnya: Pertama, Bagaimana pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya. Kedua, Bagaimana analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.

Data penelitian ini dihimpun melalui observasi, wawancara mendalam (depth interview) dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif, yang diawali dengan mengemukakan pengertian-pengertian, teori-teori atau fakta-fakta yang bersifat umum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai jual beli dan Sadd adh-Dhari>’ah yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di lapangan mengenai pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya, untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jual beli kerajinan tangan yang digunakan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu. Proses pembuatan kerajinan tangan diawali dengan membuat kerangka dari bambu, kemudian membuat polanya dari karton, setelah itu melapisi dengan kertas-kertas. Untuk memasarkannya melalui via online. Setelah melihat gambar dan memesan baru membicarakan masalah harga sesuai apa yang telah dipesan. Barang kerajinan tangan yang dipesan oleh orang Khonghucu digunakan sebagai sembayangan mereka. Menurut keyakinan dari agama Khonghuchu menceritakan bahwa ketika mengirim barang-barang dari alam kita, kemudian dibakar ditujukan kepada orang meninggal, maka di alam orang yang meninggal tersebut akan terkirim sebuah rumah beserta isinya tergantung apa yang dikirimkan oleh keluarga yang masih hidup. Dalam tindakan pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu yang telah dianalisis ini menurut hukum Islam dihukumi sah tetapi tujuannya yang tidak boleh. Karena dalam hal ini, manfaat dari produk kerajinan tangan ini akhirnya digunakan untuk sarana beribadah orang Khonghuchu. Syariat Islam sangat menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan usaha halal yang bermanfaat untuk kehidupan mereka, dengan tetap menekankan kewajiban utama untuk selalu bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Allah dalam semua usaha yang mereka lakukan.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITRASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ...8

C.Rumusan Masalah ...9

D.Kajian Pustaka ...9

E.Tujuan Penelitian...12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ...12

G.Definisi Operasional ...13

H.Metode Penelitian ...14

I. Sistematika Pembahasan ...19

BAB II JUAL BELI DAN SADD ADH-DHARI><’AH 1. Jual Beli ...21

A. Pengertian Jual Beli ...21

B.Dasar Hukum Jual Beli ...23

C.Rukun Jual Beli ...25

D.Syarat-syarat Jual Beli ...27

E.Jual Beli yang Dilarang Islam ...31

2. Sadd Adh-Dhari>’ah ...39

(9)

B.Dasar Hukum Sadd adh-Dhari>’ah ...40

C.Obyek Sadd adh-Dhari>’ah ...42

D.Macam-macam Sadd adh-Dhari>’ah ...43

E.Kedudukan Sadd adh-Dhari>’ah, ...47

BAB III JUAL BELI KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA A.Deskripsi Lokasi Penelitian ...51

1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ...51

2. Sejarah Berdirinya Kerajinan Tangan Sederhana ...53

3. Profil Kerajinan Tangan Sederhana ...53

B.Pengertian Kerajinan Tangan ...55

C.Deskripsi Tentang Pelaksanaan Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu………59

1. Pelaksanaan Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu………..60

2. Keuntungan dan Kerugian……….62

BAB IV ANALISIS DATA A.Praktek Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya...64

B.Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya dalam Konteks Sadd adh-Dhari>>>>><’ah ...67

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ...75

B.Saran ...77

DAFTAR PUSTAKA ...78

(10)

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

No Arab Indonesia Arab Indonesia

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ’ b t th j h} kh d dh r z s sh s} d} ط ظ ع غ ف ق ك ل م ت و ه ء ي t} z} ‘ gh f q k l m n w h ’ Y

Sumber: Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Term Papers, Disertations (Chicago and London: The University of Chicago Press,1987).

B. Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong)

Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia

َ َ َ fath}ah kasrah d}ammah A i u

(11)

2. Vokal Rangkap (diftong) Tanda dan

Huruf Arab

Nama Indonesia Ket.

َ ـَيبـ َ

َ ـَيوـ َ

fath}ah dan ya’ fath}ah dan wawu

ay

aw a dan y a dan w

Contoh : bayna (نبي) : mawd}u@‘ (عوضوم)

3. Vokal Panjang (mad) Tanda dan

Huruf Arab Nama Indonesia Keterangan

ا ــَ يِــ َ

وُــَ

fath}ah dan alif kasrah dan ya’ d}ammah dan wawu

a@ i@ u@

a dan garis di atas i dan garis di atas u dan garis di atas

Contoh : al-jama@‘ah (ةعامجلا) : takhyi@r (رييخت) : yadu@ru (رودي)

C. Ta@’Marbu@t}ah

Transliterasi untuk ta’ marbu@t}ah ada dua :

1. Jika hidup (menjadi mud}a@f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

Contoh : shari@‘at al-Isla@m (ماسااةعيرش) : shari@‘ah isla@mi@yah (ةيماسإيرش)

D. Penulisan Huruf Kapital

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama adalah pedoman hidup yang diberikan oleh Allah kepada umat

manusia, agar kehidupan mereka di dunia menjadi sejahtera dan mereka

selamat kelak dalam kehidupan akhirat. Pedoman tersebut diturunkan dalam

bentuk wahyu, yang karena berasal dari Allah yang diyakini sebagai Dzat

yang Maha Benar, maka para pemeluk agama memperlihatkan ketaatan yang

tinggi terhadap ajaran agama mereka.1

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk

yang berkodrat hidup dalam masyarakat. Sebagai makluk sosial, dalam

hidupnya manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang

bersama-sama hidup dalam masyarakat.2 Oleh karena itu secara tidak langsung terjadi

interaksi-interaksi diantara mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dari sinilah

akan terwujud rasa saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara

sesama manusia. Apabila salah satu diantara mereka ada yang membutuhkan

bantuan maka yang lain turut membantu untuk meringankan kesulitannya.

Semua perbuatan-perbuatan ini menjadi kegiatan manusia dalam kehidupan

sehari-hari.

1

Afif Muhammad, Agama Konflik Sosial, (Bandung: MARJA, 2013), 11.

2

(13)

2

Setiap kegiatan manusia tersebut sudah diatur oleh agama Islam yang

tertulis dalam kitab suci al-Qur’an, yang dinamakan dengan fiqh muamalah.

Adapun fiqh muamalah sendiri adalah peraturan-peraturan Allah yang harus

diikuti dan ditaati oleh manusia dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga

kepentingan manusia.3

Pada prinsipnya segala bentuk mu’a>malah dilakukan atas dasar

pertimbangan mendatangkan mas}lah}ah, sedangkan yang merusak hidup dan

mendatangkan mad}ara>t bagi banyak orang dan dibiarkan begitu saja, maka

itu tidak dibenarkan oleh shari>‘ah.

Dijelaskan juga dalam QS. An-Nisa’ {[4]: 29

                                   



Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sekali-kali memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”4

Para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa

manusia tidak akan mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain.5

Namun, yang menjadi permasalahan, ketika jual beli tersebut sudah sesuai

dengan asas suka sama suka, tetapi setelah melakukan jual beli tersebut

3 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),

3.

4

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qura><<<n dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2008), 83

(14)

3

ternyata mengandung kepada perbuatan yang mengakibatkan pada hal-hal

yang menuju kepada kerusakan. Seperti yang dijelaskan dalam kaidah Fiqh:6

ءْرَد

ِدِساَفمْلا

ىَلْوَا

ْنِم

ِبْلَج

ِحِلاَصَمْلا

اَذِإَف

َضَراَعَ ت

ةَدَسْفَم

ةَحَلْصَمَو

َمِد ق

عْفَد

ِةَدَسْفمْلا

اًبِلاَغ

Artinya: “Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan, dan apabila berlawanan antara mafsadah dan maslahah, maka secara umum didahulukan yang menolak mafsadah”

Hukum Islam tidak hanya mengatur tentang perilaku manusia yang

sudah dilakukan tetapi juga yang belum dilakukan. Hal ini bukan berarti

bahwa hukum Islam cenderung mengekang kebebasan manusia. Tetapi

karena memang salah satu hukum Islam adalah untuk mewujudkan

kemas}lah}atan dan menghindari kerusakan (mafsadah). Secara garis besar

tujuan shari>‘ah adalah untuk kemas}lah}atan (kebaikan) umat manusia di

dunia dan di akhirat baik dengan menarik manfaat maupun mencegah

adanya kerusakan. Seperti halnya ketetapan hukum, ketetapan dhari>’ah

khususnya Sadd adh-Dhari>’ah. Menurut Imam Asy-Syatibi mendefenisikan

Sadd adh-Dhari>‘ah ialah:7

َصَوَ تلأ

ل

َِبا

ةَحَلْصَم

ةَدَسْفَم

Artinya: “Melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandung

kemaslahatan menuju kepada suatu kemafsadatan”.

Ada cara-cara jual beli yang dianjurkan dalam Islam agar tidak

merugikan orang lain. Membolehkan sesuatu yang dilarang dan melarang

6

Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta: Kalam Mulia, Cetakan Ketujuh, 2008), 39. 7

(15)

4

sesuatu yang dibolehkan dalam jual beli sesuai dengan shari>‘ah merupakan

hal yang sangat penting dalam menetapkan hukum bagi Islam, demi

menciptakan berbagai kemas}lah}atan dan menghindari kemafsadatan dan

keburukan.

Maksudnya, seseorang melakukan suatu pekerjaan yang pada dasarnya

dibolehkan karena mengandung suatu kemaslahatan, tetapi berakhir pada

suatu kemafsadatan.8 Hal tersebut terjadi pada usaha kerajinan tangan milik

bapak Supandi di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.

Selain sebagai pembuat kerajinan tangan, juga melakukan transaksi jual beli

yang di dibuat tersebut.

Kerajinan tangan yang dibuat beraneka ragam bentuknya, seperti 1 set

rumah-rumahan meliputi kebun, rumah, mobil, pesawat, becak, tandu,

pengawal-pengawal, televisi, sepeda motor, radio, brankas, gunung emas,

gunung perak, koper-koper baju, anjing, kapal, pabrik, mall, apartemen, villa,

intinya tergantung dengan apa yang dipesan oleh pembeli.

Bapak Supandi pemilik usaha kerajinan tangan memutuskan untuk

berwirausaha kerajinan tangan ini karena beliau ingin meneruskan skill yang

dimiliki, sudah dari kecil, kurang lebih 20 tahun dari usia beliau mempelajari

bidang kerajinan tangan tersebut. Jadi amat disayangkan kalau tidak

dikembangkan sendiri. Sedangkan di bidang ini pun juga bisa dijadikan

sebagai mata pencaharian saya dan untuk menghidupi keluarga saya.9 Hadis

terdahulu yang diriwayatkan oleh al-Bazzar juga mengungkapkan bahwa

8

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 161.

9

(16)

5

bekerja dengan tangan sendiri (kerajinan tangan) termasuk usaha yang

mulia. Dalam keterangan lain dikemukakan oleh Rasulullah saw:

ِم ِل كْأَي ْنَا ْنِم ا رْ يَخ طَق ا ماَعَط دَحَا لَكَااَم

ِلَمَع ْنِم ل كْأَي َناَك َدا وَد َها ََِِن َناَو ِهِدَي ِلَمَع ْن

ِهِدَي

(

ىرخبلا هاور

)

Artinya: “Tiada suatu makanan yang lebih baik bagi seseorang, melainkan apa yang dihasilkan oleh pekerjaan tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabiyullah Daud, makan dari hasil pekerjaan (kerajinan) tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)10

Pembuatan kerajinan tangan seperti ini, terbilang gampang-gampang

susah, sehingga belum banyak masyarakat yang menggelutinya. Menurut

Bapak Supandi, membuat kerajinan seperti ini dibutuhkan ketrampilan.

Hanya saja kerajinan tangan yang dibuat ini hanya untuk pembeli yang

beragama Khonghuchu, dan bagi mereka kerajinan tangan ini digunakan

sebagai sarana peribadatan. Untuk proses pembuatan, sesuai pemesanan

(mencantumkan foto yang dipesan), kemudian membuat polanya dari karton,

membuat kerangkanya dari bambu (pring) yang didatangkan dari Malang,

Madura, dan Gresik. Kemudian melapisi dengan kertas-kertas dan

memberikan sentuhan aksesoris atau perabotan-perabotan.11

Pelaksanaan jual belinya, biasanya pembeli menghubungi terlebih

dahulu pembuat kerajinan untuk membicarakan mengenai model atau type

rumah atau barang yang akan dipesan, atau juga bisa mendatangi langsung

rumah Bapak Supandi selaku pemilik usaha kerajinan tangan yang berada di

Kelurahan Rangkah Tambaksari Surabaya, untuk melihat foto-foto

10

Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 91

11

(17)

6

rumahan atau kerajinan yang mereka butuhkan untuk sembayangan. Setelah

itu baru bernegosiasi mengenai harga, barang dibuat sesuai pemesanannya,

kemudian dikirim ke tempat sembayangan.

Berdasarkan proses jual beli kerajinan tangan dirasa penting untuk

meneliti dengan permasalahan seputar pelaksanaan jual beli kerajinan.

Proses pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan

orang khonghuchu. Menurut keyakinan dari agama mereka memang

menceritakan bahwa ketika mengirim barang-barang dari alam kita,

kemudian dibakar ditujukan kepada orang yang meninggal, maka di alam

orang yang meninggal tersebut akan terkirim sebuah rumah beserta isinya

tergantung apa yang dikirimkan oleh keluarga yang masih hidup. Jadi murni

untuk ibadah saja.

Bagi agama Khonghuchu, menghormati arwah dianggap suatu hal yang

penting, sebab menurut mereka arwah itu memerlukan pemujian. Upacara

dari pada orang mati selalu merupakan bagian penting dari upacara pemujian

dalam rumah maupun upacara resmi negara. Jadi roh-roh (arwah) masih

dianggap dapat memberikan berkah, doa dan pertolongan kepada para

keluarganya.12

Menurut Pak Supandi, usaha kerajinan tangan tersebut diperbolehkan

karena memandang bahwa selama pekerjaan tersebut tidak haram dan tidak

ikut mempercayai keyakinan atau tradisi dari orang yang beragama

Khonghuchu. Dan usaha tersebut hanya semata-mata karena Allah diniatkan

12

(18)

7

mencari rizki untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu sesama

untuk mendapatkan lapangan pekerjaan.

Dalam hal ini jual beli yang dilakukan dengan usaha kerajinan tangan

diperbolehkan dalam islam, layaknya jual beli yang dilakukan dengan usaha

yang lain pada umumnya. Namun hal tersebut menjadi perhatian ketika

kerajinan tangan digunakan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu.

Sehingga, apabila kerajinan tangan tersebut dijual kepada masyarakat dan

membawakan suatu kemadaratan dengan tujuan untuk digunakan hal yang

tidak baik maka harus dicegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan.

Kaidah umum dalam mencari nafkah adalah bahwa islam tidak

memperbolehkan para penganutnya mendapatkan harta dengan cara

semaunya. Islam menegaskan bahwa ada cara-cara usaha yang sesuai dengan

syariat, ada pula yang tidak sesuai dengannya, seiring dengan tegaknya

kemaslahatan bersama.13 Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban

mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak

(fasid). Ini dimaksudkan agar muamalah berjalan sah dan segala sikap dan

tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.14

Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dan membahasnya melalui skripsi dengan judul : “Analisis Sadd

adh-Dhari>’ah Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana

13 Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam (Terjemahan), (Surakarta: Era Intermedia, 2007),

210.

14

(19)

8

Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan

Tambaksari Surabaya”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Demi memperdalam materi yang dikaji dan lebih fokus lagi kepada

pokok penelitian maka penulis merasa perlu untuk memberikan identifikasi

masalah dan batasan masalah kaitannya dengan Analisis Sadd adh-Dhari>’ah

Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang

Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya. Dari

latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai

berikut:

1. Objek jual beli

2. Proses pembuatan kerajinan tangan

3. Hukum transaksi jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan

orang khonghuchu

4. Dampak jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang

khonghuchu

5. Pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang

khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya

6. Analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan tangan sebagai

sarana peribadatan orang khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan

(20)

9

Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang

Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.

2. Analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan tangan sebagai

sarana peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan

Tambaksari Surabaya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana

peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan

Tambaksari Surabaya?

2. Bagaimana analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan tangan

sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah

Kecamatan Tambaksari Surabaya?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan deskripsi ringkasan tentang kajian atau

penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang diteliti

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sudah akan dilakukan ini bukan

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.15

Adapun skripsi yang berjudul, Analisis Sadd Az-zari’ah terhadap

penggunaan kartu remi (Studi Kasus di Masyarakat Wonocolo) yang disusun

15

Tim Penyusun Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,

(21)

10

oleh Yuliansyah Rahman Satrida, tahun 2014. Pada penelitian ini penulis

menyimpulkan bahwa Analisis Sadd Az-zari’ah terhadap penggunaan kartu

remi di masyarakat Wonocolo Surabaya: a. Status hukum penggunaan kartu

remi lebih mengarah kepada unsur perjudian, b. Sadd Az-zari’ah diterapkan

pada pengguna kartu remi karena menimbulkan lebih banyak dampak

negativ dibanding dampak positif. Hukumnya makruh diharapkan kepada

masyarakat lebih menjauhi media hiburan seperti itu, dan untuk para

pengguna kartu remi, alangkah lebih baiknya apabila dalam memainkannya

tanpa harus menggunakan adanya unsur uang.16

Skripsi Huru’ina Nihlati, Tinjauan Sadd az{-z{ari>‘ah Terhadap

Penggunaan Pupuk Kimian (Studi Kasus di Desa Dadapan Kecamatan

Solokuro Kabupaten Lamongan), 2013, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pada

penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa analisis sadd az{-z{ari>‘ah terhadap

penggunaan pupuk kimia perlu dicegah karena penggunaan pupuk kimia

termasuk kategori haram lighoiri, yaitu haram karena adanya sesuatu atau

alasan tertentu dalam artian sebenarnya perbuatan itu diperbolehkan dan

pada hakikatnya tidak jelek tetapi untuk kedepanya perbuatan tersebut

membawa kepada kerusakan atau kejelekan maka dalam hal ini prnggunaan

pupuk kimia perlu dicegah.17

16

Yuliansyah Rahman Satrida, “Analisis Sadd Az-zari’ah terhadap penggunaan kartu remi (Studi Kasus di Masyarakat Wonocolo)” (Skripsi-- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).

17Huru’ina Nihlati, “Tinjauan Sadd az{-z{ari>‘ah Terhadap Penggunaan Pupuk Kimia (Studi Kasus

(22)

11

Skripsi yang berjudul, Persepsi Pemahat Patung terhadap Upah

Mematung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Studi Analisis

Hukum Islam, tahun 2010 yang disusun oleh Nurma Hanik. Hasil penelitian

ini menyimpulkan bahwa: (1) Para pemahat melakukan kegiatan memahat

patung dengan pertimbangan, yaitu tidak ada pekerjaan lain, ketidaktahuan

pemahat pemahat tentang keharaman patung dalam hukum Islam,

pendidikan mereka yang relatif rendah dan keterbatasan mereka keahliannya

membuat mereka menekuni bidang tersebut, untuk memenuhi kebutuhan

hidup diri dan keluarganya, dan profesi tersebut telah menjadi tradisi secara

turun-temurun dalam lingkungan keluarga sejak zaman Majapahit. (2)

Hukum Islam menyikapi persepsi para pemahat dengan sikap bahwa upah

mematung dibolehkan selama profesi itu dilakukan hanya untuk memenuhi

kebutuhan hidup dan tidak ada pilihan lain yang bisa dilakukan kecuali

dengan bekerja sebagai pemahat patung. Logika syar’i ini dibangun untuk

tetap menjunjung tinggi tujuan shari>‘ah, yaitu suatu kewajiban mereka

untuk menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya.18

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sadd

adh-Dhari>’ah Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan

Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari

Surabaya” yang mana perbedaan tersebut terdapat pada objek penelitian,

18

(23)

12

karena dalam penelitian ini penulis memfokuskan terhadap pelaksanaan jual

beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu di

Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan adanya rumusan masalah diatas, maka penulis

menyusun penelitian ini mempunyai tujuan diantara lain:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana

peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan

Tambaksari Surabaya.

2. Untuk mengetahui analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan

tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan

Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan adanya tujuan di atas diharapkan dari hasil penelitian ini dapat

memberikan kegunaan antara lain:

1. Kegunaan secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi

penambahan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu hukum,

yakni dengan memperkaya dan memperluas khazanah ilmu tentang

bagaimana praktik jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan

orang khonghuchu seperti yang terjadi di Kelurahan Rangkah Kecamatan

(24)

13

2. Kegunaan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

perbandingan bagi peneliti berikutnya yang memiliki minat pada tema

yang sama dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan pemantapan

kehidupan beragama khususnya yang berkaitan dengan masalah jual beli

kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu.

G. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi

kesalahfahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini, maka penulis

memandang perlu untuk mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud

dari judul skripsi di atas.

Sadd adh-Dhari>’ah : Metode penetapan hukum yang bertolak dari

upaya menghindari sesuatu mafsadah dengan

cara menutup (melarang) sarana yang menuju

kepadanya, kendati sarana itu pada mulanya

bukan terlarang (diperbolehkan).

Kerajinan tangan : Barang yang dihasilkan melalui ketrampilan

tangan.

Sarana peribadatan : Segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat

untuk beribadah.

Khonghuchu : Salah satu agama yang dianut oleh masyarakat

Indonesia, dimana mereka tidak pernah

(25)

14

hidup sudah mati dan yang berhubungan dengan

akhirat. Namun mereka hanya mengutamakan

soal-soal keduniaan saja, terutama etika sopan

dan santun, terutama menghormati arwah yang

dianggap penting.

H. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

pendekatan secara kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan subyek atau obyek pada saat sekarang berdasarkan

fakta yang nampak sehingga dapat diterima oleh akal sehat manusia.19

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu penelitian terhadap

pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang

Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.

1. Data yang dikumpulkan

a. Data Primer

1) Sejarah berdirinya usaha kerajinan tangan.

2) Proses pembuatan kerajinan tangan.

3) Pelaksanaan jual beli kerajinan tangan.

4) Manfaat usaha kerajinan tangan.

19 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif

(26)

15

b. Data Sekunder

Data tentang ketentuan jual beli dan Sadd adh-Dhari>’ah yang berasal

dari literatur-literatur kepustakaan yang bisa berupa buku-buku, kitab

atau artikel.

2. Sumber Data

Sumber data adalah sumber data yang akan digali oleh penulis baik

secara primer maupun sekunder. Pada dasarnya penelitian ini merupakan

penelitian yang bersumber lapangan yang mana langsung meneliti

ditempat kejadian melalui proses yaitu wawancara. Sumber data tersebut

berupa:

a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu sumber yang langsung berkaitan dengan

obyek penelitian.20 Penulis dalam penelitian ini menggunakan, antara

lain:

1. Pemilik usaha kerajinan tangan

2. Pembeli kerajinan tangan.

3. Karyawan kerajinan tangan.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yaitu sumber yang mendukung atau melengkapi

dari sumber primer,21 antara lain :

1) Afif Muhammad, Agama Konflik Sosial

20 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),

31.

(27)

16

2) KH. Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum

Perdata Islam

3) Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

4) Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qura><<<n dan

Terjemahannya

5) Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah

6) Abu Ahmadi, Perbandingan Agama

7) Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah

8) Abdul Mudjib, Kaidah Ilmu Fiqih

9) Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih

10) Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam (Terjemahan)

11) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 12

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk

memperoleh keterangan atau informasi ataupun bukti-bukti yang

diperlukan untuk penelitian dalam rangka pengumpulan data, dalam

penelitian ini maka penulis menggunakan:

a. Observasi

Observasi adalah kegiatan penelitian yang dilakukan secara

sistematis tentang objek yang diteliti dengan jalan pengamatan dan

pencatatan.22 Observasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah

22

(28)

17

observasi langsung yang bisa dilakukan selama melangsungkan

kunjungan lapangan termasuk kesempatan-kesempatan selama

pengumpulan data yang lain seperti pada waktu wawancara.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan

untuk memeperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang

dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti.23 Dalam

penelitian ini penulis akan mewawancarai pihak-pihak yang terkait

dengan pelaksanaan jual beli kerajinan tangan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.24

Dokumen dalam pengertian lain merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu bukti surat perjanjian kerja sama. dengan adanya

dokumentasi dalam suatu penelitian maka dapat meningkatan

keabsahan dan penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti

betul-betul melakukan penelitian kelapangan secara langsung.25

23

Ibid, 235

24 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, (Jakarta : PT

Rineka Cipta 2006), 206.

25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2010),

(29)

18

4. Teknik Pengolahan Data

Karena data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang

bersangkutan (studi lapangan) dan bahan pustaka yang selanjutnya diolah

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data yang diperoleh

dalam kerangka yang sudah direncanakan sebelumnya dan kerangka

tersebut dibuat berdasarkan data yang relevan dengan sistematika

pertanyaan dalam rumusan masalah.

b. Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil-hasil pengorganisasian data

dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan

dengan pembahasan, sehingga diperoleh kesimpulan tertentu mengenai

pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan

orang Khonghucu menurut Sadd adh-Dhari>’ah.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis data

dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai

sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam

catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan

sebagainya.26

Setelah data dari wawancara dan dokumentasi terkumpul, penulis

akan melakukan analisis. Untuk mempermudah analisis penelitian ini

26

(30)

19

maka penulis menggunakan metode deskriptif analasis yaitu memaparkan

serta menjelaskan secara mendalam dan menganalisa terhadap semua

aspek yang berkaitan dengan masalah penelitian yaitu pelaksanaan jual

beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghucu di

Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambak Sari Surabaya yang kemudian

dianalisis menggunakan teori Sadd adh-Dhari>’ah untuk menilai benar

tidaknya menurut hukum Islam dan dapat berlaku tidaknya Sadd

adh-Dhari>’ah yang terjadi di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari

Surabaya.

Pola pikir yang digunakan adalah deduktif, yang diawali dengan

mengemukakan pengertian-pengertian, teori-teori atau fakta-fakta yang

bersifat umum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai Sadd

adh-Dhari>’ah dan jual beli yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan

yang ada di lapangan mengenai pelaksanaan jual beli kerajinan tangan

sebagai sarana peribadatan orang Khonghucu di Kelurahan Rangkah

Kecamatan Tambaksari Surabaya. Kemudian diteliti dan dianalisis

sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan

permasalahan-permasalahan mengenai pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai

sarana peribadatan orang Khonghucu menurut Sadd adh-Dhari>’ah.

G. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dikelompokan

(31)

20

mempunyai hubungan dengan yang lain dan merupakan rangkaian yang

berkaitan. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan, yang memuat tentang latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah landasan teori, yang berisikan tentang jual beli dan

Sadd adh-Dhari>’ah. Pembahasan jual beli meliputi pengertian, dasar hukum,

rukun dan syarat, jual beli yang dilarang islam. Adapun mengenai teori Sadd

adh-Dhari>’ah meliputi pengertian, landasan hukum, obyek, macam-macam,

kedudukan.

Bab tiga gambaran umum tentang usaha kerajinan tangan sebagai

sarana peribadatan orang khonghuchu di kelurahan Rangkah Kecamatan

Tambak Sari Surabaya yang meliputi: sejarah berdirinya usaha kerajinan

tangan, lokasi usaha, penetapan harga, proses pembuatan, pelaksanaan jual

beli, dampak jual beli.

Bab empat ini berisi mengenai analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual

beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu yang

meliputi: analisis pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana

peribadatan orang khonghuchu dan analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual

beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu.

Bab lima ini merupakan penutup dari keseluruhan isi pembahasan

(32)

BAB II

JUAL BELI DAN SADD ADH-DHARI><’AH

A. JUAL BELI

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti

menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal

al-ba’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,

yakni kata ash-shira’ (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual,

tetapi sekaligus juga berarti beli.1

Secara etimologi, jual beli adalah suatu proses tukar menukar barang

dengan uang atau barang dengan barang. Kata bay’ yang artinya jual beli

termasuk kata bermakna ganda yang berseberangan, seperti halnya kata

shira’ yang termaktub dalam ayat berikut:2

                  

Artinya: “ Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf” (QS. Yusuf: 20).3

Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang

dikemukakan ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing

definisi adalah sama. Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:4

1

Nasrun Haroen, Fiqh muamlah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 111.

2

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.

3

(33)

22

اَبُم

ٍلاَمِ ٍلاَم ُةَلَد

ٍصْوُصََْ ٍهْجَو ىَلَع

Artinya: “ Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”.

Dalam definisi ini terkandung pengertian “cara yang khusus”, yang

dimaksudkan ulama Hanafiyah dengan kata-kata tersebut adalah melalui

ijab dan qobul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan

harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang diperjualbelikan

harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras, dan

darah tidak termasuk sesuatu yang boleh diperjualbelikan, karena

benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti

itu tetap diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah, jual belinya tidak

sah.5

Definisi lain dikemukakan Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan

Hanabilah yang dikutip oleh Nasron Haroen dalam bukunya Imam

An-Nawawi. Menurut mereka jual beli adalah:

ْيملََْ ملاَمْلاامب ملاَمْلا ُةَلَداَبُم

اَكلََََو اًك

Artinya: “ Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan”.

Dalam hal ini ditekankan kata “milik dan pemilikan”, karena ada juga

tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki seperti

sewa-menyewa.6

4

Nasrun Haroen, Fiqh muamlah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 111.

5

Abdul Rahman Ghazaly, et. al. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 68.

6

(34)

23

2. Dasar Hukum Jual Beli

Adapun hukum disyariatkannya jual beli dapat dijumpai dalam

Al-Qur’an, Hadist, dan Ijma’ diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesame umat

manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur’an dan sunnah

Rasulallah saw. Terdapat sejumlah ayat Al-Qu’an yang berbicara

tentang jual beli, di antaranya dalam surat Al-Baqarah,2; 275 yang

berbunyi:7             

Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”8

Dari ayat tersebut di atas, telah memberikan pengertian bahwa Alah

telah menghalalkan jual beli kepada hambanya dengan baik dan dilarang

mengadakan jual beli yang mengandung unsur riba atau merugikan

orang lain.                                           

Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS.An-Nisa’: 29)9

7

Nasrun Haroen, Fiqh muamlah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 113

8

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya..., 58.

9

(35)

24

Jelaslah sudah bahwa diharamkannya kepada kita harta sesama

dengan jalan bathil, baik itu dengan cara mencuri, menipu, merampok,

merampas maupun dengan jalan yang lain yang tidak dibenarkan Allah,

kecuali dengan jalan perniagaan atau jual beli yang didasarkan atas suka

sama suka dan saling menguntungkan.

b. Hadist

Dasar hukum jual beli dalam sunnah Rasulallah saw. diantaranya

adalah hadis dari Rifa’ah ibn Rafi’ bahwa:

ي لا َلمئُس

َلاَقَ ف ؟ُبَيْأ مبْسَكْلا يأ ملسو هيلع ها ىلص

:

ٍعْيَ ب لُكَو ممدَيمب ملُجرلا ُلَمَع

ٍرْوُرْ بَم

ُ

مكاحاوزازبلا اور

َ

Artinya : “Dari Rafiah bin Rafi r.a (katanya); sesungguhnya nabi Muhammad saw. pernah ditanyai, manakah usaha yang paling baik? Beliau menjawab: ialah amal usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih.” (HR. AlBazzar, dan dinilai sahih oleh al-Hakim).10

Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa usaha yang paling baik

adalah usaha sendiri tanpa menggantungkan diri pada orang lain dan

setiap jual beli yang dilakukan dengan kejujuran tanpa ada kecurangan.

c. Ijma’

Ulama Islam sepakat bahwa jual beli dan penerapannya sudah

berlaku sejak zaman Rasulullah saw. hingga saat ini. Dan umat islam

sendiri pun sepakat bila jual beli itu hukumya boleh dan terdapat hikmah

di dalamnya. Pasalnya, manusia bergantung pada barang yang berada

10

(36)

25

pada orang lain dan tentu orang tersebut tidak akan memberinya tanpa

ada imbal balik. Oleh karena itu, dengan diperbolehkannya jual beli

maka dapat membantu terpenuhinya kebutuhan setiap orang dan

membayar atas kebutuhanya itu. Manusia itu sendiri adalah makhluk

social, sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya kerjasama dengan yang

lain.11

Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing berhajat

kepada yang lain, agar di antara mereka terjadi kerjasama yang saling

menguntungkan. Interaksi horizontal ini dilakukan karena tidak

mungkin manusia mampu mencukupi hidupnya sendiri, dan

dimaksudkan agar manusia itu saling menolong dalam segala urusan

kepentingan hidup masing-masing, baik melalui jual beli,

sewa-menyewa, bercocok tanam atau usaha lain.

3. Rukun Jual beli

Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat,

namun ada juga yang menambah dengan adanya nilai tukar pengganti

barang dan adanya kerelaan kedua belah pihak. Adapun penjelasannya

sebagai berikut:

a. Penjual. Ia haruslah memiliki barang yang akan dijualnya atau

mendapatkan izin untuk menjualnya, dan sehat akalnya.

11

(37)

26

b. Pembeli. Ia disyaratkan diperbolehkan bertindak, dalam arti ia bukan

orang yang kurang waras atau bukan anak kecil yang tidak

mempunyai izin untuk membeli.

c. Barang yang dijual. Barang yang dijual harus merupakan yang hal

yang diperbolehkan dijual, bersih, bisa diserahkan kepada pembeli,

dan bisa diketahui pembeli meskipun hanya dengan ciri-cirinya.12

d. Akad, adalah “pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak

dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada

objeknya.”13

e. Adanya nilai tukar pengganti barang.14

f. Kerelaan kedua belah pihak, penjual dan pembeli. Jadi jual beli tidak

sah dengan ketidakrelaan salah satu dari dua pihak.

Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli

adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat

dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Apabila ijab dan qabul

telah diucapkan dalam akad jual beli, maka pemilikan barang atau uang

telah berpindah tangan dari pemilik semula. Barang yang dibeli berpindah

tangan menjadi milik pembeli, dan nilai tukar atau uang berpindah tangan

menjadi milik penjual.15

Jual beli yang menjadi kebiasaan, miasalnya jual beli sesuatu yang

menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul. Menurut

12 Ismail Nawawi, Fiqih Mu’amalah, (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 132.

13 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 68.

14 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 115.

(38)

27

fatwa ulama syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecilpun harus ijab

dan kabul, tetapi menurut Imam Al-Nawawi dan Ulama Muta’akhirin

Syafi’iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil

dengan tidak ijab dan kabul seperti membeli sebungkus rokok.16

4. Syarat-syarat Jual Beli

Dalam transaksi jual beli harus terpenuhi empat syarat, yaitu:17

a. Syarat terjadinya transaksi jual beli

1. Syarat orang yang berakad18

a) Berakal dan baligh, Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz,

menurut Ulama Hanfiyah, apabila akad yang dilakukannya

membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah,

sedekah, maka akadnya sah. Sebaliknya apabila akad itu

membawa kerugian bagi dirinya, maka tindakan hukumnya ini

tidak boleh dilaksanakan. Apabila transaksi yang dilakukan

anak kecil yang telah mumayyiz mengandung manfaat dan

kemudharatan sekaligus, seperti jual beli, maka transaksi ini

hukumnya sah, jika walinya mengizinkan.

b) Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.

Artinya seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang

bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.

16 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 71.

17 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu..., 34.

(39)

28

c) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam

benda-benda tertentu. Misalnya seseorang dilarang menjual

hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak

beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut

akan merendahkan abid yang beragama Islam.19

2. Syarat akad (ijab-qabul)

a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

b) Pernyataan qabul harus sesuai dengan ijab

c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis20

d) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah

penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.

e) Jangan diselingi kata-kata lain antara ijab dan qabul.21

3. Syarat barang yang dijual belikan

a) Barang harus ada, tidak boleh akad atas barang-barang yang

tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.

b) Harta harus kuat, tetap, dan bernilai, yakni benda yang

mungkin dimanfaatkan dan disimpan.

c) Benda tersebut milik sendiri.

d) Dapat diserahterimakan.

19 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 71.

20 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 116.

(40)

29

e) Suci atau mungkin untuk disucikan, sehingga tidak sah

penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi, dan yang

lainnya.

f) Jangan dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti

jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.

g) Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan kujual motor ini

kepada tuan selama satu tahun.

h) Barang dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau

ukuran-ukuran yang lainnya.22

b. Syarat sah transaksi jual beli

Syarat sah jual beli terbagi menjadi dua macam, yaitu syarat

umum dan syarat khusus:

1. Syarat-syarat umum, adalah syarat-syarat yang harus ada di setiap

jenis jual beli agar transaksi itu dianggap sah secara syar’i. Adapun

syarat-syarat secara umum adalah transaksi harus terhindar dari

enam cacat, yaitu ketidakjelasan, pemaksaan, pembatasan waktu,

beresiko atau spekulasi, kerugian, dan syarat-syarat yang dapat

membatalkan transaksi.

2. Syarat-syarat khusus, adalah syarat-syarat yang menyangkut

sebagian jenis jual beli saja, seperti menyangkut jual beli barang

yang dapat berpindah, mengatahui harga awal jika jual beli itu

berupa sistem bagi hasil atau pemberian wewenang, menyangkut

(41)

30

jual beli mata uang, menyangkut jual beli salam, menyangkut jual

beli barang-barang riba, menyangkut jual beli barang yang

berbentuk piutang.23

Persyaratan sifat dalam jual beli itu diperbolehkan. Oleh karena

itu, jika sifat yang disyaratkan itu memang ada maka jual beli sah, dan

jika tidak ada maka tidaklah sah. Seperti misalnya, pembeli buku

mensyaratkan hendaknya buku itu kertasnya kuning.24

c. Syarat berlaku jual beli

Untuk sahnya sebuah transaksi harus terpenuhi dua syarat, yaitu:

1. Hak pemilikan dan hak wewenang. Hak milik adalah hak memiliki

barang dimana hanya orang yang memilikinya yang mampu

berkuasa penuh atas barang itu selama tidak ada halangan syar’i.

Sedangkan hak wewenang adalah kekuasaan resmi yang diberikan

oleh agama agar bisa melegalkan ataupun melakukan sebuah

transaksi.

2. Hendaknya pada barang yang dijual tidak ada hak milik selain

penjual. Jika saja pada barang yang dijual itu ada hak oarang lain,

maka jual beli tertangguhkan belum terlaksana.

d. Syarat kelaziman jual beli

Syarat-syarat luzu>m transaksi harus diperhatikan setelah

syarat-syarat sah dan berlakunya transaksi telah terpenuhi. Dimaksudkan

syarat luzu>m transaksi adalah transaksi yang dilakukan oleh kedua

23 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu..., 54.

(42)

31

belah pihak lolos dari pemberlakuan hak untuk meneruskan atau

membatalkan transaksi oleh salah satu pelaku transaksi, seperti hak

khiyar syarat}.25

5. Jual Beli yang Dilarang Islam

Jual beli yang dilarang dalam islam jumlahnya banyak. Menurut

jumhur ulama, tidak ada perbedaan antara jual beli fasid dan bathil.

Sedangkan ulama Hanafiyah membedakan keduanya. Ada empat penyebab

kerusakan dalam jual beli, yaitu:26

a. Jual beli yang dilarang karena ahliyah pelaku akad.

Adapun orang-orang yang tidak sah jual belinya adalah sebagai

berikut:

1) Orang gila, jual beli orang gila tidak sah berdasarkan kesepakatan

ulama karena tidak memiliki kemampuan. Disamakan dengan orang

yang pingsan,mabuk dan dibius.

2) Anak kecil, tidak sah jual beli orang yang belum mumayyiz menurut

kesepakatan ulama, kecuali dalam hal yang kecil. Adapun jual beli

anak yang belum mumayyiz maka tidak sah menurut ulama

Syafi’iyah dan Hanabilah, karena tidak memiliki sifat ahliyah.

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beinya sah

jika ada izin walinya atau persetujuannya.

25 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu..., 58.

26

(43)

32

3) Orang buta (tuna netra), jual beli orang buta sah menurut jumhur

ulama jika diterangkan kepadanya sifat barang yang mau dibeli,

karena hal itu menyebabkan adanya rasa rela.

4) Orang yang dipaksa. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli orang yang

dipaksa sifatnya menggantung dan tidak berlaku. Sedangkan menurut

ulama Malikiyah, jual beli orang yang dipaksa adalah tidak mengikat.

Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual belinya

tidak sah karena tidak terpenuhinya sifat kerelaan ketika penetapan

akad.

5) Fudhuli, menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli fudhuli

sah dan peberlakuannya tergantung pada persetujuan pemilik barang

yang sebenarnya. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual beli

ini tidak sah karena ada larangan jual beli sesuatu yang tidak dimiliki

seseorang.

6) Orang yang dilarang membelanjakan harta (mahjur ‘alaih) karena

kebodohan, bangkrut atau sakit. Orang yang bodoh atau idiot, jual

belinya menjadi tergantung menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah,

dan Hanabilah. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, jual belinya

tidak sah karena tidak adanya sifat ahliyah dank arena ucapannya

tidak dianggap.

7) Mulja, yaitu orang yang terpaksa menjual barangnya guna

menyelamatkan hartanya dari orang yang lalim. Jual beli ini fasid

(44)

33

b. Jual beli yang dilarang karena shighat.

Jual beli tidak sah dalam beberapa hal, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Jual beli dengan tulisan (surat-menyurat) atau dengan perantara

utusan. Jual beli ini sah berdasarkan kesepakatan ulama. Yang

menjadi tempat transaksi adalah tempat sampainya surat dari pelaku

akad pertama kepada pelaku akad kedua. Jika qabulnya terjadi di luar

tempat tersebut, maka akadnya tidak sah.

2) Jual beli orang bisu dengan isyarat yang bisa dipahami atau dengan

tulisan adalah sah karena darurat. Hal itu sama juga seperti ucapan

dari orang yang menunjukkan apa yang ada dalam hatinya. Jika

isyaratnya tidak bisa dipahami dan tidak pandai menulis, maka

akadnya tidak sah.

3) Jual beli dengan orang yang tidak hadir di tempat akad adalah tidak

sah menurut kesepakatan ulama, karena kesatuan tempat merupakan

syarat sah jual beli.

4) Jual beli dengan tidak adanya kesesuaian antara ijab dan qabul adalah

tidak sah menurut kesepakatan ulama. Kecuali jika perbedaannya

menunjukkan pada hal yang baik, seperti pembeli menambah harga

yang telah disepakati, maka akad ini sah menurut ulama Haanafiyah

(45)

34

5) Jual beli tidak sempurna, yaitu jual beli yang dikaitkan pada syarat

atau disandarkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini fasid

menurut ulama Hanafiyah dan bathil menurut jumhur ulama.

c. Jual beli yang dilarang karena ma’uquud alaih (objek transaksi).

Para fuqaha berselisih pendapat dalam sifat sebagian jual beli yang

dilarang, seperti berikut ini:

1) Jual beli barang yang tidak ada atau beresiko hilang. Seperti jual beli

sperma dari pejantan, sel telur dari betina, dan anak dari anaknya.

Jual beli seperti ini tidak sah menurut kesepakatan mazhab yang

empat, karena ada larangan dalam hadis-hadis yang shahih.

2) Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan. Seperti burung yang

terbang di udara, dan ikan yang ada di dalam air. Jual beli seperti ini

tidak sah menurut kesepakatan mazhab-mazhab, karena ada larangan

dalam sunnah.

3) Jual beli utang dengan tidak tunai, yaitu jual beli utang dengan utang.

Jual beli ini bathil menurut kesepakatan ulama karena dilarang

syari’at. Menjual utang pada orang yang berutang secara kontan

boleh menurut kesepakatan ulama, sedangkan menjual utang pada

selain orang yang berutang secara kontan itu bathil menurut ulama

Hanafiyah, Hanabilah, dan Zhahiriyah serta boleh dalam

(46)

35

4) Jual beli yang mengandung unsur penipuan (gharar) yang besar, yaitu

keberadaannya yang tidak pasti. Jual beli ini tidak sah menurut

kesepakatan ulama karena terdapat larangan mengenai hal itu.

5) Jual beli sesuatu yang najis dan yang terkena najis tidak sah menurut

kesepakatan ulama. Ulama Malikiyah membolehkan memakai lampu

dan membuat sabun dengan minyak yang najis. Sedangkan ulama

Hanafiyah membolehkan jua beli sesuatu yang terkena najis selain

makanan.

6) Jual beli air. Menurut jumhur ulama dari mazhab yang empat boleh

menjual air yang dimiliki, atau yang disimpan dalam wadah, atau air

dari mata air. Sedangkan ulama Zhahiriyah berpendapat bahwa

menjual air itu tidak halal sama sekali.

7) Jual beli sesuatu yang tidak dikethui, mengandung unsur

ketidakpastian baik dalam barang dagangan, harga, waktu, jenis yang

digadaikan adalah fasid menurut Hanafiyah dan bathil menurut

jumhur ulama.

8) Jua beli sesuatu yang tidak ada dalam tempat transaksi atau tidak

terlihat. Menurut uama Hanafiyah, jua beli sah tanpa melihat dan

tanpa menyebutkan sifat, tetapi pembeli diberi hak khiyar ketika

melihatnya. Menurut ulama Malikiyah jual beli ini sah dengan

menyebutkan sifat, dan terdapat hak khiyar ketika melihatnya.

Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah jual beli ini tidak sah secara

(47)

36

9) Jual beli sesuatu sebelum ada serah terima. Menurut ulama

Hanafiyah, tidak boleh menjual harta bergerak sebelum ada serah

terima. Menurut ulama Syafi’iyah hal itu boeh secara mutlak, karena

keumunan larangan yang terdapat dalam hadis. Sedangkan ulama

Malikiyah megkhususkan larangan ini dalam makanan.

10) Jual beli buah-buahan atau tanaman adalah tidak sah menurut

kesepakatan ulama jika terjadi sebelum tercipta, karena ia berarti

tidak ada. Jual beli ini sah menurut ulama Hanafiyah jika tidak

bersyarat, dan tidak sah menurut mayoritas ulama (jumhur ulama).

d. Jual beli yang dilarang karena sifat, syarat, atau larangan syara’.

1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis atau tidak boleh

diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan haram juga

untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai, dan khamar

(minuman yang memabukkan).27 Jual beli seperti ini fasid menurut

ulama Hanafiyah tapi dapat sah dengan memberikan nilainya, dan

bathil menurut jumhur ulama. Rasulallah saw, bersabda:

َذما ها نمأ

ُهََََ ْممهْيَلَع َمرَح ٍئْيَش َلْكَا ٍمْوَ ق ىَلَع َمرَح ا

ُ

دمأو دواد وبا اور

َ

Artinya: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan memakan sesuatu maka Dia mengharamkan juga memperjualbelikannya”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam hadis lain disebutkan:

ا

ن

ها

ُهَلْوُسَرَو

َمرَح

َعْيَ ب

مرْمَْْا

َتْيَمْلاَو

مة

مرْيمزْمْْاَو

َْلاَو

مماَْص

ُ

اور

ىراخبلا

ملسما

َ

27
(48)

37

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala”. (HR. Bukhari Muslim)

2) Jual beli ketika azan shalat jum’at. Waktunya yaitu sejak imam naik

mimbar sampai selesai shalat. Menurut ulama Hanafiyah, waktunya

dari waktu azan yang pertama. Jual beli ini makruh tahrim menurut

ulama Hanafiyah, sah tapi haram menurut ulama Syafi’iyah,

dibatalkan (fasakh) menurut ulama Malikiyah dalam pendapat yang

masyhur dan tidak sah sama sekali menurut ulama Hanabilah.28

3) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/ pasar.

Maksudnya adalah menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar

dapat membelinya dengan harga murah, sehingga ia kemudia menjual

di pasar dengan harga yang juga lebih murah. Tindakan ini dapat

merugikan para pedagang lain, terutama yang belum mengetahui

harga pasar. Jual beli ini dilarang karena dapat mengganggu kegiatan

pasar, meskipun akadnya sah.29 Diriwayatkan dari Abu Hurairah,

Rasulallah saw, bersabda:

َل

ُوقَلَ ت

َبَلَْْا

ْنَمَف

قَلَ ت

ُا

ىَرَ تْشَف

ُهْمم

اَذمأَف

ىَتَأ

ُُدِيَس

َقْوسلا

َوُهَ ف

مراَيمْْامب

ُ

اور

ملسما

َ

Artinya: : “Janganlah kalian menghadang barang yang dibawa dari luar kota. Barangsiapa menghadang lalu ia membeli barang darinya lalu yang punya barang dating ke pasar, maka dia mempunyai hak khiyar”. (HR.Muslim)

28

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, Abdul Hayyie Al-Kattani dkk,

(Jakarta: Gema Insani, 2011), 173

29

(49)

38

4) Menjual anggur kepada pembuat khamar. Jual beli ini sah secara

zhahir serta makruh tahrim menurut ulama Hanafiyah dan haram

menurut ulama Syafi’iyah. Hal itu karena akadnya telah memenuhi

syarat dan rukun jual beli yang ditetapkan syara dan dosa disebabkan

oleh niat yang salah atau faktor lain yang tidak dibenarkan oleh

syara. Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemudaratan,

kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan.

Seperti jual beli patung, salib, buku-buku bacaan porno, menjual

pedang kepada orang yang akan membunuh orang lain dengan pedang

tersebut secara zalim, menjual jarring kepada orang yang berburu

sesuatu yang haram, dan menjual kayu kepada orang yang akan

membuat tempat hiburan dengan kayu tersebut.30 Memperjualbelikan

barang-barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat.

Sebaliknya, dengan dilarangnya jual beli barang ini, maka hikmahnya

minimal dapat mencegah dan menjauhkan manusia dari perbuatan

dosa dan maksiat, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah

ayat 2:





….dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Jual beli ini tidak sah menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah

guna menutup jalan keharaman (Sadd adh-Dhari>>>>>’ah), seperti menjual

30

(50)

39

senjata pada masa kekacauan atau kepada para penyamun. Hal itu

karena sesuatu yang bias menyampaikan pada keharaman adalah

haram, walaupun hanya sebatas maksud atau niat.

B. SADD ADH-DHARI>>>>><’AH

1. Pengertian Sadd adh-Dhari>>>>>’ah

Dhari>>>>>’ah adalah perantara, yaitu suatu yang akan mengantarkan

kepada sesuatu yang diharamkan atau sesuatu yang dihalalkan, dan dari

sanalah hukum itu diambil. Arti secara lughowi Sadd adh-Dhari>>>>>’ah adalah

menutup jalan atau menghambat jalan. Maksudnya menghambat atau

menyumbat semua jalan yang menuju pada kerusakan. Hal ini adalah untuk

memudahkan mencapai kemaslahatan dan menjauhkan kemungkinan

terjadinya kemaksiatan atau kerusakan.

Jalan (perbuatan) yang akan menuju kepada keharaman, hukumnya

haram. Dan ini harus dicegah, ditutup (Sadd adh-Dhari>>>>>’ah). Jalan

(perbuatan) yang akan menuju kepada sesuatu yang diperbolehkan,

hukumnya mubah (boleh). Sesuatu yang mana kewajiban tidak dapat

dilaksanakan kecuali dengan sesuatu tersebut maka sesuatu itu wajib

dilaksanakan (fathu al dzari’ah).31

Sesuai dengan tujuan syara’ menetapkan hukum untuk para mukallaf,

agar mencapai kemaslahatan dan menjauhkan diri dari kerusakan, cara

ditetapkan larangan-larangan dan perintah-perintah. Dalam melaksanakan

31

(51)

40

perintah dan menjauhi larangan itu ada yang dapat dikerjakan secara

langsung dan ada pula yang tidak dapat dikerjakan secara langsung, perlu

ada hal yang dikerjakan sebelumnya. Dalam kaidah fiqih disebut:32

متُي َلاَم

بمجاَو َوُهَ ف مهمب لما ُبمجاَوْلا م

Artinya: Semua yang menyempurnakan perbuatan wajib adalah wajib pula.

2. Dasar Hukum Sadd adh-Dhari>>>>>’ah

Pada dasarnya, tidak ada dalil yang jelas dan pasti baik menurut nas

maupun ijmak ulama tentang boleh atau tidaknya mengunakan Sadd

adh-Dhari>>>>>’ah namun demikian, ada beberapa nas yang mengarah kepadanya,

baik al-Qur’an maupun al-Hadis, juga kaidah fiqih, di antaranya yaitu:

a. Al-Qur’an

<

Gambar

gambar yang lain selain di gambar tetap bisa dibuatkan dan harganya beda.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan fluktuasi populasi Wereng Batang Coklat berada dibawah ambang ekonomi WBC dan hasil analisa korelasi regresi linier sederhana dan berganda, variable

Faktor berikut yang tidak mempengaruhi terjadinya interaksi adalah ..... adanya suatu

Penggunaan kadar fly ash diatas 50% dari berat binder yang digunakan memiliki nilai kuat tekan awal yang kurang baik untuk pengerjaan beton yang memerlukan waktu

Alasan menggunakan metode Naïve Bayes Classifier adalah karena metode Naïve Bayes Classifier merupakan penyederhanaan dari teorema Bayes, Teorema bayes itu sendiri merupakan

Nilai t hitung yang didapatkan sebesar 11,360 dengan p value sebesar 0,000 (p &lt; 0,05), sehingga ada perbedaan penurunan kadar asam urat sebelum dan sesudah

Social Networking Advertising (SNA) adalah istilah untuk mendeskripsikan bentuk iklan online yang terfokus pada situs jaringan sosial.. Satu dari keuntungan utama

pada produk rotan dan tidak memiliki bau menyengat ialah cat Biovarnish. Yang kedelapan dalam hal kemudahan perbaikan, pemilik UKM Rotan Kelompok Pahari

Meskipun kemampuan pustakawan dalam mengelola media dalam bentuk tercetak maupun elektronik mempengaruhi pelayanan di Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh hanya sebesar