ANALISIS
SADD ADH-DHARI><
’AH
TERHADAP JUAL BELI
KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN
ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH
KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA
SKRIPSI
Oleh
NI’MATUL JANAH
NIM: C92212148
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
ANALISIS
SADD ADH-DHARI><
’AH
TERHADAP JUAL BELI
KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN
ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH
KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Syariah dan Hukum
Oleh
NI’MATUL JANAH
NIM. C92212148
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) yang berjudul Analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya. Rumusan masalahnya: Pertama, Bagaimana pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya. Kedua, Bagaimana analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.
Data penelitian ini dihimpun melalui observasi, wawancara mendalam (depth interview) dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif, yang diawali dengan mengemukakan pengertian-pengertian, teori-teori atau fakta-fakta yang bersifat umum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai jual beli dan Sadd adh-Dhari>’ah yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di lapangan mengenai pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya, untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jual beli kerajinan tangan yang digunakan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu. Proses pembuatan kerajinan tangan diawali dengan membuat kerangka dari bambu, kemudian membuat polanya dari karton, setelah itu melapisi dengan kertas-kertas. Untuk memasarkannya melalui via online. Setelah melihat gambar dan memesan baru membicarakan masalah harga sesuai apa yang telah dipesan. Barang kerajinan tangan yang dipesan oleh orang Khonghucu digunakan sebagai sembayangan mereka. Menurut keyakinan dari agama Khonghuchu menceritakan bahwa ketika mengirim barang-barang dari alam kita, kemudian dibakar ditujukan kepada orang meninggal, maka di alam orang yang meninggal tersebut akan terkirim sebuah rumah beserta isinya tergantung apa yang dikirimkan oleh keluarga yang masih hidup. Dalam tindakan pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu yang telah dianalisis ini menurut hukum Islam dihukumi sah tetapi tujuannya yang tidak boleh. Karena dalam hal ini, manfaat dari produk kerajinan tangan ini akhirnya digunakan untuk sarana beribadah orang Khonghuchu. Syariat Islam sangat menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan usaha halal yang bermanfaat untuk kehidupan mereka, dengan tetap menekankan kewajiban utama untuk selalu bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Allah dalam semua usaha yang mereka lakukan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITRASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ...8
C.Rumusan Masalah ...9
D.Kajian Pustaka ...9
E.Tujuan Penelitian...12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ...12
G.Definisi Operasional ...13
H.Metode Penelitian ...14
I. Sistematika Pembahasan ...19
BAB II JUAL BELI DAN SADD ADH-DHARI><’AH 1. Jual Beli ...21
A. Pengertian Jual Beli ...21
B.Dasar Hukum Jual Beli ...23
C.Rukun Jual Beli ...25
D.Syarat-syarat Jual Beli ...27
E.Jual Beli yang Dilarang Islam ...31
2. Sadd Adh-Dhari>’ah ...39
B.Dasar Hukum Sadd adh-Dhari>’ah ...40
C.Obyek Sadd adh-Dhari>’ah ...42
D.Macam-macam Sadd adh-Dhari>’ah ...43
E.Kedudukan Sadd adh-Dhari>’ah, ...47
BAB III JUAL BELI KERAJINAN TANGAN SEBAGAI SARANA PERIBADATAN ORANG KHONGHUCHU DI KELURAHAN RANGKAH KECAMATAN TAMBAKSARI SURABAYA A.Deskripsi Lokasi Penelitian ...51
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ...51
2. Sejarah Berdirinya Kerajinan Tangan Sederhana ...53
3. Profil Kerajinan Tangan Sederhana ...53
B.Pengertian Kerajinan Tangan ...55
C.Deskripsi Tentang Pelaksanaan Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu………59
1. Pelaksanaan Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu………..60
2. Keuntungan dan Kerugian……….62
BAB IV ANALISIS DATA A.Praktek Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya...64
B.Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya dalam Konteks Sadd adh-Dhari>>>>><’ah ...67
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ...75
B.Saran ...77
DAFTAR PUSTAKA ...78
DAFTAR TRANSLITERASI
Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
No Arab Indonesia Arab Indonesia
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ’ b t th j h} kh d dh r z s sh s} d} ط ظ ع غ ف ق ك ل م ت و ه ء ي t} z} ‘ gh f q k l m n w h ’ Y
Sumber: Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Term Papers, Disertations (Chicago and London: The University of Chicago Press,1987).
B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia
َ َ َ fath}ah kasrah d}ammah A i u
2. Vokal Rangkap (diftong) Tanda dan
Huruf Arab
Nama Indonesia Ket.
َ ـَيبـ َ
َ ـَيوـ َ
fath}ah dan ya’ fath}ah dan wawu
ay
aw a dan y a dan w
Contoh : bayna (نبي) : mawd}u@‘ (عوضوم)
3. Vokal Panjang (mad) Tanda dan
Huruf Arab Nama Indonesia Keterangan
ا ــَ يِــ َ
وُــَ
fath}ah dan alif kasrah dan ya’ d}ammah dan wawu
a@ i@ u@
a dan garis di atas i dan garis di atas u dan garis di atas
Contoh : al-jama@‘ah (ةعامجلا) : takhyi@r (رييخت) : yadu@ru (رودي)
C. Ta@’Marbu@t}ah
Transliterasi untuk ta’ marbu@t}ah ada dua :
1. Jika hidup (menjadi mud}a@f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh : shari@‘at al-Isla@m (ماسااةعيرش) : shari@‘ah isla@mi@yah (ةيماسإيرش)
D. Penulisan Huruf Kapital
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama adalah pedoman hidup yang diberikan oleh Allah kepada umat
manusia, agar kehidupan mereka di dunia menjadi sejahtera dan mereka
selamat kelak dalam kehidupan akhirat. Pedoman tersebut diturunkan dalam
bentuk wahyu, yang karena berasal dari Allah yang diyakini sebagai Dzat
yang Maha Benar, maka para pemeluk agama memperlihatkan ketaatan yang
tinggi terhadap ajaran agama mereka.1
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk
yang berkodrat hidup dalam masyarakat. Sebagai makluk sosial, dalam
hidupnya manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang
bersama-sama hidup dalam masyarakat.2 Oleh karena itu secara tidak langsung terjadi
interaksi-interaksi diantara mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dari sinilah
akan terwujud rasa saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara
sesama manusia. Apabila salah satu diantara mereka ada yang membutuhkan
bantuan maka yang lain turut membantu untuk meringankan kesulitannya.
Semua perbuatan-perbuatan ini menjadi kegiatan manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
1
Afif Muhammad, Agama Konflik Sosial, (Bandung: MARJA, 2013), 11.
2
2
Setiap kegiatan manusia tersebut sudah diatur oleh agama Islam yang
tertulis dalam kitab suci al-Qur’an, yang dinamakan dengan fiqh muamalah.
Adapun fiqh muamalah sendiri adalah peraturan-peraturan Allah yang harus
diikuti dan ditaati oleh manusia dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga
kepentingan manusia.3
Pada prinsipnya segala bentuk mu’a>malah dilakukan atas dasar
pertimbangan mendatangkan mas}lah}ah, sedangkan yang merusak hidup dan
mendatangkan mad}ara>t bagi banyak orang dan dibiarkan begitu saja, maka
itu tidak dibenarkan oleh shari>‘ah.
Dijelaskan juga dalam QS. An-Nisa’ {[4]: 29
Artinya:
“
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sekali-kali memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”4Para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain.5
Namun, yang menjadi permasalahan, ketika jual beli tersebut sudah sesuai
dengan asas suka sama suka, tetapi setelah melakukan jual beli tersebut
3 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
3.
4
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qura><<<n dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2008), 83
3
ternyata mengandung kepada perbuatan yang mengakibatkan pada hal-hal
yang menuju kepada kerusakan. Seperti yang dijelaskan dalam kaidah Fiqh:6
ءْرَد
ِدِساَفمْلا
ىَلْوَا
ْنِم
ِبْلَج
ِحِلاَصَمْلا
اَذِإَف
َضَراَعَ ت
ةَدَسْفَم
ةَحَلْصَمَو
َمِد ق
عْفَد
ِةَدَسْفمْلا
اًبِلاَغ
Artinya: “Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan, dan apabila berlawanan antara mafsadah dan maslahah, maka secara umum didahulukan yang menolak mafsadah”
Hukum Islam tidak hanya mengatur tentang perilaku manusia yang
sudah dilakukan tetapi juga yang belum dilakukan. Hal ini bukan berarti
bahwa hukum Islam cenderung mengekang kebebasan manusia. Tetapi
karena memang salah satu hukum Islam adalah untuk mewujudkan
kemas}lah}atan dan menghindari kerusakan (mafsadah). Secara garis besar
tujuan shari>‘ah adalah untuk kemas}lah}atan (kebaikan) umat manusia di
dunia dan di akhirat baik dengan menarik manfaat maupun mencegah
adanya kerusakan. Seperti halnya ketetapan hukum, ketetapan dhari>’ah
khususnya Sadd adh-Dhari>’ah. Menurut Imam Asy-Syatibi mendefenisikan
Sadd adh-Dhari>‘ah ialah:7
َصَوَ تلأ
ل
َِبا
ةَحَلْصَم
ةَدَسْفَم
Artinya: “Melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandung
kemaslahatan menuju kepada suatu kemafsadatan”.
Ada cara-cara jual beli yang dianjurkan dalam Islam agar tidak
merugikan orang lain. Membolehkan sesuatu yang dilarang dan melarang
6
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta: Kalam Mulia, Cetakan Ketujuh, 2008), 39. 7
4
sesuatu yang dibolehkan dalam jual beli sesuai dengan shari>‘ah merupakan
hal yang sangat penting dalam menetapkan hukum bagi Islam, demi
menciptakan berbagai kemas}lah}atan dan menghindari kemafsadatan dan
keburukan.
Maksudnya, seseorang melakukan suatu pekerjaan yang pada dasarnya
dibolehkan karena mengandung suatu kemaslahatan, tetapi berakhir pada
suatu kemafsadatan.8 Hal tersebut terjadi pada usaha kerajinan tangan milik
bapak Supandi di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.
Selain sebagai pembuat kerajinan tangan, juga melakukan transaksi jual beli
yang di dibuat tersebut.
Kerajinan tangan yang dibuat beraneka ragam bentuknya, seperti 1 set
rumah-rumahan meliputi kebun, rumah, mobil, pesawat, becak, tandu,
pengawal-pengawal, televisi, sepeda motor, radio, brankas, gunung emas,
gunung perak, koper-koper baju, anjing, kapal, pabrik, mall, apartemen, villa,
intinya tergantung dengan apa yang dipesan oleh pembeli.
Bapak Supandi pemilik usaha kerajinan tangan memutuskan untuk
berwirausaha kerajinan tangan ini karena beliau ingin meneruskan skill yang
dimiliki, sudah dari kecil, kurang lebih 20 tahun dari usia beliau mempelajari
bidang kerajinan tangan tersebut. Jadi amat disayangkan kalau tidak
dikembangkan sendiri. Sedangkan di bidang ini pun juga bisa dijadikan
sebagai mata pencaharian saya dan untuk menghidupi keluarga saya.9 Hadis
terdahulu yang diriwayatkan oleh al-Bazzar juga mengungkapkan bahwa
8
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 161.
9
5
bekerja dengan tangan sendiri (kerajinan tangan) termasuk usaha yang
mulia. Dalam keterangan lain dikemukakan oleh Rasulullah saw:
ِم ِل كْأَي ْنَا ْنِم ا رْ يَخ طَق ا ماَعَط دَحَا لَكَااَم
ِلَمَع ْنِم ل كْأَي َناَك َدا وَد َها ََِِن َناَو ِهِدَي ِلَمَع ْن
ِهِدَي
(
ىرخبلا هاور
)
Artinya: “Tiada suatu makanan yang lebih baik bagi seseorang, melainkan apa yang dihasilkan oleh pekerjaan tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabiyullah Daud, makan dari hasil pekerjaan (kerajinan) tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)10
Pembuatan kerajinan tangan seperti ini, terbilang gampang-gampang
susah, sehingga belum banyak masyarakat yang menggelutinya. Menurut
Bapak Supandi, membuat kerajinan seperti ini dibutuhkan ketrampilan.
Hanya saja kerajinan tangan yang dibuat ini hanya untuk pembeli yang
beragama Khonghuchu, dan bagi mereka kerajinan tangan ini digunakan
sebagai sarana peribadatan. Untuk proses pembuatan, sesuai pemesanan
(mencantumkan foto yang dipesan), kemudian membuat polanya dari karton,
membuat kerangkanya dari bambu (pring) yang didatangkan dari Malang,
Madura, dan Gresik. Kemudian melapisi dengan kertas-kertas dan
memberikan sentuhan aksesoris atau perabotan-perabotan.11
Pelaksanaan jual belinya, biasanya pembeli menghubungi terlebih
dahulu pembuat kerajinan untuk membicarakan mengenai model atau type
rumah atau barang yang akan dipesan, atau juga bisa mendatangi langsung
rumah Bapak Supandi selaku pemilik usaha kerajinan tangan yang berada di
Kelurahan Rangkah Tambaksari Surabaya, untuk melihat foto-foto
10
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 91
11
6
rumahan atau kerajinan yang mereka butuhkan untuk sembayangan. Setelah
itu baru bernegosiasi mengenai harga, barang dibuat sesuai pemesanannya,
kemudian dikirim ke tempat sembayangan.
Berdasarkan proses jual beli kerajinan tangan dirasa penting untuk
meneliti dengan permasalahan seputar pelaksanaan jual beli kerajinan.
Proses pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan
orang khonghuchu. Menurut keyakinan dari agama mereka memang
menceritakan bahwa ketika mengirim barang-barang dari alam kita,
kemudian dibakar ditujukan kepada orang yang meninggal, maka di alam
orang yang meninggal tersebut akan terkirim sebuah rumah beserta isinya
tergantung apa yang dikirimkan oleh keluarga yang masih hidup. Jadi murni
untuk ibadah saja.
Bagi agama Khonghuchu, menghormati arwah dianggap suatu hal yang
penting, sebab menurut mereka arwah itu memerlukan pemujian. Upacara
dari pada orang mati selalu merupakan bagian penting dari upacara pemujian
dalam rumah maupun upacara resmi negara. Jadi roh-roh (arwah) masih
dianggap dapat memberikan berkah, doa dan pertolongan kepada para
keluarganya.12
Menurut Pak Supandi, usaha kerajinan tangan tersebut diperbolehkan
karena memandang bahwa selama pekerjaan tersebut tidak haram dan tidak
ikut mempercayai keyakinan atau tradisi dari orang yang beragama
Khonghuchu. Dan usaha tersebut hanya semata-mata karena Allah diniatkan
12
7
mencari rizki untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu sesama
untuk mendapatkan lapangan pekerjaan.
Dalam hal ini jual beli yang dilakukan dengan usaha kerajinan tangan
diperbolehkan dalam islam, layaknya jual beli yang dilakukan dengan usaha
yang lain pada umumnya. Namun hal tersebut menjadi perhatian ketika
kerajinan tangan digunakan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu.
Sehingga, apabila kerajinan tangan tersebut dijual kepada masyarakat dan
membawakan suatu kemadaratan dengan tujuan untuk digunakan hal yang
tidak baik maka harus dicegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan.
Kaidah umum dalam mencari nafkah adalah bahwa islam tidak
memperbolehkan para penganutnya mendapatkan harta dengan cara
semaunya. Islam menegaskan bahwa ada cara-cara usaha yang sesuai dengan
syariat, ada pula yang tidak sesuai dengannya, seiring dengan tegaknya
kemaslahatan bersama.13 Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban
mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak
(fasid). Ini dimaksudkan agar muamalah berjalan sah dan segala sikap dan
tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.14
Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dan membahasnya melalui skripsi dengan judul : “Analisis Sadd
adh-Dhari>’ah Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana
13 Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam (Terjemahan), (Surakarta: Era Intermedia, 2007),
210.
14
8
Peribadatan Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan
Tambaksari Surabaya”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Demi memperdalam materi yang dikaji dan lebih fokus lagi kepada
pokok penelitian maka penulis merasa perlu untuk memberikan identifikasi
masalah dan batasan masalah kaitannya dengan Analisis Sadd adh-Dhari>’ah
Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang
Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya. Dari
latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Objek jual beli
2. Proses pembuatan kerajinan tangan
3. Hukum transaksi jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan
orang khonghuchu
4. Dampak jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang
khonghuchu
5. Pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang
khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya
6. Analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan tangan sebagai
sarana peribadatan orang khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan
9
Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang
Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.
2. Analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan tangan sebagai
sarana peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan
Tambaksari Surabaya.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana
peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan
Tambaksari Surabaya?
2. Bagaimana analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan tangan
sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah
Kecamatan Tambaksari Surabaya?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan deskripsi ringkasan tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sudah akan dilakukan ini bukan
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.15
Adapun skripsi yang berjudul, Analisis Sadd Az-zari’ah terhadap
penggunaan kartu remi (Studi Kasus di Masyarakat Wonocolo) yang disusun
15
Tim Penyusun Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,
10
oleh Yuliansyah Rahman Satrida, tahun 2014. Pada penelitian ini penulis
menyimpulkan bahwa Analisis Sadd Az-zari’ah terhadap penggunaan kartu
remi di masyarakat Wonocolo Surabaya: a. Status hukum penggunaan kartu
remi lebih mengarah kepada unsur perjudian, b. Sadd Az-zari’ah diterapkan
pada pengguna kartu remi karena menimbulkan lebih banyak dampak
negativ dibanding dampak positif. Hukumnya makruh diharapkan kepada
masyarakat lebih menjauhi media hiburan seperti itu, dan untuk para
pengguna kartu remi, alangkah lebih baiknya apabila dalam memainkannya
tanpa harus menggunakan adanya unsur uang.16
Skripsi Huru’ina Nihlati, Tinjauan Sadd az{-z{ari>‘ah Terhadap
Penggunaan Pupuk Kimian (Studi Kasus di Desa Dadapan Kecamatan
Solokuro Kabupaten Lamongan), 2013, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pada
penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa analisis sadd az{-z{ari>‘ah terhadap
penggunaan pupuk kimia perlu dicegah karena penggunaan pupuk kimia
termasuk kategori haram lighoiri, yaitu haram karena adanya sesuatu atau
alasan tertentu dalam artian sebenarnya perbuatan itu diperbolehkan dan
pada hakikatnya tidak jelek tetapi untuk kedepanya perbuatan tersebut
membawa kepada kerusakan atau kejelekan maka dalam hal ini prnggunaan
pupuk kimia perlu dicegah.17
16
Yuliansyah Rahman Satrida, “Analisis Sadd Az-zari’ah terhadap penggunaan kartu remi (Studi Kasus di Masyarakat Wonocolo)” (Skripsi-- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).
17Huru’ina Nihlati, “Tinjauan Sadd az{-z{ari>‘ah Terhadap Penggunaan Pupuk Kimia (Studi Kasus
11
Skripsi yang berjudul, Persepsi Pemahat Patung terhadap Upah
Mematung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Studi Analisis
Hukum Islam, tahun 2010 yang disusun oleh Nurma Hanik. Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa: (1) Para pemahat melakukan kegiatan memahat
patung dengan pertimbangan, yaitu tidak ada pekerjaan lain, ketidaktahuan
pemahat pemahat tentang keharaman patung dalam hukum Islam,
pendidikan mereka yang relatif rendah dan keterbatasan mereka keahliannya
membuat mereka menekuni bidang tersebut, untuk memenuhi kebutuhan
hidup diri dan keluarganya, dan profesi tersebut telah menjadi tradisi secara
turun-temurun dalam lingkungan keluarga sejak zaman Majapahit. (2)
Hukum Islam menyikapi persepsi para pemahat dengan sikap bahwa upah
mematung dibolehkan selama profesi itu dilakukan hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan tidak ada pilihan lain yang bisa dilakukan kecuali
dengan bekerja sebagai pemahat patung. Logika syar’i ini dibangun untuk
tetap menjunjung tinggi tujuan shari>‘ah, yaitu suatu kewajiban mereka
untuk menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya.18
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sadd
adh-Dhari>’ah Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan
Orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari
Surabaya” yang mana perbedaan tersebut terdapat pada objek penelitian,
18
12
karena dalam penelitian ini penulis memfokuskan terhadap pelaksanaan jual
beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu di
Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan adanya rumusan masalah diatas, maka penulis
menyusun penelitian ini mempunyai tujuan diantara lain:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana
peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan
Tambaksari Surabaya.
2. Untuk mengetahui analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual beli kerajinan
tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghuchu di Kelurahan
Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan adanya tujuan di atas diharapkan dari hasil penelitian ini dapat
memberikan kegunaan antara lain:
1. Kegunaan secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi
penambahan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu hukum,
yakni dengan memperkaya dan memperluas khazanah ilmu tentang
bagaimana praktik jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan
orang khonghuchu seperti yang terjadi di Kelurahan Rangkah Kecamatan
13
2. Kegunaan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
perbandingan bagi peneliti berikutnya yang memiliki minat pada tema
yang sama dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan pemantapan
kehidupan beragama khususnya yang berkaitan dengan masalah jual beli
kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu.
G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi
kesalahfahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini, maka penulis
memandang perlu untuk mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud
dari judul skripsi di atas.
Sadd adh-Dhari>’ah : Metode penetapan hukum yang bertolak dari
upaya menghindari sesuatu mafsadah dengan
cara menutup (melarang) sarana yang menuju
kepadanya, kendati sarana itu pada mulanya
bukan terlarang (diperbolehkan).
Kerajinan tangan : Barang yang dihasilkan melalui ketrampilan
tangan.
Sarana peribadatan : Segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat
untuk beribadah.
Khonghuchu : Salah satu agama yang dianut oleh masyarakat
Indonesia, dimana mereka tidak pernah
14
hidup sudah mati dan yang berhubungan dengan
akhirat. Namun mereka hanya mengutamakan
soal-soal keduniaan saja, terutama etika sopan
dan santun, terutama menghormati arwah yang
dianggap penting.
H. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan secara kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subyek atau obyek pada saat sekarang berdasarkan
fakta yang nampak sehingga dapat diterima oleh akal sehat manusia.19
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu penelitian terhadap
pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang
Khonghuchu di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari Surabaya.
1. Data yang dikumpulkan
a. Data Primer
1) Sejarah berdirinya usaha kerajinan tangan.
2) Proses pembuatan kerajinan tangan.
3) Pelaksanaan jual beli kerajinan tangan.
4) Manfaat usaha kerajinan tangan.
19 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif
15
b. Data Sekunder
Data tentang ketentuan jual beli dan Sadd adh-Dhari>’ah yang berasal
dari literatur-literatur kepustakaan yang bisa berupa buku-buku, kitab
atau artikel.
2. Sumber Data
Sumber data adalah sumber data yang akan digali oleh penulis baik
secara primer maupun sekunder. Pada dasarnya penelitian ini merupakan
penelitian yang bersumber lapangan yang mana langsung meneliti
ditempat kejadian melalui proses yaitu wawancara. Sumber data tersebut
berupa:
a. Sumber Primer
Sumber primer yaitu sumber yang langsung berkaitan dengan
obyek penelitian.20 Penulis dalam penelitian ini menggunakan, antara
lain:
1. Pemilik usaha kerajinan tangan
2. Pembeli kerajinan tangan.
3. Karyawan kerajinan tangan.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder yaitu sumber yang mendukung atau melengkapi
dari sumber primer,21 antara lain :
1) Afif Muhammad, Agama Konflik Sosial
20 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
31.
16
2) KH. Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum
Perdata Islam
3) Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
4) Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qura><<<n dan
Terjemahannya
5) Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah
6) Abu Ahmadi, Perbandingan Agama
7) Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah
8) Abdul Mudjib, Kaidah Ilmu Fiqih
9) Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih
10) Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam (Terjemahan)
11) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 12
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk
memperoleh keterangan atau informasi ataupun bukti-bukti yang
diperlukan untuk penelitian dalam rangka pengumpulan data, dalam
penelitian ini maka penulis menggunakan:
a. Observasi
Observasi adalah kegiatan penelitian yang dilakukan secara
sistematis tentang objek yang diteliti dengan jalan pengamatan dan
pencatatan.22 Observasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
22
17
observasi langsung yang bisa dilakukan selama melangsungkan
kunjungan lapangan termasuk kesempatan-kesempatan selama
pengumpulan data yang lain seperti pada waktu wawancara.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan
untuk memeperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang
dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti.23 Dalam
penelitian ini penulis akan mewawancarai pihak-pihak yang terkait
dengan pelaksanaan jual beli kerajinan tangan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.24
Dokumen dalam pengertian lain merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu bukti surat perjanjian kerja sama. dengan adanya
dokumentasi dalam suatu penelitian maka dapat meningkatan
keabsahan dan penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti
betul-betul melakukan penelitian kelapangan secara langsung.25
23
Ibid, 235
24 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, (Jakarta : PT
Rineka Cipta 2006), 206.
25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2010),
18
4. Teknik Pengolahan Data
Karena data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang
bersangkutan (studi lapangan) dan bahan pustaka yang selanjutnya diolah
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dalam kerangka yang sudah direncanakan sebelumnya dan kerangka
tersebut dibuat berdasarkan data yang relevan dengan sistematika
pertanyaan dalam rumusan masalah.
b. Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil-hasil pengorganisasian data
dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan
dengan pembahasan, sehingga diperoleh kesimpulan tertentu mengenai
pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan
orang Khonghucu menurut Sadd adh-Dhari>’ah.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam
catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan
sebagainya.26
Setelah data dari wawancara dan dokumentasi terkumpul, penulis
akan melakukan analisis. Untuk mempermudah analisis penelitian ini
26
19
maka penulis menggunakan metode deskriptif analasis yaitu memaparkan
serta menjelaskan secara mendalam dan menganalisa terhadap semua
aspek yang berkaitan dengan masalah penelitian yaitu pelaksanaan jual
beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang Khonghucu di
Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambak Sari Surabaya yang kemudian
dianalisis menggunakan teori Sadd adh-Dhari>’ah untuk menilai benar
tidaknya menurut hukum Islam dan dapat berlaku tidaknya Sadd
adh-Dhari>’ah yang terjadi di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari
Surabaya.
Pola pikir yang digunakan adalah deduktif, yang diawali dengan
mengemukakan pengertian-pengertian, teori-teori atau fakta-fakta yang
bersifat umum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai Sadd
adh-Dhari>’ah dan jual beli yang selanjutnya dipaparkan dari kenyataan
yang ada di lapangan mengenai pelaksanaan jual beli kerajinan tangan
sebagai sarana peribadatan orang Khonghucu di Kelurahan Rangkah
Kecamatan Tambaksari Surabaya. Kemudian diteliti dan dianalisis
sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan mengenai pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai
sarana peribadatan orang Khonghucu menurut Sadd adh-Dhari>’ah.
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dikelompokan
20
mempunyai hubungan dengan yang lain dan merupakan rangkaian yang
berkaitan. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yang memuat tentang latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah landasan teori, yang berisikan tentang jual beli dan
Sadd adh-Dhari>’ah. Pembahasan jual beli meliputi pengertian, dasar hukum,
rukun dan syarat, jual beli yang dilarang islam. Adapun mengenai teori Sadd
adh-Dhari>’ah meliputi pengertian, landasan hukum, obyek, macam-macam,
kedudukan.
Bab tiga gambaran umum tentang usaha kerajinan tangan sebagai
sarana peribadatan orang khonghuchu di kelurahan Rangkah Kecamatan
Tambak Sari Surabaya yang meliputi: sejarah berdirinya usaha kerajinan
tangan, lokasi usaha, penetapan harga, proses pembuatan, pelaksanaan jual
beli, dampak jual beli.
Bab empat ini berisi mengenai analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual
beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu yang
meliputi: analisis pelaksanaan jual beli kerajinan tangan sebagai sarana
peribadatan orang khonghuchu dan analisis Sadd adh-Dhari>’ah terhadap jual
beli kerajinan tangan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu.
Bab lima ini merupakan penutup dari keseluruhan isi pembahasan
BAB II
JUAL BELI DAN SADD ADH-DHARI><’AH
A. JUAL BELI
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti
menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal
al-ba’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,
yakni kata ash-shira’ (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual,
tetapi sekaligus juga berarti beli.1
Secara etimologi, jual beli adalah suatu proses tukar menukar barang
dengan uang atau barang dengan barang. Kata bay’ yang artinya jual beli
termasuk kata bermakna ganda yang berseberangan, seperti halnya kata
shira’ yang termaktub dalam ayat berikut:2
Artinya: “ Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf” (QS. Yusuf: 20).3
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang
dikemukakan ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing
definisi adalah sama. Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:4
1
Nasrun Haroen, Fiqh muamlah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 111.
2
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.
3
22
اَبُم
ٍلاَمِ ٍلاَم ُةَلَد
ٍصْوُصََْ ٍهْجَو ىَلَع
Artinya: “ Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”.
Dalam definisi ini terkandung pengertian “cara yang khusus”, yang
dimaksudkan ulama Hanafiyah dengan kata-kata tersebut adalah melalui
ijab dan qobul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan
harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang diperjualbelikan
harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras, dan
darah tidak termasuk sesuatu yang boleh diperjualbelikan, karena
benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti
itu tetap diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah, jual belinya tidak
sah.5
Definisi lain dikemukakan Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan
Hanabilah yang dikutip oleh Nasron Haroen dalam bukunya Imam
An-Nawawi. Menurut mereka jual beli adalah:
ْيملََْ ملاَمْلاامب ملاَمْلا ُةَلَداَبُم
اَكلََََو اًك
Artinya: “ Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan”.
Dalam hal ini ditekankan kata “milik dan pemilikan”, karena ada juga
tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki seperti
sewa-menyewa.6
4
Nasrun Haroen, Fiqh muamlah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 111.
5
Abdul Rahman Ghazaly, et. al. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 68.
6
23
2. Dasar Hukum Jual Beli
Adapun hukum disyariatkannya jual beli dapat dijumpai dalam
Al-Qur’an, Hadist, dan Ijma’ diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesame umat
manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur’an dan sunnah
Rasulallah saw. Terdapat sejumlah ayat Al-Qu’an yang berbicara
tentang jual beli, di antaranya dalam surat Al-Baqarah,2; 275 yang
berbunyi:7
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”8
Dari ayat tersebut di atas, telah memberikan pengertian bahwa Alah
telah menghalalkan jual beli kepada hambanya dengan baik dan dilarang
mengadakan jual beli yang mengandung unsur riba atau merugikan
orang lain.
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS.An-Nisa’: 29)9
7
Nasrun Haroen, Fiqh muamlah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 113
8
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya..., 58.
9
24
Jelaslah sudah bahwa diharamkannya kepada kita harta sesama
dengan jalan bathil, baik itu dengan cara mencuri, menipu, merampok,
merampas maupun dengan jalan yang lain yang tidak dibenarkan Allah,
kecuali dengan jalan perniagaan atau jual beli yang didasarkan atas suka
sama suka dan saling menguntungkan.
b. Hadist
Dasar hukum jual beli dalam sunnah Rasulallah saw. diantaranya
adalah hadis dari Rifa’ah ibn Rafi’ bahwa:
ي لا َلمئُس
َلاَقَ ف ؟ُبَيْأ مبْسَكْلا يأ ملسو هيلع ها ىلص
:
ٍعْيَ ب لُكَو ممدَيمب ملُجرلا ُلَمَع
ٍرْوُرْ بَم
ُ
مكاحاوزازبلا اور
َ
Artinya : “Dari Rafiah bin Rafi r.a (katanya); sesungguhnya nabi Muhammad saw. pernah ditanyai, manakah usaha yang paling baik? Beliau menjawab: ialah amal usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih.” (HR. AlBazzar, dan dinilai sahih oleh al-Hakim).10
Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa usaha yang paling baik
adalah usaha sendiri tanpa menggantungkan diri pada orang lain dan
setiap jual beli yang dilakukan dengan kejujuran tanpa ada kecurangan.
c. Ijma’
Ulama Islam sepakat bahwa jual beli dan penerapannya sudah
berlaku sejak zaman Rasulullah saw. hingga saat ini. Dan umat islam
sendiri pun sepakat bila jual beli itu hukumya boleh dan terdapat hikmah
di dalamnya. Pasalnya, manusia bergantung pada barang yang berada
10
25
pada orang lain dan tentu orang tersebut tidak akan memberinya tanpa
ada imbal balik. Oleh karena itu, dengan diperbolehkannya jual beli
maka dapat membantu terpenuhinya kebutuhan setiap orang dan
membayar atas kebutuhanya itu. Manusia itu sendiri adalah makhluk
social, sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya kerjasama dengan yang
lain.11
Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing berhajat
kepada yang lain, agar di antara mereka terjadi kerjasama yang saling
menguntungkan. Interaksi horizontal ini dilakukan karena tidak
mungkin manusia mampu mencukupi hidupnya sendiri, dan
dimaksudkan agar manusia itu saling menolong dalam segala urusan
kepentingan hidup masing-masing, baik melalui jual beli,
sewa-menyewa, bercocok tanam atau usaha lain.
3. Rukun Jual beli
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat,
namun ada juga yang menambah dengan adanya nilai tukar pengganti
barang dan adanya kerelaan kedua belah pihak. Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
a. Penjual. Ia haruslah memiliki barang yang akan dijualnya atau
mendapatkan izin untuk menjualnya, dan sehat akalnya.
11
26
b. Pembeli. Ia disyaratkan diperbolehkan bertindak, dalam arti ia bukan
orang yang kurang waras atau bukan anak kecil yang tidak
mempunyai izin untuk membeli.
c. Barang yang dijual. Barang yang dijual harus merupakan yang hal
yang diperbolehkan dijual, bersih, bisa diserahkan kepada pembeli,
dan bisa diketahui pembeli meskipun hanya dengan ciri-cirinya.12
d. Akad, adalah “pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak
dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada
objeknya.”13
e. Adanya nilai tukar pengganti barang.14
f. Kerelaan kedua belah pihak, penjual dan pembeli. Jadi jual beli tidak
sah dengan ketidakrelaan salah satu dari dua pihak.
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli
adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat
dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Apabila ijab dan qabul
telah diucapkan dalam akad jual beli, maka pemilikan barang atau uang
telah berpindah tangan dari pemilik semula. Barang yang dibeli berpindah
tangan menjadi milik pembeli, dan nilai tukar atau uang berpindah tangan
menjadi milik penjual.15
Jual beli yang menjadi kebiasaan, miasalnya jual beli sesuatu yang
menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul. Menurut
12 Ismail Nawawi, Fiqih Mu’amalah, (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 132.
13 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 68.
14 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 115.
27
fatwa ulama syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecilpun harus ijab
dan kabul, tetapi menurut Imam Al-Nawawi dan Ulama Muta’akhirin
Syafi’iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil
dengan tidak ijab dan kabul seperti membeli sebungkus rokok.16
4. Syarat-syarat Jual Beli
Dalam transaksi jual beli harus terpenuhi empat syarat, yaitu:17
a. Syarat terjadinya transaksi jual beli
1. Syarat orang yang berakad18
a) Berakal dan baligh, Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz,
menurut Ulama Hanfiyah, apabila akad yang dilakukannya
membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah,
sedekah, maka akadnya sah. Sebaliknya apabila akad itu
membawa kerugian bagi dirinya, maka tindakan hukumnya ini
tidak boleh dilaksanakan. Apabila transaksi yang dilakukan
anak kecil yang telah mumayyiz mengandung manfaat dan
kemudharatan sekaligus, seperti jual beli, maka transaksi ini
hukumnya sah, jika walinya mengizinkan.
b) Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.
Artinya seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang
bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.
16 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 71.
17 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu..., 34.
28
c) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam
benda-benda tertentu. Misalnya seseorang dilarang menjual
hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak
beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut
akan merendahkan abid yang beragama Islam.19
2. Syarat akad (ijab-qabul)
a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
b) Pernyataan qabul harus sesuai dengan ijab
c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis20
d) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah
penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
e) Jangan diselingi kata-kata lain antara ijab dan qabul.21
3. Syarat barang yang dijual belikan
a) Barang harus ada, tidak boleh akad atas barang-barang yang
tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.
b) Harta harus kuat, tetap, dan bernilai, yakni benda yang
mungkin dimanfaatkan dan disimpan.
c) Benda tersebut milik sendiri.
d) Dapat diserahterimakan.
19 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 71.
20 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 116.
29
e) Suci atau mungkin untuk disucikan, sehingga tidak sah
penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi, dan yang
lainnya.
f) Jangan dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti
jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.
g) Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan kujual motor ini
kepada tuan selama satu tahun.
h) Barang dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau
ukuran-ukuran yang lainnya.22
b. Syarat sah transaksi jual beli
Syarat sah jual beli terbagi menjadi dua macam, yaitu syarat
umum dan syarat khusus:
1. Syarat-syarat umum, adalah syarat-syarat yang harus ada di setiap
jenis jual beli agar transaksi itu dianggap sah secara syar’i. Adapun
syarat-syarat secara umum adalah transaksi harus terhindar dari
enam cacat, yaitu ketidakjelasan, pemaksaan, pembatasan waktu,
beresiko atau spekulasi, kerugian, dan syarat-syarat yang dapat
membatalkan transaksi.
2. Syarat-syarat khusus, adalah syarat-syarat yang menyangkut
sebagian jenis jual beli saja, seperti menyangkut jual beli barang
yang dapat berpindah, mengatahui harga awal jika jual beli itu
berupa sistem bagi hasil atau pemberian wewenang, menyangkut
30
jual beli mata uang, menyangkut jual beli salam, menyangkut jual
beli barang-barang riba, menyangkut jual beli barang yang
berbentuk piutang.23
Persyaratan sifat dalam jual beli itu diperbolehkan. Oleh karena
itu, jika sifat yang disyaratkan itu memang ada maka jual beli sah, dan
jika tidak ada maka tidaklah sah. Seperti misalnya, pembeli buku
mensyaratkan hendaknya buku itu kertasnya kuning.24
c. Syarat berlaku jual beli
Untuk sahnya sebuah transaksi harus terpenuhi dua syarat, yaitu:
1. Hak pemilikan dan hak wewenang. Hak milik adalah hak memiliki
barang dimana hanya orang yang memilikinya yang mampu
berkuasa penuh atas barang itu selama tidak ada halangan syar’i.
Sedangkan hak wewenang adalah kekuasaan resmi yang diberikan
oleh agama agar bisa melegalkan ataupun melakukan sebuah
transaksi.
2. Hendaknya pada barang yang dijual tidak ada hak milik selain
penjual. Jika saja pada barang yang dijual itu ada hak oarang lain,
maka jual beli tertangguhkan belum terlaksana.
d. Syarat kelaziman jual beli
Syarat-syarat luzu>m transaksi harus diperhatikan setelah
syarat-syarat sah dan berlakunya transaksi telah terpenuhi. Dimaksudkan
syarat luzu>m transaksi adalah transaksi yang dilakukan oleh kedua
23 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu..., 54.
31
belah pihak lolos dari pemberlakuan hak untuk meneruskan atau
membatalkan transaksi oleh salah satu pelaku transaksi, seperti hak
khiyar syarat}.25
5. Jual Beli yang Dilarang Islam
Jual beli yang dilarang dalam islam jumlahnya banyak. Menurut
jumhur ulama, tidak ada perbedaan antara jual beli fasid dan bathil.
Sedangkan ulama Hanafiyah membedakan keduanya. Ada empat penyebab
kerusakan dalam jual beli, yaitu:26
a. Jual beli yang dilarang karena ahliyah pelaku akad.
Adapun orang-orang yang tidak sah jual belinya adalah sebagai
berikut:
1) Orang gila, jual beli orang gila tidak sah berdasarkan kesepakatan
ulama karena tidak memiliki kemampuan. Disamakan dengan orang
yang pingsan,mabuk dan dibius.
2) Anak kecil, tidak sah jual beli orang yang belum mumayyiz menurut
kesepakatan ulama, kecuali dalam hal yang kecil. Adapun jual beli
anak yang belum mumayyiz maka tidak sah menurut ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah, karena tidak memiliki sifat ahliyah.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beinya sah
jika ada izin walinya atau persetujuannya.
25 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu..., 58.
26
32
3) Orang buta (tuna netra), jual beli orang buta sah menurut jumhur
ulama jika diterangkan kepadanya sifat barang yang mau dibeli,
karena hal itu menyebabkan adanya rasa rela.
4) Orang yang dipaksa. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli orang yang
dipaksa sifatnya menggantung dan tidak berlaku. Sedangkan menurut
ulama Malikiyah, jual beli orang yang dipaksa adalah tidak mengikat.
Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual belinya
tidak sah karena tidak terpenuhinya sifat kerelaan ketika penetapan
akad.
5) Fudhuli, menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli fudhuli
sah dan peberlakuannya tergantung pada persetujuan pemilik barang
yang sebenarnya. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual beli
ini tidak sah karena ada larangan jual beli sesuatu yang tidak dimiliki
seseorang.
6) Orang yang dilarang membelanjakan harta (mahjur ‘alaih) karena
kebodohan, bangkrut atau sakit. Orang yang bodoh atau idiot, jual
belinya menjadi tergantung menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah,
dan Hanabilah. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, jual belinya
tidak sah karena tidak adanya sifat ahliyah dank arena ucapannya
tidak dianggap.
7) Mulja, yaitu orang yang terpaksa menjual barangnya guna
menyelamatkan hartanya dari orang yang lalim. Jual beli ini fasid
33
b. Jual beli yang dilarang karena shighat.
Jual beli tidak sah dalam beberapa hal, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Jual beli dengan tulisan (surat-menyurat) atau dengan perantara
utusan. Jual beli ini sah berdasarkan kesepakatan ulama. Yang
menjadi tempat transaksi adalah tempat sampainya surat dari pelaku
akad pertama kepada pelaku akad kedua. Jika qabulnya terjadi di luar
tempat tersebut, maka akadnya tidak sah.
2) Jual beli orang bisu dengan isyarat yang bisa dipahami atau dengan
tulisan adalah sah karena darurat. Hal itu sama juga seperti ucapan
dari orang yang menunjukkan apa yang ada dalam hatinya. Jika
isyaratnya tidak bisa dipahami dan tidak pandai menulis, maka
akadnya tidak sah.
3) Jual beli dengan orang yang tidak hadir di tempat akad adalah tidak
sah menurut kesepakatan ulama, karena kesatuan tempat merupakan
syarat sah jual beli.
4) Jual beli dengan tidak adanya kesesuaian antara ijab dan qabul adalah
tidak sah menurut kesepakatan ulama. Kecuali jika perbedaannya
menunjukkan pada hal yang baik, seperti pembeli menambah harga
yang telah disepakati, maka akad ini sah menurut ulama Haanafiyah
34
5) Jual beli tidak sempurna, yaitu jual beli yang dikaitkan pada syarat
atau disandarkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini fasid
menurut ulama Hanafiyah dan bathil menurut jumhur ulama.
c. Jual beli yang dilarang karena ma’uquud alaih (objek transaksi).
Para fuqaha berselisih pendapat dalam sifat sebagian jual beli yang
dilarang, seperti berikut ini:
1) Jual beli barang yang tidak ada atau beresiko hilang. Seperti jual beli
sperma dari pejantan, sel telur dari betina, dan anak dari anaknya.
Jual beli seperti ini tidak sah menurut kesepakatan mazhab yang
empat, karena ada larangan dalam hadis-hadis yang shahih.
2) Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan. Seperti burung yang
terbang di udara, dan ikan yang ada di dalam air. Jual beli seperti ini
tidak sah menurut kesepakatan mazhab-mazhab, karena ada larangan
dalam sunnah.
3) Jual beli utang dengan tidak tunai, yaitu jual beli utang dengan utang.
Jual beli ini bathil menurut kesepakatan ulama karena dilarang
syari’at. Menjual utang pada orang yang berutang secara kontan
boleh menurut kesepakatan ulama, sedangkan menjual utang pada
selain orang yang berutang secara kontan itu bathil menurut ulama
Hanafiyah, Hanabilah, dan Zhahiriyah serta boleh dalam
35
4) Jual beli yang mengandung unsur penipuan (gharar) yang besar, yaitu
keberadaannya yang tidak pasti. Jual beli ini tidak sah menurut
kesepakatan ulama karena terdapat larangan mengenai hal itu.
5) Jual beli sesuatu yang najis dan yang terkena najis tidak sah menurut
kesepakatan ulama. Ulama Malikiyah membolehkan memakai lampu
dan membuat sabun dengan minyak yang najis. Sedangkan ulama
Hanafiyah membolehkan jua beli sesuatu yang terkena najis selain
makanan.
6) Jual beli air. Menurut jumhur ulama dari mazhab yang empat boleh
menjual air yang dimiliki, atau yang disimpan dalam wadah, atau air
dari mata air. Sedangkan ulama Zhahiriyah berpendapat bahwa
menjual air itu tidak halal sama sekali.
7) Jual beli sesuatu yang tidak dikethui, mengandung unsur
ketidakpastian baik dalam barang dagangan, harga, waktu, jenis yang
digadaikan adalah fasid menurut Hanafiyah dan bathil menurut
jumhur ulama.
8) Jua beli sesuatu yang tidak ada dalam tempat transaksi atau tidak
terlihat. Menurut uama Hanafiyah, jua beli sah tanpa melihat dan
tanpa menyebutkan sifat, tetapi pembeli diberi hak khiyar ketika
melihatnya. Menurut ulama Malikiyah jual beli ini sah dengan
menyebutkan sifat, dan terdapat hak khiyar ketika melihatnya.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah jual beli ini tidak sah secara
36
9) Jual beli sesuatu sebelum ada serah terima. Menurut ulama
Hanafiyah, tidak boleh menjual harta bergerak sebelum ada serah
terima. Menurut ulama Syafi’iyah hal itu boeh secara mutlak, karena
keumunan larangan yang terdapat dalam hadis. Sedangkan ulama
Malikiyah megkhususkan larangan ini dalam makanan.
10) Jual beli buah-buahan atau tanaman adalah tidak sah menurut
kesepakatan ulama jika terjadi sebelum tercipta, karena ia berarti
tidak ada. Jual beli ini sah menurut ulama Hanafiyah jika tidak
bersyarat, dan tidak sah menurut mayoritas ulama (jumhur ulama).
d. Jual beli yang dilarang karena sifat, syarat, atau larangan syara’.
1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis atau tidak boleh
diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan haram juga
untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai, dan khamar
(minuman yang memabukkan).27 Jual beli seperti ini fasid menurut
ulama Hanafiyah tapi dapat sah dengan memberikan nilainya, dan
bathil menurut jumhur ulama. Rasulallah saw, bersabda:
َذما ها نمأ
ُهََََ ْممهْيَلَع َمرَح ٍئْيَش َلْكَا ٍمْوَ ق ىَلَع َمرَح ا
ُ
دمأو دواد وبا اور
َ
Artinya: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan memakan sesuatu maka Dia mengharamkan juga memperjualbelikannya”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam hadis lain disebutkan:
ا
ن
ها
ُهَلْوُسَرَو
َمرَح
َعْيَ ب
مرْمَْْا
َتْيَمْلاَو
مة
مرْيمزْمْْاَو
َْلاَو
مماَْص
ُ
اور
ىراخبلا
ملسما
َ
27
37
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala”. (HR. Bukhari Muslim)
2) Jual beli ketika azan shalat jum’at. Waktunya yaitu sejak imam naik
mimbar sampai selesai shalat. Menurut ulama Hanafiyah, waktunya
dari waktu azan yang pertama. Jual beli ini makruh tahrim menurut
ulama Hanafiyah, sah tapi haram menurut ulama Syafi’iyah,
dibatalkan (fasakh) menurut ulama Malikiyah dalam pendapat yang
masyhur dan tidak sah sama sekali menurut ulama Hanabilah.28
3) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/ pasar.
Maksudnya adalah menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar
dapat membelinya dengan harga murah, sehingga ia kemudia menjual
di pasar dengan harga yang juga lebih murah. Tindakan ini dapat
merugikan para pedagang lain, terutama yang belum mengetahui
harga pasar. Jual beli ini dilarang karena dapat mengganggu kegiatan
pasar, meskipun akadnya sah.29 Diriwayatkan dari Abu Hurairah,
Rasulallah saw, bersabda:
َل
ُوقَلَ ت
َبَلَْْا
ْنَمَف
قَلَ ت
ُا
ىَرَ تْشَف
ُهْمم
اَذمأَف
ىَتَأ
ُُدِيَس
َقْوسلا
َوُهَ ف
مراَيمْْامب
ُ
اور
ملسما
َ
Artinya: : “Janganlah kalian menghadang barang yang dibawa dari luar kota. Barangsiapa menghadang lalu ia membeli barang darinya lalu yang punya barang dating ke pasar, maka dia mempunyai hak khiyar”. (HR.Muslim)
28
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, Abdul Hayyie Al-Kattani dkk,
(Jakarta: Gema Insani, 2011), 173
29
38
4) Menjual anggur kepada pembuat khamar. Jual beli ini sah secara
zhahir serta makruh tahrim menurut ulama Hanafiyah dan haram
menurut ulama Syafi’iyah. Hal itu karena akadnya telah memenuhi
syarat dan rukun jual beli yang ditetapkan syara dan dosa disebabkan
oleh niat yang salah atau faktor lain yang tidak dibenarkan oleh
syara. Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemudaratan,
kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan.
Seperti jual beli patung, salib, buku-buku bacaan porno, menjual
pedang kepada orang yang akan membunuh orang lain dengan pedang
tersebut secara zalim, menjual jarring kepada orang yang berburu
sesuatu yang haram, dan menjual kayu kepada orang yang akan
membuat tempat hiburan dengan kayu tersebut.30 Memperjualbelikan
barang-barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat.
Sebaliknya, dengan dilarangnya jual beli barang ini, maka hikmahnya
minimal dapat mencegah dan menjauhkan manusia dari perbuatan
dosa dan maksiat, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah
ayat 2:
…
….dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Jual beli ini tidak sah menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah
guna menutup jalan keharaman (Sadd adh-Dhari>>>>>’ah), seperti menjual
30
39
senjata pada masa kekacauan atau kepada para penyamun. Hal itu
karena sesuatu yang bias menyampaikan pada keharaman adalah
haram, walaupun hanya sebatas maksud atau niat.
B. SADD ADH-DHARI>>>>><’AH
1. Pengertian Sadd adh-Dhari>>>>>’ah
Dhari>>>>>’ah adalah perantara, yaitu suatu yang akan mengantarkan
kepada sesuatu yang diharamkan atau sesuatu yang dihalalkan, dan dari
sanalah hukum itu diambil. Arti secara lughowi Sadd adh-Dhari>>>>>’ah adalah
menutup jalan atau menghambat jalan. Maksudnya menghambat atau
menyumbat semua jalan yang menuju pada kerusakan. Hal ini adalah untuk
memudahkan mencapai kemaslahatan dan menjauhkan kemungkinan
terjadinya kemaksiatan atau kerusakan.
Jalan (perbuatan) yang akan menuju kepada keharaman, hukumnya
haram. Dan ini harus dicegah, ditutup (Sadd adh-Dhari>>>>>’ah). Jalan
(perbuatan) yang akan menuju kepada sesuatu yang diperbolehkan,
hukumnya mubah (boleh). Sesuatu yang mana kewajiban tidak dapat
dilaksanakan kecuali dengan sesuatu tersebut maka sesuatu itu wajib
dilaksanakan (fathu al dzari’ah).31
Sesuai dengan tujuan syara’ menetapkan hukum untuk para mukallaf,
agar mencapai kemaslahatan dan menjauhkan diri dari kerusakan, cara
ditetapkan larangan-larangan dan perintah-perintah. Dalam melaksanakan
31
40
perintah dan menjauhi larangan itu ada yang dapat dikerjakan secara
langsung dan ada pula yang tidak dapat dikerjakan secara langsung, perlu
ada hal yang dikerjakan sebelumnya. Dalam kaidah fiqih disebut:32
متُي َلاَم
بمجاَو َوُهَ ف مهمب لما ُبمجاَوْلا م
Artinya: Semua yang menyempurnakan perbuatan wajib adalah wajib pula.
2. Dasar Hukum Sadd adh-Dhari>>>>>’ah
Pada dasarnya, tidak ada dalil yang jelas dan pasti baik menurut nas
maupun ijmak ulama tentang boleh atau tidaknya mengunakan Sadd
adh-Dhari>>>>>’ah namun demikian, ada beberapa nas yang mengarah kepadanya,
baik al-Qur’an maupun al-Hadis, juga kaidah fiqih, di antaranya yaitu:
a. Al-Qur’an
<