• Tidak ada hasil yang ditemukan

DROPSHIPPING DALAM HADIS (STUDI HADIS LARANGAN MENJUAL BARANG YANG BUKAN MILIKNYA DALAM SUNAN TIRMIDHI NOMOR 1236).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DROPSHIPPING DALAM HADIS (STUDI HADIS LARANGAN MENJUAL BARANG YANG BUKAN MILIKNYA DALAM SUNAN TIRMIDHI NOMOR 1236)."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

DROPSHIPPING

DALAM HADIS

(Studi Hadis Larangan Menjual Barang yang Bukan Miliknya

dalam Sunan al-Tirmidhi

> Nomor 1236

)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

NURALITA KHAMIDIYAH NIM: E33212090

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nuralita Khamidiyah, 2016. Dropshipping dalam Hadis (Studi Hadis Larangan Menjual Barang yang Bukan Milikinya dalam Sunan al-Tirmidhi> Nomor 1236), Skripsi Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Dropship ialah menjual barang melalui internet dengan hanya bermodalkan

foto dan spesifikasi produk. Pihak produsen atau grosir selaku supplier yang

nantinya akan mengirim barang secara langsung pada pembeli. Asalnya yang

dilakukan dropshipper adalah menjual barang yang bukan miliknya. Erwandi

Tarmizi dalam bukunya Harta Haram Muamalat Kontemporer, mengharamkan

dropship ini. Larangan tersebut berdasarkan hadis H{aki>m bin H{iza>m yang salah

satunya terdapat dalam Sunan Tirmidhi> nomor 1236. Mengingat hukum Islam

bukanlah hukum yang kaku, dan sesuai sepanjang zaman, maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hadis tersebut lebih lanjut sebagai sarana memahami syariat dagang Islam dengan memahami makna hadis yang sesungguhnya.

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini yakni mengenai: 1. Bagaimana kualitas hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi> nomor 1236? 2. Bagaimana pemaknaan matan hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>

nomor 1236? 3. Bagaimana aplikasi hadis tentang larangan menjual barang yang

bukan miliknya dalam jual beli online sistem dropship?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hadis tentang larangan jual beli barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>. Untuk mendeskripsikan pemaknaan hadis tentang larangan jual beli barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>. Dan untuk memahami aplikasi

hadis larangan jual beli barang yang bukan miliknya dalam jual beli online sistem

dropship yang marak pada jaman sekarang.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan

berdasarkan kepustakaan (library research) dengan pegumpulan data yang

diperoleh dari kitab hadis Sembilan yang standar terutama Sunan al-Tirmidhi>.

Kemudian dialkukan analisa dengan takhrij terhadap hadis yang diteliti,

melakukan kritik sanad maupun matan, kemudian menganalisa sharh> hadis.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kualitas hadis ini lemah dalam

sanadnya namun s}ah}i>h} dalam matannya, dengan pendukung-pendukung lain maka

hadis ini dinyatakan s}ah}i>h} li ghairih secara keseluruhan. Sementara maksud dari barang yang bukan miliknya merupakan pengertian umum, sementara pengertian khususnya ialah barang yang tidak dalam kuasa dan wewenang penjual, sementara

bai’ al-salam dikecualikan dalam hadis ini, meski dalam salam barang belum dimiliki penjual. Setelah dianilis ternyata dropship tidak berbeda dengan salam

apabila pembayaran dilakukan tunai di muka.

(7)

DAFTAR ISI

COVER ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ...iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI. ...xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Penelitian ... 10

G. Telaah Pustaka ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

(8)

BAB II TEORI KESAHIHAN HADIS, AKAD JUAL BELI DAN SISTEM DROPSHIP

A. Teori Kesahihan Hadis ... 17

1. Kriteria kesahihan sanad hadis ... 17

2. Kriteria kesahihan matan hadis ... 21

B. Teori Pemaknaan Hadis ... 23

C. Akad Jual Beli dalam Fiqih Islam ... 25

1. Pengertian akad ... 25

2. Macam-macam akad ... 26

D. Jual Beli Online Sistem Dropship ... 37

1. Sekilas tentang dropship ... 37

2. Perbedaan dropshipping dan reseller ... 39

E. Tinjauan Tokoh Agama Terhadap Sistem Dropship... 40

1. Dropshipping dianggap tidak sah ... 40

2. Dibolehkannya dropship dengan syarat ... 43

BAB III IMAM TIRMIDHI< BESERTA KITABNYA DAN SAJIAN DATA HADIS A. Imam al-Tirmidhi> ... 46

B. Kitab Sunan al-Tirmidhi> ... 48

C. Pendapat Para Ulama Mengenai Tirmidhi> ... 50

D. Data Hadis tentang Laranga Menjual Barang yang Bukan Miliknya ... 51

(9)

F. Skema Sanad ... 55

G. Kritik Sanad ... 66

BAB IVHADIS TENTANG LARANGAN MENJUAL BARANG YANG BUKAN MILIKNYA A. Kualitas Hadis tentang Larangan Menjual Barang yang Bukan Miliknya ... 79

1. Kritik sanad ... 79

2. Kritik matan ... 87

B. Pemaknaan Hadis ... 93

C. Aplikasi Hadis tentang Larangan Jual Beli Barang yang Bukan Miliknya dalam Jual Beli Online Sistem Dropship ... 96

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

E-business atau yang disebut juga dengan e-commerce merupakan suatu perkembangan baru yang pesat dalam dunia bisnis. Hal ini terutama disebabkan oleh pesatnya pencapaian teknologi informasi yaitu internet. Internet merupakan

“a global network of computer network”, atau jaringan komputer yang sangat

besar yang terbentuk dari jaringan-jaringan kecil yang ada di seluruh dunia yang

saling terhubung satu sama lain.1Dalam salah satu fungsinya internet merupakan

salah satu infrastruktur utama e-business.

Istilah e-bussiness berkaitan erat dengan e-commerce. Bagi sebagian

kalangan e-commerce diartikan secara sempit sebagai transaksi jual beli produk, jasa, dan informasi antar mitra bisnis melalui jaringan komputer termasuk

internet. Sedangkan e-business mengacu pada lingkup yang lebih luas dan

mencakup pula layanan pelanggan, kolaborasi dengan mitra bisnis dan transaksi

elektronik internal dalam sebuah organisasi.2 Namun meskipun demikian, dalam

kenyataannya keduanya dianggap sebagai istilah yang mempunyai pengertian

yang sama. Hal ini disebabkan bahwa e-commerce dapat didefinisikan

berdasarkan setidaknya empat perspektif, yaitu komunikasi, proses bisnis, layanan

1

Muhammad,Etika Bisnis Islami(Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2004), 220.

2

(11)

2

dan transaksi online. Oleh karena itu dalam konteks yang luas e-commerce dapat

dikatakan ekuivalen dengan e-business.3

Perkembangan yang pesat dalam bisnis model ini ditunjang oleh tiga faktor

pemicu utama, yaitu:4

1. Faktor pasar dan ekonomi, seperti kompetisi yang semakin intensif,

perekonomian global, kesepakatan dasar regional dan kekuasaan konsumen yang semakin bertambah besar.

2. Faktor sosial dan lingkungan, seperti perubahan karakteristik angkatan kerja, deregulasi5, pemerintah, kesadaran, dan tuntutan atas praktek etis kesadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan dan perubahan politik.

3. Faktor teknlogi yang meliputi siklus hidup produk dan teknologi, inovasi yang

muncul setiap saat, information overload dan berkurangngnya rasio biaya

teknologi terhadap kinerja.

Dengan demikian, e-commerse dapat didefinisikan sebagai satu set dinamis

teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang,

pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik.6

Keuntungan-keuntungan dari e-Commerce adalah meliputi aliran pendapatan baru yang

mungkin lebih menjanjikan yangtidak dapat ditemukan pada transaksi tradisional, dapat meningkatkan pangsa pasar, melebarkan jangkauan, meningkatkan

3

Muhammad, Etika Bisnis Islami, 221.

4

Diana,Mengenal E-Business, 1-2.

5

Deregulasi adalah kegiatan atau proses menghapuskan pembatasan dan peraturan.

6

(12)

3

kesetiaan pelanggan, meningkatkan manajemen pemasok, memperpendek waktu

produksi dan meningkatkan mata rantai pendapatan.7

Dalam perkembangannnya e-business atau e-commerce kini telah memasuki

gelombang kedua. Perkembangannya pada gelombang pertama difokuskan kepada

doing business on the internet, di mana bisnis atau perusahaan hanya memindahkan praktek bisnisnya ke dalam dunia digital, sementara pada generasi kedua ini memberlakukan changing business on the internet, yakni, bisnis atau perusahaan mengembangkan cara-cara baru dalam berbisnis, yang belum dikenal

sebelumnya dan sukar direalisasikan dalam lingkungan non-elektronik.8

Sebagaimana setiap perubahan yang membawa dampak sosial, perubahan atas pencapaian teknologi juga membawa dampak-dampak sebagai berikut: pertama, tingkat kompleksitas masyarakat semakin tinggi. Kedua, penataan kembali di berbagai bidang kehidupan akan berlangsung lebih cepat. Ketiga, pola komunikasi dan pola interaksi semakin berubah. Keempat, nilai-nilai kerja dan profesionalisme akan bergeser. Kelima, saling ketergantungan dan saling mempengaruhi. Keenam, tuntutan otomatisasi untuk mempertinggi efisiensi dan produktifitas yang meningkat dan ketujuh interaksi manusia akan mengalami

restrukturisasi dan pergeseran ke arah demokrasi.9

Ketika melihat kebelakang, beberapa dasawarsa terakhir tidak banyak di

antara masyarakat yang mengerti istilah e-commerce, e-business, internet

marketing, online shop, online gallery, affiliate marketing, dan beberpa istilah

7

Ibid., 2-3.

8

Diana,Mengenal E-Business, 16.

9

(13)

4

lainnya yang terkait dengan bisnis yang dijalankan melalui media internet ataupun

online.Bertambahnya jumlah pengusaha bisnis online bukan tanpa alasan, jumlah

peningkatan pengguna internet merupakan sebab yang kuat, bisnis online melesat

cepat dengan permintaanyang sangat tinggi,10 sehingga bisa ditemukan di semua

kalangan, baik di pedesaan maupun di perkotaan bisnis dengan sistem online bisa

tumbuh dengan subur, yang juga menciptakan ceruk baru bagi industri ekspedisi karena banyaknya permintaan jasa antar barang.

Berdasarkan survei yang dilakukan Nielsen pada 2011, pengguna internet via

mobile di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingakn dengan negara Asia

Timur lainnya, yaitu mencapai 41 persen.11 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia

memiliki potensi pasar yang luar biasa, baik bagi pemilik bisnis maupun bagi calon pemilik bisnis, untuk merambah ke dunia maya sebagai salah satu alat pemasarannya. Bisa dibayangkan berapa banyak pemintaanpenduduk Indonesia

untuk bisnis online jika pengguna internet via mobile mencakup 41% dari jumlah

penduduk Indonesia. Jika potensi tersebut digali dengan sangat baik, maka bukan menjadi suatu hal yang mustahil produk-produk dalam negeri akan sangat mudah dipasarkan dan mempunyai konsumen yang loyal di dalam maupun di luar negeri.

Di beberapa kesempatan, pemerintah daerah juga banyak mensosialisasikan

bisnis online untuk mengembangkan jangkauan pemasaran usaha kecil, sehinggga

banyak ditemukan perajin yang menggunakan internet sebagai alat untuk memasarkan usaha mereka. Permintaanmereka bertambah karena luasnya

10

Ika Yunia Fauzia, Transendental Trust dalam Bisnis Online di Kalangan Pengusaha Garment di Indonesia (Surabaya: Penelitian Internal STIE Perbanas, 2015), 3.

11

(14)

5

jangkauan pemasaran dan omzet mereka pun merangkak naik ke atas. Salah satu contoh kegiatan yang dilakukan pemerintah kota Surabaya melalui Badan Koordinasi Pelayanan dan Penanaman Modal (BKPPM) yaitu menggandeng

Rakuten (perusahaan e-commerce asal jepang) untuk menjadi mitra untuk Usaha

Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin mengembangkan diri.12

Maraknya bisnis online diikuti dengan maraknya sistem dropship di

dalamnya. Sebuah sistem yang sangat familiar dengan para pedagang kecil, pedagang dadakan dan seseorang yang baru ingin mencoba berdagang tetapi tidak

memiliki modal yang cukup. Dropship merupakan sebuah aktifitas di mana

seseorang berjualan hanya bermodalkan gambar tanpa memiliki barang yang akan dijual. Pihak produsen atau grosir selaku supplieryang nantinya akan mengirim barang secara langsung pada pembeli.13 Keuntungan didapat dari selisih harga antara harga grosir dan eceran. Tetapi beberapa reseller ada yang mendapatkan komisi yang disepakati dari penjualan yang nanti dibayarkan langsung oleh pihak grosir kepada reseller. Inilah bentuk bisnis yang banyak diminati saat ini.

Berikut ilustrasi jual beli online sistem dropship:“Azizah merupakan

pengusaha garmen yang menjual busana muslimah, kemudian Azizah

memproduksi dan memfoto beberapa produknya untuk dipasarkan secara online

lewat website-nya yang diberi nama Azizah Fashion. Kemudian ada beberapa

resller Azizah (penjual yang ingin bergabung memasarkan produk yang dijual

oleh Azizah) mengambil beberapa foto yang dipasarkan oleh Azizah dan reseller

12Imam Wahyudiyanta, “Dream Merchant: Cara Rakuten Online-kan UMKM di

Surabaya”, dalam http://news.detik.com/berita-jawa-timur/3027217/dream-merchant-cara-rakuten-onlne-kan-umkm-di-surabaya (diakses pada Jumat, 27 Mei 2016, 10:45)

13

(15)

6

tersebut memasarkan kepada konsumen hanya dengan bantuan foto. Ketika

konsumen membeli produk tersebut dari reseller Azizah, maka reseller tersebut

memerintahkan kepada konsumen untuk membayar dengan cara transfer, reseller

tersebut pun memberitahukannya kepada Azizah, dan Azizah segera mengirimkan barang tersebut langsung kepada konsumen dengan mencantumkan nama toko

online milik reseller Azizah, sehingga di sini Azizah tidak mencantumkan nama

Azizah Fashion”

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar oleh: https://www.maxmanroe.com/bisnis-dropship-peluang-bisnis-online-tanpa-modal-produk-sendiri.html

Efek dari perkembangan online business yang sangat luar biasa ini, maka

akan sangat mudah dijumpai penjual online dadakan yang berusaha mengadu

(16)

7

dropship mereka melayani pelanggan mereka walaupun penjual belum pernah

mengetahui kualitas barang selain hanya versi gambar.14

Mengenai jual beli semacam ini, menurut Erwandi Tarmizi seorang pemateri Fikih Muamalat kontemporer di radio Rodja dan Rodja Tv, sistem jual beli semacam ini mempunyai banyak kekurangan yang bisa menyebabkan keharaman. Akad jual beli ini tidak sah karena ia menjual barang yang bukan miliknya. Akad

ini mengandung unsur gharar, disebabkan pada saat akad berlangsung penjual

belum dapat memastikan apakah barang tersebut dapat dikirimkan pada pembeli atau tidak.15

Sebagai landasan hukum dalam pelarangan dropship ini, Erwandi

menyertakan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh H{aki>m ibn H{iza>m sebagai

berikut: Hakim bin Hizam pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam,

َا َ ُ َ ْ ََ َُ َ ََ َ

:

َا َ ٍا َ ِ ِنْب ِم ِ َ ْنَع َكَ َم ِنْب َفُسوُي ْنَع ٍرْشِب َِِأ ْنَع ٌمْ َشُ َ ََ َ

:

ُ ْلُ ََ َملَسَ ِ ْ َلَع ُ لا لَ ِا َاوُسَر ُ ْ ََ َأ

:

ُا َ َْبَأ ِ ْ ِع َ ْ َا َم ِ ْ ََ ا َنِم ُِِاَأْسَي ُلُجرا ِِ ِ ْأَي

َا َ ُ ُي ِبَأ ُ ِووسا َنِم ُ َا

:

َ َ ْ ِع َ ْ َا َم ْ ِ َ َ

.

16

Qutaibah telah menceritakan kepada kami, dia (Qutaibah) berkata: Husyaym menceritakan kepada kami, dari Abi> Bishr, dari Yusuf ibn Ma>hak, dari H}aki>m ibn H}iza>m, ia (Hakim) berkata: Aku menemui Rasulalla>h SAW, maka aku (Hakim) berkata: ada seseorang yang mendatangiku lalu ia meminta agar aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan terlebih dahulu aku membelinya untuk mereka dari pasar?” Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu”

14

Ika Yunita Fauzia, Transendental Trust dalam Bisnis Online di Kalangan Pengusaha Garment di Indonesia (Surabaya: Penelitian Internal STIE Perbanas 2015), 4

15

Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2015), 238

16

(17)

8

Dari beberapa keterangan di atas, pelaku dropshiping memang nampak

seperti apa yang dilarang dalam hadis di atas, ia menjual barang berdasarkan

gambar yang belum menjadi miliknya karena masih ada ditangan suppliernya.

Namun harus dilihat kembali bahwa khazanah Fiqih Islam sangat kaya akan akad-akad yang sesuai akan aktifitas dropship ini.

Mengingat hukum Islam bukanlah hukum yang kaku, dan akan sesuai sepanjang zaman, maka penulis ingin lebih lanjut mengkaji hadis mengenai larangan menjual barang yang bukan miliknya, di sini penulis tidak akan

menentukan haram atau tidaknya sistem dropshiping, penulis hanya akan

mengkaji hadisnya lebih lanjut sebagai sarana memahami syariat dagang yang telah diajarkan dalam Islam dan juga ingin memahami pemaknaan hadis yang sesungguhnya, apakah memang pelarangan itu bermakna tekstual atau ada pengecualian-pengecualian.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas terdapat beberpa masalah yang menarik untuk dibahas, diantaranya:

1. Proses dropship apabila ditinjau dari syariat muamalat dalam Islam.

2. Pendapat para ulama Fiqih saat ini mengenai dropship.

3. Kualitas hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya dalam

Sunan al-Tirmidhi> ditinjau dari segi sanad dan matannya?

4. Pemaknaan hadis tentang batalnya transaksi jual beli barang yang bukan

(18)

9

5. Kontekstualisasi hadis tersbut terkait dengan sistem dropship yang marak

pada jaman sekarang.

C. Batasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah di atas yang menjadi fokus pembahasan ialah studi otentitas sanad dan validitas matan serta pemahaman makna barang yang bukan miliknya. Hal ini agar fokus masalah yang diteliti menjaditerarah dan tidak meluas.

D. Rumusan Masalah

Demi tercapainya pembahasan yang praktis dan sistematis, maka permasalahan yang akan dibahas diformulasikan dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas hadis tentang larangan menjual barang yang bukan

miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>nomor 1236?

2. Bagaimana pemaknaan matan hadis tentang larangan menjual barang yang

bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi> nomor 1236?

3. Bagaimana aplikasi hadis tentang larangan menjual barang yang bukan

miliknya dalam jual beli online sistem dropship?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kualitas hadis tentang larangan jual beli barang yang bukan

(19)

10

2. Untuk mendeskripsikan pemaknaan hadis tentang larangan jual beli barang

yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>.

3. Untuk memahami aplikasi hadis larangan jual beli barang yang bukan

miliknya dalam jual beeli online sistem dropshipyang marak pada jaman

sekarang.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk menjadi bahan teoritis guna kepentingan penulisan karya ilmiah yang

berbentuk skripsi.

2. Dapat dijadikan bahan atau pertimbangan bagi peneliti dan penyusun karya

ilmiah selanjutnya yang ada hubungannya dengan masalah ini.

3. Sebagai bahan kajian dan sumber pemikiran bagi Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Sunan Ampel yang merupakan lembaga pendidikan tinggi formal dalam mempersiapkan mahasiswanya sebagai calon profesional dalam kajian teologi.

G. Telaah Pustaka

Sejauh ini belum ditemukan penelitian yang membahas secara spesifik mengenai hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya yang

berkaitan dengan sistem dropshiping. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya

(20)

11

No Judul Pengarang Isi

1.

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Dropship

Juhrotul Khulwah, mahasiswa jurusan Muamalat, fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2013

Skripsi ini mengulaskan dan memberikanpenilaiansesuaiat autidaknyatransaksisistemjua

lbelidropshipdenganhukum

Islam.

2.

Jual Beli Online dengan

Menggunakan Sistem Dropshiping Menurut Sudut Pandang Akad Jual Beli Islam (Studi Kasus pada Forum Kaskus). Putra Kalbuadi, mahasiswa program studi Muamalat konsentrasi Perbankan Syariah, fakultas syariah dan Hukum,UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015.

Skripsiinimeniliti tentang

systemdropshippingdalamjua

lbelionline (forumKASKUS).

Mengenaikekurangandankele bihan

systemdropshippingsertatinja

uanfikihnya.

3.

Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Jual Beli Sistem Dropshiping (Studi Kasus di Toko Online Syafa OnShop Website.

Widya Ismadewi Haryosanne, mahasiswa jurusan Muamalah, fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, IAIN

Walisongo, Semarang. 2013.

Skripsi ini bertujuanuntuk meneliti tentangtransaksi jual belidengan model

dropshipping diToko Online SyafaOnshop, serta

tinjauanhukum Islam terhadapakad jual beli

denganModel dropshipping

diTokoOnline Syafa Onshop.

4.

Akad Wakalah dan Samasarah sebagai Solusi atas Klaim Keharaman

Dropship dalam Jual Beli Online.

Ika Yunia Fauzia dalam Islamica Jurnal Studi Keislaman volume 9, nomor 2 Maret 2016, Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Artikel ini mengulas tentang bantahan penulis mengenai

fatwa haramnya dropship

serta mengulas tentang akad

wakalah dan samsarah

sebagai solusi dari dropship.

(21)

12

di atas difokuskan dalam bidang syariah, sedangkan penelitian ini cenderung kepada penelitian sanad dan matan hadis serta pemaknaan dan kontekstualisasi hadis tersebut. Jadi pembahasan yang diteliti ini melibatkan beberapa kitab hadis, buku-buku tentang ulumul hadis dan juga buku-buku lain yang berkaitan. Dari beberapa literatur yang dijumpai, belum ada leteratur yang membahas secara khusus bagaimana penelitian ini, yaitu hadis larangan menjual barang yang belum dimilki.

H. Metode Penelitian

Model penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan)

yaitudengan cara mencari dan meneliti Hadis dari kitab-kitab induk kemudianmengolahnya memakai kaidah keilmuan Hadis.

Di samping itu, penelitian ini bersifat penelitian kualitatif, yang

dimaksuduntuk mendapatkan data tentang kerangka ideologis dan

epistemologis,asumsi-asumsi metodologis, pendekatan terhadap kajian teks Hadis

dan parape-rawi-nya, dengan menelusuri secara langsung dalam kitab Sunan

al-Tirmid}i>, juga beberapa kitab yang masihterkait,tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya.

Oleh karena itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini banyakyang terkumpul dari sumber tertulis, seperti buku-buku, artikel, dan penelitianterdahulu, baik berupa literatur berbahasa Arab maupun Indonesia yangmempunyai relefansi dengan permasalahan dalam penelitian ini.

1. Sumber data.

(22)

13

a. Sumber data primer.

1) Sunan al-Tirmidhi> karya Imam al-Tirmidhi> (W. 279H)

2) Kitab Tuh}fat al-Ah}wadhi> karya imam al- hafidh abi> al- „ula>

Muhammad „Abdur Rahman Ibn „Abdir Rahim al- Muba>rakafuri> (W.

1353 H)

b. Sumber data sekunder, yaitu kitab hadis standar lainnya yang termasuk

dalam Kutub al-Tis’ah, diantaranya:

1) Sunan Abu> Da>wud karya imam Abu> Da>wu>d (W. 275 H) 2) Sunan al-Na>sa‟i karya imam al-Nasa‟i (W. 303 H) 3) Sunan Ibnu Ma>jah karya imam Ibnu Ma>jah (W. 273 H)

4) Musnad Ahmad Ibn Hamba>l karya imam Ahmad Ibn Hanbal (W. 241

H)

Buku-buku penunjang lainnya yaitu buku-buku kritik sanad dan matan,

serta buku-buku tentang pelaksanaan dropship dalam sudut pandang Islam

seperti karya ustadz Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer dan buku-buku berkaitan lainnya.

2. Metode pengumpulan data.

Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi. Metode ini diterapakan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.

(23)

14

a. Takhri>j al-Hadi>th secara singkat dapat diartikan sebagai kegiatan untuk

mengeluarkan hadis dari sumber asli.17 Maka Takhri>j al-Hadi>th

merupakan langkah awal untuk mengetahui kuantitas jalur sanad dan kualitas suatu hadis.

b. Kegiatan Itibar dalam istilah ilmu hadis adalah menyertakan sanad-sanad

lain untuk suatu hadis tertentu.18

3. Metode analisis data.

Metode analisis data berarti menjelaskan data-data yang diperoleh melalui penelitian. Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua komponen, yakni sanad dan matan, maka analisis data hadis akan meliputi dua komponen tersebut.

Dalam penelitian sanad, dignakan metode kritik sanad dengan pendekatan keilmuan rijal al-h}adi>th dan al-jarh} wa al-ta’di>l, serta mencermati silsilah

guru-murid dan proses penerimaan hadis tersebut (tah}ammul wa ada’). Hal itu

dilakukan untuk mengetahui integritas dan tingkatan intelektualitas seorang perowi serta validitas pertemuan antara mereka sebagai guru-murid dalam periwayatan hadis.

Dalam penelitian matan, analisis data akan dilakukan dngan menggunakan analisis isi (content analisis). Pengevaluasian atas validitas matan diuji pada tingkat kesesuaian hadis dengan penegasan eksplisit Alquran, logika atau akal sehat, fakta sejarah,informasi hadis-hadis lain yang bermutu

17

M Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 41

18

(24)

15

sahihserta hal-hal yang ole masyarakat umum diakui sebagai bagian integral Islam.19

I. Sistematika Penulisan

Sistematika dari penulisan karya ilmiah ini selanjutnya akan diuraikandalam lima bab dengan rincian:

Bab Pertama: Berisi pendahuluan, yang memuat latar belakang,identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,penegasan judul, kajian pustaka, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab Kedua: Berisi landasan teori, yang membahas tentang dropship beserta

ketentuan-ketentuan jual beli dalam syariat Islam, dan teoritas pemahaman hadis yakni kriteriakesahihan hadis yang meliputi kesahihan sanad dan matan, serta teori pemaknaanhadis.

Bab Ketiga: Berisi tinjauan redaksional hadis tentang larangan menjual

barang yang bukan miliknya, yang membahas biografi singkat Imam Tirmidhi>,

Metode Imam Tirmidhi> dalam menulis Hadis, data hadis (takhrij ha}di>th) dan

I’tibar hadis.

Bab Keempat: Berisi analisa dari hadis yang membahas tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya baik itu dari segi sanad maupun matan hadis, kualitas nya,kehujjahannya dan makna dari hadis tersebut, pendapat ulama

mengenaikandungan hadis tersebut, aplikasinya dalam dropship dan

solusi/penyelesaian dari hadis tersebut.

19

(25)

16

(26)

BAB II

TEORI KESAHIHAN HADIS, AKAD JUAL BELI DAN

SISTEM DROPSHIP

A. Teori Kesahihan Hadis

1. Kriteria keshahihan sanad hadis

Sanad atau t{ariq ialah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis

sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Sanad juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk menetapkan nilai suatu hadis. Suatu hadis dinilai s{ah{ih{ apabila hadis tersebut dinukil dari rawi yang adil, sempurna ingatannya,

sanadnya bersambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.1

a. ‘Adalatul al-ra>wi> (keadilan perawi)

Seseorang dikatakan adil apabila di dalam dirinya tertanam sebuah sikap yang memenuhi kriteria berikut:

1) Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.

2) Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan

santun.

3) Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan

iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.

1

(27)

18

4) Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentagan dengan

dasar syara.2

Sifat-sifat keadilan para perawi di atas dapat dipahami melalui:

1) Popularitas kepribadian yang tinggi tampak dikalangan Ulama hadis.

2) Penelitian dari para kritikus perawi hadis tentang kelebihan dan

kekurangan yang terdapat dalam kepribadiannya.

3) Penerapan kaidah al-Ja>rh wa al-ta’di>l, cara ini ditempuh bila para kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu. Ulama ahlissunnah berpendapat bahwa, perawi

hadis pada tingkatan sahabat secara keseluruhan bersifat adil.3

b. Periwayat yang dabit (sempurna ingatannya).

Orang yang sempurna ingatannya disebut dabit yaitu orag yang kuat ingatannya, artinya ingatnya lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya. M. Syuhudi Ismail menetapkan kaidah-kaidah lain bagi perawi yan dabit yakni hafal dengan baik hadis yang diriwayatkan, mampu dengan baik menyampaikan hadis

yang dihafal kepada orang lain dan terhindar dari shadh.4

Kedabitan seorang periwayat dapat diketahui melalui kesaksian ulama, kesesuaian riwayatnya (minimal secara makna) dengan riwayat

2

Ibid., 117-118

3

Munzir Saputra, Ilmu Hadis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 130-131.

4

(28)

19

yang disampaikan oleh periwayat yang lain yang telah dikenal

kedabitannya dan hanya sesekali mengalami kekeliruan.5

c. Ittis}a>l al-sanad (ketersambungan sanad).

Ketersambungan sanad yang dimaksud adalah sanad yang selamat dari keguguran yakni tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari sumbernya. Untuk syarat ini ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bersambungnya sanad adalah apabila antara periwayat satu dengan periwayat berikutnya betul-betul melakukan serah terima hadis. Periwayatan ini dapat dilihat dari cara serah terima tersebut misalnya dengan redaksi ينثدح atau تعمس atau انربخأ , tidak cukup hanya

dengan نع. Kata نع tidak menjamin bahwa proses pemindahan itu terjadi

secara langsung, belum tentu masing-masing periwayat yang disebut di dalam sanad benar-benar bertemu. Tetapi ada juga ulama yang

berpendapat bahwa periwayatan hadis dengan نع dapat dinilai

bersambung sanadnya apabila antara guru dan murid dalam periwayatan tersebut hidup semasa.6 Maka hadis yag dinilai sanadnya oleh seorang ulama belum tentu dinilai demikian juga oleh ulama yang lain.

d. Tidak adanya ‘illat.

Menurut bahasa Illat berarti cacat, kesalahan baca, penyakit dan

keburukan. ‘Illat menurut bahasa ialah penyakit yang samar-samar yang

dapat merusak kualitas suatu hadis. „Illat hadis yang terdapat dalam matan

5

Subhi al-S}a>lih, Ulu>m al-H{adi>th wa Mus}t}alahu (Beirut: al-Ilm li al-Malagin, 1997), 128.

6

(29)

20

misalnya adanya suatu sisipan dalam matan hadis. Menurut Khatib

al-Baghdady, ‘Illat dapat diketahui dengan menghimpun semua sanad hadis,

melihat perbedaan perawinya dan menempatkan mereka sesuai dengan

tempatnya, baik dalam segi hafalan, ketakwaan atau kedhabitannya.7

Menurut Ali al-Madani dan al-Khattib, untuk mengetahui ‘illat hadis

terlebih dahulu semua sanad yang berkaitan dengan hadis yang diteliti, dihimpun sehingga dapat diketahui shahid dan muttabi’. Mayoritas ‘illat

hadis berada pada sanad hadis. Pada umumnya ‘illat hadis terbentuk

sebagai berikut:

1) Sanad yang tampak muttas}i>l dan marfu’ ternyata muttas}i>l namun

mawqu>f.

2) Sanad yang muttas}i>l dan marfu’ ternyata muttas}i>l tapi mursal.

3) Terjadi percampuran hadis pada bagian hadis lain.

4) Terjadi keslahan penyebutan periwayatan karena berjumlah lebih dari

satu serta memiliki kemiripan nama sedangkan kualitas

periwayatannya tidak sama-sama thiqah.

Maka untuk meneliti sanad hadis dan mengetahui keadaan rawi demi memenuhi lima kriteria tersebut, dalam ilmu hadis dikenal sebuah cabang

keilmuan yang disebut dengan rijal al-h

}

adi>th yaitu ilmu yang secara

spesifik mengupas keberadaan para rawi hadis. Ilmu ini berfungsi untuk mengupas data-data para perawi yang terlibat dalam civitas periwayatan

7

(30)

21

hadis dan dengan ilmu ini juga dapat diketahui sikap ahli hadis yang

menjadi kritikus terhadap para perawi hadis tersebut.8

e. Tidak adanya sha>dh.

Al—Syafi’i (W. 204 H) mengemukakan bahwa hadis sha>dh adalah

hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi thiqah, namun riwayatnya

tersebut bertentangan dengan banyak orang yang juga thiqah.9 Pendapat inilah yang paling banyak diikuti karena jalan untuk mengetahui adanya

sha>dh dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk

matan yang mempunyai topik yang sama.

Berdasarkan definisi di atas, dapat diketahui bahwa syarat sha>dh

adalah penyendirian dan perlawanan. Syarat hadis sha>dh ini bersifat komulatif. Jadi, selama tidak berkumpul pada dua unsur tersebut, maka

tidak dapat disebut sebagai shadh.10 Pada umumnya, muh}addithi>n

mengakui bahwwa sha>dh dan ‘illat hadis yang sangat sulit diteliti karena terletak pada sanad yang tampak sahih dan baru diketahui setelah hadis tersebut diteliti secara mendalam.

2. Kriteria kesahihan matan hadis.

Secara garis besar, ada dua unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas sahih, yaitu terhindar dari shudhu>dh (kejanggalan) dan

8

Suryadi, Metode Ilmu Rijal Hadis (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003), 6

9

Saifuddin, Tadwi>n H{adis: Kontribusinya dalam Perkembangan Historiografi Islam (Banjarmasin: Antasari Press, 2008), 327

10

(31)

22

terhindar dari ‘illat (cacat).11 Itu berarti bahwa untuk meneliti matan, maka kedua unsur tersebut harus menjadi acuan utama.

Dalam melaksanakan penelitian matan, ulama hadis biasanya tidak secara ketat menempuh langkah-langkah dengan membagi kegiatan penelitian menurut unsur-unsur kaedah kesahihan matan. Maksudnya, ulama tidak

menekankan bahwa langkah pertama harus lah meneliti shudhu>dh dan langkah

berikutnya meneliti ‘illat atau sebaliknya. Bahkan dalam menjelaskan

macam-macam matan yang daif, ulama hadis tidak mengelompokkannya kepada dua unsur utama dari kaedah kesahihan matan itu. Hal itu dapat dimengerti karena persoalan yang perlu diteliti pada berbagai matan memang tidak selalu sama. Jadi penggunaan butir-butir tolak ukur sebagai pendekatan penelitian matan

disesuaikan dengan masalah yang terdapat pada matan yang bersangkutan.12

Adapun tolok ukur penelitian matan yang dikemukakan oleh ulama tidak seragam. Menurut al-Kha>tib al-Baghda>di> (W 463 H), sebagaimana yang dikutip oleh Syuhudi Ismail, suatu matan hadis barulah dinyatakan sebagai maqbul (diterima karena berkualitas sahih), apabila:

a. Tidak bertentangan dengan akal sehat.

b. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur‟an yang telah muhkam (yang

dimaksud dengan istilah muhkam dalam hal ini ialah ketentuan hukum yang telah tetap).

c. Tidak bertentangan dengan hadis muta>watir.

11

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW: Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, ter. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1996), 26.

12

(32)

23

d. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama

masa lalu (ulama salaf).

e. Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti.

f. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya lebih

kuat.13

Dalam masalah tolok ukur untuk meneliti hadis palsu, Ibnu al-Jauzi> (w.

597 H) mengemukakan statemen yang cukup singkat, “Setiap hadis yang

bertentangan dengan akal ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok

agama, maka ketahuilah bahwa hadis tersebuh adalah hadis palsu.”14

Dengan demikian dari uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa walaupun unsur-unsur pokok kaedah kesahihan matan hadis hanya ada dua macam saja, yaitu sha>dh dan ‘illat, tetapi aplikasinya dapat berkembang dan menuntut adanya pendekatan dengan tolok ukur teori keilmuan yang cukup banyak sesuai dengan keadaan matan yang diteliti.

B. Teori Pemaknaan Hadis

Bagi umat Islam pada umumnya, memahami hadis Nabi adalah hal yang penting. Namun tidak banyak orang yang dapat memahami sumber hukum Islam kedua tersebut. Kurangnya pedoman dan wawasan yang memadai menjadi salah satu penyebabnya. Problematika memahami hadis sebenarnya telah diupayakan

solusinya oleh para cendikiawan muslim baik dari kelompok mutaqaddimi>n

maupun mutaakhiri>n melalui gagasan-gagasan dan pikiran-pikiran mereka dalam

13

Ibid., 126

14

(33)

24

kitab-kitab sharh maupun yang lain. Walaupun demikian, masih banyak hal yang harus dikaji kembali mengingat adanya kemungkinan faktor-faktor yang belum dipikirkan dan perlu dipikir ulang dalam wilayah yang melingkupi pemahaman teks Hadis.15

Menurut Yu>suf al-Qard}a>wi>, ada beberapa petunjuk dan ketentuan umum untuk memahami Hadis dengan baik agar mendapat pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pamalsuan dan penafsiran yang tidak sesuai, di antara petunjuk-petunjuk umum tersebut adalah:

1. Memahami hadis sesuai petunjuk Alquran.

2. Mengumpulkan hadis-hadis yang setema.

3. Mengkompromikan (al-jam„u) atau menguatkan (al-tarji>h}) pada salah satu hadis yang tampak bertentangan.

4. Memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan

kondisi ketika diucapkan, serta tujuannya.

5. Membedakan antara sarana yang berubah dan tujuan yang tetap.

6. Membedakan antara ungkapan yang bermakna sebenarnya dan yang bersifat

majaz dalam memahami hadis.

7. Membedakan antara alam ghaib dan alam kasat mata.

8. Memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadis.16

Sedangkan menurut Muhammad Zuhri dalam bukunya Telaah Matan Hadis,

kaidah dalam pemaknaan Hadis adalah:

15

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi; Perspektif Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), 5.

16

(34)

25

1. Dengan pendekatan kebahasaan, hal-hal yang ditempuh antara lain dengan:

a. Mengatasi kata-kata sukar dengan asumsi riwa>yah bi al-ma‘na.

b. Mempergunakan ilmu ghari>b al-h}adi>th, yaitu suatu ilmu yang

mempelajari makna-makna sulit dalam hadis.

c. Teori pemahaman kalimat, dengan menggunakan:

1) Teori hakiki dan majazi.

2) Teori asba>b al-wur u>d hadis.

2. Dengan penalaran induktif, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghadapkan hadis dengan Alquran dan hadis lain.

b. Memahami makna hadis dengan pendekatan ilmu pengetahuan.

3. Penalaran deduktif.17

C. Akad Jual Beli dalam Fiqih Islam

1. Pengertian Akad

Dalam Islam, ketika hendak melakukan jual beli, terdapat akad yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak antara penjual dan pembeli. Akad yang timbul tersebut tergantung dari perjanjian antara kedua belah pihak dalam jual beli tersebut.

Akad secara harfiah berarti ikatan, yakni mengadakan ikatan persetujuan

atau ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu.18

Artinya, ikatan itu menimbulkan sesuatu yang harus dipenuhi, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:

17

Muhamammad Zuhri, Telaah Matan Hadis; Sebuah Tawaran Metodologis (Yogyakarta: LESFI, 2003), 54-83.

18

(35)

26                                            

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.19

Akad (ikatan, keputusan, penguatan) atau perjanjian atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah. Dalam istilah Fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan baik yang muncul dari satu pihak seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.20

2. Macam-macam akad

Akad Tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for

profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual beli, dan sewa menyewa. Yang termasuk kedalam akad-akad

tija>rah yaitu murabahah, salam istishna, ijarah, dan musyarakah.21

19

Departemen Agama. Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 3:1

20

Ascary, Akad dan Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 35

21

(36)

27

a. Murabahah.

Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan

sesuai jumlah tertentu.22 Dalam akad Murabahah, penjual menjual

barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual. Perbedaan antara harga beli dan harga jual barang disebut dengan margin

keuntungan.23

Murabahah memiliki lima syarat yakni pertama, penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. Kedua, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. Ketiga, kontrak harus bebas dari riba. Keempat, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. Kelima, penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika

pembelian dilakukan secara utang.24

Sementara rukun murabahah ada 3: Pelaku Akad, yaitu ba’i (penjual)

adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang. Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga). Shight, yaitu Ijab dan

Qabul.25

22

Karim, Bank Islam: Analisis, 113

23

Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011), 138.

24

Ibid., 139

25

(37)

28

b. Bai’ As-Salam (In-front of Payment Sale)

Dalam pengertian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian

barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka. Salam dalam istilah fiqih disebut juga salaf. Secara etimologi, kedua kata tersebut memiliki makna yang sama, yaitu mendahulukna pembayaran dan mengakhirkan barang. Penggunaan kata

salam biasanya digunakan oleh orang-orang Hijaz, sedangkan penggunaan

kata salaf biasanya digunakan oleh orang-orang Irak.26

Dalam menggunakan akad salam, hendaknya menyebutkan sifat-sifat

dari objek jual beli salam yang mungkin bisa dijangkau oleh pembeli, baik

berupa barang yang ditakar, ditimbang maupun diukur. Disebutkan juga jenisnya dan semua identitas yang melekat pada barang yamg dipertukarkan yang menyangkut kualitas barang tersebut. Jual beli salam

juga dapat berlaku untuk mengimport barang dari luar negeri dengan menyebutkan sifat-sifatnya, kualitasnya dan kuantitasnya. Penyerahan uang muka dan penyerahan barangnya dapat dibicarakan bersama dan

biasanya dibuat dalam suatu perjanjian.27

Dalam dunia bisnis modern, bentuk jual beli salam dikenal dengan

pembelian dengan cara pesan (indent).28 Tujuan utama dari jual beli salam

adalah untuk saling membantu dan menguntungkan antara konsumen dan produsen.

26

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 143.

27

Ibid., 144.

28

(38)

29

Rukun bai’ al-Salam menurut jumhur ulama, terdiri atas: Muslam

(Pembeli), muslam ilaih (Penjual), Muslam fiihi (Objek Barang), Sighat

(Ijab dan Qabul).29

Sementara syaratnya, terdiri atas:

1) Syarat orang yang berakad: ulama Malikiyah dan Hanafiyah

mensyaratkan aqid (muslam dan muslam ilaih) harus berakal, yakni

sudah mumayyiz, anak yang agak besar yang pembicaraan dan

jawabannya dapat dipahami, serta berumur minimal 17 tahun. Oleh karena itu anak kecil, orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun itu miliknya.30

2) Syarat yang terkait dengan pembayaran atau harga, diantaranya ialah:

alat bayar harus diketahui dengan jelas jumlah dan jenisnya oleh pihak yang terlibat dalam transaksi. Pembayaran harus dilakukan seluruhnya ketika akad telah disepakati. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk

pembebasan hutang.31

3) Syarat yang terkait dengan barang ialah barangnya menjadi utang atau

tanggungan bagi penjual. Dengan demikian barang pesanan yang telah menjadi tanggungan pihak penjual, keberadaannya tidak boleh diserahkan kepada pihak lain. Komoditinya harus dengan sifat-sifat yang jelas, misalnya dengan disebutkan jenis, warna, ciri-ciri, macam

29

Ibid., 361

30

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 74

31

(39)

30

dan ukurannya.32 Barang yang dipesan harus tersedia dipasaran sejak akad berlangsung sampai tiba waktu penyerahan. Barang yang dipesan

dalam akad salam harus barang yang banyak pandanannya di pasaran

yang kuantitasnya dapat dinyatakan melalui hitungan, takaran atau

timbangan. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.33

4) Syarat tentang waktu dan penyerahan barang. Mengenai tenggang

waktu penyerahan barang dapat saja ditentukan tanggal dan harinya,

tetapi tidak semua jenis barang dapat ditentukan demikian.34

5) Syarat tentang penyerahan barang. Pihak-pihak yang bertransaksi

harus menunjuk tempat untuk penyerahan barang yang dipesan, ketentuan ini ditetapkan apabila untuk membawa barang pesanan diperlukan biaya pengiriman atau tempat terjadinya transaksi tidak layak dijadikan tempat penyerahan barang seperti ditengah gurun. Jika kedua belah pihak tidak mencamtukan penentuan tempat serah terima,

jual beli salam tetap dinyatakan sah, dan tempat penyerahan bisa

ditentukan kemudian. Hal ini dikarenakan tidak ada hadis yang

menjelaskannya.35

32

Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 141.

33

Ahmad Mujahidin, Kewenangan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, cet.1, (Bogor: Penerbit Ghalian Indonesia, 2010), 177.

34

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 93

35

(40)

31

c. Istishna.

Akad Istishna adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam

tanggungan yang diisyaratkan untuk mengerjakannya.36 Objek

transaksinya adalah barang yang harus dikerjakan dan pekerjaannya pembuatan barang itu. Transaksi istishna adalah transaksi yang bergerak dalam bidang pekerjaan dan barang dalam tanggungan sehingga mempunyai hukum mengikat bagi kedua belah pihak jika memenuhi

rukun-rukun dan syarat-syaratnya.37

Rukun istishna ada lima, yakni: Penjual/penerima pesanan/pembuat

(Shani), Pembeli/pemesan (Mustashni), Barang (Mashnu), Harga (Tsaman), Sighat (Ijab Qabul)38

Sementara syarat istishna terdiri dari dua aspek: 39

1) Syarat istishna pada barang. Ada dua syarat dalam hal ini, pertama barang yang dibuat dijelaskan jenisnya, bentuknya, sifatnya, dan

kadarnya sehingga tak lagi terdapat jahalah dan perselisihan pendapat

dapat terhindari. Kedua, hendaklah istishna merupakan sesuatu yang biasanya dilakukan diantara manusia seperti perabot barang rumah tangga, sepatu, keperluan binatang, dan sebagainya.

2) Syarat istishna pada harga. Ada dua syarat juga pada harga barang, pertama barang harus diketahui semua pihak. Kedua, bisa dibayarkan

36

Ibid., 150

37Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syari‟ah: Wacana Ulama & Cendikiawan

, (Jakarta: Tazkia Institute, 1999), 147

38

Ibid., 147-148

39

(41)

32

pada waktu akad, secara cicilan, atau ditangguhkan pada waktu tertentu pada masa yang akan datang.

d. Ijarah.

Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Sedangkan dalam peraturan bank Indonesia dengan transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan upah mengupah suatu jasa dalam

waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.40

Ijarah atau sewa menyewa dalam Islam dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut ulama Mahzab Hanifiyah,

bahwa rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab dan qabul saja (ungkapan

menyerahkan dan persetujuan sewa menyewa.41

Sedangkan syarat sah nya ijarah terdiri dari tiga aspek, yang pertama

adalah subjek akad (pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa barang). Pihak yang menyewakan haruslah cakap untuk bertindak melakukan perbuatan hukum dalam akad. Dia haruslah pemilik barang,

wakilnya atau pengampunya.42

Yang kedua objek Akad (barang yang disewakan). Tujuan penggunaan barang yang disewakan harus dicantumkan dalam akad

ijarah. Apabila penggunaan barang yang disewakan tidak dinyatakan

40

Hasan, Berbagai Macam Transaksi, 226

41

Ibid., 227

42

(42)

33

secara pasti, barang yang disewakan tersebut digunakan berdasarkan

aturan umum atau kebiasaan.43

Sementara terakhir ialah akad. Dalam ijarah dibuat suatu ketentuan bahwa akad bisa dilakukan secara lisan, tulisan ataupun isyarat. Namun,

harus ada kata sepakat dengan kalimat yang jelas.44

e. Musyarakah.

Musyarakah atau syirkah adalah suatu perjanjian antara dua atau beberapa pemilik modal atau menyertakan modalnya pada suatu proyek, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam manajemen proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan baik menurut proporsi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama. Manakala merugikan kewajiban hanya sebatas

modal masing-masing.45

Musyarakah/ syirkah berarti percampuran, yakni mencampurkan satu harta dengan harta lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dalam bahasa Indonesia kata syirkah dapat diterjemahkan dengan istilah

kemitraan, persekutuan atau perkongsian.46

Menurut jumhur ulama, rukun perserikatan ada tiga, pertama shigat

(Ijab dan Qabul). Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak/ akad. Akad

43

Hasan, Berbagai Macam Transaks, 227

44

Ibid., 228-229

45Karmen A. Perwaatmadja dan Muhammad Syafi‟I Antonio,

Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Pt Dana inakti Primayasa, 1999), 22

46

(43)

34

ini dianggap sah jika diucapkan secara lisan atau tulisan dan dengan disaksikan oleh para saksi. Kedua ialah pihak-pihak yang berkontrak, objek akad harus jelas, yaitu terdiri dari modal kerja, keuntungan dan kerugian.47

Sementara syarat musyarakah ini terbagi menjadi tiga, yang pertama

berkaitan dengan akad, pihak yang berkontrak dan yang terakhir modal.

Berikut syarat musyarakah yang berkaitan dengan akad: 48

1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan

kontrak (akad)

2) Penerimaan dan penawaran dilakukan saat kontrak.

3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespendensi atau dengan

cara-cara komunikasi modern, seperti melalui media telepon atau internet.

Berkaitan dengan pihak-pihak yang berkontrak: 49

1) Mitra haruslah orang yang berkopenten dalam memberikan atau

diberikan kekuasaan perwakilan.

2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan

melaksanakan kerja sebagai wakil.

3) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk

mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang

untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan

47

Abdul Ghofur Ansshari, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), 128

48

Ibid., 130

49

(44)

35

kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

4) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestikan

dan untuk kepentingan sendiri.

Berkaitan dengan modal: 50

1) Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas , perak atau yang

nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang –barang properti dan sebagainya. Jika modal terbentuk asset harus dinilai terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.

2) Para pihak tidak boleh meminjamkan, menyumbangkan,

menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas

dasar kesepakatan.

3) Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,

namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan suatu LKS dapat meminta jamninan.

Sedangkan akad kad tabarru’ (gratuitous) adalah segala macam

perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba).51

Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari

keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan

tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr

50

Ibid., 129 5151

(45)

36

dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan).52 Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun

kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah Swt,

bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut

boleh meminta kepada counterpartnya (rekan transaksinya) untuk sekedar

menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan

akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari

akad tabarru’ itu. Bentuk akad tabarru’ dapat berupa memberikan sesuatu

atau meminjamkan sesuatu baik uang maupun jasa. Salah satu contoh dari akad tabarru’ adalah wakalah.

f. Wakalah.

Secara bahasa al-Wakalah berarti al-Tafwidh (penyerahan,

pendelegasian dan pemberian mandat). Wakalah adalah sebuah transaksi

dimanan seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam

mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.53

Rukun dan syarat wakalah ada empat, yaitu: muwakkil (orang yang

mewakilkan), wakil (orang yang mewakili), muwakkal fi>h (objek yang

diwakilkan dan si>gha>t (ija>b dan qabu>l).54 Menurut Ima>m Ma>lik dan Sha>fi‟i>, pemberian kuasa dari muwakkil boleh ketika orang itu tidak ada halangan.55

52

Ibid., 259

53

Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 187

54

Ibn Rushd, Bidayat al-Mujtahi>d, terj. A.A Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Vol: 3 (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1990), 539

55

(46)

37

Kemudian syarat waki>l ialah tidak dilarang oleh shara’ untuk

melakukan tindakan terhadap sesuatu yang dikuasakan kepadanya. Syarat perkara/ objek yang dikuasakan adalah perkara tersebut dapat digantikan oleh orang lain, seperti jual beli, pemindahan hutang, pembatalan, serikat dagang dan lain-lain.56

Waka>lah bukanlah akad yang mengikat melainkan akad yang ja’iz

sehingga bisa dibatalakan. Waka>lah boleh dilakukan berdasarkan tulisan

dan surat.57 Menurut Wahbah al-Zuh}ayli>, objek waka>lah adalah sesuatu

yang memiliki identitas yang jelas dan milik sah dari muwakkil.

D. Jual Beli Online Sistem Dropship.

1. Sekilas tentang dropship.

Sistem dropship adalah suatu teknik dimana dropshiper tidak menyimpan

stok barang tetapi mentransfer pemesanan dan detail pengiriman ke pabrik atau ke distributor. Meskipun pengiriman barang dilakukan oleh pabrik atau distributor, pengirim tetap atas nama dropshiper. Dropshiper mendapat laba dari perbedaan harga pabrik dengan harga eceran.58 Jadi disni dropsiper bisa dibilang tidak bermodal hanya bermodal katalog atau website gratis maupun media sosial.

Dropshipping merupakan penjualan produk yang memungkinkan

dropshipper menjual barang ke pelanggan dengan bermodalkan foto dari

56

Ibid.

57

Wahbah al-zuhayli>, al-Fiqh al-Islami> wa Adillatuh, Vol. 4 (Damaskus: Da>r al-Fikr, 2010), 748

58

(47)

38

supplier/ toko tanpa harus menyetok barang dan menjual ke pelanggan dengan harga yang ditentukan dropshipper.59

Setelah pelanggan mentransfer uang ke rekening dropshipper,

dropshipper membayar kepada supplier sesuai dengan harga beli dropshipper

yang ditambah dengan biaya ongkos kirim ke pelanggan serta memberikan

data-data pelanggan kepada suppplier. Barang yang dipesan akan dikirim oleh

supplier ke pelanggan atau pembeli. Namun, yang menarik, nama pengirim

yang tercantum tetaplah nama si dropshipper.60

Hal menarik dari tren dropshipping ini adalah ketidaktahuan calon

pembeli bahwa ia sedang bertransaksi online dengan pengecer (dropshipper) yang sebenarnya tidak memegang produk secara fisik. Transaksi semacam ini

hanya mungkin terjadi di dunia maya. Seorang dropshipper alias pelaku bisnis

dropshipping hanyalah menyebarluaskan informasi produk kepada

sebanyak-banyaknya orang. Ketika dropshipper mendapat pembeli, ia akan meneruskan

pesanan kepada supplier. Dropshipper hanya menawarkan produk kepada

pembeli, tanpa perlu menyetok prooduk sama sekali.

Model kerjasama dropshipping mempunyai dua ketentuan yaitu: pertama,

toko/ supplier sebagai pemasok barang produksi dan sebagai pengirim barang.

Kedua, dropshipper sebagai penjual yang bertatap muka pada pelanggan

dengan harga dropshipper sendiri atau harga kesepakatan dropshipper dan

supplier.61

59

Ibid., 2

60

Ibid.,

61

(48)

39

Sistem jual beli online yang satu inilah yang sekarang sedang marak

terjadi. Banyak penjual dadakan dari berbagai kalangan yang menginginkan pemasukan tambahan tanpa perlu modal yang besar dan tanpa repot memikirkan produksi, pengiriman barang dan lain sebagainya.

2. Perbedaan dropshipping dan reseller.

Reseller sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dropshipping akan tetapi terdapat perbedaan sedikit sekali, sehingga kelihatannya pengertian keduanya

banyak yang mengartikannya sama. Reseller adalah menjual kembali sebuah

barang dari supplier tanpa adanya stok barang dengan komisi yang telah

ditentukan sendiri/ dari supplier, akan tetapi sebagai syarat menjadi reseller

diharuskan untuk membeli produk supplier terlebih dahulu.62 Dengan sistem ini biasanya penjual mendapatkan url web milik penjual yang diberikan

supplier. Berikut ini perbedaan antara dropshipping dan reseller:

Dropshipping Reseller

Tanpa adanya pembelian produk sebelumnya.

Membeli produk terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan yang ada.

Promosi dengan bermodalkan daftar produk.

Promosi bisa dengan daftar produk dan dengan contoh produk yang sudah dibeli.

Biasanya tidak mendapat media promosi berupa banner atau

sejenisnya (tergantung supplier

yang diikuti).

Mendapatkan media promosi berupa banner atau sejenisnya dengan gratis dan ada kalanya berupa website (tergantung

supplier yang diikuti).

Pengiriman barang diatur oleh pihak supplier.

Pengiriman barang dilakukan oleh pihak

reseller sendiri dan juga dari pihak supplier

(tergantung lokasi pembeli).

62

(49)

40

Tidak diberikan web replika.

Diberikan web replika sebagai website pribadi namun pengelolaan dari pihak

supplier.

E. Tinjauan Tokoh Agama Terhadap Sistem Dropshipping

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan manhaj, aliran atau kecenderungan tertentu terhadap beberapa aliran Islam yang ada. Penulis di sini tidak akan menguraikan pendapat tokoh aliran/ manhaj tertentu, penulis hanya menguraikannya dari beberapa tokoh masyarakat yang banyak diyakini oleh segolongan orang Islam di Indonesia sebagai sosok yang bisa dipercaya

ucapannya, penulis sendiri tidak menemukan fatwa MUI mengenai dropship ini,

itulah sebabnya mengapa penulis hanya menyertakan beberapa pendapat tokoh agama saja.

Para tokoh itu sendiri memilki tanggapan yang berbeda mengenai hukum

droopship ini. Beberpa tokoh membolehkannya dengan syarat, ada juga yang menganggapnya haram.

1. Dropship dianggap tidak sah

Satu-satunya pendapat yang penulis temukan pendapatnya soal htidak

sahnya dropship ini ialah dari Dr. Erwandi Tamizi, MA. Erwandi Trmizi

(50)

41

Bogor, beliau juga merupakan penulis tetap kolom Fiqih Kontemporer dalam

majalah Manhajuna-Riyadh dan majalah Pengusaha Muslim.63

Erwandi membagi jual beli online kepda empat kelompok. Kelompok

yang pertama yakni apabila pemilik situs telah memiliki barang yang telah ditampilkan. Kedua, pemilik situs merupakan agen dari pemilik barang. Ketiga, pemilik situs belum memiliki barang yang ditampilkan dan juga bukan

sebagai agen. Terakhir, supply kontrak (pre order).64 Dari keempat kelompok

di atas, apabila dilihat dari pengertian dropship, maka kelompok yang sesuai

adalah yang ke tiga (pemilik situs belum memiliki barang yang ditampilkan dan juga bukan sebagai agen).

Dalam bukunya ia menjelaskan proses jual beli yang terjadi pada kelompok ketiga sebagai berikut:

Biasanya proses ini berlangsung sebagai berikut: pada saat pembeli telah mengirim aplikasi permhonan barang ia hanya menghubungi pemilik barang yang sesungguhnya tanpa melakukan akad jual beli, hanyasebtas konfirmasi keberadaan barang, setelah ia yakin keberadaan barang lalu ia meminta pembeli untuk mentransfer uang ke rekeningnya. Setelah uang ia terima barulah ia melakukan akad jual beli dengan pemilik sebenarnya, untuk dikirim ke dirinya, maupun secara langsung ke pembeli atas nama tokonya.65 Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud Erwandi dalam jual beli online kelompok ketiga ini ialah jual beli online sistem dropship.

Menurutnya, akad jual beli seperti ini adalah tidak sah, karena ia

menjual barang yang bukan miliknya. Akad ini mengandung unsur gharar,

disebabkan pada saat akad berlangsung, penjual belum dapat memastikan

63

Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2015), 604

64

Ibid., 234

65

(51)

Gambar

Gambar oleh: https://www.maxmanroe.com/bisnis-dropship-peluang-bisnis-online-tanpa-modal-produk-sendiri.html
gambar yang belum menjadi miliknya karena masih ada ditangan suppliernya.
Tabel urutan periwayat 1
Tabel urutan periwayat 4
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini berisi strategi Dinas Kesehatan Kota Makassar untuk mencapai Visi ”Makassar Sehat Menuju Kota Dunia”, dengan menitikberatkan Program Pembangunan Kesehatan pada

Bahkan penyelesaian sengketa pilkada di MK adalah urgen sebab MK merupakan lembaga yang dibentuk untuk memberikan perlindungan konstitusional terhadap warga

Adapun rekomendasi yang penulis ajukan: (1) Para dosen maupun para pemegang jabatan di Universitas Bengkulu, hendaknya dapat mengupayakan dan memberi teladan kepada para

45 Data yang terkumpul pada setiap kegiatan adalah hasil observasi setiap Siklus dan akan dianalisa secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kenyataan atau

Desain inverter satu fasa ini penulis lakukan untuk memenuhi tugas akhir dan penelitian gelombang output sinusoidal yang dihasilkan dari inverter tersebut. Analisa gelombang sinus

Berdasarkan hasil pengabdian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Rata-rata siswa di SMA Negeri 1 Sungai Liat belum

Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya daerah bebas bakteri(zona bening) di sekitar kertas cakram (Gambar 1).Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat

• Jenis kapal tipe LASH memiliki harga yang lebih mahal dari pada kapal petikemas yang seukuran Selain kapal tipe LASH dengan menggunakan Gantry Crane , ada kapal tipe LASH