DROPSHIPPING
DALAM HADIS
(Studi Hadis Larangan Menjual Barang yang Bukan Miliknya
dalam Sunan al-Tirmidhi
> Nomor 1236
)
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
NURALITA KHAMIDIYAH NIM: E33212090
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Nuralita Khamidiyah, 2016. Dropshipping dalam Hadis (Studi Hadis Larangan Menjual Barang yang Bukan Milikinya dalam Sunan al-Tirmidhi> Nomor 1236), Skripsi Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Dropship ialah menjual barang melalui internet dengan hanya bermodalkan
foto dan spesifikasi produk. Pihak produsen atau grosir selaku supplier yang
nantinya akan mengirim barang secara langsung pada pembeli. Asalnya yang
dilakukan dropshipper adalah menjual barang yang bukan miliknya. Erwandi
Tarmizi dalam bukunya Harta Haram Muamalat Kontemporer, mengharamkan
dropship ini. Larangan tersebut berdasarkan hadis H{aki>m bin H{iza>m yang salah
satunya terdapat dalam Sunan Tirmidhi> nomor 1236. Mengingat hukum Islam
bukanlah hukum yang kaku, dan sesuai sepanjang zaman, maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hadis tersebut lebih lanjut sebagai sarana memahami syariat dagang Islam dengan memahami makna hadis yang sesungguhnya.
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini yakni mengenai: 1. Bagaimana kualitas hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi> nomor 1236? 2. Bagaimana pemaknaan matan hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>
nomor 1236? 3. Bagaimana aplikasi hadis tentang larangan menjual barang yang
bukan miliknya dalam jual beli online sistem dropship?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hadis tentang larangan jual beli barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>. Untuk mendeskripsikan pemaknaan hadis tentang larangan jual beli barang yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>. Dan untuk memahami aplikasi
hadis larangan jual beli barang yang bukan miliknya dalam jual beli online sistem
dropship yang marak pada jaman sekarang.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan
berdasarkan kepustakaan (library research) dengan pegumpulan data yang
diperoleh dari kitab hadis Sembilan yang standar terutama Sunan al-Tirmidhi>.
Kemudian dialkukan analisa dengan takhrij terhadap hadis yang diteliti,
melakukan kritik sanad maupun matan, kemudian menganalisa sharh> hadis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kualitas hadis ini lemah dalam
sanadnya namun s}ah}i>h} dalam matannya, dengan pendukung-pendukung lain maka
hadis ini dinyatakan s}ah}i>h} li ghairih secara keseluruhan. Sementara maksud dari barang yang bukan miliknya merupakan pengertian umum, sementara pengertian khususnya ialah barang yang tidak dalam kuasa dan wewenang penjual, sementara
bai’ al-salam dikecualikan dalam hadis ini, meski dalam salam barang belum dimiliki penjual. Setelah dianilis ternyata dropship tidak berbeda dengan salam
apabila pembayaran dilakukan tunai di muka.
DAFTAR ISI
COVER ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ...iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ...vi
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI. ...xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Batasan Masalah... 9
D. Rumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Penelitian ... 10
G. Telaah Pustaka ... 11
H. Metode Penelitian ... 12
BAB II TEORI KESAHIHAN HADIS, AKAD JUAL BELI DAN SISTEM DROPSHIP
A. Teori Kesahihan Hadis ... 17
1. Kriteria kesahihan sanad hadis ... 17
2. Kriteria kesahihan matan hadis ... 21
B. Teori Pemaknaan Hadis ... 23
C. Akad Jual Beli dalam Fiqih Islam ... 25
1. Pengertian akad ... 25
2. Macam-macam akad ... 26
D. Jual Beli Online Sistem Dropship ... 37
1. Sekilas tentang dropship ... 37
2. Perbedaan dropshipping dan reseller ... 39
E. Tinjauan Tokoh Agama Terhadap Sistem Dropship... 40
1. Dropshipping dianggap tidak sah ... 40
2. Dibolehkannya dropship dengan syarat ... 43
BAB III IMAM TIRMIDHI< BESERTA KITABNYA DAN SAJIAN DATA HADIS A. Imam al-Tirmidhi> ... 46
B. Kitab Sunan al-Tirmidhi> ... 48
C. Pendapat Para Ulama Mengenai Tirmidhi> ... 50
D. Data Hadis tentang Laranga Menjual Barang yang Bukan Miliknya ... 51
F. Skema Sanad ... 55
G. Kritik Sanad ... 66
BAB IVHADIS TENTANG LARANGAN MENJUAL BARANG YANG BUKAN MILIKNYA A. Kualitas Hadis tentang Larangan Menjual Barang yang Bukan Miliknya ... 79
1. Kritik sanad ... 79
2. Kritik matan ... 87
B. Pemaknaan Hadis ... 93
C. Aplikasi Hadis tentang Larangan Jual Beli Barang yang Bukan Miliknya dalam Jual Beli Online Sistem Dropship ... 96
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 103
B. Saran ... 104
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
E-business atau yang disebut juga dengan e-commerce merupakan suatu perkembangan baru yang pesat dalam dunia bisnis. Hal ini terutama disebabkan oleh pesatnya pencapaian teknologi informasi yaitu internet. Internet merupakan
“a global network of computer network”, atau jaringan komputer yang sangat
besar yang terbentuk dari jaringan-jaringan kecil yang ada di seluruh dunia yang
saling terhubung satu sama lain.1Dalam salah satu fungsinya internet merupakan
salah satu infrastruktur utama e-business.
Istilah e-bussiness berkaitan erat dengan e-commerce. Bagi sebagian
kalangan e-commerce diartikan secara sempit sebagai transaksi jual beli produk, jasa, dan informasi antar mitra bisnis melalui jaringan komputer termasuk
internet. Sedangkan e-business mengacu pada lingkup yang lebih luas dan
mencakup pula layanan pelanggan, kolaborasi dengan mitra bisnis dan transaksi
elektronik internal dalam sebuah organisasi.2 Namun meskipun demikian, dalam
kenyataannya keduanya dianggap sebagai istilah yang mempunyai pengertian
yang sama. Hal ini disebabkan bahwa e-commerce dapat didefinisikan
berdasarkan setidaknya empat perspektif, yaitu komunikasi, proses bisnis, layanan
1
Muhammad,Etika Bisnis Islami(Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2004), 220.
2
2
dan transaksi online. Oleh karena itu dalam konteks yang luas e-commerce dapat
dikatakan ekuivalen dengan e-business.3
Perkembangan yang pesat dalam bisnis model ini ditunjang oleh tiga faktor
pemicu utama, yaitu:4
1. Faktor pasar dan ekonomi, seperti kompetisi yang semakin intensif,
perekonomian global, kesepakatan dasar regional dan kekuasaan konsumen yang semakin bertambah besar.
2. Faktor sosial dan lingkungan, seperti perubahan karakteristik angkatan kerja, deregulasi5, pemerintah, kesadaran, dan tuntutan atas praktek etis kesadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan dan perubahan politik.
3. Faktor teknlogi yang meliputi siklus hidup produk dan teknologi, inovasi yang
muncul setiap saat, information overload dan berkurangngnya rasio biaya
teknologi terhadap kinerja.
Dengan demikian, e-commerse dapat didefinisikan sebagai satu set dinamis
teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang,
pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik.6
Keuntungan-keuntungan dari e-Commerce adalah meliputi aliran pendapatan baru yang
mungkin lebih menjanjikan yangtidak dapat ditemukan pada transaksi tradisional, dapat meningkatkan pangsa pasar, melebarkan jangkauan, meningkatkan
3
Muhammad, Etika Bisnis Islami, 221.
4
Diana,Mengenal E-Business, 1-2.
5
Deregulasi adalah kegiatan atau proses menghapuskan pembatasan dan peraturan.
6
3
kesetiaan pelanggan, meningkatkan manajemen pemasok, memperpendek waktu
produksi dan meningkatkan mata rantai pendapatan.7
Dalam perkembangannnya e-business atau e-commerce kini telah memasuki
gelombang kedua. Perkembangannya pada gelombang pertama difokuskan kepada
doing business on the internet, di mana bisnis atau perusahaan hanya memindahkan praktek bisnisnya ke dalam dunia digital, sementara pada generasi kedua ini memberlakukan changing business on the internet, yakni, bisnis atau perusahaan mengembangkan cara-cara baru dalam berbisnis, yang belum dikenal
sebelumnya dan sukar direalisasikan dalam lingkungan non-elektronik.8
Sebagaimana setiap perubahan yang membawa dampak sosial, perubahan atas pencapaian teknologi juga membawa dampak-dampak sebagai berikut: pertama, tingkat kompleksitas masyarakat semakin tinggi. Kedua, penataan kembali di berbagai bidang kehidupan akan berlangsung lebih cepat. Ketiga, pola komunikasi dan pola interaksi semakin berubah. Keempat, nilai-nilai kerja dan profesionalisme akan bergeser. Kelima, saling ketergantungan dan saling mempengaruhi. Keenam, tuntutan otomatisasi untuk mempertinggi efisiensi dan produktifitas yang meningkat dan ketujuh interaksi manusia akan mengalami
restrukturisasi dan pergeseran ke arah demokrasi.9
Ketika melihat kebelakang, beberapa dasawarsa terakhir tidak banyak di
antara masyarakat yang mengerti istilah e-commerce, e-business, internet
marketing, online shop, online gallery, affiliate marketing, dan beberpa istilah
7
Ibid., 2-3.
8
Diana,Mengenal E-Business, 16.
9
4
lainnya yang terkait dengan bisnis yang dijalankan melalui media internet ataupun
online.Bertambahnya jumlah pengusaha bisnis online bukan tanpa alasan, jumlah
peningkatan pengguna internet merupakan sebab yang kuat, bisnis online melesat
cepat dengan permintaanyang sangat tinggi,10 sehingga bisa ditemukan di semua
kalangan, baik di pedesaan maupun di perkotaan bisnis dengan sistem online bisa
tumbuh dengan subur, yang juga menciptakan ceruk baru bagi industri ekspedisi karena banyaknya permintaan jasa antar barang.
Berdasarkan survei yang dilakukan Nielsen pada 2011, pengguna internet via
mobile di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingakn dengan negara Asia
Timur lainnya, yaitu mencapai 41 persen.11 Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki potensi pasar yang luar biasa, baik bagi pemilik bisnis maupun bagi calon pemilik bisnis, untuk merambah ke dunia maya sebagai salah satu alat pemasarannya. Bisa dibayangkan berapa banyak pemintaanpenduduk Indonesia
untuk bisnis online jika pengguna internet via mobile mencakup 41% dari jumlah
penduduk Indonesia. Jika potensi tersebut digali dengan sangat baik, maka bukan menjadi suatu hal yang mustahil produk-produk dalam negeri akan sangat mudah dipasarkan dan mempunyai konsumen yang loyal di dalam maupun di luar negeri.
Di beberapa kesempatan, pemerintah daerah juga banyak mensosialisasikan
bisnis online untuk mengembangkan jangkauan pemasaran usaha kecil, sehinggga
banyak ditemukan perajin yang menggunakan internet sebagai alat untuk memasarkan usaha mereka. Permintaanmereka bertambah karena luasnya
10
Ika Yunia Fauzia, Transendental Trust dalam Bisnis Online di Kalangan Pengusaha Garment di Indonesia (Surabaya: Penelitian Internal STIE Perbanas, 2015), 3.
11
5
jangkauan pemasaran dan omzet mereka pun merangkak naik ke atas. Salah satu contoh kegiatan yang dilakukan pemerintah kota Surabaya melalui Badan Koordinasi Pelayanan dan Penanaman Modal (BKPPM) yaitu menggandeng
Rakuten (perusahaan e-commerce asal jepang) untuk menjadi mitra untuk Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin mengembangkan diri.12
Maraknya bisnis online diikuti dengan maraknya sistem dropship di
dalamnya. Sebuah sistem yang sangat familiar dengan para pedagang kecil, pedagang dadakan dan seseorang yang baru ingin mencoba berdagang tetapi tidak
memiliki modal yang cukup. Dropship merupakan sebuah aktifitas di mana
seseorang berjualan hanya bermodalkan gambar tanpa memiliki barang yang akan dijual. Pihak produsen atau grosir selaku supplieryang nantinya akan mengirim barang secara langsung pada pembeli.13 Keuntungan didapat dari selisih harga antara harga grosir dan eceran. Tetapi beberapa reseller ada yang mendapatkan komisi yang disepakati dari penjualan yang nanti dibayarkan langsung oleh pihak grosir kepada reseller. Inilah bentuk bisnis yang banyak diminati saat ini.
Berikut ilustrasi jual beli online sistem dropship:“Azizah merupakan
pengusaha garmen yang menjual busana muslimah, kemudian Azizah
memproduksi dan memfoto beberapa produknya untuk dipasarkan secara online
lewat website-nya yang diberi nama Azizah Fashion. Kemudian ada beberapa
resller Azizah (penjual yang ingin bergabung memasarkan produk yang dijual
oleh Azizah) mengambil beberapa foto yang dipasarkan oleh Azizah dan reseller
12Imam Wahyudiyanta, “Dream Merchant: Cara Rakuten Online-kan UMKM di
Surabaya”, dalam http://news.detik.com/berita-jawa-timur/3027217/dream-merchant-cara-rakuten-onlne-kan-umkm-di-surabaya (diakses pada Jumat, 27 Mei 2016, 10:45)
13
6
tersebut memasarkan kepada konsumen hanya dengan bantuan foto. Ketika
konsumen membeli produk tersebut dari reseller Azizah, maka reseller tersebut
memerintahkan kepada konsumen untuk membayar dengan cara transfer, reseller
tersebut pun memberitahukannya kepada Azizah, dan Azizah segera mengirimkan barang tersebut langsung kepada konsumen dengan mencantumkan nama toko
online milik reseller Azizah, sehingga di sini Azizah tidak mencantumkan nama
Azizah Fashion”
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar oleh: https://www.maxmanroe.com/bisnis-dropship-peluang-bisnis-online-tanpa-modal-produk-sendiri.html
Efek dari perkembangan online business yang sangat luar biasa ini, maka
akan sangat mudah dijumpai penjual online dadakan yang berusaha mengadu
7
dropship mereka melayani pelanggan mereka walaupun penjual belum pernah
mengetahui kualitas barang selain hanya versi gambar.14
Mengenai jual beli semacam ini, menurut Erwandi Tarmizi seorang pemateri Fikih Muamalat kontemporer di radio Rodja dan Rodja Tv, sistem jual beli semacam ini mempunyai banyak kekurangan yang bisa menyebabkan keharaman. Akad jual beli ini tidak sah karena ia menjual barang yang bukan miliknya. Akad
ini mengandung unsur gharar, disebabkan pada saat akad berlangsung penjual
belum dapat memastikan apakah barang tersebut dapat dikirimkan pada pembeli atau tidak.15
Sebagai landasan hukum dalam pelarangan dropship ini, Erwandi
menyertakan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh H{aki>m ibn H{iza>m sebagai
berikut: Hakim bin Hizam pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
َا َ ُ َ ْ ََ َُ َ ََ َ
:
َا َ ٍا َ ِ ِنْب ِم ِ َ ْنَع َكَ َم ِنْب َفُسوُي ْنَع ٍرْشِب َِِأ ْنَع ٌمْ َشُ َ ََ َ
:
ُ ْلُ ََ َملَسَ ِ ْ َلَع ُ لا لَ ِا َاوُسَر ُ ْ ََ َأ
:
ُا َ َْبَأ ِ ْ ِع َ ْ َا َم ِ ْ ََ ا َنِم ُِِاَأْسَي ُلُجرا ِِ ِ ْأَي
َا َ ُ ُي ِبَأ ُ ِووسا َنِم ُ َا
:
َ َ ْ ِع َ ْ َا َم ْ ِ َ َ
.
16
Qutaibah telah menceritakan kepada kami, dia (Qutaibah) berkata: Husyaym menceritakan kepada kami, dari Abi> Bishr, dari Yusuf ibn Ma>hak, dari H}aki>m ibn H}iza>m, ia (Hakim) berkata: Aku menemui Rasulalla>h SAW, maka aku (Hakim) berkata: ada seseorang yang mendatangiku lalu ia meminta agar aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan terlebih dahulu aku membelinya untuk mereka dari pasar?” Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu”
14
Ika Yunita Fauzia, Transendental Trust dalam Bisnis Online di Kalangan Pengusaha Garment di Indonesia (Surabaya: Penelitian Internal STIE Perbanas 2015), 4
15
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2015), 238
16
8
Dari beberapa keterangan di atas, pelaku dropshiping memang nampak
seperti apa yang dilarang dalam hadis di atas, ia menjual barang berdasarkan
gambar yang belum menjadi miliknya karena masih ada ditangan suppliernya.
Namun harus dilihat kembali bahwa khazanah Fiqih Islam sangat kaya akan akad-akad yang sesuai akan aktifitas dropship ini.
Mengingat hukum Islam bukanlah hukum yang kaku, dan akan sesuai sepanjang zaman, maka penulis ingin lebih lanjut mengkaji hadis mengenai larangan menjual barang yang bukan miliknya, di sini penulis tidak akan
menentukan haram atau tidaknya sistem dropshiping, penulis hanya akan
mengkaji hadisnya lebih lanjut sebagai sarana memahami syariat dagang yang telah diajarkan dalam Islam dan juga ingin memahami pemaknaan hadis yang sesungguhnya, apakah memang pelarangan itu bermakna tekstual atau ada pengecualian-pengecualian.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas terdapat beberpa masalah yang menarik untuk dibahas, diantaranya:
1. Proses dropship apabila ditinjau dari syariat muamalat dalam Islam.
2. Pendapat para ulama Fiqih saat ini mengenai dropship.
3. Kualitas hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya dalam
Sunan al-Tirmidhi> ditinjau dari segi sanad dan matannya?
4. Pemaknaan hadis tentang batalnya transaksi jual beli barang yang bukan
9
5. Kontekstualisasi hadis tersbut terkait dengan sistem dropship yang marak
pada jaman sekarang.
C. Batasan Masalah
Dari beberapa identifikasi masalah di atas yang menjadi fokus pembahasan ialah studi otentitas sanad dan validitas matan serta pemahaman makna barang yang bukan miliknya. Hal ini agar fokus masalah yang diteliti menjaditerarah dan tidak meluas.
D. Rumusan Masalah
Demi tercapainya pembahasan yang praktis dan sistematis, maka permasalahan yang akan dibahas diformulasikan dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas hadis tentang larangan menjual barang yang bukan
miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>nomor 1236?
2. Bagaimana pemaknaan matan hadis tentang larangan menjual barang yang
bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi> nomor 1236?
3. Bagaimana aplikasi hadis tentang larangan menjual barang yang bukan
miliknya dalam jual beli online sistem dropship?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kualitas hadis tentang larangan jual beli barang yang bukan
10
2. Untuk mendeskripsikan pemaknaan hadis tentang larangan jual beli barang
yang bukan miliknya dalam kitab Sunan al-Tirmidhi>.
3. Untuk memahami aplikasi hadis larangan jual beli barang yang bukan
miliknya dalam jual beeli online sistem dropshipyang marak pada jaman
sekarang.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk menjadi bahan teoritis guna kepentingan penulisan karya ilmiah yang
berbentuk skripsi.
2. Dapat dijadikan bahan atau pertimbangan bagi peneliti dan penyusun karya
ilmiah selanjutnya yang ada hubungannya dengan masalah ini.
3. Sebagai bahan kajian dan sumber pemikiran bagi Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Sunan Ampel yang merupakan lembaga pendidikan tinggi formal dalam mempersiapkan mahasiswanya sebagai calon profesional dalam kajian teologi.
G. Telaah Pustaka
Sejauh ini belum ditemukan penelitian yang membahas secara spesifik mengenai hadis tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya yang
berkaitan dengan sistem dropshiping. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya
11
No Judul Pengarang Isi
1.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Dropship
Juhrotul Khulwah, mahasiswa jurusan Muamalat, fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2013
Skripsi ini mengulaskan dan memberikanpenilaiansesuaiat autidaknyatransaksisistemjua
lbelidropshipdenganhukum
Islam.
2.
Jual Beli Online dengan
Menggunakan Sistem Dropshiping Menurut Sudut Pandang Akad Jual Beli Islam (Studi Kasus pada Forum Kaskus). Putra Kalbuadi, mahasiswa program studi Muamalat konsentrasi Perbankan Syariah, fakultas syariah dan Hukum,UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015.
Skripsiinimeniliti tentang
systemdropshippingdalamjua
lbelionline (forumKASKUS).
Mengenaikekurangandankele bihan
systemdropshippingsertatinja
uanfikihnya.
3.
Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Jual Beli Sistem Dropshiping (Studi Kasus di Toko Online Syafa OnShop Website.
Widya Ismadewi Haryosanne, mahasiswa jurusan Muamalah, fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, IAIN
Walisongo, Semarang. 2013.
Skripsi ini bertujuanuntuk meneliti tentangtransaksi jual belidengan model
dropshipping diToko Online SyafaOnshop, serta
tinjauanhukum Islam terhadapakad jual beli
denganModel dropshipping
diTokoOnline Syafa Onshop.
4.
Akad Wakalah dan Samasarah sebagai Solusi atas Klaim Keharaman
Dropship dalam Jual Beli Online.
Ika Yunia Fauzia dalam Islamica Jurnal Studi Keislaman volume 9, nomor 2 Maret 2016, Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
Artikel ini mengulas tentang bantahan penulis mengenai
fatwa haramnya dropship
serta mengulas tentang akad
wakalah dan samsarah
sebagai solusi dari dropship.
12
di atas difokuskan dalam bidang syariah, sedangkan penelitian ini cenderung kepada penelitian sanad dan matan hadis serta pemaknaan dan kontekstualisasi hadis tersebut. Jadi pembahasan yang diteliti ini melibatkan beberapa kitab hadis, buku-buku tentang ulumul hadis dan juga buku-buku lain yang berkaitan. Dari beberapa literatur yang dijumpai, belum ada leteratur yang membahas secara khusus bagaimana penelitian ini, yaitu hadis larangan menjual barang yang belum dimilki.
H. Metode Penelitian
Model penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan)
yaitudengan cara mencari dan meneliti Hadis dari kitab-kitab induk kemudianmengolahnya memakai kaidah keilmuan Hadis.
Di samping itu, penelitian ini bersifat penelitian kualitatif, yang
dimaksuduntuk mendapatkan data tentang kerangka ideologis dan
epistemologis,asumsi-asumsi metodologis, pendekatan terhadap kajian teks Hadis
dan parape-rawi-nya, dengan menelusuri secara langsung dalam kitab Sunan
al-Tirmid}i>, juga beberapa kitab yang masihterkait,tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya.
Oleh karena itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini banyakyang terkumpul dari sumber tertulis, seperti buku-buku, artikel, dan penelitianterdahulu, baik berupa literatur berbahasa Arab maupun Indonesia yangmempunyai relefansi dengan permasalahan dalam penelitian ini.
1. Sumber data.
13
a. Sumber data primer.
1) Sunan al-Tirmidhi> karya Imam al-Tirmidhi> (W. 279H)
2) Kitab Tuh}fat al-Ah}wadhi> karya imam al- hafidh abi> al- „ula>
Muhammad „Abdur Rahman Ibn „Abdir Rahim al- Muba>rakafuri> (W.
1353 H)
b. Sumber data sekunder, yaitu kitab hadis standar lainnya yang termasuk
dalam Kutub al-Tis’ah, diantaranya:
1) Sunan Abu> Da>wud karya imam Abu> Da>wu>d (W. 275 H) 2) Sunan al-Na>sa‟i karya imam al-Nasa‟i (W. 303 H) 3) Sunan Ibnu Ma>jah karya imam Ibnu Ma>jah (W. 273 H)
4) Musnad Ahmad Ibn Hamba>l karya imam Ahmad Ibn Hanbal (W. 241
H)
Buku-buku penunjang lainnya yaitu buku-buku kritik sanad dan matan,
serta buku-buku tentang pelaksanaan dropship dalam sudut pandang Islam
seperti karya ustadz Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer dan buku-buku berkaitan lainnya.
2. Metode pengumpulan data.
Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi. Metode ini diterapakan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.
14
a. Takhri>j al-Hadi>th secara singkat dapat diartikan sebagai kegiatan untuk
mengeluarkan hadis dari sumber asli.17 Maka Takhri>j al-Hadi>th
merupakan langkah awal untuk mengetahui kuantitas jalur sanad dan kualitas suatu hadis.
b. Kegiatan Itibar dalam istilah ilmu hadis adalah menyertakan sanad-sanad
lain untuk suatu hadis tertentu.18
3. Metode analisis data.
Metode analisis data berarti menjelaskan data-data yang diperoleh melalui penelitian. Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua komponen, yakni sanad dan matan, maka analisis data hadis akan meliputi dua komponen tersebut.
Dalam penelitian sanad, dignakan metode kritik sanad dengan pendekatan keilmuan rijal al-h}adi>th dan al-jarh} wa al-ta’di>l, serta mencermati silsilah
guru-murid dan proses penerimaan hadis tersebut (tah}ammul wa ada’). Hal itu
dilakukan untuk mengetahui integritas dan tingkatan intelektualitas seorang perowi serta validitas pertemuan antara mereka sebagai guru-murid dalam periwayatan hadis.
Dalam penelitian matan, analisis data akan dilakukan dngan menggunakan analisis isi (content analisis). Pengevaluasian atas validitas matan diuji pada tingkat kesesuaian hadis dengan penegasan eksplisit Alquran, logika atau akal sehat, fakta sejarah,informasi hadis-hadis lain yang bermutu
17
M Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 41
18
15
sahihserta hal-hal yang ole masyarakat umum diakui sebagai bagian integral Islam.19
I. Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan karya ilmiah ini selanjutnya akan diuraikandalam lima bab dengan rincian:
Bab Pertama: Berisi pendahuluan, yang memuat latar belakang,identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,penegasan judul, kajian pustaka, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.
Bab Kedua: Berisi landasan teori, yang membahas tentang dropship beserta
ketentuan-ketentuan jual beli dalam syariat Islam, dan teoritas pemahaman hadis yakni kriteriakesahihan hadis yang meliputi kesahihan sanad dan matan, serta teori pemaknaanhadis.
Bab Ketiga: Berisi tinjauan redaksional hadis tentang larangan menjual
barang yang bukan miliknya, yang membahas biografi singkat Imam Tirmidhi>,
Metode Imam Tirmidhi> dalam menulis Hadis, data hadis (takhrij ha}di>th) dan
I’tibar hadis.
Bab Keempat: Berisi analisa dari hadis yang membahas tentang larangan menjual barang yang bukan miliknya baik itu dari segi sanad maupun matan hadis, kualitas nya,kehujjahannya dan makna dari hadis tersebut, pendapat ulama
mengenaikandungan hadis tersebut, aplikasinya dalam dropship dan
solusi/penyelesaian dari hadis tersebut.
19
16
BAB II
TEORI KESAHIHAN HADIS, AKAD JUAL BELI DAN
SISTEM DROPSHIP
A. Teori Kesahihan Hadis
1. Kriteria keshahihan sanad hadis
Sanad atau t{ariq ialah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis
sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Sanad juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk menetapkan nilai suatu hadis. Suatu hadis dinilai s{ah{ih{ apabila hadis tersebut dinukil dari rawi yang adil, sempurna ingatannya,
sanadnya bersambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.1
a. ‘Adalatul al-ra>wi> (keadilan perawi)
Seseorang dikatakan adil apabila di dalam dirinya tertanam sebuah sikap yang memenuhi kriteria berikut:
1) Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.
2) Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan
santun.
3) Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan
iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
1
18
4) Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentagan dengan
dasar syara.2
Sifat-sifat keadilan para perawi di atas dapat dipahami melalui:
1) Popularitas kepribadian yang tinggi tampak dikalangan Ulama hadis.
2) Penelitian dari para kritikus perawi hadis tentang kelebihan dan
kekurangan yang terdapat dalam kepribadiannya.
3) Penerapan kaidah al-Ja>rh wa al-ta’di>l, cara ini ditempuh bila para kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu. Ulama ahlissunnah berpendapat bahwa, perawi
hadis pada tingkatan sahabat secara keseluruhan bersifat adil.3
b. Periwayat yang dabit (sempurna ingatannya).
Orang yang sempurna ingatannya disebut dabit yaitu orag yang kuat ingatannya, artinya ingatnya lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya. M. Syuhudi Ismail menetapkan kaidah-kaidah lain bagi perawi yan dabit yakni hafal dengan baik hadis yang diriwayatkan, mampu dengan baik menyampaikan hadis
yang dihafal kepada orang lain dan terhindar dari shadh.4
Kedabitan seorang periwayat dapat diketahui melalui kesaksian ulama, kesesuaian riwayatnya (minimal secara makna) dengan riwayat
2
Ibid., 117-118
3
Munzir Saputra, Ilmu Hadis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 130-131.
4
19
yang disampaikan oleh periwayat yang lain yang telah dikenal
kedabitannya dan hanya sesekali mengalami kekeliruan.5
c. Ittis}a>l al-sanad (ketersambungan sanad).
Ketersambungan sanad yang dimaksud adalah sanad yang selamat dari keguguran yakni tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari sumbernya. Untuk syarat ini ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bersambungnya sanad adalah apabila antara periwayat satu dengan periwayat berikutnya betul-betul melakukan serah terima hadis. Periwayatan ini dapat dilihat dari cara serah terima tersebut misalnya dengan redaksi ينثدح atau تعمس atau انربخأ , tidak cukup hanya
dengan نع. Kata نع tidak menjamin bahwa proses pemindahan itu terjadi
secara langsung, belum tentu masing-masing periwayat yang disebut di dalam sanad benar-benar bertemu. Tetapi ada juga ulama yang
berpendapat bahwa periwayatan hadis dengan نع dapat dinilai
bersambung sanadnya apabila antara guru dan murid dalam periwayatan tersebut hidup semasa.6 Maka hadis yag dinilai sanadnya oleh seorang ulama belum tentu dinilai demikian juga oleh ulama yang lain.
d. Tidak adanya ‘illat.
Menurut bahasa Illat berarti cacat, kesalahan baca, penyakit dan
keburukan. ‘Illat menurut bahasa ialah penyakit yang samar-samar yang
dapat merusak kualitas suatu hadis. „Illat hadis yang terdapat dalam matan
5
Subhi al-S}a>lih, Ulu>m al-H{adi>th wa Mus}t}alahu (Beirut: al-Ilm li al-Malagin, 1997), 128.
6
20
misalnya adanya suatu sisipan dalam matan hadis. Menurut Khatib
al-Baghdady, ‘Illat dapat diketahui dengan menghimpun semua sanad hadis,
melihat perbedaan perawinya dan menempatkan mereka sesuai dengan
tempatnya, baik dalam segi hafalan, ketakwaan atau kedhabitannya.7
Menurut Ali al-Madani dan al-Khattib, untuk mengetahui ‘illat hadis
terlebih dahulu semua sanad yang berkaitan dengan hadis yang diteliti, dihimpun sehingga dapat diketahui shahid dan muttabi’. Mayoritas ‘illat
hadis berada pada sanad hadis. Pada umumnya ‘illat hadis terbentuk
sebagai berikut:
1) Sanad yang tampak muttas}i>l dan marfu’ ternyata muttas}i>l namun
mawqu>f.
2) Sanad yang muttas}i>l dan marfu’ ternyata muttas}i>l tapi mursal.
3) Terjadi percampuran hadis pada bagian hadis lain.
4) Terjadi keslahan penyebutan periwayatan karena berjumlah lebih dari
satu serta memiliki kemiripan nama sedangkan kualitas
periwayatannya tidak sama-sama thiqah.
Maka untuk meneliti sanad hadis dan mengetahui keadaan rawi demi memenuhi lima kriteria tersebut, dalam ilmu hadis dikenal sebuah cabang
keilmuan yang disebut dengan rijal al-h
}
adi>th yaitu ilmu yang secaraspesifik mengupas keberadaan para rawi hadis. Ilmu ini berfungsi untuk mengupas data-data para perawi yang terlibat dalam civitas periwayatan
7
21
hadis dan dengan ilmu ini juga dapat diketahui sikap ahli hadis yang
menjadi kritikus terhadap para perawi hadis tersebut.8
e. Tidak adanya sha>dh.
Al—Syafi’i (W. 204 H) mengemukakan bahwa hadis sha>dh adalah
hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi thiqah, namun riwayatnya
tersebut bertentangan dengan banyak orang yang juga thiqah.9 Pendapat inilah yang paling banyak diikuti karena jalan untuk mengetahui adanya
sha>dh dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk
matan yang mempunyai topik yang sama.
Berdasarkan definisi di atas, dapat diketahui bahwa syarat sha>dh
adalah penyendirian dan perlawanan. Syarat hadis sha>dh ini bersifat komulatif. Jadi, selama tidak berkumpul pada dua unsur tersebut, maka
tidak dapat disebut sebagai shadh.10 Pada umumnya, muh}addithi>n
mengakui bahwwa sha>dh dan ‘illat hadis yang sangat sulit diteliti karena terletak pada sanad yang tampak sahih dan baru diketahui setelah hadis tersebut diteliti secara mendalam.
2. Kriteria kesahihan matan hadis.
Secara garis besar, ada dua unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas sahih, yaitu terhindar dari shudhu>dh (kejanggalan) dan
8
Suryadi, Metode Ilmu Rijal Hadis (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003), 6
9
Saifuddin, Tadwi>n H{adis: Kontribusinya dalam Perkembangan Historiografi Islam (Banjarmasin: Antasari Press, 2008), 327
10
22
terhindar dari ‘illat (cacat).11 Itu berarti bahwa untuk meneliti matan, maka kedua unsur tersebut harus menjadi acuan utama.
Dalam melaksanakan penelitian matan, ulama hadis biasanya tidak secara ketat menempuh langkah-langkah dengan membagi kegiatan penelitian menurut unsur-unsur kaedah kesahihan matan. Maksudnya, ulama tidak
menekankan bahwa langkah pertama harus lah meneliti shudhu>dh dan langkah
berikutnya meneliti ‘illat atau sebaliknya. Bahkan dalam menjelaskan
macam-macam matan yang daif, ulama hadis tidak mengelompokkannya kepada dua unsur utama dari kaedah kesahihan matan itu. Hal itu dapat dimengerti karena persoalan yang perlu diteliti pada berbagai matan memang tidak selalu sama. Jadi penggunaan butir-butir tolak ukur sebagai pendekatan penelitian matan
disesuaikan dengan masalah yang terdapat pada matan yang bersangkutan.12
Adapun tolok ukur penelitian matan yang dikemukakan oleh ulama tidak seragam. Menurut al-Kha>tib al-Baghda>di> (W 463 H), sebagaimana yang dikutip oleh Syuhudi Ismail, suatu matan hadis barulah dinyatakan sebagai maqbul (diterima karena berkualitas sahih), apabila:
a. Tidak bertentangan dengan akal sehat.
b. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur‟an yang telah muhkam (yang
dimaksud dengan istilah muhkam dalam hal ini ialah ketentuan hukum yang telah tetap).
c. Tidak bertentangan dengan hadis muta>watir.
11
Syaikh Muhammad al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW: Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, ter. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1996), 26.
12
23
d. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama
masa lalu (ulama salaf).
e. Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti.
f. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya lebih
kuat.13
Dalam masalah tolok ukur untuk meneliti hadis palsu, Ibnu al-Jauzi> (w.
597 H) mengemukakan statemen yang cukup singkat, “Setiap hadis yang
bertentangan dengan akal ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok
agama, maka ketahuilah bahwa hadis tersebuh adalah hadis palsu.”14
Dengan demikian dari uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa walaupun unsur-unsur pokok kaedah kesahihan matan hadis hanya ada dua macam saja, yaitu sha>dh dan ‘illat, tetapi aplikasinya dapat berkembang dan menuntut adanya pendekatan dengan tolok ukur teori keilmuan yang cukup banyak sesuai dengan keadaan matan yang diteliti.
B. Teori Pemaknaan Hadis
Bagi umat Islam pada umumnya, memahami hadis Nabi adalah hal yang penting. Namun tidak banyak orang yang dapat memahami sumber hukum Islam kedua tersebut. Kurangnya pedoman dan wawasan yang memadai menjadi salah satu penyebabnya. Problematika memahami hadis sebenarnya telah diupayakan
solusinya oleh para cendikiawan muslim baik dari kelompok mutaqaddimi>n
maupun mutaakhiri>n melalui gagasan-gagasan dan pikiran-pikiran mereka dalam
13
Ibid., 126
14
24
kitab-kitab sharh maupun yang lain. Walaupun demikian, masih banyak hal yang harus dikaji kembali mengingat adanya kemungkinan faktor-faktor yang belum dipikirkan dan perlu dipikir ulang dalam wilayah yang melingkupi pemahaman teks Hadis.15
Menurut Yu>suf al-Qard}a>wi>, ada beberapa petunjuk dan ketentuan umum untuk memahami Hadis dengan baik agar mendapat pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pamalsuan dan penafsiran yang tidak sesuai, di antara petunjuk-petunjuk umum tersebut adalah:
1. Memahami hadis sesuai petunjuk Alquran.
2. Mengumpulkan hadis-hadis yang setema.
3. Mengkompromikan (al-jam„u) atau menguatkan (al-tarji>h}) pada salah satu hadis yang tampak bertentangan.
4. Memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan
kondisi ketika diucapkan, serta tujuannya.
5. Membedakan antara sarana yang berubah dan tujuan yang tetap.
6. Membedakan antara ungkapan yang bermakna sebenarnya dan yang bersifat
majaz dalam memahami hadis.
7. Membedakan antara alam ghaib dan alam kasat mata.
8. Memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadis.16
Sedangkan menurut Muhammad Zuhri dalam bukunya Telaah Matan Hadis,
kaidah dalam pemaknaan Hadis adalah:
15
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi; Perspektif Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), 5.
16
25
1. Dengan pendekatan kebahasaan, hal-hal yang ditempuh antara lain dengan:
a. Mengatasi kata-kata sukar dengan asumsi riwa>yah bi al-ma‘na.
b. Mempergunakan ilmu ghari>b al-h}adi>th, yaitu suatu ilmu yang
mempelajari makna-makna sulit dalam hadis.
c. Teori pemahaman kalimat, dengan menggunakan:
1) Teori hakiki dan majazi.
2) Teori asba>b al-wur u>d hadis.
2. Dengan penalaran induktif, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghadapkan hadis dengan Alquran dan hadis lain.
b. Memahami makna hadis dengan pendekatan ilmu pengetahuan.
3. Penalaran deduktif.17
C. Akad Jual Beli dalam Fiqih Islam
1. Pengertian Akad
Dalam Islam, ketika hendak melakukan jual beli, terdapat akad yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak antara penjual dan pembeli. Akad yang timbul tersebut tergantung dari perjanjian antara kedua belah pihak dalam jual beli tersebut.
Akad secara harfiah berarti ikatan, yakni mengadakan ikatan persetujuan
atau ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu.18
Artinya, ikatan itu menimbulkan sesuatu yang harus dipenuhi, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:
17
Muhamammad Zuhri, Telaah Matan Hadis; Sebuah Tawaran Metodologis (Yogyakarta: LESFI, 2003), 54-83.
18
26
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.19
Akad (ikatan, keputusan, penguatan) atau perjanjian atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah. Dalam istilah Fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan baik yang muncul dari satu pihak seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.20
2. Macam-macam akad
Akad Tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for
profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual beli, dan sewa menyewa. Yang termasuk kedalam akad-akad
tija>rah yaitu murabahah, salam istishna, ijarah, dan musyarakah.21
19
Departemen Agama. Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 3:1
20
Ascary, Akad dan Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 35
21
27
a. Murabahah.
Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan
sesuai jumlah tertentu.22 Dalam akad Murabahah, penjual menjual
barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual. Perbedaan antara harga beli dan harga jual barang disebut dengan margin
keuntungan.23
Murabahah memiliki lima syarat yakni pertama, penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. Kedua, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. Ketiga, kontrak harus bebas dari riba. Keempat, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. Kelima, penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara utang.24
Sementara rukun murabahah ada 3: Pelaku Akad, yaitu ba’i (penjual)
adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang. Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga). Shight, yaitu Ijab dan
Qabul.25
22
Karim, Bank Islam: Analisis, 113
23
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011), 138.
24
Ibid., 139
25
28
b. Bai’ As-Salam (In-front of Payment Sale)
Dalam pengertian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian
barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka. Salam dalam istilah fiqih disebut juga salaf. Secara etimologi, kedua kata tersebut memiliki makna yang sama, yaitu mendahulukna pembayaran dan mengakhirkan barang. Penggunaan kata
salam biasanya digunakan oleh orang-orang Hijaz, sedangkan penggunaan
kata salaf biasanya digunakan oleh orang-orang Irak.26
Dalam menggunakan akad salam, hendaknya menyebutkan sifat-sifat
dari objek jual beli salam yang mungkin bisa dijangkau oleh pembeli, baik
berupa barang yang ditakar, ditimbang maupun diukur. Disebutkan juga jenisnya dan semua identitas yang melekat pada barang yamg dipertukarkan yang menyangkut kualitas barang tersebut. Jual beli salam
juga dapat berlaku untuk mengimport barang dari luar negeri dengan menyebutkan sifat-sifatnya, kualitasnya dan kuantitasnya. Penyerahan uang muka dan penyerahan barangnya dapat dibicarakan bersama dan
biasanya dibuat dalam suatu perjanjian.27
Dalam dunia bisnis modern, bentuk jual beli salam dikenal dengan
pembelian dengan cara pesan (indent).28 Tujuan utama dari jual beli salam
adalah untuk saling membantu dan menguntungkan antara konsumen dan produsen.
26
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 143.
27
Ibid., 144.
28
29
Rukun bai’ al-Salam menurut jumhur ulama, terdiri atas: Muslam
(Pembeli), muslam ilaih (Penjual), Muslam fiihi (Objek Barang), Sighat
(Ijab dan Qabul).29
Sementara syaratnya, terdiri atas:
1) Syarat orang yang berakad: ulama Malikiyah dan Hanafiyah
mensyaratkan aqid (muslam dan muslam ilaih) harus berakal, yakni
sudah mumayyiz, anak yang agak besar yang pembicaraan dan
jawabannya dapat dipahami, serta berumur minimal 17 tahun. Oleh karena itu anak kecil, orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun itu miliknya.30
2) Syarat yang terkait dengan pembayaran atau harga, diantaranya ialah:
alat bayar harus diketahui dengan jelas jumlah dan jenisnya oleh pihak yang terlibat dalam transaksi. Pembayaran harus dilakukan seluruhnya ketika akad telah disepakati. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang.31
3) Syarat yang terkait dengan barang ialah barangnya menjadi utang atau
tanggungan bagi penjual. Dengan demikian barang pesanan yang telah menjadi tanggungan pihak penjual, keberadaannya tidak boleh diserahkan kepada pihak lain. Komoditinya harus dengan sifat-sifat yang jelas, misalnya dengan disebutkan jenis, warna, ciri-ciri, macam
29
Ibid., 361
30
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 74
31
30
dan ukurannya.32 Barang yang dipesan harus tersedia dipasaran sejak akad berlangsung sampai tiba waktu penyerahan. Barang yang dipesan
dalam akad salam harus barang yang banyak pandanannya di pasaran
yang kuantitasnya dapat dinyatakan melalui hitungan, takaran atau
timbangan. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.33
4) Syarat tentang waktu dan penyerahan barang. Mengenai tenggang
waktu penyerahan barang dapat saja ditentukan tanggal dan harinya,
tetapi tidak semua jenis barang dapat ditentukan demikian.34
5) Syarat tentang penyerahan barang. Pihak-pihak yang bertransaksi
harus menunjuk tempat untuk penyerahan barang yang dipesan, ketentuan ini ditetapkan apabila untuk membawa barang pesanan diperlukan biaya pengiriman atau tempat terjadinya transaksi tidak layak dijadikan tempat penyerahan barang seperti ditengah gurun. Jika kedua belah pihak tidak mencamtukan penentuan tempat serah terima,
jual beli salam tetap dinyatakan sah, dan tempat penyerahan bisa
ditentukan kemudian. Hal ini dikarenakan tidak ada hadis yang
menjelaskannya.35
32
Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 141.
33
Ahmad Mujahidin, Kewenangan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, cet.1, (Bogor: Penerbit Ghalian Indonesia, 2010), 177.
34
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 93
35
31
c. Istishna.
Akad Istishna adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam
tanggungan yang diisyaratkan untuk mengerjakannya.36 Objek
transaksinya adalah barang yang harus dikerjakan dan pekerjaannya pembuatan barang itu. Transaksi istishna adalah transaksi yang bergerak dalam bidang pekerjaan dan barang dalam tanggungan sehingga mempunyai hukum mengikat bagi kedua belah pihak jika memenuhi
rukun-rukun dan syarat-syaratnya.37
Rukun istishna ada lima, yakni: Penjual/penerima pesanan/pembuat
(Shani), Pembeli/pemesan (Mustashni), Barang (Mashnu), Harga (Tsaman), Sighat (Ijab Qabul)38
Sementara syarat istishna terdiri dari dua aspek: 39
1) Syarat istishna pada barang. Ada dua syarat dalam hal ini, pertama barang yang dibuat dijelaskan jenisnya, bentuknya, sifatnya, dan
kadarnya sehingga tak lagi terdapat jahalah dan perselisihan pendapat
dapat terhindari. Kedua, hendaklah istishna merupakan sesuatu yang biasanya dilakukan diantara manusia seperti perabot barang rumah tangga, sepatu, keperluan binatang, dan sebagainya.
2) Syarat istishna pada harga. Ada dua syarat juga pada harga barang, pertama barang harus diketahui semua pihak. Kedua, bisa dibayarkan
36
Ibid., 150
37Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syari‟ah: Wacana Ulama & Cendikiawan
, (Jakarta: Tazkia Institute, 1999), 147
38
Ibid., 147-148
39
32
pada waktu akad, secara cicilan, atau ditangguhkan pada waktu tertentu pada masa yang akan datang.
d. Ijarah.
Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Sedangkan dalam peraturan bank Indonesia dengan transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan upah mengupah suatu jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.40
Ijarah atau sewa menyewa dalam Islam dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut ulama Mahzab Hanifiyah,
bahwa rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab dan qabul saja (ungkapan
menyerahkan dan persetujuan sewa menyewa.41
Sedangkan syarat sah nya ijarah terdiri dari tiga aspek, yang pertama
adalah subjek akad (pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa barang). Pihak yang menyewakan haruslah cakap untuk bertindak melakukan perbuatan hukum dalam akad. Dia haruslah pemilik barang,
wakilnya atau pengampunya.42
Yang kedua objek Akad (barang yang disewakan). Tujuan penggunaan barang yang disewakan harus dicantumkan dalam akad
ijarah. Apabila penggunaan barang yang disewakan tidak dinyatakan
40
Hasan, Berbagai Macam Transaksi, 226
41
Ibid., 227
42
33
secara pasti, barang yang disewakan tersebut digunakan berdasarkan
aturan umum atau kebiasaan.43
Sementara terakhir ialah akad. Dalam ijarah dibuat suatu ketentuan bahwa akad bisa dilakukan secara lisan, tulisan ataupun isyarat. Namun,
harus ada kata sepakat dengan kalimat yang jelas.44
e. Musyarakah.
Musyarakah atau syirkah adalah suatu perjanjian antara dua atau beberapa pemilik modal atau menyertakan modalnya pada suatu proyek, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam manajemen proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan baik menurut proporsi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama. Manakala merugikan kewajiban hanya sebatas
modal masing-masing.45
Musyarakah/ syirkah berarti percampuran, yakni mencampurkan satu harta dengan harta lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam bahasa Indonesia kata syirkah dapat diterjemahkan dengan istilah
kemitraan, persekutuan atau perkongsian.46
Menurut jumhur ulama, rukun perserikatan ada tiga, pertama shigat
(Ijab dan Qabul). Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak/ akad. Akad
43
Hasan, Berbagai Macam Transaks, 227
44
Ibid., 228-229
45Karmen A. Perwaatmadja dan Muhammad Syafi‟I Antonio,
Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Pt Dana inakti Primayasa, 1999), 22
46
34
ini dianggap sah jika diucapkan secara lisan atau tulisan dan dengan disaksikan oleh para saksi. Kedua ialah pihak-pihak yang berkontrak, objek akad harus jelas, yaitu terdiri dari modal kerja, keuntungan dan kerugian.47
Sementara syarat musyarakah ini terbagi menjadi tiga, yang pertama
berkaitan dengan akad, pihak yang berkontrak dan yang terakhir modal.
Berikut syarat musyarakah yang berkaitan dengan akad: 48
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad)
2) Penerimaan dan penawaran dilakukan saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespendensi atau dengan
cara-cara komunikasi modern, seperti melalui media telepon atau internet.
Berkaitan dengan pihak-pihak yang berkontrak: 49
1) Mitra haruslah orang yang berkopenten dalam memberikan atau
diberikan kekuasaan perwakilan.
2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan
melaksanakan kerja sebagai wakil.
3) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
47
Abdul Ghofur Ansshari, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), 128
48
Ibid., 130
49
35
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
4) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestikan
dan untuk kepentingan sendiri.
Berkaitan dengan modal: 50
1) Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas , perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang –barang properti dan sebagainya. Jika modal terbentuk asset harus dinilai terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjamkan, menyumbangkan,
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas
dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan suatu LKS dapat meminta jamninan.
Sedangkan akad kad tabarru’ (gratuitous) adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba).51
Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari
keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan
tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr
50
Ibid., 129 5151
36
dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan).52 Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun
kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah Swt,
bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut
boleh meminta kepada counterpartnya (rekan transaksinya) untuk sekedar
menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan
akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari
akad tabarru’ itu. Bentuk akad tabarru’ dapat berupa memberikan sesuatu
atau meminjamkan sesuatu baik uang maupun jasa. Salah satu contoh dari akad tabarru’ adalah wakalah.
f. Wakalah.
Secara bahasa al-Wakalah berarti al-Tafwidh (penyerahan,
pendelegasian dan pemberian mandat). Wakalah adalah sebuah transaksi
dimanan seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam
mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.53
Rukun dan syarat wakalah ada empat, yaitu: muwakkil (orang yang
mewakilkan), wakil (orang yang mewakili), muwakkal fi>h (objek yang
diwakilkan dan si>gha>t (ija>b dan qabu>l).54 Menurut Ima>m Ma>lik dan Sha>fi‟i>, pemberian kuasa dari muwakkil boleh ketika orang itu tidak ada halangan.55
52
Ibid., 259
53
Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 187
54
Ibn Rushd, Bidayat al-Mujtahi>d, terj. A.A Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Vol: 3 (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1990), 539
55
37
Kemudian syarat waki>l ialah tidak dilarang oleh shara’ untuk
melakukan tindakan terhadap sesuatu yang dikuasakan kepadanya. Syarat perkara/ objek yang dikuasakan adalah perkara tersebut dapat digantikan oleh orang lain, seperti jual beli, pemindahan hutang, pembatalan, serikat dagang dan lain-lain.56
Waka>lah bukanlah akad yang mengikat melainkan akad yang ja’iz
sehingga bisa dibatalakan. Waka>lah boleh dilakukan berdasarkan tulisan
dan surat.57 Menurut Wahbah al-Zuh}ayli>, objek waka>lah adalah sesuatu
yang memiliki identitas yang jelas dan milik sah dari muwakkil.
D. Jual Beli Online Sistem Dropship.
1. Sekilas tentang dropship.
Sistem dropship adalah suatu teknik dimana dropshiper tidak menyimpan
stok barang tetapi mentransfer pemesanan dan detail pengiriman ke pabrik atau ke distributor. Meskipun pengiriman barang dilakukan oleh pabrik atau distributor, pengirim tetap atas nama dropshiper. Dropshiper mendapat laba dari perbedaan harga pabrik dengan harga eceran.58 Jadi disni dropsiper bisa dibilang tidak bermodal hanya bermodal katalog atau website gratis maupun media sosial.
Dropshipping merupakan penjualan produk yang memungkinkan
dropshipper menjual barang ke pelanggan dengan bermodalkan foto dari
56
Ibid.
57
Wahbah al-zuhayli>, al-Fiqh al-Islami> wa Adillatuh, Vol. 4 (Damaskus: Da>r al-Fikr, 2010), 748
58
38
supplier/ toko tanpa harus menyetok barang dan menjual ke pelanggan dengan harga yang ditentukan dropshipper.59
Setelah pelanggan mentransfer uang ke rekening dropshipper,
dropshipper membayar kepada supplier sesuai dengan harga beli dropshipper
yang ditambah dengan biaya ongkos kirim ke pelanggan serta memberikan
data-data pelanggan kepada suppplier. Barang yang dipesan akan dikirim oleh
supplier ke pelanggan atau pembeli. Namun, yang menarik, nama pengirim
yang tercantum tetaplah nama si dropshipper.60
Hal menarik dari tren dropshipping ini adalah ketidaktahuan calon
pembeli bahwa ia sedang bertransaksi online dengan pengecer (dropshipper) yang sebenarnya tidak memegang produk secara fisik. Transaksi semacam ini
hanya mungkin terjadi di dunia maya. Seorang dropshipper alias pelaku bisnis
dropshipping hanyalah menyebarluaskan informasi produk kepada
sebanyak-banyaknya orang. Ketika dropshipper mendapat pembeli, ia akan meneruskan
pesanan kepada supplier. Dropshipper hanya menawarkan produk kepada
pembeli, tanpa perlu menyetok prooduk sama sekali.
Model kerjasama dropshipping mempunyai dua ketentuan yaitu: pertama,
toko/ supplier sebagai pemasok barang produksi dan sebagai pengirim barang.
Kedua, dropshipper sebagai penjual yang bertatap muka pada pelanggan
dengan harga dropshipper sendiri atau harga kesepakatan dropshipper dan
supplier.61
59
Ibid., 2
60
Ibid.,
61
39
Sistem jual beli online yang satu inilah yang sekarang sedang marak
terjadi. Banyak penjual dadakan dari berbagai kalangan yang menginginkan pemasukan tambahan tanpa perlu modal yang besar dan tanpa repot memikirkan produksi, pengiriman barang dan lain sebagainya.
2. Perbedaan dropshipping dan reseller.
Reseller sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dropshipping akan tetapi terdapat perbedaan sedikit sekali, sehingga kelihatannya pengertian keduanya
banyak yang mengartikannya sama. Reseller adalah menjual kembali sebuah
barang dari supplier tanpa adanya stok barang dengan komisi yang telah
ditentukan sendiri/ dari supplier, akan tetapi sebagai syarat menjadi reseller
diharuskan untuk membeli produk supplier terlebih dahulu.62 Dengan sistem ini biasanya penjual mendapatkan url web milik penjual yang diberikan
supplier. Berikut ini perbedaan antara dropshipping dan reseller:
Dropshipping Reseller
Tanpa adanya pembelian produk sebelumnya.
Membeli produk terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan yang ada.
Promosi dengan bermodalkan daftar produk.
Promosi bisa dengan daftar produk dan dengan contoh produk yang sudah dibeli.
Biasanya tidak mendapat media promosi berupa banner atau
sejenisnya (tergantung supplier
yang diikuti).
Mendapatkan media promosi berupa banner atau sejenisnya dengan gratis dan ada kalanya berupa website (tergantung
supplier yang diikuti).
Pengiriman barang diatur oleh pihak supplier.
Pengiriman barang dilakukan oleh pihak
reseller sendiri dan juga dari pihak supplier
(tergantung lokasi pembeli).
62
40
Tidak diberikan web replika.
Diberikan web replika sebagai website pribadi namun pengelolaan dari pihak
supplier.
E. Tinjauan Tokoh Agama Terhadap Sistem Dropshipping
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan manhaj, aliran atau kecenderungan tertentu terhadap beberapa aliran Islam yang ada. Penulis di sini tidak akan menguraikan pendapat tokoh aliran/ manhaj tertentu, penulis hanya menguraikannya dari beberapa tokoh masyarakat yang banyak diyakini oleh segolongan orang Islam di Indonesia sebagai sosok yang bisa dipercaya
ucapannya, penulis sendiri tidak menemukan fatwa MUI mengenai dropship ini,
itulah sebabnya mengapa penulis hanya menyertakan beberapa pendapat tokoh agama saja.
Para tokoh itu sendiri memilki tanggapan yang berbeda mengenai hukum
droopship ini. Beberpa tokoh membolehkannya dengan syarat, ada juga yang menganggapnya haram.
1. Dropship dianggap tidak sah
Satu-satunya pendapat yang penulis temukan pendapatnya soal htidak
sahnya dropship ini ialah dari Dr. Erwandi Tamizi, MA. Erwandi Trmizi
41
Bogor, beliau juga merupakan penulis tetap kolom Fiqih Kontemporer dalam
majalah Manhajuna-Riyadh dan majalah Pengusaha Muslim.63
Erwandi membagi jual beli online kepda empat kelompok. Kelompok
yang pertama yakni apabila pemilik situs telah memiliki barang yang telah ditampilkan. Kedua, pemilik situs merupakan agen dari pemilik barang. Ketiga, pemilik situs belum memiliki barang yang ditampilkan dan juga bukan
sebagai agen. Terakhir, supply kontrak (pre order).64 Dari keempat kelompok
di atas, apabila dilihat dari pengertian dropship, maka kelompok yang sesuai
adalah yang ke tiga (pemilik situs belum memiliki barang yang ditampilkan dan juga bukan sebagai agen).
Dalam bukunya ia menjelaskan proses jual beli yang terjadi pada kelompok ketiga sebagai berikut:
Biasanya proses ini berlangsung sebagai berikut: pada saat pembeli telah mengirim aplikasi permhonan barang ia hanya menghubungi pemilik barang yang sesungguhnya tanpa melakukan akad jual beli, hanyasebtas konfirmasi keberadaan barang, setelah ia yakin keberadaan barang lalu ia meminta pembeli untuk mentransfer uang ke rekeningnya. Setelah uang ia terima barulah ia melakukan akad jual beli dengan pemilik sebenarnya, untuk dikirim ke dirinya, maupun secara langsung ke pembeli atas nama tokonya.65 Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud Erwandi dalam jual beli online kelompok ketiga ini ialah jual beli online sistem dropship.
Menurutnya, akad jual beli seperti ini adalah tidak sah, karena ia
menjual barang yang bukan miliknya. Akad ini mengandung unsur gharar,
disebabkan pada saat akad berlangsung, penjual belum dapat memastikan
63
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2015), 604
64
Ibid., 234
65
Gambar
![Gambar oleh: https://www.maxmanroe.com/bisnis-dropship-peluang-bisnis-online-tanpa-modal-produk-sendiri.html](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/614890.554672/15.595.116.508.254.609/gambar-maxmanroe-bisnis-dropship-peluang-bisnis-online-sendiri.webp)
![gambar yang belum menjadi miliknya karena masih ada ditangan suppliernya.](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/614890.554672/17.595.98.515.269.553/gambar-menjadi-miliknya-ditangan-suppliernya.webp)
![Tabel urutan periwayat 1](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/614890.554672/66.595.114.515.112.585/tabel-urutan-periwayat.webp)
![Tabel urutan periwayat 4](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/614890.554672/67.595.111.513.113.558/tabel-urutan-periwayat.webp)
Dokumen terkait
Bab ini berisi strategi Dinas Kesehatan Kota Makassar untuk mencapai Visi ”Makassar Sehat Menuju Kota Dunia”, dengan menitikberatkan Program Pembangunan Kesehatan pada
Bahkan penyelesaian sengketa pilkada di MK adalah urgen sebab MK merupakan lembaga yang dibentuk untuk memberikan perlindungan konstitusional terhadap warga
Adapun rekomendasi yang penulis ajukan: (1) Para dosen maupun para pemegang jabatan di Universitas Bengkulu, hendaknya dapat mengupayakan dan memberi teladan kepada para
45 Data yang terkumpul pada setiap kegiatan adalah hasil observasi setiap Siklus dan akan dianalisa secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kenyataan atau
Desain inverter satu fasa ini penulis lakukan untuk memenuhi tugas akhir dan penelitian gelombang output sinusoidal yang dihasilkan dari inverter tersebut. Analisa gelombang sinus
Berdasarkan hasil pengabdian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Rata-rata siswa di SMA Negeri 1 Sungai Liat belum
Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya daerah bebas bakteri(zona bening) di sekitar kertas cakram (Gambar 1).Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat
• Jenis kapal tipe LASH memiliki harga yang lebih mahal dari pada kapal petikemas yang seukuran Selain kapal tipe LASH dengan menggunakan Gantry Crane , ada kapal tipe LASH