• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urgensi majlis dhikir dalam penyadaran beragama bagi pemuda: studi tentang Copler Community di Gresik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Urgensi majlis dhikir dalam penyadaran beragama bagi pemuda: studi tentang Copler Community di Gresik."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

URGENSI MAJLIS DHIKIR DALAM PENYADARAN BERAGAMA

BAGI PEMUDA

(Studi Tentang Copler Community di Gresik)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Filsafat Agama

Oleh: M U S T A Q I M

NIM: F01214002

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Mustaqim

NIM : F01214002

Program : Magister (S-2)

Institut : Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 29 Maret 2017 Saya yang menyatakan,

(3)

PERSETUJUAN

Tesis Mustaqim ini telah disetujui untuk diujikan pada tanggal, 29 Maret 2017

Oleh Pembimbing

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Mustaqim, ‚URGENSI MAJLIS DHIKIR DALAM PENYADARAN BERAGAMA BAGI PEMUDA Studi Tentang Copler Community Di Gresik‛, THESIS Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017.

Problematika yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang masalah sosial khususnya kenakalan remaja dan bagaimana penanganannya. Majlis dhikir menjadi salah satu solusi penanganan yang sifatnya urgen untuk membangkitkan kesadaran beragama para pemuda. Secara spesifik kajian ini akan membahas tentang apa motif tindakan pemuda pengikut Copler, dan bagaimana kesadaran beragama pengikut Copler terbentuk setelah mengikuti majlis dhikir.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif, fenomenologi digunakan sebagai pendekatan (approach) sedangkan pisau analisanya menggunakan prespektif teori tindakan Max Weber dan konstruksi realitas sosialnya Berger-Luckman. Subyek penelitian adalah pengikut Copler yang berada pada wilayah Gresik dengan teknik analisa data melalui reduksi data, display data, dan verifikasi. Digunakan In depth interview, observasi dan dokumentasi untuk menjelajahi data dengan triangulasi sebagai verifikasinya.

Hasil penelitian mengungkap bahwa motiv tindakan pengikut Copler terdiri dari; tahap fenomenologis; Rasionalitas instrumental & nilai (bertaubah, taqorrub, mencari pahala), Rasionalitas tradisional & afektif (ajakan teman atau tanpa tujuan). Tahap transcendental; Rasionalitas instrumental & rasionalitas nilai (khidmah, taqorrub ila al Allah). Ditemukan pemahaman bahwa komandan Copler adalah putra kiyai Asrari ra, dan kepercayaan bahwasanya komandan adalah manusia pilihan yang mempunyai kualitas adialamiah, maka Struktur otoritas komunitas ini berkisar pada dua kategori; yaitu Otoritas Tradisional dan Otoritas Karismatik.

Konstruksi kesadaran beragama pengikut Copler terbentuk melalui tiga momen eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi yang berjalan simultan, polanya spiral dengan dimensi yang semakin meluas. Adanya perubahan pengikut Copler Community setelah mengikuti majlis dhikir. Pada wilayah personal, timbul kesadaran sebagai pribadi beragama, berbuah perilaku baik pada diri sendiri. Pada wilayah komunal, timbul kesadaran pertemanan yang didasari mencari ridho Allah. buahnya berperilaku baik pada lingkungan social. Dan pada wilayah transenden muncul kesadaran diri sebagai kha>dim (pelayan) Allah, Rasulullah, Guru, dan sesama manusia. buahnya berperilaku sebagai mukmin yang hakiki.

Bagi pemerhati masalah sosial, perlu memadukan antara praktis dan teoritis, ketika pemahaman dan pengalaman bersatu, maka semakin kuat dan kokoh efek yang ditimbulkan. Majlis dhikir bisa dijadikan sebagai salah satu media penanganan problem sosial.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Luar ... ... i

Halaman Sampul Dalam ... ii

Pernyataan Keaslian ... ii

Halaman Persetujuan ... iv

Halaman Pengesahan ... v

Transliterasi ... vi

Motto ... vii

Abstrak ... viii

Persembahan ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Penjelasan Istilah ... 10

G. Penelitian Terdahulu ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

1. Jenis Penelitian ... 15

2. Pendekatan ... 16

3. Lokasi Penelitian ... 19

4. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 19

5. Subyek dan Informan ... 20

6. Instrumen Penelitian ... 21

7. Teknik Analisis Data ... 21

(8)

9. Prosedur Penelitian ... 23

I. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II: MAJLIS DHIKIR DAN KESADARAN BERAGAMA A. . Arti dan Makna Majlis Dhikir ... 25

1. Pengertian Majlis al Dhikr ... 25

2. Landasan dan Tuntunan Majlis al Dhikr ... 26

3. Macam-macam Bentuk Dhikir ... 29

4. Manfaat Dhikir ... 32

5. Keutamaan Dhikir Jama>’iy ... 34

B. Kesadaran Beragama ... 36

1. Manusia dan Kesadaran... 36

2. Perbandingan Antara Psikologi Islam dan Psikologi Barat ... 38

3. Pengertian Kesadaran Beragama ... 41

4. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama ... 42

5. Dhikr Sebagai Metode Efektif Menumbuhkan Kesadaran ... 44

C. Teori Tindakan Max Weber dan Konstruksi Realitas Sosial Berger- T. Luckmann ... 47

1. Teori Tindakan Max Weber ... 47

a. Paradigma dan Akar Teori Tindakan Weber ... 47

b. Macam-Macam Tindakan Weber ... 48

2. Teori Konstruksi Realitas Sosial Berger-Luckmann ... 55

a. Paradigma dan Akar Teori Konstruksi Berger-Luckmann ... 55

(9)

BAB III: KOMUNITAS COPLER SEBAGAI WADAH KONSTRUKSI REALITAS KESADARAN BERAGAMA

A. Deskripsi Singkat Komunitas Copler ... 61

1. Sejarah Copler Community ... 61

2. Hubungan Copler Community dengan Al Khidmah ... 63

3. Pemuda dalam Jejaring Copler Community ... 65

4. Formula Majlis Dhikir Copler Community ... 67

B. Motif Tindakan Pemuda Pengikut Copler Community... 69

C. Bentuk Kesadaran Pemuda Pengikut Copler Community ... 71

1. Relasi Anggota dan Komandan Copler ... 71

2. Pemaknaan Beragama Pengikut Copler Community ... 73

3. Ekspresi Beragama Pengikut Copler Community ... 75

BAB IV: MOTIF TINDAKAN DAN REALITAS KESADARAN BERAGAMA PEMUDA PENGIKUT MAJLIS DHIKR COPLER COMMUNITY A. Motif Tindakan Copler dalam Paradigma Difinisi Sosial ... 77

1. Macam-Macam Tindakan Pengikut Copler Community ... 78

2. Struktur Otoritas Copler Community ... 80

B. Realitas Kesadaran Beragama Pengikut Copler dalam Paradigma Konstruksionisme ... 82

1. Eksternalisasi Sebagai Momen Adaptasi ... 83

2. Objektivasi Sebagai Momen Interaksi ... 85

3. Internalisasi Sebagai Momen Identifikasi ... 87

(10)

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan... 96 B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam kehidupan modern yang serba kompleks, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi begitu canggih dan mengelaborasi ke hampir seluruh kawasan dunia. Manusia harus bergelut dengan problem kehidupan yang serba materiil-profan (keduniaan). Hubungan antara manusia juga cenderung ‚impersonal‛, tidak akrab lagi antara satu dengan yang lain. Hegemoni modernitas telah berhasil mencerabut karakter dasar manusiawi (fithrah). Persaudaran -ukhuwah menjadi tidak penting dalam kehidupan sehari-hari, religiusitas terabaikan, Orientasi manusia terfokus hanya pada soal materi, nilai-nilai spiritual ditinggalkan. Dengan kata lain manusia modern telah kehilangan makna ontologisnya.

Manusia Modern -menurut Auguste Comte dalam Tamami HAG, adalah mereka yang sudah sampai pada tahap pemikiran positifistik. Pada tahapan ini, manusia terlepas dari pemikiran religious dan filsafat yang masih global. Mereka telah sampai pada pengetahuan secara terperinci mengenai sebab-sebab segala sesuatu yang terjadi di alam ini. Karena keyakinan terhadap aliran materialisme, manusia modern memandang manusia sebagai mesin yang tersusun dari berbagai komponen secara mekanik. Mereka tidak lagi mempercayai adanya spiritualitas karena hal tersebut tidak pernah ada secara materi. Karena itu manusia modern mengalami krisis spiritualitas1.

Kaitannya dengan kesadaran beragama, barangkali dampak modernisasi

(12)

2

dan globalisasi dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Parsudi Suparlan sebagaimana dikutip Jalaludin menyatakan bahwa suatu kebudayaan terdiri dari pranata-pranata primer dan pranata skunder. Sebagai pranata primer tradisi keagamaan sulit untuk menerima perubahan, berbeda dengan pranata skunder. Dengan demikian kelestarian dan pemeliharaan keagamaan banyak tergantung dari penganut agama itu sendiri. Menurut pendekatan psikologi, keterikatan pada tradisi keagamaan lebih tinggi pada orang-orang yang berusia lanjut ketimbang generasi muda (fase remaja) 2.

Remaja adalah fase di mana keadaan jiwa berada dalam masa transisi dari kanak-kanak menuju kedewasaan, kesadaran beragama pada masa remaja berada pada masa peralihan. Selain itu, emosi kaum remaja semakin berkembang, motivasinya bersifat otonom tidak lagi dikendalikan oleh dorongan biologis semata, aspek psikologis dan sosio-kultural juga ikut mempengaruhi motivasinya. Sementara itu kehidupan beragama pada masa remaja mudah goyah dan mulai timbul keraguan dalam keimanan, kebimbangan dan konflik batin. Tapi di sisi lain, penghayatan beragama pada masa remaja semakin mendalam, hal ini terlihat dalam hubungannya dengan Tuhan sudah ada kesadaran dalam dirinya3. Oleh karena itu menumbuhkan kesadaran beragama pada masa remaja merupakan suatu kebutuhan dan menjadi tanggung jawab kita sesama muslim sebagai bentuk amr ma’ru@f nahi munkar4.

2 Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 235.

3Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, Kepribadian Muslim Pancasila, cet. V, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), 43.

4 Dalam surat al Taubah: 71 dijelaskan merupakan suatu anjuran dan dorongan bagi

(13)

3

Dari paparan di atas muncul problem bagaimana cara menangani anak-anak muda yang masih labil?. Berbagai pembangunan dan perbaikan dewasa ini belum memberikan hasil yang signifikan. Termasuk dalam perbaikan sistem pendidikan, hingga saat ini -menurut Herlini Amran seorang anggota DPR komisi X belum dinilai berhasil membentuk bangsa yang bermartabat dan berwibawa. Menurutnya kasus kekerasan seksual terhadap anak usia sekolah dan maraknya kenakalan remaja menjadi indikator kegagalan pendidikan karakter tersebut5. Senada dengan penilaian Herlini Amran, kyai Asrari dalam salah satu ceramahnya menyatakan bahwa pokok permasalahan krisis moral spiritual karena kita telah mengabaikan bangunan keruhanian. Kita lebih menekankan pembangunan materiil tapi kurang memperhatikan bangunan spiritual. Ruhani adalah pilar penyangga, sedang material hanyalah ornamen pelengkap. Jika pilar penyangganya rapuh maka betapapun indahnya hiasan yang ditempelkan akan rapuh dan mudah rusak.6 Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Bukha>ry Muslim berikut ini :

ُدَسَْْا َدَسَف ْتَدَسَف اَذِإَو ُهلُك ُدَسَْْا َحُلَص ْتَحُلَص اَذِإ ٌةَغْضُم ِدَسَْْا ِِْ نِإَو َاَأ

... ُبْلَقْلا َيَِو َاآ ُهلُك

‚Dan sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, katsi>r menjelaskan bentuk bentuk amr ma’ru@>f nahi munkar tidak hanya meliputi hubungan vertikal melainkan hubungan horizontal juga termasuk dalam cakupan ayat

ini. Ini terlihat ketika beliau menafsiri ‚ wa yu>qi>mu>na al s{ala>t‛ dengan tafsiran keta’atan kepada Allah, sedang pada ayat ‚wa yu’tuna> al zaka>t‛ dengan tafsiran berbuat baik

kepada sesame mahluk. lihat Ismail bin Umar bin al Katsi>r, Tafsi>r al Kita>b al ‘Az{i>m, (Riyad}: dar al T{oybah, 1999), 174.

5 Ruslan Burhani, Anggota DPR Nilai Pendidikan Karakter Belum Berhasil, dalam Http://m.antaranews.com/berita/. (26 oktober 2016). 22:42.

(14)

4

apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasad/tubuhnya, dan apabila segumpal daging itu rusak (buruk) maka buruk pula seluruh jasad/tubuhnya, ketahuilah bahwa segumpal dagingitu adalah hati.‛7

Hati adalah pengendali hidup manusia, tiang penyangga baik-buruknya perilaku manusia. Suatu keniscayaan untuk mengelola hati sehingga menjadi hati yang suci dan bersih bila hendak memperbaiki kualitas moral dan kepribadian manusia, khususnya kepribadian umat Islam.

Robert Freger dalam bukunya Heart, Self, & Soul: The Sufi Psychology of Growth menyatakan, hati yang hidup akan menumbuhkan sikap yang lebih bijaksana, penuh kasih sayang, dan lebih pengertian. Freger mengkritik kecendrungan pendidikan Barat yang terlalu menekankan peran akal dan mengabaikan peran Hati. Pendidikan dasar –membaca, menulis dan aritmatika- seluruhnya melibatkan peran akal sedangkan subyek-subyek yang bisa menghidupkan hati, seperti; music, kesenian, keahlian sosial dan agama di nomorduakan. Kenyataan ini menjelaskan stereotip para sarjana berpendidikan tinggi, yakni pintar tapi tidak terlalu cerdas8.

Untuk melatih hati agar tetap dekat dengan Allah maka hati harus dilatih dan dihalang-halangi dari kebiasaannya, yaitu dengan khalwat (menyepi) dan ‘uzlah (menyendiri) agar jauh dari mendengar dan melihat semua yang dikenal dan disayangi. Kemudian dilatih untuk membiasakan memuji Allah dengan berdhikir dan berdoa. Kebanyakan para sufi melakukan Praktik dhikir harian, mingguan dan caranyapun berbeda-beda ada yang dengan duduk ada pula yang

7Taqiyuddin Ibn Daqi>q al ‘I>d, Ihka>m al Ahka>m syrh ‘Umdah al Ahka>m, (Beirut: Da>r al Jail, 1995), 661.

(15)

5

melakukan dhikir dengan berdiri9. Dhikir tersebut merupakan upaya untuk membuat manusia menyadari karakter dasar manusiawinya (fithrah).

Al Syaikh Achmad Asrari dalam al Muntakhobatnya memberikan kedudukan istimewa kepada ahli dhikir, menurutnya mata hati ahli dhikir akan selalu terbuka, ahli dhikir akan selalu memperbaiki segala kesalahan dan selalu berpegang teguh dan ikhlas kepada Allah, dengan mengutip pernyataan al Hakim al Tirmizi beliau membedakan antara ahli la> illa>ha illa al alla>h dan ahli qouli la> illa>ha illa al alla>h, ahli la> illa>ha illa al alla>h adalah orang yang bisa menjaga makna la> illa>ha illa al alla>h dengan kesungguhan sehingga makna la> illa>ha illa al alla>h memenuhi seluruh jiwa dan akan berpengaruh pada perilaku, gerak dan diamnya. Pendek kata ahli la> illa>ha illa al alla>h adalah orang yang mampu bersimpuh ketika menghadapi perbuatan dan perintah Allah seperti sikap seorang hamba sahaya kepada majikannya10.

Kebangkitan spiritual (spriritual revival) mulai terjadi sejak akhir abad XX di berbagai kawasan. Munculnya gerakan spiritualitas ini merupakan bentuk reaksi terhadap modernitas yang terlalu mengedepankan hal-hal yang bersifat meteriil-profan (keduniawian) sehingga manusia mengalami dahaga spiritual. Kebangkitan spiritual ini terjadi dimana-mana, baik di dunia barat maupun dunia Islam11. Di Barat, kecenderungan terhadap spiritualitas ditandai dengan maraknya gerakan fundamentalisme agama dan keruhanian, sebut saja seperti

9 Ibid, 56.

10Achmad Asra>ri al Isha>qy, Al Muntakhaba>T Fi> al Ra>bit}ah al Qalbiyah Wa al S}ilah al Ru>hiyah, Vol, V (Surabaya: al Wava, 2015), 13-17.

(16)

6

Mormons, Saintis Kristen (Christian Saintists), persaksian Jehovah (Jehovah’s Witnesses), dan Seventh Day Adventists yang berkembang di Eropa modern dan Amerika Utara. Sedangkan di dunia Islam, kebangkitan spiritualitas ditandai dengan berbagai artikulasi keagamaan, seperti fundamentalisme Islam, di samping juga bentuk artikulasi keagamaan esoterik, seperti gerakan sufisme dan tarekat. Gerakan sekte-sekte ini dalam sosiologi dikenal dengan sebutan gerakan keagamaan baru (New Religious Movement. NRM) 12.

Di Gresik terdapat komunitas dengan nama Copler Community – selanjutnya disebut CC, sebuah komunitas yang didominasi oleh anak anak muda dengan background yang bermacam-macam. CC berusaha mengajak dan menarik kaum Muda untuk ikut dan berperan serta dalam kegiatan spiritual-Religius yang diagendakan oleh komunitas ini.

Gus Nurul Yaqin –selanjutnya disebut gus Nico adalah penggagas sekaligus pendiri komunitas ini. Sebagai putra dari kyai Achmad Asrari13 gus Nico ingin melengkapi gerakan al Khidmah dengan memfokuskan wilayah dakwahnya pada anak-anak muda atau anak jalanan yang notabenenya kurang sadar terhadap pentingnya beragama. Meminjam istilah tipologi clifford geertz dalam bukunya the religion of java, tipe golongan ini bisa dimasukkan dalam kaum abangan. Metode dakwa gus Nico mirip-mirip dengan yang pernah dilakukan oleh kyai Asrori –ayahnya, walaupun begitu tetap ada nilai signifikansinya melihat pada masa sekarang anak binaan kyai Asrari yang

12 Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Islam, Terj: Imam Khoiri (Yogyakarta: LKiS Group, 2012), 297.

(17)

7

rata sudah beranjak ke usia tua sehingga tidak mungkin lagi bisa bergaul dengan komunitas anak-anak muda. Disinilah peran Copler Community sebagai subbagian gerakan al Khidmah.

Agenda kegiatan yang digagas oleh CC secara kuantitas ada tiga tipologi; skala kecil, sedang dan besar. Ketiga kegiatan tersebut mereka terapkan secara periodik dan terus menerus, juga terkadang disisipi dengan kegiatan yang menjadi kesenangan kaum muda, seperti nongkrong bareng. Ngeband, dan sebagaianya. Hal ini mereka tempuh untuk menjaga agar anggota CC yang baru tidak merasa bosan dan jenuh.

Dengan pola dakwahnya yang khas, komunitas ini berhasil memberikan warna Religius dikalangan kaum muda. Kaum muda yang awalnya hanya mengisi hidupnya dengan berfoya-foya, nongkrong, minum-minuman keras bahkan terkadang membuat resah masyarakat lambat laun terwarnai dengan perilaku agamis, sebagaimana pengamatan penulis, di antara mereka mulai mengenal dengan kewajiban sholat, puasa, mereka mulai mau mendatangi majlis ta’lim, majlis dhikir dan kegiatan-kegiatan yang bernuansa Religius lainnya.

(18)

8

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tindak lanjut penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Potensi penyakit mental pada kalangan Pemuda akibat dari hegemoni modernitas.

2. Pengaruh dhikir dengan kesadaran beragama.

3. Bagaimana strategi Copler Community dalam menarik minat anak-anak muda untuk mengikuti majlis dhikir.

4. Apa motif tindakan para pemuda mengikuti Copler Community. 5. Adakah keterkaitan intensitas dhikir dengan kesadaran beragama. 6. Proses kesadaran beragama pengikut Copler Community di Gresik. 7. Posisi Copler Community hubungannya dengan al Khidmah.

Mengingat banyaknya masalah yang masuk dalam cakupan tema tentang dhikir dan kesadaran beragama, maka dalam penilitian ini hanya dibatasi pada masalah:

1. Motif tindakan para pengikut majlis dhikir Copler Community. 2. Proses kesadaran beragama pengikut Copler Community di Gresik C. Rumusan Masalah.

1. Apa motif tindakan anak-anak muda mengikuti majlis dhikir Copler Community?.

(19)

9

D. Tujuan Penelitian \

Dalam suatu penelitian tentu mempunyai maksud dan tujuan yang mendasarinya, adapun tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui motif yang mendorong anak-anak muda mengikuti majlis dhikir Copler Community.

2. Untuk mengetahui proses kesadaran beragama pengikut Copler Community setelah mengikuti dhikir

E. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan akademik terkait dengan seluk beluk dzikir.

b. Mengetahui peranan Majlis Dzikir dalam menumbuhkan kesadaran beragama.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat diterapkan bagi para pendidik, mubaligh, pengurus pesantren, tokoh dan aktivis masyarakat dalam kegiatan pembinaan dan pendidikan karakter untuk mencetak generasi-generasi yang berkepribadian mulia dan punya kesadaran diri. b. Menjadi solusi penanganan terhadap kenakalan remaja yang

(20)

10

F. Penjelasan Istilah 1. Urgensi

Pengertian Urgensi jika dilihat dari bahasa latin ‚urgere‛ adalah kata kerja yang mempunyai arti mendorong. Sedang dalam bahasa inggrisnya berasal dari kata ‚urgent‛ yang

berarti kata sifat. Menurut kamus bahasa Indonesia, Urgensi adalah hal yang sangat penting atau suatu keharusan yang mendesak. Dengan demikian kata ini mengandaikan ada suatu masalah yang harus segera ditindak lanjuti14.

2. Majlis Dhikir.

Majlis dhikir terdiri dari dua kata, yaitu majlis dan dhikir. Kata majlis merupakan bentuk isim makan yang mengandung arti ‚tempat

duduk, tempat sidang, dewan‛15. Dalam Kamus Bahasa Indonesia

pengertian majelis adalah ‚pertemuan atau perkumpulan orang banyak

atau bangunan tempat orang berkumpul.‛16. Sedangkan kata dhikir

Secara etimologis, berasal dari bahasa Arab, dzakara, yadzkuru, dzukr/dzikr, yang berarti; menyebut, mengerti, mengingat, mengagungkan atau menyucikan17.

Dhikir adalah syiar terbaik dalam Islam, senjata yang paling ampuh untuk mengalahkan musuh pembersih hati, inti ilmu agama,

14 Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, KBBI, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),1789. 15 A.W. Munawwir, Kamus al Munawwir, (Surabaya: Pustaka PROGRESSIF, 2002), 202.

(21)

11

pelindung dari sifat munafik. Dhikir merupakan amalan yang paling utama untuk mendapatkan ke-rid{a>-an Allah, dan perbuatan yang paling layak untuk memperoleh pahala, ibadah yang paling mulia, dan kunci semua keberhasilan.

3. Penyadaran

Penyadaran terdiri dari kata dasar ‚sadar‛ yang berarti insaf,

tahu, merasa dan mengerti. Kata ini mendapatkan awalan ‚pe‛ dan

akhiran ‚an‛ yang mempunyai makna ‚yang menyebabkan menjadi‛.18

Penyadaran berarti usaha untuk menjadikan seseorang insaf atau mengerti. Arti penyadaran yang dimaksud adalah usaha untuk menginsafkan atau memberi pengertian terhadap pentingnya beragama. 4. Beragama

Dalam bahasa Indonesia agama berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tidak kacau, diambil dari suku kata ''a'' berarti tidak dan ''gama'' berarti kacau. Jadi kata ‚agama‛ berarti peraturan yang mengatur manusia agar tidak kacau. Menurut maknanya, kata agama dapat disamakan dengan kata religion (Inggris), reliegie (Belanda), atau berasal dari bahasa latin religio yaitu akar kata religare yang berarti mengikat. Dan dalam bahasa arab dikenal dengan kata ''Dien''.19 Sedangkan awalan ‚ber‛ mempunyai pengertian ‚bertindak

sebagai‛. Beragama berarti bertindak sesuai dengan peraturan

18 Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, KBBI, 1337.

(22)

12

peraturan (shari>’ah) agama yang diyakini, baik dengan menjalankan perintah maupun menjauhi larangan agama.

5. Pemuda

Pemuda adalah laki-laki yang masih muda. Pemuda merupakan sebutan lain dari taruna, remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagiannya masa remaja mencakup juvenelitas, pubertas, dan nubilitas. Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi berstatus anak-anak.20

Pengertian remaja juga disampaikan Zakiah Darajat, menurutnya remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria21. Jadi kata ‚Pemuda‛ dalam penelitian ini adalah seseorang yang mempunyai jiwa

yang masih labil, belum punya pijakan yang kokoh. kata ‚Pemuda‛ di sini dimaksudkan pada pengertian anak-anak muda Gresik yang belum

20 Jalaludin, Psikologi Agama. cet 14. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2010.74.

(23)

13

menyadari pentingnya beragama dan menjadi pengikut Copler Community.

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan judul penelitian ini, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang relevan dengan penelitian ini. Oleh karena itu di bawah ini akan dikemukakan beberapa kajian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebagai berikut;

Pertama; penelitian yang dilakukan oleh M. Khamdan Kharis (2014), penelitian ini mengangkat judul ‚Pengaruh Dhikir Ikli>l Terhadap Kesadaran Diri

Masyarakat Nelayan Jama’ah Al-Khidmah‛. Fokus penelitian ini untuk

menggambarkan pelaksanaan dhikir, dan pengaruhnya terhadap kesadaran beragama pada mayarakat nelayan yang dilakukan secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Dhikir Iklil pada masyarakat nelayan Jama’ah Al-Khidmah Desa Morodemak Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dengan rata-rata 78.232 termasuk dalam kriteria ‚sedang‛ yaitu berada pada interval 72 – 78. 2) Kesadaran diri masyarakat nelayan Jama’ah Al-Khidmah Desa Morodemak Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dengan rata-rata 83.679

termasuk dalam kriteria ‚tinggi‛ yaitu berada pada interval 84 – 91. 3) Terdapat

(24)

14

pengaruh positif dan signifikan antara dhikir Ikli>l dengan kesadaran emosi diri nelayan Jama’ah Al-Khidmah Desa Morodemak Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.

Kedua; Penelitian yang dilakukan Millatina (2008), dengan tema ‚Dhikir Dan Pengendalian Stres‛. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif, Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana dhikir dan pengendalian stres Jama'ah Pengajian Ma'rifatullah Lembkota Semarang ditinjau dari Bimbingan Konseling Islam. Hasil penelitian menjelaskan metode dhikir yang diterapkan menggunakan metode dhikir khafi, yaitu; cara mengingat Allah dalam hati sambil menghayati keagungan-Nya. Selanjutnya dhikir dengan membaca al-Fatihah, an-Nas, al- Falaq, al-Insyirah dan al-Ikhlas, kemudian membaca hauqalah sebanyak 10 kali dan istighfar sebanyak 33 kali, serta mengenal sifat-sifat Allah yang tercantum dalam asmaul husna, selain itu jama'ahnya dianjurkan untuk mengimplementasikan dzikir melalui perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut penelitian ini, menyatakan bahwa metode dhikir ternyata mampu membantu jama'ah yang mengalami stres mengendalikan tekanan-tekanan yang dihadapinya.

(25)

15

pemuda Gresik terhadap pentingnya beragama ini perlu dilakukan.

Berbeda dengan fokus dua penelitian di atas, dalam penelitian ini, peneliti menjelaskan proses atau tahapan-tahapan munculnya kesadaran melalui majlis dhikir. Nilai-nilai idealitas dhikir diposisikan sebagai tolak ukur untuk melihat fenomena kesadaran para pengikut CC, lalu dari data-data yang dihasilkan melalui observasi maupun interview akan dilakukan analisis tentang proses atau tahapan munculnya kesadaran pengikut CC menggunakan teori tindakan Weber dan teori konstruksi realitas Berger sebagai pisau analisisnya. Satu hal lagi yang menjadikan penelitian ini genuine adalah objek penelitian, yaitu; komunitas Copler yang notabenenya adalah perkumpulan yang masih baru, sehingga masih belum banyak pemerhati terutama para akademisi yang meliriknya.

H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian.

Penelitian ini menggunakan Penelitian Kualitatif. Bogdan dan Taylor

dalam Moleong mendefinisikan metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati22. Dalam penelitian ini peneliti meneliti Subjek/informan yang ada hubungannya dengan Copler Comunity dan sekitarnya. Sedangkan dilihat dari sumber datanya penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)23.

22 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: remaja Rosdakarya, 2009), 4. Lihat juga Anselm Strauss & Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 4.

(26)

16

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Teori fenomenologi (phenomenological Sociology) menurut Ritzer memfokuskan pada persoalan pokok dalam ilmu sosial, yakni bagaimana kehidupan masyarakat itu dapat terbentuk24. Teori ini merupakan kelanjutan dari filsafat fenomenologi. Teori ini menggunakan Paradigma definisi sosial.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan fenomenologi Edmund Husserl. Husserl membagi tiga tipe yang dapat dijadikan obyek kajian melalui pendekatan fenomenologi, yaitu, fakta, esensi, dan makna25. Fakta adalah obyek yang tampak nyata atau real dalam horizon ruang dan waktu, seperti pengalaman, peristiwa, keadaan, individu, dan lain sebagainya. Esensi adalah obyek-obyek yang dikandung oleh obyek real yang tidak terkait langsung dalam ruang dan waktu, seperti substansi, kualitas, relasi, kemungkinan, keniscayaan, dan lain seterusnya. Sedangkan, makna ialah muatan ideal dari sebuah pengalaman intensional (keterhubungan subyek dan obyek)26.

Oleh karena itu, fenomenologi dipakai oleh Husserl sebagai dasar filsafatnya sekaligus sebagai metode27. Sebagai filsafat, fenomenologi

24 George Ritzer, Sosiologi Ilmu, 59.

25Muhammad al Fayyadl, Teologi Negative Ibn Arabi, Kritik Metafisika Ketuhanan, (Yogyakarta: LKiS, 2012), 20.

(27)

17

dipakai Husserl untuk melihat hakikat segala sesuatu dengan jernih. Sebagai metode, fenomenologi dipakai Husserl untuk memilah dan memilih segala fenomen yang tampak, apakah fenomen itu asli atau palsu28.

Menurut Husserl, obyek fenomenologi harus dicapai dengan ‚epoche‛

atau ‚bracketing‛ (penundaan atau penangguhan). Penundaan (bracketing) disini bukan membuang pengalaman atau pengetahuan kita yang telah ada, akan tetapi kita hanya menyisihkan sementara sampai ditemukan essensi dari setiap fenomen (gejala)29. Setela itu untuk mencapai hakekat dalam fenomenologi Husserl adalah yang disebut dengan reduksi30 (penyaringan). Husserl mengemukakan tiga macam reduksi, yaitu: reduksi Fenomenologis, reduksi eidetis dan reduksi trancendental.

Pertama, Reduksi fenomenologis, Reduksi ini menyaring setiap keputusan naif terhadap obyek yang diamati. Keputusan naif yang perlu disaring adalah segala keputusan yang bersifat subyektif. Artinya, reduksi ini menekankan obyektifitas sebuah pengamatan. Selain itu yang perlu disaring adalah segala hasil penelitian, baik berupa teori, pengetahuan, hepotesis, konsep maupun yang lain yang pernah ada sebelumnya terhadap obyek yang sama yang sedang diamati secara fenomenologi. Dengan demikian, dalam reduksi fenomenologi, subyek harus benar-benar

28Sebagai contoh, apakah norma dalam masyarakat itu dibentuk oleh pikiran atau memang ada dalam kenyataan. Jika dibentuk oleh pikiran, misalnya, apakah norma itu murni untuk kepentingan bersama atau hanya kepentingan individu yang berlindung dibalik norma.

(28)

18

mengosongkan dirinya dari segala hipotesis, agar obyek dapat menampakkan diri apa adanya. .

Kedua, Reduksi eidetic, reduksi ini dilakukan setelah obyek menampakkan diri apa adanya. Perlu diketahui obyek yang menampakkan diri apa adanya belum tentu menampakkan intinya atau hakikatnya. Oleh karena itu harus dilakukan reduksi eidetis, yakni, menyaring semua yang bukan inti atau hakikat obyek, sehingga yang tersisa adalah inti atau hakikat (eidos) dari obyek itu sendiri. Dari sinilah fenomenologi menegaskan darinya adalah ilmu yang ingin melihat intisari dari segala sesuatu.

Ketiga, Reduksi trancendental, reduksi ini ingin menjernihkan subyek yang mengamati. Jika kedua reduksi sebelumnya yakni reduksi fenomenologis dan eidetis membersihkan obyek dari perasangka-perasangka awal, sehingga dicapai hakikatnya, maka pada reduksi kali ini, yang perlu dibersihkan adalah subyek yang mengamati. Artinya, subyek harus benar-benar terbuka dan murni, sehingga tidak ada kesempatan untuk meragukan apa yang diamatinya. Untuk itu, disini perlu penyaringan terhadap segala sesuatu yang tidak memiliki hubungan timbal balik antara subyek dan obyek. Pada akhirnya, dalam reduksi transcendental ini, pemisahan atau pembedaan subyek dan obyek menjadi terhapus, yang tersisa adalah meleburnya subyek dan obyek sebagai kesatuan murni31.

(29)

19

3. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini mengambil setting wilayahnya di Gresik. Alasan penentuan wilayah ini berdasarkan bahwa Gresik adalah basis pertama kali munculnya Copler Community, hal ini didasarkan deklarasi berdirinya Copler sebagai kamunitas majlis dhikir dilaksanakan di Gresik.

4. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data. Sumber data dalam penelitian ini adalah;

1) Profil Copler Community sebagai komunitas social keagamaan, jenis data ini peneliti gunakan untuk mengetahui gambaran umum keberadaan Copler Community. Untuk mendapatkannya peneliti menggunakan metode dokumentasi dan wawancara32 kepada H Abdus Salam selaku ketua Copler daerah Gresik atau yang mewakili.

2) Identitas pimpinan. Untuk mendapatkan data identitas pemimpin (Komandan) Copler Community peneliti melakukan wawancara dengan beberapa orang terdekat.

3) Kiprah sosial dan keagamaan Copler Community. Untuk mendapatkan data tentang kiprah social dan keagamaan CC peneliti melakukan observasi, wawancara baik dengan pengurus CC maupun informan seperti ketua al Khidmah Gresik, disamping itu peneliti menggunakan teknik dokumentasi33 dengan menelusuri dokumen yang mengabadikan kiprah sosial keagamaan CC.

32 Ibid, 186.

(30)

20

4) Respon para pemuda terhadap gerakan Copler Community, untuk mengetahui bagaimana respon pemuda Gresik terhadap CC, peneliti wawancara dengan M. Ratib, Mahbub, dan Syafii (Pion) disamping observasi secara langsung34.

5) Pengalaman keagamaan pemuda pengikut Copler Community. Data ini sengaja peneliti masukkan untuk melihat seberapa besar kesadaran beragama yang dihasilkan oleh majlis dhikir CC. untuk itu peneliti menggunakan teknik depth interview (wawancara mendalam) dengan pengikut CC yang telah mengalami pengalaman-pengalaman keagamaan.

5. Subjek dan Informan.

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan informan atau pemilihan Subjek penelitian/sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya informan yang dipilih dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti35. Dalam penelitian ini Peneliti mempunyai beberapa kriteria sebagai implementasi teknik purposive sampling. Sehingga Subjek atau informan yang dipilih nanti benar-benar sesuai.

Adapun kriterianya adalah sebagai berikut: a. Para pengurus Copler Comunity.

34 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian, 174.

(31)

21

b. Para pengikut Copler yang backgroundnya bukan pengamal keagamaan (termasuk tipe abangan) dan masa keanggotaannya berkisar antara tujuh bulan sampai satu tahun.

c. Para pengurus al Khidmah Kabupaten Gresik baik yang masih aktif maupun yang non aktif.

6. Instrument Penelitian.

Dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan alat pengumpulan data utama. Selain peneliti juga melibatkan orang lain untuk mengecek keabsahan data yang telah didapat. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang menekankan pada hasil pengamatan peneliti. Sehingga peran manusia sebagai instrument peneliti menjadi suatu keharusan. Bahkan dalam penelitian kualitatif, posisi peneliti menjadi instrument kunci (the key Instrumen)36

7. Teknik Analisis Data.

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti akan melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel37. Aktivitas dalam analisis data yaitu;

Pertama; Reduksi Data, mereduksi data berarti merangkum, memilih

(32)

22

hal-hal yang pokok memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mecarinya bila diperlukan.

Kedua; Penyajian Data, Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah display data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori dan sejenisnya.

Ketiga; Verifikasi, Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada berikutnya38.

8. Teknik Verifikasi Keabsahan Data.

Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan teknik triangulasi, triangulasi adalah suatu pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam penelitian ini, digunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber. Triangulasi metode dimaksudkan mencocokkan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Triangulasi sumber dimaksudkan

(33)

23

mencocokkan data yang diperolah dari satu informan dengan lainnya39. 9. Prosedur Penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti membagi menjadi 3 tahap penelitian, yaitu; 1. Tahap Pra Lapangan.

a. Menyusun rancangan penelitian b. Memilih lapangan penelitian c. Mengurus surat izin penelitian

d. Menjajaki dan memanfaatkan informasi e. Menyiapkan perlengkapan penelitian f. Memperhatikan etika penelitian 2. Tahap Lapangan

a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri b. Memasuki lapangan

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data 3. Tahap Penyelesaian

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah kegiatan penulisan laporan penelitian yang dibuat sesuai dengan prosedur yang ditentukan. I. Sistematika Pembahasan

Dalam sebuah penelitian diperlukan sistematika pembahasan untuk mengetahui alur pembahasan, sehingga dapat diketahui logika penyusunan dan koherensi antara satu bagian dengan bagian yang lain. Adapun sistematika pembahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:

(34)

24

Bab I, yaitu bab yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II, yaitu bab yang berisikan landasan teori tentang pengertian majlis dhikr, dhikir dan manfaatnya. tentang kesadaran, metode memunculkan kesadaran, faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran. Dalam bab ini juga akan dikaji tentang teori tindakan Max Weber dan teori konstruksi realitas social P. L. Berger dan T. Luckmann.

Bab III, yaitu bab penyajian data objek penelitian meliputi; gambaran umum, sejarah dan jejaring pemuda dalam Copler Cummunity, serta hubungannya dengan al Khidmah. selain itu, penyajian data macam macam motif tindakan pengikut majlis dhikir Copler Cummunity, dan bentuk kesadaran pengikut Copler Community setelah mengikuti majlis dhikr.

(35)

25

BAB II

MAJLIS DHIKIR DAN KESADARAN BERAGAMA

A. Arti dan Makna Majlis Dhikir

1. Pengertian Majlisal Dhikr.

Majlis dhikir terdiri dari dua kata, yaiti majlis dan dhikir. Kata majlis

merupakan bentuk isim maka>n yang mengandung arti “tempat duduk,

tempat sidang, dewan”1. Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengertian majlis

adalah “pertemuan atau perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat

orang berkumpul.”2

.

Sedangkan kata dhikir Secara etimologis, berasal dari bahasa Arab,

dhakara, yadhkuru, dhukr/dhikr, yang berarti; menyebut, mengerti,

mengingat, mengagungkan atau menyucikan3. Dalam buku Dahsyatnya

Do’a dan Dhikir diungkapkan bahwa kata dhikir pada mulanya berarti

“mengucapkan dengan lidah atau menyebut sesuatu”. Makna ini kemudian

berkembang menjadi mengingat, karena mengingat sesuatu seringkali

mengantar lidah menyebutnya. Demikian juga menyebut dengan lidah dapat

mengantarkan hati untuk mengingat apa yang disebut sebut itu.4

Dhikir adalah menghadirkan hati untuk mengingat keagungan Allah

SWT. Dhikir adalah syiar terbaik dalam Islam, senjata yang paling ampuh

untuk mengalahkan musuh pembersih hati, inti ilmu agama, pelindung dari

sifat munafik. Dhikir merupakan amalan yang paling utama untuk

1

A.W. Munawwir, Kamus al Munawwir, 202. 2

Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, KBBI, 969. 3

A.W. Munawwir, Kamus al Munawwir, 448. 4

(36)

26

mendapatkan ke-rid{a>-an Allah, dan perbuatan yang paling layak untuk

memperoleh pahala, ibadah yang paling mulia, dan kunci semua

keberhasilan5.

Majlis dhikir adalah perkumpulan orang banyak untuk melakukan

dzikir bersama yang dalam bahasa Arab dikenal dengan Dhikr

al-Jama>’iy. Sebagaimana pendapat al-Khumais al-Dhikr al-Jama>’iy adalah

dhikir bersama yang biasa dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Seperti

dhikir bersama sesudah shalat wajib atau waktu dan kondisi lain yang mana

mereka berkumpul bersama-sama untuk melantunkan dhikir, do’a dan wirid

di bawah seorang komando maupun tanpa komando.6

2. Landasan dan Tuntunan Majlisal Dhikr.

Diantara dalil-dalil tentang dhikir berjama’ah adalah sebagai berikut :

a. Al Qur’an.

Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 191

ِقْلَخ ِِ َنوُرَكَفَ تَ يَو ْمِِِوُُج ىَلَعَو اًدوُعُ قَو اًماَيِق َهَللا َنوُرُكْذَي َنيِذَلا

ِراَلا َباَذَع اَِقَف َكَناَحْبُس ًًِطاَب اَذَ َتْقَلَخ اَم اََ بَر ِضْرَْْاَو ِتاَواَمَسلا

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran : 191)7

5

Muhammad Fethullah Gulen, Al Tila>L Al Zumuridiyyah Nahwa Al Qalb Wa Al Ru>H, terj: Fuad Saifuddin Noer dengan judul Tasawuf Untuk Kita Semua, (Jakarta: Republika penerbit, 2014), 234.

6

Muhammad ibn Abdurrahman al-Khumais, Dhikir Bersama Bid’ah atau Sunnah, judul asli: al-Dhikr al-Jama>’iy Bayna al-Ittiba>’ wa al-Ibtida>’, pent. Abu Harkaan (Solo: al-Tibyan, [t.th]), 28

7

(37)

27

Dalam ayat tersebut, Allah menyifati ulu>l alba>b adalah

orang-orang yang selalu berdhikir dalam keadaan apapun, berdiri, duduk

bahkan berbaring. ayat al-Qur’an tersebut menggunakan sig{at al

jama’, sehingga mengindikasikan adanya anjuran untuk berdhikir

kepada Allah secara berjama’ah. Selain itu terdapat ayat-ayat yang

merupakan anjuran dhikir secara berjama’ah, diantaranya adalah;

Firman Allah surat al-Ahzab 35.

ِإ َن

ْا ُل

ْسم

ِل ِم

َْي

َامِلْسمُلْا َو

ِت

َو ْلا

ُم ْؤ

ِم ِ

َْي

َو ْا ُل

ْؤم

ِم َ

ِتا

َو ْا

قل

َا ِن ِت

َْي

َو ْا

َقلا

ِن َتا

ِت

َو

َصلا

ا ِد

ِق

َْي

َو

َصلا

ا ِد

َقا

ِت

َو

َصلا

ا ِب ِ

ر ْي َن

َو

َصلا

ا ِب َرا

ِت

َو ْا

َا

ِش

ِع

َْي

َو ْا

َا

ِش

َعا

ِت

َو ْا ُل

َتم

َص

د ِق

َْي

َو ْا ُل

َتم

َص

د َق

ا

ِت

َو ْا

َصل

ا ِئ

ِم

َْي

َو

َصلا

ا ِئ

َما

ِت

َو ْا

َلا

ِف ِظ

َْي

ُ ف ُر

ْو َج

ُه ْم

َو ْا

َلا

ِف

َظا

ِت

َو

َذلا

ا

ِك

ِر ْي َن

َلا

َك ِث

ْ ي ًر

َو ا

َذلا

ا

ِك َرا

ِت

َأ

َع َد

ُلا

َُل

ْم

َم ْغ

ِف َر ًة

َو َأ

ْج ًر

َع ا

ِظ ْي

ًما

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan

perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam

ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan

perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki

dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang

berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,

laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah

telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar8.

Firman Allah dalam surat al Muna>fiqu>n ayat 9

َي َأ ي

َه

َلا ا

ِذ ْي

َن

َء َما

ُ ْو

َل ا

ُ ُ ْل

ِه

ُك

ْم

َأ ْم َو

ُلا

ُك

ْم

َو َل

َأ ْو

َل

ُد ُك

ْم

َع ْن

ِذ

ْك

ِر

ِلا

َو َم

ْن

َ ي ْف َع

ْل

َذ ِل

َك

َف ُأ

َلو ِئ

َك

ُ

ُم ْا

َ

ِسا

ُر ْو

َن

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu

8

(38)

28

melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat

demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi9.

b. Hadits.

Disamping ayat-ayat tersebut di atas terdapat hadit-hadits yang

memberi dorongan kepada kita untuk melaksakan dhikir secara

berjama’ah.

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi

ِهْيلَع لا ىَلَص َِِلا ىَلَع ِهِب ِناَدَهْشَي ، ٍديِعَس َِِأَو ، َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع

، ُةَكِئًََمْلا ُمُهْ تَفَح َلِإ ِهيِف َهَللا َنوُرُكْذَي اًسِلََْ ٌمْوَ ق َسَلَج اَم : َلاَق َمَلَسو

ُمِهْيَلَع ْتَلَزَ َ َُو ، ُةََْْرلا ُمُهْ تَشَغَ َُو

.َُدِْع ْنَميِف ُهَللا ُمَُرَكَذَو ، ُةَيِكَسلا

Dari Abi Hurairah dan Abi Sa’id keduanya menyaksikan bahwa Nabi

SAW bersabda : ”Tidaklah duduk suatu kaum dalam suatu majlis untuk berdhikir kepada Allah kecuali para malaikat akan mengelilinginya, dan mereka akan menyelubungi kaum tersebut dengan rahmat, dan mereka akan menurunkan pada kaum tersebut ketenangan, dan Allah akan mengingat mereka di sisi-Nya.”10

Selain itu ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal

َِِأَو َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع

ِمَلَس َو ِهْيَلَع ُلا ىَلَص ِلا ِلْوُسَر ْنَع ِرْدُْ ا دْيِعَس

َةََْْرلا ُمُهْ تَشَغَ َُو ُةَكِئ ًََمْلا ُمُهْ تَفَح َلِا َلا َنْوُرُكْذَي ٌمْوَ ق َعَمَتْجِا اَم : َلاَق

َُدِْع ْنَميِف ُلا ُمَُرَكَذَو َةَْ يِكَسلا ُمِهْيَلَع ْتَلَزَ نَو

“Dari Abi Hurairah dan Abi Sa’id dari Nabi SAW, beliau bersabda:

Tidaklah berkumpul suatu kaum yang berdhikir kepada Allah kecuali para malaikat mengelilinginya dan mereka akan menyelubungi kaum tersebut dengan rahmat, dan mereka akan menurunkan pada kaum tersebut ketenangan, dan Allah akan mengingat mereka di sisi-Nya.”11

9

QS. al Munafiqun: 9 10

Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2008), 607 11

(39)

29

Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik

مررم اذإ ملسو هيلع لا ىلص لا لوسر لاق : لاق كلام نب سنا ْنَع

كذلا سلاَ لاق ؟ ة جا ضاير امو لا لوسر اي : اولاق اوعُراف ة جا ضايرب

ر

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, nabi berkata: ”ketika kalian melihat taman surga maka merumputlah yakni duduklah bersama mereka. Para

sahabat bertanya, apa pertamanan surga. Nabi menjawab: ”yaitu perkumpulan dhikir””12

.

3. Macam-Macam Bentuk Dhikir

Dhikir adalah perintah Allah. Ketentuan dhikir tidak ada batasannya,

karena itu para ulama membagi dhikir dalam berbagai macam

sebagaimana berikut;

a. Dhikir pelan dan dhikir keras.

Dhikir kepada Allah disyariatkan dengan suara pelan (sirr) dan

suara keras (jahr). Kedua macam dhikir ini sama-sama dianjurkan

oleh rasulullah SAW. Beberapa ulama ada yang menyatakan dhikir

pelan (sirr) lebih utama, tetapi sebagian ulama yang lain menyatakan

sebaliknya. Menyikapi perbedaan ini Ustad Saifuddin Aman

memberi arahan bahwa keutamaan dhikr terkait dengan kontek

keadaan ketika berdhikir. Dalam keadaan tertentu dhikir pelan lebih

utama, tetapi bisa jadi dalam keadaan yang lain dhikir keras yang

lebih utama13.

b. Dhikir lisan dan dhikir Hati (Nurani)

12

Abu al Qa>sim Abdul Kari>m bin Hawa>zin al Qushairi, al Risa>lah al Qushairiyah, (Beirut: dar al K{air,tt), 222.

13

(40)

30

Yang dimaksud dhikir lisan (dhikr al lisa>n) adalah dhikir yang

dilakukan dengan menyebut Allah dengan semua nama-namaNya

dan sifat-safatNya yang baik dan mulia, kalimat T{ayyibah, dhikir

lisan juga bisa dilakukan dengan membaca kita>bullah atau kitab

alam semesta. Sedang dhikir hati adalah dhikir yang dilakukan

dengan mengingat Allah menggunakan seluruh organ hati, di mana

lathifah Rabbaniyah menjadi yang terdepan. Yakni dhikir dalam

keadaan berdiri dan duduk dengan mengambil dalil tentang

keberadaan dan kekuasaann-Nya, serta merenungkan semua al

asma>> al husna atau sifat-sifat Allah yang memancar dalam alam

semesta14. Oleh karena itulah aktifitas tafakur atas hokum-hukum

ketuhan yang meliputi alam semesta, menggali rahasia entitas yang

berada dibalik nafas dan cakrawala, dimasukkan dalam kategori

berdhikir yang merpakan jendela untuk meraih hakikat segala

hakikat (Haqa>iqal Haqa>iq). Inilah dhikir hati (al dhikr al qalbiy)

Imam Nawawi menyatakan bahwa dhikir bisa dilakukan dengan

lisan maupun dengan hati, dan yang lebih baik adalah dengan

keduanya. Bagi pemula atau orang yang kesulitan focus (khushu’)

dalam berdhikir maka dhikir dengan lisan dengan diulang-ulang bisa

menghantarkan pada kekhusukan. Tetapi bagi orang yang bisa

khusyuk tanpa kesulitan, sebaiknya dhikir sir. Dhikir seperti inilah

14

(41)

31

yang dilakukan para wali-wali Allah. Sebagai ibadah yang tidak

mempunyai ketentuan khusus dhikir bisa dilakukan dalam kondisi

apapun. Para ulama bersepakat bahwa dhikir dengan lisan maupun

dengan hati boleh dilakukan oleh wanita yang sedang datang bulan

maupun dalam keadaan nifas15.

c. Dhikir sendiri dan dhikir berjama’ah

Ibadah yang dilakukan dengan berjama’ah -termasuk dhikir- lebih

utama dari pada sendirian. Karena dalam berjama’ah hati bertemu

dengan banyak orang, akan tercipta saling sapa, saling tolong dan

saling berbagi energi positif. Yang lemah akan bertemu dengan yang

kuat, yang bodoh bertemu dengan yang alim dan yang kaku akan

bertemu dengan yang lembut16.

d. Dhikir Muqayyad (tertentu) dan Dhikir Mutlaq (bebas)

Dhikir muqoyyad adalah dhikir yang dianjurkan oleh rosulullah

SAW. Dikaitkan dengan waktu, kejadian atau tempat tertentu,

seperti dhikir setelah shalat, dhikir dalam perjalanan, dhikir ketika

makan dan minum, dhikir ketika nikah dhikir ketika mendengar

kematian. Dhikir yang terkait dengan tempat tertentu seperti dhikir

ketika berada di masjid al Haram Makkah dan Madinah, di Raudhoh

dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan dhikir

mut>>{laq (bebas) adalah dhikir yang tidak ada kaitannya dengan

15

Saifuddin Aman, Abdul Qodir Isa, Tasawuf Revolusi Mental, 146. 16

(42)

32

keadaan, waktu dan tempat, juga tidak dibatasi dengan jumlah

bilangan. Yakni dhikir yang dilakukan di mana saja, kapan saja dan

berapa saja. Inilah yang diperintahkan kepada setiap orang beriman

untuk berdhikir dalam semua keadaan baik dalam keadaan berdiri,

duduk maupun berbaring, sehingga lisannya selalu basah dengan

dhikir17.

4. Manfaat Dhikr.

Ahli dhikir adalah orang-orang yang terbuka mata hatinya dengan

bertaubat dan ina>bah ia selalu memperbaiki kesalahan, berpegang

teguh kepada Allah, ikhlas dan punya kesungguhan dalam beribadah

dan mempunyai keyakinan baik tehadap pewaris nabi SAW, mau

berkumpul dan berusaha mensuritauladani mereka18. Dari sini dhikir

dapat mendidik akhlak dan melembutkan karakter. Sehingga apabila

seorang hamba khushu’ dalam berdhikir, maka sikapnya kepada

sesamanya akan menjadi lembut dan penuh pengertian.

Dhikir kepada Allah SWT bisa menjadi pelindung dari gangguan

setan yang biasa bersembunyi dan menjadi benteng yang kokoh agar

tidak terjerumus untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya shaitha>n meletakkan

mulut dan hidungnya pada hati anak Adam. Jika ia berdhikir kepada

Allah SWT, maka shaitha>n merasa tertekan dan seandainya ia lupa

17

Ibid, 151-152. 18

(43)

33

kepada Allah SWT, maka shaitha>n akan menelan hatinya.”19.

Sehingga jauh dekatnya shaitha>n kepada manusia tergantung seberapa

banyak dan kuatnya ia dalam berdzikir kepada Allah SWT. Shaitha>n

akan menjauh dari orang-orang yang berdhikir karena dalam dhikir itu

terdapat cahaya yang membuat shaitha>n ketakutan.20

Dhikir juga merupakan pedang bagi kaum muslimin. Dengan

pedang dhikir itu mereka memerangi musuh-musuhnya baik dari

golongan jin maupun manusia. Dengan dhikir mereka menangkis bala’

yang melewatinya. Para ulama berkata: “Sesungguhnya bala’ ketika

turun pada suatu kaum, sedangkan di dalam kaum itu terdapat orang

yang berdhikir, maka bala’ itu akan menjauh dari kaum itu.” Dzun

Nun al-Mishri mengatakan bahwa barang siapa yang berdhikir kepada

Allah SWT, maka Allah SWT akan menjaganya dari segala sesuatu.21

Dhikir dengan segala bentuknya, baik yang jahr dan khofi adalah

proses transformasi cahaya shubuha>t al wajh (tasbih wajahnya) pada

ranah panca-indera, tafakur, perasaan, sampai ke badan, dan kemudian

merengkuh kedalaman ruh. Olehkarena itu dhikir adalah jalan yang

kokoh dan paling selamat untuk mendekat kepada Allah (taqaru>b

ilallah) sehingga menjadi peribadi yang benar-benar menjadi

perwujudan seorang hamba dihadapan Khaliknya22.

5. Keutamaan Dhikir Jama>’iy.

19

H.R. al-Baihaqi. 20

Al-Manawi, al-Taysir bi Syarh al-Jami’ al-Shaghir: 1/586. 21

Abdul Wahab al-Sya’rani, Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyah, (Beirut: Da>r al Fikr, 1996)15-16.

22

(44)

34

Dhikir adalah ibadah yang mudah dan tidak terbatas

pelaksanaannya. Sebab dhikir tidak harus dilaksanakan di masjid,

musholah atau tempat-tempat yang khusus. Dhikir bisa dilaksanakan di

manapun dan kapanpun serta dalam kondisi apapun. Berbeda dengan

puasa yang harus dilakukan hanya pada bulan Ramadhan, Haji harus

dilakukan pada bulan-bulan haji begitu juga sholat harus dilakukan

sesuai dengan waktu yang ditentukan. Akan tetapi dhikir akan lebih

besar manfaat dan hasilnya jika dilakukan secara berkelompok

(Jama>’iy).

َل

َ ي ْق

ُع ُد

َ ق

ْو ٌم

َي ْذ

ُك ُر

ْو َن

َلا

َ ُ َع

َلا

ِإ

َل

َح َف

ْ ت ُه

ُم ا

َ

ًَ

ِئ َك

ُة

َو َغ

ِش

َي ْت

ُه ُم

َرلا

َْْ

ُة

َو َن َ

ز َل

ْت

َع َل ْي

ِه

ُم

َسلا

ِك ْي

َ ُة

َو َذ

َك

َر ُ

ُم

ُلا

ِف

َم ْن

ِع

ْ َد

ُ

“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan berdhikir menyebut nama -nama Allah, kecuali mereka dikelilingi para malaikat, diliputi rahmat, diturunkan ketenangan kepada mereka, dan Allah sebut mereka di

kalangan malaikat yang mulia”. (HR: Muslim)

Banyak keutamaan positif dalam dhikir berjama’ah. Dhikir yang

dilakukan secara berjama’ah dapat mempertemukan banyak hati,

mewujudkan saling tolong dan saling berbagi energy positif, yang

lemah terbantu dengan yang kuat, yang berada dalam kegelapan

mendapat bantuan dari yang tersinari, yang kasar bertemu dengan yang

lembut, dan yang bodoh mendapat bantuan dari yang pandai23.

Senada dengan pernyataan tersebut, Robert Freger, ketika

mengungkap jalan tasawuf ia memasukkan jalan kelompok sebagai

salah satu jalan Tasawuf. Praktik sentralnya adalah wirid mingguan,

23

(45)

35

atau upacara dhikir. Para sufi bersenandung, menyanyi, dan saling

memberikan semangat. Mereka juga saling mengajarkan satu dengan

lainnya, Seorang beriman adalah cermin bagi orang beriman lainnya.

Sufi yang baru dapat melihat di dalam diri sufi senior keimanan yang

lebih terbangun, kemampuan melayani yang lebih besar, dan dhikir

kepada Tuhan yang lebih mendalam24.

Konsep pertemanan dalam dunia sufi merupakan ejawanta dari

hadis nabi yang diriwayatkan dari Sayyidina Umar bin al Khat{ab, ra.

“Nabi Saw, bersabda: “Pada hari kiamat, sungguh ada diantara hamba Allah para hamba yang bukan nabi juga bukan orang mati syahid, akan tetapi mereka dikerumuni para nabi dan orang-orang yang mati syahid karena kedudukan mulia mereka”. Para sahabat bertanya : “Siapakah mereka ya

rasulallah?”, nabi menjawab: “Mereka orang-orang yang saling cinta-mencintai karena Allah bukan sebab hubungan family ataupun berbagi

harta….demi Allah raut wajah mereka bercahaya, mereka di atas mimbar -mimbar yang terbuat dari cahaya, mereka tidak merasa takut dan susah

sewaktu banyak manusia ketakutan dan kesusahan””25 .

Pertemanan yang berdasarkan saling mencintai karena Allah

mempunyai nilai yang besar di hadapan Allah. oleh karena itu Allah

memerintahkan kita untuk selalu bersama (pertemanan) dengan orang

yang mempunyai kesungguhan –menghambah- kepada Allah SWT26.

Selain itu, landasan konsep pertemanan kaum sufi didasarkan pada

konsep shafa>’ah. Dalam ajaran Islam ada banyak macam shafa>’ah,

di antaranya; shafa>’ah yang diberikan pada waktu fas{l al qad{a

24

Robert Freger, Psikologi Sufi, 52. 25

Achmad Asra>ri Al Isha>qy, al Ba>qiya>t al S{a>liha>h, wa al Ba>qiya>t al Khaira>h, wa al Kha>tima>t al Ha>sana>h, Surabaya: al Wava. 2010. 91-92.

26

Dalam al Qur’an surat al Tawbah ayat 119 Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang

(46)

36

|(pengadilan Tuhan), shafa>’ah untuk orang yang seharusnya masuk

neraka, dan ada juga shafa>’ah untuk menambah derajat di sisi Allah

SWT,. Bahkan ada pula bentuk shafa>’ah yang diberikan oleh seorang

mukmin kepada mukmin lainnya, sebagaimana hadis nabi riwayat Anas

ra, “nabi berkata. “sungguh seorang laki-laki akan member shafa>’ah

kepada dua samapai tiga orang”.( HR: Tirmidhi). Dan hadis riwayat Abu

Usa>mah ra,. Nabi berkata: “Di antara umatku, sungguh benar-benar

akan masuk Surga dengan sebab shafa>’ah seorang laki-laki, seperti

Rabi’ah dan Mud{ar”. (HR: Imam Ahmad)27

.

B. Kesadaran Beragama.

1. Manusia dan Kesadaran

Manusia dipandaang sebagai kesatuan bio-psiko-sosio-kultural-spiritual,

sebagai syarat untuk mencapai hidup yang otentik adalah mengenal diri

sendiri (kesadaran diri), pengenalan terhadap diri sendiri diawali dengan

pengenalan terhadap aspek-aspek yang membentuk manusia. maka pada sub

bab ini peneliti akan memberikan beberapa refleksi filosofis tentang

kesadaran manusia dari berbagai perspektif, psikologi, filsafat, dan Islam (al

Qur’an).

Dalam sejarah manusia “problematika kesadaran” (the problem of

consciousness) telah menjadi perbincangan para filsuf dan psikolog.

Seorang filsuf modern asal Prancis –Descartes, berupaya mengatasi problem

itu dengan merumuskan pendapatnya. Ia menempatkan rasio dan fungsi

27

(47)

37

intelektual jiwa sebagai sesuatu yang fundamen dari pada tubuh. Karena ini

ia termasuk dalam kelompok rasionalis. Argumen Descartes terkenal dengan

teorinya tentang dualisme tubuh dan jiwa. Dalam metodenya ia mendekati

interaksi antara dua substansi itu dengan percampuran antara inferensi

anatomis, introspeksi psikologis, dan analisa logis. Pandangan semacam ini

mendominasi dunia filsafat dari abad ke-17 sampai pertengahan abad ke-20.

Sampai akhir dekade 1950-an pandangan ini mulai menemui

penentangnya28.

Al Qur’an juga menyinggung tentang manusia. Manusia secara totalitas,

baik fisik maupun psikis dalam al Qur’an diistilahkan dalam tiga kelompok;

pertama; kelompok ayat yang menjelaskan manusia dalam arti fisiknya,

misalnya al Basyar, Kedua, kelompok ayat yang menjelaskan manusia

dalam arti totalitas fisik biologisnya, yaitu kelompok ayat yang tergabung

dalam istilah al Insan, al ins, al nas, al unas, bani ada>m dan al nafs. Dan

yang Ketiga; kelompok ayat yang menjelaskan kualitas manusia dari sisi

psikisnya, yaitu; al nafs, al aql, al qalb, al ruh, dan al fithrah29.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Baharuddin, manusia

dapat dirumuskan ke dalam tiga aspek, yaitu; pertama, aspek jismiah, adalah

keseluruhan organ fisik-biologis, system sel, kelenjar, dan system syaraf.

Kedua aspek nafsiah, adalah keseluruhan kualitas insaniyah yang khas

dimiliki manusia, seperti pikiran, perasaan dan kemauan. Aspek ini

28

Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Memahami Manusia Lewat Filsafat, cet III (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 48-54.

29

(48)

38

mengandung tiga dimensi, yaitu dimensi al nafsu, al aql, dan al qalb.

Ketiga, aspek ruhaniah, adalah keseluruhan potensi luhur psikis manusia

yang memancar dari dua dimensi al ruh dan dimensi al fithrah. Menurut

Baharuddin dengan adanya aspek yang terakhir dengan dua dimensinya

menjadikan psikologi islam berbeda dengan psikologi Barat30.

2. Perbandingan Antara Psikologi Islam dan Psikologi Barat

Masih menurut Baharuddin, bahwa pembahasan psikologi Barat belum

sampai menyentuh kajian ke dalam aspek ketiga dengan dua dimensinya ar

ruh dan al fithrah. Menurutnya, memang ada beberapa aliran psikologi yang

pembahasannya berdekatan dengan aspek ketiga seperti aliran psikologi

transpersonal yang memusatkan kajiaanya pada aspek ruhaniah, tetapi

belum mengakomodasi dimensi al ruh dan al fithrah. Psikologi

transpersonal memusatkan kajiaannya pada kemampuan batin manusia yang

terdalam, seperti yoga, telepati, alih batin dan lain-lain. Psikologi ini juga

membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kecerdasan spiritual

(spiritual intelligence), dan kecerdasan emosional (emotional intelligence).

Sedangkan psikologi humanistik berada pada aspek al nafsiah (al nafsu, al

aql, dan al qalb), aliran psikoanalisa dan behaviorisme berada pada aspek

jismiah dan nafsiah terutama pada dimensi al nafsu, hanya saja kalau

psikologi psikoanalisa menitik beratkan pada pengalaman manusia pada

masa lalu sedang behaviorisme memusatkan pengalaman-pengalaman masa

kini dan di sini (now and here). Dan psikologi yang hanya mengkaji fisik

30

(49)

39

diri manusia terutama system syaraf dan kelenjar manusia adalah psikologi

fisiologi (psikologi fa’a>l)31.

Senada dengan ini, Robert Freger dalam bukunya the sufi psychology of

Growth menjelaskan beberapa perbedaan antara psikologi Barat dengan

psikologi Islam atau Sufi, yaitu;

a. Psikologi Barat berasumsi bahwa alam semesta bersifat materi, tanpa

makna atau tujuan, sedangkan menurut psikologi sufi alam semesta

diciptakan atas kehendak Tuhan dan mencerminkan kehadiranNya.

b. Psikologi Barat mengasumsikan manusia tidak lebih dari bentuk

materi, yaitu tubuh, dan pikiran yang berkembang dari system syaraf

tubuh. Sebuah elemen penting dalam psikologi sufi adalah hati

spiritual, tempat intuisi batiniah, pemahaman, dan kearifan.

c. Penggambaran manusia oleh psikologi Barat berpusat pada

keterbatasan manusia dan tendensi-tendensi neurotic, atau pada

kebaikan lahiriah manusia dan sifat positif dasar manusia. menurut

psikologi sufi seluruh manusi berkedudukan antara malaikat dan

hewan.

d. Psikol

Gambar

Gambar 1: Pesan Spiritual Komunitas Copler23
Gambar 2: Gerak Motif Tindakan Pengikut Copler
Gambar 3: Komposisi Motif Tindakan Dan Struktur Otoritas
Gambar 4: Ekspresi Keagamaan Pengikut Copler
+2

Referensi

Dokumen terkait