• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: MOTIF TINDAKAN DAN REALITAS KESADARAN BERAGAMA

B. Realitas Kesadaran Beragama Pengikut Copler dalam Paradigma

4. Formulasi Kesadaran Beragama Pengikut Copler

Kesadaran beragama pengikut Copler tidak dengan serta merta terbentuk begitu saja, tetapi terjadi proses dialektik antara yang subyektif dengan yang obyektif. Fase awal kesadaran terjadi ketika pengikut Copler mulai ikut bergabung dengan komunitas ini. Fase ini pengikut mulai beradaptasi dengan komunitas majlis dhikir yang diadakan oleh Copler Community. Pada tahap inilah proses

91

eksternalisasi berlangsung di mana pengikut Copler menampakkan realitas kesadaran yang dapat ditangkap oleh inderawi bagi duni obyektif di luar diri pengikut.

Proses selanjutnya terjadi ketika pengikut melakukan dialektika kesadaran beragama antara realitas obyektif dengan realitas subyektif personalnya. Pada tahap ini terjadi interaksi antara dua realitas kesadaran beragama (subyektif dan obyektif), sehingga pengikut menemukan kesadaran inter-subyektif (obyektivasi), yang nantinya akan menhantarkan pengikut Copler pada pencerahan kesadaran beragamanya. Tahapan ini berlanjut pada proses penarikan kembali terhadap realitas obyektif ke dalam realitas subyektif personal pengikut (internalisasi). Pada proses ini pencerahan kesadaran beragama pengikut Copler semakin bertambah dari sebelumnya.

Tiga momen tersebut (eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi) disebut satu putaran proses konstruksi kesadaran beragama, tahapan ini diikuti dengan tahapan konstruksi kedua yang berbeda dengan tahap pertama, tahap kedua akan diikuti dengan tahap ketiga, keempat dan seterusnya. Proses ini akan terus berjalan dengan pola spiral (بلوللا)14 yang dimensinya semakin meluas dan akan

berhenti dengan meninggalnya pengikut Copler.

Jadi proses kesadaran beragama pengikut Copler terjadi pada

14

Istilah spiral ini peneliti pinjam dari tulisan chabib Musthofa dalam buku ringkasan disertasinya. Lihat Chabib Musthofa, Zikir dan Kebahagiaan, (ringkasan Disertasi— Universitas Indonesia, Depok, 2016), 16.

92

wilayah personal sekaligus komunal. Secara personal kesadaran terjadi pada saat pengikut Copler menciptakan rasionalitas dan pemahaman tentang beragama pada dirinya sendiri ketika berdialog dengan dunia obyektif disekelilingnya dalam ritual majlis dhikir (internalisasi). Sedangkan secara sosial-komunal itu terjadi ketika pengikut Copler beradaptasi dengan nilai-nilai keagamaan yang terdapat pada sesama jama’ah majlis dhikir di saat menjalankan ritual dhikir (momen eksternalisasi). Urgensi Majlis Dhikir Terhadap Kesadaran Beragama Bagi Pemuda Abangan.

Makna umum dhikir adalah mengingat Allah. secara khusus dhikir dipahami sebagai metode untuk membersihkan hati (tazkiyah al nafs) untuk mendekat kepada Allah (taqorrub ila al Allah). Dengan berdhikir hati akan bertambah bersih sedikit demi sedikit, pada saat berdhikir akan terbangun suatu penyesalan atas dosa-dosa, akhirnya timbul kehendak untuk memperbaiki akhlaq yang tercela.

Ahli dhikir adalah orang-orang yang terbuka mata hatinya dengan bertaubat dan ina>bah ia selalu memperbaiki kesalahan, berpegang teguh kepada Allah, ikhlas dan punya kesungguhan dalam beribadah dan mempunyai keyakinan baik tehadap pewaris nabi SAW, mau berkumpul dan berusaha mensuritauladani mereka

Dhikir kepada Allah merupakan upaya meningkatkan kualitas hati, saat hati tenggelam dalam dhikrullah penghayatan dan pengalaman rasa cinta kepada Allah akan meningkat. Istiqomah dalam

93

berdhikir menimbukan penyadaran dirinya hadir dihadapan sang Maha Kuasa, inilah muro>qobah (merasa diawasi Allah), tentu ia akan menahan diri dari perkara yang tidak diridhoi-Nya, ia akan mengendalikan diri dari melakukan perkara yang menyebabkan murka-Nya. Ia akan menyadari malapetaka yang ditimbulkan hawa nafsu atau setan karena disebabkan ia lupa akan Tuhan dan hokum- Nya. Melupakan Allah akan menjadikan hati gelap, resah dan gelisah serta member peluang hawa nafsu dan setan menguasai manusia.

Dengan melihat manfaat dhikir seperti tersebut adalah suatu keharusan bagi setiap orang yang ingin bertaubat atau orang-orang yang ingin menambah kualitas imannya untuk senantiasa berdhikir kepada Allah, menjadikan dhikir sebagai amalan sehari-hari.

Terlebih lagi dhikir yang dilakukan dengan berkelompok (jama’iy). dalam berjama’ah hati kita bertemu dengan banyak orang, akan tercipta saling sapa, saling tolong dan saling berbagi energy positif, yang lemah akan bertemu dengan yang kuat, yang bodoh bertemu dengan yang alim dan yang kaku akan bertemu dengan yang lembut. Antara satu dengan lainnya saling memberikan semangat, saling mengajarkan satu dengan lainnya, sehingga zikir kepada Tuhan akan lebih mendalam.

Di sisi lain, banyak kenakalan remaja yang mewabah hingga saat ini. Penanggulangan kenakalan dengan pendekatan militeristik agaknya kurang tepat dan kurang bisa menumbuhkan kesadaran yang

94

mendalam. Sedang penanggulangan dengan mengirim mereka ke panti social atau lembaga rehabilitasi juga terkendala dengan banyak aspek termasuk biaya, di samping itu jangkauannya kurang begitu luas. Panti social atau lembaga rehabilitasi hanya akan menampung orang yang punya kemauan datang atau pemuda-pemuda yang terjaring razia oleh pihak kepolisian.

Sifat majlis dhikir yang inklusif dan bukan berupa asrama memudahkan untuk jangkauan yang lebih luas. Selain itu yang menjadi prioritas dalam majlis dhikir adalah penyucian hati, jika hati sudah suci, bersih maka perilaku sekujur badan akan ikut menjadi baik. Perilaku buruk akan terganti dengan perilaku baik, sehingga problem kenakalan akan tertanggulangi. Hati adalah kunci dari baik buruknya perilaku. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW riwayat Bukha>ry Muslim berikut ini :

ََلَأ

َََوَ إ

َ ن

ََ ف

َ يَ

َ لا

ََج

ََس

َ د

ََ م

َ ض

ََغَ ة

ََ إ

ََذا

َ

ََص

َ ل

ََح

َ ت

َ

ََص

َ ل

ََحَ

َ لا

ََج

ََس

َ دَ

َ كَ ل

َ هَ

ََوَ إ

ََذا

َََف

ََس

ََد

َ ت

َ

ََف

ََس

ََدَ

َ لا

ََج

ََس

َ دََ

َ كَ ل

َ هَ

ََلآ

َََو

َ

ََيَ

َ لاََق

َ ل

َ ب

َ

...

“Dan sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal

daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasad/tubuhnya, dan apabila segumpal daging itu rusak (buruk) maka buruk pula seluruh jasad/tubuhnya, ketahuilah bahwa segumpal dagingitu adalah hati.”15

Dari sini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa majlis dhikir adalah sesuatu yang urgent untuk dijadikan sebuah instrument dalam penanggulangan kenakalan remaja (pemuda punk). Rasionalitas konstruksi kesadaran beragama melalui majlis dhikir dapat dijelaskan

15

95

dengan triad-dialektikanya Berger-Luckmann melalui teori

“Konstruksi Realitas Sosial”. Artinya majlis dhikir sebagai wadah membentuk kesadaran beragama mendapatkan nilai rasionalitasnya.

96

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini berusaha menbingkai dua fokus masalah, pertama; memotret motiv tindakan pengikut Copler Community, dan yang kedua bagaimana realitas kesadaran beragama pengikut komunitas ini terbentuk. Maka hasil penelitian ini menyimpulkan;

Pertama; Motiv tindakan pengikut majlis dhikir Copler Community terdiri dari dua poin, yaitu;

1. Hasil penelitian mengungkap bahwa motiv tindakan pengikut

Copler terdiri dari; tahap fenomenologis; Rasionalitas

instrumental & nilai (bertaubah, taqorrub, mencari pahala),

Rasionalitas tradisional & afektif (ajakan teman atau tanpa tujuan). Tahap transcendental; Rasionalitas instrumental &

rasionalitas nilai (khidmah, taqorrub ila al Allah).

2. Struktur otoritas komunitas ini berkisar pada dua kategori;

yaitu Otoritas Tradisional dan Otoritas Karismatik. Sedangkan

Otoritas Legal-Formal untuk saat ini peneliti belum menemukannya. Dari data yang didapat otoritas tersebut dibentuk dari pemahaman bahwa komandan Copler adalah putra kiyai Asrari ra, dan kepercayaan bahwasanya komandan adalah manusia pilihan yang mempunyai kualitas adialamiah.

97

Kedua; sebagai jawaban dari fokus masalah kedua maka bisa diuraikan sebagai berikut;

1. Konstruksi kesadaran beragama pengikut Copler terbentuk

melalui tiga momen eksternalisasi, objektivasi, dan

internalisasi yang berjalan simultan. Satu tahapan dari ke tiga momen tersebut diikuti dengan tahapan kedua yang berbeda dengan tahap pertama, tahap kedua akan diikuti dengan tahap ketiga, keempat dan seterusnya. Proses ini akan terus berjalan

dengan pola spiral (بلوللا) yang dimensinya semakin meluas

dan akan berhenti dengan meninggalnya pengikut Copler.

2. Adanya perubahan pengikut Copler Community setelah

mengikuti majlis dhikir. Pada wilayah personal, timbul kesadaran sebagai pribadi beragama, berbuah perilaku baik pada diri sendiri. Pada wilayah komunal, timbul kesadaran pertemanan yang didasari mencari ridho Allah. buahnya berperilaku baik pada lingkungan social. Dan pada wilayah

transenden muncul kesadaran diri sebagai kha>dim (pelayan)

Allah SWT, Rasulullah Saw, Guru, dan sesama manusia. buahnya berperilaku sebagai mukmin yang hakiki.

3. Rasionalitas konstruksi kesadaran beragama melalui majlis

dhikir dapat dijelaskan dengan triad-dialektikanya Berger- Luckmann melalui teori “Konstruksi Realitas Sosial”. Ini artinya majlis dhikir sebagai wadah pembentuk kesadaran

98

beragama mendapatkan rasionalitasnya. Oleh karena itu, urgensitas majlis dhikir sebagai solusi bagi penyandang masalah sosial dapat dimengerti, melihat fakta bahwa kenakalan anak-anak muda masih belum tertanggulangi hingga saat ini, di sisi lain terbatasnya panti sosial atau lembaga rehabilitasi untuk menampung mereka. Ini berbeda dengan

keberadaan majlis dhikir dengan sifatnya yang inklusif dan

tidak berbentuk rehabilitasi, sehingga jangkauannya lebih luas. Pula, pola yang digunakan dalam komunitas seperti Copler adalah jemput bola, dengan pengertian mengajak, menggugah, mendorong, dan membangkitkan hati generasi muda untuk senang berdhikir dengan cara mendidik, menuntun dan membimbing dengan penuh kasih sayang, arif dan bijaksana.

B. Saran

Hasil riset ini memberikan saran sebagai berikut;

1. Untuk subyek penelitian diharapkan tetap meniti jalan yang telah

memberi kelapangan dan ketenangan hati.

2. Untuk komunitas Copler diharapkan tetap semangat dan

mengembangkan komunitas ini dan berjalan seiring dengan al Khidmah, sehingga oase dunia bisa terwujud.

3. Bagi pemerhati masalah sosial, perlu memadukan antara praktis dan

99

ditimbulkan juga semakin kuat dan kokoh. Majlis dhikir bisa dijadikan sebagai salah satu media penanganan problem sosial.

4. Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti rekomendasikan temuan data

dalam penelitian ini tentang relasi Copler dengan al Khidmah, adanya Copler putri dalam komunitasi ini. Selain itu penggunaan prespektif

yang berbeda seperti teori in order to motive dan because motive

dipersinggungkan dengan teori potential motive dan triggers motive

cukup menarik dijadikan pisau analisis untuk memetakan motiv matrialistis dari motiv yang sifatnya ruha>niyah.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. Zainal. Filsafat Manusia. Memahami Manusia Lewat Filsafat. cet III. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003.

Ahyadi. Abdul Aziz. Psikologi Agama. Kepribadian Muslim Pancasila. cet. V. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2005.

Aman. Saifuddin. Abdul Qodir Isa. Tasawuf Revolusi Mental. Zikir Mengelola Jiwa & Raga. Banten:RUHAMA. 2014.

Al Fayyadl. Muhammad. Teologi Negative Ibn Arabi. Kritik Metafisika

Ketuhanan. Yogyakarta: LKiS. 2012.

Al ‘I>d. Taqiyuddin. Ibn Daqi>q. Ihka>m al Ahka>m syrh ‘Umdah al Ahka>m. Beirut: Da>r al Jail. 1995.

Al Isha>qy. Achmad Asra>ri. al Ba>qiya>t al S{a>liha>h, wa al Ba>qiya>t al Khaira>h, wa al Kha>tima>t al Ha>sana>h, Surabaya: al Wava. 2010. ---. al Muntakhaba>T Fi> al Ra>bit}ah al Qalbiyah Wa al

S}ilah al Ru>hiyah. Vol. V. Surabaya: al Wava. 2015.

Al Katsi>r. Ismail bin Umar. Tafsi>r al Kita>b al ‘Az{i>m. Riyad}: Dar al T{oybah. 1999.

al-Sya’rani. Abdul Wahab. Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyah. Beirut: Da>r al Fikr, 1996.

al Qushairi. Abu al Qa>sim Abdul Kari>m bin Hawa>zin. al Risa>lah al Qushairiyah. (Beirut: dar al K{air,tt),

Al wasilah. Chaedar. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan

Melakukan Penelitian Kualitatif Cet.II. Jakarta: Pustaka Jaya. 2003. Arifin. Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia. 2008. Arikunto. Suharsimi. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. edisi revisi

V. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.

Chamami. Rikza. Studi Islam Kontemporer . Semarang: PUSTAKA RIZKI

PUTRA. 2002.

Connolly. Peter. Aneka Pendekatan Studi Islam. Terj: imam khoiri. Yogyakarta: LKiS Group.2012.

Daradjat. Zakiah. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental. Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Ruhama. 1990.

Freger. Robert. Psikologi Sufi. Untuk Transformasi Diri. Hati. Dan Ruh. Jakarta: MIZAN. 2014.

Gulen. Muhammad Fethullah. Al Tila>L Al Zumuridiyyah Nahwa Al Qalb Wa Al Ru>H. terj: Fuad Saifuddin Noer dengan judul Tasawuf Untuk Kita Semua. Jakarta: Republika Penerbit. 2014.

Hadiwijono. Harun. Sari Sejarah FilsafatBarat 2. Yogyakarta: Kanisius. 1990. HAG. Tamami. Psikologi Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2011.

Huda. Sokhi. Kajian Praktis Proposal Penelitian Aneka Pendekatan. Surabaya: Imtiyaz. 2015.

---. Tasawuf Kultural. Fenomena Sholawat Wahidiyah. Surabaya: Imtiyaz. 2015.

Huijbers. Theo. Manusia Merenungkan Dirinya. Yogyakarta: KANISIUS. 1987.

Hamdany. Robith. Transformasi Kepemimpinan Kharismatik Menuju

Demokratisasi. Jurnal Politik Muda. Vol. 1. No. 1. Oktober-Desember. 2012.

Jalaluddin. Psikologi Agama. cet 14. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2010.

Ja’far. Suhermanto. Epistemology of Human Action in Western and Islamic Perspectives. Proceeding. the second international Conference IC- Thusi. 18-19. Nov 2015. Jakarta.

Kahmad. Dadang. Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan

Agama. Bandung: Pustaka Setia. 2000.

Karman. Konstruksi Realitas Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran. Jurnal

Penelitian Dan Pengembangan Komunikasi Dan Informatika. Vol 5. No. 3 Maret 2015.

Maksum. Ali. Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2009.

Muliono. Anton M.. dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, III. Jakarta: Balai Pustaka. 1990.

Moloeng. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1993.

Narwoko. J. Dwi & Bagong Suyanto. Sosiologi, Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: PRENADAMEDIA Group. 2014.

Nasir. Muhammad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1998. Polomo. Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press. 2010. Purwanto. Yadi. Epistemology Psikologi Islam. Dialektika Pendahuluan Psikologi

Barat Dan Psikologi Islam. Bandung: PT Refika aditama. 2007. Rahman. Masykur Arif. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: IRCiSoD. 2013. Ritzer. George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers.

2016.

---.Teori Sosiologi Dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmoder. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012.

Strauss. Anselm & Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.

Soekamto. Soerjono. Mengenal tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: RajaGrafindo persada. 2002.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Penerbit ALFABETA. 2007.

Syam. Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara. 2005.

Syukur. Suparman. Studi Islam Transformatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2015. Wirawan. Teori-Teori Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Dokumen terkait