• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan kajian tafsir di Lembaga Pendidikan Pondok Pesatren Al Fithrah: dari tahun 2012-2016 melalui pendekatan historis dan metodenya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan kajian tafsir di Lembaga Pendidikan Pondok Pesatren Al Fithrah: dari tahun 2012-2016 melalui pendekatan historis dan metodenya."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Magister dalam Program Studi al-

Qur’a>n dan

Tafsi>r

Oleh

IMRON HADI MUNAWAR NIM. FO5214072

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK Nama : Imron Hadi Munawar

JudulTesis : Perkembangan Kajian Tafsir Di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Al-Fithrah Dari 2012-2016 Melalui Pendekatan Historis Dan Metodenya

Pembimbing : Dr. H. Masruchan, M.Ag.

Tesis ini berusaha membahas perkembangan kajian tafsir di pondok pesantren khususnya pesantren al-Fithrah, dimana peran pesantren begitu besar dalam urusan kajian ilmu agama. Begitu pula peran pesantren begitu besar dalam mencetak kader cendekiawan muslim. Dalam perkembangannya, pesantren mulai menunjukkan konsistensi dalam dunia pendidikan. Tak luput pula kajian kitab kuning pun semakin berkembang dari kitab klasik, hingga kitab kontemporer. Demikian pula kajian tafsir yang berkembang mengikuti kebutuhan, seiring perkembangan dan tuntutan zaman.

Dalam pesantren kajian tafsir merupakan kajian wajib yang harus ada dan merupakan suatu ciri khas dari pesantren itu sendiri. Kitab tafsir yang dikaji pun begitu bermacam-macam, dari tafsir produk klasik hingga tafsir kontemporer. Pemilihan kitab tafsir yang dibahas tak lepas dari latar belakang pendiri pondok pesantren tersebut serta visi dan misi berdirinya ponpes tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitattif, dimana dari penelitian ini dapat mengukur perkembangan kajian tafsir. Antara lain dengan melakukan penelitian lapangan secara langsung, mengadakan wawancara yang nantinya akan dikombinasikan juga dengan penelitian librarry research. Seperti kitab apa saja yang dikaji, metode, corak dan aliran apa saja tafsir yang dikaji di Pondok pesantren al-Fithrah.

Dalam perkembangan kajian tafsir tentunya juga ada kendala yang muncul, berkaitan dengan metode pembelajran, perangkat belajar mengajar, sumber daya manusia maupun yang berkaitan dengn waktu. Tentunya masalah ini juga akan mempengaruhi dari perkembangan kajian tafsir itu sendiri. Untuk itu perlu adanya penelitian lbih lanjut guna mengantisipasi serta memberi solusi untuk bisa lebih baik kedepannya.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Luar ( Hard Cover) ... i

Halaman Pernyataan Keaslian ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Halaman Motto ... iv

Halaman Abstrak ... v

Halaman Transliterasi ... vi

Halaman Kata Pengantar ... vii

Halaman Daftar Isi... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah...4

C. Rumusan masalah...5

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...6

E. Penelitian Terdahulu...7

F. Kerangka Teoritis...8

G. Metode Penelitian...11

(8)

BAB II : SEJARAH PERKEMBANGAN AL FITHRAH, VISI, MISI, DAN BIOGRAFI PENDIRINYA

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya...18

B. Visi Pondok Pesantren al-Fithrah...20

C. Visi dan Misi Pondok Pesantren al-Fithrah...20

D. Biografi Pendiri Pondok Pesantren al-Fithrah...21

E. Latar Belakang Pendidikan KH. Ahmad Asrori...29

F. Karya- karya KH. Ahmad Asrori...30

BAB III : GAMBARAN KAJIAN TAFSIR DI PONDOK PESANTREN AL-FITHRAH A. Kitab Tafsir Yang Dikaji Di al-Fithrah...45

B. Metode Dan Corak Tafsir Yang Dikaji 1.Tafsir Jala>layn...48

2.Tafsir S{a>fwatu al-Tafa>si>r...58

3.Ibnu Kathi>r...73

(9)

C. Metode Dan Teknik Kajian Tafsir Di Pondok Pesantren Al-Fithrah tahun 2012 Sampai 2016...95

D. Usaha Untuk Membantu Pengembangan Kajian Tafsir Di Pondok Al- Fithrah...99

BAB IV : ANALISIS PERKEMBANGAN KAJIAN TAFSIR DI PONDOK PESANTREN Al-FITHRAH

A. Kajian Tafsir Di Pondok Pesantren Al-Fithrah Dari Tahun 2012 Sampai

2016...102

B. Analisis Problematika dan Penghambat dalam Kajian Tafsir di Pondok Pesantren Al-Fithrah Dari Tahun 2012- 2016...104

BAB V : PENUTUP

(10)

Bab I

Pendahuluan

A.Latar Belakang Masalah

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pesantren merupakan lembaga keagamaan yang menempatkan kajian-kajian keagamaan sebagai basis utama pengajarannya. Disamping itu pesantren juga sebagai lembaga yang mendidik santri santri untuk bisa menjadi manusia yang menjunjung tinggi etika keagamaan. Dari dua sisi tersebut yaitu pendidikan akhlak dan pengajaran ilmu ilmu keagamaan, pesantren ingin mengarahkan santrinya untuk menjadi ulama dan orang orang yang mampu mewarisi risalah Nabi dan mengambil estafet moralitas keagamaan untuk membimbing masyarakat menuju ke masyarakat relijius yang menempatkan nilai nilai agama dalam kehidupan mereka.

Dilihat dari aspek pendidikan, pesantren relatif telah mampu mencetak santri-santri yang mempunyai tingkat moralitas yang cukup memadai. Mereka disegani oleh masyarakatnya. Hal itu dibuktikan dengan peranan mereka untuk memimpin berbagai macam upacara keagamaan dilingkungan mereka.

Dilihat dari aspek pengajaran, pesantren terutama yang salaf tetap mempertahankan kurikulumnya sebagaimana apa yang diajarkan oleh sesepuh mereka terdahulu. Kajian kitab kuning merupakan menu harian yang tidak banyak tersentuh oleh perubahan zaman, baik dari segi materi maupun cara pengajarannya.

Pengajaran kitab kuning dengan cara sorogan maupun bandongan

(11)

menjadi hilang. Cara bandongan masih menempati peringkat pertama dalam pengajaran kitab kitab kuning. Kiyai yang menangani cara ini memang harus menguasai betul seluruh aspek yang ada dalam satu kitab, baik dari segi susunan

i’rabnya, maupun makna makna yang terkandung dalam sebuah kitab. Semakin

besar sebuah kitab dan semakin rumit persoalan yang dikaji, semakin tinggi pula tingkat kemahiran seorang Kiyai. Fenomena ini sangat menantang dan sekaligus membanggakan. Bagaimana tidak, kiyai yang model ini seakan menjadi kamus arab yang berjalan. Hebatnya lagi mereka mampu menemukan kosa kata bahasa

‚jawa‛ untuk mengartikan semua kata yang ada dalam kitab kuning. Padahal

kosa kata bahasa jawa sangat kerdil bila dibandingkan dengan kosa kata Arab. Bukan Cuma itu saja, tapi Kiyai harus mempraktekkan ilmu

nahwu/shorof, I’rab dan kajian balaghahnya setiap kali memberikan makna pada

satu ungkapan dalam kitab kuning tersebut. Kekaguman kita akan semakin tinggi manakala seorang Kiyai mampu membaca sebuah kitab yang besar dengan cara

bandongan, dalam waktu yang relatif singkat. Seperti mengaji kitab ‚Sahih

Bukhari‛ atau lainnya dalam satu bulan, Pada saat itu kondisi spiritual dan

keilmuan Kiyai dan santri yang ikut pengajian tersebut betul betul dalam

keadaan ‚on‛ terus. Hal ini betul betul mengagumkan. Sebuah fenomena yang

langka di dunia islam. Sudah tentu keadaan semacam ini terjadi karena kecintaan yang mendalam terhadap ilmu agama.Terhadap semua itu pesantren yang masih menerapkan model itu perlu kita apresiasi.

(12)

besar yang masih eksis mempertahankan model ‚salafiyah‛ . Jika masih ada

maka kajian kitab-kitab klasik.

Kajian kitab salaf dan sering juga disebut sebagai kitab kuning merupakan proto type pesantren salafi. Dalam sebuah penelitian tentang ‚pergeseran

Literatur di Pondok Pesantren di Indonesia‛ yang dilakukan oleh tim Litbang

Depag baru baru ini (2004-2005), diperoleh kesimpulan bahwa pesantren pesantren salaf tidak banyak yang mengadakan perubahan pada kajian kitab klasik. Kitab kitab yang diajarkan pada masa kini tidak mengalami perubahan dengan apa yang dikaji pada masa lalu. Namun disisi lain sikap konvensional ini ada unsur positifnya. Pertama : pengkajian terhadap kitab kuning menunjukkan adanya tradisi kesinambungan sanad yang selama ini masih dianggap sebagai tradisi yang disegani. Kedua : Disamping nilai ilmiyah, nilai ketakwaan dan keulamaan penulis kitab kitab kuning selalu menjadi acuan di dunia pesantren. Di

sini unsur ‚barakah‛ tidak terelakkan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa

pesantrenlah yang masih terus memepertahankan tradisi pengajian kitab salaf. Pesantren masih banyak yang mengkaji kitab kitab Tafsir semcam tafsir

‚Ibn Katsir‛,‚Al-Kha>zin‛ dan lain lainnya. Begitu juga kitab kitab Hadith

semacam Sahih Bukhari, Sahih Muslim dan lain sebagainya. Selain pesantren barangkali sudah tidak ada lagi yang mempertahankan tradisi mengkaji kitab kuning ini. Tidak disangkal lagi bahwa arus modernisasi menjadi penyebab banyak kalangan yang sudah tidak lagi mengaji kitab kitab kuning. Modernisasi tidak lagi mempersoalkan siapa pengarang satu kitab, yang penting adalah

(13)

Kitab klasik terutama kitab kitab yang ditulis pada abad abad pertengahan, dari sisi materi masih menampakkan kekuatan ilmiahnya, walaupun dari sisi warna kekinian dan aktualitas sudah banyak yang ketinggalan. Pembaca harus pandai pandai memilah dalam membaca teks kitab kuning agar supaya tetap hidup dan aktual. Dari sisi penyajiannya kitab salaf juga dipandang oleh akademisi terasa ada kekurangan disana sini.

Pengkajian tafsir al-Qur’an dipondok pesantren sebagai bagian dari

semangat islam, meski dalam penyelenggaraannya tidak secara formal dengan menggunakan sistem kelas layaknya madrasah, namun tetap didalamnya terdapat unsur-unsur kegiatan pengkajian al-Qur’an. Salah satu unsur yang penting adalah pengkajian materi yang digunakan. Tanpa metode, suatu materi kajian tidak akan berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan kajian al-Qur’an, pengkajian

tafsir al-Qur’an yang dilaksanakan di pondok pesantren ini mempunyai tujuan untuk memberikan pemahaman isi kandungan al-Qur’an kepada santri sehingga

al-Qur’an sebagai landasan kehidupan di dunia bahkan sampai akhirat dapat

dijadikan sebagai pedoman hidup yang utama.

Kajian ini sangat penting dilakukan atas dasar kebutuhan pemahaman terhadap isi kandungan al-Qura’n yang semakin hari semakin meningkat, Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti dan mencoba mencari jalan keluarnya dari adanya problematika kegiatan kajian di Pondok Pesantren tersebut.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

(14)

1. Kitab- kitab tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah 2. Perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah 3. Metode tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah

4. Kecenderungan dan corak tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah

5. Problematika kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah

Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah, agar penelitian ini tidak melebar ke mana-mana sehingga dapat terfokus, maka Penelitian ini dibatasi pada perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah Dari Tahun 2012 Sampai 2016. Masalah-masalah yang telah teridentifikasi kami batasi pada Masalah-masalah pokok diantarnya:

1. Kitab- kitab tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah

2. Metode dan kecenderungan corak tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah

3. Metode kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dalam penelitian ini ditentukan beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :

1. Apa saja kitab Tafsir yang dikaji di Pondok pesantren al- Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016 ?

(15)

3.Bagaimana Metode kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016?

4.Apa saja kendala dalam kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016?

D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian atau kajian pasti mempunyai tujuan yang mendasari penelitian dan kajian tersebut. Adapun tujuan penelitian dalam tulisan ini sebagai berikut:

1. Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk menggambarkan secara mendalam proses perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016. b. Untuk mendeskripsikan metode tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren

al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016.

c. Untuk mengetahui Kecenderungan aliran dan corak tafsir yang dikaji di Pondok Pesantren al-Fithrah dari tahun 2012 sampai 2016.

2. Kegunaan penelitian ini adalah :

a. Memberikan gambaran tentang perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah.

b. Sebagai sumbangsih dalam perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah.

(16)

E. Penelitian Terdahulu

Peneletian mengenai perkembangan kajian tafsir mungkian banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, akan tetapi untuk yang lebih spesifik meneliti perkembangan kajian tafsir di pondok pesantren al-Fithrah menurut penulis ketahui adalah belum ada. Dalam penelitian terdahulu, di pondok pesantren al- Fithrah pernah ada yang meneliti tentang tasawuf, diantarnya:

1. Akhlak Muri>d kepada Murshid Menurut Perspektif KH. Ahmad Asra>ri al-Isha>qy> dalam kitab khula>shoh al-Wa>fiyah, oleh Ahmad Faizin, skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam al-Fithrah Surabaya, tahun 2012.

2. Worldview Kaum Tarekat (Studi Pandangan Teologis Pengikut Tarekat Qa>diriyah wa-Naqsyabandiyah di Surabaya), oleh Ahmad Amir Aziz, disertasi IAIN Sunan Ampel Surabaya, tahun 2013.

3. Transformasi Kepemimpinan Kharismatik Menuju Demokratisasi (Studi Kasus KH. Ahmad Asra>ri al-Isha>qy> sebagai pemimpin kharismatik membuat institusi dengan sistem demokrasi guna mendelegasikan otoritasnya), oleh Robith Hamdany, skripsi Universitas Airlangga Surabaya, tahun 2011.

5. Dzikir Thari>qah Qa>diriyah wa-Naqsyabandiyah al-Usma>niyah dan Suryalaya, oleh Ali Sofwan Muzani, skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Fithrah Surabaya, tahun 2012.

(17)

kemungkinan ketasawufan dari pondok al-Fithrah akan mempengaruhi dalam pemilihan kitab tafsir tertentu untuk dikaji.

F. Kerangka Teoritis

Dalam sebuah penelitian kerangka teori sangat dibutuhkan, antara lain untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti. Selain itu kerangka teori juga dipakai untuk memperlihatkan ukuran-ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.2

1. Metode tafsir

Metode tafsir adalah cara menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an, baik

didasarkan atas pemakaian sumber- sumber penafsirannya, atau sistem penjelasan tafsiran-tafsirannya, keluasan penjelasan tafsirannya, maupun yang didasarkan atas sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan.3

Menurut Ridwan Nasir dalam bukunya ‚Perspektif Baru Metode Tafsir

Muqarin Dalam Memahami Al- Qur’an‛, metode tafsir al-Qur’an bila ditinjau dari sumber penafsirannya, ada tiga macam, yaitu:4

a. Metode tafsir bi al- Ma’thu>r / bi al- Riwayah/ bi al- Manqul

Yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an yang didasarkan atas sumber

penafsiran al-Qur’an, dari al- Hadith, dan riwayat dari sahabat dan tabi’in.

b. Metode tafsir bi al- Ra’yi/ bi al- Dirayah/ bi al-Ma’qul

2Abdul Mustaqi>m, Epistimologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKiS, 2012), 20. 3 M. Ridwan Nasir, Prespektif Baru Metode Tafsir Muqarin Dalam Memahami

Al-Qur’an, (Surabaya: Imtiyaz, 2011), 14.

(18)

Yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an yang didasarkan atas sumber

ijtihad, dan pemikiran mufassir terhadap tuntutan kaidah bahasa Arab dan kesusasteraannya, teori ilmu pengetahuan setelah ia menguasai sumber-sumber tadi.

c. Metode bi al-iqtirani

Yaitu tata cara menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an yang didasarkan

atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan sahih dengan sumber hasil ijtihad pikiran yang sehat.

Bila ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat

al-Qur’an, maka metode tafsir dibagi menjadi:

1) Metode Bayani, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat

al-Qur’anhanya dengan memberikan keterangan secara deskripsi tanpa

membandingkan riwayat atau pendapat dan tanpa menilai (tarjih) antar sumber.

2) Metode tafsir muqarrin, yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara dalam masalah yang sama, ayat dengan hadith (isi dan matan), antara pendapat mufassir dengan pendapat mufassir laindengan menonjolkan segi-segi perbedaan

Metode tafsir ditinjau dari segi keluasan penjelasan tafsirannya maka dibagi menjadi:

1) Metode tafsir ijmaliy, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat

(19)

2) Metode tafsir ithnabi, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat

al- Qur’an secara mendetail dan rinci.

Bila ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan, maka metode tafsir dibagi menjadi:

1) Metode tafsir tahliliy, yaitu menafsirkan ayat al-Qur’an dengan cara urut

sesuai dengan urutan mushaf, yaitu dari surat al-Fatihah sampe al-Na>s.

2) Metode tafsir maudu’iy, yaitu suatu penafsiran dengan cara

mengumpulkan ayat mengenai suatu judul atau topok tertentu, dengan memperhatikan masa turunnya dan asbabu nuzul ayat.

3) Metode tafsir Nuzuliy, yaitu menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an dengan cara urut dan tertib sesuai dengan urutan turunnya ayat al-Qur’an.

2. Corak Tafsir

Corak tafsir juga bisa disebut dengan kecenderungan atau aliran penafsiran, serta al-Ittijah atau al-Nazi’ah. Yang artinya, sekumpulan dari

mabadi’ (dasar pijakan), pemikiran yang jelas yang tercakupdalam suatu terori

dan yang mengarah pada satu tujuan.5

M.Quraish Shihab6, mengatakan bahwa corak penafsiran yang dikenal selama ini, antara lain:

a. corak sastra bahasa b. corak filsafat dan teologi c. corak penafsiran ilmiah

5 M. Ridwan Nasir, Prespektif Baru Metode Tafsir Muqarin Dalam Memahami Alqur’an,

(Surabaya: Imtiyaz, 2011), 18.

(20)

d. corak fiqih atau hukum e. corak tasawuf

Bermula pada masa Syaikh Muhammad Abduh [1849-1905], corak-corak tersebut mulai berkembang dan perhatian banyak tertuju kepada corak sastra budaya kemasyarakatan. Yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan

masyarakat. Dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar. Sebagai bandingan, Ahmad As, Shouwy, dkk., menyatakan bahwa secara umum pendekatan yang sering dipakai oleh para mufassir adalah:

a. Bahasa,

b. Konteks antara kata dan ayat, dan c. Sifat penemuan ilmiah.

G.Metode Penelitian

Secara filosofis, apa yang dinamakan dengan metode penelitian adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari kerangka kerja dalam mencari kebenaran. Kerangka kerja mencari kebenaran dalam filsafat dikenal sebagai filsafat epistemologi.7

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala

7 Epistemologi menurut S. William dan Mabel Lewis Sahakian dalam Realism of

(21)

secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data yang diperoleh dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci.8

Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.9 Penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha mengenal dan memahami bahasa serta tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis,10 yakni menganalisa dan mendeskripsikan tentang perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah Surabaya Jawa Timur.

Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis dan sosio-historis. Pendekatan filosofis digunakan agar pokok penelitian mengenai perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah tersebut dapat diketahui secara paripurna. Sedangkan pendekatan sosio-historis dimaksudkan agar dapat terungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan metode kajian tafsir yang diterapkan serta jens kitab tafsir yang dipilih untuk dikaji.

8 Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Program S-1 (Surabaya: Fakultas

Tarbiyah-

IAIN Sunan Ampel, 2008 ), 9.

9 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya,

2004), 3.

10 Moh.Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 55. Penelitian ini

(22)

2. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan berhubungan dengan fokus penelitian. Data-data tersebut terdiri atas dua jenis data, yaitu data yang bersumber dari manusia dan data yang bersumber dari non manusia. Data dari manusia diperoleh dari orang yang menjadi informan, yang secara langsung menjadi subyek pebelitian. Sedangkan data non manusia diperoleh dari dokumen-dokumen berupa catatan, rekaman gambar atau foto dan hasil-hasil observasi.11

Adapun sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak lepas dari dua sumber data, yaitu sumber data primer (pokok) dan sumber data sekunder (penunjang), yang masing-masing keduanya menjadi sumber rujukan dan referensi dalam penggalian data penelitian ini. Sumber data primer dalam penelitian ini ialah sumber data yang terkait langsung dengan obyek lapangan penelitian, baik secara langsung dari orang-orang yang bersangkutan, yaitu para pengurus, santri, mahasiswa serta para guru dan dosen yang berada dalam struktur di Pondok Pesantren al-Fithrah Surabaya.

Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini ialah sumber data yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan obyek penelitian, yaitu sumber referensi penting yang dihasilkan dari data kepustakaan sebagai penunjang untuk kelengkapan data yang ada. Berdasarkan dua sumber data ini, maka penelitian yang dihasilkan lebih kuat dan akurat.

(23)

Dalam penelitian ini sumber data dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu sumber data berupa orang (person), sumber data berupa tempat atau benda (place) dan sumber data berupa simbol (paper).12 Sumber data

orang adalah mereka para guru ,dosen, santri dan mahasiswa . Dan sumber data tempat yang dimaksud adalah Pondok Pesantren al-Fithrah Surabaya. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber data simbol adalah sumber data yang diperoleh dari dokumen.

3. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan Jenis dan sumber data tersebut di atas, maka perlu adanya suatu cara atau teknik dalam pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini di samping langsung menggali data melalui wawancara dan observasi di lapangan, juga dengan melakukan telaah kitab dan buku-buku referensi kepustakaan.

a. Observasi

Adalah pengamatan langsung, yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan komunikasi langsung tanpa alat atau pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.13 Sedang menurut Nur Syam, observasi adalah serangkaian pencatatan terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek penelitian secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.14 Adapun observasi atau pengamatan dalam penelitian ini

(24)

dilakukan secara langsung di tempat, yaitu Pondok Pesantren al-Fithrah, Jalan Kedinding Lor Surabaya.

b. Wawancara

Adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil berhadapan antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang dimaksud interview (panduan wawancara).15 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara interaktif antara peneliti dengan pihak terkait (respondens) dengan cara Tanya jawab. Respondens yang dimaksud adalah sejumlah santri ataupun mahasiswa yang belajar di Pondok pesantren al-Fithrah Surabaya serta para guru dan TU yang bersangkutan.

4. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka kemudian data tersebut dianalisa. Dalam menganalisa data ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu sistem penelitian ataupun peristiwa pada masa sekarang.16 Sedangkan kualitatif adalah jenis penelitian deskriptif dengan pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen.17 Dalam hal ini teknik analisa data tersebut penulis gunakan untuk menganalisa perkembangan kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah.

15 Nasir Mohamad, Metode Penelitian, 234. 16 Ibid., 63.

17 Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: Remaja Rosda Karya,

(25)

H. Sistimatika Pembahasan

Bab pertama adalah pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, tujuan dan signifikasi penelitian yang memuat hal-hal prinsipil serta kegunaan penelitian baik dari kalangan akademisi atau umum. Selanjutnya adalah tinjauan pustaka dan dilanjutkan dengan mengungkap metode penelitian yang digunakan baik dari segi model penelitian, sumber data dan teknik analisis data.

Bab kedua merupakan tinjauan umum tentang profil Pondok pesantren al-Fithrah. Meliputi sejarah berdirinya pondok pesantren al-Fithrah, visi dan misi, kegiatan yang ada dalam pondok pesantren, serta biografi pendiri pondok pesantren al-Fithrah.

Bab ketiga merupakan data yang diperlukan dalam penelitian, diantaranya adalah wawancara tentang kitab tafsir apa saja yang dikaji di Pondok pesantren al-Fithrah, serta menjabarkan metode , corak, dan kecenderungan tafsir yang dikaji satu persatu. Diawali dengan biografi pengarang kitab tafsir yang dikaji satu persatu, serta mengklasifikasi berdasarkan meotode tafsir, corak tafsir dan lain sebagainya.

(26)
(27)

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN AL- FITHRAH, VISI MISI, DAN BIOGRAFI PENDIRINYA

A.Sejarah Berdirinya Al-Fithrah Dan Perkembangannya

Bermula dari kawasan Pondok Pesantren al-Fithrah yang diasuh oleh KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy. Pondok Pesantren ini berdiri pertama kali hanyalah merupakan sebuah mushola,yang kemudian menjadi sebuah masjid, dan terakhir (sekarang) telah berubah menjadi sebuah tempat pesarean beliau, yang wafat pada tanggal 18 Agustus 2009. Pada tahun 1985 M didirikanlah sebuah pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah, yang letaknya di Jalan Kedinding Lor 99 Surabaya.16

Keberadaan pondok pesantren tersebut awalnya belum begitu dikenal oleh masyarakat setempat dan sekitarnya, disamping karena masih baru dirintis (dalam tahap babat awal), juga karena pengasuhnya (KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy) saat itu belum begitu dikenal jati dirinya secara umum oleh masyarakat setempat, sehingga pendudukpun banyak yang belum mengetahui tentang keberadaan yang sebenarnya. Mereka hanya mengetahui tentang ta>riqah yang ada di Jatipurwo, yang diasuh oleh KH. Usman al-Isha>qy (Ayah KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy).

Banyaknya jama’ah tarekat yang datang dari luar daerah untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan ketarekatan, terutama dalam kegiatan besar seperti haul akbar, memperingati hari-hari besar Islam dan lain-lain, dapat memberikan pengaruh besar

16 Wawancara dengan Ust. Wahdi Alawi, Imam Khususi T{a>riqah Qodiryah wa

(28)

terhadap masyarakat sekitar pondok pesantren, sehingga mereka tahu dan mengenal tentang keberadaan pondok pesantren yang sebenarnya, terlebih pada sosok karismatik pengasuhnya yang menjadi maghnit dan daya tarik tersendiri atas berdirinya pondok pesantren. Dengan banyaknya kegiatan yang diadakan, maka banyak pula masyarakat setempat dan sekitarnya yang ikut serta dalam kegiatan tersebut, meskipun sebenarnya mereka bukan seluruhnya termasuk murid jama’ah

(pengikut) t}a>riqah17

Pada Tahun 1995 M. berkat kesabaran dan kegigihan KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy dalam menjalankan tugas amanat dan tanggung jawab dalam mensyiarkan perjuangan para pendahulunya, lambat laun T{{a>riqah Qodiriyah wa al-Naqshabandiyah di Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah ini mulai tumbuh dan berkembang dengan pesat.18

Untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang ada, kemudian masyarakatpun mengusulkan agar di dirikan sebuah masjid. Akan tetapi karena disekitar pondok tersebut sudah terdapat sebuah masjid, maka Beliau (KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy) merasa enggan dan perlu adanya suatu pertimbangan-pertimbangan yang matang untuk mendirikannya. Namun kenyataannya masyarakat tetap menghendaki adanya sebuah masjid di pondok pesantren. Akhirnya setelah dimusyawarahkan

17 Wawancara dengan H.Zainul Arif, Imam Khususi T{a>riqah Qodiryah wa

al-Naqshabandiyah, di Surabaya, pada tanggal 15 Maret 2012.

18 Wawancara dengan Khoiruddin, Pengurus T}a>riqah Qodiryah wa-Naqsyabandiyah, di

(29)

bersama,masyarakatpun menyatakan kesetujuannya untuk didirikan sebuah masjid di Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah.19

B.Visi Pondok Pesantren Al-Salafi Al-Fithrah20

Menanamkan akhlaqul karimah atau budi pekerti yang mulia sejak dini sebagai bekal hidup dan kehidupan putra-putri dalam melanjutkan perjuangan salafushsholeh untuk melestarikan dan mengembangkan suri tauladan, bimbingan dan tuntunan dalam perjuangan dan hidup serta kehidupan Baginda Habibillah Rasulillah Muhammad SAW.yang penuh akhlaqul karimah.

C. Misi Pondok Pesantren Al-Fithrah21

1. Menyelenggarakan pengajaran / pendidikan formal atau non formal yang berorientasi pada kelestarian dan pengembangan suri teladan, bimbingan dan tuntunan dalam perjuangan dan hidup, serta kehidupan Baginda Habibillah Rasulillah Muhammad SAW. Yang penuh akhlaqul karimah.

2. Mempertahankan nilai-nilai salaf al-sha>lih dan mengambil nilai-nilai baru yang positif dan lebih maslahah dalam hidup dan kehidupan, beragama dan bermasyarakat.

3. Membentuk pola pikir sntri yang kritis, logis, obyektif, yang berlandaskan kejujuran dan akhlaqul karimah.

19Wawancara dengan Ust. H.Zainul Arif, Imam T}a>riqah Qodiryah wa-Naqsyabandiyah, di

Surabaya, pada tanggal 19 Maret 2012

20Diambil dari dokumen al- Fithrah, serta sudah terlampir di dalam brosur pendaftaran

pondok pesantren.

(30)

4. memberikan bekal keterampilan hidup, membangun jiwa santri yang mempunyai semangat hidup tinggi dan mandiri serta mampu menghadapi tantangan perubahan zaman.

E. Biografi Pendiri Pondok Pesantren Al-Fithrah

Mengawali kisah riwayat hidup KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> dimulai dari tempat tinggal dimana ia dilahirkan, yaitu Desa Jatipurwo, Kecamatan Semampir Surabaya, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1951. Ia adalah salah satu putra kelima dari sepuluh putra bersaudara. Ayahnya bernama KH. Muhammad Usman al-Isha>qy>,22 dan ibunya bernama Nyai Hj. Siti Qomariyah binti KH. Munadi. Jika diruntut latar belakang nasab KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy> bersambung hingga Nabi Muhammad Saw,maka bertemu pada urutan yang ke-38.23

KH. Ahmad Asro>ri Al-Isha>qy> lahir di tengah-tengah keluarga priagung (terhormat), di samping ia sebagai putra kyai yang memiliki Pondok Pesantren, juga yang memiliki maqa>m (kedudukan) yang tinggi sebagai murshid tarikat, bahkan nasab keturunannya bersambung kepada Nabi Muhammad Saw. Maka lengkaplah sudah apa yang ada pada dirinya. Berikut silsilah nasab KH. Ahmad Asro>ri Al-Isha>qy> dari bawah ke atas: Ahmad Asro>ri – Muhammad Usman – Nyai Surati –

Kiyai Abdulla>h – Embah Dasha – Embah Salbeng – Embah Jarangan – Kiyai Ageng

22 Al-Isha>qy> adalah gelar yang dinisbatkan pada Shaikh Maulana Isha>q, ayah Sunan Giri,

sebab KH. Usman adalah keturunan ke-14 dari Sunan Giri.Sedangkan jalur nasab dari ibu, silsilah nasab KH.Ahmad Asrori bersambung dengan Sunan Gunung Jati Cirebon.

23 Zainul ‘Arif (Abdi Dalem Pesantren), Wawancara, 3 April 2014. Terdapat beberapa versi

(31)

Mas – Kiyai Panembahan Bagus – Kiyai Ageng Pangeran Sadang Rono –

Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guwa – Shaikh Fadhlulla>h (Sunan Prapen) – Shaikh Ali Sumadiro – Shaikh Muhammad ‘Ainul Yaqi>n (Sunan

Giri) – Shaikh Maulana Isha>q – Shaikh Ibro>him Akbar (Ibro>him Asmorokondi) –

Shaikh Jama>luddin Akbar ( Shaikh Juma>di al-Kubro) – Shaikh Ahmad Syah Jala>l Amir – Shaikh Abdullah Khon –Shaikh ‘Alwi> – Shaikh Abdulla>h – Shaikh Ahmad Muha>jir – Shaikh Isa> al-Ru>mi – Shaikh Muhammad Naqi>b – Shaikh ‘Ali al-Iridhi –

Shaikh Ja’far Sho>diq – Shaikh Muhammad al-Baqir - Sayyid ‘Ali Zainul ‘Abidi>n –

Sayyid Imam al-Husain – Sayyidah Fa>t}imah al-Zahro – Nabi Muhammad Saw.24 Tanda-tanda KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy> kelak akan menjadi seorang tokoh besar dan panutan bagi umat pada zamannya sudah nampak sejak masa mudanya. Setelah menimba ilmu di beberapa Pondok pesantren di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, ia berdakwah kepada anak-anak muda jalanan. Padahal di rumahnya sendiri ia sangat diperlukan sekali oleh keluarga untuk membantu mengajar di

Pondok Pesantren Raudhatul Muta’allimi>n yang diasuh oleh ayahnya (KH.

Muhammad Usman al-Isha>qy>).25

Dengan caranya yang unik, model dakwah yang ia terapkan berbeda dengan dakwah pada umumnya. Sesuai dengan kondisi anak jalanan ia senantiasa mengikuti kebiasaan dan hobi mereka. Tidak jarang jika ia ikut langsung bersama mereka

24 Abdur Roshid (Ketua TQN), Wawancara, Kantor Sekretariat Pusat Surabaya, 5 April

2014.

(32)

jalan kesana-kemari hanya sekedar untuk duduk-duduk dan nongkrong bersenda gurau sambil berlalu, sesekali bernyanyi dan bermain musik dan lain sebagainya. Namun dibalik semua itu, tanpa disadari oleh mereka jika diri mereka sebenarnya telah menjadi bagian dari proses pendekatan yang sedang berlangsung dalam perubahan jiwa dan mental mereka, yang sedikit demi sedikit sedang ditanamkan oleh gus Rori (panggilan akrab anak muda saat itu) tentang dasar-dasar ilmu dan hikmah (sikap arif dan bijaksana).

Meski hanya dalam skala kecil, simpel dan sederhana, namun pendekatan dakwah semacam ini lebih mengena dan terasa dalam kehidupan anak muda yang lebih cenderung memilih kesenangan dan berhura-hura. Maka tidak heran jika banyak sekali para pemuda jalanan yang tertarik dan antusias untuk mengikutinya. Di tengah pergumulan dan pergaulan bebas seperti anak-anak muda jalanan itulah gus Rori memulai dakwah pertamanya.26

Awal yang menjadi cikal bakal dan langkah yang menjadi perjalanan dakwah gus Rori tersebut ternyata menjadi catatan penting baginya, yang kelak pada saatnya akan menjadi bekal dan harapan dikemudian hari dalam membimbing umat (para pengikut tarikat) yang dibawanya sebagai penerus para guru tarikat pendahulunya, terlebih dari ayahanda yang telah memilih dan mengangkatnya sebagai khali>fah

(33)

untuk meneruskan kemurshidan di bawah naungan T{a>riqah Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah.27

Jika diurut dan dianalisa lebih mendalam, perjalanan dakwah KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy sejak awal masa mudanya hingga saatnya ia duduk sebagai guru murshid, tentu tersimpan hikmah dan pelajaran (‘ibroh ) yang sangat berharga. Dibalik itu semua juga ada hubungan (korelasi) serta benang merah yang mengingatkan kita semua kepada perjalanan dakwahnya para Wali Songo. Dimana, misi pendekatan dakwah (missionaris a proac) yang dilakukan oleh Wali Songo dalam mengajarkan agama Islam di Tanah Jawa penuh dengan kearifan dan kelembutan melalui pendekatan-pendekatan sosial serta berakulturasi dengan peradaban budaya pribumi yang pada saat itu sudah menganut ajaran animisme dan dinamisme yang dikemas dengan ajaran Hindu-Budha.28

Tentu, bukan sesuatu yang mudah untuk merubah sifat, tabi’at (karakter) seseorang, lebih-lebih akidah yang sudah tertanam dalam dan mengakar kuat dalam hati mereka. Benar, jika dikatakan bahwa tidak semudah membalik tangan apa yang kita kehendaki, akan tetapi perlu adanya suatu proses yang harus dilalui. Melalui sentuhan lokal dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh para Wali Songo dengan berbagai macam model dan cara, seperti wayangan, gendingan, syi’iran

(nyanyian lagu-lagu Jawa) dan lain sebagainya, menjadikan suasana menjadi penuh

27 Mas’ud Abu Bakar (Kha>dim KH. Muhammad Usman), Wawancara, Surabaya, 11 April

2014.

28 Hasanuddin (Ketua Jama’ah Al-Khidmah), Wawancara, Meteseh Semarang, 10 April

(34)

dengan keakraban dan kedekatan. Maka kemudian tanpa disadari misi dakwah Wali Songo lambat laun dapat masuk dan diterima dengan baik di tengah-tengah mereka.29

Secara adat, memang model dan cara-cara tersebut di atas bukanlah budaya Islami, akan tetapi itu semua hanya sekedar media untuk melakukan pendekatan. Dan secara hakikat, isi dari esensi yang ada di dalamnya kemudian dirubah secara Islami, sekalipun tanpa harus menghilangkan budaya aslinya sebagai catatan sejarah dan kekayaan budaya lokal. Sarana dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo adalah merupakan konsep jitu dalam menjalankan dakwah Islam, yang tidak hanya mengandalkan intelektual semata, akan tetapi juga menggunakan hubungan akulturasi sosial dan budaya. Hal itu dilakukan agar ada kedekatan dan ikatan emosional demi untuk mencapai tujuan spiritual yang sesungguhnya.Dakwah para Wali Songo lebih mengedepankan pada sentuhan-sentuhan penuh hikmah dan memberi nasihat yang baik.30

Kurang lebih apa yang dilakukan oleh gus Rori semasa muda dalam melakukan dakwahnya tidak jauh bedanya dengan apa yang telah dilakukan oleh para Wali Songo dulu. Bedanya hanya sedikit, jika para Wali Songo dulu berdakwah dalam rangka mengentaskan akidah yang sesat menjadi lurus dan benar, berbeda

29 Abdur Roshid (Ketua TQN), Wawancara, Kantor Sekretariat Pusat Surabaya, 11 April

2014.

(35)

dengan gus Rori yang berdakwah dalam rangka mengentaskan moral yang rusak menjadi moral yang baik dan berakhlak al-Kari>mah.31

Obyek dakwah sebenarnya tidak pandang pilih melihat pada satu sisi atau sisi yang lain, akan tetapi sisi manapun manakala menjadi jalan untuk bisa masuk ke dalamnya, maka itulah pintu masuk untuk bisa berdakwah, sekalipun terkadang

berlawanan dengan aturan, bahkan bertentangan dengan shari’at. Sebagai gambaran

misalnya, jika kita membawa lampu tentu untuk menerangi ruang atau tempat yang gelap, maka menjadi teranglah keadaan tempat ruangan tersebut. Namun, jika membawanya di ruang atau tempat yang sudah terang benderang maka sia-sialah, karena tempat ruangan tersebut sudah tidak lagi memerlukan penerangan.Begitu halnya dalam berdakwah, maka berdakwalah di suatu tempat di mana masih diperlukan adanya pencerahan dan perbaikan sesuai dengan kondisi yang ada atau kondisi apapun.32

Bagi gus Rori berkumpul dan bergaul dengan anak-anak jalanan bukanlah sesuatu yang aneh, justru bersama mereka adalah merupakan kesempatan yang sangat berharga, agar mereka dapat lebih dekat dan mengerti kepada kebaikan. Dan jika menjauhinya, maka tentu jauh pula sinar cahaya kebaikan pada mereka.Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan merekapun diajak pula untuk berkumpul dan berdhikir bersama orang-orang saleh dalam majlis-majlis tertentu, seperti

31 Ali Tamim (Kha>dim Ma’had Jati Purwo), Wawancara, Sawah Pulo Surabaya, 15 April

2014.

32 Khoiruddin (Kha>dim Ma’had Al-Fithrah), Wawancara, Kedinding Surabaya, 17 April

(36)

manaqiban, mauludan dan pengajian.Majlis pertama kali dilaksanakannya acara tersebut adalah Gersik, tepatnya di kampung Bedilan, yang dikemudian hari tempat tersebut dijadikan sebagai acara rutin majlis manaqiban yang dilaksanakan pada setiap bulannya.33

Pada awalnya majlis tersebut dibentuk dan diberi nama jama’ah KACA yang

merupakan kepanjangan dari Karunia Cahaya Agung. Namun kemudian lebih populer dengan sebutan orong-orong. Hal itu bukan tanpa alasan, akan tetapi karena

jama’ah ini pengikutnya lebih didominasi oleh kalangan anak-anak muda jalanan

yang hobi dan kesukaannya keluyuran diwaktu malam. Tentu nama atau istilah tersebut sesuai dengan perilaku orong-orong yang menurut sebagian ahli bahasa adalah nama bagi binatang melata yang kebiasaannya keluar diwaktu malam. Maka secara majaz, kemudian nama itu diistilahkan bagi mereka yang memiliki persamaan sifat dan perilaku yang serupa.34

Dalam perkembangannya nama orong-orong tersebut lebih dikenal

dibandingkan nama aslinya (KACA). Dan kelak, jama’ah orong-orong inilah yang

menjadi embrio dan yang melahirkan jama’ah al-Khidmah. Sungguh merupakan

suatu perjalanan panjang, yang secara alami mengalir mengikuti proses perubahan sesuai dengan peradaban zaman yang berkembang.

33Doyok (Orong-orong Teman Dekat KH. Ahmad Asrori), Wawancara, Gresik, 9 April 2014. 34 Mas’ud Abu Bakar (Kha>dim KH. Muhammad Usman), Wawancara, Surabaya, 11 April

(37)

Seiring dengan perjalanan waktu, gus Rori kemudian berhijrah ke suatu tempat di wilayah Timur Utara Suramadu, tepatnya daerah Kedinding Lor, Kelurahan Tanahkali Kedinding, Kecamatan Kenjeran Surabaya. Di sana, ia menetap dan berdomisili menjadi penduduk warga Kedinding. Di sana pula ia kemudian mendirikan Pondok Pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Al-Salafi Al-Fithrah. Di tempat inilah perjalan sejarah gus Rori terus berlanjut dan

berkembang hingga sampai pada puncak keberhasilannya membawa jama’ah tarikat

yang semakin hari kian semakin bertambah banyak dan pesat. Ketokohannya semakin menambah kemasyhuran tarikat dan Pondok Pesantren.35

Akhir sejarah dari perjalanan hidup KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy> banyak sekali meninggalkan bekas kenangan, jasa dan kebaikan bagi setiap orang dan para pecintanya, khususnya bagi seluruh jama’ah tarikat yang senantiasa menjadikannya

sebagai panutan dalam hidup. Pada tahun 2009 M. tepatnya hari selasa tanggal 18

Agustus bertepatan dengan tanggal 26 sha’ban 1430 H. Ia telah berpulang

menghadap keharibaan Allah Swt. dalam usia 58 tahun, dengan meninggalkan dua istri dan enam anak. Lima anak dari istri pertama, dan satu anak dari istri yang kedua.36

35Wahdi ‘Alawy (Kha>dim Ma’had al-Fithrah), Wawancara, Kedinding Surabaya, 7April

2014.

(38)

F. Latar Belakang Pendidikan KH. Ahmad Asrori

Dalam pencariannya menuntut ilmu, KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> hanya mengenyam pendidikan ditingkat sekolah dasar (SD), bahkan itupun tidak sampai tamat sekolahnya, hanya sampai kelas tiga saja. Seperti lumrah pada umumnya, putra-putri Kyai di Jawa termasuk KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy, semasa mudanya senantiasa dipondokkan oleh ayahnya ke beberapa Pondok Pesantren untuk menuntut ilmu. Hal itu agar menjadi bekal dan harapan kelak di masa yang akan datang.37

Pondok Pesantren pertama yang menjadi tempat bermukim dan belajar menuntut ilmu KH. Ahmad Asro>ri adalah Pondok Pesantren Darul Ulum,

Peterongan Jombang,yang d iasuh oleh KH. Dr. Musta’in Romli Tamimy (1966).

Setelah satu tahun menimba ilmu di Jombang,38 ia melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren al-Hidayah di Tertek, Pare, Kediri yang diasuh oleh KH.Juwaeni. Selama tiga tahun ia menimba ilmu di Pondok Pesantren ini. Pelajaran dan kitab-kitab yang dipelajari dan didalami kebanyakan kitab-kitab-kitab tasawuf seperti ihya>’

ulum al-Di>n karya al-Ghaza>li. Meski dibilang cukup singkat, namun banyak sekali

37 Muhammad Musyafa’, Wawancara (Dalam Seremonial Haul Akbar), Surabaya, 23 Mei

2015.

38KH.Ahmad Asrori tidak pernah lama belajar di Pondok Pesantren tertentu.Dalam dunia

(39)

kitab-kitab yang dapat dikhatamkan oleh KH.Ahmad Asrori al-Isha>qy> di Pondok Pesantren ini.39

Selepas dari Kediri, KH. Ahmad Asro>ri terus melanjutkan belajarnya ke Pondok Pesantren al-Munawwir, Krapyak, Jogjakarta di bawah asuhan KH. Ali

Ma’shum. Di pesantren ini KH. Ahmad Asro>ri menimba ilmu hanya beberapa bulan

saja. Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya ke daerah Jawa Barat, yaitu di salah satu pesantren yang ada di Cirebon, yakni Pondok Pesantren Buntet yang diasuh oleh KH. Abdullah Abbas. Di pesantren inipun ia hanya belajar selama setengah tahun saja.40

G. Karya-Karya KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy>

KH.Ahmad Asrori al-Isha>qy> adalah termasuk salah satu tokoh ulama besar Indonesia dari Jawa yang memiliki segudang kemampuan dan keutamaan, baik dibidang keilmuan maupun hikmah. Tidak salah, jika ia diberi gelar Shaikh al-Ka>mil, karena luhurnya maqo>m (kedudukan) yang ada pada dirinya sebagai guru murshid tarikat Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah. Kapasitas keilmuan yang dimiliki dan dikuasainya sungguh tak terbantahkan dan tidak diragukan lagi, bahkan melebihi kapasitas pada umumnya.41

39Mas’ud Abu Bakar, Wawancara (Setelah Khusushi), Kedinding Surabaya, 12 Pebruari

2014.

40Abdur Roshid (Ketua TQN), Wawancara, Kantor Sekretariyat Pusat Surabaya, 24 Mei

2015.

41 Muhammad Mushafa’, Wawancara (Dalam Seremonial Haul Akbar), Surabaya, 23 Mei

(40)

Selain itu, KH. Ahmad Asrori al-Isha>qy> juga tergolong ulama yang sangat aktif dan produktif dalam menghasilkan karya tulis, mulai dari kitab mukhtas{or (artikel kitab-kitab kecil) hingga kitab mut{awwala>t (kitab besar yang berjilid-jilid). Sebagai ulama besar yang sangat berpengaruh pada zamannya dan di kenang sepanjang masa tentu dapat diketahui tidak hanya dari kepiawaian dalam menyampaikan materi dakwah, tapi juga dari hasil karya tulisnya, sehingga karyanya bisa dibaca, ditelaah dan difahami oleh setiap orang dari zaman ke zaman hingga sepanjang masa sebagaimana ta’lifa>t (karangan-karangan kitab) ulama-ulama Islam terdahulu.42

Terdapat banyak karangan hasil karya tulis KH.Ahmad Asrori al-Isha>qy> yang

telah dicetak dan diterbitkan kepublik khususnya kalangan jama’ah tarikat

Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah. Kebanyakan kitab-kitab hasil buah karyanya tersebut lebih mendominasi pada kitab-kitab tasawuf (kutub al-S{u>fiyah). Di antara karya-karyanya tersebut adalah:

1. Kitab Basya>ir al-Ikhwa>n fi> Tadbi>r al-Muri>di>n al-Hara>ra>t al-Fitan wa

Inqa>z{ihim ‘an Shabakat al-Hirma>n.

Kitab ini merupakan kitab pertama buah karya KH.Ahmad Asrori al-Isha>qy> yang mengulas tentang tuntunan dan bimbingan tarikat.Di dalamnya menjelaskan tentang banyak hal mengenai adab-adab atau tata krama para muri>d tarikat terhadap shaikhnya (murshid), di samping pula menjelaskan

42 Muhamad Nu’man, Wawancara (Kuliah Tematik), STAI al-Fithrah Surabaya, 9 oktober

(41)

tentang larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para muri>d tarikat.Kitab ini diterbitkan oleh percetakan al-Saqa>fiyah Surabaya pada tahun 1979, setahun setelah diangkatnya KH.Ahmad Asrori al-Isha>qy> sebagai murshid.

2. Kitab Al-Risa>lah al-Sha>fiyah fi> Tarjamah al-Thamroh al-Rauz{ah al-Sha>hiyah bi> al-Lughoh al-Madu>riyah.

Kitab ini termasuk karangan berikutnya setelah kitab pertama, yang di dalamnya berisi seputar permasalahan-permasalahan fiqih, yang formulasinya disajikan dalam bentuk susunan tanya jawab. Dalam teks redaksinya kitab ini menggunakan bahasa Madura dengan stail tulisan Arab pegon.Penggunaan bahasa Madura dalam kitab ini merupakan bagian dari bahasa yang dikuasai oleh KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> selain bahasa Jawa, juga menjadi bahasa sehari-hari dalam beriteraksi dengan masyarakat etnis Madura, karena sebagian dari para muri>d pengikut tarikat ini berbahasa Madura. Selain bahasa Jawa dan Madura KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy juga mampu menguasai bahasa Bawean. Kitab ini pertama kali diterbitkan oleh percetakan al-Segaf Surabaya pada tahun 1976.

3. Kitab Al-Ikli>l Al-Istigha>thah wa Al-Azka>r wa Al-Da’awa>t fi> Al-Tahli>l

Adalah kitab yang menjelaskan tentang tuntunan ritual bacaan-bacaan

dalam majlis istigha>thah, tahlil dan berkirim do’a. Kitab ini merupakan

(42)

yang diamalkan dalam pelaksanaan majlis-masjlis tersebut. Pertama kali kitab ini diterbitkan pada tahun 1989. Pada tahun tersebut percetakan al-Wafa Publishing belum lahir, sehingga kitab ini diterbitkan atas nama Pondok Pesantren al-Salafi al-Fithrah.

4. Kitab Al-Anwar Al-Khus{u>s{iyah Al-Khatmiyah

Di dalamnya menjelaskan tentang kewajiban dhikir yang harus

dilakukan oleh setiap muri>d tarikat yang telah berbai’at dalam tarikat

Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah.Kitab ini pertama kali di terbitkan tanun 1999. 5. Kitab Al-Faid{ Al-Rahma>ny Liman Yadzillu Tah{ta Al-Saqf Al-Uthma>ni fi> Mana>qib Al-Shaikh ‘Abdul Qa>dir Al-Ji>la>ny

Kitab ini memuat serangkaian bacaan mana>qib Shaikh ‘Abdul Qa>dir al

-Ji>la>ny yang diawali dengan bacaan tawassul, istigha>thah, Ya>si>n dan tahli>l sebagaimana tercantum dalam kitab Al-Ikli>l Al-Istigha>thah wa Al-Azka>r wa Al-Da’awa>t fi> Al-Tahli>l, hanya saja dalam kitab ini tuntunan bacaan lebih lengkap dan sempurna, karena terdapat juga beberapa tambahan bacaan-bacaan yang lain.

6. Kitab Al-Wa>qi’ah Al-Fad{ilah wa-Ya>si>n Al-Fa>d{ilah

Berisi tentang bacaan su>rat wa>qi’ah dan ya>si>n fa>d{ilah beserta doanya.

(43)

untuk dibaca setiap hari oleh para muri>d tarikat, terutama diwaktu pagi dan sore.Pertama kali diterbitkan pada tahun 2007.

7. Kitab Al-S{alawa>t Al-H{usainiyah

Berupa bacaan-bacaan s{alawa>t kepada Nabi Muhammad Saw. yang berisi selipan potongan ayat-ayat al-Qur’an. Kitab ini juga termasuk salah satu

tuntunan untuk selalu membaca s{alawa>t kepada Nabi Muhammad Saw. yang menjadi pegangan sehari-hari bagi muri>d-muri>d tarikat. Dan anjurkan dibaca setiap hari setidaknya pada pagi dan sore hari.Terbitan pertama tahun 1990-an. 8. Kitab Al-Fath{ah Al-Nu>riyah

Kitab, yang di dalamnya memuat sejumlah aura>d (wiridan-wiridan) dan

do’a keseharian, baik yang dilakukan setelah s{alat maktubah maupun setelah

s{alat sunah. Kitab ini terdiri dari tiga jilid. Jilid pertama berisi tentang tuntunan aura>d yang baca setiap habis s{alat wajib atau maktubah. Jilid kedua berisi tentang tuntunan s{alat-s{alat sunah yang dilakukan di malam hari. Sedangkan jilid ketiga berisi tentang tuntunan s{alat-s{alat sunah yang dilakukan di siang hari. Diterbitkan pertama kali pada tahun 2006.

9. Kitab Al-Nafah{a>t fi> ma> Yata’allaq bi> al-Tara>wi>h{ wa al-Witr wa al-Tasbi>h{ wa al-H{a>jah

(44)

dibaca pada malam bulan suci Ramad{an saja. Diterbitkan pertama kali pada th 2006.

10. Kitab Bahjah al-Wishah{ fi> al-Nubdhah min Maulid Khoiri al-Bariyah Saw Memuat isi kandungan tentang maulid (kelahiran) dan si>roh (perilaku) Nabi Muhammad Saw.Kitab ini menjadi salah saatu pegangan khusus yang dibaca dalam majlis-majlis dhikir yang diselenggarakan oleh jama’ah al -Khidmah.Terbitan perdanya tahun 2009.

11. Kitab Lailah al-Qadar

Kitab yang mengulas tentang keutamaan malam lailatul qadar.Kitab ini berupa terjemahan versi bahasa Indonesia. Pertama kali diterbitkan oleh penerbit al-Wava Publishing pada tahun 2012.

12. Mir’ah al-Jina>n fi> al-Istigha>thah wa al-Adhka>r wa al-Da’wa>t ‘Inda Khatmi

al-Qur’an Ma’a Dua>’ Brri al-Wa>lidai>n Bih{aqqi Ummi al-Qur’an

Kitab yang khusus berisi rentetan doa khatmil qur’an dan doa birrul

walidain. Kitab ini secara istiqa>mah dibaca pada momen-momen tertentu, seperti haul akbar dan malam 27 Ramad{an di Pondok Pesantren Salafi al-Fithrah Surabaya. Pertama diterbitkan pada tahun 2007.

13. Kitab al-Muntakha>bat fi> Ra>bit{ah al-Qalbiyah wa-S{ilat al-Ru>hiyah

(45)

besar hingga berjilid-jilid. Kitab ini adalah karya terbesarnya yang ditulis dan disusun selama ia menjalani sakit parah yang cukup lama, namun ia tak pernah menyerah. Yang pada akhirnya, dengan berakhirnya kitab yang ia karang ini berakhir pula perjalanan hidupnya. Ia kembali keharibaan Allah Swt. Sungguh suatu hal yang sangat luar biasa di zaman seperti ini (saat itu), masih ada dan tersisa orang yang sungguh-sunguh dan sangat luar biasa.

Kitab al-Muntakha>bat ini jika dilihat dari segi besarnya terdiri dari lima jilid, yang masing-masing jilidnya berisi kurang lebih 350 halaman. Dan jika melihat dari segi esensinya, hampir seluruhnya memuat isi kandungan nilai-nilai tasawuf yang diimplementasikan dalam kehidupan tarikat sehari-hari.Pada bagian jilid tertentu diselipkan pula data identitas para ahli hadith, yang tujuannya agar menjadi pegangan dan landasan dasar dalam pengutipan hadith-hadith yang diangkat dalam kitab ini.

14. Kitab al-Nuqt{ah wa al-Ba>qiyah al-Sa>lih{ah wa al-‘A>qibah al-Khairah wa al- Kha>timah al-H{asanah

(46)

tentang masalah mura>qabah (mawas diri) atau merasa diawasi dan masalah wuqu>f al-Qalby (hadirnya hati). Kitab ini pertama kali diterbitkan oleh penerbit al-Wava pada tahun 2007.

15. Kitab Muntakha>bat fi> ma> Huwa al-Mana>qib

Kitab ini sebenarnya merupakan nubdhah (bagian sekelumit) dari kitabaslinya (al-Muntakha>bat fi> Ra>bit{ah al-Qalbiyah wa-S{ilat al-Ru>hiyah), yang sengaja dikhususkan pembukuannya secara terpisah untuk menjelaskan tentang dasar-dasar dan landasan hukum normatif (al-Qur’an-al-H{adith) mengenai penyelenggaraan majlis mana>qib sekaligus urgensitasnya. Sehingga kitab ini bisa dijadikan sebagai suatu pegangan dan referensi hukum. Kitab ini dicetak dan diterbitkan oleh penerbit al-Wava Publishing pada tahun 2007. 16. Buku Pedoman Kepemimpinan Kepengurusan dalam Kegiatan dan Amaliyah al-T{ariqah dan al-Khidmah

Merupakan buku literatur yang menjadi pijakan referensi dan pedoman khusus dalam mengatur keorganisasian tarikat Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah

dan jama’ah al-Khidmah. Buku pedoman ini sudah berkali-kali dicetak dan

diterbitkan oleh percetakan al-Wafa publishing.Terbitan pertama tahun 2005. C. Kegiatan Sosial Kemasharakatan dan Spiritual Keagamaan

(47)

bersosialisasi dan berinteraksi langsung dengan kehidupan bermasyarakat, baik melalui pendekatan pergaulan secara intens maupun pengajian yang diasuhnya secara umum. Dengan dibukanya majlis-majlis dhikir yang diselenggarakan disetiaptempat khususnya di Pondok Pesantren al-Fithrah Surabaya mampu menyedot perhatian masyarakat sehingga berbondong-bondong mengikutinya.

Kegiatan demi kegiatan yang diselenggarakan oleh KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> dalam berbagai momen dan kesempatan dapat memberikan pengaruh positif yang sangat luar biasa bagi masyarakat umum, khususnya para pengikut tarikat Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah. Ketokohan dan kharismatik KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> menjadi daya tarik tersendiri. Sikapnya yang santun dan lemah lembut membuat siapapun tertarik dengannya, terlebih sentuhan fatwanya yang sejuk dan mendinginkan mampu menjadi obat penawar hati.

(48)

D. Perjalanan Spiritual KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy

Sejarah perjalanan hidup KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> dalam segala aspeknya tidak terlepas dari perjalanan spiritual yang dilakoninya. Perjalanan spiritual yang dijalaninya merupakan nilai-nilai yang ada dalam ajaran yang dianutnya yaitu ajaran tarikat Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah. Dengan segala usaha dan upaya yang ditempuhnya melalui mujahadah yang gigih ia sampai dan mencapai suatu maqa>m (kedudukan) yang mulia disisi Allah Swt.

Jalan spiritual yang ditempuh oleh para sufistik dalam mendaki perjalanannya (suluk) menuju kepuncak kema’rifatan kepada Allah Swt. berbeda -beda cara dan modelnya. Di antara macam-macam cara dan model tersebut adalah melalui jalan tarikat. Tidak sedikit di antara mereka yang berhasil mencapai

kema’rifatan kepada Allah Swt. melalui jalan ini, tersemasuk KH. Ahmad Asro>ri

al-Isha>qy>.

(49)

seperti apa perjalanan spiritual KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> dalam kehidupan tarikatnya, maka tentu harus mengtahui pula tentang catatan-catatan sejarahnya.43

Bermula dari sifat, sikap dan kemampuan yang dibawanya sejak lahir, sudah menunjukan tanda-tanda adanya kemungkinan menjadi orang besar dan istimewa. Tidak salah, jika kemudian ia dipercaya, dipilih dan diangkat oleh ayahnya untuk menjadi penerus sebagai murshid.

Pada saat KH. Muhammad Usman al-Isha>qy> meninggal dunia di bulan Januari tahun 1984, enam tahun sebelumnya ia telah mengangkat putranya (KH. Ahmad Asro>ri) sebagai murshid, yang jauh sebelumnya sudah dipersiapkan untuk menggantikannya. Pengangkatan tersebut tepatnya pada tanggal Senin Pon 17 Ramadhan 1398 H / 21 Agustus 1978 M.44 Tanpa perlu menunggu lama siapa yang akan menggantikannya, estafet kemurshidan langsung digantikan dan diteruskan oleh KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy>.

Ada kisah menarik, dari peristiwa pengangkatan KH. Ahmad Asro>ri untuk menjadi murshid. Diceritakan bahwa sejak tahun 1975 ia sebenarnya sudah diminta

dan di bujuk oleh ayahnya agar mau bersedia dibai’at untuk meneruskan dirinya

meneruskan tampuk kepemimpinan sebagai murshid. Namun, KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> tidak langsung menerimanya, bahkan ia selalu berusaha menghindar dan menghindar dengan cara mencari-cari suatu alasan. Salah satu alasan yang ia

43 Wahdi ‘Alawy, Wawancara (Seminar A’immah al-Khusu>siyah),Surabaya, 27 Desember

2014.

(50)

ungkapkan ialah karena masih ada beberapa saudaranya yang lebih tua. Itulah sikap yang arif dan bijaksana bagi seorang yang memiliki sifat tawadu’ (rendah hati), sekaligus merupakan tanda kebesaran jiwa yang ada pada dirinya. Akan tetapi bukahlah sesuatu yang tidak pantas jika ia menerimanya, karena hal ini adalah ama>nah (kepercayaan) dari seorang guru yang juga sekaligus sebagi orang tua. Sekalipun demikian, ia tetap senantiasa menjaga dan menghormati perasaan orang lain sebagai bagian dari akhlak al-kari>mah.45

Pucuk dicinta (harapan) ulampun tiba, itu kira-kira ungkapan yang pantas diucapkan menurut kata pepatah, lebih-lebih bagi KH.Muhammad Usman al-Isha>qy> yang sudah sekian lama menunggu dan menunggu atas kesediaan dan kesiapan putranya untuk menerima dan bisa menggantikannya.Tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan 1398 H / 21 Agustus 1978 M. KH. Ahmad Asro>ri baru mengatakan siap

dan menerima dibai’at serta bersedia untuk menjadi pengganti. Maka pada saat itu

pula di rumahnya almarhum H. Jamil ia kemudian dibai’at dan diangkat menjadi

murshid.46

Karena senangnya sang ayah atas kesiapan dan kesediaan putranya, maka langsung saja ia mengajaknya untuk berziarah ke makam pesarean KH. Romli Tamim (Peterongan –Jombang). Peristiwa penting dan bersejarah ini memiliki kenangan tersendiri, khususnya bagi KH. Ahmad Asro>ri. Maka kemudian

45 Abdul Ka>fi (Imam Khus{u>s{i), Wawancara (Setelah Manaqib Ahad Awal), Pondok

Pesantren. al-Salafi al-Fithrah Surabaya, 29 November 2013.

(51)

diabadikannya dengan menetapkan tanggal pengangkatan tersebut menjadi tempat istiqa>mah diadakannya acara majlis dhikir disekitar Kroman, dan kemudian dilanjutkan dengan berziarah ke pesarean KH. Romli Tamim (Jombang). Kegiatan seperti ini terus berjalan hingga sekarang, dan seterusnya akan tetap dijadikan sebagai momentum penting yang disakralkan.

Pelajaran pertama tentang kes{ufian dalam perjalanan spiritual KH. Ahmad Asro>ri dapat diterima langsung dari ayahnya sendiri, lebih-lebih dalam urusan ketarikatan, karena ayahnya adalah seorang murshid (guru tarikat). Maka tidak mustahil, jika segala kemampuan dan keutamaan serta akhlak yang dimiliki oleh ayahnya mewarisi kepada dirinya. Bahkan menurut pengakuan ayahnya sendiri, ia melebihi guru dan orang tuanya. Sehingga menurut satu riwayat, KH. Muhammad

Usman pernah mengatakan ‚Andaikan aku mendapati zamannya, maka aku akan

belajar (mengaji) kepadanya‛.47

Dalam satu kesempatan guyonan segar KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> yang penuh hikmah, pernah disampaikan dalam pengajiannya, bahwa KH. Muhammad Usman al-Isha>qy> dalam pandangannya disamping sebagai orang tua dan guru, juga sebagai teman bahkan musuh. Apa artinya..? Sebagai orang tua, karena KH. Muhammad Usman al-Isha>qy> adalah ayahnya sendiri.Sebagai guru, karena ayahnya sekaligus sebagai pembimbing spiritualnya.Sebagai teman, karena ayahnya adalah teman belajarnya. Dan sebagai musuh, karena ayahnya adalah sebagai lawan dalam

47 Muhyiddin, ( Abdi Dalem KH. Muhammad ‘Usman), Wawancara, Surabaya, 15 Pebruari

(52)

diskusi dan debat musyawarah tentang masalah-masalah keilmuan khususnya tentang ketarikatan.48

Di antara pendidikan (tarbiyah) KH.Muhammad Usman al-Isha>qy> kepada putranya (KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy>), khususnya menyangkut pendidikan sosial-spiritual, adalah bagian penting dalam perjalanan hidupnya, ia selalu berpesan kepada putranya sebagaimana berikut:

Pertama, menanamkan sikap kasih sayang terhadap siapapun (rahmatan

lil’alami>n).sebagaimana dikatakan kepadanya:

ى لا ىا لا ى ى ا ى

.

H

. ى

‚Hadapilah orang awam dengan kasih sayang, bukan dengan ilmu‛

Pesan ini, jika dipahami maknanya lebih seksama dan mendalam, maka isinya mengandung suatu hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi siapapun, khususnya KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> yang secara langsung menjadi figur panutan umat. Tentunya dalam bersosialisasi, berkumpul dan bergaul bersama masyarakat awam (umum) yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda hendaklah senantiasa mengedepankan rasa kasih sayang dan bukan sekedar memberikan ilmu yang cenderung kepada sikap mudah menghukumi antara benar dan salah atau halal dan haram, tapi dengan penuh kasih sayang dan kearifan.49

Kedua, menanamkan sikap rendah hati (tawa>d{u’) dalam segala kondisi.Sebagai contoh di antaranya ayahnya berpesan agar selalu membawa kitab,

48 Ahmad Asra>ri al-Isha>qy>, Pengajian ahad kedua, Kedinding Surabaya, 24 September 2008. 49 M. Wahdi ‘Alawy (Kha>dim Ma’had Al-Fithrah),Wawancara(Dalam Kajian Perkuliahan),

(53)

atau setidaknya catatan saat memberikan mau’idhoh.Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari sikap sombong (takabbur) dengan ilmu dan kemampuan yang dimiliki.

Ketiga, Tuntunan dan bimbingan ra>bit{ah (menjalin hubungan ruhani dengan guru atau shaikh murshid), riya>d{ah (latihan menahan hawa nafsu dari keinginan-keinginan dan shahwat) dan muja>hadah mutih (tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari unsur hewani, kecuali pada saat tertentu saja). Melalui tiga cara ini, KH. Muhammad Usman al-Isha>qy> senantiasa mengingatkan bahwa apapun yang diperoleh oleh KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> tidak terlepas dari keberkahan para guru pendahulu yang disertai dengan kesungguhan dalam usaha, upaya dan ikhtiar lahir maupun batin.

Ketiga pesan tersebut, juga sering disampaikan oleh KH. Ahmad Asro>ri al-Isha>qy> kepada para pengikutnya dalam pengajian yang diasuhnya, terlebih para

pengikut jama’ah yang bernaung di bawah tarikat Qa>diriyah wa-Naqshabandiyah.

(54)

45

BAB III

GAMBARAN KAJIAN TAFSIR DI PONDOK PESANTREN AL-FITHRAH A. Kitab Tafsir Yang Dikaji Di Al-Fithrah

Kajian kitab tafsir di al-Fithrah terbagi menjadi beberapa kelompok, yang petama adalah kajian tafsir Jala>layn. Kitab ini dikaji dalam kelas aliyah. Merupakan Kitab tafsir dasar pertama yang banyak dikaji diberbagai pondok pesantren, termasuk juga pondok Pesantren al-Fithrah. Pembahasan yang sederhana dan mudah dipahami serta tidak bertele- tele, serta cocok untuk dipelajari bagi pemula, menjadi alasan kitab ini dikaji untuk kelas aliyah, dan merupakan kelas pertama yang mendapatkan materi kajian tafsir di Pondok Pesantren al-Fithrah.50

Nama asli tafsir ini adalah Tafsil al-Qur’an al-Adz}i>m sebagaimana yang tertera pada cover depan, dibawahnya disertakan dua pengarangnya, yakni Imam Jala>luddin Al-Mahally dan Imam Jalaluddin al-Suyu>t}i. Karena ada dua nama jalaludin pada pengarang tafsir ini, maka kata jalal di tathniyahkan sehingga menjadi Jala>layn, yang kemudian dijadikan nama populer untuk tafsir ini, tafsir Jala>layn.

Ada dua hal yang menjadi latar belakang ditulisnya kitab tafsir ini, pertama keprihatinan sang mufassir akan merosotnya bahasa arab dari kurun ke kurun dikarenakan banyaknya bahasa ajam (selain arab) yang masuk ke negara arab, seperti bahasa Persi, Turki, dan India. Sehingga mempengaruhi kemurnian bahasa al-Qur’an sendiri, bahasa arab semakin sulit untuk difahami oleh orang

(55)

arab asli karena susunan kalimatnya berangsur-angsur semakin berbelok kepada gramatika lugha>h ‘ajam. Kosa katapun banyak bermunculan dari lugha>h selain arab, sehingga menyulitkan untuk mengerti yang mana bahasa arab dan yang

mana bahasa ajam. Hal inilah yang dikenal ‚Zuyu’ al Lahn‛ (keadaan dimana

perubahan mudah ditemui) sehingga banyak kaidah-kaidah nahwu dan s}}orrof dilanggar. Kedua, al-Qur’an telah diyakini sebagai sumber bahasa arab yang

paling autentik, maka untuk mendapatkan kaidah yang benar, pengkajian dan pemahaman terhadap al-Qur’an harus dilakukan.51

Kitab tafsir ini semula ditulis oleh imam Jalaludin al-Mahally, mulai dari surat al-Isra>’ hingga akhir dari surat al-Na>s, kemudian setelah beliau selesai menafsrkan surat al-Fa>tih}ah, ternyata beliau sudah didahului panggilan dari sang pencipta, kemudian dilanjutkan oleh Imam Jalauddin al-Suyut}i, beliau menyempurnakan tafsir al-Mah}ally, dengan menafsirkan ayat al-Qur’an mulai

dari surat al-Baqa>rah hingga ahir surat al-Isra>’. Akan tetapi, banyak yang salah

faham mengenai masalah ini, banyak yang menganggap bahwa al-Mah}ally-lah yang mengarang jalalain mulai awal hingga pertengahan, sedangkan penulisan slebihnya diteruskan oleh al-Suyu>t}i, demikian ini adalah yang salah,

sebagaimana dikatakan oleh Shaykh Manna’ al-Qat}t}a>n dalam kitabnya Maba>hi>s

fi Ulu>m al-Qur’an.52

Oleh karena itu, al-Suyu>t}i menaruh surat al-Fatihah berada di bagian belakang, tidak seperti tafsir-tafsir yang lain yang mendahulukan surat ini

51 Abdulloh Taufiq, Ambari hasan Muarif, Dahlan Abdul Aziz, Ensilkopedi Islam, (PT.

Ichtiar Baru : 2001) cetakan ke-7.198

52Muhammad Husayn al-Dhahabi, Al Tafsir Wa al Mufassirun, Maktabah Syamilah juz

(56)

sebelum yang lainnya. Alasannya karena beliau berkehendak supaya surat al-Fatihah berkelompok menjadi satu dengan surat-surat yang lain yang telah ditafsirakan oleh gurunya, al-Mah}ally.53

Secara historis, tafsir ini sudah masuk ke tanah melayu pada abad ke-17 masehi, bahkan diperkirakan sudah populer pada masa itu. Ini terbukti dengan banyaknya manuskrip tafsir tersebut di musium nasional Jakarta. Pada abad ini, Abdur Rouf Singkel telah membuat t

Referensi

Dokumen terkait

Pemahaman dan penguasaan peserta untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja yang benar.. Pengamatan dan pemeriksaan secara visualisasi terhadap objek yang dikerjakan

Maksud dan tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan kelulusan program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Informatika di Universitas Mercu

Dengan rasa syukur dan terimakasih kepada Bapa kita dan sukacita dari Yesus Kristus Kepada Gereja, HKBP Distrik VIII DKI Jakarta Raya telah melakukan Sinode Distrik dalam

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi, ekspor, dan tenaga kerja bertindak sebagai faktor yang dapat menjelaskan perubahan Produk Domestik Bruto (PDB)

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema yang sama dapat meneliti mengenai hal-hal lain diluar tema faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan menjadi wirausaha

Pengambilan sampel pada penelitian ini mengajukan dua kriteria pemilihan sampel, yaitu: (1) Daerah kabupaten/kota yang melaksanakan pemilukada pada tahun 2017; (2) Data

Hal itu nampak dari beberapa usaha yang dilakukan oleh beberapa kelompok dalam masyarakat muslim atau pun beberapa negara muslim, seperti Deklarasi Hak-hak

Berdasarkan perhitungan perpipaan menggunakan perhitungan komputer melalui program WaterCad dengan kriteria pendistribusian air minum bahwa kecepatan minimal dalam