BAB IV
PERCAYA DIRI DALAM PSIKOLOGI TELA’AH
TERHADAP AYAT-AYAT AL-QUR’AN
A. PendahuluanIslam sebagai suatu agama biasanya didefinisikan sebagai berikut: al-Islam wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Salallahu'alaihi wassallama li al-sa'adati al-dunya wa al-akhirah (Islam adalah Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat). Jadi, inti Islam adalah wahyu yang
diturunkan kepada nabi Muhammad.1 Wahyu itu berbentuk al-Qur'an dan
Sunnah yang berisikan prinsip-prinsip dasar bagi pemeluknya.
Sebelum menjelaskan tinjauan Islam terhadap percaya diri akan
dijelaskan sedikit tentang kepribadian pembawa risalah Islam, Nabi
Muhammad saw. Beliau dilahirkan di Makkah dalam keadaan yatim,
dibesarkan dalam keadaan miskin, tidak belajar pada suatu pendidikan, bahkan
tidak dapat membaca dan menulis. Namun, kesemua faktor itu tidak
membawa dampak negatif pada keutuhan pribadi manusia itu. Bahkan
sebaliknya, sejumlah ahli dari berbagai agama, disiplin ilmu, tempat dan
waktu serta dengan aneka ragam tolak ukur bersepakat bahwa Muhammad
1 H.M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998) hal.19.
SAW. adalah salah satu di antara manusia teragung, jika enggan berkata,
manusia teragung yang dikenal oleh sejarah kemanusiaan.2
Dengan kesimpulan Thomas Carlyle dalam bukunya, On Heroes, Hero Worship, and the Heroic in History, dengan menggunakan tolak ukur "kepahlawanan". Demikian pula Will Durant dalam The Story of Civilization in the World dengan tolak ukur "hasil karya", Marcus Dodds dalam
Muhammad, Buddha, and Christ dengan tolak ukur "keberanian moral", Nazmi Luke dalam Muhammad Ar-Rasul wa Ar-Risalah dengan tolak ukur "metode pembuktian ajaran", Michael Hart, dalam tulisannya menyangkut 100
tokoh dunia yang paling berpengaruh, serta sederatan kisah lainnya.3
Bukti kepribadian Muhammad SAW sebagai pribadi yang percaya diri
dapat dilihat melalui indikator yakin terhadap kemampuan, berani menerima
dan menghadapi penolakan orang lain, mempunyai pandangan realistik,
berpikir positif dan optimis adalah peristiwa ketika Nabi Muhammad menolak
tawaran tokoh-tokoh kaum musyrikin Makkah kepada beliau, untuk
memperoleh kedudukan, harta, dan wanita dengan syarat beliau bersedia
menghentikan dakwahnya, namun semua itu ditolaknya. Bahkan berkata
"Walau matahari diletakkan di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku,
tidak akan kutinggalkan misiku sampai berhasil atau aku gugur
mempertahankannya," jawab beliau.4
2 M.Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 2001), hal.70. 3Ibid…halm 36
Faktor kelemahan yang melingkari hidup seperti yatim, buta huruf, dan
berbagai peristiwa yang beruntun seperti kematian ayah, ibu, serta kakeknya.
Meskipun tanpa kasih sayang keluarga tidak mempengaruhi kepribadian
agung yang dimilikinya. Semua ini merupakan bukti bahwa Muhammad SAW
benar-benar utusan Allah. Sebagai "Uswatun Hasanah" figur ideal Muhammad SAW yang terlukis dalam sejarah merupakan refleksi dari
al-Qur'an. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Aisyah ketika ditanya tentang
akhlaknya Rasulullah SAW, ia menjawab akhlak al-Qur'an.
Apakah al-Qur'an berbicara tentang konsep percaya diri? Dan
bagaimana al-Qur'an berbicara tentang konsep percaya diri? Tentu saja tidak
terdapat ayat al-Qur'an yang berbicara tentang percaya diri secara leksikal "al tsiqah bi al nafs" terjemah dari percaya diri. Akan tetapi banyak ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang konsep manusia menurut al-al-Qur'an dan
seruan-seruan untuk meyakini kemampuan diri untuk berubah, jangan pernah takut
dan khawatir, jangan gelisah dan lain sebagainya yang perlu dikaji secara
tematik.
Menurut Izzatul Jannah, semakin tinggi keimanan seseorang maka
semakin tinggi pula tingkat percaya dirinya.5 Dalam al-Qur'an disebutkan
bahwa kepercayaan diri yang berupa perasaan nyaman tenteram, tanpa rasa
sedih, takut dan khawatir akan datang kepada orang-orang yang beriman
kepada Allah swt.
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu".(QS.Fusshilat,35:30)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa percaya diri memiliki kaitan
erat dengan keimanan. Karena itu, sebagai seorang mukmin tentu seharusnya
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hal yang senada juga diungkapkan
oleh B.S.Wibowo, Trainer LMT TRUSTCO, mengatakan PD terkait dengan
masalah keyakinan (iman).
Berdasarkan konsep dasar tentang percaya diri, pengertian,
karakteristik, sebab-sebab munculnya, urgensi dan kiat untuk meningkatkan
percaya diri yang dijelaskan oleh berbagai penulis lainnya. Menurut hemat
penulis ada dua titik tekan dalam kepercayaan diri yaitu:
1. Suatu sikap positif terhadap diri sendiri dan lingkungan.
2. Kemauan melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ia inginkan,
rencanakan dan ia harapkan
Dalam Islam, kepercayaan terhadap diri sendiri tanpa adanya
keyakinan terhadap Allah swt merupakan kesombongan diri yang akan
berakibat 'ujub atau bangga dengan kelebihan yang dimilikinya, akal, dan ilmunya. Karena itulah Islam melarang umatnya untuk bangga dengan dirinya
meskipun mempunyai ilmu, fisik, akhlak, dan harta yang banyak.6 Sementara
6lihat.Khalil Al-Musawi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda,Alih Bahasa:
tidak adanya kepercayaan diri sendiri berarti tidak mensyukuri nikmat yang
telah diberikan oleh Sang Khalik kepada dirinya.
Dengan demikian, Islam menganjurkan kepada umatnya untuk percaya
diri. Akan tetapi, percaya diri dalam Islam bukanlah bersumber dari gambaran
tubuh (body image) dan gambaran sosial (sosial image) semata. Melainkan bersumber dari keimanan kepada Allah swt.
Islam berhasil meningkatkan percaya diri seorang inferior budak (hamba sahaya) yaitu Bilal bin Rabbah dengan cahaya imannya untuk menjadi
seorang pahlawan Islam yang diingat dan dipuji sepanjang masa. Karena
keyakinan dirinya untuk memegang teguh prinsip tauhid, tetap teguh untuk
berkata ahad, ahad, meskipun dicambuk dan dijemur ditengah teriknya matahari. Begitu juga Ali bin Abi Thalib ketika ia diminta tidur di
pembaringan Rasulullah SAW, ketika ada ancaman pembunuhan kepada
beliau. Ali bin Abi Thalib begitu percaya diri tanpa rasa takut dan khawatir
nyawanya akan melayang, sedangkan yang akan ia hadapi adalah kematian.
Penulis akan mendeskripsikan ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara
tentang konsep al-Quran tentang manusia dan mengapa umat Islam harus
percaya diri yang dapat dijadikan landasan untuk meningkatkan kepercayaan
diri. Percaya diri akan timbul pada setiap individu jika ia memiliki pandangan
yang baik terhadap dirinya, ia mengetahui potensinya, kekuatan akal, dan juga
kelemahannya. Ini berarti seorang individu yang percaya diri tentunya
Maka hal yang paling mendasar akan penulis deskripsikan adalah ayat-ayat
yang menegaskan tentang konsep diri manusia dalam al-Qur'an yang dalam
istilah sufi dikenal dengan marifatunnafsi.
Setelah mengenal dirinya sudah seharusnya ia berpikiran positif atas
segala kondisi yang ia miliki itu. Karena itu setiap orang harus mencoba untuk
menghilangkan anggapan-anggapan yang negatif tentang dirinya. sehingga ia
tidak hanya akan memfokuskan pada kekurangan dirinya tetapi bagaimana
mampu mengoptimalkan potensinya dan lebih memfokuskan pada
kelebihannya.
Memiliki konsep diri dan pikiran yang positif tentunya diharapkan
akan memunculkan keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya yang
merupakan rahmat Allah untuk kemudian melakukan tindakan yang nyata
sesuai dengan direncanakan, diharapkan dan dicita-citakan sesuai dengan
tuntunan Allah SWT. Untuk memiliki kepercayaan diri spiritual yaitu suatu
naluri dalam diri manusia mengenai adanya rasa tenteram yang mengisi lubuk
hati dan memupuk batin. Sehingga senantiasa meniti jalan yang benar7
tentunya diikuti dengan perasaan menyerahkan diri kepada Allah, tawakal atas hasil apapun yang akan dicapainya. Lalu kemudian dapat mensyukuri seluruh
nikmat dan terus melakukan evaluasi diri untuk dapat merealisasikan semua
cita-citanya dan bagaimana cara yang terbaik yang harus ia lakukan di
kemudian hari.
7 Barbara De Angelis, Confidence, Percaya diri, Sumber Sukses dan Kemandirian
B. Pandangan Al-Quran Tentang Manusia
Manusia adalah persoalan yang tidak habis-habisnya untuk
didiskusikan. Persoalan filsafat yang paling mendasar saat ini adalah persoalan
tentang manusia itu sendiri. Siapa manusia? Kapan dan mengapa dia ada?
Bagaimana seharusnya manusia yang sempurna? Semua pertanyaan itu terus
menjadi persoalan manusia yang dikaji dalam berbagai perspektif psikologis,
sosiologis, biologis, dan kajian-kajian lainnya.
Dalam berbagai aliran psikologi, seperti psikoanalisa (klasik) Sigmund
Freud, memandang perilaku manusia banyak dipengaruhi masa lalu, alam tak
sadar, dorongan-dorongan biologis yang selalu menuntut kenikmatan untuk
segera dipenuhi. Dengan demikian tak heran bila psikonalisa menganggap
hakikat manusia adalah buruk, liar, kejam, kelam, non etis, egois, sarat nafsu,
dan berkiblat pada kenikmatan jasmani.8 Sementara aliran behavioral atau perilaku menganggap manusia pada hakikatnya adalah netral, baik-buruknya
perilaku terpengaruh dari pengaruh situasi dan perlakuan yang dialami.9 Lain
halnya dengan aliran humanistik yang memiliki asumsi bahwa manusia pada
dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak baiknya
dari pada buruknya dan karena itu aliran ini memandang menusia sebagai
makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya sendiri.10
8 Hannaa Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan 1slam Menuju Psikologi
Islami, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2001)cet II.hal.50.
Banyak hal yang membedakan antara konsepsi Islam dengan semua
teori-teori psikologi. Islam dalam memandang manusia tidak bersifat
deterministik, sebagaimana aliran psikoanalisa, juga tidak semata-mata
membentuk kepribadian melalui lingkungan (behavioral), juga tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia untuk mengikuti seluruh
keinginan pribadinya (humanistic). Akan tetapi Islam memberikan kemuliaan kepada manusia sebagai makhluk yang paling mulia, yaitu pengganti
kedudukan Tuhan di muka bumi. Manusia juga memiliki bentuk yang terbaik
dari seluruh makhluknya dan mempunyai kekuatan untuk merubah sendiri
kondisi dirinya. Berikut ini adalah beberapa ayat yang menjelaskan tentang
ini.
1. Manusia Sebagai Khalifah.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (QS.Al-Baqarah,2:30)
Manusia sebagai khalifah Allah fil ardhi menjadi wakil Tuhan di muka bumi, yang memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia
bersifat kreatif, yang memungkinkan manusia mengelola serta
mendayagunakan apa yang ada di bumi, untuk kepentingan hidupnya.11
11 Musa Asy'arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur'an, (Yogyakarta:
Dengan demikian hal ini berarti ia diberi kepercayaan untuk mengelola
bumi dan karenanya mesti mengetahui seluk-beluk bumi, atau paling tidak
punya potensi untuk mengetahuinya.12
Kedudukan manusia sebagai khalifah atau pengganti Allah di muka
bumi dikritisi oleh malaikat karena mereka – manusia – mempunyai
potensi untuk membuat kerusakan di muka bumi. Akan tetapi Allah
menegaskan bahwa malaikat belum mengetahui tentang manusia, lalu
manusia menunujukkan kemampuannya untuk menyebutkan nama-nama.
Dengan kemampuan ini, yang berarti juga kemampuan untuk berinisiatif,
dengan demikian manusia tidak hanya berpotensi merusak akan tetapi juga
memiliki potensi untuk berbuat kebaikan13.
Kisah penciptaan manusia dalam bentuk serah terima
"kekhalifahan di atas bumi", kepada manusia, menurut Fazlur Rahman
diwarnai dengan protes para malaikat dan berkata: "Apakah engkau
hendak menempatkan seseorang yang akan berbuat aniaya di atas bumi
dan yang akan menumpahkan darah, sedang kami selalu memuji
Kebesaran dan Kesucian-Mu? Allah tidak menyangkal tuduhan mereka
terhadap manusia itu tetapi Dia menjawab:' Aku mengetahui hal-hal yang
tidak kalian ketahui".14 Kemudian Allah membuat kompetisi di antara para
malaikat dengan Adam: siapakah di antara mereka yang lebih luas
12 Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, Telaah Kritis Terhadap Konsepsi
Al-Qur'an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1996) hal.8.
13Ibid.,hal. 9.
pengetahuannya. Dan kompetisi ini dimenangkan oleh manusia yang
mampu menyebutkan nama-nama sementara malaikat tidak sanggup untuk
melakukan hal tersebut. Keterangan ini menunjukkan bahwa manusia
(Adam) dapat memiliki pengetahuan yang kreatif.15 Setelah itu, kemudian
Allah menyuruh malaikat tersebut untuk bersujud kepada manusia
(Adam).
Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah merupakan
tanggungjawab moral manusia kepada Allah yang harus menjadi tantangan
bagi manusia untuk mewujudkan perannya untuk menjadi penguasa di
muka bumi dengan membawa misi Ilahi. Allah memberikan keistimewaan
kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya yaitu akal
pikiran, dan kebebasan untuk berkehendak. Semua penjelasan di atas,
menjadi model kepercayaan diri bahwa ia merupakan makhluk yang paling
istimewa dari seluruh makhluk lainnya dan akan mewujudkan tata sosial
yang bermoral di atas dunia sesuai dengan tujuannya di dunia yaitu ibadah.
2. Manusia Sebagai Makhluk Terbaik.
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS.at-Tin,95:4)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dalam
bentuk makhluk yang paling sempurna dari segi bentuk dan rupanya.16
setiap manusia yang dilahirkan di bumi adalah makhluk terbaik di antara
ratusan juta pesaing lainnya yang akan lahir ke muka bumi.
Setiap orang yang lahir ke muka bumi akan berjuang
berlomba-lomba menghadapi ratusan juta pesaing lainnya untuk sampai ke tempat
tujuan (ke tuba faloppi atau oviduk) untuk dapat mencapai induk telur.
Dengan tak kenal lelah mereka berenang beberapa milimeter untuk
melewati perjalanan yang penuh dengan mortalitas yang tinggi. Dalam
perjalanan sperma menuju indung telur ini hanya beberapa ribu yang
dapat menyelesaikan perjalanan dan dari ribuan ini hanya satu sperma
yang akan berhasil memasuki telur dan membuahinya.17 jika manusia
menyadari kejadian ini dengan memperhatikan dan mengambil ibroh
dibalik kejadian tersebut, sudah seharusnya setiap individu merasa bangga
akan dirinya dan memiliki kepercayaan diri karena merupakan makhluk
terbaik dan terpilih di antara ratusan juta lainnya untuk menjalankan
amanah sebagai khalifah Allah.
Ayat berikut yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan
proses penciptaan dengan menunjukkan tentang proses penciptaan
manusia:
16Tafsir Ibnu Katsir, Sakhr Software.
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.(QS.At-Thariq: 5-7)
Dalam menafsirkan ayat ini, Muhammad Abduh menafsirkan
bahwa ia merupakan bukti kebenaran dalam ayat sebelumnya yang
menyatakan bahwa manusia senantiasa dijaga dan diperhatikan oleh Allah.
Hal ini mengingat bahwa "air yang memancar" adalah salah satu benda
cair yang tidak ada terlukis atau terbentuk di dalamnya pelbagai peralatan
yang mengandung fungsi kehidupan, seeperti yang aa dalam berbagai
anggota tubuh. Namun, "cairan ini" ternyata dapat tumbuh menjadi suatu
makhluk yang sempurna, yaitu manusia yang penuh dengan kehidupan,
akal dan persepsi, serta memiliki potensi untuk melaksanakan
kekhalifahan di muka bumi. Pembentukan dan penentuan kadar
masing-masing komponen yang ada padanya, serta penciptaaan pelbagai anggota
tubuh yang di dalamnya ditanamkan potensi tertentu, sehingga dengan itu
ia mampu melaksanakan fungsinya, kemudian ditambah lagi dengan akal
serta daya persepsi: semua itu tidak mungkin dibiarkan tanpa ada
"penjaga" yang mengawasi serta mengaturnya yaitu Allah.18
Atau ayat ini dapat bermakna sebagai penegas ayat sebelumnya:
"apabila telah engkau ketahui bahwa setiap jiwa pasti ada pengawasnya
maka wajib atas setiap manusia untuk tidak menelantarkan dirinya
sendiri." Wajiblah ia berpikir tentang kejadian dirinya serta bagaimana
awal mula kejadiannya. Agar ia dapat menyimpulkan bahwa Allah yang
kuasa menciptakannya sejak pertama kali, pasti kuasa pula untuk
membangkitkannya lagi kelak. Kesadaran seperti itu akan mendorong
dirinya untuk melakukan amal-amal saleh dan berperilaku sebaik-baiknya,
serta menjauhkan diri dari pelbagai jalan kejahatan. Sebab mata Sang
Pengawas tak lengah sedikitpun.19Kesadaran seperti inilah yang harus
dimiliki oleh setiap individu untuk mengetahui hakikat dirinya agar
mampu melakukan tindakan sesuai apa yang diperintahkan oleh sang
penciptanya.
3. Manusia Sebagai Makhluk Perubah
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS.Ar-Ra'du,13:11)
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa Allah tidak akan merampas
nikmatnya dari manusia meskipun ia melakukan maksiat.20 Ini dapat
19Ibid.
terjadi pada realitas empirik orang-orang yang tidak beriman kepada Allah
sukses dalam keduniawian. Sementara al-Qurtubi menjelaskan bahwa
dalam ayat ini Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali terdapat
perubahan dalam diri mereka, atau orang lain yang mengamati mereka,
atau sebagian dari kaum mereka. Ayat ini tidak bermakna bahwa orang
yang tidak melakukan dosa tidak akan mendapatkan musibah atau azab
karena tidak pernah melakukan dosa. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
ketika ditanya apakah orang-orang yang saleh itu akan dimusnahkan?
Jawabnya: benar, apabila banyak terjadi kerusakan dalam masyarakatnya21
semua ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi untuk berubah
menuju kebaikan atau keburukan. Dominasi manusia yang memiliki nilai
negatif terhadap orang-orang saleh yang tidak mampu berbuat apa-apa
akan berakibat semuanya terkena musibah atau bencana yang melanda
kaum tersebut.
Berikut ini akan penulis paparkan dan jelaskan dari Khutbah Idul
Fitri Amin Rais, yang berjudul: Membangun Rasa Percaya Diri. Menurut Amin saat ini bangsa Indonesia mengalami keterpurukan di berbagai
bidang kehidupan. Untuk keluar dari keterpurukan itu, umat Islam sebagai
bagian dari bangsa masih harus mengasah dan mempertajam ketakwaan
kita kepada Allah. Pada gilirannya bila ketakwaan semakin mantap maka
insya Allah semakin besar pula kepercayaan diri, self confidence, atau at-tsiqah 'ala an-nafs bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa yang besar sekarang bangsa Indonesia berada
dalam suasana tidak percaya diri, malahan kadang-kadang seperti
mengalami kebingungan. Berikut ini merupakan bukti-bukti ketidak
percayaan diri yang di jelaskannya:
Lihatlah bagaimana kita merasa sudah tidak mampu lagi memperbaiki ekonomi kita dengan akal, energi, daya dan kreativitas kita sendiri. Sebagai gantinya, kita serahkan sepenuhnya nasib ekonomi kita kepada sebuah badan dana moneter internasional. Padahal badan internasional tersebut ternyata tidak becus memperbaiki ekonomi Indonesia.
Lihatlah bagaimana mula-mula didirikan sebuah badan utuk menyehatkan perbankan dan berbagai BUMN kita. Namun dalam perkembangannya badan itu kini menjadi juru lelang aset-aset nasional. Mengapa? Karena kita tidak yakin dapat memperbaiki berbagai BUMN itu dengan kemampuan dan akal sehat kita. Sikap yang diambil kemudian adalah jual saja berbagai BUMN itu, habis perkara. Memang perkaranya habis karena kita kemudian menjadi bangsa pelayan yang melayani kepentingan luar negeri.
Lihatlah bagaimana kita bahkan tidak berani mengangkat kepala kita melihat pencurian tanah dan pasir Indonesia yang sudah berlangsung hampir dua dasawarsa. Beberapa pulau di sekitar Kepulauan Riau sudah lenyap karena sudah berpindah dan ditempelkan ke suatu negara tetangga lewat proses reklamasi. Nampaknya kita tidak berani hanya sekedar menegur, bahkan menyindir negara tetangga tersebut agar menghentikan penjarahan tanah, pasir dan air kita. Masya Allah.
tidak punya modal, tidak punya kemampuan manajerial, tidak punya apa-apa untuk mengelola karunia dan anugerah kekayaan alam itu dengan tangan kita sendiri.22
Oleh sebab itu setiap individu, para pemimpin dan rakyat
seluruhnya, harus berusaha memulihkan kembali rasa percaya diri yang
kini sudah hilang. Perlunya upaya untuk menemukan kembali dan
memperkokoh rasa percaya diri bangsa Indonesia. Bangsa manapun, tidak
mungkin mengandalkan pemulihan kehidupan ekonomi, sosial, politik,
hukum, pendidikan dan lain-lain semata-mata pada kekuatan luar negeri.
Mustahil ada satu bangsa yang mau bersusah payah dan berkorban untuk
bangsa lain.
Karena itulah perlu ditekankan kembali firman Allah dalam surat
ar-Ra'du ayat 11: "... Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah nasibnya". Juga firman Allah dalam surat al-Anfal ayat 53: " ... Demikianlah Allah sekali-kali tidak akan merubah kenikmatan yang telah dikaruniakan pada suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri yang merubahnya..."
Proses perubahan sebagaimana yang dijelaskan di atas tidak akan
terwujud jika manusia itu sendiri tidak mau merubahnya. Memang
tantangan yang sedang dihadapi sangatlah berat ibarat berjalan di bukit
yang mendaki dan sangat terjal. Pepatah asing mengatakan, when the
going gets tough, the toughs gets going. Artinya bila perjalanan makin sulit yang sulit itu pun akan terus bergerak.
Kutipan dari khutbah Amin Rais pada Idul Fitri di atas, penting
kiranya dan perlu dicermati agar semua pihak dapat menyadari bahwa
memiliki keyakinan diri untuk dapat merubah kondisi bangsa ini sendiri
adalah suatu kewajiban bagi seluruh bangsa Indonesia. Perubahan dari
tidak percaya diri menuju percaya diri harus dimulai dengan mengetahui
bagaimana konsepsi diri manusia tersebut yang sesungguhnya.
Rif'at Syauqi Nawawi menjelaskan tentang gambaran al-Qur'an
yang positif tentang manusia:23
Manusia adalah khalifah Tuhan di muka bumi.24 Dibandingkan
dengan makhluk yang lain, manusia mempunyai kapasitas intelegensia
yang paling tinggi.25 Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan
Tuhan.26Manusia, dalam fitrahnya, memiliki sekumpulan unsur surgawi
nan luhur, yang berbeda dengan unsur-unsur badani yang ada pada hewan,
tumbuh-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa. Unsur-unsur itu
merupakan suatu senyawa antara alam nyata dan metafisis, antara rasa dan
non rasa (materi), antara jiwa dan raga.27 Penciptaan manusia benar-benar
telah diperhitungkan secara teliti, bukan secara kebetulan. Karenanya,
23 Rif'at Syauqi Nawawi, Konsep Manusia Menurut Al-Qur'an, dalam Metodologi
Psikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) hal.8-10
24Lihat.Q.S.al-Baqarah :30, QS. al-An'am: 165) 25Lihat.Q.S.al-Baqarah :31-33
manusia merupakan makhluk pilihan.28 Manusia bersifat bebas dan
merdeka. Mereka diberi kepercayaan oleh Tuhan, diberkahi dengan risalah
yang diturunkan melalui nabi, dan dikaruniai rasa tanggung jawab. Mereka
diperintahkan untuk mencari nafkah di muka bumi dengan inisiatif dan
jerih payah mereka sendiri, mereka pun bebas memilih kesejahteraan atau
kesengsaraan bagi dirinya.29 Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia
dan martabat. Tuhan, pada kenyataannya telah menganugerahi manusia
dengan keunggulan atas makhluk-makhluk lain. Manusia akan menghargai
dirinya sendiri hanya jika mereka mampu merasakan kemuliaan dan
martabat itu, serta mau melepaskan diri mereka dari kepicikan segala
kerendahan budi, penghambaan dan hawa nafsu.30 Manusia memiliki
kesadaran moral. Mereka dapat membedakan yang baik dari yang jahat
melalui inspirasi fitri yang ada pada mereka.31 Jiwa manusia tidak akan
pernah damai, kecuali dengan mengingat Allah. Keinginan mereka tidak
terbatas, mereka tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka peroleh.
Di lain pihak, mereka lebih berhasrat untuk ditinggikan ke arah
perhubungan dengan Tuhan Yang Maha Abadi.32 Segala bentuk karunia
duniawi diciptakan untuk kepentingan manusia. Jadi, manusia berhak
memanfaatkan itu semua dengan cara yang sah.33 Manusia diciptakan
28Lihat. QS. Thaha :122.
29Lihat. QS.al-Ahzab: 72;QS.al-Insan,76:2-3. 30Lihat. QS.al-Isra':70
31Lihat. QS.asy-Syam: 7-8.
Tuhan agar menyembah-Nya, tunduk patuh kepada-Nya, dan merupakan
tanggung jawab yang utama bagi mereka. 34Manusia tidak semata-mata
tersentuh oleh motivasi-motivasi duniawi saja. Dengan kata lain,
kebutuhan inderawi bukanlah satu-satunya stimulus baginya. Lebih dari
itu, mereka selalu berupaya untuk meraih cita-cita dan aspirasi-aspirasi
yang lebih adiluhung dalam kehidupan mereka. Dalam banyak hal,
manusia tidak mengejar satu tujuan pun kecuali mengharap keridhaan
Allah swt.35
Adanya berbagai penjelasan tentang segi-segi positif manusia yang
terungkap dalam al-Qur'an bukan berarti tidak terdapat ayat-ayat yang
berbicara tentang sisi negatif manusia, akan tetapi ayat-ayat yang
berbicara tentang sisi negatif manusia tersebut harus dipahami bahwa
semua itu menunjukkan beberapa kelemahan manusia yang harus di
hindarinya.36 Ayat-ayat tersebut tidak akan dijelaskan dalam penelitian ini.
Karena penelitian ini akan memfokuskan pada sisi positif manusia agar
dapat berpikir positif tentang dirinya dan menjadi pribadi yang percaya
diri.
C. Percaya Diri dalam Al-Qur'an
Setelah memiliki pemahaman bagaimana pandangan Islam tentang diri
manusia yang sangat mulia dan istimewa, berikut ini menurut penulis
34Lihat. QS.adz-Dzariyat, 51-56.51-56. 35Lihat. QS.al-Fajr, 89: 27-28.
36Rif'at Syauqi Nawawi, "Konsep Manusia Menurut Al-Qur'an". Dalam Metodologi
merupakan tahapan-tahapan untuk dapat menjadi pribadi percaya diri yang
dapat membawa kepada perubahan yang lebih baik. Tahapan-tahapan ini
berdasarkan dari inti sari teori-teori yang dikemukan oleh ahli-ahli psikologi
yang dicarikan padanannya melalui ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang
konsep-konsep tersebut.
Jika disimpulkan dari berbagai karakteristik dan kiat meningkatkan
percaya diri dalam bab II semuanya memiliki makna yang akan penulis pilih
untuk kemudian dicari padanannya dalam konsep al-Qur'an sesuai dengan
tema terebut, yaitu:
1. Konsep Diri (ma'rifatunafsi)
Konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai
pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita
menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita
harapkan.37 Untuk meningkatkan rasa percaya diri manusia, tugas esensial
yang harus dilakukan adalah mengenal diri sendiri. Bagaimana kondisi
dirinya, bentuk fisik, sifat, hobi, kekuatan akal, dan kedudukannya.
Al-Qur'an telah mendorong kepada manusia untuk memperhatikan dirinya
sendiri, keistimewaannya dari makhluk lain, proses penciptaan dirinya,
tentang hal ini Usman Najati teleh mengklasifikasikan ayat-ayat berikut
untuk dijadikan renungan tentang siapa diri manusia.
37Paul J. Centi, Mengapa Rendah Diri, Alih Bahasa: A.M. Hardjana, (Yogyakarta:
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, (20) dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS, adz-Dzariyat, 51: 20, 21)
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah
bahwa di dunia ini telah terdapat tanda-tanda yang semuanya itu
menunjukkan keagungan Sang Maha Pencipta dan kekuasaannya yang
sangat luas, seperti bermacam-masam tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan,
padang-padang, gunung-gunung, gurun-gurun, dan sungai-sungai, dan
perbedaan bahasa dan ras atau warna kulit pada manusia dan apa-apa yang
terdapat dalam diri manusia yaitu akal, pemahaman, harkat, dan
kebahagiaan.38
Adanya perbedaan dalam diri manusia inilah seharusnya membuat
setiap manusia harus memperhatikan dirinya sendiri baik itu bentuk fisik,
yang berkaitan dengan paras muka, jenis kelamin dan kejiwaan yang
meliputi kecenderungan dan kekuatan jiwanya serta berkaitan dengan
intelektual yaitu akal, pemahaman, harkat dan kesenangannya atas
berbagai persoalan.
Karena perbedaan dalam diri manusia tersebut sangat penting
kiranya manusia untuk memiliki konsep diri yang jelas baik itu berkaitan
dengan fisik, kejiwaan dan kadar intelektual yang dimilikinya. Dengan
mengetahui konsep diri yang jelas setiap individu akan mengetahui secara
terfokus apa yang dapat mereka kontribusikan,39untuk kemudian dapat
mengoptimalkan potensi mereka yang telah dikaruniahi oleh Allah untuk
menggapai kesuksesan dunia akhirat.
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. (QS.Ar Rum, 30: 8)
Ayat di atas memiliki makna bahwa Allah menciptakan seluruh
ciptaaanya dengan tujuan yang benar dan waktu yang telah ditentukan
yang menurut Ibnu Katsir adalah hari kiamat.40 Berdasarkan ini, manusia
seharusnya memikirkan dan merenungkan penciptaan Allah dalam diri
mereka sendiri. Sehingga dapat mengetahui siapa dirinya dan apa yang
harus ia perbuat semasa hidupnya karena seluruh hidup akan kembali
kepada Sang Pencipta. Tentunya, berbuat kebaikan dengan beribadah dan
39H.M.Anis Matta,Model Manusia Muslim Pesona Abad ke-21, (Bandung : Asy
Syamil,2002)
memfungsikan peran sebagai khalifah merupakan satu-satunya pilihan
dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Meskipun kebaikan dan keburukan merupakan pilihan bagi
manusia itu sendiri Al-Qur'an mememerintahkan manusia melakukan
observasi dengan melakukan perjalanan untuk melihat dan menyaksikan
bagaimana akibat yang diderita oleh orang-orang yang mendustakan
Rasulullah SAW. Ayat selanjutnya, QS Ar-Rum ayat 10 menjelaskan
bahwa kegagalan dalam menjalani kehidupan dan apa yang akan diperoleh
manusia baik itu kesuksesan maupun kegagalan adalah akibat tindakan
mereka sendiri.41
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar (QS, Fushilat, 41: 53)
Allah SWT berfirman: "Bertaqwalah kepada Allah menurut ukuran
kemampuanmu".QS.At-Taghabun ayat 16. sebagai contoh dalam Islam:
perintah-perintahnya sangatlah banyak, ibadah mahdah, belajar, berjihad, dan sebagainya. Tidak semua perintah dapat dikerjakan dengan sempurna.
Oleh karena itu di surga disediakan banyak pintu ibadah sholat, zakat, haji,
dan seterusnya. Dan karena kemampuan itulah setiap orang harus memilih
fokus tertentu dalam kehidupannya.42
Ayat-ayat di atas merupakan suatu anjuran untuk memiliki konsep
diri yang jelas berkenaan dengan pengetahuan tentang dirinya, bagaimana
hakikat diri menurut dirinya sendiri (aku diri), peran dan tuntutan yang ada
dalam masyarakat kepada dirinya (aku sosial). Dan bagaimana seharusnya
aku menjadi sesuai muncul bagaimana ia dalam keidealannya (aku ideal).
Dengan demikian menjadi penting untuk mengetahui konsep diri yang
jelas agar dapat mengetahui secara terfokus yang dapat dikontribusikan
dan dapat mengetahui sejauh mana seseorang memiliki arah atau tidak.
Oleh karena itu menurut penulis, konsep diri merupakan komponen dasar
yang harus dimiliki untuk memiliki kepercayaan diri.43
2. Berpikir Positif (husnu dzhon)
Berpikir positif merupakan proses berpikir yang didasarkan kepada
kajian terhadap faktor-faktor penyebab dan menetapkan alternatif yang
mungkin berdasarkan pelbagai kemungkinan dengan meletakkan banyak
pengganti.44 Berpikir positif berarti selalu memikirkan dan mengambil
nilai-nilai positif dari berbagai situasi atau kondisi untuk kemudian
mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya.
42 Anis Matta, Model Manusia Muslim, Pesona Abad ke- 21, (Bandung:
Asy-Syamil,2002) hal.19
43 Lihat.H.M.Anis Matta, Model Manusia Muslim, Pesona Abad ke-21(Bandung:
Asyamil, 2002)hal.18-29.
44 Akrim Ridha Menjadi Pribadi Sukses Panduan Melejitkan Potensi Diri, Alih Bahasa:
Pemikiran yang positif akan melahirkan tindakan yang positif.
Sebaliknya, pemikiran yang negatif, bahkan ragu-ragu, akan melahirkan
tindakan yang negatif dan ragu-ragu pula sehingga tidak pernah
menghasilkan sesuatu yang optimal. Kebanyakan orang berantakan
pribadinya dan menuntut kehidupan yang sia-sia karena pikiran-pikirannya
kacau dan sikapnya negatif. Berikut ini merupakan ayat-ayat yang
menjelaskan hal tersebut.
a. Berpikir positif dalam kondisi apapun
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS.Ali imran,2: 139)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menganjurkan kepada orang
beriman untuk tidak menjadi lemah akibat kondisi yang yang mereka
alami dan sesungguhnya keyakinan yang kuat akan berakibat
kemenangan apabila kamu beriman kepada Allah.45 Hal ini senada
dengan penafsiran al-Qurtubi yang menafsirkan agar kaum Muslim
ketika perang Uhud tidak menjadi lemah dan penakut atas beban dan
musibah yang sedang menimpa.
Peristiwa munculnya ketakutan umat Islam ketika menghadapi
kekalahan pada perang Uhud yang pada waktu itu mereka dikalahkan
oleh tentara Quraisy yang dipimpin oleh Khalid bin Walid adalah
sebab turunnya ayat ini. Karena ketakutan itulah Allah menghibur
mereka dengan menjanjikan mereka kemenangan yang lebih besar
pada perang berikutnya pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW
dan juga para sahabat.46 Oleh sebab itu berpikiran positif dalam kondisi
apapun walau itu berbentuk kematian, sudah seharusnya dimiliki oleh
setiap diri manusia.
Ayat ini juga menunjukkan agar tidak iri hati terhadap
keberhasilan yang dimiliki oleh orang lain.
Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada keni`matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.(QS.al-Hijr,15:88)
Janganlah engkau sekali-kali menunjukkan pandanganmu
kepada kenikmatan hidup dan kebahagiaan duniawi yang telah kami
berikan kepada kebeberapa golongan di antara orang-orang itu. Dan
janganlah engkau beriri hati kepada mereka dan janganlah kecil hati
dan sedih dan berendah dirilah kepada orang-orang mukmin.47 Ayat ini
mengisyaratkan agar tetap percaya diri dengan kondisi diri, tanpa
mereasa iri hati atas kekayaan atau keberhasilan yang dimiliki oleh
orang lain.
b. berpikir positif atas segala informasi yang diterima
Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.Yunus,10: 65)
Allah menegaskan kepada Rasulullah SAW agar tidak bersedih
hati mendengar perkataan orang-orang musyrikin dan mohon
pertolongan dan tawakallah hanya kepada Allah semata karena seluruh
kekuasaan adalah milik Allah48dan juga jangan sedih atas ejekan dan
pengingkaran mereka.49 Kritik yang dilontarkan seseorang terhadap
orang lain atau diri sendiri bisa saja sebagai keuntungan jika
diperhatikan dengan objektif, dengan menerimanya apabila jika kritik
itu sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi atau diabaikan karena
tidak sesuai dengan keinginan tanpa harus merasa lemah atas
ketidakmampuan diri. Yang diperlukan adalah bagaimana seseorang
dapat memfokuskan pada tindakannya yang positif, sesuai dengan
tuntunan al-Qur'an dan Sunnah yang menjadi dasar keyakinannya.
Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan. (QS.Yasin,36:76)
Janganlah engkau sedih hai Muhamamad SAW meskipun
diejek dan diingkari atas kenabianmu yang engkau bawa dari sisi
Tuhanmu.50dan jangan sedih dengan perkataan mereka yang
mengatakan bahwa ia adalah seorang penyair dan seorang tukang sihir.
Ayat ini juga merupakan hiburan Allah kepada Rasulullah SAW agar
tidak sedih terhadap hinaan, ejekan dan perkataan kaum Quraisy yang
mengingkari kenabian Muhammad SAW.
Ayat-ayat di atas merupakan anjuran untuk yakin dengan diri
sendiri berdasarkan nilai-nilai yang diyakini tanpa menghiraukan
perkataan orang lain dan sikap orang lain terhadap dirinya. Kehidupan
akan bisa dibina dengan baik melalui cara berpikir yang benar,
keyakinan yang teguh, dan tindakan yang tepat.51berpikir positif dapat
50Tafsir Ibnu Katsir, Sakhr Software
51 Norman V. Peale, Bila Anda Fikir Bisa Anda Pasti Bisa, Alih Bahasa. Wirmanjaya K.
meningkatkan kepercayaan diri, jika diikuti dengan keyakinan dan
tindakan.
3. Keyakinan dan Tindakan (iman dan amal)
Jika iman dan amal bergabung dengan ketakwaan pengetahuan pun
akan diperoleh. Pengetahuan yang mengantar manusia dekat kepada Allah
bukan hanya pengetahuan teoritis. Kebahagiaan dicapai hanya manakala
pengetahuan dan amal berpadu.52
Keyakinan saja tanpa adanya tindakan tidaklah cukup. Dale
Carnegie mengungkapkan bahwa orang harus aktif, alam menghukum
orang yang tidak aktif. Orang yang malas dan tidak berbuat apa-apa,
menimbulkan masalah-masalah bagi dirinya sendiri. Perhatikanlah
kesukaran-kesukaran dari orang-orang cukup kaya sehingga tak
memerlukan bekerja lagi. Temuilah orang yang tidak berbuat apa-apa,
pasti dia itu orang yang celaka tidak bahagia. Kamar-kamar tunggu dokter
urat syaraf dipenuhi oleh orang-orang yang karena tidak bekerja
menciptakan kesulitan-kesulitan dan kesukaran-kesukaran bagi dirinya
sendiri yang membuat mereka sakit dan putus asa.53
Sangat banyak ayat al-Qur'an yang mengaitkan antara iman dan
amal yang berarti tidak cukup hanya keimanan atau keyakinan tanpa
adanya tindakan yang membuktikan bahwa ia benar-benar beriman.
52Amatullah Amstrong, Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf (Mizan:
Bandung, 1996) hal28.
53 Dale Carnegie, Kunci Sukses Meraih Kewibawaan dan Kekuasaan. Alih Bahasa: Dudy
Kondisi seperti ini berlaku bagi siapa saja tanpa memandang agama, dan
keyakinan orang yang memiliki keyakinan dan ia melakukan tindakan dia
akan merasakan ketenangan dan tidak memiliki rasa takut juga rasa sedih.
Diantara ayat-ayat yang mengkaitkan antara iman dan amal sebagai
berikut:
Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Maidah,5: 69)
Al-Alusi menjelaskan bahwa kata ررخرللا مر ولييللاوي هرلللابر ني مياءي نل مي
احح لراصي لي مرعيوي jika dalam keadaan rafa' sebagai mubtada' dan khabarnya adalah نوننزيحليي ملهن ليوي ملهريلليعي فف ولخي ليفي maka huruf fa mengandung makna bahwa mubtada' merupakan syarat, untuk mendapatkan ketenangan dan aman dan seluruh kata ganti pada akhir kalimat merujuk kepada
individu-indivu yang berhubungan dengan lafadz sebelumnya. Bagi kata-kata
sebelumnya yaitu individu-individu yang beriman, dan amal salih dari
seluruh lafadzh yang ada54.
54 Aluusi, Abu al Fadhl Syihab al Din Mahmud, Al- Ruhul ma'ani fi tafsi al Qur'an al
Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS.Ala'raf,7:35)
Dalam ayat ini kata حيليصل أي وي ىقيتلا نرميفي juga merupakan syarat bagi
tiadanya rasa takut yaitu dengan takwa dan mengadakan perbaikan.55
Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS.al-An'am,6:48)
Kami mengutus para rasul kepada seluruh umat melainkan untuk
memberi kabar gembira dengan: barang siapa yang taat akan mendapat
pahala barang siapa yang bermaksiat akan disiksa, pada akhirnya mereka
akan memperoleh surga dan neraka sesuai dengan pilihan mereka mana
yang lebih besar terhadap kabar gembira (ketaatan) atau yang
diperingatkan (kemaksiatan). Barang siapa yang beriman atas apa yang
diwajibkan untuk diimani dan apa yang dikerjakan serta berpegang teguh
dengan syariat. Fa merupakan jawab syarat dari kalimat sebelumnya. ليفي
فف ولخي dari azab yang disampaikan Rasul ني وننزيحل يي مل هن ليوي dan dari kabar gembira tentang adanya ganjaran yang akan diterimanya.56 Dari penjelasan
ini, tentu saja dapat dipahami bahwa dengan adanya iman dan amal yang
berkaitan dengan keyakinan dan tindakan akan menimbulkan ketenangan
yaitu dalam al-Qur'an tidak takut dan tidak merasa sedih.
David J. Schwartz, dalam karya besarnya Berpikir dan Berjiwa Besar mengatakan laksanakanlah gagasan dan anda akan mendapat ketenangan. Gunakan tindakan untuk menyembuhkan ketakutan dan
mendapatkan kepercayaan diri. Menurutnya, tindakan memberi makan dan
menguatkan kepercayaan; tidak adanya tindakan dalam segala bentuk
menimbulkan ketakutan. Untuk memerangi ketakutan bertindaklah. Untuk
meningkatkan ketakutan, tunggu, tunda dan tangguhkan.57 Setiap orang
banyak yang memiliki gagasan dan keyakinan untuk menggapai
kesuksesan yang diimpikan akan tetapi kebanyakan mereka mengubur
gagasan dan keyakinan itu dengan menunda karena kemalasan atau
ketakutan untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, berdasarkan ayat-ayat
di atas dan didukung dengan fakta-fakta empirik, jika setiap orang telah
memiliki keyakinan atas nilai atau ajaran yang harus dilakukan maka
lakukanlah sekarang juga.
4. Berserah Diri (Tawakal)
56Ibid. Jilid 7. hal. 224-225.
57 David J. Schwartz, Berpikir dan Berjiwa Besar.Alih Bahasa: F.X. Budiyanto (Jakarta:
Tawakal berarti memasrahkan, mempercayakan segala urusan
kepada Allah.58 Menurut Yusuf Qardhawi, menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah. Orang yang tawakal akan merasakan ketenangan dan
ketentraman. Ia senantiasa merasa mantap dan optimis dalam bertindak. Di
samping itu juga akan mendapatkan kekuatan spiritual, serta keperkasaan
luar biasa, yang dapat mengalahkan segala kekuatan yang material.59
Perumpamaan tentang orang yang tawakal digambarkan oleh Buya Hamka
bahwa bukanlah orang yang tawakal itu orang yang tidur dibawah pohon
yang lebat buahnya seumpama buah durian. Karena kalau buah itu jatuh
digoyang angin, dan orang yang tidur tersebut ditimpanya, itu adalah
kesia-sian belaka. Contoh lainnya menurutnya adalah kalau bahaya datang
dari sesama manusia, maka sekiranya ada jalan sabar, atau jalan yang
mengelakkan diri atau menangkis, pilihlah dulu yang pertama, yaitu sabar.
Kalau tidak dapat lagi pilihlah yang kedua yaitu mengelakkan diri. Kalau
tidak dapat pula barulah menangkis. Kalau hanya tinggal jalan
semata-mata menangkis, tidak juga ditangkis tidak lah bernama tawakal lagi tetapi
sia-sia.60
Ayat ini merupakan bentuk tawakal yang dicontohkan oleh
Rasulullah:
58 Amatullah Amstrong, Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf
(Bandung: Mizan,1996) hal. 188.
59 Hasyim Muhammad. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, Telaah atas Pemikiran
Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2002) hal. 45-46.
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.at-Taubah,9:40)
Ayat ini menjelaskan agar jangan takut berbagai macam serangan
serangan hadapilah dengan tawakal kepada Allah.61 Hamka
menggambarkan ayat di atas: Ingatlah seketika Rasulullah SAW
meninggalkan negeri Makkah hendak ke Madinah. Bersembunyi di dalam
gua di atas bukit Jabal Tsur seketika dikejar oleh kafir Quraisy, berdua
dengan sahabatnya Abu Bakar. Setelah bersembunyi dan tidak akan
kelihatan musuh lagi, barulah ia berkata kepada sahabatnya itu: "Jangan
takut, Allah bersama kita." Yaitu beserta mereka bersembunyi. Coba kalau
Rasulullah SAW menyatakan dirinya, padahal musuhnya sebanyak itu,
tentu menurut sunnatullah dia akan tertangkap atau binasa lantaran
siannya.62Pengalaman Rasulullah SAW tersebut, merupakan contoh untuk
berbuat secara maksimal akan tetapi ketika mendapat ujian dan cobaan,
umat Islam harus berserah diri hanya kepada Allah semata.
Berikut ini juga anjuran agar kita jangan membuat orang lain
memiliki citra negatif terhadap dirinya yang dapat merendakan diri dan
penafsiran tentang orang yang tawakal.
Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.(QS.al-Mujadilah,58:10)
Berserah diri hendaknya hanya kepada Allah dalam ayat ini
ditegaskan tentang larangan berbisik-bisik dihadapan orang lain karena
akan menimbulkan kesedihan bagi orang mukmin yang lain. Dengan
mengutip hadits rasul yang diriwayatkan oleh Shahihaini melalui Ibnu
Umar bahwasanya Rasulullah saw berkata: apabila terdapat tiga orang
yang berkumpul bersama janganlah keduanya berbisik-bisik tanpa
sepengetahuan satu orang lainnya 63 dan orang-orang yang beriman adalah
orang yang bertawakal kepada Allah, dan meminta semua urusannya
melalui pertolongan Allah, mohon perlindungan dari syetan dan kejahatan.
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS.Ali Imron,2:146)
Allah membesarkan hati para mukminin dengan menghibur mereka
akibat kekalahan mereka dalam perang Uhud; bahwa betapa banyaknya
Nabi yang berperang dan bersama mereka, sahabat-sahabat mereka yang
banyak bertakwa. Dan mereka tidak merasa lemah karena apa yang
mereka alami dan derita di jalan Allah dan tidak juga mereka merasa lesu
atau menyerah.64 Inilah yang dimaksud tawakal yaitu adanya kemauan
yang kuat dan usaha yang maksimal baru diiringi dengan tawakal faiza azamta fatawakkal 'alallah.
Kaitan tawakal dengan percaya diri adalah pada tindakan yang ia
lakukan dengan usaha yang maksimal cara yang dihormatinya sendiri.
Karena sadar bahwa ia tidak dapat selalu menang, ia menerima
keterbatasannya. Akan tetapi selalu berusaha untuk mencapai sesuatu
dengan usaha sebaik-baiknya, sehingga baik ia berhasil, gagal ataupun
tidak berhasil dan tidak gagal, ia tetap memiliki harga dirinya.
5. Bersyukur65
Setelah bertawakal kepada Allah dalam arti menyerahkan
sepenuhnya kepada Allah dengan usaha yang maksimal. Untuk
meningkatkan percaya diri perlu adanya rasa syukur untuk menimbulkan
sikap positif dan perasaan menerima apa yang telah didapatkan dari
tindakan yang dikerjakan kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat
yang ia berikan.
Orang yang tidak bersyukur kepada Tuhan, ia adalah ibarat orang
yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari
terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan
dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan
keputusasaan. Dengan “beban” seperti itu, bagaimana individu itu bisa
menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya?
Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis,
karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat
“cemburu” hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang
dialami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik
untuk hidup setipa hamba-Nya.66
Menurut Al-Ghazali, mengapa manusia harus bersyukur terdapat
dua sebab.
1. Agar kekal kenikmatan yang sangat besar itu. Sebab jika tidak
disyukuri, akan hilang.
2. Agar nikmat yang telah kita dapatkan bertambah.67
Bentuk nyata dari syukur salah satunya adalah dengan
mengucapkan puji-pujian alhamdulillah, kata-kata ini dapat diibaratkan dengan self-affirmation68 sebagai pengungkapan positif atas kondisi diri yang dapat meningkatkan percaya diri.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu,(QS.Ibrahim,14:7)
Para ahlul jannah nantinya akan mengucapkan syukur kepada Allah yang telah menghilangkan kesedihan mereka dan mereka mengakui
akan ke-Maha Pengampunan dan Maha mensyukuri Allah. Jika umat
Islam ingin menjadi ahlul jannah tentunya saat ini umat Islam harus mensyukuri segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.
67 Imam Al-Ghazali, Minhajul Abidin, Alih Bahasa: Abul Hiyadh. (Surabaya: Mutiara
Ilmu,), hal.351.
Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.(QS.Faathir,35:34)
6. Evaluasi Diri (Muhasabah)
Orang yang percaya kepada dirinya sendiri, tidak merasa hina apa
yang dikerjakannya, bahkan dia ingin supaya memperoleh kemajuan
dalam pekerjaannya itu. Gustav Le Bone berkata: "orang yang percaya diri
tidaklah mengharap pujian manusia. Orang yang mengharap pujian,
niscaya ragu-ragu akan harga dirinya."69 Sudahkah diri anda percaya diri?
tentunya setiap individu sendiri yang dapat menilai hal tersebut
berdasarkan konsep percaya diri. Untuk itu, perlu adanya muhasabah diri,
self reflection atau self evaluate agar dapat mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan yang pasti kita hadapi dalam kehidupan, utuk
kemudianmemperbaikinya.
Evaluasi Diri adalah salah satu ajaran yang dianjurkan Islam
kepada umatnya dalam setiap hari untuk selalu mengevaluasi diri agar hari
esok lebih baik dari hari ini. Allah swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.al-Hasyr,59:18).
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal dalam karya mereka SQ.
Banyak di antara manusia yang tidak pernah merenung. Mereka hanya
hidup dari hari ke hari, dari aktifitas ke aktifitas, dan seterusnya. SQ yang
lebih tinggi berarti sampai pada kedalaman dari segala hal, memikirkan
segala hal, menilai diri sendiri dan perilaku dari waktu ke waktu. Paling
baik dilakukan setiap hari. Ini dapat dilakukan dengan menyisihkan
beberapa saat untuk berdiam diri, bermeditasi setiap hari, bekerja dengan
penasihat atau ahli terapi, atau sekedar mengevaluasi setiap hari sebelum
anda jatuh tertidur di amalam hari. 70Ungkapan Umar yang sangat
masyhur yaitu haasibuu anfusakum qobla an tuhaasibuu perlu kiranya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Dengan Muhasabah seseorang akan dapat lebih memahami kondisi
dirinya Jika anda mati minggu depan apa yang ingin anda bisa katakan
mengenai apa apa yang telah anda capai atau sumbangkan pada
70 Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam
kehidupan? Jika anda diberi waktu setahun lagi, apa yang akan anda
lakukan dengan waktu tersebut.?71 Sebaiknya apa yang dievaluasi
hendaknya tertulis jelas jangan hanya ada dalam pikiran. Untuk
meningkatkan kualitas diri perlu adanya target-target yang akan dicapai
untuk mempermudah melakukan evaluasi.