J. MANUSIA DAN LINGKLINGAN, Vol. 20, No.l, Maret. 2013: I -10
SEJARAH DOMINASI NEGARA
DALAM PENGELOLAAN CENDANA DI
NUSA
TENGGARA
TIMUR
(History of State Domination on Cendana Management in Nusa Tenggara Timur)S.
Agung Sri Raharjo*,
SanAfri
Awang**rAgus Pramusinto
*"*dan Ris
Hadi Purwanto
--"-*Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Kupang, Nusa Tenggara
Timur
*Mahasiswa Program Doktor pada Program Studi
Ilmu
Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.**
Gu*
Besar pada Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ***Direktur
Program Magister AdministrasiPublik
Universitas Gadjah Mada,****
Dosen pada Fakultas
renutl?itllillhitas
Gadjah Mada,yogyak
arta. -)Bagian Disertasi pada Program Studi
Ilmu
Kehutanan Universitas CiOjatr Mada, Yogyakarta.E-mail : agung-sriraharjo @yaho o. co. id
Abstrak
Pengelolaan sumberdaya alam seringkali dihadapkan pada
konflik
antarpemangku kepentingan. Kepentingan tersebut mencakup tiga dimensi yaitu kepentingan ekologi, ekonomi dan sosial. Cendana merupakan salah satu hasil hutan yang memiliki peran sangat penting dalam sejarah pembangunan di NTT. Pemanfaatan cendana ini juga tidak lepas dari konflik. Bahkan konflik tersebut telah membuat masyarakat trauma terhadap pengelolaan cendana. lJpaya pemulihan potensi dan peran cendana dalam perekonomian mengalami hambatan berkaitan dengan trauma masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk meldiskipsikan, menganalisisdan
menginterpreasikan pengelolaan cendana dimasalalu
yang me,rgakibatkan konflik dan ftaurna masyarakat terhadap pengelolaan cendana oleh pemerintah. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif terhadap purgelolaan cendana di masa lalu. Penelitian dilakukandi
Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi, observasi dan wawancara dengan informan kunci. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa pengelolaan cendana dimasa lalu terjadi ketidakadilan dalam pembagian keuntungan penjualan cendana, dominasi negara (penguasa), tidak adanya ruang komunikasi dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan cendana. Hal ini membentuk persepsi negatif masyarakat terhadap pengelolaan cendana oleh pemerintah.Kata Kunci: Pengelolaan, Cendana, Sejarah, Konflik
Abstract
Contlict between stakeholder interests
is
inevitablein
natural resources management. Stakehnlder interest covers ecological, economic and social interest. Cendana is non woodforest product which plays important role on East Nusa Tenggaro development. Cendana managenxent doesn't free of conJlict. Instead the conflict on cendana management leads to community traunu. Efortfor
increasing the potencies foces the negative perception of comnrunities. This research aim to describe, analysis and interprets the history of cendana managentent.The research was conducted in Timor Island, East Nusa Tenggara Province. Data collection done by documentary study, obserttation and interviews. Data were analyzed with descriptive qualitative analysis.The result shows that the past cendana management was inequity of profit sharing, state dotnination, no spacefor
communication and public participation on cendqna management. This condition leads to conflict and community trauma on cendanq management bl Swerlment.J. MANUSIA DAN LINGKLINGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penelitian
ini
akan
mengkaji dominasi negara dalam pengelolaan cendanadi
NTTyang menyebabkan
konflik
dan trauma di rnasyarakat. Pengelolaan sumberdaya alam tidak bisa lepas darikonflik
(Yasmi, 2007;Wibowo
et
dl., 2009; Grittenet
?1, 2009). Konflik tersebut berkaitan dengan perbedaankepentingan
antara
stakeholder
dalam pengelolaan sumberdayaalam
Kepentingan stakeholder berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam khususnya hutan mencakup dimensi kepentinganekologi,
kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial (Krott, 2005).Konflik
pengelolaan hutandi
Indonesia dis,$abkanoleh
dominasi negara dalampengelolaan hutan. Menurut Awang (2003) hal
tersebut
dikarenakanmono
interpretasi pemerintah mengenai penguasaan hutan. Pengelolaanhutan diatur
dan
ditetapkanberdasarkan kepentingan dan ekonomi politik
pemerinta[
sehinggayang
lebih
dominan adalah kepentingan ekonomi terhadap hutan.Menurut
CIFOR
(2004) dalam
Wibowo dkk.(2009)konflik
yang terjadidi
kawasankonservasi
(hutan
konservasi)
adalah perambahan hutan dan pencurian kayu. Hal ini dikarenakan penetapan kawasan konservasi dilakukan sepihakoleh
pemerintah tanpamelibatkan masyarakat. Dari dua penelitian ini
terlihat bahwa
dominasi
negaramengakibatkan
konflik
dalam pengelolaanhutan dan
rnengakibatkan
rusaknyasumberdaya hutan.
Cendana merupakan salah satu hasil hutan
yang memiliki peran yang sangat penting bagi
provinsi Nusa
TenggaraTirnur.
Cendana menyumbangPAD
ProvinsiNTT
rata-ratasebesar 25 %
/
tahun pada kurun waktu'1990sampai dengan
tahun 1998
(BanoEt, 2001:471).
Sumbangan cendana terhadap PAD Provinsi NTT tertinggi mencapai 40 %(Suripto, 1992:15). Namun pada saat ini sumbangan cendana sangat rendah atau bisa dianggap tidak
ada.
Potensi cendana jugaterus mengalami penurunan, hasil inventarisasi Dinas Kehutanan Provinsi
NTT
pada tahun 1990 terdapat 176949 pohon induk namun pada tahun 1998 jumlah pohon induk tinggalVol. 20, No. I
51.417 batang (Darmokusumo dkh 2001 :509). Hal
ini
mengindikasikan ancaman kepunahan cendana setelah dieksploitasi selama 30 tahun.Upaya pemerintah untuk mengembalikan
peran cendana sebagai penyumbang PAD mengalami banyak kesulitan.
Hal
ini
salahsatunya disebabkan oleh perubahan persepsi
masyarakat terhadap cendana. Kayu cendana yang awalnya dianggap sebagai "putri rumah", putri yang selalu melindungi seluruh anggota
keluarga dengan mengeluarkan aroma wangi, berubah menjadi "kayu masalah", kayu yang selalu mendatangkan masalah di mana pohon tersebut tumbuh (Pello, 2001). Perubahan
persepsi masyarakat
ini
mengakibatkan peran serta masyrakat dalam budidaya cendana sangat rendah.Persepsi masyarakat sangat dipengaruhi
oleh tingkat
pemahaman
terhadappermasalahan
dan
pengalaman merekaberkaitan dengan
pengelolaan cendana.Penelitian
ini
akan
mengkaji
sejarah pengelolaan cendanadalam
membentukpersepsi
negatif
masyarakat
terhadap pengelolaan cendana.Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
ini
bertujuan
untukmengdeskripsikan,
menganalisis
dan menginterpretasikan:1. Sejarah pengelolaan Cendana
2.
Hubungan
produksi
Cendana
antarapemerintah (pemegang kekuasaan) dengan masyarakat
Penelitian
ini
berguna untuk memberikangambaran
yang
jelas
sehingga
dapatdigunakan sebagai salah satu masukan untuk menyusun kebijakan pengelolaan cendana yang lebih berpihak kepada masyarakat Kerangka Pemikiran
Persepsi
masyarakat
dibentuk
olehinfonnasi
yang
diterima
dan
nilai
yangdianutnya.
Salah
satu
sumber
informasi rnasyarakat adalah pengalannn. Pengalamanyang
menyenangkan
tentunya
akanDominasi Maret 2013
Salah satu bentuk pengalaman negatif adalah
konflik
yang terjadi secara berulang dan terus menerus, sehingga menimbulkantrauma.
Konflik
dapat
terjadi
karena kesenjangan antara harapan dan kemampuan.Dasar Teori
Menurut Budiardjo (1977) yang dikutip Ebyhara (2010) negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban
di
dalam suatumasyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem
hukum
yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintahan yangdiberi
kekuasaan memaksa. Eksistensi negara terdiri dari empatunsur yaitu wilayall rakyat, pemerintah yang berdaulat dan pengakuan dari negara lain (de
facto dan de jure). Tugas negara yang pertama adalah untuk mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang a-sosial, yang bertentangan satu sama
lain,
supaya tidakterjadi
antagonismeyang
membahayakan.Kedua
adalah
mengorganisasikan dan mengintegrasikankegiatan manusia
dan kelompok-kelompokke
arah
tercapainyatujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.
Negara
memiliki
sifat
memaksa, yangberarti
bahwa negara dapat memaksakansupaya
seluruh
undang-undang ditaati sehingga ketertibandapat
tercapai. Sifatkedua adalah monopoli, negara memiliki monopoli untuk menetapkan tujuan bersama
dari
masyarakat.Sifat
ketiga adalah sifat mencakup semuanya, halini
berarti semua undang-undangberlaku
untuk
seluruhmasyarakat
tanpa
terkecuali
(Ebyhara,2010).
MenurutAwang (2006)
Inti
darinegara adalah
administrasi,
hukunl organisasi-organisasiekstraktif
dan
yangbersifat
memaksa.Hal
tersebutdi
atasRAHARJO, S.A.S., DKK.: SEJARAH DOMINASI NEGARA
Konflik,
TraumaGambar
l.
Kerangka Pemikirandilakukan oleh negara untuk melaksanakan
penertiban,
mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, pertahanan danmenegakkan keadilan.
Negara
sebagaialat untuk
mencapaitujaun kesejahteraan bersama
ini
menurutpandangan
Marxisme
salah.
Menurutpandangan
Marxis
negara
adalah
alatpencapain
tujuan kelas
berkuasa. Kelas berkuasa memainkan peran negara untuk mencapai tujuannya dengan menggunakanalat
dan
sifat
memaksa,monopoli
dan pembuatanhukum
yang dimiliki
negara. Kelas berkuasadi
zaman perbudakan adalahraja, pada
zamanfeodal
dengan sistem monarki yang berkuasa adalah raja dan para tuan tanah, sedangkan pada r;iman kapitalismaka yang berkuasa adalah para pemilik
modal (Ebyhara, 2010). Dalam kontek ini
maka terjadi
pertentanganantara
kelas penguasa dengan kelas pekerja.Dalam tingkat tertentu pertentangan kelas
ini
akan melahirkan konflik. Menurut Pruitdan Rubin (2009)
konflik
adalah persepsimengenai perbedaan
kepentingan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kepentinganterealisasikan
dalam bentuk
aspirasi.Aspirasi
ini
berisi
berbagaitujuan
danstandar.
Tujuan
adalahakhir
dari
arah perjuangan seseorang, sedangkan standaradalah
tingkat
pencapaianminimal
yangharus dicapai
untuk
dapat
dinyatakapberhasil.
Seringkali
dijumpai kondisi
dimana
masing-masing
pihak
yangberhubungan
memiliki
persepsi
bahwa aspirasi mereka saling meniadakan. Semakin besar ketidak sesuaian aspirasiini
semakin besar pula perbedaan kepentingan tersebutJ. MANUSIA DAN LINGKI.'NGAN
tidak terlihat adanya alternatif
yang
dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak.Menurut
Gurr
(1971) kondisi
yang menyebabkan situasikonflik
adalah adanya deprivasirelatif.
Deprivasirelatif
adalah kesenjangan antaranilai
harapan dan nilai kemampuan. Selalu ada perbedaan antara nilai harapan dannilai
kemampuan. Tetapi jika perbedaan itu semakin besar maka akan terjadikondisi yang
dapat menimbulkan konflik. Membesarnya perbedaanitu
dapat terjadi karena naiknya turunnyanilai
kemanrpuarl naiknyanilai
harapan ataupun naiknya nilai harapan dan turunnya nilai kemampuan secara bersamaan.Sifat
negara
yang
memaksa,
Yangdisalahgunakan
untuk
memenuhi kepentingan golongan tertentu merupakan salah satu bentuk dominasi negara dalamarti negatif. Jika hal
ini
berlangsung terus dapat mengakibatkan masyarakat trauma,sehingga
kepercayaan
masyarakat terhadap negara berkurang dan legitimasinegara
di
mata
rakyat
turun.
Akibat
lebih lanjut
adalah program, aturan danundang-undang
yang
ditetapkan
oleh pemerintah akan sulit diimplementasikankarena
tidak
mendapatdukungan
darimasyarakat.
METODE
PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan
di
Kota Kupangdan
KabupatenTimor
Tengah
Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada bulan Januari sampai dengan Juli 201l.Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka,
observasi
dan
wawancarasemiterstruktur
dengan
beberapa
tokoh masyarakat dan pelaku kebijakan pengelolaancendana dimasa lalu. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif
kualitatif
untuk
menjelaskan keterkaitan antara sejarah pengelolaan cendana denganVol. 20, No. I
konflik
dan
trauma
yang dialami
olehmasyarakat.
Perspektif
yang
digunakan dalam penelitianini
adalah perspektif sosialekonomi.
Perspektif
sosial
ekonomimenjelaskan
konflik yang
berkembangdalam bidang
kehutanan merefleksikantuntutan
terhadap penguasaan asset dan akses pengelolaan hutan berkaitan dengan redistribusi rente ekonomi hutan secara adil dan proporsional ( Wibowo dkk., 2009).HASIL
DAN PEMBAHASANSejarah Pengelolaan Cendana di NTT
Pengelolaan Cendana
di
NTT
telah melalui beberapa rezim, diawali pada masa kerajaan-kerajaankecil
di
NTT
sampai dengan era reformasi. Terjadi pasang surutproduksi
cendana
seiring
dengan perkembanganwilayah Nusa
Tenggara. Cendana merupakan komoditi yang menarikbangsa
asing
untuk
sampai
ke
Nusa Tenggara Timur.Menurut
Ptak
( I987)
dalam
Ardhana (2005) dari sebuah kronik Cina tahun 1436dijelaskan adanya hubungan perdagangan langsung antara
Cina dan
Timor,
Timormelakukan
ekspor
cendana
melaluipelabuhannya
sendiri
dan
mengimporbeberapa
barang
dari
luar,
selanjutnya disebutkan cendanahanya ditanam di daerah pegunungan. Ketika Malaka menjadi pusatperdagangan baru di kawasan Asia Tenggara maka pedagang Jawa dan
Muslim
lainnyamenjadi
perantara perdagangan Cendana dari Timor ke Malaka.Sebelum
kedatanganbangsa
Eropa terdapat banyak kerajaankecil
di
Timor antara lain adalah Kupang, Sonbait, Amabi, Amfuang, Tabenu, Funai, Amarasi, Sonbaitketjil, Pitaip, Takaip, Monobait, Amanuban, Nenometang, Amanatun, Wewiku-Wehali,
Sutrana, Aimatang, Ambenu, Tialarang dan Mobara. Pada masa itu masyarakat langsung memperdagangkan cendana kepada orang asing setelah membayar pajak yang ringan kepada raja dan dalam perdagangan selalu dalam pengawasan raja (Widiyatmika, I 986). Bangsa Eropa pertama yang mendarat di
Timor
adalah Portugis. Menurut LigtvoetMaret 2013
catatan perdagangan cendana mencapai 1.000 bahar atau setara dengan 5.000 pikul
(l
pikul:
62,5 kg) yang dikirim pedagangGujarat. Selanjutnya disebutkan ekspedisi Portugis pada tahun
l5l2
mencatat adanya pulau yang menanam kayu cendana. Namundalam
perkembangannya Cendana tidakmenjadi produk
unggulan
bagi
bangsaPortugis karena
telah
dikuasai
oleh pedagang Cina.Pada tahun 16l
I
Belanda mendarat di Kupang, dan berusaha membeli tanah orangPortugis
di
daerahTimur pulau
Timor (Oekusi, daerah Timor Leste) namun tidakberhasil.
Namun
seiring
keberhasilanmenaklukkan
Malaka,
Belanda
mulai menancapkan pengaruhnyadi
Pulau Timor.Pada rnasa
itu
dilakukan
perjanjianpenentuan
harga
cendanayang
pantas, dalam perjanjianlain
disepakati raja-rajatidak
akan menjual hasil buminya kepada orang lain selain pedagang Belanda (VOC).Belanda membebaskan masyarakat untuk menebang cendana
asal
sepertiga bagian diserahkan kepada Belanda (Widiyatmika, 1986). Kekuasaan Belandaini
silih berganti dengan Inggris, namun pada akhirnya Timor berada pada kekuasaan Belanda. Sampaipada
awal
abad
20
kekuasaan Belanda semakin kuat, banyak rajaraja menyerahkan kekuasaan kepada Belanda. Pada masa ituraja
mendapatkan
upeti dari
hasil perdagangan hasil bumi terutama cendana.Pembagian upeti sebesar 9/10 untuk kepala desa
dan l/10
untuk
raja, selainitu
raja mendapatkan 5 %o sampai denganl0
o/o darikuyu
cendanayang
ditebang (Ardhana, 200s).Sampai
awal
abad20
cendana masih merupakankomoditi
yang penting, tetapi keberadaannya mulai digantikan oleh kopra,kopi,
kelapa dan opium. Pada tahunl9l0
sampai dengan tahun 1913 ekspor cendana rata-rata pertahun mencapai
8.500
pikul (Widiyatmika, 1986). Perdagangan cendanapada tahun
l9l4
tercatat
2.244
pikulberharga 70.409 gulden,
tahun
1915 sebanyak1.146
pikul
berharga
32.530 gulden, tahun 1916 sebanyak 2.784 pikul berharga76.479 gulden
(Van
KempenRAHARIO, S.A.S., DKK.: SEJARAH DOMINASI NEGARA
(1917) dalam Ardhana(2005)). Pada tahun 1932 potensi cendana semakin menurun dan ekspor
dari
PulauTimor
hanya sebanyak 600pikul,
I
pikul
sama dengan 62,5 kg (Nierbroek
(1931) dalam Ross
(1983)).Menurut
Voogd dan
Gnjp
(1937)
dalam Ross (1983)I
pikul sama dengan 61,67 kg,disebutkan
juga
bahwa
jumlah
pohon cendana yang telah diregister pada tahun 1922 sampai dengan tahun 1934 mencapai 100.000 pohon dengan diameter minimal 30cm.
Pada tahun lg{Sjumlah pohon cendanadi
Pulau
Timor
tinggal
21.245
pohon (Boswesen (19a8) dalam Ross (1983)).Seiring keberhasilan Belanda menguasai Timor maka pengelolaan cendana diatur oleh
Belanda
dan
Raja-rajadi
Timor,
aturan tersebut antara lain adalah seluruh cendana adalahmilik
penguasa, denda kerbau, sapiatau
babi
jika
cendana
mati
akibat pembukaanlahan
pertanianoleh
rakyat,setiap
penebangan cendanaharus
seijin penguasajika
tidakdi
hukum,jika
mencuricendana dihukum pasung atau dikubur
hidup-hidup,
jika
sengaja mematikan cendanadihukum
menanamlontar
sampai lontar berbuah (terus menanam lontar sampai lontarpertama
yang
ditanam berbuah). Ketika kekuasaanHindia
Belanda semakin kuat hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut ditambah dengan hukuman penjaradan denda berupa uang (Widiyatmika, 1986). Sebelum provinsi Nusa Tenggara Timur
terbentuk
pengelolaancendana
setelahkemerdekaan diatur dalam Peraturan Daerah Timor Nomor 4 Tahun 1953 tentang cendana. Pulau timor waktu itu merupakan salah satu Kabupaten
dari
ProvinsiNusa
Tenggara. Pembagianhasil
penjualankayu
cendana adalah sebagaiberikut
:
rakyat menerima premi sebesar 40 sen/kg, Pahtuaf menerima premi 20 ser/kg, Temukung menerima premi sebesar15
serVkg, Fetor menerima premi sebesar7,5
sen/kgdan
Kepala swapraja menerimapremi
sebesar5
sen/kg (Pello, 2001).Wilayah
NTT
terbentuk
berdasarkanpada Undang-undang
No. 69
tahun
1958J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 20, No. I
Tabel
l.
Pembagian Hasil Penjualan Kayu Cendana Menurut Perda No 8iPD/1966 Tempat Tumbuh CendanaAktor di Luar kawasan hutan
Kawasan Hutan
Tanah Milik Di Luar Tanah Milik Petani
Pahtuah (tokoh adat) Temukung (Kepala Desa) Fetor (Wakil Raja) Kabupaten
Propinsi
3% 2%
t%
74% 20%
s0% 2%
l%
t%
36%
t0%
3;,
2%t%
74% 20% Sumber : Pello (2001)
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
Nusa Tenggara Timur. Produk hukum yang mengatur cendana adalah Perda Provinsi
NTT Nomor
lllPDll966,
Perda ProvinsiNTT
Nomor 8/PDll968 tentang perubahan Perda ProvinsiNTT Nomor lllPDll966,
Perda Provinsi NTT Nomor 17 Tahun 1974 tentang perubahan atas pasal
6
dan pasal 9 Perda ProvinsiNTT
No
lllPDl66,
Perda Provinsi NTT Nomor 7 Tahun 1980 tentangperubahan
perda
Provinsi
Nomor I I lPDl 1966 (Pello,200 I ).Produk
hukum
tersebut
menetapakan seluruh cendana yang adadi
wilayah NTTmenjadi
milik
pemerintah.
Meskipun peraturan tentang pelanggaran (pembakaran, pencurian, penebangan kayu cendana) tidak dicantumkan dalam Perda tetapi larangan tersebut di atas tetap berlaku. Menurut PerdaNo
8lPDll966
Pembagian hasil penjualan kayu cendana disajikan pada Tabell.
Setelah Perda
tahun
1966 pada tahun 1980 ditetapkan PerdaNo
7
Tahun 1980 tentang pengaturan pembagian penerimaanhasil
penjualan
kayu
cendana,Pengaturarnya
adalah
50 %
untuk Pemerintah DaerahTingkat
I
dan
50
%untuk
Pemerintah
Daerah
Tingkat
II
(Ardjoyuwono, 1986).
Pada tahun 1986
terbit
Perda ProvinsiNTT
No
16 Tahun 1986 tentang Cendana. Pembagianhasil
penjualankayu
cendana dibagi untuk Pemerintah Daerah Kabupten sebesar50
%
dan
Pemerintah DaerahProvinsi sebesar 50
%.
Pemerintah Daerah Kabupaten diwajibkan mengalokasikan 50%
hasil
penjualankayu
cendana yang mereka terima untuk kegiatan reboisasi.Pada
tahun
1993
keluar
kebijakan gubernur berkaitan dengan "masalah kayutemuan". Kebijakan tersebut
adalah mengijinkan pengusaha untuk membeli kayu temuan yang disimpan oleh rakyat (Tapatab,2001).
Kebijakan
ini
menyebabkankekacauan pengelolaan
cendana
oleh pemerintah, terjadi penebangan yang tidakterkontrol (Tapatab (2001);
Piet
M
Fuy'' l<ontak pribadi).Pada
tahun
1997
terbit
Instruksi GubernurNTT
No
12 Tahun 1997 tentanglarangan penebangan cendana selama 5
tahun
antaratahun
1997 sampai dengan2003.
Instruksi
ini
sebagai
upayamoratorium
untuk
memulihkan
potensicendana secara alami.
Setelah
reformasi,
pada tahun
1999 dikeluarkan Perda Provinsi NTT No 2 tahun1999 tentang pembatalan Perda No 16 tahun
1986 dan
penyerahan
wewenangpengelolaan cendana kepada Pemerintah daerah Kabupaten Kota. Dengan demikian Pengelolaan cendana
menjadi
wewenang pemerintah kabupatenkota yang
ada
di NTT.I
'
PetM
Fay adalah Pensiunan Pegawai Dinas Kehutanan Kabupaten TTS Salah satu respondenMaret 2013
Seiring
diterapkannyaotonomi
daerah maka mulai tahun 2000 Pemerintah Daerah KabupatenKota
di
ProvinsiNTf
mulai menyusun Perda tentang cendana. Sampaidengan
tahun 2004
terdapat
5Kabupaten/Kota
yang
telah
memiliki Peraturan Daerah tentang cendana (Raharjo,2008).
Kabupatenyang telah
memiliki PERDA tentang cendana dapat dilihat pada Tabel2.Perubahan yang mendasar pada perda
kabupaten
adalah
pengakuan
terhadapkepemilikan cendana
oleh
masyarakat.Cendana
yang tumbuh
alarni
mallpundibudidayakan
oleh
masyarakat diakui sebagaimilik
masyarakat,hal
ini
sangat berbedajika
dibanding dengart Peraturan Daerah ProvinsiNTT
No
l6
Tahun 1986 (Raharjo,2008).Pembagian keuntungan penjualan kayu
cendana bervariasi
di
antara
kabupaten tersebut. Kabupaten Timor Tengah Selatan(TTS)
mewajibkanbagi
pemilik
cendana untuk membayar IHC (Iuran Hasil Cendana) sebesar10
%
dari
harga penjualan yangditetapkan pemerintah.
Semeutara
di Kabupaten lain mekanisme pembagian hasil tidak diatur dengan jelas.Konflik dan
Trauma
PengelolaanCendana di NTT
Pengelolaan
cendana
oleh
penguasa(Raja,
VOC,
Kolonialis,
PemerintahProvinsi, dan Pemerintah Daerah) sampai
dengan
tahun
1999
memperlihatkan dominasi negara dalam penguasaan sumber daya alam cendana. Pemerintah (penguasa)merniliki tujuan
mendapatkan manfaatekonomi
sebesar-besarnyadari
cendana. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintahmenggunakan
seluruh
sumberdaya kekuasaannya untuk menekan masyarakat.Hal
ini
dilakukan dengan membuat aturanyang
menguntungkanbagi
pemerintah (penguasa), menggunakan aparat keamanan untuk melancarkan aksinya dan membatasi peran masyarakat dalam pengelolaan cendana. Keberadaan rnasyarakat terp i nggirkan padahalbanyak
cendana
tumbuhdi
lahan milikRAHAzuO, S.A.S", DKK.: SEJARAI{ DOMINASI NEGARA
nuupun lahan yang digarap oleh masyarukat.
Di
sini
terlihat posisi
penguasa dengan rnasyarakat yang saling berhadapan dalampemanfaatan cendana.
Menurut Matose
(1997)
dalam Yasmi(2007)
konflik
pada
tingkat lokal
dapatterjadi jika
sekelompok
penggunasumberdaya alam tidak diikutsertakan dalam
pengelolaan sumberdaya
alam
tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Samuel Boru2 diketahui dalam prakteknya pengelolaan cendana di NTT pada masa lalu sepenuhnyadilakukan
oleh
pemerintah. Pemerintah rnelakukan inventarisasi dengan menempelkannomor pohon
di
seluruh cendanayang
ada diwilayahNTT,
baik dalam kawasan hutan maupun di lahanmilik
masyarakat.
Cendana
yang
tumbuh dihalaman rumah masyarakatpun tidak luputdari
proses
inventarisasiini. Hal
ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Dalam proses eksploitasi masyarakat hanya mendapatkanupah buruh
pemanenan, walaupun pohon yang dipanen tersebut adadi depan pintu rumah mereka sendiri atau di ladang yang mereka garap.
Masyarakat
tidak
mampu
melakukanperlawanan.
Posisi
masyarakat
sangatlemah,
hal ini
dikarenakan
banyak masyarakat secara dejure
tidak
memilikibukti
kepemilikan lahannya.
Aspirasimasyarakat
untuk
ikut
menikmati
hasilpenjualan
kayu
cendana
tidak
dapat terpenuhidan
masyarakat merasa tidakmampu
melawan.
Tidak
ada
ruang komunikasi antara masyarakat dan penguasa (pemerintah) sehinggatidak ada
pilihansolusi yang
dapat menguntungkan keduabelah
pihak. Kondisi
ini
menuntun padaterjadinya
konflik
antara
penguasa danmasyarakat.
Distribusi manfaat ekonomi cendana dari masa kemasa sebagian besar dinikmati oleh penguasa. Secara garis besar dapat dilihat dalam Grafik
l.
2
Sumuel Boru, Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan dan
J. MANUSIA DAN LINGKIINGAN
Dari Grafik I
diketahui
bahwakeuntungan ekonomi dalam produksi cendana sebagian besar
dinikmati
oleh
penguasa. Menurut Yasmi (2007) salah satu penyebab konflik adalah ketidakadilan dalam distribusi sumberdaya alam. Dominasi negara dalampenguasaan
dan
pemanfaatan cendana mengakibatkankondisi
ketidakadilan bagimasyarakat.
Dalam
perspektif
deprivasi relatif, dari GrafikI
dapat disimpulkan padatahun 1980 terjadi penunrnanvalue capability masyarakat yang disebabkan oleh berlakunya peraturan yang menyatakan bahwa seluruh cendana yang tumbuh
di
NTT
merupakanmilik
pemerintah. Kemampuan masyarakatuntuk
memanfaatkanceudana
semakin menurun akibat pembatasan yang dilakukan penguasa. Masyarakattidak
dapat
lagimenikmati
hasil
penjualankayu
cendanaseperti tahun-tahun sebelurnnya.
Selain terjadi
penurunan kemampuanmasyarakat
untuk
menikmati
manfaatekonomi
cendana.
Faktor
lain
yangVol. 20, No. I
mendorong terjadinya deprivasi relatif adalah meningkatnya value expectation masyarakat. Menurut
Gurr
(1971) salah satu penyebab meningkatnya ekspektasi masyarakat adalah adanya sosialisasi standar kehidupan baru dalam masyarakat. Kemajuan pembangunan yang terjadi pada tahun 1980-an meningkatkanharapan
masyarakatuntuk
mendapatkanpendapatan
yang
lebih
besar
untuk meningkatkan taraf hidupnya. Namun pada kenyataanya masyarakat tidak dapat menerimahasil yang diharapkan dari penjualan kayu cendana.
Masyarakat
mengalami deprivasi
relatif progresif (Progresive Relative Deprivation) dirnana
harapan
untuk
meningkatkankesejahteraan naik namun kemampuan untuk mendapatkan pemenuhan harapannya semakin menunm.
Kondisi
inilah
yang
mendorong masyarakatuntuk
melakukan perlawanan terselubungdengan
mematikan tanaman cendanayang
tumbuh
di
lahan
yang digarapnya.Tabel 2. Daftar Perda tentang Cendana di Provinsi NTT
Kabupaten PERDA Tahun Penetapan
l. Sumba Barat
2. Sumba Timur
3. Timor Tengah Selatan
4. Timor Tengah Utara
5. Belu
Perda No l8
Perda No l9
Perda No 25
Perda No 2
Perda No l9
200 l
2000
200 l
2004
2002
Sumber: Raharjo (2008)
lOOo/"
9Oo/" BOo/o
7Oo/o
60o/o 50o/o 40o/o
3Oo/"
20o/o
1Oo/o
Oo/o
El Rakyat E] Penguasa
[image:8.595.61.500.365.752.2]Maret 2013
Hal-hal tersebut
di
atasterjadi
dalamrentang
waktu yang lama
sehingga menimbulkantrauma
masyarakat. Selain permasalahanyang
dialami
langsung, masyarakatjuga
tersosialisasikan dengan kerasnya represi pemerintah @enguasa) dimasa
lalu
yang
mewajibkan masyarakatuntuk
memelihara tanaman
cendana. Kegagalam pemeliharaan tanaman cendanaakan dihukum, hukuman dapat berupa denda maupun hukuman kurungan.
Hal ini
jugasemakin
meningkatkanpersepsi
negatif masyarakat terhadap cendana.KESIMPULAN
Sejarah pengelolaan cendana dimasa lalu menunjukkan ketidakadilan dalam pembagian keuntungan penjualan cendana, dominasi
negara (penguasa),
tidak
adanya
ruangkomunikasi
dan
peran serta
masyarakatdalam
pengelolaan cendana.
Hal
ini menyebabkan konflik dan trauma masyarakat terhadap pengelelolaan cendana oleh negara (penguasa).Konflik antara masyarakat dan pemerintah
terjadi karena pertama pemenuhan aspirasi penguasa
untuk
mendapatkan keuntunganekonomi mengurangi pemenuhan aspirasi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari tanaman cendana yang ada di lahan miliknya. Aspirasi pemerintah adalah mendapatkan
sumber
pernbiayaan bagipembangunan
wilayah
NTT
denganmemanfaatkan cendana yang ada di NTT, di
pihak
lain
masyarakatmemiliki
aspirasi untuk mendapatkan pengl-rasilan dari tanaman cendana yang tumbuh di lahan garapannya.Kedua pemerintah memiliki persepsi bahwa
cendana yang tumbuh di wilayah NTT harus dikuasai negara yang akan digunakan unuk
pembangunan.
Masyarakat
tidak
perlumendapatkan
manfaat
langsung
karena nantinya seluruh manfaat ekonomi cendana akan dikembalikanlagi
bagi
kesejahteraan masyarakat. Sementaradi
pihak
lainmasyarakat
memrliki
persepsi
bahwapemerintah "mengambil
terlalu
banyak", cendana yang tumbuhdi
lahan yang merekagarap,
cendanayang
mereka
peliharaRAHAzuO, S.A.S., DKK.: SEJARAH DOMINASI NEGARA
seharusnya mereka mendapat bagian yang layak.
Ketiga
tidak
ditemukan
alternatif penyelesaianyang integratif
antara kedua aspirasidi
atas.Hal
ini
disebabkan olehmonointerpretasi
pemerintah
bahwa sumberdayaalam
dikuasai
oleh
negara, sehingga negara menjadi dominan dalammenentukan
seluruh kebijakan
berkaitan dengan pengelolaan cendana di NTT.Di
sisilain
masyarakatjrgu
merasa tidak berdayakarena
tidak memiliki bukti
kepemilikan lahan secara legal formal.Lemahnya posisi tawar dan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat menyebabkan
timbulnya deprivasi
relatif
progresif yang melahirkan perlawanan masyarakat terhadap pengelolaan cendana. Perlawanan tersebutdiwujudkan dengan
mematikan tanamancendana yang tumbuh di lahan yang mereka miliki.
Dominasi
negara
dalam
pengelolaancendana melahirkan
kebijakan-kebijakanyang tidak
berpihak kepada masyarakat.Kebijakan tersebut
telah
mengakibatkankerusakan
potensi
cendanadan
konflikanatara pengambil kebijakan
dengan masyarakat.SARAN
Dalam upaya untuk mengurangi trauma
dan konflik
pengelolaan cendana antaramasyarakat
dan
negara
diperlukan peningkatan manfaat ekonomi pengelolaan cendanabagi
masyarakatdan
membukaruang komunikasi antara masyarakat dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana,I
Ketut.,2005.
Penataan Nusa Tenggarapada
Masa
Kolonial
I9I 5-1950. PT Raja Grafindo Persada.Jakarta Ardjoyuwono,S.
1986. Peranan MotivasiDalam
Rangka Peningkatan Produksi10 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN
Awang,
S.A.,2003. Politik
KehutananMasyarakat. Kreasi
Wacana.Yogyakarta.
Awang, S.A., 2006. Sosiologi Pengetahuan
Deforestasi,
Konstruksi
Sosial
dan Perlawanan. Debut Press. Yogyakarta. BanoEt., H., 2001. Peranan Cendana dalamPerekonomian
NTT: Dulu
dan
Kini.Berita Biologi Volume
5
Nomor
5Agustus 2001
.
Edisi
Khusus Masalah CendanaNTT.
Pusat PenlitianBiologi-LIPI. Bogor. Hal 469-47 4.
Darmokusumo,
S.,
Nugroho,A.A.,
Botu, E.U., Jehamat, A. Dan Benggu, M,,2001. Upaya Memperluas Kawasan EkonomisCendana.
Berita Biologi Volume
5Nomor
5
Agustus 2001.
Edisi Khusus Masalah CendanaNTT.
Pusat PenlitianBiologi-LPl.
Bogor. Hal 509-514Ebyhara,
A.B.,
20 I0.
Pengantar
llmuPolitik. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. Gritten,
D.,
Saastamoinen, O., and Sajama,S., 2009. Ethical analysis:
A
structured approach tofacilitate
the resolutionof
forest
conflicts. Forest
Policy
and Economicsll
(2009) 555-560Gurr, R.T., 1971. Why Men Rebel. Princeton University Press. New Jersey.
Krott,
M.,2005.
ForestPolicy
Analysis. Springer. GermanPello, J., 2001. Aspek Hukum Cendana dan Perilaku Masyaraknt NTT. Berita Biologi Volume 5 Nomor 5 Agustus 2001. Edisi
Khusus Masalah Cendana
NTT.
Pusat Penlitian Biologi-LIPI. Bogor. Hal 491.Pruitt,
D.G.
dan Rubin,J.2.,
2009. TeoriKonflik
Sosial.
Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.Vol. 20, No. I
Raharjo, S.A.S., 2008. Analisis Kebijalmn dan Agenda Setting Media Lokal tentang
Perda
Cendana.Laporan
Penelitian.Balai
Penelitian
Kehutanan Kupang. Kupang. (Tidak di terbitkan)Ross,
M.S.
1983.
Bibiography
On Sandalwood, Santalum Alburnr.University Of Oxford. United Kingdom.Suripto,
J.,
1992.
Pemulihan
Potensi Tanaman Cendanadi
Nusa
TenggaraTimur
0.
Makalah
dalam
SeminarPeringatan
Hari
Bhakti
Rimbawan Departemen Kehutanan Provinsi NTT. Tanggal 26 Maret 1992. di Kupang.Tapatab,C.,
2001.
Pengelolaan
dan Pembudidayaan Cendana. Berita Biologi Volume 5 Nomor 5 Agustus 2001. EdisiKhusus Masalah Cendana
NTT.
Pusat PenelitianBiologi-LPl.
Bogor. Hal 487-490.Wibowo,
L.R.,
Runggandini,C.W.M.
dan Subarudi.,2009.
Konflik
SumberdayaHutan dan
Reformasi
Agraria,Kapitalisme Mengepung
Desa. Alfamedia. Yogykarta.Widiyatmika,
M.,1986. Masalah
SosialBudaya
dalam
Pengelolaan
Kayu Cendana (Santalum album L) di ProvinsiNusa
Tenggara
Timur.
LaporanPenelitian. Pusat Penelitian Universitas Nusa Cendana. Kupang
Yasmi,
Y.,
2007.
Institusionalizationof
Conflict Capability
in
the Managementof
Natural
Resources:
TheoreticalPerspective and Empirical Experience in
Indonesia.
PhD