HASIL DISKUSI
RAPAT KOORDINASI EVALUASI TERINTEGRASI PUSAT KRISIS KESEHATAN Semarang, 10-12 November 2016
Tema Diskusi
Pelayanan kesehatan pada saat arus mudik lebaran
Permasalahan
1. Tenaga medis yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan pada musim mudik lebaran belum seluruhnya dilatih kegawatdaruratan. Bahkan yang sudah mengikuti pelatihan, jumlahnya menurun karena adanya mutasi/perpindahan pegawai.
Penyebab :
Dinas kesehatan tidak memiliki anggaran untuk membiayai pelatihan kegawat daruratan bagi tenaga medisnya.
Tidak semua daerah mengalami permasalahan ini. Tenaga medis yang bertugas sudah memiliki kemampuan kegawatdaruratan namun secara umum jumlahnya tidak memadai.
Di sisi lain, di beberapa daerah jumlah tenaga medisnya banyak namun tidak memiliki kemampuan kegawatdaruratan
Rekomendasi :
Mengusulkan pembiayaan pelatihan kegawatdaruratan agar dialokasikan di dinas kesehatan.
Bekerjasama dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta agar dapat membiayai pelatihan kegawatdaruratan.
Mengikutsertakan tenaga medis dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi lain.
Tenaga medis yang telah terlatih agar tidak dimutasikan dengan cara berkoordinasi dengan bagian kepegawaian.
Tenaga medis yang sudah terlatih agar bisa melatih tenaga medis lainya atau masyarakat umum dengan metode drill atau simulasi secara berkesinambungan. Pelaksanaanya harus dimonitor dan dievaluasi secara berkala.
Memanfaatkan pelatihan secara online, manfaatkan pula media edukasi yang mudah didapat seperti video pelatihan dalam drill tersebut.
Modul modul pelatihan kegawatdaruratan sudah tersedia dan terakreditasi. Daerah dapat menyelenggarakan peatihan-pelatihan serupa dengan berpedoman pada modul-modul tersebut.
2. Peralatan medik (peralatan ekstrikasi, airway, sirkulasi, mengetahui disability dan alat transfer) yang paling dibutuhkan dalam penanganan kegawatdaruratan korban kecelakaan lalu lintas di rumah sakit dan Puskesmas masih belum memadai dan perlu perbaikan, serta ambulans gawat darurat tak ada di setiap Puskesmas, yang tersedia hanyalah ambulans pusling.
Pengadaan peralatan medik, dan ambulans gawat darurat tidak dapat dibiayai dari APBD.
Di sisi lain peralatan medis tersebut ada namun pemeliharaanya tidak optimal.
Rekomendasi
3. Seringkali masyarakat mengantar sendiri korban kecelakaan lalu lintas ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Cara pengangkatan dan transfer korban kecelakaan tersebut sering tidak tepat sehingga menimbulkan risiko tambahan bagi korban. Penguatan kapasitas masyarakat dalam penanganan kegawatdaruratan di lapangan belumlah optimal.
Penyebab :
Masih minimnya program pemberdayaan masyarakat dalam penanganan kegawatdaruratan.
Tenaga medis terlambat respon Rekomendasi
Tenaga medis yang sudah terlatih agar bisa melatih masyarakat umum terutama masyarakat yang berada di daerah yang rawan kecelakaan lalu lintas. Selain masyarakat umum, dapat dilatih pula petugas kepolisian maupun petugas penyelamat lainya. Metode yang digunakan adalah metode drill atau simulasi secara berkesinambungan. Pelaksanaanya harus di monitor dan di evaluasi secara berkala.
4.Trauma centre (institusi yang bertanggung jawab terhadap penanganan korban trauma mulai dari fase akut sampai rehabilitasi) belum dikembangkan di Puskesmas dan RS rawan kecelakaan lalu lintas.
Trauma center belum dikembangkan di Puskemas karena keterbatasan anggaran, peralatan dan tenaga medis terampil. Namun pada umumnya rumah sakit rujukan yang ada di daerah telah memiliki trauma cnter.
5. Tidak ada standard waktu minimal pelayanan unit gawat darurat.
standard waktu minimal pelayanan unit gawat darurat sudah ada namun implementasi pelayanan unit gawatdarurat belum memenuhi waktu minimal standar.
Rumah sakit selalu berusaha memenuhi standar waktu tersebut karena merupakan persyaratan akreditasi rumah sakit.
6. Sejumlah Pos Kesehatan yang terintegrasi dalam Pos Pelayanan Terpadu menjadi tidak efektif dan efisien karena penetapan lokasi tidak mempertimbangkan akses masyarakat untuk pelayanan kesehatan.
Rekomendasi
Berkoordinasi dengan pihak kepolisian agar lokasi pos kesehatan di sesuaikan dengan jalur mudik, dengan memperhatikan kemudahan akses dan kenyamanan serta keselamatan bagi petugas kesehatan itu sendiri. Lebih mengoptimalkan bangunan puskesmas sebagai pos kesehatan
karena lebih lengkap peralatan dan sarana prasarana nya.
Rekomendasi Lain
Menyusun MOU dengan badan pengelola jalan tol dan pengelola rest area terkait penyediaan pelayanan kesehatan bagi pengguna jalan tol.
Membuat MOU dengan penyedia jasa komunikasi agar petugas kesehatan yang bertugas di pos kesehatan maupun di ambulans mendapat kemudahan dalam berkomunikasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga medis di lapangan harus tersosialisasikan mengenai standar