• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kristologi dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi dalam Pluralisme T1 712007702 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kristologi dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi dalam Pluralisme T1 712007702 BAB II"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

AJARAN ALKITAB TENTANG KRISTOLOGI

2.1. Pendahuluan

Pertanyaan mengenai ‟Siapakah Yesus Kristusρ‟ adalah pertanyaan yang

penting sekali untuk dijawab oleh setiap orang. Pembahasan di dalam bab ini

bertujuan untuk menjawabnya dengan meneliti ajaran-ajaran yang terdapat di

Alkitab khususnya di dalam PB. Sejak abad ke-18, di bawah pengaruh

rasionalisme, para pengarang teologi telah bertanya-tanya, apakah kepercayaan

para penulis Perjanjian Baru itu benar? Atau, apakah sebetulnya Yesus dalam

kenyataan sangat berbeda dibandingkan dengan gambaran yang mereka berikan?

Pandangan tradisional yaitu pandangan orang-orang Kristen yang percaya,

menyebutkan bahwa penulis kitab-kitab Injil mencatat apa yang mereka alami

secara tepat, dan dengan demikian kepercayaan mereka mengenai siapa Yesus itu

betul-betul tepat dan sesuai dengan apa yang Yesus sendiri inginkan agar mereka

percaya mengenai diri-Nya.13

Sehubungan dengan pertanyaan di atas tersebut, maka salah satu pokok

pembahasan mengenai 'Siapakah Yesus Kristus' (kristologi) yang paling

kontroversial ialah pokok tentang ke-Tuhanan Kristus. Pokok pembahasan ini

merupakan salah satu pokok yang paling penting dalam kekristenan. Pokok ini

merupakan inti iman Kristen. Hal ini didasarkan karena iman Kristen dilandaskan

pada kenyataan bahwa Yesus benar-benar Allah yang menjelma menjadi manusia.

13

(2)

Pengajaran ini sangat penting. Jika pengajaran ini benar maka kekristenan unik

dan otoritatif, jika tidak maka kekristenan tidak berbeda dengan agama-agama

yang lain. Prinsip dasar apologetika kekristenan mengenai ke-ilahian Yesus

Kristus adalah Perjanjian Baru yang mencatat kehidupan, pengajaran, kematian

dan kebangkitan Yesus Kristus adalah dokumen yang dapat diandalkan. Yesus

menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Yesus

membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan dengan menggenapi nubuat (ramalan)

Perjanjian Lama, dengan hidup tanpa dosa, dengan mujizat-mujizat yang Dia

lakukan, dan dengan kebangkitan-Nya dari kematian. Dengan demikian Yesus

Kristus adalah Tuhan.

Berkaitan dengan penjelasan ini, maka dalam bab ini penulis membatasi

penelitian ini khususnya yang berkaitan dengan doktrin pluralisme dalam

Kristologi. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini penulis hanya membahas

tentang metodologi Kristologi, dan doktrin tentang ke-Tuhanan Yesus. Hal ini

disebabkan topik-topik inilah yang sangat ditekankan oleh kaum pluralis. Dengan

demikian, pembahasan dalam bagian ini tidak meluas.

2.2. Definisi Kristologi

Kristologi berasal dari dua kata, yaitu Khristós yang artinya Kristus dan

logia yang artinya ilmu atau pengetahuan. Maka kristologi berarti ilmu

pengetahuan tentang Kristus.14 Dengan kata lain kristologi adalah bidang studi

dalam teologi Kristen yang terutama berkaitan dengan sifat dan pribadi Yesus

Kristus seperti yang tercatat dalam Injil dan surat-surat dari Perjanjian Baru. Jadi

Kristologi berkaitan dengan rincian kehidupan Yesus (apa yang dia lakukan) dan

14

(3)

ajaran-ajaran-Nya (apa katanya). Kristologi membahas pengertian mengenai

Yesus dalam hubungan dengan siapakah Ia dan peran yang dilaksanakan-Nya

dalam rencana Allah.15 Akan tetapi sebagai ilmu pengetahuan, Kristologi tidak

berdiri sendiri tetapi merupakan bagian, bahkan sub bagian, dari sebuah ilmu

pengetahuan yang lebih luas, yakni teologi.16 Berlainan dengan ilmu pengetahuan

lainnya, Kristologi merupakan ilmu yang berdasarkan wahyu dan iman (selain

berdasar pada pengalaman inderawi dan akal budi).17

Menurut Dister, wahyu dan iman yang mendasari teologi tersebut bukan

hanya wahyu dan iman pada umumnya tetapi juga dan terutama wahyu Allah

dalam Yesus Kristus, dan iman manusia kepada Yesus Kristus. Ini berarti bahwa

baru dalam Yesus Krisus, wahyu Allah mencapai puncak dan kepenuhannya.

Dalam Kristus itu juga iman manusia menjadi sempurna. Jadi, dari pihak Allah

ada wahyu, sedangkan dari pihak manusia ada reaksi terhadap wahyu tersebut.

Reaksi itulah yang disebut sebagai iman kepercayaan; dan kedua-duanya, baik

wahyu maupun iman, berpusat pada Yesus Kristus. Wahyu dan iman tersebut

sebagai dasar teologi. Dengan demikian, tugas Kristologi pada umumnya ialah

merenungkan, menyelidiki, dan mengutarakan keyakinan beriman bahwa Yesus

adalah Kristus dan Tuhan. 18

15

Raymond E. Brown, An Introduction to New Testament Crhistology, (Philadelphia: Westminster, 1998) hal.3.

16Istilah “teologi” pada dasarnya berarti ilmu pengetahuan tentang Allah (Yunani:

theos artinya Allah). Apabila dibandingkan dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, kekhasan teologi ialah bahwa tidak hanya didasarkan pada pengalaman inderawi manusia serta akal budi manusia saja, tetapi juga pada wahyu Tuhan yang diterima dalam iman.

17

Nico Syukur Dister, Kristologi, hlm. 21-22 18

(4)

2.3. Metodologi Kristologi

Ada dua pendekatan yang sering dipakai dalam metodologi19 Kristologi

yakni: metode Kristologi dari atas dan Kristologi dari bawah. Para teolog pada

umumnya memilih salah satu dari kedua pendekatan tersebut yang akan

menentukan arah dan penekanan pandangan Kristologi mereka. Istilah tinggi

rendah ini tidak ada hubungan dan sangkut pautnya dengan pengertian mana yang

lebih tinggi atau mana yang lebih rendah dari lainnya. Akan tetapi yang dimaksud

dengan Kristologi rendah ialah yang melihat Yesus dalam hubungannya dengan

kemanusiaan-Nya. Istilah Kristologi rendah atau Kristologi dari bawah, mengacu

pada pendekatan yang dimulai dengan aspek-aspek manusia dan pelayanan Yesus

(termasuk mukjizat, perumpamaan, dll) dan bergerak ke arah Ilahi dan misteri

Inkarnasi. Sedangkan Kristologi Tinggi, atau Kristologi dari atas melihat Yesus

dalam hubungan dengan ketuhanan-Nya. Istilah Kristologi dari atas mengacu

pada pendekatan yang dimulai dengan Keilahian dan pra-eksistensi Kristus

sebagai Logos (Firman), seperti yang diungkapkan dalam bagian pertama dari

Injil Yohanes. Pendekatan ini menafsirkan karya Kristus dalam hal keilahian-Nya.

Kristologi dari atas ditekankan dalam Gereja kuno, dimulai dengan Ignatius dari

Antiokhia pada abad ke-2.20

Kedua pendekatan tersebut memang berbeda akan tetapi saling

melengkapi dan memperkaya pandangan Kristologis.

19

Menurut Dister, ada empat pendekatan yang dipakai dalam metodologi kristologi,

yakni pertama, mendekati Yesus ”sebagai sungguh-sungguh manusia” (kristologi dari bawah)ν kedua, mendengarkan dan menghubungi Yesus melalui pewartaan dan kesaksian iman umat purba; ketiga, menembusi kesaksian, lalu menggali peristiwa historis; keempat, mendekati Yesus sebagai

”Allah dari Allah” (kristologi dari atas). Nico Syukur Diester, Kristologi: sebuah sketsa, hlm 28 20

(5)

2.3.1. Kristologi Dari Atas

Yang dimaksud dengan Kristologi dari atas adalah melihat siapa

Yesus Kristus sebelum Dia datang ke dalam dunia. Pandangan ini

mengatakan bahwa keAllahan Yesus Kristus terselubung ketika Dia di

dalam dunia. Supaya kita dapat mengenal Dia sebagai Allah yang sejati, kita

harus melihat siapa Yesus sebelum Dia datang ke dalam dunia. Sebagai

contoh adalah Yoh.1:1. Kristologi dari Atas merupakan strategi dan

orientasi dasar dari Kristologi sejak awal berdirinya gereja. Kristologi ini

juga merupakan pandangan dari Kristologi ortodoks selama zaman sebelum

studi kritis terhadap Alkitab.21

Pendekatan ini secara khusus dianut oleh Karl Barth, Rudolf

Bultman, dan Emil Brunner. Beberapa ciri khas Kristologi dari atas yang

terungkap di The mediator antara lain22: Pertama, Landasan untuk

memahami Kristus bukanlah Yesus yang pernah hidup dalam sejarah,

melainkan kerygma, yaitu pengumuman gereja mengenai Kristus. Brunner

mengatakan, “Iman Kristen hanya muncul dari kesaksian terhadap Kristus

dari khotbah yang diberitakan serta tulisan dalam Alkitab. Memang

gambaran dari sejarah termasuk juga dalam Alkitab; namun gambaran itu

sendiri bukan landasan pengetahuannya.” Kedua, Dalam menyusun suatu

Kristologi, terdapat kecenderungan untuk lebih memperhatikan karya tulisan

Paulus dan Injil Yohanes dibandingkan dengan ketiga Injil yang lainnya.

Tulisan-tulisan Paulus berisi tafsiran-tafsiran teologis yang lebih jelas,

sedangkan ketiga Injil Sinoptis lebih merupakan laporan yang lazim saja

21

Ibid

22

(6)

tentang tindakan dan ajaran Yesus. Ketiga, Iman pada Kristus tidak dilandaskan pada bukti rasional juga tidak disahkan olehnya. Iman tersebut

tidak mungkin dibuktikan secara ilmiah. Isi dari iman tersebut terletak di

luar wawasan alamiah dan penelitian sejarah. Sekalipun penelitian sejarah

dapat meniadakan beberapa halangan (misalnya, yang menghalangi percaya

pada ke-Tuhanan Yesus Kristus), namun penelitian tersebut tidak akan

berhasil menegakkan kepercayaan-kepercayaan itu. “Yesus mengajar

sekelompok murid di tepi danau” merupakan sebuah pernyataan yang dapat diletiti secara sejarahν “Yesus adalah oknum kedua Trinitas” tidak dapat

disebut pernyataan yang dapat dileliti. Kita menerima

pernyataan-pernyataan historis setelah diyakinkan secara rasional. Kita menerima

pewartaan Injil dengan iman.

Brunner membuat perbedaan yang menjelaskan pengertian yang

menurut anggapannya membedakan Kristologi sebagai bersifat historis dan

bukan bersifat historis. Perbedaan tersebut terdapat di antara “Kristus dalam daging” dan “Kristus menurut daging.” Yang dimaksudkan dengan “Kristus dalam daging” ialah bahwa Allah telah menjelma, yaitu Firman yang

menjadi daging dan memasuki sejarah. Sedangkan yang dimaksudkan

“Kristus menurut daging” ialah Kristus yang dikenal oleh ahli penulis

sejarah dengan metode riset tertentu yang dipakainya. Brunner menekankan

Kristus dalam daging. Namun ia juga tidak mengabaikan Kristus menurut

daging. Sebab sekalipun iman tidak pernah timbul sebagai hasil pengamatan

(7)

kenyataan bahwa firman itu telah datang “dalam daging” berarti bahwa

iman bagaimanapun ada juga kaitannya dengan pengamatan. 23

2.3.2. Kristologi Dari Bawah

Kristologi dari bawah, memiliki pendekatan yang justru kebalikan

dari pandangan tersebut di atas. Pandangan ini justru memperhatikan secara

sungguh-sungguh siapa Yesus ketika Dia berada di dalam dunia. Bagaimana

hidup-Nya, kuasa-Nya, serta apa yang dikatakan-Nya. Semua itu

menunjukkan siapa Dia sesungguhnya. Sebagai contoh, kita dapat melihat

khotbah Petrus pada Kis.2. Untuk mempelajari pendekatan Kristologi dari

bawah dapat ditemukan di dalam karya Wolfhart Pannenberg yang berjudul

Jesus God and Man; dalam karya ini Pannenberg telah menghasilkan

diskusi yang saksama tentang Kristologi.24

Pannenberg mengajukan tiga alasan mendasar mengapa dia sendiri

tidak dapat menggunakan metode Kristologi dari atas. Pertama, Tugas

Kristologi ialah menyajikan dukungan rasional terhadap kepercayaan akan

ke-Allahan Yesus, karena pokok inilah yang dewasa ini diperdebatkan.

Kristologi dari atas tidak dapat diterima karena sudah meyakini sebelumnya

akan ke-Allahan Yesus. Kedua, Kristologi dari atas cenderung untuk

mengesampingkan pentingnya ciri-ciri historis Yesus dari Nazaret.

Khususnya, hubungan Yesus dengan Yudaisme pada zaman-Nya, yang

merupakan bagian penting untuk memahami hidup dan amanat-Nya hal ini

hampir tidak diperhitungkan oleh Kristologi dari atas. Ketiga,

Sesungguhnya, sebuah Kristologi dari atas hanya dapat dilakukan oleh

23

Ibid., hlm. 158 24

(8)

posisi Allah sendiri, dan tidak dapat dilakukan oleh manusia. Kita ini

terbatas, manusia yang terikat pada bumi ini, oleh karena itu kita harus

mengawali semua penelaahan kita dari sudut pandangan bumi pula. 25

Pannenberg memperjelas garis batas Kristologi dari bawah yang

memperlihatkan kontras dengan Kristologi dari atas antara lain. 26

Pertama, penelitian sejarah yang melatarbelakangi pewartaan

Perjanjian Baru dimungkinkan dan bahkan diperlukan secara teologis.

Penelitian bentuk sastra telah menunjukkan bahwa urutan kronologi yang

tepat tentang kehidupan Yesus tidak dapat disusun. Apabila manusia hanya

melandaskan iman hanya pada pewartaan rasuli saja, dan sama sekali tidak

peka pada fakta-fakta historis dalam kehidupan Yesus juga, maka tidak

dapat menghilangkan kecurigaan dan ketakutan bahwa iman orang Kristen

salah. Kalau hal ini terjadi, maka Pannenberg akan mengatakan bahwa iman

Kristen bukan kepada Yesus Kristus, melainkan kepada Lukas, Matius,

Paulus atau salah seorang penulis kitab lain dalam Perjanjian baru.

Kesulitan lainnya apabila orang Kristen melandaskan imannya hanya pada

pewartaan rasuli saja ialah kenyataan bahwa saksi-saksi Perjanjian Baru itu

tidak memberi kesatuan, melainkan keanekaragaman dan bahkan

pertentangan. Orang percaya harus menerobos kesaksian yang beragam ini

untuk menemukan Yesus yang mereka tunjuk itu.

Kedua, sejarah itu sifatnya tunggal dan bukan rangkap. Hidup,

ajaran, dan pelayanan Yesus, termasuk kematian dan kebangkitan-Nya,

bukan merupakan bagian yang tersendiri dari sejarah yang unik, berbeda

25

Ibid 26

(9)

dari sejarah pada umumnya. Tidak ada suatu bidang yang dinamakan

sejarah penebusan atau sejarah suci atau nama apa saja. Bagi Pannenberg

sejarah Kristus merupakan bagian dari keseluruhan sejarah dunia. Hal itu

tidak dapat dipisahkan atau diasingkan dari sejarah pada umumnya. Oleh

karena itu, dalam mempelajari sejarah Kristus kita tidak perlu memakai

metode yang berbeda dari metode yang dipakai untuk memperoleh

pengetahuan tentang sejarah yang biasa.

Ketiga, jelas sudah bahwa sejarah Kristologi dari bawah

menyajikan kepada orang percaya Yesus yang sungguh-sungguh

manusiawi. Namun dapatkah Kristologi ini menegakkan ke-Tuhanan

Yesus? Bukti yang seringkali dikemukakan oleh Kristologi dari bawah

dalam usaha untuk membuktikan kesatuan Yesus dengan Allah adalah

pernyataan Yesus sebelum paskah yang berisi pernyataan tentang

wibawa-Nya yang setara dengan Allah lewat perbuatan dan perkataan-wibawa-Nya.

Penegasan ini terwujud dalam kebangkitan Yesus Kristus. Pannenberg

percaya bahwa kebangkitan Yesus merupakan suatu fakta sejarah.

2.4. Ke-Tuhanan Yesus

Harus diakui secara jujur bahwa untuk dapat menemukan Kristologi yang

lengkap, khususnya mengenai ke-Tuhanan Yesus, maka harus kembali kepada

Alkitab. Untuk menemukan Yesus yang riil, maka hanya bisa dilihat dibalik

kitab-kitab PB sebagai alur yang utama, karena telah terbukti bahwa tidak ada

kesepakatan di dalam pemikiran para perumus Kristologi kontemporer.27

27

(10)

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pokok pembahasan mengenai

ke-Tuhanan Yesus merupakan pokok yang paling kontroversial. Pokok ini

merupakan inti dari iman Kristen. Hal ini didasarkan karena iman Kristen

dilandaskan pada kenyataan bahwa Yesus benar-benar Allah yang menjelma

menjadi manusia. Ia bukan hanya manusia yang luar biasa, sekalipun Dia memang

tokoh yang paling unik yang pernah hidup di dunia. Berkaitan dengan hal

tersebut, maka dalam bagian ini akan di bahas mengenai pokok-pokok yang

berkaitan dengan Tuhanan Yesus antara lain: inkarnasi Kristus, gelar

ke-Tuhanan Yesus, istilah Tuhan, bukti kebangkitan-Nya, dan kesadaran diri Yesus

tentang ke-Tuhanan-Nya serta implikasi dari ke-Tuhan Yesus.

2.4.1. Inkarnasi Kristus

Ajaran tentang inkarnasi pada dasarnya ingin menunjukkan sejauh

mana Allah ada dalam diri Yesus dari Nazaret dan hubungan antara Allah

dan manusia di dalam Yesus. Manusia dapat mengenal Allah kalau Allah

mewujudkan diri-Nya dalam suatu bentuk yang dapat dipahami oleh

manusia, yaitu dengan menjadikan diri-Nya seorang manusia. Rasul Paulus

berkata bahwa di dalam Kristus berdiam secara jasmaniah seluruh

kepenuhan ke-Allah-an. Kristus menjadi manusia supaya manusia dalam

batas-batas tertentu dapat memperoleh pengertian tentang Allah yang tidak

terbatas. Alasan kedua mengapa Allah mau menjadi manusia ialah untuk

menjembatani jurang pemisah antara Allah dan manusia. Seandainya Yesus

Kristus "hanyalah" seorang manusia atau makhluk ciptaan, maka jurang

pemisah antara Allah dan manusia - antara yang tidak terbatas dan yang

(11)

tidak kudus akan tetap ada. Supaya manusia dapat mengenal Allah, maka

Allah harus turun kepada manusia dalam diri Yesus yang dikenal sebagai

inkarnasi.28

Alasan inilah yang membuat penulis memasukan inkarnasi Kristus

sebagai salah satu aspek ke-Tuhanan Yesus. Inkarnasi Yesus menunjukkan

bahwa Ia adalah Allah sepenuhnya dan juga manusia sepenuhnya. Hal ini

akan lebih diperjelas dalam pembahasan berikutnya.

Istilah ”inkarnasi berasal dari kata latin incarnatio (in: masuk ke

dalamν dan carnis: daging) artinya ”masuknya Kristus ke dalam daging manusia”. Jadi ”inkarnasi” berarti (dari luar) masuk ke dalam daging atau

keadaaan kedagingan. Yesus Kristus adalah firman Allah, yang dari luar,

dari atas, masuk ke dalam dunia manusia.29 Baik kata benda "inkarnasi"

maupun kata sifatnya tidak terdapat dalam Alkitab. Akan tetapi, Padanan

kata Yunani untuk bahasa Latin incarne, (Yunani, ε α - en sarki : dalam daging) terdapat pada beberapa pernyataan penting dalam PB tentang

pribadi dan karya Yesus Kristus. 1 Timotius 3:16 ”...Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia (inkarnasi), …”. Kristus membuat karunia perdamaian-σya „di dalam tubuh jasmani-σya‟ (Kol. 1:22, bdk dengan Ef. 2:15), dan bahwa dengan mengutus anak-Nya „dalam daging,

yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa‟ Allah „telah menjatuhkan

hukuman atas dosa dalam tubuh‟ (Roma 8:3). Petrus berkata tentang Kristus

28

Millard J. Erickson, Teologi Kristen Volume 2, (terjemahan) (Malang: Gandum Mas, 2003), hlm. 346

29

(12)

yang mati untuk kita „dalam keadaan-σya sebagai manusia‟ ( α - sarki,

kasus datif dari α - sarx : daging) 1 Petrus 3:18.

Ayat-ayat di atas tersebut dapat disimpulkan, bahwa ”inkarnasi”

berarti ”di dalam daging”dan menunjuk pada tindakan dimana pribadi kedua

dari Allah yang kekal mengambil bagi diri-Nya natur manusia, melalui

kelahiran dari seorang anak dara. Meskipun demikian, kemanusiaan-Nya

adalah tanpa dosa.30

Apabila dikatakan bahwa Yesus Kristus datang dan mati „di dalam

daging‟, itu berarti bahwa Dia datang dan mati dalam keadaan dan dalam

kondisi hidup jasmani dan rohani yang diciptakan: dengan perkataan lain,

bahwa Dia yang mati itu adalah manusia. Tetapi PB menegaskan pula,

bahwa Dia yang mati itu adalah dari kekal dan juga terus menerus adalah

Allah. Jadi, kebenaran tentang inkarnasi yang harus dirumuskan ialah,

bahwa Allah, tanpa berhenti sebagai Allah, juga menjadi manusia. Hal inilah

yang dinyatakan oleh Yohanes dalam pendahuluan Injilnya: „Firman itu‟ (pelaku Allah dalam penciptaan, yang „pada mulanya‟, sebelum penciptaan

bukan hanya „bersama-sama dengan Allah‟, melainkan juga „adalah Allah‟,

Yohanes 1:1-3) „menjadi manusia‟ (sarx-daging) Yohanes 1:14. 31

30

Ibid 31

Dalam Alkitab kata Ibrani - Basar, Yunani α - sarx: daging, mempunyai arti jasmani, yaitu bahan padat, yang bersama darah dan tulang merupakan organisme jasmani manusia atau binatang. Karena itulah kata - Basar menjadi istilah umum untuk manusia atau binatang (bandingkan dengan Kej. 6:12; 7:15, 21 dst), dipandang sebagai ciptaan Allah, yang hidupnya di dunia ini berlangsung singkat, selama Allah menyediakan nafas kehidupan dalam rongga pernafasannya. Jadi -- Basar dalam arti teologis yang berkembang bukanlah sesuatu yang

„dimiliki‟ seseorang, melainkan sesuatu yang „ada‟. Cirinya sebagai makhluk adalah lemah dan lunak (Yesaya 40:6) dan dalam keadaan demikian berlainan dengan „roh‟, kekuatan yang abadi

(13)

Apabila Allah berinkarnasi menjadi manusia melalui Yesus, maka

akan muncul pertanyaan, yaitu bagaimana cara inkarnasi itu terjadi?

Jawabannya ialah melalui kelahiran dari seorang perawan. Ketika Gabriel

memberitakan kepada Maria bahwa bahwa ia akan mengandung Mesias itu,

ia memprotes bahwa ia akan memerlukan seorang suami. Inti reaksi

malaikat itu adalah bahwa engkau tidak memerlukan seorang suami, karena

Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan

menaungi engkau (Luk. 1:35) pernyataan ini lebih menekankan atas

kenyataan keturunan ilahi dan Anak tersebut daripada atas caranya.

PB sepakat mempertegas indentitas Yesus terkait pada

hubungan-σya dengan Allah yang Esa, monoteisme Yudaisme (PL), “karena Allah itu

esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia,

yaitu manusia Kristus Yesus” (I Tim. 2:5). Definisi asasi ialah bahwa Yesus

„Anak Allah‟, Gelar/identifikasi ini berakar pada pemikiran dan ajaran

Yesus sendiri. Gelar „Anak Allah‟ adalah khas dalam mengartikan bahwa Dia berbeda dengan segenap manusia lainnya, hal ini dapat ditelusuri

sekurang-kurangnya pada saat Ia berumur 12 tahun (Lukas 2:49), dan yang

disahihkan kepada-Nya dalam dan suara Bapa-Nya dari Sorga sewaktu Ia

dibaptis, “Engkaulah Anak yang Ku-kasihi” (Mrk. 1:11, bandingkan dengan Mat. 3:17, Luk. 3:22). Kata "αγαπη – “agapêtos" yang terdapat dalam ketiga berita mengenai ucapan sorgawi itu, mengandung makna ” satu-satunya yang dikasihi” (bentuk tunggal); begitu pula dalam perumpamaan dalam Markus 12:632

32

(14)

Oleh karena itu, Yesus berada dalam hubungan kasih yang

sempurna dan tak kunjung berubah dengan Bapa, dan dalam kesatuan dan

persekutuan yang juga sempurna dan tak berubah dengan Bapa (Yoh. 1:18;

8:16, 29; 10:30; 16:32). Sebagai Anak, Dia tidak berprakarsa secara mandiri

(Yoh. 5;19); Dia hidup untuk memuliakan Bapa-Nya (Yohanes 17:1,4),

dengan melaksanakan kehendak Bapa yang „mengutus‟ Dia yang

memberikan suatu tugas kepada-Nya untuk dilaksanakan (Yoh. 4:34; 17:4

bnd. 19:30). Dia datang dalam nama Nya, artinya Ia mewakili

Bapa-Nya (Yohanes 5:43), dan karenanya semua yang diucapkan-Bapa-Nya dan

diperbuat-Nya adalah sesuai dengan perintah Bapa (Yoh. 7:16 dst. bnd

12:49 bnd; 14:10), maka hidup-Nya di dunia adalah menyatakan Bapa-Nya

dengan sempurna (Yoh. 14:7).33

Apabila Yesus mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari Dia sendiri

(Yoh. 14:28; bnd 11:29), dan Dia menyatakannya dengan jelas, bukanlah

mengenai suatu kedudukan yang hakiki-Nya yang lebih rendah, melainkan

mengenai fakta bahwa penyerahan kepada kehendak atau prakarsa Bapa.

Bapa lebih besar dari Dia, karena dalam hubungan-Nya dengan Bapa, Ia

senantiasa menempatkan diri-Nya dalam kedaan-Nya sebagai manusia

dalam pelayanan-Nya di dunia ini, Dia bertindak sebagai Anak yang

mempunyai misi penyelamatan bagi orang berdosa. Akan tetapi hal ini

sekali-sekali tidak berarti bahwa Dia mesti direndahkan terhadap Bapa

dalam penghargaan dan penyembahan manusia kepada-Nya.

33

(15)

Inkarnasi bermaksud menyatakan, bahwa Firman Allah telah menjadi

daging, yakni bahwa Allah telah menjadi manusia, di dalam Yesus orang

Nazaret. Akan tetapi, muncul pertanyaan mengapa Allah mengutus

Putra-Nya dalam bentuk yang serupa dengan manusia berdosa? Alkitab

memberikan beberapa jawaban terhadap pertanyaan ini antara lain: 34

Pertama, untuk menyingkapkan Allah kepada manusia. Meskipun

Allah menyatakan diri-Nya dengan berbagai cara, termasuk kebesaran alam

di sekitar kita, namun hanya melalui inkarnasi sajalah yang telah

menyatakan hakikat Allah, meskipun terselubung (Yoh. 1:18; 14:7-11).

Jalan satu-satunya agar manusia dapat melihat Bapa ialah dengan mengenal

Putra-Nya, dan jalan satu-satunya kita dapat melakukannya sekarang ialah

dengan mempelajari catatan tentang kehidupan-Nya dalam Alkitab.Kedua,

untuk memberikan suatu teladan bagi kehidupan kita. Kehidupan Tuhan kita

di dunia ditegakkan bagi kita sebagai suatu pola untuk kehidupan kita

sekarang (1 Pet.2:21; 1Yoh. 2:26). Tanpa Inkarnasi maka manusia tidak

akan memiliki contoh tersebut. Sebagai manusia Ia mengalami perubahan

kehidupan yang drastis dan memberikan suatu contoh pengalaman bagi kita.

Ketiga, memberikan pengorbanan yang efektif bagi dosa. Tanpa Inkarnasi

tersebut, kita tidak akan memiliki seorang Juru Selamat. Dosa menuntut

maut untuk pembayarannya. Allah tidak dapat mati. Jadi Juru Selamat itu

harus manusia agar dapat mati. Akan tetapi kematian bagi seorang manusia

biasa tak dapat melunasi dosa yang abadi, sehingga Juru Selamat tersebut

juga harus Allah. Kita harus memiliki seorang Juru Selamat Manusia-Allah

34

(16)

dan kita memilikinya dalam Tuhan kita (Ibr. 10: 1-10). Keempat, agar

mampu menjadi seorang Imam Besar yang penuh rasa simpati (Ibr. 4:14-16).

Imam Besar kita mampu merasakan kelemahan kita karena Ia diuji seperti

kita. Namun Allah tak pernah diuji, sehingga perlulah bagi Allah menjadi

manusia untuk dapat diuji supaya dapat menjadi seorang Imam yang penuh

rasa simpati. Kelima, agar mampu menjadi seorang hakim yang memenuhi

syarat. Semua penghakiman akan dilakukan oleh Tuhan Yesus. Mengapa

hakim itu harus menjadi dan pernah hidup di dunia? Agar Ia bisa

menggugurkan semua alasan yang mungkin akan dibuat oleh manusia.

Mengapa hakim tersebut harus juga Allah? Agar penghakiman-Nya

benar-benar jujur dan adil.

Oleh karena itu, Inkarnasi tersebut amat berpengaruh dalam

hubungannya dengan pengetahuan kita tentang Allah, dengan keselamatan

kita, dengan kehidupan kita sehari-hari, dengan kebutuhan-kebutuhan yang

mendesak, dan dengan masa depan kita. Hal ini sesungguhnya adalah pusat

fakta sejarah.

2.4.2. Gelar ke-Tuhanan Yesus

Gelar adalah sebutan yang menerangkan atau merujuk ke suatu tugas

atau kedudukan khusus seseorang. Jadi gelar bisa mengacu kepada

kehormatan yang harus diberikan kepada orang itu. Umpamanya Yohanes

digelari „pembabtis‟ karena istilah ini khas mencirikan tugasnya. Hal ini pun

ada kaitannya dengan gelar-gelar yang diberikan kepada Yesus dalam

Perjanjian Baru.35

35

(17)

2.4.2.1. Anak Allah

Gelar 'Anak Allah' ini disebutkan sampai dua kali kepada

Maria. Maksudnya amat jelas, yaitu untuk meluruskan pengertian

Maria yang tadinya masih berpandangan tentang anak sebagai

pembuahan biologis. ”jawab Malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi

engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus,

Anak Allah” 36 (Lukas 1:35). Sebutan kedua disusulkan untuk mengkoreksi persepsi yang salah dari Maria, dan ternyata ia akhirnya

dapat menerima penjelasan itu, lalu menyerahkan konsepsi

(pembuahan) anak untuk dikuasai sepenuhnya oleh Allah yang

Mahatinggi.

Anak Allah yang dimaksud sama sekali bukan istilah insani,

melainkan istilah rohaniah, yang artinya Yesus benar-benar Allah

sejati. Istilah ini tepat, karena memang terjadi suatu “kelahiran” (ke

-anak-an), dimana Sang Firman telah ber-inkarnasi menjadi manusia

dan diam di antara manusia (Yoh. 1:14). Sebagai 'Anak Allah', Ia

berkarya untuk menyatakan diri Allah sedemikian lengkap dan

sempurnanya, sehingga Allah yang tadinya tidak dapat dipahami,

menjadi dapat dipahami dan dapat diikuti keteladanan-Nya dan

36

Istilah "Anak Allah" itu tidak berarti Allah sebagai makhluk biologis, kawin, kemudian

(18)

kedekatan-Nya. Itulah sebabnya Yesus dapat berkata: “Barangsiapa

telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yohanes 14:9). 37

Yesus Kristus tahu pasti hubungan-Nya yang khas dengan

Allah, yang disapanya dengan akrab "Abba". Dengan latar belakang

inilah dapat dipahami jika Yesus Kristus memakai istilah "Anak"

untuk menyatakan hubungan-Nya dengan Allah sebagai Bapa. Dia

menyatakan keakraban antara Dia dengan Allah persis sama keakraban

seorang anak dengan ayahnya (Mat.11:27). Dalam pengungkapan

keakraban-Nya dengan Bapa yang merupakan bukti keakraban anak

terhadap bapanya, maka, Yesus justru membuktikan bahwa Dia adalah

'satu-satunya' yang sanggup menyatakan Allah kepada Manusia.

Makna Anak-an yang khas ini mengungguli makna umum bagi

ke-Anak-an seorang Yahudi yang saleh terhadap Allah. Hal itu terlihat

jelas dengan cara Allah menyapa Yesus sebagai Anak-Nya dalam

peristiwa baptisan dan permuliaan (Markus 1:11, 9:7).38

2.4.2.2. Raja dan Mesias

Pengharapan Yahudi berpusat akan didirikannya pemerintahan

atau Kerajaan Allah, dan pengharapan ini sering dihubungkan dengan

datangnya seorang tokoh yang mewakili Allah untuk menjalankan

pemerintahan-Nya. Tokoh seperti itu tentulah seorang „Raja‟, yang diurapi oleh Allah dan dari suku Daud. Istilah 'yang Diurapi' biasanya

ditetapkan untuk raja, imam, atau nabi, pada zaman antar perjanjian

dapat digunakan sebagai istilah tekhnis bagi tokoh yang mewakili

37

Charles Ryrie, Teologi Dasar 1, hlm. 368 38

(19)

Allah yang dinantikan. Gelar Mesias dipakai sebagai gelar resmi dari

tokoh utama yang dinanti-nantikan oleh orang Yahudi, yang

merupakan Juruselamat yang mereka tunggu. Hal ini dikarenakan

penguasa yang dinanti-nantikan itu memang diharapkan akan menjadi

Raja dan Anak artinya keturunan) Da ud, maka kedua istilah ini

digunakan juga sebagai gelar atau sebutan juga untuk Yesus. Dalam

Lukas 7:22, Yesus juga dengan secara tidak langsung menunjuk

diri-Nya adalah Mesias. Namun Yesus mengajar murid-murid-diri-Nya untuk

mempercayai bahwa Dia-lah Mesias atau Kristus (artinya : Raja yang

diurapi) yang datang dari Allah. Akan tetapi karena luasnya salah

pemahaman mengenai Mesias di antara orang Yahudi (bandingkan

dengan Yohanes 6:15), maka Ia melarang keras membicarakan

ke-Mesias-an-Nya di muka umum (Markus 9:7-9; Matius 16:20; 17:9).

Baru sesudah Ia menyelesaikan misi pelayanan-Nya untuk menderita

di kayu salib, Ia mengumumkan secara terbuka peranan-Nya sebagai

Raja-Mesias, saat Ia dielu-elukan memasuki Yerusalem (Matius

21:1-11; Markus 11:1-18; Lukas 19:1-48, Yohanes 12:12-50). Di hadapan

hakim-hakim yang mengadili-Nya dengan tegas Ia menyatakan bahwa

memang Dia adalah Mesias/Kristus (Matius 26:63-64; Markus

14:61-62; Lukas 22:69-71; 23:2-3), tapi Dia bukan Mesias duniawi seperti

yang diharapkan orang Yahudi (Yohanes 18:26).39

Yesus mengumumkan datangnya pemerintahan Kerajaan Allah

dan menghubungkan kedatangan Kerajaan Allah itu dengan

39

(20)

Nya sendiri (Matius 12:28 ), dan Dia bertindak dengan otoritas ilahi

(Markus 2:7). Dalam pelayanan itu timbul pertanyaan apakah benar

Dia adalah Raja yang dinanti-nantikan itu (bandingkan dengan

Yohanes 4:29; 7:25-31), sehingga banyak orang ingin menjadikan Dia

raja (Yohanes 6:15). Pada saat Dia diadili, Dia ditanya apakah Dia

adalah Mesias? Dalam kesempatan ini Dia mengakui kenyataan itu

secara terbuka „Akulah Dia‟ (Markus 14:61-62, bandingkan dengan Yohanes 18:33-38 ). Hal ini menyebabkan Yesus dihukum mati oleh

orang Roma dengan tuduhan Dia mengaku 'Raja orang Yahudi'

(Markus 15:26). Sebelum peristiwa pengadilan itu, Petrus

menyebut-Nya Mesias, dan Yesus tidak menolak sebutan itu: Ia bertanya kepada

mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus:

"Engkau adalah Mesias!" (Markus 8:29).

2.4.3. Istilah ”Tuhan”

Para penulis kitab dalam Perjanjian Baru menghubungkan istilah

ύ ο (‟Tuhan‟) dengan Yesus, khususnya setelah Ia bangkit dan naik ke

surga. Istilah ini menandakan ke-Allahan apabila diterapkan pada Yesus.

Dalam Septuaginta ύ ο biasanya adalah terjemahan dari nama JHWH

atau Yehovah. Dalam Perjanjian Lama, Tuhan menyatakan nama-Nya

sebagai JHWH atau Jehovah. Dalam bahasa Indonesia ditulis sebagai

TUHAN (kata 'tuhan' dengan huruf besar semua). 40 Misalnya dalam

Keluaran 6: 2-3, 'Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: "Akulah

TUHAN. Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub

40

(21)

sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku

belum menyatakan diri. Orang Yahudi menganggap nama Jehovah

(TUHAN) begitu suci, sehingga mereka tidak berani mengucapkannya.

Jehovah adalah satu-satunya Tuhan, selain itu adalah berhala atau tuhan

yang palsu. Jehovah adalah Tuhan yang cemburu, yang tidak akan

membagikan nama maupun kemulian-Nya kepada yang lain.41

Selain daripada itu nama TUHAN (Kurios) juga berarti, bahwa Ia

memiliki „kekuasaan raja‟, sebagaimana kaisar Roma juga memiliki kuasa

raja. Tuhan Yesus adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala

Tuan (1 Tim. 6:15). Sebutan ini di berikan kepada Yesus sebagai Juru

Selamat setelah Ia menyelesaikan karya penyelamatan-Nya, dengan bangkit

dari antara orang mati. Maka di Fil. 2:11 disebutkan, bahwa Allah telah

meninggikan Dia, supaya segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan”, bagi kemuliaan Allah Bapa.42

Beberapa perkataan Yesus yang menarik dipelajari: Yesus

mengatakan, 'Akulah gembala yang baik' (Yohanes 10:11), sedangkan

Perjanjian Lama mengatakan, 'TUHAN adalah gembalaku' (Mazmur 23:1).

Yesus menyatakan Dia adalah hakim atas segala bangsa (Yoh. 5:27; Mat.

25:31), Perjanjian Lama mengatakan TUHAN adalah hakim segala bangsa

(Yoel 3:12). Yesus mengatakan, 'Akulah terang dunia' (Yoh. 8:12),

41

Yesaya menulis, 'Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku."'(Yesaya 44:6). 'Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung. '(Yesaya 42:8). 'Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain'. (Yesaya 48:11). TUHAN (Jehovah) tidak akan membagikan nama, hormat dan kemuliaan-Nya kepada yang lain. Yang menarik adalah perkataan-perkataan Yesus dan tindakan-tindakan-Nya membuat orang Yahudi abad pertama mengambil batu menuduh Yesus menghujat (menyamakan diri-Nya dengan TUHAN)

42

(22)

Perjanjian Lama mengatakan ''TUHAN akan menjadi penerang abadi

bagimu" (Yesaya 60:19). Yesus berdoa kepada Bapa untuk berbagi

kemuliaan kekal-Nya, "Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku

pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-pada-Mu sebelum dunia

ada" (Yohanes 17:5) Yesus mengatakan Dia adalah yang pertama dan yang

akhir (Wahyu 1:17), sama seperti Yehovah dalam Perjanjian Lama (Yesaya

44:6).43

Rujukan-rujukan ini menjelaskan bahwa para rasul bermaksud

memberikan kepada Yesus gelar Tuhan dalam pengertian yang

setinggi-tingginya. Bagi orang Yahudi khususnya, istilah ύ ο ini senantiasa

mengusulkan bahwa Kristus setara dengan Bapa.44

2.4.4. Bukti Kebangkitan Yesus

Bagi beberapa orang, pendekatan yang diambil dalam usaha

membuktikan ke-Allahan Yesus mungkin tampaknya seakan-akan tidak

bersifat kritis sama sekali, maksudnya kurang mempertimbangkan

temuan-temuan dari metode penelitian Alkitab yang lebih radikal. Akan tetapi,

masih ada cara yang lain untuk menetapkan ke-Allahan Yesus. Cara tersebut

bertumpu pada kebangkitan Yesus. Sebab justru di dalam kebangkitan itu

dinyatakan benar-benar, siapa Yesus Kristus, yakni bahwa Ia adalah Anak

Allah (Rm. 1:4).

43Berbagai rujukan Perjanjian Baru kepada Yesus sebagai „Tuhan‟ merupakan kutipan

dari ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan salah satu nama Ibrani untuk Allah misalnya: Kis. 2:20-21; dan Rm. 10:13 bandingkan dengan Yl. 2:31-32; I Pet. 3:15 bandingkan dengan Yes. 8:13

44

(23)

Kristus secara terus terang telah menyatakan diri-Nya sebagai Anak

Allah, maka kebangkitan-Nya dari kematian merupakan pengesahan Allah

atas kebenaran pernyataan-Nya itu. Kalau Dia tetap berada dalam kuasa

maut, berarti Allah tidak membenarkan pernyataan-Nya sebagai Anak Allah;

tetapi karena Dia sudah bangkit dari kematian, maka Allah telah

mengakui-Nya di hadapan dunia. Kebangkitan sesungguhnya berarti bahwa Allah pada

hakikatnya telah menyatakan diri di dalam Yesus. Kebangkitan Yesus telah

memastikan bahwa Anak Manusia adalah tidak lain dari Yesus sendiri. H.P.

Liddon yang dikutip oleh Josh McDowell mengatakan: ”Iman terhadap kebangkitan adalah tonggak utama dari iman kristiani, dan bila ia

dihilangkan, semuanya akan hancur berantakan.”45

Khotbah Petrus pada hari Pentakosta sepenuhnya dan seutuhnya

dibangun atas dasar kebangkitan. Kepercayaan teguh para rasul kepada

Yesus berakar pada keyakinan bahwa Dia tidak tinggal dalam maut, tetapi

telah dibangkitkan oleh Allah. Bahwa Yesus sudah bangkit, berdasarkan apa

yang mereka alami bersama-Nya, tentu saja setelah mereka melihat-Nya

sendiri, adalah sama pastinya dengan kematian-Nya, dan menjadi unsur

utama dari khotbah mereka tentang Dia.

Kebangkitan Kristus sejak dulu telah dianggap sebagai doktrin utama

dari gereja. Sejak awal kelahiran-Nya yang ilahi, gereja Kristen telah

memberikan kesaksian secara bulat tentang imannya pada kebangkitan

Kristus. Inilah yang dapat kita sebut sebagai salah satu ajaran dan

kepercayaan gereja yang paling mendasar, sehingga bila kita menghilangkan

45

(24)

nats yang ada hubungannya dengan kebangkitan, maka kita akan

mendapatkan sebuah kumpulan yang begitu rusak sehingga apa yang tersisa

tidak akan dapat dimengerti lagi. Kebangkitan Kristus menentukan validitas

iman Kristen. Paulus menyerukan, ”Dan jika Kristus tidak dibangkitkan,

maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1Kor. 15:17). W.J. Sparrow-Simpson mengatakan: ”Kalau kebangkitan bukan merupakan kenyataan sejarah, maka kuasa maut belum terpatahkan,

dan begitu pula pengaruh dosa; dan arti kematian Kristus juga belum

disahkan, dan oleh karenanya orang-orang percaya masih berada dalam

dosa, sama seperti ketika mereka belum pernah mendengar nama Yesus”.46

Yesus bukan hanya saja meramalkan kebangkitan-Nya tetapi juga

menegaskan bahwa kebangkitan-Nya dari antara orang mati akan menjadi

”tanda” untuk membenarkan pangakuan-Nya sebagai Mesias (Mat. 12;

Yoh.2). Kubur yang kosong adalah saksi bisu dari kebangkitan Kristus yang

belum pernah terbantah. Orang-orang Romawi dan orang-orang Yahudi

tidak dapat memperlihatkan jenazah Yesus atau menjelaskan ke mana

perginya, tapi bagaimana pun juga, mereka tidak mau percaya. Bukan

karena kurangnya bukti, tetapi meskipun bukti-buktinya sangat mencukupi,

manusia tetap menolak kebangkitan. John R.W Stott mengatakan: ”Mungkin

perubahan yang terjadi pada murid-murid Yesus adalah bukti yang paling

utama dari kebangkitan.”47

46

Dikutip oleh: Josh McDowell, Apologetika Vol, hlm. 282 47

(25)

2.4.5. Kesadaran Diri Yesus Tentang ke-Tuhanan-Nya

Pada saat mempelajari bukti yang disajikan Alkitab tentang

ke-Tuhanan Kristus, maka harus mempelajari tentang kesadaran diri Yesus.

Apa yang dipikirkan dan diyakini Yesus tentang jati diri-Nya sendiri. Ada

yang berpendapat bahwa Yesus tidak pernah menganggap diri-Nya sendiri

sebagai Allah. Amanat yang disampaikan-Nya adalah mengenai Allah Bapa

saja, dan sama sekali tidak mengenai diri-Nya. Oleh karena itu, kita

dipanggil untuk percaya kepada Allah bersama dengan Yesus, dan bukan

percaya kepada Allah didalam Yesus.48

Berkaitan dengan hal itu, maka dalam bagian ini akan dibuktikan

apakah Yesus benar-benar percaya bahwa Ia adalah Allah? Menurut Matius

12:6, Yesus berkata kepada orang Farisi, "Aku berkata kepadamu: Di sini

ada yang melebihi bait Allah." Berapa lebihnya? Lihat ayat 8. Yesus

menegaskan sambil mengacu pada diri-Nya, "Anak Manusia adalah Tuhan

atas hari sabat." Menurut Josh McDowel, bahwa bagaimana seseorang dapat

menjadi Tuhan atas hari sabat kecuali Allah yang menetapkan hari itu? Hal

ini merupakan suatu tuntutuan langsung atas sifat ketuhanan.49 Dalam

Markus 2:1-12, Yesus berkata kapada orang lumpuh ”Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!”. pengertiannya jelas, bahwa tak seorang pun dapat mengampuni dosa kecuali Allah. Siapa saja dapat berkata bahwa ia mampu

mengampuni dosa; tetapi Yesus membuktikan bahwa Ia berkuasa untuk

48

Adolf von Harnack, What is Chiristianity? (New York: Harper and Brothers, 1987), hlm. 144

49

(26)

mengampuni dosa ketika Ia menyembuhkan orang lumpuh itu. Yesus

dengan jelas manyatakan sifat ketuhanan.50

Pada akhir khotbah di bukit (Mat.7:21-23), Yesus berbicara tentang

diri-Nya sebagai hakim yang terakhir yang mempunyai kuasa untuk

melarang orang masuk ke dalam Kerajaan Surga. David Biven, seorang

peneliti latar belakang bahasa Ibrani dari kisah-kisah di Kitab Injil,

menyimpulkan: ”bukanlah cara yang digunakan-Nya untuk mengajar atau isi

yang umum dari ajaran-Nya yang menjadikan Yesus unik di antara para rabi.

Hal yang unik tentang Yesus adalah pernyataan-Nya tentang siapa Dia itu,

dan Ia jarang mengajar tanpa menyatakan bahwa ia bukan saja Mesias dari

Allah, tetapi yang lebih mengejutkan lagi, bahwa Ia adalah Imanuel,"Allah

menyertai kita”.51

Sering Yesus menerima penyembahan dan tidak berbuat apa-apa

untuk mencegahnya (Mat. 14:33; Yoh. 9:38). Satu kejadian penting tentang

Yesus menerima penyembahan terdapat dalam Matius 21:5,6. Anak-anak

berseru memuji Yesus ”Hosana bagi Anak Daud!”. Para imam kepala dan

ahli Taurat yang menyaksikan Yesus menerima pujian menjadi sangat

jengkel lalu mereka berkata kepada-Nya, "Engkau dengar apa yang

dikatakan anak-anak ini?" seakan-akan Yesus seharusnya mendiamkan

mereka; dan yang paling penting, Yesus menjawab dengan menghubungkan

sesuatu dengan diri-Nya yang dimaksudkan bagi Allah saja. Ia menjawab,

50

Robert Stein mencamkan bahwa reaksi para ahli Taurat ("Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah") menunjukkan bahwa mereka menafsirkan tanggapan Yesus “sebagai melaksanakan hak istimewa ilahi, yaitu kuasa untuk benar-benar mengampuni dosa. Robert H. Stein, The Method and Message oh Jesus Teaching, (Phildelphia: Westminster, 1978) hlm. 114

51

(27)

”Belum pernakah kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang

menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujianρ” pada hakikatnya Ia

berkata, ”ketika anak-anak itu memuji Aku, mereka sedang memuji Allah”.

Pernyataan ke-Tuhanan Yesus sangat jelas di Yohanes κ:5κ, “Aku

berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada”

(Yohanes 8:58). Ia sedang menuntut dua aspek dari sifat ketuhanan bagi

diri-Nya sendiri, yakni eksistensi Allah yang abadi; dan nama Allah. Orang

Yahudi tanpa ragu-ragu mengerti maksud perkataan ini. Mereka tahu bahwa

Yesus tidak hanya menyatakan keberadaan-Nya sebelum Abraham, tetapi

Yesus juga menyatakan sama dengan Tuhan. Ini menyebabkan mereka

mengambil batu hendak melempari Yesus. Dalam kisah perjumpaan Yesus

dengan perempuan Samaria, wanita itu mengatakan bahwa ada hal-hal

tertentu yang akan ditangani oleh Mesias apabila Ia datang. Sebagai

jawabannya Yesus berkata, "Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan

engkau" (Yoh.4:26). Wanita ini benar-benar memahami ucapan Yesus.

Maka ia pergi ke kampungnya dan mengundang orang-orang dengan

berkata, "Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala

sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?" (ay.29).

Beberapa waktu kemudian orang-orang itu menyatakan percaya kepada

Yesus, bukan karena kesaksian wanita itu, karena mereka berkata, "Kami

sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, Dialah benar-benar Juruselamat

dunia" (ay. 42). Ungkapan yang dipakai lain, tetapi yang dimaksud adalah

bahwa Yesus itu Mesias.52

52

(28)

Suatu pernyataan lain dari Yesus bahwa Ia adalah Allah terjadi

ketika Ia diadili di hadapan imam besar, Kayafas, imam-imam kepala,

tua-tua dan para ahli Taurat (Mat. 26:57-58; Mrk. 14:53-65). Ketika imam besar

bertanya secara langsung kepada Yesus, “Apakah Engkau Mesias, Anak dari

yang Terpujiρ”, Yesus menjawab, “Akulah Dia, dan kamu akan melihat

Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di

tengah-tengah awan di langit.” Yesus dengan jelas berbicara tentang

diri-σya sendiri. Istilah “Anak Manusia” adalah cara yang biasanya Dia gunakan

untuk mengacu kepada diri-Nya.

Surat Ibrani juga sangat jelas dalam menonjolkan ke-Tuhanan Yesus.

Dalam pasal satu, penulis berbicara tentang Sang Anak sebagai cahaya

kemuliaan Allah serta gambar wujud dari Allah (Ibr.1:3). Anak ini, yang

oleh-Nya Allah menciptakan dunia (ay.2), juga menopang segala sesuatu

dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan (ay.3). dalam ayat ke-8 yang

merupakan kutipan Mazmur 45:7, Sang Anak disebut sebagai ”Allah”. Alasannya ialah bahwa Anak itu lebih tinggi daripada Malaikat (1:4-2:9),

dari Musa (3:1-6), dan dari semua imam besar (4:14-5:10). Dia itu lebih

tinggi karena Dia memang bukan sekedar manusia atau Malaikat, melainkan

sesuatu yang lebih tinggi dari semuanya itu, yaitu Allah.

William Barclay mengatakan, dalam Injil Sinoptik kita dapat

menyaksikan Yesus sebagai seorang pribadi yang hidup-Nya dimulai,

(29)

Allah.53 Berdasarkan hal itu semuanya, maka rasul Paulus berkata, bahwa

Kristus adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya (Rm. 9:5).

2.4.6. Implikasi Dari ke-Tuhanan Kristus

Terdapat beberapa implikasi penting yang berhubungan dengan

doktrin mengenai ke-Tuhanan Kristus: (1). Manusia dapat memiliki

pengenalan yang benar tentang Allah. Yesus berkata, ”Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9). Apabila manusia ingin

mengetahui bagaimana kasih Allah, kekudusan-Nya, maka kita hanya perlu

melihat Kristus. (2). Penebusan tersedia bagi manusia. Kematian Kristus

memadai bagi semua orang berdosa yang pernah hidup, karena yang mati

bukanlah manusia yang fana saja, melainkan Allah yang tak terbatas. Dia,

sumber hidup itu, yang memberi dan menopang kehidupan, yang sebenarnya

tidak harus mati, telah mati karena kita. (3). Allah dan manusia telah

bersekutu kembali. Yang datang bukanlah malaikat atau manusia yang

diutus oleh Allah kepada manusia, melainkan Allah sendiri yang telah

melintasi jurang akibat dosa. (4). Menyembah Kristus itu layak. Kristus

bukanlah sekedar yang tertinggi dari semua makhluk ciptaan, tetapi Dialah

Allah sendiri yang setara dengan Bapa. Ia pantas menerima pujian, dan

ketaatan kita sama seperti Allah Bapa.

53

(30)

2.5. Kesimpulan

Kristologi adalah bidang studi dalam teologi Kristen yang terutama

berkaitan dengan sifat dan pribadi Yesus Kristus seperti yang tercatat dalam Injil

dan surat-surat dari Perjanjian Baru. Akan tetapi sebagai ilmu pengetahuan,

Kristologi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian, bahkan sub bagian, dari

sebuah ilmu pengetahuan yang lebih luas, yakni teologi. Kekhasan teologi ialah

bahwa tidak hanya didasarkan pada pengalaman inderawi manusia serta akal budi

manusia saja, tetapi juga pada wahyu Tuhan yang diterima dalam iman. Jadi,

berlainan dengan ilmu pengetahuan lainnya, Kristologi pun merupakan ilmu yang

berdasarkan wahyu dan iman (selain berdasar pada pengalaman inderawi dan akal

budi). Berdasarkan wahyu dan iman itulah maka dapat dilihat fakta-fakta di atas,

bahwa Yesus, telah menunjukkan jati diri-Nya yang inklusif di dalam keilahian

Bapa-Nya. manusia tidak akan menemukan lagi sosok lain manapun (termasuk

malaikat ataupun nabi besar yang lain) yang berani mengklaim diri-Nya menyatu

dengan Allah Bapa. Oleh karena itu, pemahaman bahwa Kristus adalah Allah dan

juga manusia tidak bisa diragukan. Kristus merupakan oknum kedua dari Trinitas

Referensi

Dokumen terkait

6HODLQUHJXODVL8QGDQJXQGDQJ7LQGDN 3LGDQD .RUXSVL WHUGDSDW SXOD 3HUDWXUDQ 0DKNDPDK$JXQJ1RPRU7DKXQ\DQJ PHQJDWXU SHUPRKRQDQ SHQDQJDQDQ KDUWD NHND\DDQ GDODP WLQGDN SLGDQD

[r]

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar siswa pada lagu Nusantara di kelas VIII-I SMP YP Pembangunan Galang. Dari hasil

Berdasarkan waktu, kelimpahan Fitoplankton yang paling banyak ditemukan pada siang hari dengan peningkatan sebesar 0,715 (korelasi tinggi) dan mengalami penurunan sebesar 0,470

Dari nilai indeks plastisitas tersebut di atas menurut Atterberg (1911) dapat dikatakan bahwa jenis tanah lanau/lempung (CH/OH) di daerah penelitian memiliki sifat plastisitas

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa strategi yang digunakan buruh tani di Desa Karang Baru Batu Rente Kecamatan Wanasaba dalam memenuhi kebutuhan pendidikan

Berdasarkan hasil uji sitotoksik ekstrak etanol kulit batang sirsak tidak memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel T47D, hal tersebut dikarenakan tidak semua senyawa yang

Tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi dinamika eksistensi sunnah yang berakar pada problem utama yang dihadapi ummat Islam pada abad modern yakni “pergulatan otoritas