• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan

Biro Kebijakan Moneter

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

Telepon : +62 61 3818163

+62 21 3818206 (sirkulasi)

Fax.

: +62 21 3452489

(3)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BANK INDONESIA

Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah

Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam

rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,

yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada

prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)

sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat

luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan

kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Darmin Nasution

Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono

Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah

Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi

Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad

Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo

Deputi Gubernur

Budi Mulya

Deputi Gubernur

(4)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

(5)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BANK INDONESIA

Strategi Kebijakan Moneter

Prinsip Dasar

Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan. Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.

Sasaran Inflasi

Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK setiap tahunnya. Berdasarkan KMK No.1/KMK.011/2008 sasaran inflasi untuk periode tahun 2008 – 2010, masing-masing sebesar 5,0%, 4,5%, dan 4,0% dengan deviasi ±1%. Namun demikian, berdasarkan perkembangan terkini, Bank Indonesia mengusulkan kepada Pemerintah tentang perubahan sasaran inflasi tahun 2010-2012 menjadi sebesar 5% ± 1%, 5% ± 1%, dan 4,5% ± 1%.

Instrumen dan Operasi Moneter

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.

Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).

BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).

Proses Perumusan Kebijakan

BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

Transparansi

Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Koordinasi dengan Pemerintah

Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan

Langkah-langkah Penguatan

Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga

(Inflation Targeting Frameworks)

(6)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

(7)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BANK INDONESIA

Kata Pengantar

Proses pemulihan perekonomian global masih terus berlanjut dan turut mendukung kinerja perekonomian domestik. Proses pemulihan tersebut ditandai oleh penguatan ekonomi kawasan Asia yang terus berlangsung dan pemulihan ekonomi negara maju yang semakin kuat. Perekonomian negara maju diperkirakan akan mencatat pertumbuhan positif tahun ini walaupun masih dibayangi oleh tingginya angka pengangguran dan ketatnya penyaluran kredit. Sementara itu kebijakan moneter global saat ini masih cenderung akomodatif meski beberapa bank sentral negara berkembang Asia dan bank sentral negara maju mulai menempuh kebijakan moneter lebih ketat.

Kinerja perekonomian domestik menunjukkan perkembangan yang membaik seiring dengan masih berlanjutnya proses pemulihan perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan I 2010 diprakirakan sebesar 5,7% (yoy). Pada triwulan dimaksud, kinerja ekspor diprakirakan semakin membaik seiring dengan mulai pulihnya perekonomian global dan perkembangan harga komoditas internasional. Kinerja impor juga diprakirakan meningkat sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik dan eksternal. Investasi juga diperkirakan akan mengalami peningkatan didukung oleh berbagai upaya Pemerintah. Sementara itu, konsumsi juga berada dalam arah yang membaik ditopang oleh daya beli masyarakat yang masih cukup kuat. Di sisi penawaran, penyumbang utama dalam pertumbuhan triwulan I 2010 diprakirakan berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

Di sisi stabilitas harga, tekanan inflasi masih menunjukkan kecenderungan yang rendah selama triwulan I 2010, yaitu pada level 3,43% (yoy). Terkendalinya inflasi pada tingkat yang relatif rendah sejalan dengan nilai tukar rupiah yang cenderung terapresiasi, kecukupan sisi pasokan dalam merespons kenaikan permintaan, serta relatif terjaganya ekspektasi inflasi.

Kinerja perekonomian Indonesia yang solid dan didukung oleh kondisi eksternal yang positif mampu menopang solidnya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) selama triwulan I 2010. Transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus sejalan dengan membaiknya kinerja ekspor terutama yang berbasis komoditas sumber daya alam. Di sisi lain, kinerja impor juga menunjukkan peningkatan sejalan dengan akselerasi permintaan domestik dan ekspor. Selain itu, kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia turut mendukung perbaikan transaksi berjalan. Neraca modal dan finansial diprakirakan juga mencatat surplus ditopang oleh aliran modal masuk dan penerbitan

(8)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BANK INDONESIA

obligasi valas pemerintah. Sejalan dengan perkembangan NPI tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2010 tercatat sebesar 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah.

Di sektor perbankan, stabilitas sistem perbankan nasional relatif terjaga. Secara mikro, industri perbankan nasional tetap stabil yang tercermin dari masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR) dan rasio gross maupun net dari Non-Performing Loan (NPL) tetap terkendali di angka cukup rendah. Di sisi lain, respons suku bunga perbankan masih membaik terbukti dengan menurunnya suku bunga simpanan yang pada akhirnya akan mendorong turunnya suku bunga kredit lebih lanjut. Diharapkan respon penurunan suku bunga kredit akan diikuti oleh penyaluran kredit secara optimal oleh perbankan. Sementara itu, likuiditas perbankan masih mencukupi untuk pembiayaan perekonomian.

Ke depan, prospek perekonomian Indonesia tahun 2010 dan 2011 diprakirakan akan tumbuh lebih baik dari prakiraan di akhir 2009. Percepatan kegiatan perekonomian tersebut didukung oleh membaiknya sisi eksternal serta permintaan domestik yang tetap kuat. Pemulihan yang terjadi di negara-negara mitra dagang Indonesia akan mendorong peningkatan akan barang-barang ekspor Indonesia sehingga diharapkan hal tersebut akan mendorong sektor-sektor yang terkait ekspor seperti sektor industri pengolahan dan perdagangan. Di samping itu, kinerja konsumsi rumah tangga juga diprakirakan akan tetap tumbuh tinggi sejalan dengan pendapatan yang lebih tinggi dan terjaganya tingkat keyakinan konsumen. Di sisi penawaran, pertumbuhan berbagai sektor usaha diperkirakan dalam arah yang membaik. Dengan optimisme tersebut, perekonomian Indonesia yang pada triwulan I 2010 diprakirakan tumbuh sekitar 5,7% sepanjang 2010 akan dapat tumbuh mencapai 5,5 - 6,0% dengan bias ke atas.

Di sisi stabilitas harga, inflasi diprakirakan belum akan memberikan tekanan yang signifikan sampai dengan semester I 2010. Inflasi tahun 2010 diprakirakan disumbang dari peningkatan inflasi impor dan permintaan domestik sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan perekonomian domestik. Selain itu, eskpektasi inflasi menunjukkan kecenderungan membaik terlihat dari hasil berbagai survei yang menunjukkan menurunnya ekspektasi inflasi pada tahun 2010. Secara keseluruhan, inflasi ke depan diprakirakan akan tetap mencapai target jangka pendek yang ditetapkan yakni 5%+1% pada tahun 2010 dan 2011 serta target jangka menengah yaitu 4%+1% pada tahun 2014.

Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 6 April 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%. Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat suku bunga BI Rate sebesar 6,5% masih konsisten dengan target inflasi pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 5+1% serta target inflasi jangka menengah pada tahun 2014 sebesar 4+1%. Stance kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan.

Jakarta, 23 April 2010

Pjs. Gubernur Bank Indonesia

(9)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BANK INDONESIA

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009

Daftar Isi

Daftar Isi

1. Tinjauan Umum ... 1

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini ... 5

Perkembangan Ekonomi Dunia ... 5

Pertumbuhan Ekonomi ... 7

Neraca Pembayaran Indonesia ... 15

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan ... 17

Nilai Tukar Rupiah ... 17

Inflasi ... 19

Kebijakan Moneter ... 21

4. Perekonomian Indonesia ke Depan ... 28

Asumsi dan Skenario yang Digunakan ... 28

Prospek Pertumbuhan Ekonomi ... 30

Prakiraan Inflasi ... 37

5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan I-2010 ... 39

(10)

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

BANK INDONESIA

(11)

1. Tinjauan Umum

Penguatan ekonomi domestik terus berlanjut didukung oleh kinerja ekonomi global yang kondusif. Aktivitas ekonomi Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pada triwulan IV 2009. Pada triwulan tersebut perekonomian Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,4% (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun 2009 perekonomian tumbuh sebesar 4,5% (yoy). Kondisi perekonomian yang semakin menunjukkan suasana optimis tersebut mendukung prospek ekonomi yang lebih baik dari perkiraan semula. Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran 5,5%-6,0% dan pada tahun 2011 mencapai 6,0%-6,5%. Stabilitas harga masih terjaga sebagaimana tercermin pada perkembangan IHK yang rendah selama triwulan I 2010. Hal ini sejalan dengan perkiraan tekanan inflasi yang signifikan, yang belum akan muncul setidaknya sampai semester I 2010. Untuk keseluruhan tahun, inflasi IHK tahun 2010 akan berada pada kisaran sasaran sebesar 5%±1%.

Bank Indonesia memandang bahwa proses pemulihan ekonomi global terus berlangsung dan semakin kuat. Ekonomi negara maju, terutama di AS dan Jepang terus membaik. Demikian juga pemulihan ekonomi Asia non-Jepang, terutama China dan India juga semakin kuat. Sementara itu, indikasi perbaikan ekonomi di Eropa mulai terlihat meski masih terbatas. Penyelesaian krisis Yunani sejauh ini direspons secara positif oleh pelaku ekonomi dan hanya berdampak terbatas di pasar finansial.

Pemulihan ekonomi global yang disertai dengan perbaikan persepsi risiko memicu optimisme di pasar finansial dan pasar komoditas. Hal ini dicerminkan oleh indeks harga di bursa saham global yang mencatat kenaikan dan harga komoditas di pasar internasional yang cenderung meningkat. Aliran modal asing ke pasar keuangan emerging market terus berlangsung seiring dengan semakin membaiknya persepsi risiko. Kondisi ini mendorong penguatan nilai tukar mata uang di kawasan tersebut. Optimisme yang semakin kuat terhadap pemulihan ekonomi global dan permintaan global yang membaik, mendorong kenaikan harga berbagai komoditas. Kenaikan harga yang dibarengi oleh penguatan mata uang sejauh ini belum memicu kenaikan inflasi global secara signifikan terutama di negara maju. Dalam kondisi proses pemulihan ekonomi dunia yang belum sepenuhnya kembali normal, otoritas moneter terutama di negara maju cenderung masih menerapkan stance kebijakan moneter yang akomodatif. Sinyal kebijakan pengetatan moneter lebih banyak tampak di emerging market terkait dengan meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan ekspansi ekonomi yang tinggi.

(12)

Selain itu, iklim investasi pada tahun 2010 yang lebih baik juga didukung oleh perbaikan sovereign credit rating Indonesia oleh S&P dari BB- ke BB. Dengan peningkatan tersebut, rating Indonesia tinggal 1 notch menuju investment grade. Keempat, sejalan dengan perbaikan kinerja di sisi eksternal, sejumlah sektor diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi yakni sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan yang lebih tinggi didorong oleh membaiknya industri yang berorientasi ekspor dan industri otomotif. Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan yang lebih tinggi sejalan dengan kenaikan kegiatan ekspor dan impor serta membaiknya kinerja industri pengolahan. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi terutama terkait dengan upaya mempercepat implementasi program-program infrastruktur dan memanfaatkan secara optimal peluang dari implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA).

Berlanjutnya penguatan ekonomi juga terlihat dari perkembangan ekonomi daerah yang terus menunjukkan perbaikan. Kinerja perekonomian daerah terutama ditopang oleh perekonomian di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua (Kali-Sulampua), dan Jakarta. Sementara itu, kegiatan ekonomi di wilayah lainnya (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara atau Jabalnustra) menunjukkan perlambatan. Kinerja ekonomi daerah yang meningkat bersumber dari peningkatan ekspor, investasi, dan konsumsi. Membaiknya kinerja ekspor di masing-masing wilayah bersumber dari kenaikan ekspor komoditas utama, seperti produk pertambangan dan CPO di Sumatera dan Kali-Sulampua, serta produk kimia di Jabalnustra. Dari sisi negara tujuan utama, ekspor masing-masing wilayah mengalami pergeseran yang semula ke Jepang, Amerika dan Eropa, beralih ke negara ASEAN dan China karena pemulihan ekonomi terutama terjadi di kawasan tersebut. Bahkan porsi ekspor Sumatera dan Kali-Sulampua ke India menunjukkan peningkatan, terutama untuk produk CPO dan batubara. Sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi, investasi terindikasi menguat. Hal itu tercermin dari indikator pertumbuhan konsumsi semen dan impor barang modal yang pertumbuhannya masih positif. Dari sisi investasi Pemerintah Daerah, belanja modal juga menunjukkan peningkatan. Peningkatan investasi terutama terkait dengan proyek-proyek infrastruktur seperti perbaikan dan pembangunan jalan, bendungan, jembatan, dan bandara. Dari sisi lapangan usaha, sektor industri mengalami peningkatan terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan eksternal. Kinerja sektor industri yang membaik tercermin dari kapasitas produksi dan impor bahan baku yang meningkat di seluruh daerah. Dari sektor pertambangan, membaiknya kinerja di sektor ini terutama bersumber dari peningkatan produksi pertambangan nonminyak dan gas (nonmigas), khususnya batubara dan tembaga, sedangkan produksi migas masih cenderung melambat.

(13)

Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2010 diperkirakan masih tetap solid yang didukung oleh pemulihan ekonomi dunia. Transaksi berjalan diperkirakan akan mencatat surplus. Hal tersebut sejalan dengan kinerja ekspor yang terus membaik terutama berasal dari komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) di antaranya batubara dan tembaga. Di sisi lain, impor juga meningkat sejalan dengan akselerasi permintaan domestik dan ekspor. Dari sisi neraca transaksi modal dan finansial (TMF) triwulan I 2010 diperkirakan juga mencatat surplus terkait dengan aliran modal masuk dan penerbitan obligasi valas pemerintah. Indikator risiko Indonesia membaik, tercermin pada indikator credit default swaps (CDS) Indonesia yang saat ini berada pada level terendah, penurunan yield spread Government Bond Indonesia dengan US Treasury Note, serta perbaikan rating Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Maret 2010 diperkirakan mencapai 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Sejalan dengan kinerja NPI yang solid, nilai tukar rupiah cenderung menguat. Secara keseluruhan, selama triwulan I 2010 rupiah rata-rata menguat 2,2% ke level Rp9.254/USD. Pada akhir triwulan I 2010, rupiah mencapai level Rp9.090/USD atau menguat 3,7% (point to point). Penguatan nilai tukar rupiah didukung oleh kondisi fundamental makroekonomi yang kondusif, tercermin pada kinerja NPI yang cukup baik dan membaiknya persepsi risiko. Selain itu, penguatan rupiah juga didukung oleh imbal hasil rupiah tetap menarik tercermin pada uncovered interest parity (UIP), covered interest parity (CIP) dan yield spread Government Bond Indonesia yang relatif tinggi, bahkan tertinggi dibandingkan dengan negara kawasan lainnya. Penguatan rupiah yang terjadi juga diikuti oleh volatilitas nilai tukar yang relatif stabil mencapai 0,57% dibandingkan dengan triwulan IV 2009 yang mencapai 0,56%.

Kinerja sektor keuangan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan domestik. IHSG selama triwulan I 2010 mengalami penguatan yang cukup signifikan, yaitu mencapai 10,2%. Kinerja IHSG tersebut merupakan yang tertinggi di negara kawasan. Beberapa faktor yang mendorong perbaikan IHSG antara lain prospek perekonomian Indonesia yang membaik, diikuti oleh menurunnya persepi risiko, perbaikan credit rating, dan masih tingginya imbal hasil rupiah. Hal serupa juga tercermin pada indikator keuangan lainnya seperti yield SUN yang menurun. Di pasar uang antar bank, ekses likuiditas masih cukup besar sehingga mendorong suku bunga PUAB O/N mendekati koridor bawah BI Rate. Langkah Bank Indonesia memperpanjang jangka waktu SBI antara lain dalam rangka mendalamkan pasar (financial deepening) berjalan dengan baik tercermin dari menurunnya spread suku bunga tertinggi dan terendah di pasar PUAB O/N. Selain itu, porsi SBI dengan tenor 3 bulan saat ini porsinya meningkat menjadi 67,04% dari 24,64% di akhir triwulan sebelumnya. Sejalan dengan menurunnya persepsi risiko perbankan, suku bunga deposito dan kredit masih mengalami penurunan meskipun belum sebesar yang diharapkan. Ke depan, transmisi kebijakan moneter diperkirakan akan semakin membaik seiring dengan meningkatnya optimisme perbankan pada kondisi perekonomian.

(14)

sebesar 1%. Selain itu likuiditas perbankan, termasuk likuiditas di pasar uang antar bank semakin membaik. Demikian pula dana pihak ketiga (DPK) menunjukkan peningkatan.

Perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik selama triwulan I-2010 diperkirakan akan terus berlanjut ke depan. Hal ini memperkuat keyakinan Bank Indonesia bahwa prospek perekonomian Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi pada 2010 diperkirakan mencapai kisaran 5,5%-6,0%, lebih tinggi dari perkiraan semula sebesar 5,0%-5,5%. Perbaikan ekonomi tidak hanya ditopang oleh konsumsi yang tetap kuat, tetapi juga didukung oleh peningkatan ekspor sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Peningkatan permintaan yang dibarengi oleh perbaikan iklim investasi diperkirakan mendorong peningkatan investasi secara signifikan. Perbaikan ekonomi tersebut diperkirakan terus berlanjut pada 2011 dengan pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6,0%-6,5%. Peningkatan permintaan yang dapat direspons sisi penawaran secara memadai diharapkan dapat menjaga tekanan inflasi ke depan pada tingkat yang rendah. Prospek ekonomi jangka menengah panjang (medium-terms) tahun 2010-2014 secara lengkap tersaji dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2009 yang dapat diakses melalui website Bank Indonesia.

(15)

2. Perkembangan Makroekonomi

Terkini

Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global turut mendukung kinerja perekonomian domestik. Selama triwulan I 2010, pemulihan ekonomi global semakin merata yang didukung oleh tetap solidnya perekonomian di kawasan Asia. Kondisi tersebut memberikan dampak positif pada perkembangan ekonomi di dalam negeri. Pada triwulan I 2010, perekonomian akan tumbuh lebih baik dari prakiraan semula yang didorong oleh adanya perbaikan ekspor serta didukung oleh adanya indikasi peningkatan investasi. Membaiknya permintaan negara mitra dagang yang disertai oleh masih tingginya harga komoditas berdampak positif pada kinerja ekspor. Sejalan dengan itu, optimisme pelaku usaha terhadap membaiknya kondisi perekonomian yang disertai dengan perbaikan iklim investasi domestik dan berbagai rencana proyek infrastruktur pemerintah berdampak pada perbaikan kinerja investasi. Sementara itu, konsumsi rumah tangga berada dalam arah yang membaik ditopang oleh masih kuatnya daya beli masyarakat serta terjaganya optimisme konsumen. Di sisi penawaran, membaiknya kinerja ekspor dan impor diprakirakan mendorong peningkatan kinerja sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Membaiknya permintaan ekspor akan memberikan kontribusi positif terhadap sektor industri pengolahan, sementara kenaikan impor akan berdampak positif terhadap kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan I 2010 terutama dipengaruhi oleh adanya pergeseran masa panen ke awal triwulan II 2010. Sektor lainnya yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi adalah sektor listrik, gas dan air bersih sejalan dengan berlanjutnya program konversi minyak tanah di beberapa daerah dan sudah mulai beroperasinya beberapa proyek listrik 10.000 MW tahap I, serta sektor pengangkutan dan komunikasi terkait dengan penetrasi bisnis usaha telekomunikasi.

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

Proses pemulihan ekonomi global diperkirakan berjalan semakin pesat pada triwulan I 2010. Laju perbaikan ekonomi dunia masih disokong oleh kelompok negara berkembang khususnya Asia. Sementara perekonomian negara maju diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan positif meski masih dihadapkan pada tingginya angka pengangguran dan ketatnya penyaluran kredit. Di sisi lain, pemulihan negara-negara kawasan Uni Eropa sedikit tertinggal akibat krisis defisit fiskal yang melilit beberapa negara seperti Yunani serta lemahnya indikator-indikator konsumsi. Sementara itu, kinerja produksi di negara maju tumbuh solid seiring berhasilnya program stimulus fiskal yang memicu aktivitas industri serta didukung oleh rendahnya level inventory. Di negara berkembang, solidnya permintaan domestik di China menyebabkan tingginya permintaan impor di negara kawasan Asia dan memberikan efek spill-over pada pertumbuhan ekonomi kawasan Asia lainnya.

(16)

menggerakkan produksi yang juga ditopang oleh semakin rendahnya level inventory. Ekonomi AS pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 5,6% (qtq, annualize) atau sudah tumbuh positif secara year-on-year sebesar -0,1%. Melihat perkembangan tersebut, ekonomi AS pada triwulan I 2010 diprakirakan akan tumbuh positif. Berdasarkan informasi terkini, konsumsi di AS mulai menguat ditopang oleh tertahannya laju peningkatan PHK. Membaiknya konsumsi rumah tangga tercermin dari meningkatnya penjualan eceran selama 4 bulan berturut-turut. Peningkatan konsumsi tersebut juga dipicu oleh pemutusan hubungan kerja yang semakin melambat dan tertahannya peningkatan laju pengangguran yang kini mencapai 9,7%. Kondusifnya pasar tenaga kerja tercermin dari penurunan rata-rata initial jobless claim pada triwulan I 2010 sebesar 467 ribu orang dari 500 ribu orang pada triwulan sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan negatif angka payroll juga semakin mengecil. Sisi produksi AS semakin membaik bahkan terindikasi sudah memasuki fase ekspansi. Stimulus fiskal pemerintah AS berupa pembangunan proyek infrastruktur mampu memicu aktivitas produksi AS. Di sisi lain, menguatnya penjualan eceran memicu turunnya level inventory dan direspons dengan peningkatan produksi seperti tercermin dari indeks pembelian kalangan pabrikan (PMI) dan industrial production yang meningkat.

Kinerja pasar keuangan global kembali dalam tren menguat setelah sempat jatuh akibat ketidakpastian penyelesaian krisis fiskal di Eropa pada pertengahan triwulan.

Optimisme investor pada pasar keuangan global terus meningkat sebagaimana tercermin pada bursa saham di negara maju yang menguat sepanjang triwulan I 2010. Namun demikian, bursa saham sempat anjlok dipicu oleh membengkaknya defisit fiskal negara GIPSY (Greece, Ireland, Portugal, Spain, dan Italy) serta ketidakjelasan solusi penyelesaiannya. Memasuki akhir triwulan I 2010, risk appetite investor kembali membaik seiring dengan solusi pendanaan defisit fiskal Yunani yang melibatkan Uni Eropa dan IMF. Pasar global juga meningkat dipicu oleh rilis data fundamental ekonomi global yang terus mengalami perbaikan dan laporan keuangan emiten yang sesuai dengan perkiraan.

Proses pemulihan ekonomi Asia pada triwulan IV-2009 mengalami kemajuan pesat dan telah mencapai angka pertumbuhan positif. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi Asia telah rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada semester pertama tahun 2009. Beberapa negara di Asia yang perekonomiannya bertumpu pada sektor eksternal mengalami perbaikan yang signifikan seiring dengan tingginya permintaan ekspor ke China dan India. Selain itu, permintaan domestik juga cenderung meningkat yang didorong oleh positive wealth assets seiring dengan meningkatnya harga rumah dan bursa saham Asia serta tertahannya suku bunga di level yang rendah. Sementara itu, beberapa negara Asia lainnya yang perekonomiannya lebih bertumpu pada permintaan domestik terus melanjutkan tren positif. Ke depan, ekonomi China dan India masih menjadi motor utama perekonomian di Asia. Perekonomian China dan India diperkirakan masing-masing akan tumbuh sebesar 11,1% (yoy) dan 7,9% (yoy) pada triwulan I 2010.

(17)

internasional yang meningkat terindikasi belum memberikan tekanan inflasi seiring dengan aktivitas ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih.

Kebijakan moneter masih cenderung akomodatif meski sinyal pengetatan mulai terlihat di beberapa emerging market. Pada triwulan I 2010 sebagian besar Bank Sentral utama seperti Fed, BoJ, dan ECB masih menahan kenaikan suku bunga sebagai upaya mendorong pemulihan ekonomi domestik. The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga di kisaran 0%-0,25% terkait masih tingginya angka pengangguran dan masih terjaganya prakiraan inflasi. Sementara ECB tetap mempertahankan suku bunga pada level 1,0% untuk memberikan iklim kondusif pada penyelesaian krisis defisit fiskal Yunani. Di sisi lain, BoJ meningkatkan 3 month loan facility menjadi 20 triliun yen (222 milliar dolar AS), dua kali lipat dari sebelumnya untuk mendorong terjadinya inflasi pada jangka menengah meskipun suku bunga masih bertahan di level yang rendah yakni sebesar 0,1%. Beberapa bank sentral negara berkembang Asia dan bank sentral negara maju mulai beralih menempuh kebijakan ketat. Sinyal pengetatan moneter terlihat jelas di negara China dan India yang menaikkan giro wajib minimumnya masing-masing 100bps dan 75bps sepanjang triwulan I 2010. Beberapa bank sentral Asia yang sudah menaikkan suku bunga acuannya diantaranya Malaysia dan India. Bank sentral negara maju seperti Australia dan Israel juga sudah menaikkan suku bunga acuannya seiring tekanan inflasi yang meningkat serta ekonomi yang sudah berekspansi.

PERTUMBUHAN EKONOMI Permintaan Agregat

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2010 diprakirakan semakin membaik.

Peningkatan kinerja ekspor yang cukup tinggi dan masih kuatnya konsumsi rumah tangga mampu mendorong berlanjutnya perbaikan pertumbuhan ekonomi. PDB triwulan I 2010 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni mencapai 5,7% (yoy). Hal tersebut didukung oleh perkembangan indikator penuntun PDB yang mengindikasikan peningkatan (Grafik 2.1).

Pertumbuhan PDB diperkirakan meningkat dengan bertopang pada perbaikan ekspor dan konsumsi rumah tangga (Tabel 2.1). Kinerja ekspor diprakirakan tumbuh semakin membaik seiring dengan perbaikan ekonomi global dan masih tingginya harga komoditas internasional. Impor juga diprakirakan tumbuh lebih tinggi sebagai respons dari membaiknya permintaan eksternal terhadap komoditas industri pengolahan. Sejalan dengan perbaikan kinerja ekspor, investasi diperkirakan akan meningkat, baik berupa investasi yang dilakukan pemerintah maupun swasta. Sementara itu, konsumsi berada dalam arah yang membaik meskipun angka pertumbuhannya pada triwulan I 2010 diprakirakan melambat. Hal tersebut lebih dipengaruhi oleh base effect factor periode tahun sebelumnya yang tumbuh tinggi terkait Pemilu Legislatif.

Grafik 2.1 Indikator Penuntun PDB

��������� ���������������

�����

���� ���� ���� ����� ����� �����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���������������������

��������������������������������������������������������� ���������������������������������������������������������������������� �����������������������������

����������������������������������������������������������������������������� �������������������������������������������������������������������������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��

�������������������� ���� ����� ������������������� ���� �����

�����

�����

�����

����

����

����

����

(18)

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2010 diprakirakan masih akan tumbuh positif. Hal tersebut dikonfirmasikan oleh pergerakan indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang terus mengindikasikan perbaikan (Grafik 2.2). Membaiknya konsumsi rumah tangga didukung oleh daya beli masyarakat yang masih cukup kuat. Kenaikan UMP dengan rata-rata sebesar 8,8% (yoy) pada awal tahun 2010 yang juga disertai kenaikan gaji PNS, TNI, dan Polri sebesar 5% menjadi salah satu faktor yang menopang perbaikan daya beli masyarakat. Pergerakan nilai tukar petani dan upah buruh hingga Februari 2010 yang relatif stabil menjadi salah satu indikator yang menunjukkan masih cukup kuatnya penghasilan masyarakat. Sementara itu, optimisme masyarakat terhadap pendapatan yang diterimanya berpotensi mendorong kenaikan konsumsi rumah tangga lebih lanjut. Indikasi membaiknya konsumsi rumah tangga juga terlihat dari penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan yang meningkat. Namun, jika dibandingkan dengan realisasi konsumsi rumah tangga triwulan I 2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga periode laporan diprakirakan lebih rendah daripada konsumsi triwulan I 2009 tersebut terkait dengan tingginya pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit menjelang Pemilu Legislatif (base effect factor). Berdasarkan perkembangan tersebut, konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2010 diprakirakan masih tumbuh positif sebesar 3,4% (yoy).

Perkembangan beberapa indikator dini juga turut mendukung perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2010. Konsumsi barang tahan lama seperti penjualan mobil, sepeda motor, dan barang elektronik masih mencatat pertumbuhan yang tinggi (Grafik 2.3). Indeks penjualan eceran (IPE) Februari 2010 tercatat sebesar 209,2 atau tumbuh mencapai 41,3% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 40,3% (yoy). Pertumbuhan IPE tersebut ditopang oleh terus membaiknya beberapa kelompok komoditas seperti makanan dan tembakau, pakaian dan perlengkapan, serta peralatan tulis. Di sisi lain, indeks keyakinan konsumen juga bergerak membaik.

Grafik 2.2

Indikator Penuntun Konsumsi Rumah Tangga ���� ���� ���� ���� ���� ����� ����� ����� �����

�� �� �� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

����������������������������������

���������� ���������������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �

������������������������������������������������������������

����

Grafik 2.3

Pert. Penjualan Barang Elektronik

I II III IV I II III IV I*

Indikator

Tabel 2.1

Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan

* Angka Proyeksi Bank Indonesia Sumber : BPS

Total Konsumsi 4,9 5,5 5,5 6,3 6,4 5,9 7,3 6,3 5,4 5,9 6,2 4,4

Konsumsi Swasta 5,0 5,7 5,5 5,3 4,8 5,3 6,0 4,8 4,7 4,0 4,9 3,4

Konsumsi Pemerintah 3,9 3,6 5,3 14,1 16,4 10,4 19,2 17,0 10,3 17,0 15,7 12,3

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9,4 13,9 12,2 12,3 9,4 11,9 3,5 2,4 3,2 4,2 3,3 6,9

Ekspor Barang dan Jasa 8,5 13,6 12,4 10,6 2,0 9,5 -18,7 -15,5 -7,8 3,7 -9,7 19,0

Impor Barang dan Jasa 9,0 18,0 16,1 11,1 -3,7 10,0 -24,4 -21,0 -14,7 1,6 -15,0 21,1

PDB 6,3 6,2 6,3 6,2 5,3 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,7

(19)

Perbaikan pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari kenaikan pertumbuhan impor barang konsumsi hingga Februari 2010. Searah dengan hal tersebut, indikator yang terkait dengan pembiayaan konsumsi seperti pertumbuhan M1 riil juga menunjukkan tren yang meningkat.

Kinerja investasi diprakirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2010 sebagai dampak berlanjutnya perbaikan permintaan domestik dan eksternal. Perbaikan pertumbuhan investasi tersebut sejalan dengan perkembangan indikator penuntun investasi yang menunjukkan peningkatan investasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.4). Peningkatan investasi juga tercermin dari impor barang modal (Grafik 2.5) yang tumbuh membaik dan realisasi investasi bangunan sebagaimana ditunjukkan oleh masih tingginya konsumsi semen. Sementara itu, terjaganya optimisme pelaku usaha terkait dengan perkiraan kenaikan order luar negeri dan iklim investasi yang kondusif berdampak positif mendorong kenaikan investasi pada triwulan I 2010. Sejalan dengan perkembangan tersebut, investasi pada triwulan I 2010 diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat dari strukturnya, pangsa utama pertumbuhan investasi pada triwulan I 2010 diperkirakan masih didominasi oleh investasi bangunan.

Peningkatan pertumbuhan investasi didukung oleh perkembangan berbagai indikator dini investasi. Investasi nonbangunan mengindikasikan perbaikan yang tercermin dari impor barang modal yang cenderung meningkat hingga Februari 2010. Pola yang sama juga tercermin pada pertumbuhan konsumsi semen (Grafik 2.6) yang membaik hingga Februari 2010 sejalan dengan bergulirnya realisasi sektor bangunan dan proyek infrastruktur. Selain itu, perkembangan kegiatan investasi tersebut sejalan dengan perkembangan realisasi PMA dan PMDN yang cenderung membaik hingga akhir tahun 2009. Hal tersebut didukung informasi BKPM bahwa realisasi investasi PMA pada triwulan I 2010 diperkirakan meningkat pada kisaran 9,2 – 11,7 miliar dolar AS dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009. Selain itu, peningkatan investasi didukung oleh perbaikan pada sisi pembiayaan sebagaimana ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit investasi yang mulai membaik (Grafik 2.7).

Semakin membaiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang dan harga komoditas mendorong kinerja ekspor tumbuh meningkat. Hal tersebut tercermin dari kenaikan permintaan negara maju seperti Amerika dan negara emerging markets terutama China (Grafik 2.8). Tren peningkatan indeks produksi, tingkat kepercayaan konsumen serta sentimen bisnis negara G3 dan China hingga Februari

Grafik 2.4

Indikator Penuntun Investasi

���� ��� �� �� �� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������������������������������� ����������������������������� �������������������������������������������������������������������������� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� � ��� � ���� �������������������������������������������������������������� Grafik 2.5

Pertumbuhan Impor Barang Modal �� �� �� �� � � � � � �������� ����� ��� ��� ��� �� �� �� �� � ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��������������������� ����� ���� ���� ���� Grafik 2.6

(20)

2010 juga mendukung akselerasi pertumbuhan ekspor. Selain itu, harga komoditas yang cenderung meningkat di pasar internasional turut berdampak positif pada tingginya volume perdagangan global yang tercermin dari indeks Baltic Dry. Perdagangan dengan negara lainnya seperti India juga diperkirakan semakin membaik sehubungan dengan disepakatinya Free Trade Agreement (AI-FTA) negara-negara ASEAN dengan India serta mulai diimplementasikannya ACFTA secara penuh pada awal tahun 2010. Data ekspor BPS terkini mencatat nilai ekspor pada Februari 2010 mencapai 11,20 miliar dolar AS atau meningkat tajam 57,05% (yoy) dibandingkan dengan Februari 2009. Berdasarkan perkembangan tersebut, ekspor pada triwulan I 2010 diperkirakan tumbuh meningkat yaitu sebesar 19,0% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan ekspor non migas masih ditopang oleh ekspor komoditas primer berupa produk pertambangan seperti batubara dan produk hasil industri seperti minyak kelapa sawit.

Tren positif pertumbuhan impor diprakirakan berlanjut pada triwulan I 2010 sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik dan peningkatan permintaan eksternal. Hal tersebut ditunjukkan oleh pergerakan indikator penuntun impor yang membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.9). Setelah menunjukkan tren positif pada akhir tahun, pada Februari impor kembali menunjukkan peningkatan baik secara tahunan maupun bulanan. Berdasarkan data BPS, nilai impor pada Februari 2010 mencapai 9,50 miliar dolar AS atau meningkat sebesar 63,23% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, impor pada triwulan I 2010 diperkirakan tumbuh mencapai 21,1% (yoy). Pangsa pertumbuhan impor terutama masih bersumber dari impor bahan baku/penolong yang tumbuh membaik. Dilihat dari golongan komoditas HS 2 dijit, pertumbuhan nilai impor pada Februari 2010 didorong oleh pertumbuhan impor beberapa komoditas yang terkait dengan penambahan kapasitas produksi seperti mesin/pesawat mekanik serta mesin dan peralatan listrik.

Operasi Keuangan Pemerintah

Realisasi kinerja operasi keuangan Pemerintah selama Januari-Februari 2010 diwarnai oleh pencapaian target APBN yang lebih baik untuk penerimaan dan belanja negara dibandingkan tahun 2009. Sebagaimana pola di tahun-tahun sebelumnya, realisasi APBN di dua bulan pertama 2010 mencatat surplus anggaran dan jumlah surplus di 2010 tersebut relatif sama dibandingkan tahun 2009. Namun demikian, realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut terhadap targetnya,mengalami perbaikan dibandingkan dengan tahun lalu. Penerimaan dan hibah negara telah mencapai 11,4% dari target APBN, atau lebih tinggi dari tahun

Grafik 2.8

Pertumbuhan Ekspor ke Negara Maju ��� ������� ��� �� � ��� �� ������� �� �� � � �� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ��� ������������������ ��������������� ���������������� ������������������� Grafik 2.9 Indikator Penuntun Impor

���� ���� ���� ���� ���� ����� ����� ����� ����� ����� ����� �� �� �� �� �� ��� ��� ��� ��� ��� ��� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ��������� �������������� ������������������������������������������������������������������������������������� ������������������������������������������������������������������ ��������������������������������������������������������������������������� ������� ��������� ���� ������������������������������� ������������������������������� �� ����������������������������������������������������������� �� ������� �� �� �� �� �� � � �� ��� �� ������� �� � � �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ����������������� ������������ ���� ���� ���� ���� Grafik 2.7

(21)

2009 yang sebesar 10,7%. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari hasil penerimaan perpajakan yang membaik. Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh kinerja belanja negara yang telah mencapai 9,3% dari target APBN, sedikit meningkat dari 9,2% dari target APBN di 2009. Kondisi tersebut didorong oleh penyaluran belanja ke daerah yang lebih tinggi. Sementara itu, realisasi Belanja Modal di awal tahun masih minimal. Di sisi pembiayaan, realisasi penerbitan SBN telah mencapai sepertiga dari target APBN sejalan dengan perkembangan pasar SUN yang kondusif, walaupun operasi keuangan masih mengalami surplus anggaran.

Membaiknya aktivitas perekonomian pada tahun 2010 mampu mendorong kinerja sektor perpajakan. Selama dua bulan pertama tahun 2010, penerimaan perpajakan mencapai 12,2% dari target APBN, atau lebih baik dari tahun 2009 yang baru sebesar 11,5%. Meningkatnya penerimaan perpajakan tersebut berasal dari penerimaan PPN, pajak ekspor dan cukai. Kenaikan penerimaan PPN dan pajak ekspor diindikasi akibat aktivitas perekonomian yang membaik, termasuk meningkatnya kegiatan ekspor. Selain karena kondisi global tersebut, kenaikan Pajak Ekspor juga dikarenakan oleh kebijakan yang membebankan tarif Bea Keluar untuk komoditas crude palm oil (CPO) yang lebih tinggi sesuai dengan perkembangan harganya di pasar internasional.1 Sebaliknya, penerimaan PPh relatif

menurun terutama dari sektor migas. Menurunnya penerimaan terkait migas juga terjadi pada penerimaan nonpajak. Namun secara pencapaian target APBN, penerimaan nonpajak relatif sama dengan tahun sebelumnya sebesar 8,6% seiring dengan target yang lebih rendah.

Penyerapan belanja negara membaik yang ditopang oleh peningkatan penyaluran transfer ke daerah. Sampai dengan Februari 2010, realisasi transfer ke daerah mencapai 16,4% dari target APBN. Pencapaian tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar 14,7% seiring dengan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang lebih besar. Namun secara umum, perbaikan belanja negara relatif terbatas akibat rendahnya belanja Pemerintah pusat yang hanya mencapai 6,2% dari target APBN, atau lebih rendah dari pencapaian tahun sebelumnya sebesar 6,7%. Kondisi ini dikarenakan masih rendahnya pengeluaran yang bersifat non-discretionary seperti pembayaran Subsidi dan Bunga Utang. Minimnya pengeluaran juga terjadi pada Belanja Modal yang baru mencapai 2,3% dari target APBN. Di sisi lain, realisasi Belanja Pegawai dan Bantuan Sosial mampu mencatat perbaikan dari periode sama tahun lalu.

Di sisi pembiayaan, tingginya minat pelaku pasar berdampak pada penerbitan SBN yang lebih besar dari targetnya selama triwulan I 2010. Total penerbitan SBN dan SBSN (gross) selama triwulan I 2010 mencapai sekitar 66,5 triliun rupiah atau 38% dari target APBN. Namun demikian, pencapaian tersebut masih lebih rendah dari tahun 2009 akibat besarnya penerbitan global bond pada triwulan I 2009. Selain minat pelaku pasar yang besar, tingginya penerbitan SBN juga didukung oleh pasar SUN yang kondusif sebagaimana tercermin dari yield SUN pasar sekunder di hampir seluruh tenor yang mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2009. Kondisi tersebut berimbas pada yield di pasar primer yang juga menurun pada Maret 2010.

(22)

Penawaran Agregat

Kinerja sektor usaha pada triwulan I 2010 mengindikasikan perbaikan sejalan dengan perkembangan indikator sektoral yang menunjukkan peningkatan (Tabel 2.2). Sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa tumbuh diprakirakan tumbuh membaik pada triwulan I 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Membaiknya sektor perdagangan, hotel dan restoran terutama didorong oleh peningkatan subsektor perdagangan besar (impor) serta terkait juga dengan penerapan Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). Sementara peningkatan pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi masih didorong oleh subsektor telekomunikasi. Penyumbang utama dalam pertumbuhan PDB triwulan I 2010 diprakirakan berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu, pangsa terbesar terhadap perekonomian masih berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian.

Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan I 2010 berada dalam arah yang membaik dengan angka pertumbuhan yang diprakirakan relatif stabil. Membaiknya permintaan eksternal menjadi faktor positif bagi perkembangan sektor industri pengolahan terutama industri yang berorientasi ekspor seperti subsektor alat angkutan, mesin dan peralatannya, subsektor kimia dan barang dari karet, subsektor tekstil, barang kulit dan alas kaki, serta subsektor barang kayu dan hasil hutan. Indikator permintaan domestik sektor industri seperti penjualan mobil dan sepeda motor juga menunjukkan tren perbaikan seiring dengan masih cukup kuatnya daya beli masyarakat. Perkembangan kinerja sektor industri juga dikonfirmasi oleh indikator penuntun sektor industri pengolahan yang berada dalam fase ekspansi. Hal serupa juga ditunjukkan oleh perkembangan indeks dan utilisasi kapasitas produksi Survei Produksi BI serta impor bahan baku industri yang berada dalam tren yang meningkat pada pertengahan triwulan I 2010. Impor bahan baku tumbuh sebesar 68,9% (yoy) disertai peningkatan indeks produksi dan kapasitas utilisasi yaitu masing-masing sebesar

% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

I II III IV I II III IV I*

Indikator

Tabel 2.2

Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran

2007 2008 2008 2009 2009 2010

Pertanian 3,4 6,4 4,8 3,2 5,1 4,8 5,9 2,9 3,3 4,6 4,1 4,5

Pertambangan & Penggalian 2,0 -1,6 -0,4 2,3 2,4 0,7 2,6 3,4 6,2 5,2 4,4 5,0

Industri Pengolahan 4,7 4,3 4,2 4,3 1,8 3,7 1,5 1,5 1,3 4,2 2,1 4,2

Listrik, Gas & Air Bersih 10,3 12,3 11,8 10,4 9,3 10,9 11,2 15,3 14,5 14,0 13,8 14,0

Bangunan 8,6 8,2 8,3 7,8 5,9 7,5 6,2 6,1 7,7 8,0 7,1 8,1

Perdagangan, Hotel & Restoran 8,4 6,7 7,7 7,6 5,5 6,9 0,6 0,0 -0,2 4,2 1,1 5,1

Pengangkutan & Komunikasi 14,0 18,1 16,6 15,6 16,1 16,6 16,8 17,0 16,4 12,2 15,5 14,2

Keuangan, Persewaan & Jasa 8,0 8,3 8,7 8,6 7,4 8,2 6,3 5,3 4,9 3,8 5,0 4,2

Jasa-jasa 6,6 5,5 6,5 7,0 5,9 6,2 6,7 7,2 6,0 5,7 6,4 5,2

PDB 6,3 6,2 6,3 6,2 5,3 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,7

(23)

5,7% (yoy) dan 7,3% (yoy) pada Januari 2010. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor industri sampai dengan pertengahan triwulan I 2010 tumbuh stabil namun masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2009.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diprakirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2010. Faktor utama yang memengaruhi peningkatan kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah meningkatnya impor serta membaiknya kinerja sektor industri pengolahan. Impor pada Februari 2010 tumbuh sebesar 63,23% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, kinerja sektor industri pengolahan yang membaik mengindikasikan adanya peningkatan jumlah barang yang diperdagangkan di sektor perdagangan. Meskipun di sisi lain, sektor pertanian dan sektor pertambangan yang juga turut memengaruhi kinerja sektor perdagangan diprakirakan mengalami sedikit perlambatan. Indikasi meningkatnya kinerja sektor perdagangan juga tercermin dari naiknya indeks penjualan riil Survei Penjualan Eceran (SPE) BI dan tingkat hunian hotel di Bali. Indeks penjualan riil pada Februari 2010 tumbuh meningkat yaitu dari 36,5% (yoy) pada Januari 2010 menjadi 40,0% (yoy). Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan pada sektor perdagangan menunjukkan perkembangan yang relatif stabil.

Sektor pertanian mengindikasikan adanya perlambatan pada triwulan I 2010.

Melambatnya kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2010 terutama dikarenakan oleh adanya pergeseran musim panen raya padi. Masa panen raya tahun 2010 diperkirakan berlangsung pada periode Maret-April. Adanya pergeseran masa tanam yang terjadi pada akhir tahun 2009 berpengaruh pada konsentrasi produksi panen padi yang bergeser ke bulan April sehingga produksi pada akhir triwulan I 2010 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Produksi padi pada masa panen ini diperkirakan masih cukup baik seiring dengan tingkat kegagalan panen padi akibat banjir ataupun puso periode Januari-Februari 2010 yang lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan ARAM I BPS tahun 2010, produksi padi tahun 2010 diperkirakan hanya meningkat 0,88% dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 64,9 juta ton. Meskipun berada di bawah target awal Pemerintah, perkiraan produksi padi ini masih mampu untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan pada triwulan I 2010 diperkirakan masih dapat menopang kinerja sektor pertanian seiring dengan masih cukup tingginya ekspor beberapa komoditas perkebunan. Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit perbankan kepada sektor pertanian menunjukkan perkembangan yang relatif stabil.

Sektor pertambangan masih menunjukkan kinerja yang membaik pada triwulan I 2010. Perbaikan sektor tersebut tercermin dari perkembangan beberapa indikator dini yaitu ekspor batubara, nikel, tembaga, bijih, kerak dan abu logam serta produksi minyak yang berada dalam arah yang meningkat sampai dengan awal triwulan I 2010. Hal itu terutama dipengaruhi oleh permintaan negara mitra dagang yang membaik. Di sisi lain, permintaan eksternal komoditas batubara juga didukung oleh sistem penjualan ekspor jangka panjang. Dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan kepada sektor pertambangan menunjukkan peningkatan sampai dengan pertengahan triwulan I-2010.

(24)

dari perkembangan beberapa indikator dini sektor pengangkutan dan komunikasi yang menunjukkan perbaikan. Masih tingginya pertumbuhan subsektor komunikasi tercermin dari masih meningkatnya jumlah pelanggan seluler sampai dengan triwulan IV 2009. Beberapa operator seluler utama mencatat terjadinya peningkatan jumlah pelanggan. Selain dari seluler, meningkatnya sektor telekomunikasi juga didorong oleh meningkatnya penggunaan internet. Sementara itu, membaiknya kinerja subsektor pengangkutan terindikasi dari meningkatnya jumlah penumpang angkutan udara dan kereta api sampai dengan Februari 2010 yaitu masing-masing tunbuh sebesar 23,3% (yoy) dan 1,4% (yoy). Indikator lain yaitu angkutan kargo pada lima pelabuhan utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Balikpapan, dan Makassar) sampai dengan awal triwulan I 2010 tumbuh cukup tinggi sebesar 5,6% (yoy). Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sedikit menurun sampai dengan pertengahan triwulan I 2010.

Sektor bangunan pada triwulan I 2010 diprakirakan tumbuh membaik yaitu sebesar 8,1% (yoy). Membaiknya pertumbuhan sektor bangunan terindikasi dari beberapa indikator dini diantaranya yaitu konsumsi dan produksi semen yang mengalami peningkatan sampai dengan pertengahan triwulan I 2010. Konsumsi semen pada Februari 2010 tumbuh sedikit meningkat yaitu dari 13,2% (yoy) pada Januari 2010 menjadi 13,4% (yoy). Sementara produksi semen tumbuh membaik dari 13,3% (yoy) pada Januari 2010 menjadi 14,5% (yoy) pada Februari 2010. Di sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor bangunan hingga Februari 2010 diperkirakan sudah tidak akan mengalami perlambatan yang lebih dalam lagi.

Perekonomian Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan I 2010 diprakirakan semakin membaik yang didukung oleh masih kuatnya ekonomi di Jakarta, Sumatera, dan Kali-Sulampua. Sementara itu, berlakunya AC-FTA telah menjadi peluang bagi daerah yang berbasis sumber daya alam (SDA). Kinerja perekonomian Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan pada triwulan IV tahun 2009 yang tumbuh sebesar 5,4%. Sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 relatif kuat yakni mencapai 4,5% (yoy). Secara umum, kuatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 bersumber dari kinerja konsumsi di Jakarta dan Jabalnustra serta kinerja ekspor di Sumatera dan Kali-Sulampua ke negara China dan India. Sumber kuatnya kinerja konsumsi di daerah antara lain tingginya realisasi belanja konsumsi APBD rata-rata sebesar 92,6%, lebih tinggi dari tahun 2008 yang sebesar 83,1%, khususnya untuk belanja barang/ jasa dan bantuan sosial.

Menguatnya perekonomian daerah diprakirakan berlanjut pada triwulan I 2010 yang disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua serta masih tingginya pertumbuhan ekonomi Jakarta. Di sisi permintaan, terjadi penguatan ekspor khususnya perkebunan (CPO, kopi) dan pertambangan (batubara, nikel) di Sumatera dan Kali-Sulampua (Grafik

Grafik 2.10 Pertumbuhan Volume Ekspor ��� �����

���

��

��

��

��

���

���

���

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� �

���� ����

(25)

2.10), sedangkan kinerja konsumsi cenderung melambat. Sementara itu, kinerja investasi menunjukkan perbaikan khususnya di Jakarta seiring dengan meningkatnya belanja modal swasta. Di sisi sektoral, sektor industri meningkat di Jakarta dan Jabalnustra yang didukung oleh sektor pertambangan di Sumatera dan Kali-Sulampua dan sektor perdagangan di Jakarta dan Sumatera. Penerapan AC-FTA telah memberikan peluang bagi daerah yang memiliki basis ekspor CPO, kopi di Sumatera dan pertambangan di Kali-Sulampua. Namun, pada industri TPT dan makanan di Jabalnustra akan menghadapi tantangan meskipun industri lainnya (furniture, kerajinan) akan memiliki peluang.

Meskipun inflasi daerah pada triwulan I 2010 relatif rendah, namun terdapat beberapa daerah yang diperkirakan di atas inflasi nasional terkait permasalahan distribusi. Beberapa daerah yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional sebagian besar berada di wilayah Kali-Sulampua. Masih rendahnya inflasi daerah disebabkan oleh masuknya panen pada bulan Maret di beberapa daerah, sedangkan hambatan distribusi barang akibat faktor cuaca menjadi faktor yang menekan harga di daerah, kecuali di Jakarta. Di sisi permintaan, daya beli masyarakat di daerah yang masih cukup tinggi dapat direspons dengan peningkatan produksi. Namun, hambatan terjadi terkait dengan keterbatasan pasokan (gula, beras) dan bahkan terdapat potensi tekanan inflasi yang berasal dari turunnya aktivitas arus barang ke Jawa dan luar Jawa.

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)

Kondisi makroekonomi domestik yang kuat serta positifnya kondisi eksternal menopang solidnya kinerja eksternal Indonesia selama triwulan I 2010. Beredarnya sentimen positif seputar pemulihan ekonomi dunia tetap menjadi faktor utama penopang kinerja Neraca Pembayaran Indonesia, terutama di sisi perdagangan barang. Secara keseluruhan, NPI triwulan I 2010 diprakirakan akan mencatat surplus. Pencapaian surplus tersebut mendukung pencapaian cadangan devisa sebesar 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah. Kinerja ekspor diprakirakan membaik ditopang oleh membaiknya perkembangan harga komoditas serta kuatnya permintaan atas komoditas berbasis sumber daya alam oleh beberapa negara terutama negara berkembang. Meski demikian, meningkatnya daya serap perekonomian domestik mendorong kenaikan impor sehingga mampu mengimbangi kenaikan nilai ekspor. Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan diprakirakan akan mencatat surplus. Sementara itu, laju pemulihan kawasan Asia yang relatif lebih cepat memberi tambahan daya tarik investasi pada aset finansial. Meski sempat mengalami goncangan akibat sentimen negatif instabilitas fiskal di Yunani, kinerja surplus transaksi modal dan finansial mencatat surplus di sisi portofolio yang lebih tinggi akibat membaiknya minat investor asing. Namun, peningkatan surplus tersebut dibarengi dengan meningkatnya penempatan aset domestik di luar negeri serta defisit transaksi ULN swasta.

Grafik 2.11

Pertumbuhan Semen Wilayah

���� ���� ����� �������� ������� ���������� ������������ �� ����� �� �� �� � ���� ���� � � � � � � � � �� ���������������� ���� Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Jakarta

(26)

Transaksi Berjalan

Kinerja transaksi berjalan diprakirakan akan tetap mencatat surplus meski lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2009. Porsi utama surplus transaksi berjalan tetap berasal dari neraca perdagangan. Prakiraan surplus transaksi berjalan disumbang oleh penurunan defisit neraca jasa (karena menurunnya pembayaran jasa travel) dan pendapatan (terutama penurunan pembayaran bunga ULN korporasi).

Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global mendorong perbaikan kinerja ekspor sehingga mampu menopang kinerja transaksi berjalan. Penelusuran data selama periode Januari-Februari 2010 menunjukkan kinerja ekspor komoditas berbasis sumber daya alam cenderung lebih baik dari komoditas manufaktur. Kondisi tersebut diprakirakan akan berlanjut pada Maret 2010, sejalan dengan bergesernya basis pertumbuhan ekonomi dunia ke emerging market yang menjadi pasar utama ekspor bahan baku asal Indonesia. Sementara itu, perbaikan kinerja ekspor komoditas manufaktur diperkirakan masih terbatas sejalan dengan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju. Perkembangan harga komoditas juga turut menopang perbaikan kinerja ekspor. Hingga akhir triwulan, mayoritas komoditas ekspor utama nonmigas Indonesia mengalami kenaikan harga. Faktor fundamental berupa masih kuatnya sentimen pemulihan ekonomi global menjadi penggerak utama harga komoditas di pasar internasional. Sementara itu, komponen transaksi berjalan lainnya yaitu neraca jasa akan mengalami penurunan disebabkan realisasi penerimaan devisa turis yang meningkat, sementara membaiknya neraca pendapatan di antaranya disebabkan oleh menurunnya pembayaran bunga ULN.

Neraca Modal dan Finansial

Transaksi modal dan finansial pada triwulan I 2010 diprakirakan akan tetap mencatat surplus. Surplus transaksi modal dan finansial tersebut ditopang antara lain dari arus masuk modal investasi langsung (FDI) yang diprakirakan meningkat, terutama di sektor nonmigas. Peningkatan arus masuk FDI tersebut disebabkan oleh prakiraan membaiknya perekonomian domestik yang disertai dengan meningkatnya harga komoditas. Secara umum, membaiknya iklim investasi tersebut tercermin juga dari tren peningkatan investasi, baik dalam bentuk penarikan dana (cash call) maupun pinjaman. Di sisi portofolio, kondisi makroekonomi domestik yang kuat serta imbal hasil rupiah yang relatif tinggi mampu menopang peningkatan arus masuk modal jangka pendek. Dana asing yang ditempatkan pada instrumen SBI dan SUN mengalami peningkatan.

Cadangan Devisa

(27)

3. Perkembangan dan Kebijakan

Moneter Triwulan I-2010

Proses pemulihan ekonomi global yang masih terus berlangsung menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Kondusifnya perkembangan eksternal tersebut ditambah dengan solidnya kondisi perekonomian domestik memberikan dukungan bagi pergerakan nilai tukar dan inflasi selama triwulan I 2010. Nilai tukar rupiah bergerak menguat selama triwulan I

2010. Rata-rata nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 2,2% ke level Rp9.254 per dolar AS

yang diiringi dengan tingkat volatilitas yang tetap stabil dari 0,56% pada triwulan IV 2009 menjadi 0,57% pada triwulan I 2010. Di sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan I 2010

mulai menunjukkan sedikit peningkatan. Secara tahunan, inflasi IHK pada triwulan I

2010 mencapai 3,43% (yoy) atau lebih tinggi dari akhir tahun 2009 yang sebesar 2,78% (yoy). Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi dari faktor non-fundamental khususnya inflasi volatile food, sedangkan tekanan inflasi dari faktor fundamental yang tercermin pada inflasi inti justru mengalami penurunan.

Di sisi lain, transmisi kebijakan moneter melalui berbagai jalur berlangsung semakin baik.

Di jalur suku bunga, kebijakan moneter ditransmisikan dengan baik khususnya di

suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) dan simpanan. Selain itu, penurunan suku

bunga kredit juga masih terus berlangsung. Di jalur kredit, transmisi kebijakan moneter

mengalami perbaikan pada triwulan I 2010. Pertumbuhan kredit sampai dengan Februari

2010 meningkat menjadi 9,4% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian akhir tahun 2009 yang hanya sebesar 8,7% (yoy). Sementara itu, transmisi kebijakan moneter di pasar modal,

pasar SUN, dan pasar reksadana juga positif. Di pasar saham, IHSG meningkat cukup

signifikan dan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan bursa di beberapa negara di kawasan regional. Di pasar SUN, yield SUN menunjukkan penurunan di hampir seluruh tenor. Sementara itu, pasar reksadana juga menunjukkan perkembangan yang baik searah dengan dengan kinerja underlying assetnya.

NILAI TUKAR RUPIAH

Rupiah menunjukkan kinerja yang positif pada triwulan I 2010.

Terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi global serta semakin kuatnya kondisi fundamental ekonomi domestik memberikan dukungan yang positif bagi pergerakan nilai tukar. Secara rata-rata, rupiah menguat sebesar 2,2% menjadi Rp9.254 per dolar AS (Grafik 3.1). Selain menguat, volatilitas rupiah pun tetap terjaga (Grafik 3.2). Pada akhir triwulan I 2010, rupiah ditutup pada level Rp9.090 per dolar AS.

Berkembangnya sentimen negatif di pasar keuangan global terkait masalah defisit fiskal yang dialami beberapa negara di Eropa sempat memberikan tekanan pada mata uang regional Asia, termasuk rupiah.

Grafik 3.1

Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah ����

���� ���� ���� ����� ����� ����� ����� ����� ����� �����

������

����������� �������������������� �����������������

� ����������������������

����

����� ����� ����� �����

������ ������

������

�����

�����

�����

������������� ������������������������������������������������ ���� ���� �������� ����� ���

(28)

Masalah defisit fiskal yang dialami negara GIPSY (Greece, Ireland, Portugal, Spain dan Italy) menimbulkan kekhawatiran akan kelanjutan pemulihan ekonomi global. Namun, perkembangan ekonomi global yang terus membaik, terutama di kawasan Asia, pada gilirannya mampu membuat mata uang regional Asia kembali stabil bahkan cenderung menguat seiring dengan kepercayaan investor terhadap ekonomi regional Asia yang terus meningkat.

Selain dipengaruhi oleh kondisi eksternal, penguatan rupiah juga turut didukung oleh kondisi perekonomian domestik yang kian solid. Perekonomian Indonesia berhasil mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 5,4% (yoy) pada triwulan IV 2009. Sementara itu, laju inflasi hingga triwulan I 2010 tetap terkendali. Kedua hal tersebut, disertai dengan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang positif, mampu mendukung pergerakan nilai tukar rupiah yang apresiatif selama triwulan I 2010. Solidnya kinerja ekonomi domestik menyebabkan kepercayaan investor asing terus meningkat. Meningkatnya kepercayaan investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia ditandai oleh peningkatan rating obligasi Indonesia yang dilakukan oleh dua lembaga rating internasional, yaitu Fitch dan S&P. Kedua lembaga tersebut menaikkan rating Indonesia menjadi BB+ dengan outlook positif, sehingga dengan demikian, posisi Indonesia saat ini hanya tinggal 1 notch di bawah investment grade.

Kondisi fundamental perekonomian yang solid diikuti oleh persepsi risiko domestik yang terus membaik. Indikator Credit Default Swap (CDS) Indonesia masih berada pada level rendah (163 bps). Hal itu sejalan dengan indikator risiko lainnya yaitu yield spread antara obligasi pemerintah Indonesia dan US T-Note yang mengalami penurunan. Pergerakan indeks EMBIG yang mengukur faktor risiko negara-negara emerging markets tetap stabil, bahkan cenderung turun dari level 294 pada akhir tahun 2009 menjadi 261 pada akhir triwulan I 2010 (Grafik 3.3). Sementara itu, premi swap yang merupakan salah satu indikator ekspektasi arah pergerakan rupiah tetap bergerak stabil untuk semua tenor (Grafik 3.4).

Membaiknya faktor risiko domestik membuat daya tarik investasi dalam rupiah semakin besar. Indikator imbal hasil rupiah yang tercermin dari selisih su

Gambar

Grafik 3.8menyebabkan tekanan dari sisi kesenjangan output pada inflasi
Grafik 3.11Rata-rata harian PUAB O/N pada triwulan I 2010 menurun sebesar
Grafik 3.14
Grafik 3.17
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan persamaan model seperti diatas ini dan melakukan analisis menggunakan regresi data panel dengan dua uji kelayakan terhadap model tersebut, maka

Guna mewujudkan keseimbangan pembangunan fisik dan non fisik sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosial dalam kehidupan manusia masyarakat Boyolali juga memerlukan

Pada dasarnya, teknik watermarking adalah nambahkan kode identifikasi secara per- manen ke dalam data digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, gambar, suara, atau

Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : (1.) Ada pengaruh sari rimpang jahe (Zingiber officinale) terhadap jumlah koloni bakteri

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suku bangsa Kluet menganut bentuk sistem kekerabatan patrilineal dan matrilineal. Dilihat dari sistem marga dan

Awalnya masyarakat Pekalongan melakukan perundingan dengan Jepang untuk melakukan pengambilalihan kekuasaan dan persenjataan pada yang dilakukan tanggal 3 Oktober 1945,

Dari hasil studi empiris, dengan menggunakan dua model yang dilandasi hipotesa market power, yaitu Structure Conduct Performance dan Relative Market Power, dapat