DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………i
HALAMAN PENGESAHAN………..ii
ABSTAK………..iii
ABSTRACT……….iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS………..v
PERSEMBAHAN………...vi
KATA PENGANTAR………vii
DAFTAR ISI………...ix
DAFTAR GAMBAR………..x
DAFTAR BAGAN……….xi
DAFTAR TABEL………..xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..1
B. Rumusan Masalah………...4
C. Pertanyaan Penelitian………...6
D. Batasan Penelitian………6
E. Tujuan Penelitian……….……….6
F. Manfaat Penlitian……….7
G. Kajian Pustaka……….…….7
H. Metode Penelitian………..11
J. Bagan alur Penelitian……….……….………15
K. Sistematika Penulisan…...………,…..16
BAB II KAJIAN TEORI……….….18
A. Ritual Nyangku dalam Kontek Sosial Budaya………...19
1. Ritual Nyangku berdasarkan Kajian Histori………...19
2. Ritual Nyangku berdasarkan Kajian Simbolis………...24
3. Paktor Sosial Cultur……… …… ………...….28
B. Jenis dan Makna Benda pusaka yang dijadikan Media Upacara ritual Nyangku……….30
C. Fungsi, Unsur-unsur visual, dan Prinsif Desain Busana secara mum………...34
1. Fungsi Busana………...34
2. Unsur-unsur Visual dalam busana secara umum………..37
a. Garis (line)……….37
b. Bentuk (shape)……….…..37
c. Tekstur (texture)……….……38
d. Warna (colour)………..39
e. Nilai Warna (value)………...39
3. Prinsip Desain……….……….………..39
a. Paduan Harmoni (keselarasan)……….………41
b. paduan kontras……….…….41
c. Paduan irama (repetisi)……...……….….…………41 d. paduan (gradasi)………..…….……42
4. Azas Desain……….42
b. Keseimbangan (Balance)………42
5. Jenis dan makna busana, dalam tradisi ritual Nyangku Di Panjalu Ciamis……….………....43
a. Bendo………43
b. Iket………43
c. Baju………..44
d. Selop………45
6. Kelengkapan ritual Nyangku………46
a. payung susun………46
b. Fungsi Kele………..47
c. Baki saji………47
7. Kesenian………..………….48
a. Wayang Longser………..49
b. Debus………..49
c. Gemyung……….50
BAB III. METODE PENELITIAN………..52
A. Pengertian Metode……….………..52
B. Rencana Penelitian……….………..53
C. Prosedur Penelitian………..54
1. Tahap Pra Penelitian………..54
2. Tahap Perizinan………..55
3. Tahap Pelaksanaan……….55
5. Tahap Observasi……….57
6. Tahap Wawancara (Interview)……..………..57
7. Studi Literatur………57
8. Teknik Pengumpulan data………..58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….….59
A. Budaya Ritual Nyangku dan masyarakat Panjalu Ciamis…..… .59
1. Sejarah Panjalu Ciamis………..62
2. Demograpi dan stuktur sosialBudaya Masyaranat Pancalu Ciamis………63
3. Kehidupan Keagamaan dan Kepercayaan……….……..……..66
4. Zaman pengaruh Masuknya Islam………..67
5. Perkembangan Budaya Panjalu Ciamis………...70
6. Morpologi Budaya Masyarakat Panjlu Ciamis…………...……72
7. Silsilah Raja Panjalu………...…..……….73
8. Nama Bangunan………...……..…………87
a. Alun- alun……….………...…….87
b. Gerbang menuju Situ lengkog..………..…………..88
c. Pintu masuk Nusa Gede………...89
d. komplek pemakaman………..………..…………90
e. Makam……….…………..90
f. Prasasti Wangsit……….………91
g. Gerbang menuju Bumi Alit……….………..93
h. Bumi Alit/Pasucian………...94
1. Pedang Dulfiqor………..…….…….……96
2. Kujang Panjalu………...….……..96
3. Bangreng……….………..……97
4. Gong kecil……….97
5. Keris komando………..………98
6. Tombak………..……….…….…….98
C. Benda pusaka dilihat dari segi Estetika………99
D.Busana ritual nyangku………..102
1. Busana sesepuh yayasa Borosngora………...102
2. Busana tokoh masyatakat………...103
3. Busana penusung benda pusaka……….104
4. Busana Jagabaya……….105
5. Busana seni gemyung………..106
E. Busana ritual Nyangku ditinjau dari segi Estetika……….107
1. Busana sesepuh yayasan Borosngora……….107
a. Tutup kepala………..…...…………108
b. Busana….………..…..……….112
c. Slop………..……..………..114
2. Busana Pengusung Benda pusaka……….116
3. Busana Jagabaya………117
4. Busana Seni Gemyung………...………...118
5. Busana Tokoh Masyarakat……….120
6. Payung Susun………..…..……121
7. Kele………...…………122
8. Baki Saji………..……..123
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………125
A. Simpulan……….……….125
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Panjalu merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Panjalu yang
merupakan bagian wilayah Utara Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat, Panjalu
juaga merupakan ibukota kecamatan Panjalu.
Sebagai suatu lingkungan Pedesaan yang mempunyai latar belakang
sejarah dan budaya yang cukup menarik, Panjalu memiliki lingkungan geografis
pegunungan yang cukup baik, sejuk dan indah. Sehingga penduduk desa panjalu
merupakan masyarakat yang agraris atau bertani. Hal ini disebabkan karena
panjalu dikelilingi oleh pegunungan dan tanahnya yang subur. Akan tetapi kini
kemajuan dibidang transportasi dan komunikasi yang disertai dengan peningkatan
kemampuan penduduk dibidang pendidikan , orientasi mata pencaharian
penduduk Panjalu mulai bergeser kearah perdagangan, transportasi dan jasa.
Suatu masyarakat desa yang tradisional kurang mengambil resiko dalam
arti inovasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik diluar pertanian .Akan tetapi
pada masyarakat Panjalu justru sebaliknya. Kebiasaan untuk mengambil jalan
baru dalam hal mata pencaharian diluar pertanian begitu menonjol .Hal ini
nampak dari kenajuan-kemajuan yang telah dicapai selama ini oleh masyarakat
2
Masyarakat disana memiliki tradisi ritual yang dinamakan “ Nyangku”
yang dilaksanakan secara turun-temurun. Upacara ritual ini merupakan
peninggalan leluhur sebelumnya yang diawali pada akhir abad ke 6 hingga saat ini
masih dilestarikan keberadaannya. Adapun pelaksanaan ritual nyangku ini
dilaksanakan satu tahun sekali yaitu setiap minggu terahir bulan Rabiul awal
(maulid) , hari pelaksanaan Senin atau kamis.
Ritual Nyangku pada zaman dahulu merupakan suatu misi yang agung,
yaitu salah satu media untuk menyebarkan agama Islam pada waktu kerajaan
Panjalu. Jadi misi utama dari ritual ini adalah untuk mengumpulkan masyarakat
Panjalu agar mudah dalam menyampaikan da’wah.
Adapun tujuan nyakngku saat ini bertujuan melestarikan budaya leluhur
sekaligus memberikan rasa hormat kepada leluhur-leluhur terdahulu yang telah
menjadikan masyarakat Panjalu yang subur makmur Pada saat itu.
Nyangku” berasal dari kata Yanko (Bahasa Arab) yang artinya
membersihkan karena adanya pelesetan dalam pengucapan sehingga menjadi
Nyangku. Upacara Nyangku adalah upacara adat tradisional warisan turun-
temurun yang diamanatkan oleh Prabu Syang Hyang Borosngora, Raja Panjalu
Islam pertama.
Nyangku adalah ritual untuk memandikan benda-benda pusaka
peninggalan leluhur dan lambang hubungan emosional antara sesame turunan
Panjalu, hubungan antar manusia serta kesadaran sesama keturunan Nabi Adam
3
dilakukan manusia baik untuk dirinya maupun lingkungannya sebagai mahluk
Alloh yang Maha Suci. Seorang muslim paling tidak harus bersuci lima kali
sebelum melaksanakan sholat wajib. Dengan mengikuti nyangku maka kita diajak
untuk memahami mengapa Agama islam telah menempatkan kebersihan itu
sebagai bagian dari Iman.
Adapun benda- benda Pusaka yang menjadi benda kramat di Panjalu
antara lain : Pedang Dulpikor, Keris komando, Kujang , Cis, Pancaworo dan
Bangreng ditambah dengan ratusan benda-benda keramat milik masyarakat
disekitar Panjalu, semuanya itu tersimpan dengan rapih di sebuah museum yang
dinamakan Bumi Alit, terletak di pusat kota Panjalu yang berjarak kurang lebih
500m dari situ Lengkong (Nusa gede)
Dari sekian banyak benda pusaka, ada yang lebih dikeramatkan yaitu sebuah pedang yang diberi nama Pedang dulfikor, konon katanya pedang ini
merupakan hadiah dari Saidina Ali, R.A dari Arab, didapatkan pada saat
Sanghyang Borosngora sedang mencari ilmu sajati di Tanah suci. Masalah bermacam-macam yang sekalipun demikian akan kembali pada sisitem keyakinan
dari masyarakat yang bersangkutan. Dalam kajian ini tekanan utama masalah akan
diangkat mengenai pemaknaan Pedang Dulfikor dan Keris sebagai benda ajimat
bagi para pendukungnya. Makna tersebut berkaitan dengan bentuk atau wujud
benda yang selain mengandung makna spiritual, tetapi juga mengandung makna
estetis.
Gaya berbusana yang dikenakan oleh Sesepuh yayasan Borosngora pada
4
hari. Hal ini dipengaruhi dan dipedomani oleh tradisi budayanya. Dimana Panjalu
memiliki kehidupan tradisi kerajaan yang sampai saat ini masih dipertahankan.
Mari S. Condronegoro (1995: 1) mengatakan, bahwa busana atau pakaian
dengan berbagai simboliknya mencerminkan norma-norma kehidupan serta
nilai-nilai budaya suatu suku bangsa di Indonesia. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa
perangkat lambang dalam pakaian pada hakekatnya berlaku sebagai pengatur
tingkah laku, di samping berlaku sebagai sumber inpormasi. Sebab, dengan
pelantaraan lambang-lambang itu manusia dapat menyebar luaskan kebudayaan.
Secara tegas ia menyimpulkan bahwa perangkat lambang dalam busana tidak
sekedar mengandung makna, namun juga menjadi perangsang untuk bersikap
sesuai dengan makna lambang tersebut. Demikian pula Edi Sedyawati (1995: vi)
menegaskan bahwa dalam hal busana terdapat aturan yang menentukan bahwa
corak- corak kain dan model- model cara mengenakan busana tertentu hanya bagi
raja atau para penyandang status tertinggi tertentu di dalam kerajaan.
B. Rumusan Masalah
Panjalu Ciamis merupakan wilayah budaya yang masih mempertahankan
kehidupan budaya tradisinya. Kejayaan pemerintahan kerajaan Islam, pada masa
kerajaan Panjalu dipimpin oleh Prabu Sanghyang Borosngora atau K.H. Abdul
Iman, samapai saat ini masih berpengaruh secara spiritual. Jejak Sang Hyang
Borosngora masih memiliki kharisma dalam kehidupan masyarakat Panjalu.
Secara Khusus, benda pusaka dan busana kebesaran yang dikenakan raja
5
perwujudan rasahormat terhadap leluhurnya bagi masyarakat Panjalu, tiadalain
dengan cara melestraikan budaya ritual yang disebut “Nyangku” yaitu upacara
untuk membersihkan benda pusaka peninggalan leluhurnya.
Sehubungan dengan latar belakang dan analisis masalah ritual “Nyangku”
Masyarakat Panjalu Ciamis yang silang pendapat, maka penulis melakukan kajian
visual yang dipokuskan pada upacara ritual Nyangku di Panjalu Ciamis, baik
berupa benda Pusaka, busana/pakaian dan aksesoris lainnya, dalam kaitannya
dengan makna ritual secara keseluruhan.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarka rumusan masalah di atas, dapat dikemukakan pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana ritual “Nyangku” bagi masyarakat Panjalu Ciamis ?
2. Benda apa saja yang digunaka, sebagai media ritual nyaku pada kelompok
masyarakat Panjalu Ciamis?
3. Bagaimana struktur bentuk, warna, dan motif hias busana dan perlengkapan
yang dikenakan pada upacara ritual nyangku di Panjalu Ciamis
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini:
1. Memaparkan proses pelaksanaan upacara ritual nyangku masyarakat
6
2. Memaparkan bentuk dan fungsi benda pusaka peninggalan leluhur Panjalu
Yang ada di yayasan Borosngora Panjalu Ciamis.
3. Memaparkan stuktur, warna, bentuk dan motif hias busana dan aksesoris
lainnya yang dikenakan pada upacara ritual Nyangku di Panjalu Ciamis.
E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai dokumentasi sejarah dan nilai-nilai budaya sunda Jawa Barat,
dan kebudayaan nasional pada umumnya, mengenai budaya ritual nyangku
yang ada ditatar Sunda tepatnya di Panjalu Kab. Ciamis Jawa Barat.
1. Sebagai pijakan bagi peneliti lanjutan tentang kajian visual ritual
“Nyangku” yang merupakan warisan leluhur Panjalu yang dilaksanakan secara
turun-temurun, yang ada kaitannya dengan pernyebaran Agama Islam pada
jaman kerajaan Panjalu dipimpin oleh Sanghyang Borosngora (K.H Abdul
Iman) sebagai raja pertama yang menganut ajaran Islam.
2. Bagi Peneliti menambah wawasan tentang sejarah budaya ritual Nyangku yang
dilakukan masyarakat Panjalu Ciamis.
F. Penjelasan Istilah
1. Visual adalah sesuatu yang dapat dinikmati melalui indra penglihatan
2. Kata “Nyangku” berasal dari bahasa arab yaitu “Yanko” yang memiliki
arti membersihkan. Nyangku di Panjalu Ciamis merupakan upacara untuk
7
puncak peringatan maulid Nabi Muhamad, SAW. (sejarah Panjalu, R.
Haris Cakradinata, SE. Panjalu Ciamis 2007)
3. Benda Pusaka dalam budaya religi (benda-benda alam maupun buatan)
ruang dan waktu bahkan pelaku tidak memiliki nilai yang sama. Ada ruang
yang propan, semi sakral, dan sakral begitu pula waktu. (Estetika Paradok,
Yakob Sumardjo, Sunan Ambu Pres. STSI Bandung, 2006; 95). Benda
pusaka yang ada di pasucian Bumi Alit diantaranya; pedang dulpikor,
kujang, bangreng, gong kecil, keris komando dan keris pegangan Bupati
Panjalu.
4. Secara umum busana dipakai sebagai “alat” untuk melindungi tubuh atau
sebagai alat untuk memperoleh penampilan. Busana yang digunakan oleh
sesepuh panjalu, memiliki fungsi sacral yang dianggap mengandung
kekuatan nagis bagi masyarakat Panjalu. Sebagai artefak budaya,
merupakan karya estetis, yang memiliki makna simbolis. Hal ini dapat
dikaji melalui berbagai jenis dan perlengkapan busana ritual nyangku.
G.Kajian Pustaka
Upacara adat sakral Nyangku merupakan upacara adat warisan leluhur dari
raja-raja Panjalu yang masih menjadi tradisi turun temurun masyarakat Panjalu
Ciamis. Dalam upacara adat sacral nyangku Bumi Alit dan Situ kengkong
mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan sejarah
8
berhubungan dalam proses pelestarian budaya Panjalu. Pada zaman dulu nyangku
merupakan suatu ritual yang dianggap agung, yaitu sebagai sarana penyebaran
agama Islam pada rakyatnya. Upacara adat ini dilaksanakan sekali dalam setahun
yaitu pada minggu terakhir bulan Rabiul Awal tahun Hijriah yang dilaksanakan
antara hari Senin atau Kamis, bersamaan dengan acara memperingati hari
kelahiran jungjunan Agung Nabi besar Muhamad, SAW. R. Haris Cakradinata.
SE (Sejarah Panjalu, 2007: 7. Yayasan Borosngora Panjalu Ciamis)
R. Padma Wijaya (dalam buku Babad Panjalu 1990) situ lengkong
bukanlah situ alam yang terjadi dengan sendirinya, akan tetapi hasil buatan para
leluhur Panjalu di masa yang lalu sekitar abad ke enam Masehi (?) Panjalu sudah
dikenal sebagai kerajaan Hindu Yang bernama Kerajaan Panjalu. Raja yang
memimpin saat itu Ratu Permana Dewi yang dinikahi Rangga Gumilang, dari
hasil perkawinannya berpura Prabu Syang Hyang Cakra Dewa yang meneruskan
tahta kerajaan di Panjalu. Sang Hyang Cakra Dewa adalah raja yang arif dan
bijaksana sehingga sangat dicintai oleh seluruh rakyatnya.
R.H. Atong Cakra Dinata ( ketua umum yayasan Borosngora) dan Yoyo
mulyana ( Kandep Dikbud Kecamatan Panjalu ), “Nyangku” di Panjalu Upacara
semarak, Senin, 15/10/1990 “PR” ) menjelaskan, pada prinsipnya “Nyangku”
hanyalah upacara adat yang sudah mentradisi. Upacara itu merupakan simbol
penghormatan masyarakat Panjalu kepada leluhur mereka yang telah berjuang
dimasa lampau. Ada pula sisilain yang ingin diraih diharapkan “Nyangku” dapat
membangkitkan suasana baru bagi masyarakat Pajalu masa kini. Suherman , DS (
9
Retno, HY (“PR”, Senin, 18/8/ 2008 ) “Nyangku” tidak hanya sekedar
melestarikan tradisi yang diwariskan leluhur, tetapi yang tersirat didalamnya
adalah sebuah forum besar bagi warga Panjalu untuk menyambung tali
silaturahmi. Warga Panjalu yang ada di rantau akan ramai-ramai pulang kampung.
Baik yang di Jakarta, Bogor, Bandung, bahkan di luar Jawa pun, berkumpul
dengan sanak keluarga dan warga Panjalu lainnya yang ada di kampung,
menyambung tali silaturahmi. Wartawan “PR ”
Jauhari, lulusan ISI Surakarta, (Gong Majalah Seni Budaya, Keris Kuasa
dan Mitos, 2009; 9) Keris lebih bersifat sebagai senjata dalam pengertian simbol
spiritual, yakni sipat kandel alias sebagai pembangkit percaya diri. Dan dalam
kontek yang lebih luas, keris merupakan salah satu atribut busana dan Uborampe
yang senantiasa menyertai dalam berbagai upacara adat Jawa.
Situ lengkong merupakan danau buatan yang legendaris karena
keberadaannya tidak lepas dari sejarah kerajaan panjalu. Konon sekitar abad VII
di Jawa Barat berdiri kerajaan Hindu bernama Panjalu yang di pimpin oleh
seorang Wanita yang bernama Sang Hyang Raru Permana Dewi, bergelar “ Soko
Galuh Panjalu” Nama Panjalu sendiri berasal dari kata Jalu (bahasa Sunda yang
berarti laki-laki); kata Pan didepannya yang berarti bukan. Dengan demikian
Panjalu berarti bukan laki-laki. ( Katalog Situs-situs di Jawa Barat, No.
3207/3/LNG, 2008; 26)
H. Djadja Sukarja, (Sejarah Kisah Panjalu dalam enam
Persi, Ciamis , Amipro; 2001:11). Pelaksanaan Upacara Adat Sakral “Nyangku”
10
tokoh masyarakat, dan para kuncen (juru kunci). Jalannya upacara adat sakral
Nyangku di koordinir oleh yayasan Borosngora dan pemerintah desa. Tujuan dari
upacara adat sakral Nyangku adalah untuk merawat benda-benda pusaka supaya
awet dengan tata cara tersendiri atau adat. Namun hakikat dari upacara adat Sakral
Nyangku membersihkan diri dari segala sesuatu yang dilarang oleh agama. Selain
merawat benda-benda pusaka upacara adat Nyangku juga bertujuan memperingati
kelahiran Nabi Muhamad SAW dan mempererat tali persaudaraan antara
keturunan Panjalu.
Yakob Sumardjo, Sunan Ambu Pres ( Estetika Paradoks, STSI. Bandung.
2006:98 ) mengatakan ,upacara adalah pengalaman Paradoks bersatunya yang
duniawi dengan yang rohani-surgawi. Upacara adalah peristiwa liniralitas, yaitu
peristiwa ambang peralihan, manusia dilihat secara rohaninya bukan dunuawinya,
baik berpangkat maupun rakyat biasa, baik laki-laki maupun perempuan, baik
anak-anak maupun orang dewasa.
Di halaman lain, Yakob Sumardjo, Sunan Ambu Pres ( Estetika Paradoks,
STSI, Bandung. 2006 : 99) menyatakan, upacara adalah peristiwa bersama. Ada
pemimpin upacara ada peserta upacara, upacara ada awal dan ada akhirnya.
Upacara ada diwaktu lampau menyatu dengan masa kini. Dalam seni upacara,
peserta dan penonton tidak boleh meninggalkan seni pertunjukan sebelum upacara
selesai.
Geertz (1966 pada I.Made Suastika, frof. Dr , S.U, dkk, Isu-isu
Kontemporer Cultural Studies: 2008: 251) Kebudayaan sebagai” susunan arti”
11
tentang kehidupan dan mengekpresikan sikapmereka terhadapnya. Pengertian
kebudayaan sebagai sistem nilai ritual, selalu berkaitan dengan agama sebagai
sistem nilai budaya. Dalam sebuah sistem nilai budaya terdapat berbagai macam
sikap dan macam bentuk pengetahuan.
Mari S. Djoemena (Busana Adat Keraton Yogyakarta, Yogyakatra:
Yayasan Pustaka Nusantara: 1995: 1) mengatakan, bahwa busana atau pakaian
dengan berbagai simboliknya mencerminkan norma-norma kehidupan serta
nilai-nilai budaya suatu suku bangsa di Indonesia. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa
perangkat lambang dalam pakaian pada hakekatnya berlaku sebagai pengatur
tingkah laku, disamping berlaku sebagai informasi. Sebab, dengan perantaraan
lambang-lambang itu manusia dapat menyebarluaskan kebudayaan. Secara tegas
ia menyimpulkan bahwa perangkat lambang pada busana tidak sekedar
mengandung makna, namunjuga menjadi perangsang untuk bersikap sesuai
dengan makna lambang-lambang tersebut.
H.Metode Penelitian
Berdasarkan masalah yang diteliti dan jenis data yang diinginkan, maka
peneliti. Dalam mengkaji dan menganalisis data penelitian ini, menggunakan
pendekatan disiplin estetika budaya Panjalu. Pendekatan ini sebagai landasan
teoritik dalam menganalisis data visual, fungsi, makna dan sombolik. Data visual
ritual Nyangku dikaji dari sudut wujud visual dilihat dari unsur budaya yang
turun temurun dan stuktur estetika berkorelasi dengan estetika dan budaya Panjalu
12
kelengkapannya. Untuk mengembangkan analisis ritualnyangku, kajian
dipertajam dengan menggali, sejarah, silsilah dan nilai estetika secara rinci, oleh
karena itu kajian ini akan berhubungan dengan pemaknaan atas simbol visual
sebagai artefak budaya Panjalu Ciamis.
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik pengamatan atau
wawancara, obsevasi, dokumentasi dan studi literature. Untuk memperoleh data
yang akurat, peneliti berpartisipasi langsung dengan kegiatan tersebut(pengamatan
terlibat), dan peneliti sebagai instrument.
Teknik pengumpuan data yang akan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Observsi, Observasi atau Pengamatan Langsung ke objek penelitian tempat
dilaksanakannya ritual nyangku masyarakat Panjalu Ciamis.Teknik ini
berguna untuk memperoleh data yang benar dan akurat, yang lengkap
dan tidak bias. Dalam observasi ke lokasi peneliti menuju kesebuah
bangunan yang di sebut Bumi Alit yang merupakan museum yang ada di
Panjalu, peninggalan leluhur leluhurnya. Observasi difokuskan pada
unsure-unsur visual, dan unsure-unsure-unsure-unsur estetika pada benda-benda keramat, pakaiyan
adat, dan aksesoris kelengkapan upacara lainnya.
2. Wawancara atau interview, untuk mengumpulkan data langsung dari nara
sunber guna memperoleh keterangan yang lebih jelas untuk tujuan
penelitianini. Adapun penelitian ini diperoleh dari Bapak Saleh Wirapraja
juru kunci museum yayasan Borosngora, R.H Otang Cakradinata sesepuh
13
yang di uraikan Ari Kunto (1988; 145)disebut juga kuesioner lisan, yaitu
“Sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk memproleh informasi
dari terwawancara”
3. Studi Literatur, Pengumpulan data melalui kajian literature dan atau
pengutipan pernyataanyang terdapat dalam buku-buku referensi yang
berhubungan dengan masalah penelitian ini, baik historis maupun budaya
Panjalu Ciamis, Adapun buku yang dijadikan literatur diantaranya Babad
Panjalu (R, Deku Argadipraja) buku ini nenerangkan sejarah terjadinya
kerajaan Panjalu. Buku Sejarah Panjalu (R. Haris Cakradinata, SE), yang
menerangkan tentang sejarah Kerajaan soko Panjalu, dan diperkuat dengan
Buku sejarah kisah Panjalu dalam enampersi(H. Djaja Sukarja), yang
menerangkan tentang terjadinya ritualnyangku. Buku Katalog Situs-situs di
Jawa Barat (Dinas kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat)menerangkan situs
Nusa Gede di Panjalu, maupun sumber lain Jenis yang dikumpulkan dapat
berupa wacana, makalah, sejarah, Koran, internet, yang ada kaitannya dengan
seni ritual terutama ritual “ Nyangku” di Panjalu Ciamis. Buku Estetika
dalam bahasa Indonesia (KBBI,2006) yang menjelaskan tentang esttika suatu
karya seni.
4. Teknik mengumpulkan data, dengan teknik merekam, teknik photo, teknik
catat, artinya mencatat dan merekam langsung dari penuturan nara sumber.
Data tersebut kemudian diklasifikasikan, diolah, serta disusun menjadi
14 I. Kerangka Berpikir
Bagan:1 Kerangka Berpikir
Penjelasan Kerangka Berpikir
Dari bagan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut. Penelitian yang
dilakukan didasari oleh konsepkebudayaan masyarakat yaitu segala sesuatu yang
dipelajari dan dialami bersama secara social oleh para anggota suatu masyarakat
(Horton, 1984: 58), dalam hal kebudayaan keratin dan masyarakat Panjalu. Salah
satu pilar kebudayaan pranata social yang merupakan pokok penajaman dari
penelitian mengenai kajian visual ritual nyangku di Panjalu. RITUAL NYANGKU REKOMENDASI FUNGSI BENDA PUSAKA BUSANA
DAN AKSESORIS MAKNA BUDAYA
15
Penelitian kajian visual rituak nyangku masyarat Panjalu Ciamis
dilakukan pada 3(tiga) fokus penelitian, yaitu pelaksanaan Ritual nyangku, benda
pusaka/ aksesoris, dan Nusa Gede. Dari ketiga fokus penelitian ini kajian visual
ritual nyangku akan dikaji dari segi stuktur, budaya Historisnya, religinya, estetika
benda fusaka, dan aksesoris kelengkapan ritual nyangku tersebut, dipertajam
dengan mengkaji kandungan simbol dan makna yang terdapat pada
masing-masing benda atau peristiwa sehingga menghasilkan penelitian yang akurat.
1.9 Bagan alur penelitian
Bagan : 2 Alur Penelitian
Sejarah Kerajaan Panjalu Ciamis
Bentuk religius
Ritual Nyangku Kebudayaan masyarakat
di Panjau Ciamis
Bentuk Simbolis
Hasik temuan dalam kontek pengembangan ritual nyangku
16 J. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan. Pada Bab ini penulis menguraikan pokok-pokok pikiran
tentang: Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Batasan
penelitian, Manfaat penelitian, Metode penelitian, Kerangka berpikir, Alur
pemelitian Dan Sistematika Penulusan.
BAB II Tinjauan Pustaka, Bab ini, berisikan mengenai konsep-konsep dan teori
yang mendukung penelitian. Penentuan konsep yang digunakan didasari pada latar
belakang masalah dan kebutuhan penelitian yang dilakukan.
BAB III Berisi tentang metode Penelitian. Yang digunakan untuk nengumpulkan
Data-data untuk penulisan tesis ini diambil dari tulisan, wawancara dengan
responden yang kompeten, observasi, setra hasil fotografi. Pada bab ini diuraikan
mengenai data-data penelitian yang didasari oleh filosofi penelitian (bab I) serta
didasari konsep pada bab II.
BAB IV Adalah bab yang berisi penyajian data yang merupakan penjabaran dari
hasil penelitian berdasarkan masukan data yang diperoleh dan diolah untuk
menghasilkan informasi yang menjadi tujuan pelaksaan penelitian kajian historis,
simbolis maupun estetis pada ritual nyangku masyarakat Panjalu Ciamis. Bab ini
merupakan inti dari kajian penelitian yang didasari oleh filosofi penelitian. (bab I)
serta didasari konsep yang dikembangkan pada bab II dan Bab III metode
17
BAB V Ber isi kesimpulan dari berbagai hal yang telah dibahas pada bab-bab
sebelumnya. Juga berisi saran dan tanggapan penulisan terhadap masalah-masalah
yang timbul dalam pelaksanaan penelitian.
Rangkuman
Bab ini menguraikan pokok-pokok pikiran tentang: Latar belakang
masalah yang berisi urgensi penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan penelitian, manfaat penelitian bagi dunia keilmuan seni rupa dan budaya,
metode penelitian yang digunakan dalam pengkajian ritual nyangku masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pengertian metode
Dalam kamus Filsafat Lorens Bagus menjelaskan tentang istilah metode
adalah sebagai berikut; istilah metode: Inggris method, Latin: methodus, Yunani:
methodos. Meta (sesudah, diatas) dan hodos (suatu jalan atau cara). Secara
harpiah menggambarkan jalan atau cara totalitas ini dicapai dan dibangun .
sedangkan Affandi dam buku metodik khusus Pendidikan Seni Rupa mengatakan
bahwa metode berasal dari bahasa Yunani methodos yaitu jalan atau cara untuk
memperoleh sesuatu dengan cara yang setepat-tepatnya agar mendapatkan hasil
sebaik-baiknya.
Berdasarkan masalah yang diteliti dan jenis data yang diinginkan, maka
peneliti. Dalam mengkaji dan menganalisis data penelitian ini, menggunakan
pendekatan disiplin estetika budaya Panjalu. Pendekatan ini sebagai landasan
teoritik dalam menganalisis data visual, fungsi, makna dan sombolik. Data visual
ritual Nyangku dikaji dari sudut wujud visual dilihat dari unsur budaya yang
turun temurun dan stuktur estetika berkorelasi dengan estetika dan budaya Panjalu
Ciamis. Aspek yang diakaji yaitu unsur visual ritual nyangku dengan
kelengkapannya. Untuk mengembangkan analisis ritualnyangku, kajian
dipertajam dengan menggali, sejarah, silsilah dan nilai estetika secara rinci, oleh
karena itu kajian ini akan berhubungan dengan pemaknaan atas simbol visual
Penelitian ini merupakan studi deskriftif tentang kajian visual ritual
nyangku masyarakat Panjalu Ciamis, sebagai suatu upaya dalam pencarian
kebenaran yang ada. “ Penelitian yang bersipat deskriftif adalah penelitian yang
memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan,
peristiwa atau kelompok tertentu” (Koencoroningrat, 1997)
Metode penelitian dengan analisis deskriftif dalam penelitian ini adalah
bertujuan untuk memperoleh data, menganalisa serta memahami keberadaan
upacara adat ritual nyangku, ditinjau dari kajian visual secara keseluruhan.
Mengenai hal tersebut Koencoroningrat (1980) juga mengemukakan
bahwa “Pendekatan penelitian dengan menggunakan analisis deskriftif adalah
untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang berbagai pakta
yang berhubungan dengan masalah yang ditetapkan”
Pengumpulan data diperoleh dari lapangan dalam kurun waktu tertentu
selama penelitian berlangsung, sebagai upaya untuk memperoleh data-data yang
sebenarnya. Data-data telah diperoleh berupa kata-kata dan gambar-gambar yang
langsung diperoleh melalui peristiwa rutual nyangku pada tanggal, 11 Maret 2010
kwmudian dianalisis dan diidentifikasi sesuai dengan tujuan penelitian yang
mengarah pada aspek historis, simbolis dan artistik. Adapun rumusan kegiatan
penelitian adalah sebagai berikut:
B. Rencana Penelitian
Menyusun rencana penelitian sangat diperlukan, untuk memperoleh
penelitian tentang kajian pisual ritualnyangku masyarakat Panjalu Ciamis meliputi
pendekatan-pendekatan yang bersipat kuwalitatif.
Pembuatan rancangan penelitian dilakukan setelah judul penelitian
mendapat peretujuan dan disahkan oleh prodi, dalam hal ini jurusan seni rupa
Unipersitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Pembuatan rancangan penelitian bertolak pada kegiatan orientasi
yangmerupakan suatu tahap awal pra observasi. Orientasi dilakukan untuk
memperoleh keterangan atau gambaran umum mengenai objek yang diteliti.
Sehingga diperoleh data-data yang dapat dijadikan focus penelitian yang
mengandung berbagai permasalahan yang perlu diteliti kebih lanjut atau dengan
istilah lain dilakukan “member check”, yakni data-data yang telah diperoleh
diteliti ulang dengan mengacu kembali kepada sumberdata yang relepan. Kegiatan
ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat sehingga kebenaran mengenai
data-data dapat dipertanggung jawabkan.
C. Prosedur Penelitian
1. Tahapan pra Penelitian
Pengajuan penlitian atau proposal dibuat sebanyak empat rangkap.
Selanjutnya dilakukan penentuan fokus penelitian melalui sebuah seminar yang
dilakukan dengan Dosen jurusan pendidikan Seni Rupa UPI. Setelah ada
persetujuan diperoleh kepastian dan dilakukan penyempurnaan judul bersama
dosen pembimbing dan disahkan dengan persetujuan ketua Prodi Seni dan dewan
2. Tahap perizinam
Proses perizinan dimulai sejak pengesahan judul oleh ketua Prodi Seni.
Sebagai pengantar kepada Direktur SPS. Kemudian Direktur membuat surat
keputusan mengenai pengangkatan Dosen pembimbing dan memberi surat
pengantar untuk disahkan oleh Rektor melalui BAAK Universitas Pendidikan
Indonesia. Perizinan dilanjutkan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan
Perlindungan Masyarakat Daerah Tk I Jawa Barat, diteruskan kepada Badan
Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Daerah Tk II Ciamis, dilanjutkan
ke Kantor Kecamatan Panjalu.
3. Tahap Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan mulai bulan oktober 2009 sampai dengan bulan
April 2010. Penelitian dilakukan secara berkala dengan melakukan penjajagan
terlebih dahulu, sebagai pencarian data-data awal sebagai pedoman dalam
menentukan rancangan penelitian. Data-data yang diperoleh dari lapangan diolah,
dikaji dan disusun secara sistematis sehingga menjadi sebuah karya tulis yang
Jadwal Kegiatan Penelitian
NO Kegiatan
Pelaksanaad
okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Juli Ag
1 Persiapan awal,
penesahan dan perizinan
X
2 Kajian teori dan analisis data
X X X X
3 Obsevasi X X X X X
4 Wawancara X X X X X
5 Bimbingan Bab I & Revisi
X X
6 Bimbingan Bab II & REVISI
X
7 Bimbingan Bab
III & revisi
X X
8 Bimbingan Bab
IV & Revisi
X X
9 Bimbingan Bab
V & Revisi
X
10 Bimbingan keseluruhan
X X
11 Pengesahan hasil penelitian
X
12 Ujian Sidang th.1
Tabel: 3 Kegiatan Penelitian
4. Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik pengamatan atau
wawancara, obsevasi, dokumentasi dan studi literature. Untuk memperoleh data
yang akurat, peneliti berpartisipasi langsung dengan kegiatan tersebut
(pengamatan terlibat), dan peneliti sebagai instrument.
Teknik pengumpuan data yang akan yang akan digunakan dalam penelitian ini
1. Observsi
Observasi atau Pengamatan Langsung ke objek penelitian tempat
dilaksanakannya ritual nyangku masyarakat Panjalu Ciamis.Teknik ini berguna
untuk memperoleh data yang benar dan akurat, yang lengkap dan tidak
bias. Dalam observasi ke lokasi peneliti menuju kesebuah bangunan yang di
sebut Bumi Alit yang merupakan museum yang ada di Panjalu, peninggalan
leluhur leluhurnya. Observasi dipokuskan pada unsur visual, dan
unsure-unsur estetika pada benda-benda keramat, pakaiyan adat, dan aksesoris
kelengkapan upacara lainnya.
2. Wawancara ( interview)
Wawancara untuk mengumpulkan data langsung dari nara sunber guna
memperoleh keterangan yang lebih jelas untuk tujuan penelitianini. Adapun
penelitian ini diperoleh dari Bapak Saleh Wirapraja juru kunci museum yayasan
Borosngora, R.H Otang cakradinata sesepuh panjalu yang juga ketua umum
yayasan Borosngora. Bapak Ikin Sekretaris yayasab Borosngora dan Dadang
Irawan Depdikbud Kec. Panjalu. Wawancara seperti yang di uraikan Ari Kunto
(1988; 145)disebut juga kuesioner lisan, yaitu “Sebuah dialog Yang dilakukan
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”
Ada empat tipe wawancara, yaitu: (1).wawancara terstruktur (structured),
(2) wawancara semi-terstruktur (semistructured), (3) wawancara informal
Keempat tipe wawancara tersebut secara ringkas dapat dikemukakan
sebagai berikut : Wawancara terstruktur dan semi terstruktur adalah berupa
pertanyaan-pertanyaan lisan, agak formal yang berisi serangkaian pertanyaan
untuk mendapatkan jawaban tertentu dari responden yang kerapkali digunakan
sebagai informasi yang akan diperbandingkan, tipe ini sangat baik untuk
digunakan pada akhir studi dibanding dengan pada awal studi. Wawancara
informal, kurang formal dibanding dengan tipe wawancara terstruktur dan semi
terstruktur, seperti percakapan biasa, mencari atau membicarakan apa yang
menjadi ketertarikan peneliti dan subyek penelitian.. Wawancara retrospektif
dapat terstrukur, semi terstruktur atau informal. Wawancara ini ditujukan untuk
mencoba subyek penelitian untuk mengingat kembali dan merekonstruksi ingatan
mengenai apa yang pernah terjadi di masa lalu.
3. Studi Literatur
Pengumpulan data melalui kajian literature dan atau pengutipan
pernyataanyang terdapat dalam buku-buku referensi yang berhubungan dengan
masalah penelitian ini, baik historis maupun budaya Panjalu Ciamis, Adapun buku
yang dijadikan literatur diantaranya Babad Panjalu (R, Deku Argadipraja) buku
ini nenerangkan sejarah terjadinya kerajaan Panjalu. Buku Sejarah Panjalu (R.
Haris Cakradinata, SE), yang menerangkan tentang sejarah Kerajaan soko
Panjalu, dan diperkuat dengan Buku sejarah kisah Panjalu dalam enampersi(H.
Djaja Sukarja), yang menerangkan tentang terjadinya ritualnyangku. Buku
Katalog Situs-situs di Jawa Barat (Dinas kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat)
dikumpulkan dapat berupa wacana, makalah, sejarah, Koran, internet, yang
ada kaitannya dengan seni ritual terutama ritual “ Nyangku” di Panjalu Ciamis.
Buku Estetika dalam bahasa Indonesia (KBBI,2006) yang menjelaskan tentang
esttika suatu karya seni. Buku Metodik khus Pendidikan Seni Rupa (Affandi, M.
1977), pengertian metode. Kamus besar Filsafat (Bagus Lorens, 2000). Gramedia
Pustaka Utama Jakarta, menjelaskan pengertian metode.
4. Teknik mengumpulkan data
Dengan teknik merekam, teknik photo, teknik catat, artinya mencatat dan
merekam langsung dari penuturan nara sumber. Data tersebut kemudian
125
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap proses ritual
Nyangku di wilayah budaya Panjalu Ciamis, berikut ini dapat penulus paparkan
simpulan hasil peneltian dan rekomendasi.
1. Asal-usul Upacara adat sakral Nyangku.
Dalam upacara sakral Nyangku, museum Bumi Alit,Nusa Gede dan Situ
Lengkong satu samalain saling berhubungan, kedua-duanya merupakan tonggak
sejarah terjadinya pergeseran keadaan sejarah Panjalu lama ke Panjalu Baru (Dari
hindu ke Islam).
Upacara adat sakral Nyangku juga merupakan peninggalan raja-raja
Panjalu yang sampai sekarang masihtetap dilestarikan. Upacara adat Nyangku
pada zaman dulu merupakan satu misi yang agung, yaitu salah satu cara untuk
menyebarkan agama Islam ditatar Panjalu. Upacara Nyangku ini dilaksanakan
setiap tahun satu kali yaitu pada minggu terakhir bulan rabiul awal (Maulud), hari
pelaksanaannya senin atau kamis.
Kata “Nyangku” diambil dari bahasa Arab yaitu “Yanko” yang artinya
membersihkan. Saat ini upacara nyangku, selain untu membersihkan benda
pusaka juga merupakan acar puncak bagi seluruh warga panjalu dalam
126
Panjalu Ciamis merupakan hari raya yang ke tiga setelah Idul Fitri dan Idul Adha,
hal ini terbukti seluruh warga panjalu yang berada dimana saja diluar kota panjalu,
menyempatkan pulang untuk berkumpul bersama keluarga menjalin tali
silaturahmi sesama keturunan Panjalu sambil mengikuti pelaksanaan upacara adat
Nyanku.
2. Bentuk dan fungsi benda pusaka
Benda pusaka yang sangat dikeramatkan di Panjalu berupa Pedang, kujang
Panjalu, bangreng, gong kecil, pancarowo, keris komando, keris pegangan bupati
Panjalu.
Fungsi benda pusaka Panjalu diantaranya:
a. Pedang Dulfiqor, yang bertuliskan Lapabista Ali ya Ali Alladulfiqor Wa Ali
Wasohbihi Azmain La Saefi Illa Dulfiqor Lafatta Illa Aaliya Karomallohu
Wajhahu, cindramata dari Saina Ali, RA dari Mekah. Berfungsi sebagai
senjata pembela diri dan media unruk berda’wah.
b. Kujang Panjalu, senjata beladiri, dan pernah digunakan untuk menolong
Bongbang Kencana (putra Mahkota Brawijaya Ker.Majapait hasil
perkawinajnya dengan putri dari Pajajaran putri Kencana Larang) yang
kepalanya tertutup dengan Dangdang, hanya dengan kujang itulah dangdang
bisa dipecahkan.
c. Gong kecil, dibunyikan dengan cara dipukul untuk mengumpulkan masyarakat
127
d. Bangreng, senjata pembela diti atau senjata alat perang zaman dulu.
e. Pancarowo dan keris komando. Sebagai senjata bela diri merupakan keris
kebesaran di kerajaan Soko Panjalu. Yang pernah, digunakan dari mulai
zaman kerajaan sampai Bupati Panja
3. Stuktur, warna, bentuk, dan motof hias Busana yang dikenakan Pada
upacara adat Ritual Nyangku di Panjalu
Besana Kebesaran yang di kenakan Sesepuh yayasan Borosngora memiliki
setuktur yang terdiri dari: bagian atas ( tutup kepala: bendo, iket), bagian baju (
pada umumnya berbentuk beskap takwa), bagian kain bawah (kain
selancar/dodot) dari bahan batik bermotif, agruda, parang rusak dan sarung(
khusun untuk jagabaya). Alas kaki (slop kulit warna hitam untuk sesepuh, sandal
slamet untuk petugas lain).
Fungsi busana upacara padaumumnya:
a. Busana termasuk sakah satu kebutuhan pokok, yaitu untuk melidungi tubuh
dari berbagai macam cuaca dan gangguan alam dan kebutuhan sosial budaya.
b. Dengan berbusana, manusia berarti merangkai simbol-simbol budaya yang
merefleksikan pemaknaannya terhadap pranata sosial dan budaya dalam
kontek komunikasi dengan lingkungan hidupnya.
c. Dalam kehidupan budaya tradisional, busana juga menjadi sarana ritual dalam
128
Meskipun banyak arus budaya lain yang mempengaruhi cara berbusana tetapi
lingkungan budaya setempat tetap menjadi penentu dalam gaya berbusana. Dalam
pemakaiyan busana kebesaran di lingkungan sespuh yayasan Borosngora Panjalu
Ciamis disesuaikan dengan kepentingan upacara kebesaran yang dilaksanakan.
Misalnya: busana yang di kenakan pada upacara ritual nyangku berbeda dengan
gaya berbusana sehari- hari.
4. Busana kebesaran Sesepuh yayasan Borosngora Panjalu ditinjau dari
segi Estetika
a. Secara visual busana sesepuh Panjalu memiliki bentuk, warna, motif hias serta
komposisi yang serasi, tekstur yang halus, harmonis, dan dinamis sehingga
busana sesepuh Yayasab Borosngora itu tampak megah, mewah, indah dan
agung.
b. Estetika busana Sesepuh Panjalu:
Tutup kepala selalu menggunakan bendo/Iket yang terbuat dari batik.
Motif batik sama serasi dengan motif kain batik pada kain dodot/ kain
selancar.
Bentuk baju beskap dari bahan beludru dengan tekstur yang lembut dan
halus berwarna hitam dipadukan dengan kancing berwarna emas sehingga
menambah kelihatan agung. Baju beskap hitam sangat serasi dipadukan
dengan warna apapun, hingga bersipat pleksibel dan selaras dengan unsur
129
Kain bawahan berupa kain dodot bermotif batik garuda, parang rusak,
wadasan. Warna bati dominan ciklat kehitaman, coklatmuda, gading,
cuklat susu.
Busana sesepuh yayasan Borosngora yang di kenakan pada upacara
kebesaran mempertimbangkan keselarasan dan keserasian dengan budaya
masyarakat Panjalu. Keharmonisan adalah imanen yang transenden
tersimbol pada bentuk,dan warna, makna busana kebesaran apabila sudah
dikenaka oleh sesepuh mempunyai kesan agung, megah, luwes, tenang dan
terwibawa.
Estetika busana Sesepuh yayasan Borosngora ( bentuk dan warna)
memiliki ketangguhan, kelanggengan artinya tetap utuh dan lestari (eksis) sampai
sekarang. Baju beskap beludru warna hitam ada yangmemakai motif hias stilasi
rangkaian bungamelati berwarna emas dan ada juga yang polos. Sijang batik
bermotif garuda dengan warna colkat tua, atau motif parang rusak dengan dasar
warna kuning bermoti coklat muda.
c. Makna busana kebesaran sesepuh yayasan Borosngora Panjalu
Dalam busana sesepuh Panjalu terpancar karisma, kekuasaan, serta
pengaruh, karena posisi sesepuh yayasan Borosngora yang merupakan keturunan
raja, dan peran sebagai pemangku adat, maka sesepuh yayasan Borosngora
memiliki “kekuasaan” serta pengaruh dalam pelestarian budaya, dan sekaligus
karisma yang khususnya tampak dalam kegiatan-kegiatan upacara tradisional
130
Unsur- unsur estetika pada busana kebesaran sesepuh yayasan dilihat dari bentuk,
warna dan aksesorisnya, semua unsur ini mengandung makna dan simbol
kedudukan sesepuh yayasan Borosngora sebagai pemangku adat dan sebagai
pengayom rakyat. Pengayom yang dimaksudkan sebagai perlindungan sesepuh
yayasan Borosngora terhadap rakyat dari kekuasaan yang datang dari luar. Pada
zaman sekarang, kedudukan atau peranan sesepuh yayasan Borosngora sebatas
sebagai pemangku adat, maka makna ini tetap relevan dikaitkan dengan peranan
sesepuh yayasan Borosngora mengayomi pelestarian budaya.
Sesepuh yayasan Borosngora di Panjalu sebagai orang yang diagungkan
memiliki sipat tauladan, berbudi pekerti, bijaksana, adil, dan mempunyai
hubungan yang kuat antara sesepuh yayasan Borosngora dengan yang Maha
Kuasa, antara sesepuh yayasan dengan masyarakat, antara masyarakat dengan
masyarakat, antara masyarakat dengan Sang Pencipta.
d. Busana yang dikenakan Pengusung Benda Pusaka
1. Secara visual busana pengusung benda pusaka memiliki bentuk, warna,
serta komposisi yang serasi, harmonis, dan dinamis sehingga busana
pengusung pusaka pun tidak kalah menarik, indah dan agung.
2. Estetika busana pengusung bendapusaka.
Tutup kepala selalu menggunakan bendo/Iket yang terbuat dari batik.
Motif batik sama serasi dengan motif kain batik pada kain dodot/ kain
131
Bentuk baju beskap berwarna salem dengan memakai kancing 10 buah
yang dibungkus dengan kain yang sama dengan warna dasar baju.
Kain bawahan berupa kain dodot bermotif batik wadasan. Warna batik
dominan kuning kecoklatan.
Alas kaki sandal slamet kulit warna hitam.
e. Busana yang dikenakan Jagabaya
1. Busana yang dikenakan jagabaya, baju stelan kampret, warna hitam
(sejenis baju pencaksiat), dengan memakai kancing lima buah warna
hitam.
2. Tutup kepala menggunakan iket batik, motof batik dengan dasar warna
coklat
3. Alaskaki menggunakan sandal slamet kulit warna hitam.
4. Bawahan celana kompring tampak menggunakan saku, sarung dipakai
sebatas lutut.
f. Busana yang dikenakan team seni Gemyung
1. Busana yang dikenakan jenis koko (baju taqwa), berwarna bungur muda.
2. Tutup kepala yang digunakan iket jenis kaon tetoron warna bungur tua,
keserasian Nampak yang dipadukan dengan baju bungur muda.
3. Bawahan menggunakan celana panjang warna hiram, tampa mengenakan
sinjang.
132
B. Saran
Hasil penelitian ini akan menjadi bahan rujukan bagi pengembangan bahab atau
materi kekayaan khasanah budaya tradisi Panjalu Ciamis. Khususnya sebagai
pelengkap kajian budaya Panjalu ciamis. Bagi peneliti berikutnya, sangat penting
dilanjutkan terutama dalam mengkaji kajian visual ritual nyangku masyarakat
Panjalu Ciamis, baik yang menyangkut benda pusaka, busana, aksesoris dan
artefak yang lainnya dilingkungan yayasan Borosngora Panjalu Ciamis.
Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan, sebagai satu bahan
ajar dalam mempelajari budaya daerah Panjalu ciamis, dam memperkaya seni
133
PROSESI NYANGKU
PETUGAS TETBAWA KUKUS KETIKA NYANGKU AKAN DITULAI
K H, APIP TETULAI NYANGKU DENGAN BERDA’WAH TENGAJAK BERDZIKIR
SUASANA DI ALUN-ALUN PADA RITUAL NYANGKU 11 TARET 2010
SESEPUH PANJALU SEDANG TETBUNGKUS
PUSAKA SETELAH HITANDIKAN
TENGERINGKAN PUSAKA SETELAH DITANDIKAN DENGAN CARA DIASAPI PADA KUKUS
134
BENDA PUSAKA MEDIA RITUAL NYANGKU
PEDANG DULPIQOR KUJANG PANJALU
GONG KECIL BANGRENG
135
137
Kelengkapan lain pada upacara nyanku
138
DAFTAR PUSTAKA
Argadipraja, R. Duke. (1992). Babad Panjalu Galur Raja-raja Tatar
Sunda. Bandung: Mekar Rahayu.
Katalog Situs-situs Jawa Brat ( Dinas kebudayaan dan Pariwisata Jawa
Barat 2008)
Atlas Indonesia & Dunia Edisi 33 Propinsi di Indonesia. (2000). Jakarta.
Pustaka Sandro.
R Haris, Cakradinata (2007) Sejarah Panjalu. Yayasan Borosngora.Ciamis
Ayatrohaedi. (2005). Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan
Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" dari Cirebon. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Iskandar, Yoseph (1997). Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa.
Bandung: Geger Sunten.
Muljana, Slamet. (1979). Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya.
Jakarta: Bhratara.
Sukarja H. Djadja, (2001) Sejarah Panjalu dalam enam Persi.
Amifro. Ciamis.
Sumardjo Yakob Sunan Ambu Pres, 2006 Estetika Paradok, STSI.
Bandung
Munoz, Paul Michel. (2006). Early Kingdoms of Indonesian
Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore:
139
Made Suastika, Prof. Dr , S.U, dkk( Isu-isu kontemporer, Cultural
Studies, 2008)
Cornelis Jane Benny S dkk. (1988). Pakaian Tradisional Daerah
Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jendral Kebudayaan, Direktirat Sejarah dan
Nilai Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah.
Hamzuri, (1998/1999). Album Busana Tradidional Indonesia.
Jakarta: departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Condronegoro, Mari. S. (1995). Busana adat Keraton Yogyakarta:
Makna dan Fungsi dalam berbagai Upacara. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusantara.
Kosoh, S. (1995/1996). Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta
Depdikbud Dirjen Kebudayaan Direktorat Jendral Proyek
IDSN.
Affandi, M. 1977 Metodik khusus Pendidikan Seni rupa,
IKIP-FKSS. Yogyakarta
Bagus Lorens, 2000. Kamus Filsafat. Gramedia Pustaka utama.
Jakarta
Djelantik, A.A.M,1999. Estetika sebuah pengantar, Masyarakat
seni Pertunjukan Indonesia, Bandung.
Iskandar, Yoseph (1997). Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa.
140
Tesis
Sudiarti Tuti (2008). Kajian Estetika Busana Kebesaran Sultan
Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan. Program Studi Desain
ITB. Bandung
Internet
http://id.wiki.detik.com/wiki/Kategori:Panjalu%2C_Ciamis: Profil
wilayah Ciamis 2009
http://id.Liputan6.com, Ciamis: Ritual Nyanyku di Panjalu Upacara
semarak 2009
Media Masa
Sutarwan, Aam Permana. Gus Dur "Merevisi" Sejarah Situ Lengkong Panjalu, Air Situ Lengkong berasal dari Mekah. Artikel Harian Pikiran Rakyat, 10 Juli 2000.
Suganda, Her. Situ Lengkong dan Nusalarang, Wisata Alami yang
Islami. Artikel Harian Kompas, 21 Juni 2003.
Suganda, Her. Naskah Sunda Kuno Antara Sejarah dan Nilai Sakral.
141
Sumaryadi, Sugeng/Eriez M Rizal. Menengok Rahasia Sukses Warga
142
GLOSARIUM
Amanah : Dapat dipercaya
Angon-angon Kapanjaluan : Falsafah hidup masyarakat Panjalu.
Amarah : Nafsu
Aji : Ilmu
Bumi Alit : Rumah Kecil
Blangkon : Tutup kepala berbentuk iket
Bendo : Nama lain dari sorban yang dikecilkan
formatnya
Berem : Merah
Berem Cabe : Merah Cabe
Berem Ati : Merah ati
Bedas : Kuat/ Sakti
Bangreng : Gong kecil pusaka Panjalu
Background : Latar Belakang
Bungur : piolet
Bodas : Putih
Buyut : Aturan
Cultur symbol : Simbol-simbol Budaya
143
Estetics structure : Unsur Estetika
Gading : kuning kecoklatan
Gondola : Ungu kemerahan
Gren design : Desai Utama
Gede : Besar
Harmony : Keselarasan
Hideung : Hitam
Hejo : Hijau
Hejo ngagedod : Hijau Tua
Hejo Lukut : Hijau Lumut
Iket : tutup kepala
Iket kudu ngencar : mempunyai symbol keterbukaan dan menerima
berbagai ilmu pengetahuan yang datang
dariluar maupun dari dalam
Iket raweyan :sebagai keturunan pajajaran
Iket belah benang : sebagai daya berpikir dan daya nalar
Iket merak moyan : Sebagai rasa indah
Interview : Wawan cara
Keris : Pusaka kerajaan yang ada di keraton
144
Kuncen : Juru kunci
Kliwon : Nama hari pasangan jawa dalam
penggolongan warna yaitu warna kuning
Koneng : Kuning
Koneng unay : Kuning Cerah
Kramat : makam leluhur
Kele : tempat membawa ait dari kambu
Kawedukan : Kesaktian
Leluhur : Nenek moyang
Muludan : Hari peringatan Maulid Nabi Muhamad. SAW
Nusa : Pukau Kecil
Nyangku : Acara puncak pada peringatan maulud di
Panjalu
Nyablama : Berkata
Pakem : Aturan
Pamor : Wibawa
Padepokan : Perguruan Beladiri
Pasucian : tempat semedi
Pedang : Senjata pembela diri
Prabu : Gelar raja sunda
145
Sasajen : Persembahan
Sinjang : Kain
Situ : Danau
Sajati : Hakiki
Siwur : Gayung
Value : Nilai
Visual Form : Unsur visual
Visual Illusion : B ayangan Garis Luar
Weruh : Waspada
Wangsit : Wasiat/ pepatah
Weduk : sakti/ kuat
146
DAFTAR INFORMAN
Bapak Ikin adalah Pengurus yayasan Borosngora, dia adalah informan dalam penelitian ini.
147
R. H Atong Cakradinata Sesepuh Yayasan Borosngora sebagai informan utama dalam penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Argadipraja, R. Duke. (1992). Babad Panjalu Galur Raja-raja Tatar
Sunda. Bandung: Mekar Rahayu.
Katalog Situs-situs Jawa Brat ( Dinas kebudayaan dan Pariwisata Jawa
Barat 2008)
Atlas Indonesia & Dunia Edisi 33 Propinsi di Indonesia. (2000). Jakarta.
Pustaka Sandro.
R Haris, Cakradinata (2007) Sejarah Panjalu. Yayasan Borosngora.Ciamis
Ayatrohaedi. (2005). Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan
Naskah-naskah "Panitia Wangsakerta" dari Cirebon. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Iskandar, Yoseph (1997). Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa.
Bandung: Geger Sunten.
Muljana, Slamet. (1979). Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya.
Jakarta: Bhratara.
Sukarja H. Djadja, (2001) Sejarah Panjalu dalam enam Persi.
Amifro. Ciamis.
Sumardjo Yakob Sunan Ambu Pres, 2006 Estetika Paradok, STSI.
Bandung
Munoz, Paul Michel. (2006). Early Kingdoms of Indonesian
Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore:
Made Suastika, Prof. Dr , S.U, dkk( Isu-isu kontemporer, Cultural
Studies, 2008)
Cornelis Jane Benny S dkk. (1988). Pakaian Tradisional Daerah
Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jendral Kebudayaan, Direktirat Sejarah dan
Nilai Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah.
Hamzuri, (1998/1999). Album Busana Tradidional Indonesia.
Jakarta: departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Condronegoro, Mari. S. (1995). Busana adat Keraton Yogyakarta:
Makna dan Fungsi dalam berbagai Upacara. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusantara.
Kosoh, S. (1995/1996). Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta
Depdikbud Dirjen Kebudayaan Direktorat Jendral Proyek
IDSN.
Affandi, M. 1977 Metodik khusus Pendidikan Seni rupa,
IKIP-FKSS. Yogyakarta
Bagus Lorens, 2000. Kamus Filsafat. Gramedia Pustaka utama.
Jakarta
Djelantik, A.A.M,1999. Estetika sebuah pengantar, Masyarakat
seni Pertunjukan Indonesia, Bandung.
Iskandar, Yoseph (1997). Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa.
Tesis
Sudiarti Tuti (2008). Kajian Estetika Busana Kebesaran Sultan
Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan. Program Studi Desain
ITB. Bandung
Internet
http://id.wiki.detik.com/wiki/Kategori:Panjalu%2C_Ciamis: Profil
wilayah Ciamis 2009
http://id.Liputan6.com, Ciamis: Ritual Nyanyku di Panjalu Upacara
semarak 2009
Media Masa
Sutarwan, Aam Permana. Gus Dur "Merevisi" Sejarah Situ Lengkong Panjalu, Air Situ Lengkong berasal dari Mekah. Artikel Harian Pikiran Rakyat, 10 Juli 2000.
Suganda, Her. Situ Lengkong dan Nusalarang, Wisata Alami yang
Islami. Artikel Harian Kompas, 21 Juni 2003.
Suganda, Her. Naskah Sunda Kuno Antara Sejarah dan Nilai Sakral.
Sumaryadi, Sugeng/Eriez M Rizal. Menengok Rahasia Sukses Warga