• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANAK SUSUAN (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB MUSNAD AHMAD BIN HANBAL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANAK SUSUAN (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB MUSNAD AHMAD BIN HANBAL)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

470

ANAK SUSUAN

(STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB MUSNAD AHMAD BIN HANBAL) Fitri Sari

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, Indonesia E-mail: fitrisari@metrouniv.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya fenomena Bank Air Susu Ibu ( Bank ASI ), yang merupakan dampak dari gerakan emansipasi wanita yang muncul di Eropa dan Amerika Serikat yang menuntut kesamaan hak antara pria dan wanita dalam lapangan kehidupan. Berkaitan dengan Bank ASI yang berkembang saat ini, maka yang perlu diperhatikan, menurut Abdus Salam Abdur Rahim as-Sakari ( ahli fikih Mesir) adalah mereka mensyaratkan identitas pemilik susu itu beserta kerabat yang bertalian darah dengannya diketahui dengan jelas, sekaligus mudah dihindari terjadinya perkawinan antara anak-anak yang disusui dan wanita pemilik susu dan kerabatnya. Persoalan susuan dalam fikih Islam mempunyai dampak terhadap sah atau tidaknya seorang lelaki menikah dengan seorang wanita. Apabila seorang lelaki ketika kecilnya menyusu kepada seorang perempuan (bukan ibu atau orang yang haram ia kawini), maka ia diharamkan kawin dengan ibu tempat ia menyusui. Dalam Alquran sudah jelas hukum tidak boleh mengawini anak susuan ataupun saudara susuan, akan tetapi belum jelas berapa kadar menyusui baru dikatakan anak sususan.

Dilihat dari fenomena-fenomena yang berlaku diatas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti Hadis mengenai anak susuan yang diriwayatkan dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal yang menyatakan bahwa satu atau dua kali susuan tidak haram atau belum dikatakan anak

susuan dengan menggunakan metode takhrîj al-hadiṡ, penelitian ini sepenuhnya

menggunakan desain penelitian pustaka (library research).Kesimpulan dari penelitian hadis tentang anak susuan yang dibahas dalam penelitian ini adalah, jika ditinjau dari kualitas dan kandungan hadis tentang anak susuan ini, penulis menyimpulkan bahwa kualitas kandungan hadis ini adalah sahih, dan hadis ini juga bisa dijadikan hujjah.

Kata Kunci : Anak Susuan, Musnad, Ahmad bin Hanbal PENDAHULUAN

Dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 233 disebutkan, setiap ibu hendaklah menyusukan bayi-bayinya selama dua tahun yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya.1

ُتاَدِلاَوْلاَو َّنُهُ قْزِر ُوَل ِدوُلْوَمْلا ىَلَعَو َةَعاَضَّرلا َّمِتُي ْنَأ َداَرَأ ْنَمِل ِْيَْلِماَك ِْيَْلْوَح َّنُىَدلاْوَأ َنْعِضْرُ ي

َّنُهُ َُوِْْكَو

ِهِدَلَوِب ُوَل ٌدوُلْوَم لاَو اَىِدَلَوِب ٌةَدِلاَو َّراَضُُ لا اَهَعْسُو لاِإ ٌسْفَ ن ُفَّلَكُُ لا ِفوُرْعَمْلِبِ

ْنِإَف َكِلَذ ُلْثِم ِثِراَوْلا ىَلَعَو

ُكَدلاْوَأ اوُعِضْرَ تَُْْ ْنَأ ُْتُْدَرَأ ْنِإَو اَمِهْيَلَع َحاَنُج لاَف ٍرُواَشََُو اَمُهْ نِم ٍضاَرَ ُ ْنَع لااَصِف اَداَرَأ ْمُكْيَلَع َحاَنُج لاَف ْم

ََّللّا اوُقَّ ُاَو ِفوُرْعَمْلِبِ ْمُتْ يَ ُآ اَم ْمُتْمَّلَس اَذِإ ٌٌ ِصَب َنوُلَمْعَ ُ اَِمَ ََّللّا َّنَأ اوُمَلْعاَو

٣٢٢ )

1Eko Budi Minarno dan Liliek Hariani, Gizi Dan Kesehatan Prespektif Alquran dan Sains (Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008), hlm. 256.

(2)

471

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”

Berdasarkan ayat di atas, Allah Swt. menganjurkan kepada para ibu untuk memberikan makanan berupa ASI yang telah diberikan Allah Swt. kepadanya. Dalam ayat tersebut Allah menentukan waktu penyusuan selama dua tahun, akan tetapi boleh menyapih sebelum usia dua tahun. Tentu, hal yang paling utama adalah menyusui selama dua tahun penuh. Itulah sempurnanya penyusuan.

Sekarang muncul fenomena baru yaitu Bank Air Susu Ibu ( Bank ASI ), yang merupakan dampak dari gerakan emansipasi wanita yang muncul di Eropa dan Amerika Serikat yang menuntut kesamaan hak antara pria dan wanita dalam lapangan kehidupan. Para wanita di Eropa dan Amerika Serikat sering keluar rumah, sehingga anak-anak mereka, termasuk yang masih bayi, harus ditinggalkan dengan pengasuh bayi. Di sisi lain, seharusnya para ibu menyadari sepenuhnya manfaat dan keunggulan Air Susu Ibu (ASI) yang kadar gizi dan energinya jauh lebih baik dibanding susu buatan, sementara para ibu ini tidak bisa menyusui bayi mereka, baik karena kesibukan maupun untuk memelihara kebugaran payudaranya. Oleh sebab itu, para ilmuan di Eropa dan Amerika Serikat mengantisipasi kedaan ini dengan mendirikan Bank Air Susu Ibu, sehingga para ibu yang mengkhawatirkan bayi-bayi mereka tidak bisa minum ASI bisa diatasi. Dengan demikian, Bank Air Susu Ibu dimaksudkan sebagai sebuah lembaga yang menghimpun susu murni dari para donatur untuk memenuhi kebutuhan air susu anak-anak yang tidak mendapatkan air susu ibunya. Lembaga ini telah berkembang sampai ke Asia, diantaranya Singapura. Sedangkan di Indonesia sendiri sudah dimulai di rumah sakit-rumah sakit tertentu.

Berkaitan dengan Bank ASI yang berkembang saat ini, maka yang perlu diperhatikan, menurut Abdus Salam Abdur Rahim as-Sakari ( ahli fikih Mesir) adalah mereka mensyaratkan identitas pemilik susu itu beserta kerabat yang bertalian darah dengannya diketahui dengan jelas, sekaligus mudah dihindari terjadinya perkawinan antara anak-anak yang disusui dan wanita pemilik susu dan kerabatnya.2

Dari sinilah muncul anak susuan dan ibu susuan yang haram untuk dinikahi, yang tercantum dalam surah an-Nisa‟ ayat 23.

َوَخَأَو ْمُكُُاَنَ بَو ْمُكُُاَهَّمُأ ْمُكْيَلَع ْتَمِّرُح ِتِلالا ُمُكُُاَهَّمُأَو ِتْخلأا ُتاَنَ بَو ِخلأا ُتاَنَ بَو ْمُكُُلااَخَو ْمُكُُاَّمَعَو ْمُكُُا

ِئاَِْن ْنِم ْمُكِروُجُح ِفِ ِتِلالا ُمُكُبِئَبَِرَو ْمُكِئاَِْن ُتاَهَّمُأَو ِةَعاَضَّرلا َنِم ْمُكُُاَوَخَأَو ْمُكَنْعَضْرَأ ْمُتْلَخَد ِتِلالا ُمُك

َف َّنِِبِ

َْت ْنَأَو ْمُكِبلاْصَأ ْنِم َنيِذَّلا ُمُكِئاَنْ بَأ ُلِئلاَحَو ْمُكْيَلَع َحاَنُج لاَف َّنِِبِ ْمُتْلَخَد اوُنوُكَُ َْلَ ْنِإ ِْيَْ تْخلأا َْيَْ ب اوُعَم

اًميِحَر اًروُفَغ َناَك ََّللّا َّنِإ َفَلَس ْدَق اَم لاِإ ٣٢

)

2 Abdul Azis Dahlan et al, Ensiklopedi Hukum Islam, ( Jakarta : PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2006), hlm. 1474-1475.

(3)

472

Atinya :“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);

dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Ayat di atas sudah jelas mengatakan bahwa tidak boleh menikahi wanita yang menyusui kamu, serta saudara perempuan sesusuan. Persoalan susuan dalam fikih Islam mempunyai dampak terhadap sah atau tidaknya seorang lelaki menikah dengan seorang wanita. Apabila seorang lelaki ketika kecilnya menyusu kepada seorang perempuan (bukan ibu atau orang yang haram ia kawini), maka ia diharamkan kawin dengan ibu tempat ia menyusui. Ayat di atas sudah jelas hukum tidak boleh mengawini anak susuan ataupun saudara susuan, akan tetapi belum jelas berapa kadar menyusui baru dikatakan anak sususan.

ْنَع ِّيِِشِاَْلْا ِثِراَْلْا ِنْب َِّللّا ِدْبَع ْنَع ِليِلَْلْا ِبَِأ ْنَع ُبوُّيَأ اَنَ ثَّدَح َلاَق ُليِعاَْسِْإ اَنَ ثَّدَح ْتَلاَق ِلْضَفْلا ِِّّ ُأ

َناَك

َرْما ِلِ ْتَناَك َِّللّا َلوُسَر َيَ َلاَقَ ف ٌِّبِاَرْعَأ َءاَجَف ِتِْيَ ب ِفِ َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللّا ىَّلَص َِّللّا ُلوُس َر ًةَأَرْما اَهْ يَلَع ُتْجَّوَََ تَ ف ٌةَأ

َج َلاْمِإ ىَثْدُْلْا ِتَِأَرْما ْتَعَضْرَأ اَهَّ نَأ َلَوُْلأا ِتَِأَرْما ْتَمَعَََ ف ىَرْخُأ ِْيَْ تَعْضَر ْوَأ ًةَعْضَر ًةَّرَم َلاَقَو ِْيَْ تَج َلاْمِإ ْوَأ ًة

ِناَتَعْضَّرلا ْوَأ ُةَعْضَّرلا َلاَق ْوَأ ِناَتَج َلاْمِْلْا َلاَو ُةَج َلاْمِْلْا ُِّ ِّرَُتُ َلا َلاَقَ ف

3

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Al Khalil dari Abdullah bin Al Haris Al Hasyimi dari Ummu Fadll dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di rumahku, lalu datanglah seorang arab badui seraya berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang isteri, kemudian aku menikahi wanita lain. Isteri pertamaku lalu mengklaim bahwa ia pernah menyusui isteri

baruku dengan satu atau dua kali sedotan -atau dia berkata; sekali atau dua kali susuan-?"

Beliau lalu bersabda: "Tidak haram sekali atau dua kali sedotan." Atau, sabdanya: "Sekali atau dua kali susuan."

Karena, Al-Hadiṡ4 merupakan sumber yang terpenting setelah Alquran dan kajian penelitian hadis adalah kajian yang kritis dalam agama Islam, ini karena hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah Alquran.

Dari fenomena-fenomena yang berlaku diatas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti Hadis Nabi Muhammad Saw. Penulis akan membahas sebuah Hadis dengan menggunakan metode takhrîj al-hadiṡ, diiringi dengan buku-buku yang akan menjadi rujukan, guna memudahkan dalam pencarian hadisnya. Dengan itu, penulis akan meneliti

3Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, no 26931(Beirut: Darulkutub Al-ílmiyah, 1993), hlm. 372.

4al-Hadi adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat”. Lihat Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta 2001,),cet. ke-1,hlm. 36.

(4)

473

kualitas dan kandungan hadis tersebut yang akan dituangkan dalam penelitian ini dengan judul: Anak Susuan (Studi Analisis Terhadap Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal).

Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber penelitian yakni kepustakaan (research), dengan objek penelitian adalah teks Hadis yang berkaitan dengan Anak Sesusuan, Musnad Imam Ahmad kerana yang akan diteliti adalah kitab yang ditulis oleh tokoh yang berusaha mengumpulkan Hadis dengan mencantumkan para periwayat (sanad). Oleh karena itu, data-data yang dihimpun adalah bahan-bahan yang tertulis, yang berkaitan dengan Anak Sesusuan Dalam Musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian dengan cara membaca dan menulis dan menelusuri hadis mengenai Anak Sesusuan. Penelitian sanad Hadis ini dilakukan dengan praktik tahkrij Hadis.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Anak Susuan

Anak adalah anugerah sekaligus amanah yang diberikan Allah Swt. kepada setiap oang tua. Berbagai cara dan upaya dilakukan orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sebagaimana mestinya. Anak susuan adalah anak yang masih menyusui atau anak orang lain yang disusui.5

Secara bahasa anak susuan sama dengan Radha'ah, عضر- عضرا- ةعاضر dalam bahasa arab yang artinya Menyusu, baik pada manusia maupun binatang. Sedangkan menurut istilah, radha'ah dalam fikih Islam dibahas dalam persoalan hak-hak anak yang baru lahir dan hanya terkait dengan penyusuan anak manusia, sedangkan penggunaan konsep radaah untuk hewan tidak dijumpai dalam fikih. Ulama fikih mendefinisikan rada‟ah dengan masuknya air susu manusia ke dalam perut seorang anak yang umurnya tidak lebih dari dua tahun. Artinya, anak-anak dikatakan menyusu adalah anak yang belum mencapai umur dua tahun. Sampai usia dua tahun, perkembangan biologis anak sangat ditentukan oleh kadar susu yang diterimanya.

Dengan demikian, susuan anak kecil pada usia dini sangat berpengaruh dalam perkembangan fisik mereka.6

2. Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal

Kata musnad secara etimologi adalah sesuatu yang terangkat dari muka bumi dan naik dari permukaan. Dan menurut terminologi ahli hadis, kata musnad mengandung dua pengertian :

Pertama, hadis Musnad. Al-Khatib al-Baghdadi berkata, “ Penggambaran mereka tentang hadis itu adalah musnad, adalah dimaksudkan oleh mereka bahwa sanadnya muttashil (bersambung) antara para perawinya dengan orang yang mana hadis tersebut dinisbatkan kepadanya. Hanya saja mayoritas ungkapan ini sering mereka gunakan untuk menyatakan hadis yang dinisbatkan kepada Rasulullah Saw. dan ketersambungan sanad di dalamnya terjadi dengan cara masing-masing perawinya mendengar langsung dari perawi yang sebelumnya sampai kepada perawi yang terakhir, walaupun dia tidak menjelaskannya dengan kata „saya mendengar‟, melainkan dengan kata an‟anah (periwayatan ungkapan dari).

5Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 55.

6Abdul Azis,Ensiklopedi,…, hlm. 1470.

(5)

474

Berdasarkan pengertian ini, sebagian penyusun hadis menamakan kitabnya dengan Musnad, seperti: al-jami‟ ash-shahih al-Musnad karya Abu Abdillah al-Bukhari, Musnad ad- Darimi, Sahih Ibnu Khuzaimah dan Sahih Ibnu Hibban, dan lainnya.

Kedua, kitab-kitab Musnad. Yaitu kitab yang mencantumkan hadis menurut nama sahabat yang meriwayatkannya dan menggabungkan hadis setiap sahabat satu sama lain, seperti Musnad Imam Ahmad, Musnad Abu Ya‟la al-Mushili, dan sebagainya.

3. Kritik Sanad a) Hadis :7

ْنَع ِّيِِشِاَْلْا ِثِراَْلْا ِنْب َِّللّا ِدْبَع ْنَع ِليِلَْلْا ِبَِأ ْنَع ُبوُّيَأ اَنَ ثَّدَح َلاَق ُليِعاَْسِْإ اَنَ ثَّدَح تَلاَق ِلْضَفْلا ِِّّ ُأ

َناَك

ِوْيَلَع َُّللّا ىَّلَص َِّللّا ُلوُسَر ْ اَهْ يَلَع ُتْجَّوَََ تَ ف ٌةَأَرْما ِلِ ْتَناَك َِّللّا َلوُسَر َيَ َلاَقَ ف ٌِّبِاَرْعَأ َءاَجَف ِتِْيَ ب ِفِ َمَّلَسَو

ىَرْخُأ ًةَأَرْما َّرَم َلاَقَو ِْيَْ تَج َلاْمِإ ْوَأ ًةَج َلاْمِإ ىَثْدُْلْا ِتَِأَرْما ْتَعَضْرَأ اَهَّ نَأ َلَوُْلأا ِتَِأَرْما ْتَمَعَََ ف

ْوَأ ًةَعْضَرًة

َلاَق ْوَأ ِناَتَج َلاْمِْلْا َلاَو ُةَج َلاْمِْلْا ُِّ ِّرَُتُ َلا َلاَقَ ف ِْيَْ تَعْضَر ناَتَعْضَّرلا ْوَأ ُةَعْضَّرلا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Al Khalil dari Abdullah bin Al Harits Al Hasyimi dari Ummu Fadll dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di rumahku, lalu datanglah seorang arab badui seraya berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang isteri, kemudian aku menikahi wanita lain. Isteri pertamaku lalu mengklaim bahwa ia pernah menyusui isteri baruku dengan satu atau dua kali sedotan -atau dia berkata; sekali atau dua kali susuan-?" Beliau lalu bersabda:

"Tidak haram sekali atau dua kali sedotan." Atau, sabdanya: "Sekali atau dua kali susuan.

a. Skema Sanad

Skema sanad secara lengkap adalah sebagai berikut:

ناك

7Ahmad bin Hanbal , Musna,…, hlm. 372.

َِاللّ ُلوُسَر هيلع الله ىلص

ملسو

نامثع ةفلاخ فى سابعلا لبق : ةافو ِلْضَفْلا ِّمُأ ِث ِراَحْلا ِنْب ِ َاللّ ِدْبَع

ِّيِمِشاَهْلا ِليِلَخْلا يِبَأ

ُبوُّيَأ ُليِعاَمْسِإ لبنح نب دمحأ

: ةافو 79 : لاقي و ه 84

ه

ه 14 : دلوم

ه 124

: ةافو

ه 59 : دلوم

: ةافو 131 -ه

ه 66 :

دلوم

: ةافو 193 -ه

دلوم 110 ه

: ةافو 247 -ه

دلوم 182 ه

نع

نع

انثدح

انثدح

نع

(6)

475

b. Biografi periwayat dalam hadis musnad Imam Ahmad bin Hanbal

 Ummu al-Fadli8

Nama lengkap: Lubabah binti al-Hariṡ bin al-Hazan. Ia terkenal dengan sebutan Ummu Al Fadli.

Riwayat hidup: Wafat sebelum Ibnu „Abbas pada masa Khalifah Usman bin Affan.

Guru-guru: Nabi Muhammad Saw.

Anak Murid: Anas bin Malik, ‘Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal, „Abdullah bin Abbas.

Penilaian ulama: Ibnu Hajar berkata Ummu al-Fadli adalah sahabat, begitu pula penilaian az-Zahabi bahwa Ummu al-Fadli adalah sahabat.

Kesimpulan: Ummu al-Fadli merupakan seorang adil dan dhabit. Termasuk golongan tingkat sahabat pada tabaqah pertama, beliau wafat sebelum Ibn Abbas (Pada masa khalifah Usman Bin Affan). Dan didalam skema hadis tersebut tampak Ummu al-Fadli menerima hadis dari Rasulullah yakni dengan menggunakan lafaz Kana. Ummu al-Fadli telah menerima hadis diatas langsung dari Rasulullah. Karena Ummu al-Fadli adalah salah seorang sahabat, maka ia terbebas dari Para Ulama kritikus hadis, karana ulama hadis telah menyepakati para sahabat Rasulullah kulluhum „udul. Semua dari mereka bersifat adil. Dengan demikian, maka penelitian terhadap kredibilitas mereka tidaklah diperlukan lagi.

 ‘Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal

Nama lengkap: „Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal Bin al-haris Bin Abdul Muthalib Bin Hasyimi.

Riwayat hidup: Lahir pada tahun 14 H, dan wafat pada tahun 79 H.

Guru-guru: ‘Abbas bin „Abdul Muthalib, „Abdullah bin Amru bin al-„Ash, „Abdullah bin Mas‟ud, Ummi al-Fadli binti al-Hariṡ.

Anak murid: „Abdul Malik bin „Umair, „Abdullah bin „Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal, Shalih bin Abi Maryam.

Penilaian ulama: Ibnu Hajar berkata „Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal Seorang yang tsiqah.

Kesimpulan: „Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal merupakan seorang adil dan dhabit karena telah memenuhi syarat sebagai perawi adil dan dhabit. Dan telah terjadi hubungan guru dan murid dalam periwayatan hadis, sanad antara „Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal dengan Ummi al-Fadli, dan ini merupakan sanad yang bersambung.

 Shalih bin Abi Maryam9

Nama Lengkap: Shalih bin Abi Maryam dan dikenal juga dengan nama Abu Khalil al- Bishri.

Riwayat Hidup: Lahir pada tahun 59 H dan wafat ditahun 164 H

Guru-guru: ‘Abdullah bin al-Hariṡ bin Naufal, „Abdullah bin Abi Qatadah, Abi Qatadah al-Anshari.

Anak Murid: Ayyub bin Abi Tamimah, Abu Zubair Muhammad bin Muslim al- Makki, „Abdullah bin Syubrumah.

Penilaian Ulama: an-Nasai dan Ibnu hibban berkata Shalih bin Abi Maryam seorang yang tsiqah.

8Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mazy, Tahzibul Kamal Fi Asmai ar-Rijal Jilid 35 (Beirut:

Muassasah ar-Risalah, 1992), hlm. 297-298.

9Yusuf al-Mazy, Tahzibul Kamal,…, hlm. 89-91.

(7)

476

Kesimpulan: Shalih bin Abi Maryam merupakan seorang yang adil dan dhabit karena telah memenuhi syarat sebagai perawi adil dan dhabit. Di dalam skema hadis tersebut tampak Shalih bin Abi Maryam menerima hadis dari Abdullah Bin Haris dengan cara al- sama‟ yakni dengan menggunakan lafaz „An. Shalih bin Abi Maryam memang salah seorang murid dari Abdullah Bin Hariṡ dalam periwayatan hadis. Dan Kedua Imam ini hidup dimasa yang sama, dapat dibuktikan lewat pertemuan dua imam ini karena tanggal wafat Abdullah Bin Haris yakni pada 84 H adalah setelah lahirnya Shalih bin Abi Maryam yakni di Tahun 66 H. Dengan demikian, sanad hadis dari Abi Khalil Shalih bin Abi Maryam bersambung kepada Abdullah Bin Hariṡ.

 Ayyub bin Abi Tamimah10

Nama lengkap: Ayyub bin Abi Tamimah Ia dikenal dengan sebutan Abu Bakar Bisyri.

Riwayat hidup: Lahir pada tahun 66 H. dan Wafat pada tahun 133 H.

Guru-guru: Dzakwan Abi Shalih, Salim bin „Abdullah bin „Umar, Abi Khalil Shalih bin Abi Maryam.

Anak murid: Abu „Umair al-Haris bin „Umair, Jarir bin Hazam, Isma’il bin Ibrahim.

Penilaian ulama: Ibnu hajar berkata Ayyub bin Abi Tamimah seorang yang tsiqah dan menurut penilaian az-Zahabi Ayyub bin Abi Tamimah adalah al-Imam.

Kesimpulan: Ayyub bin Abi Tamimah merupakan seorang yang adil dan dhabit karena telah memenuhi syarat sebagai perawi adil dan dhabit. Dan didalam skema hadis tersebut tampak Ayyub bin Abi Tamimah menerima hadis dari Abi Khalil Shalih bin Abi Maryam yakni dengan menggunakan lafaz „An. Kedua Imam ini hidup dimasa yang sama, dapat dibuktikan lewat pertemuan dua imam ini karena tanggal wafat Abi Khalil Shalih bin Abi Maryam yakni pada 124 H adalah setelah lahirnya Ayyub bin Abi Tamimah yakni ditahun 66 H. Dengan demikian, sanad hadis dari Ayyub Ayyub bin Abi Tamimah bersambung kepada Abi Khalil Shalih bin Abi Maryam.

 Isma’il bin Ibrahim11

Nama lengkap: Isma‟il bin Ibrahim bin Muqsim ( Abu Bisyir Al Basri ) Riwayat hidup: Lahir pada tahun 110 H. dan Wafat pada tahun 193 H.

Guru-guru: Ayyub bin Abi Tamimah, Abi Yunus Hatim bin Abi Shagirah, Ishak bin Suwaid al-„Adwi.

Anak murid: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Ibrahim bin Dinar, Ahmad bin Mani‟ al-Baghawi.

Penilian ulama: Ibnu Hajar berkata Isma‟il bin Ibrahim adalah seorang yang tsiqah hafiz

Kesimpulan: Isma‟il bin Ibrahim merupakan seorang yang adil dan dhabit karena telah memenuhi syarat sebagai perawi adil dan dhabit. Dan di dalam skema tersebut tampak Isma‟il bin Ibrahim menerima hadis dari Ayyub bin Abi Tamimah dengan cara al-sama‟

yakni dengan lafaz Haddatsana. Ke dua Imam ini hidup dimasa yang sama, dapat dibuktikan lewat pertemuan dua imam ini karena tanggal wafat Ayyub bin Abi Tamimah pada Tahun 131 H adalah setelah kelahiran Isma‟il bin Ibrahim, Yakni di Tahun 110 H . Dengan demikian sanad dari Isma‟il bin Ibrahim bersambung kepada Ayyub bin Abi Tamimah.

10Ibid, hlm. 457-464.

11Yusuf al-Mazy,Tahzibul Kamal,…,hlm. 23-33.

(8)

477

 Ahmad bin Hanbal12

Nama lengkap: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris ibn Abdullah

Riwayat hidup: Lahir pada 164 H dan telah Wafat 241 H.

Guru-guru: Sufyan ibn „Isa al-Zuhri, Yahya ibn Sa'id al-Qatan, Abdur rahman ibn Mahdi, Isma’il bin Ibrahim, Sufyan ibn „Uyainah.

Anak murid: Bukhari, Muslim Abu Daud, Ibrahim bin Ishak.

Penilaian ulama: Ibn Hajar berkata Imam Ahmad, tsiqah, hafiz dan hujjat. Ibn Salih al-„Ajli berkata Imam Ahmad, tsiqah tsabit fi al-hadits. Ibn Hibban berkata Imam Ahmad adalah penghafal yang kuat ingatan.

Kesimpulan: Imam Ahmad merupakan seorang adil dan dhabit, karena telah memenuhi syarat sebagai perawi adil dan dhabit. Didalam skema tersebut tampak Imam Ahmad bin Hambal menerima hadis dari Isma‟il Bin Ibrahim dengan cara al-sama‟ yakni dengan menggunakan lafaz Haddatsana. Ke dua Imam ini hidup dimasa yang sama, dapat dibuktikan lewat pertemuan dua imam ini karena tanggal wafat Isma‟il Bin Ibrahim pada Tahun 193 H adalah setelah kelahiran Imam Ahmad bin Hambal , yakni Tahun 164 H. Dengan demikian sanad dari Imam Ahmad bin Hambal kepada Isma‟il Bin Ibrahim bersambung.

c. Ditinjau dari jumlah periwayatan

Berdasarkan jumlah periwayatan hadis maka hadis tersebut termasuk kategori hadis mutawatir sebab jumlah hadis yang hampir sama redaksi baik secara lafaz dan makna dijumpai Enam hadis yaitu dari Shahih Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan An-Nasa‟i, Sunan Abi Daud, Sunan At-Timizi, dan Sunan Ad-Darimi.

d. Ditinjau dari ketersandaran sanad.

Setelah melakukan penelitian terhadap hadis tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa hadis diatas adalah kategori hadis Marfu’ ghoiru shorih dengan lafaz Kana disebabkan hadis tersebut periwayatannya disandarkan sampai kepada Rasulullah melalui sanad Lubabah Binti Al Haris Bin Al Hazan ( Ummu Al Fadli).

4. Kritik Matan Hadis

ِناَتَعْضَّرلا ْوَأ ُةَعْضَّرلا َلاَق ْوَأ ِناَتَج َلاْمِْلْا َلاَو ُةَج َلاْمِْلْا ُِّ ِّرَُتُ َلا َلاَقَ ف

Kriteria kesahihan matan hadis menurut muhadditsin tampaknya beragam. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan latar belakang, keahlian alat bantu, dan persoalan masyarakat yang dihadapi oleh mereka. Salah satu versi tentang criteria kesahihan matan hadis adalah seperti yang dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi (w. 463 H/1072 M) bahwa suatu matan hadis dapat dikatakan maqbul ( diterima ) sebagai matan hadis yang sahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. tidak bertentangan dengan akal sehat

2. tidak bertentangan dengan hukum Alquran yang telah muhkam 3. tidak bertentangan dengan hadis mutawatir

4. tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu (ulama salaf)

5. tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti

6. tidak bertentangan dengan hadis Ahad yang kualitas keshahihannyalebih kuat.

12Ibid, hlm. 442.

(9)

478

Ibn Al-Jawzi (w. 597 H/1210 M) memberikan tolak ukur kesahihan matan secara singkat, yaitu setiap hadis yang bertentangan dengan akal ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis mawdhu‟, karena nabi Muhammad saw. Tidak mungkin menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama, seperti menyangkut aqidah dan ibadah.

Salahuddin Al-adabi mengambil jalan tengah dari dua pendapat diatas, ia mengatakan bahwa criteria kesahihan matan ada empat yaitu :

1. tidak bertentangan dengan petunjuk Alquran 2. tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat 3. tidak bertentangan dengan akal sehat,indra dan sejarah

4. susunan pernyataannya menunjukkan cirri-ciri sabda kenabian.13

Berdasarkan kerangka teori diatas tentang kritik matan hadis bahwa sebuah hadis secara matan dapat dikategorikan secara shahih apabila hadis tersebut telah dilakukan perbandingan dengan alquran, hadis lain dan sebagainya yang telah ditentukan tersebut dan secara jelas dapat dibuktikan sejalan atau bertentangan dengan ayat-ayat alquran.

Standarisasi yang dikemukakan diatas memberikan informasi bahwa ulama hadis sepakat terhadap empat standar atas keshahihan sebuah matan hadis yang diteliti. Berikut akan dilakukan kritik matan hadis tentang tidak menjadi anak susuan kalau seorang bayi menyusu hanya sekali atau dua kali sususan.

a. Pengujian melalui Alquran

Didalam Alquran, tidak ditemukan ayat khusus yang menjelaskan tentang anak susuan, khususnya berapa kali menyusui baru dikatakan anak sesusuan. tetapi sebagaimana firman Allah Swt dalam surah an-nisa‟ ayat 23, sebagai berikut:

ُُاَنَ بَو ْمُكُُاَهَّمُأ ْمُكْيَلَع ْتَمِّرُح ِتِلالا ُمُكُُاَهَّمُأَو ِتْخلأا ُتاَنَ بَو ِخلأا ُتاَنَ بَو ْمُكُُلااَخَو ْمُكُُاَّمَعَو ْمُكُُاَوَخَأَو ْمُك

ِئاَِْن ْنِم ْمُكِروُجُح ِفِ ِتِلالا ُمُكُبِئَبَِرَو ْمُكِئاَِْن ُتاَهَّمُأَو ِةَعاَضَّرلا َنِم ْمُكُُاَوَخَأَو ْمُكَنْعَضْرَأ ُتْلَخَد ِتِلالا ُمُك

ْم ْمُكِبلاْصَأ ْنِم َنيِذَّلا ُمُكِئاَنْ بَأ ُلِئلاَحَو ْمُكْيَلَع َحاَنُج لاَف َّنِِبِ ْمُتْلَخَد اوُنوُكَُ َْلَ ْنِإَف َّنِِبِ

ِْيَْ تْخلأا َْيَْ ب اوُعَمَْت ْنَأَو

اًميِحَر اًروُفَغ َناَك ََّللّا َّنِإ َفَلَس ْدَق اَم لاِإ ٣٢

)

Artinya: diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat tersebut merupakan salah satu ayat larangan menikah kepada orang-orang tertentu, yang disebutkan dalam surat an-Nisa‟ ayat 23, dan di dalam ayat tersebut mencantumkan larangan menikah kepada saudara sepersusuan, karena tidak ada penjelasan

13Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, ( Jakarta : Rajawali Press, 2004 ) hlm.62-64.

(10)

479

dalam ayat Alquran secara jelas tentang anak susuan maka penjlasan itu didapati di dalam hadis shahih yang bersumber dari Nabi Muhammad saw.

Dalam artian hadis yang diteliti tersebut tidak bertentangan dengan syari‟at ajaran Alquran.

b. Pengujian melalui hadis

Apabila kita menolak suatu hadis, yang mana hadis tersebut bertentangan dengan hadis yang lebih kuat, maka menurut al-Idlibi harus memenuhi dua syarat. Yang pertama, hadis tersebut tidak mungkin untuk dijama‟kan, bila dapat dijama‟kan maka kita tidak perlu menolak salah satu dari keduanya. Apabila tidak dapat dijama‟kan maka hadis tersebut harus ditarjih. Kedua, hadis yang lebih kuat tersebut adalah hadis mutawatir. Dalam penelitian hadis yang di atas tergolong pada kategori kedua yaitu hadis mutawatir.

Sebagaimana hadis yang sedang diteliti, yakni Hadis dari Musnad Imam Ahmad bin Hanbal yang berbunyi :

ِثِراَْلْا ِنْب َِّللّا ِدْبَع ْنَع ِليِلَْلْا ِبَِأ ْنَع ُبوُّيَأ اَنَ ثَّدَح َلاَق ُليِعاَْسِْإ اَنَ ثَّدَح َناَك تَلاَق ِلْضَفْلا ِِّّ ُأ ْنَع ِّيِِشِاَْلْا

ْما ِلِ ْتَناَك َِّللّا َلوُسَر َيَ َلاَقَ ف ٌِّبِاَرْعَأ َءاَجَف ِتِْيَ ب ِفِ َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللّا ىَّلَص َِّللّا ُلوُسَر ْ اَهْ يَلَع ُتْجَّوَََ تَ ف ٌةَأَر

َلَوُْلأا ِتَِأَرْما ْتَمَعَََ ف ىَرْخُأ ًةَأَرْما ْوَأ ًةَعْضَرًةَّرَم َلاَقَو ِْيَْ تَج َلاْمِإ ْوَأ ًةَج َلاْمِإ ىَثْدُْلْا ِتَِأَرْما ْتَعَضْرَأ اَهَّ نَأ

ِناَتَعْضَّرلا ْوَأ ُةَعْضَّرلا َلاَق ْوَأ ِناَتَج َلاْمِْلْا َلاَو ُةَج َلاْمِْلْا ُِّ ِّرَُتُ َلا َلاَقَ ف ِْيَْ تَعْضَر

14

Hadis yang sama terdapat juga pada Shahih Muslim :

َتَ ق ْنَع َةَبوُرَع ِبَِأ ُنْب ُديِعَس اَنَ ثَّدَح ٍرْشِب ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح َةَبْ يَش ِبَِأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ اَنَ ثَّدَح ْنَع ِليِلَْلْا ِبَِأ ْنَع َةَدا

ْتَثَّدَح ِلْضَفْلا َِّّ ُأ َّنَأ ِثِراَْلْا ِنْب َِّللّا ِدْبَع َّ ِبَن َّنَأ

ِناَتَعْضَّرلا ْوَأ ُةَعْضَّرلا ُِّ ِّرَُتُ َلا َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللّا ىَّلَص َِّللّا

ِناَتَّصَمْلا ْوَأ ُةَّصَمْلا ْوَأ ْنَع َناَمْيَلُس ِنْب َةَدْبَع ْنَع اًعيَِجَ َميِىاَرْ بِإ ُنْب ُقَحْسِإَو َةَبْ يَش ِبَِأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ هاَنَ ثَّدَح و

اَتَّصَمْلا ْوَأ ِناَتَعْضَّرلا ْوَأ ٍرْشِب ِنْبا ِةَياَوِرَك َلاَقَ ف ُقَحْسِإ اَّمَأ ِداَنْسِْلْا اَذَِبِ َةَبوُرَع ِبَِأ ِن ْبا َةَبْ يَش ِبَِأ ُنْبا اَّمَأَو ِن

ِناَتَّصَمْلاَو ِناَتَعْضَّرلاَو َلاَقَ ف

15

Juga terdapat di dalam Sunan An-Nasa‟i:

َنََرَ بْخَأ َتَ ق ْنَع ٌديِعَس اَنَ ثَّدَح َلاَق ٍءاَوَس ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح َلاَق َِّللّا ِدْبَع ِنْب ِحاَّبَّصلا ُنْب َِّللّا ُدْبَع ْنَع ُبوُّيَأَو َةَدا

ِلْضَفْلا ِِّّ ُأ ْنَع ٍلَفْوَ ن ِنْب ِثِراَْلْا ِنْب َِّللّا ِدْبَع ْنَع ِليِلَْلْا ِبَِأ ٍحِلاَص َّ ِبَن َّنَأ

ْنَع َلِئُس َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللّا ىَّلَص َِّللّا

اَتَ ق َلاَقَو ِناَتَج َلاْمِْلْا َلاَو ُةَج َلاْمِْلْا ُِّ ِّرَُتُ َلا َلاَقَ ف ِعاَضَّرلا ِناَتَّصَمْلاَو ُةَّصَمْلا ُةَد

16

14Ahmad bin Hanbal, Musnad,…, hlm. 372.

15Imam Muslim, Kutubussittah Wa Syuruhuha no. 1452 (Istanbul, 1992), hlm. 1074.

16 Sunan an-Nasai, Kitab Sunan an-Nasai (Beirut: Dar Ihya‟ at-Turasu al-„Arabi) hlm. 558.

(11)

480

Hadis dari musnad ahmad di atas jelas tidak bertentangan dengan hadis yang lebih shahih . Karena ditemukan dalam kitab hadis yang lainya yang bertaraf shahih, yaitu dari Shahih Muslim dan Sunan An Nasa‟i. Ditemukan juga ketiga-ketiga hadis ini melalui periwayatan Isma‟il Bin Ibrahim, Ayyub Bin Abi Tamimah, Abi Khalil, Abdullah Bin Haris, dan Ummu al-Fadhli.

c. Pengujian melalui akal

Tidak bertentangan dengan akal sehat dan realita sejarah akal sehat yang dimaksud dalam hal ini bukanlah hasil pemikiran manusia semata, melainkan akal yang mendapat petunjuk dari alquran dan sunnah Nabi. Untuk itu pedoman ini perlu juga sebagai acuan untuk dijadikan bandingan dalam melakukan penelitian matan hadis.

Anak susuan adalah hal yang penting untuk diketahui karena anak susuan tidak boleh dinikahi oleh bapak atau ibu susuannya dan juga saudara susuannya menurut surat an-nisa‟

ayat 23, dan anak susuan menjadi mahram ketika dia menyusui lebih dari lima kali susuan menurut mazhab syafi‟i yang diriwayatkan dari Aisyah ra.

اَنَ ثَّدَح ُدْبَع َِّللّا ُنْب َةَمَلَْْم ُّ ِبَنْعَقْلا

اَنَ ثَّدَح ُناَمْيَلُس ُنْب

ٍل َلاِب ْنَع َيَْيَ

َوُىَو ُنْبا ٍديِعَس ْنَع َةَرْمَع اَهَّ نَأ ْتَعَِسْ

َةَشِئاَع ُلوُقَ ُ َيِىَو ُرُكْذَُ

يِذَّلا ُِّ ِّرَُيَ

ْنِم ِةَعاَضَّرلا ْتَلاَق

ُةَرْمَع ْتَلاَقَ ف ُةَشِئاَع َلَََ ن ِنآْرُقْلا ِفِ

ُرْشَع ٍتاَعَضَر

ٍتاَموُلْعَم

َُّتّ

َلَََ ن اًضْيَأ ٌسَْخَ

ٌتاَموُلْعَم هاَنَ ثَّدَح و

ُدَّمَُمُ

ُنْب َّنَّ ثُمْلا اَنَ ثَّدَح ُدْبَع ِباَّىَوْلا َلاَق

ُتْعَِسْ

َيَْيَ

َنْب

ٍديِعَس َلاَق ِنَُْرَ بْخَأ ُةَرْمَع

اَهَّ نَأ ْتَعَِسْ

َةَشِئاَع ُلوُقَ ُ ِوِلْثِِمَ

17

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Yahya yaitu Ibnu Sa'id, dari 'Amrah bahwa dia pernah mendengar Aisyah berkata dan dia sedang menyebutkan pengharaman yang disebabkan dari persusuan-, 'Amrah berkata; Lantas Aisyah berkata; "Telah turun ayat Al Qur`an tentang sepuluh kali susuan tertentu, kemudian turun ayat lagi tentang lima kali susuan tertentu (sebagai nasakh bagi ayat yang pertama)." Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab dia berkata; Saya mendengar Yahya bin Sa'id berkata; Telah mengabarkan kepadaku 'Amrah bahwa dia mendengar 'Aisyah mengatakan seperti itu”.

d. Pengujian melalui sejarah

Dalam tradisi arab jahiliyah, menyusu kepda selain ibu kandung dan tinggal di daerah pedalaman badui merupakan salah satu tanda kemuliaan dan status sosial. Hal ini dimaksud agar anak mendapat asupan makanan yang bergizi untuk perkembangan otaknya dan mengalami masa remaja yang menyenangkan.

Pada suatu hari, halimah dan beberapa perempuan dari Bani Sa‟ad datang ke Makkah untuk mencari anak-anak yang akan disusuinya. Setiap perempuan mendapat satu orang anak susuan kecuali Halimah.

Halimah bercerita, “Tidak seorang perempuan pun diantara kami kecuali ketika ia diserahi bayi Muhammad Saw., ia enggan menerimanya, apalagi setelah diketahui bayi itu terlahir sebagai yatim. Ketika kami beranjak meninggalkannya, kami berkata, “ Apa yang akan dilakukan ibu bayi ini jika kami mengambilnya? Padahal kami berharap agar bisa dikenal oleh ayah dari bayi tersebut. Sementara apa yang akan diperbuatoleh bayi ini?”

Demi Allah, semua temanku telah mendapat seorang anak susuan kecuali aku. Ketika aku tidak mendapat seorang pun anak susuan selain bayi Muhammad ini, kami pun sepakat

17Imam Muslim, Kutubussittah,…, hlm. 1075.

(12)

481

untuk segera pulang. Aku berkata kepada suamiku, AL-Harits ibn Absul „Uzza, “Demi Allah, aku tidak suka jika pulang nanti tidak membawa seorang anak pun anak sesusuan. Karena itu, aku memutuskan untuk mengambil anak yatim itu. „lalu suaminya menjawaab, „ya, engkau harus mengambilnya. Semoga Allah akan menganugerahkan berkah-Nya kepada kita lataran anak ini.‟ Lalu aku pergi mengambilnya karena tidak ada seorang pun anak susuan selain dia.

Setelah mengambil anak itu, aku pun membawanya pulang. Di tengah perjalanan aku pun menyusuinya sehingga ia bisa minum sampai kenyang. Aku juga menyusui anak kandungku hingga kenyang. Di lain pihak, suamiku mengambil seekor unta yang penuh dengan susu, kemudian dia memerasnya sehingga kami bisa minum sampai kenyang. Lalu kami beristirahat dan tidur dengan nyaman. Pagi harinya, suamiku berkata,” Wahai Halimah, demi Allah aku melihatmu telah mengambil jiwa yang penuh berkah. Apakah kamu tidak melihat, kita tidak pernah beristirahat dengan nyaman an penuh berkah sebelumnya, hingga kita mengambil bayi ini, dan Allah tidak henti-hentinya menambahkan berkah-Nya kepada kita.18

Dan dari kisah Nabi Muhammad Saw. di atas, kita bisa melihat bahwasanya pada zaman itu menjadi hal yang sangat biasa ketika anak disusukan kepada ibu susuan.

5. Fiqh al-Hadis

1. Anak susuan ( ar-Radha‟ah )

Ulama fikih mendefenisikan rada‟ah dengan,” masuknya air susu manusia kedalam perut seorang anak yang umurnya tidak lebih dari dua tahun.” Artinya, anak-anak yang dikatakan menyusu adalah anak yang belum mencapai umur dua tahun. Sampai usia dua tahun, didalam ilmu kesehatan perkembangan biologis anak sangat ditentukan oleh kadar susu yang diterimanya. Dengan demikian, susuan anak kecil pada usia dini sangat berpengaruh dalam perkembangan fisik mereka.

Persoalan susuan dalam fikih islam mempunyai dampak terhadap sah atau tidaknya seorang lelaki kawin dengan seorang wanita. Apabila seorang lelaki ketika kecilnya menyusu kepada seorang perempuan ( bukan ibu atau orang yang haram ia kawini), maka ia diharamkan kawin dengan ibu tempat ia menyusu tersebut, serta seluruh perempuan yang mempunyai nasab dengan ibu susuan itu. Alasannya, firman Allah Swt. Dalam surah An- Nisa‟ ayat 23.

ُتاَنَ بَو ِخلأا ُتاَنَ بَو ْمُكُُلااَخَو ْمُكُُاَّمَعَو ْمُكُُاَوَخَأَو ْمُكُُاَنَ بَو ْمُكُُاَهَّمُأ ْمُكْيَلَع ْتَمِّرُح ِتِلالا ُمُكُُاَهَّمُأَو ِتْخلأا

ِئاَِْن ْنِم ْمُكِروُجُح ِفِ ِتِلالا ُمُكُبِئَبَِرَو ْمُكِئاَِْن ُتاَهَّمُأَو ِةَعاَضَّرلا َنِم ْمُكُُاَوَخَأَو ْمُكَنْعَضْرَأ ْمُتْلَخَد ِتِلالا ُمُك

ْمُكْيَلَع َحاَنُج لاَف َّنِِبِ ْمُتْلَخَد اوُنوُكَُ َْلَ ْنِإَف َّنِِبِ

ِْيَْ تْخلأا َْيَْ ب اوُعَمَْت ْنَأَو ْمُكِبلاْصَأ ْنِم َنيِذَّلا ُمُكِئاَنْ بَأ ُلِئلاَحَو

اًميِحَر اًروُفَغ َناَك ََّللّا َّنِإ َفَلَس ْدَق اَم لاِإ ٣٢

)

Atinya :“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu

18 Muhammad Ali Quthb, Perempuan Agung Di Sekitar Rasulullah Saw, ( Bandung :PT. Mizan, 2009 ) hlm. 24-65.

(13)

482

mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);

dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Sekalipun ayat diatas hanya menyebutkan perempuan yang diharamkan karena susuan itu adalah ibu dan saudara-saudara perempuan sepersusuan, ulama fikih menyatakan bahwa yang diharamkan itu tidak terbatas pada ibu atau saudara perempuan sepersusuan. Dalam hal ini ibu susuan dan perempuan sesusuan ini, berlaku hukum sebagaimana halnya ibu dan saudara perempuan kandung. Di pihak ibu kandung, yang termasuk haram dikawini oleh seorang lelaki adalah nenek keatas, kebawah anak perempuan dan seterusnya, dan kesamping saudara perempuan. Demikian pula halnya dengan perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan ibu susuan dan saudara sepersusuan.

Pemberlakuan keharaman hukum mengawini perempuan-perempuan dari pihak ibu susuan dan perempuan sepersusuan diatas, didasarkan kepada teori kias (analogi). Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. diminta mengawini anak Hamzah. Lalu Rasulullah Saw. menjawab :” Sesunguhnya ia tidak halal bagiku, karena ia adalah anak saudara sesusuku, dan apa-apa yang diharamkan karena nasab (keturunan) diharamkan juga karena susuan”.(HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas).

Anak yang menyusu menurut kesepakatan ulama fikih, adalah anak yang berumur dua tahun kebawah, karena dalam usia inilah susu ibu sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.

Alasannya adalah firman Allah Swt. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 233.

ِدوُلْوَمْلا ىَلَعَو َةَعاَضَّرلا َّمِتُي ْنَأ َداَرَأ ْنَمِل ِْيَْلِماَك ِْيَْلْوَح َّنُىَدلاْوَأ َنْعِضْرُ ي ُتاَدِلاَوْلاَو َّنُهُ َُوِْْكَو َّنُهُ قْزِر ُوَل

اَضُُ لا اَهَعْسُو لاِإ ٌسْفَ ن ُفَّلَكُُ لا ِفوُرْعَمْلِبِ

ْنِإَف َكِلَذ ُلْثِم ِثِراَوْلا ىَلَعَو ِهِدَلَوِب ُوَل ٌدوُلْوَم لاَو اَىِدَلَوِب ٌةَدِلاَو َّر

ُكَدلاْوَأ اوُعِضْرَ تَُْْ ْنَأ ُْتُْدَرَأ ْنِإَو اَمِهْيَلَع َحاَنُج لاَف ٍرُواَشََُو اَمُهْ نِم ٍضاَرَ ُ ْنَع لااَصِف اَداَرَأ ْمُكْيَلَع َحاَنُج لاَف ْم

َس اَذِإ ٌٌ ِصَب َنوُلَمْعَ ُ اَِمَ ََّللّا َّنَأ اوُمَلْعاَو ََّللّا اوُقَّ ُاَو ِفوُرْعَمْلِبِ ْمُتْ يَ ُآ اَم ْمُتْمَّل ٣٢٢

)

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”

dalam hadis Rasulullah Saw. dikatakan:

اَنَ ثَّدَح ُةَبْ يَ تُ ق اَنَ ثَّدَح وُبَأ َةَناَوَع ْنَع ِِّ اَشِى ِنْب َةَوْرُع ْنَع ِويِبَأ ْنَع َةَمِطاَف ِتْنِب ِرِذْنُمْلا ْنَع ِِّّ ُأ َةَمَلَس ْتَلاَق َلاَق

ُلوُسَر َِّللّا ىَّلَص َُّللّا ِوْيَلَع َمَّلَسَو َلا ُِّ ِّرَُيَ

ْنِم ِةَعاَضِّرلا َّلاِإ

اَم َقَتَ ف َءاَعْمَْلأا ِيْدَّثلا ِفِ

َناَكَو َلْبَ ق ِِّ اَطِفْلا َلاَق وُبَأ

ىَْيِع اَذَى ٌثيِدَح ٌنََْح ٌحيِحَص ُلَمَعْلاَو

ىَلَع اَذَى َدْنِع ِرَثْكَأ ِلْىَأ ِمْلِعْلا ْنِم ِباَحْصَأ ِِّبَّنلا

ىَّلَص

َُّللّا

ِوْيَلَع

(14)

483

َمَّلَسَو ْمِىٌِْ َغَو َّنَأ

َةَعاَضَّرلا َلا

ُِّ ِّرَُتُ

َّلاِإ اَم َناَك َنوُد ِْيَْلْوَْلْا اَمَو َناَك َدْعَ ب ِْيَْلْوَْلْا ِْيَْلِماَكْلا ُوَّنِإَف

َلا ُِّ ِّرَُيَ

اًئْ يَش

ُةَمِطاَفَو ُتْنِب

ِرِذْنُمْلا ِنْب ٌِْ َ بَُّلا ِنْب ِِّ اَّوَعْلا َيِىَو ُةَأَرْما ِِّ اَشِى ِنْب َةَوْرُع

19

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Hisyam bin 'Urwah dari Bapaknya dari Fathimah bin Al Mundzir dari Umu Salamah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali (susuan) yang mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih." Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan sahih dan diamalkan para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan yang lainnya; bahwa persusuan tidak menjadikan mahram kecuali pada bayi di bawah dua tahun. Jika telah berlangsung waktu dua tahun, tidak menjadikan mahram. Fathimah binti Al Mundzir bin Zubair bin 'Awwam adalah istri Hisyam bin 'Urwah."

Ulama fikih tidak menutup kemungkinan bahwa anak kecil yang berumur diatas dua tahun masih menyusu, baik terhadap ibunya sendiri maupun terhadap wanita lain. Apabila anak kecil diatas usia dua tahun ini masih menyusu pada orang lain, timbul perbedaan pendapat tentang apakah susuannya itu menyebabkan haramnya anak itu kawin dengan ibu sususannya. Menurut jumhur ulama, anak yang berumur di atas dua tahun apabila masih menyusu, maka menyusu itu tidak berpengaruh lagi terhadap tulang dan daging mereka. Oleh sebab itu, susuan semacam ini tidak menyebabkan anak itu haram kawin dengan wanita tempat anak itu menyusu.

Alasan mereka adalah Firman Allah Swt. Dalam surah Al-Baqarah ayat 233 diatas, yang mengandung pernyataan bahwa kesempurnaan susuan adalah dalam batas usia anak dua tahun. Kemudian dalam suatu riwayat dari Ibnu Mas‟ud mengharamkan nikah antara anak yang disusui dan wanita yang menyusui adalah susuan yang dapat menguatkan tulang dan menumbuhkan daging. 20

اَنَ ثَّدَح ُدْبَع ِِّ َلاَّْلا ُنْب

ٍرَّهَطُم َّنَأ َناَمْيَلُس َنْب

ِةٌَ ِغُمْلا ْمُهَ ثَّدَح ْنَع

ِبَِأ ىَسوُم ْنَع ِويِبَأ ْنَع ٍنْبا ِدْبَعِل َِّللّا ِنْب

ٍدوُعَْْم ْنَع

ِنْبا ٍدوُعَْْم َلاَق

َعاَضِر َلا َّلاِإ اَم َّدَش َمْظَعْلا َتَبْ نَأَو َمْحَّللا َلاَقَ ف وُبَأ ىَسوُم َنَوُلَأَُْْ َلا

اَذَىَو

ُرْ بَْلْا ْمُكيِف اَنَ ثَّدَح ُدَّمَُمُ

ُنْب َناَمْيَلُس ُّيِراَبْ نَْلأا

اَنَ ثَّدَح ٌعيِكَو ْنَع َناَمْيَلُس ِنْب

ِةٌَ ِغُمْلا ْنَع ِبَِأ ىَسوُم ِِّلِ َلاِْلْا ْنَع

ِويِبَأ ْنَع ِنْبا ٍدوُعَْْم ْنَع ِِّبَّنلا ىَّلَص َُّللّا ِوْيَلَع َمَّلَسَو ُهاَنْعَِمَ

َلاَقَو َََشْنَأ َمْظَعْلا

21

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdussalam bin Muthahhar bahwa Sulaiman bin Al Mughirah, menceritakan kepada mereka dari Abu Musa dari ayahnya dari Ibnu Abdullah bin Mas'ud dari Ibnu Mas'ud, ia berkata; Tidaklah (dianggap) persusuan kecuali yang dapat menguatkan tulang dan menumbuhkan daging. Abu Musa berkata; jangan kalian bertanya kepada kami sementara orang alim ini berada di antara kalian. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Anbari, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sulaiman bin Al Mughirah dari Abu Musa Al Hilali, dari ayahnya dari Ibnu Mas'ud dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan makna yang sama dengannya, dan ia berkata; serta menumbuhkan tulang.

19Abi „Isa Muhammad bin „isa bin saurah, Sunan At-Tirmizi, (Beirut: Dar El-Ma‟rifah, 2002), hlm. 486.

20Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi,…, hlm. 1470.

21Sunan Abi Daud, Kutubussittah Wa Syuruhuha, (Istanbul: 1992), h. 549

(15)

484

2. Kadar Air Susu Sehingga Dikatakan Anak Susuan

Dalam menentukan kadar susuan yang bisa mengharamkan nikah antara anak yang disusui dan wanita yang menyusui berikut keturunannya, ulama fikih berbeda pendapat.22

Pertama, menurut Daud az-Zahiri (tokoh fikih Mazhab az-Zahiri) kadar susuan yang mengharamkan nikah itu minimal tiga kali isap, dan jika kurang dari itu tidak haram bagi lelaki menikahi perempuan tempat ia menyusu. Alasannya, sabda Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa:

اَنَ ثَّدَح وُبَأ ِرْكَب ُنْب ِبَِأ َةَبْ يَش اَنَ ثَّدَح ُدَّمَُمُ

ُنْب ٍرْشِب اَنَ ثَّدَح ُديِعَس ُنْب ِبَِأ َةَبوُرَع ْنَع َةَداَتَ ق ْنَع ِبَِأ ِليِلَْلْا ْنَع

ِدْبَع َِّللّا ِنْب ِثِراَْلْا َّنَأ َِّّ ُأ ِلْضَفْلا ْتَثَّدَح َّنَأ َّ ِبَن َِّللّا ىَّلَص َُّللّا ِوْيَلَع َمَّلَسَو َلاَق َلا ُِّ ِّرَُتُ

ُةَعْضَّرلا ْوَأ ِناَتَعْضَّرلا

ْوَأ ُةَّصَمْلا ْوَأ ِناَتَّصَمْلا هاَنَ ثَّدَح و

وُبَأ ِرْكَب ُنْب ِبَِأ َةَبْ يَش ُقَحْسِإَو ُنْب

َميِىاَرْ بِإ اًعيَِجَ

ْنَع َةَدْبَع ِنْب َناَمْيَلُس ْنَع

ِنْبا ِبَِأ َةَبوُرَع اَذَِبِ

ِداَنْسِْلْا اَّمَأ

ُقَحْسِإ َلاَقَ ف ِةَياَوِرَك ِنْبا ٍرْشِب ْوَأ ِناَتَعْضَّرلا ْوَأ

َمْلا ِناَتَّص اَّمَأَو ُنْبا ِبَِأ َةَبْ يَش

َلاَقَ ف ِناَتَعْضَّرلاَو ِناَتَّصَمْلاَو

23

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu 'Arubah dari Qatadah dari Abu Al Khalil dari Abdullah Al Harits bahwa Ummu Al Fadll telah bercerita bahwa Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Tidak menjadikan seorang itu mahram, jika hanya satu kali atau dua kali hisapan, atau satu kali atau dua kali sedotan." Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim semuanya dari 'Abdah bin Sulaiman dari Ibnu Abi 'Arubah dengan isnad ini, adapun Ishaq maka dia mengatakan sebagaimana riwayatnya Ibnu Bisyr yaitu; "Atau dua kali sedotan atau dua kali hisapan." Sedangkan Ibnu Abu Syaibah mengatakan; "Atau dua kali hisapan atau dua kali sedotan."

اَنَ ثَّدَح ُليِعاَْسِْإ َلاَق

اَنَ ثَّدَح ُبوُّيَأ ْنَع ِبَِأ ِليِلَْلْا ْنَع ِدْبَع َِّللّا ِنْب ِثِراَْلْا ِّيِِشِاَْلْا

ْنَع ِِّّ ُأ ِلْضَفْلا ْتَلاَق َناَك

ُلوُسَر َِّللّا ىَّلَص َُّللّا ِوْيَلَع َمَّلَسَو ِتِْيَ ب ِفِ

َءاَجَف ٌِّبِاَرْعَأ َلاَقَ ف َيَ

َلوُسَر َِّللّا ْتَناَك ٌةَأَرْما ِلِ

ُتْجَّوَََ تَ ف اَهْ يَلَع

ًةَأَرْما ىَرْخُأ ْتَمَعَََ ف ِتَِأَرْما

َلَوُْلأا اَهَّ نَأ ْتَعَضْرَأ ِتَِأَرْما

ىَثْدُْلْا ًةَج َلاْمِإ ْوَأ

ِْيَْ تَج َلاْمِإ َلاَقَو

ًةَّرَم ًةَعْضَر ْوَأ

ِْيَْ تَعْضَر َلاَقَ ف

َلا ُِّ ِّرَُتُ

ُةَج َلاْمِْلْا َلاَو

ِناَتَج َلاْمِْلْا ْوَأ

َلاَق ُةَعْضَّرلا ْوَأ ِناَتَعْضَّرلا

24

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Al Khalil dari Abdullah bin Al Harits Al Hasyimi dari Ummu Fadll dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di rumahku, lalu datanglah seorang arab badui seraya berkata, "Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang isteri, kemudian aku menikahi wanita lain. Isteri pertamaku lalu mengklaim bahwa ia pernah menyusui isteri baruku dengan satu atau dua kali sedotan -atau dia berkata; sekali atau dua kali susuan-?" Beliau lalu bersabda: "Tidak haram sekali atau dua kali sedotan." Atau, sabdanya: "Sekali atau dua kali susuan."

22Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi,…, hlm. 1473.

23Imam Muslim, Kutubussittah,…, hlm. 1074.

24Ahmad bin Hanbal, Musnad,…, hlm. 372.

(16)

485

Menurut Daud az-Zahiri, hukum susuan yang ditentukan secara umum oleh ayat Alquran surah an-Nisa‟ ayat 23

ْتَمِّرُح ْمُكْيَلَع َّمُأ ْمُكُُاَه ْمُكُُاَنَ بَو ْمُكُُاَوَخَأَو

ْمُكُُاَّمَعَو ْمُكُُلااَخَو

ُتاَنَ بَو ِخلأا ُتاَنَ بَو ِتْخلأا ُمُكُُاَهَّمُأَو

ِتِلالا

ْمُكَنْعَضْرَأ ْمُكُُاَوَخَأَو

َنِم ِةَعاَضَّرلا ُتاَهَّمُأَو

ْمُكِئاَِْن ُمُكُبِئَبَِرَو

ِتِلالا ْمُكِروُجُح ِفِ

ْنِم ُمُكِئاَِْن ِتِلالا

ْمُتْلَخَد

َّنِِبِ

ْنِإَف َْلَ

اوُنوُكَُ

ْمُتْلَخَد َّنِِبِ

َحاَنُج لاَف ْمُكْيَلَع ُلِئلاَحَو ُمُكِئاَنْ بَأ

َنيِذَّلا ْنِم ْمُكِبلاْصَأ ْنَأَو

اوُعَمَْت َْيَْ ب ِْيَْ تْخلأا

اَم لاِإ ْدَق َفَلَس َّنِإ ََّللّا َناَك اًروُفَغ اًميِحَر ٣٢ )

Artinya: diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;

saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);

dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Menurut Daud az-Zahiri ayat ini dibatasi oleh hadis ini. Dengan demikian, ibu susuan dan seluruh wanita yang mempunyai hubungan darah dengannya, haram dikawini apabila susuan itu mencapai kadar tiga kali susuan atau tiga kali susuan ke atas.

Kedua, menurut ulama Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hanbali, kadar susuan yang mengharamkan nikah adalah lima kali susuan atau lebih, dan dilakukan secara terpisah.

Alasan mereka adalah sebuah riwayat dari Aisyah binti Abu Bakar yang menyatakan:

اَنَ ثَّدَح ُدْبَع َِّللّا ُنْب َةَمَلَْْم ُّ ِبَنْعَقْلا

اَنَ ثَّدَح ُناَمْيَلُس ُنْب

ٍل َلاِب ْنَع َيَْيَ

َوُىَو ُنْبا ٍديِعَس ْنَع َةَرْمَع اَهَّ نَأ ْتَعَِسْ

َةَشِئاَع ُلوُقَ ُ َيِىَو ُرُكْذَُ

يِذَّلا ُِّ ِّرَُيَ

ْنِم ِةَعاَضَّرلا ْتَلاَق

ُةَرْمَع ْتَلاَقَ ف ُةَشِئاَع َلَََ ن ِنآْرُقْلا ِفِ

ُرْشَع ٍتاَعَضَر

ٍتاَموُلْعَم

َُّتّ

َلَََ ن اًضْيَأ ٌسَْخَ

ٌتاَموُلْعَم هاَنَ ثَّدَح و

ُدَّمَُمُ

ُنْب َّنَّ ثُمْلا اَنَ ثَّدَح ُدْبَع ِباَّىَوْلا َلاَق

ُتْعَِسْ

َيَْيَ

َنْب

ٍديِعَس َلاَق ِنَُْرَ بْخَأ ُةَرْمَع

اَهَّ نَأ ْتَعَِسْ

َةَشِئاَع ُلوُقَ ُ ِوِلْثِِمَ

25

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Yahya yaitu Ibnu Sa'id, dari 'Amrah bahwa dia pernah mendengar Aisyah berkata -dan dia sedang menyebutkan pengharaman yang disebabkan dari persusuan-, 'Amrah berkata;

Lantas Aisyah berkata; "Telah turun ayat Al Qur`an tentang sepuluh kali susuan tertentu, kemudian turun ayat lagi tentang lima kali susuan tertentu (sebagai nasakh bagi ayat yang pertama)." Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab dia berkata; Saya mendengar Yahya bin Sa'id berkata; Telah mengabarkan kepadaku 'Amrah bahwa dia mendengar 'Aisyah mengatakan seperti itu.

25Imam Muslim, Kutubussittah,,…, hlm. 1075.

Referensi

Dokumen terkait

Komedi sekarang tidak hanya diaplikasikan dalam bentuk berupa situasi komedi (sitkom) atau dalam film saja. Acara pertelevisian yang memakai unsur komedi dapat ditemui juga

Hasil dari metode agregat planning dalam perencanaan produksi hollow dengan ukuran 15 mm x 35 mm x 0.30 mm di PT Mulcindo Steel Industry dengan

Dengan tidak melepas sekejap pun nikmat yang selalu Allah berikan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik walau harus melewati banyak tantangan

Dalam surat tuntutannya, Jaksa menuntut terdakwa Sulisytowati dengan menyatakan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP

Data yang digunakan dalam penelitian disini merupakan data sekunder, yaitu data tingkat suku bunga BI Rate , data kurs rupiah terhadap dollar Amerika, data tingkat inflasi

(2) Dalam menjalankan tugasnya itu pejabat yang berwenang dan petugas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini berhak memasuki tempat dimana

Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa Bogasari memiliki pangsa pasar sebesar 57,3 persen yang merupakan pangsa pasar terbesar dalam industri tepung terigu.. Sedangkan posisi